INTERSEPSI PADA BERBAGAI KELAS UMUR TEGAKAN KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS )
SKRIPSI
Oleh:
Sonita Fransiska Pelawi 041202024/Budidaya Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)
Nama
: Sonita Fransiska Pelawi
Departemen
: Kehutanan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing:
Bejo Slamet S.Hut. M.Si NIP. 132 259 569
Achmad Siddik Thoha S.Hut. M.si NIP. 132 259 563
Mengetahui: Ketua Departemen Kehutanan
Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S NIP. 132 287 853
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
ABSTRAK
SONITA FRANSISKA PELAWI. Intersepsi pada berbagai kelas umur tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis). Dibawah bimbingan BEJO SLAMET dan ACHMAD SIDDIK THOHA. Konversi hutan menjadi perkebunan, lahan pertanian dan pemukiman mempengaruhi kondisi hidrologi suatu kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya intersepsi dan mendapatkan hubungan curah hujan dengan intersepsi pada tegakan kelapa sawit berbagai kelas umur. Penelitian ini dilaksanakan di PTPN II kebun Patumbak, Kabupaten Deli Serdang pada bulan Mei 2008 sampai dengan Oktober 2008. Penelitian menunjukkan bahwa intersepsi berbeda pada tiap kelas umur. Luas proyeksi tajuk berpengaruh terhadap intersepsi, througfall dan stemflow. Intersepsi pada ketiga kelas umur secara berturut-turut: 52,38%, 57,98%, 70,90%. Semakin besar curah hujan maka intersepsi juga akan semakin besar, dan semakin tua umur tegakan maka intersepsi juga semakin besar. Kata kunci : Konversi lahan, kelapa sawit, intersepsi.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
ABSTRACT
SONITA FRANSISKA PELAWI. The Interception loss in Oil Palm Stand at Various Age. Under consulted by BEJO SLAMET and ACHMAD SIDDIK THOHA. The forest conversion become a farming, agriculture land, and building place will affect the hydrology condition in the Watershed Area (DAS). The objection of this research is to learn how much interception in oil palm stand at various age class, and to find out corelation rainfall with interception of various age class. The research was done in PTPN II Patumbak farming, Deli Serdang Distric at Mei 2008 until October 2008. The result of this research indicates interception loss was differer in every age class, stand age and large crown they were influence the interception value, throughfall, stemflow. The interception at third age class 10 year, 25 year and 35 year in a row was: 52,38%, 57,98%, and 70,90%. The more rainfall rate so the more interception loss, it is also the the older a stand so the more interception loss. Key word: Land conversion, plantation, interception.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sonita Fransiska Pelawi dilahirkan di Kabanjahe, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo pada tanggal 16 Februari 1986 dari Ayah S. Pelawi dan Ibu M. Meliala. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kabanjahe dan pada tahun 2004 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) sebagai anggota, Komunitas Mahasiswa Kristen (KMK). Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Kedu Selatan pada tahun 2008.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian “Intersepsi pada berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)”, dilaksanakan di PTPN2 Kebun Patumbak, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya intersepsi tegakan kelapa sawit pada berbagai kelas umur dan mendapatkan hubungan antara curah hujan dan intersepsi pada berbagai kelas umur tegakan kelapa sawit. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapatkan dukungan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ayah S. Pelawi dan M. Meliala yang selalu memberikan dukungan baik materi, motivasi, doa serta kepada saudara-saudara Edward Pelawi dan Erwin Pelawi yang memberikan dukungan doa. 2. PTPN2 ( Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara II ) Tanjung Morawa yang telah memberikan ijin tempat penelitian kepada penulis. 3. Bapak Bejo Slamet S.Hut, M.Si sebagai komisi pembimbing dan Bapak Achmad Siddik Thoha S.Hut, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan motivasi selama penyelsaian skripsi ini.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
4. Bapak Dr. Ir. Edi Batara Mulya Siregar, MS selaku ketua Departemen, para staf dosen dan pegawai Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 5. Teman-teman seperjuangan: Dewi, Klara, Heronimus, Rinaldi, Susi, Hotmian, Andro, Nikson, Intan, Grace, Lidya dan seluruh teman-teman BDH, MNH, THH Stambuk 2004 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. 6. Teman-teman yang selalu memberikan bantuan: Taruna, Sofian, Nius, Elly, Irma, Eli Enjelita, Melvida. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penelitan ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan tulisan ini dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak semoga tulisan ini berguna bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Februari 2009
Sonita Fransiska Pelawi
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ....................................................................................................... .i ABSTRACT..................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii DAFTAR ISI.................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi DAFTAR TABEL............................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... ix PENDAHULUAN Latar belakang ................................................................................. Tujuan penelitian ............................................................................. Hipotesa penelitian .......................................................................... Manfaat penelitian ...........................................................................
1 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi kelapa sawit ................................................................. Manfaat kelapa sawit ....................................................................... Perkembangan kelapa sawit di Indonesia........................................ Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara..................... Konsep Dasar Hidrologi .................................................................. Intersepsi.......................................................................................... Faktor-Faktor Penentu dan Hasil Penelitian Intersepsi .................. Pengukuran intersepsi ......................................................................
4 5 6 7 7 8 10 13
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ................................................... 15 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan waktu penelitian ............................................................ 17 Bahan dan Alat ................................................................................ 17 Metode penelitian ............................................................................ 18 HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 23 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...................................................................................... 42 Saran ................................................................................................ 42 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 43 LAMPIRAN..................................................................................................... 46 Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) ................................................................. 5 2. Model Sederhana Siklus Hidrologi .............................................................. 8 3. Pemasangan alat penakar air lolos (througfall)............................................ 19 4. Pemasangan alat penampung aliran batang (Stemflow) ............................... 19 5. Fluktuasi air lolos (througfall) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 10 tahun.............................................................. 24 6. Fluktuasi air lolos (througfall) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 25 tahun................................................................ 24 7. Fluktuasi air lolos (througfall) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 35 tahun............................................................... 25 8. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 10 tahun................................................................ 26 9. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 25 tahun.............................................................. 27 10. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 35 tahun.............................................................. 27 11. Kondisi batang kelapa sawit umur 10, 25 dan 35 tahun ............................ 28 12. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 10 tahun. ........................................................................................... 29 13. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 25 tahun. ............................................................................................ 30 14. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 35 tahun. ........................................................................................ 30 15. Tajuk tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis)......................................... 31
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
16. Garis regresi air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis ) umur 10 tahun............................................................ 32 17. Garis regresi air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 25 tahun............................................................ 33 18. Garis regresi air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 35 tahun............................................................. 34 19. Garis regresi linear aliran batang dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 10 tahun ............................... 35 20. Garis regresi linear aliran batang dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 25 tahun ............................... 36 21. Garis regresi linear aliran batang dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun ............................... 37 22. Garis regresi linear intersepsi dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 10 tahun ............................... 38 23. Garis regresi linear intersepsi dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 25 tahun .............................. 39 24. Garis regresi linear intersepsi dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun ............................... 41
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Jumlah curah hujan, aliran batang, air lolos dan intersepsi tegakan kelapa sawit umur 10, 25 dan 35 tahun ............................................................... 23 2 . Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan air lolos dengan curah hujan ..................................................................................... 33 3. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan aliran batang dengan curah hujan........................................................................... 35 4. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan intersepsi dengan curah hujan ...................................................................... 40
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data curah hujan, aliran batang, air lolos dan intersepsi tajuk pada umur 10 tahun yang digunakan untuk analisa regresi linear...................... 46 2. Data curah hujan, aliran batang, air lolos dan intersepsi tajuk pada umur 25 tahun yang digunakan untuk analisa regresi linear....................... 47 3. Data curah hujan, aliran batang, air lolos dan intersepsi tajuk pada umur 35 tahun yang digunakan untuk analisa regresi linear....................... 48 4.Data hasil pengukuran besarnya aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 10 tahun........................... 49 5. Data hasil pengukuran besarnya aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 25 tahun........................... 50 6. Data hasil pengukuran besarnya aliran batang (steamflow) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 35 tahun........................... 51 7. Luas proyeksi tajuk, tinggi total, dan diameter tegakan kelapa sawit.......... 52 8. Analisis regresi log curah hujan dengan air lolos umur 10 tahun ............... 53 9. Analisis regresi log curah hujan dengan log air lolos umur 25 tahun.......... 54 10. Analisis regresi log curah hujan dengan log air lolos umur 35 tahun....... 55 11. Analisis regresi aliran batang dengan curah hujan Umur 10 tahun .......... 56 12. Analisis regresi aliran batang dengan curah hujan umur 25 tahun… ...... 57 13. Analisis regresi aliran batang dengan curah hujan umur 35 tahun ........... 58 14. Analisis regresi intersepsi dengan curah hujan umur 10 tahun.................. 59 15. Analisis regresi log intersepsi dengan log curah hujan umur 25 tahun .... 60 16. Analisis regresi log intersepsi dengan log curah hujan umur 35 tahun .... 61
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kondisi hutan bila dilihat dari luasan penutupan lahan/vegetasi telah mengalami perubahan yang cepat dan dinamis, sesuai perkembangan pembangunan dan perjalanan waktu. Banyak faktor yang mengakibatkan perubahan tersebut antara lain pertambahan penduduk, dan pembangunan diluar sektor kehutanan yang sangat pesat memberikan pengaruh besar terhadap meningkatnya kebutuhan akan lahan dan produk-produk dari hutan. Kondisi demikian diperparah dengan adanya perambahan hutan dan terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan semakin luasnya kerusakan hutan di Indonesia. Setiap tahun Indonesia kehilangan hutan seluas 2 juta hektar. Pada tahun 2006 lebih dari 2,72 juta hektar hutan musnah. Ini setara dengan satu setengah kali Netherland atau empat kali Pulau Bali. Kerusakan juga terjadi di protected area. Dari 15,9 juta hektar hutan yang dilepaskan untuk perkebunan kelapa sawit pada tahun 2004 hanya 5,5 juta hektar yang ditanami (Syumanda, 2008). Selama 14 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 2,35 juta hektar yaitu dari 606.780 ha pada tahun 1986 menjadi hampir 3 juta hektar pada tahun 1999. Pembukaan hutan secara meluas berpotensi meningkatkan debit puncak dan debit tahunan sungai yang selanjutnya memperbesar kemungkinan terjadinya banjir. Di samping itu hilangnya perlindungan terhadap Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
permukaan tanah akibat pembukaan hutan akan meningkatkan erosi yang dapat berakibat pada sedimentasi (Manurung, 2000). Fungsi hidrologi hutan yang penting salah satunya adalah kemampuan dalam mengintersepsikan air. Jumlah air yang terintersepsi bisa mencapai 500 mm per tahun tergantung pada lebat tidaknya hutan dan pola hujan. Dengan demikian penebangan hutan dan konversi hutan menjadi peruntukan lain berpotensi meningkatkan debit air di sungai dan kalau sungainya bermuara ke danau, mempertinggi muka air danau. Kenaikan itu tentu sangat dipengaruhi oleh berapa luas lahan hutan yang dikonversi, relatif terhadap luas total Daerah Tangkapan Air ( DTA), bagaimana bentuk penggunaan lahan sesudah hutan di buka dan apakah DTA cukup luas dibandingkan dengan luas muka air danaunya sendiri (Agus, 2004). Perusakan kawasan hutan serta konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit akan mempengaruhi kondisi hidrologi kawasan DAS, sehingga perlu dilakukan penelitian peran maupun fungsi kelapa sawit (Elaeis guineensis) dalam siklus hidrologi. Intersepsi dianggap faktor penting dalam daur hidrologi karena berkurangnya air hujan yang sampai di permukaan tanah oleh adanya proses intersepsi adalah cukup besar. Oleh karena itu kajian fungsi hidrologi tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) terutama aspek intersepsinya menjadi sangat penting untuk diketahui.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk
mengetahui
besarnya
intersepsi
tegakan
kelapa
sawit
pada
berbagai kelas umur. 2. Mendapatkan hubungan antara curah hujan dengan intersepsi pada berbagai kelas unur tegakan kelapa sawit.
Hipotesa Penelitian 1. Besarnya intersepsi pada tegakan kelapa sawit berbeda pada tiap kelas umur. 2. Terdapat hubungan antara curah hujan dan intersepsi tegakan kelapa sawit pada berbagai kelas umur.
Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan mengenai besarnya intersepsi pada tegakan kelapa sawit. 2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perusahaan perkebunan dan pemerintah dalam pemberian ijin konversi hutan untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat dimana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara dan Pasifik selatan (Maksi, 2003). Kelapa sawit (Gambar 1) termasuk tanaman monokotil. Batangnya tumbuh lurus, dan umumnya tidak bercabang, dan tidak mempunyai kambium. Tanaman ini berumah satu atau monoecious. Bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon. Kelapa sawit diperbanyak secara generatif dengan biji yang dikecambahkan. Cara lain yang digunakan adalah secara vegetatif / klonal dengan mengambil vegetatif tanaman (batang, daun/ akar yang masih muda) yang ditumbuhkan dalam media buatan. Taksonomi kelapa sawit yang diterima sekarang ini adalah: Ordo
: Palmales
Famili
: Palmaceae
Sub famili
: Palminae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis
(Mangoensoekarja dan Semangun, 2003). Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Manfaat Kelapa sawit Kelapa sawit memiliki berbagai manfaat yang dikembangkan menjadi berbagai produk. Produk kelapa sawit terdiri dari industri setengah jadi dan industri barang jadi. Industri hasil setengah jadi dari kelapa sawit antara lain minyak goreng, margarine, methyl ester (biodisel), glyserol, garam metalik. Sedangkan industri jadi dari kelapa sawit berbagai jenis makanan antara lain: kue, roti dan biskuit, coklat kembang gula dan es krim, tepung susu nabati dan mie siap saji. Selain sebagai penghasil pangan kelapa sawit juga dipakai untuk industri kosmetik, farmasi, dan industri pabrik logam. Adapun hasil olahan kelapa sawit dari industri diatas antara lain: sabun, cream lotion, shampoo, vitamin A dan E, ‘’sabun metalik’’ untuk bahan minyak pelumas dan campuran cat, lilin dan crayon, bahan pengapung untuk memisahkan biji tembaga dari baja (Pahan, 2006).
Gambar 1. Tegakan Kelapa sawit (Elaeis guineensis)
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh Kebun Raya Bogor pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysman yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya Bogor. Hasil introduksi ini berkembang dan merupakan induk dari perkebunaan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya masih bisa di lihat di Kebun Raya Bogor. Perkebunan kelapa sawit pertama kali dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911. Pulau Sumatera terutama Sumatera Utara, Lampung dan Aceh merupakan pusat penanaman kelapa sawit yang pertama kali terbentuk di Indonesia, namun sentra penanaman ini berkembang ke Jawa Barat (Garut Selatan, Banten Selatan), Kalimantan Barat dan Timur, Riau, Jambi, Irian Jaya (Maksi, 2003). Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit.
Indonesia adalah
penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia (Manurung, 2008).
Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara Sejarah perkebunan sawit di Indonesia merupakan sejarah yang panjang. Tanaman yang awalnya didatangkan Gubernur Jenderal Inggris Sir Thomas Stanford Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Raffles itu kini menjadi komoditas andalan Indonesia, khususnya wilayah Sumatera. Pohon palma itu di kemudian dikenal luas dengan nama kelapa sawit (Elaeis guineensis). Pada tahun 1911 dipantai timur Sumatera Utara dikembangkan kebun sawit pertama di Sumatera. Pada tahun 1915 pengusaha asal Inggris telah mengusahakan perkebunan-perkebunan sawit berskala kecil di kawasan tersebut, mereka membuka sebuah perkebunan sawit pertama kali seluas 2.715 hektar. Perkebunan ini kemudian makin berkembang menjadi lebih dari 100.000 hektar pada tahun 1939. Pada era tahun tersebut, kehebatan sawit Sumatera Utara telah mulai terdengar hingga ke manca negara, hingga banyak pengusaha asal Inggris yang datang ke Sumatera dan tertarik untuk membudidayakan sawit. Sejak tahun 1979 hingga tahun 1997 laju pertambahan areal kelapa sawit mencapai rata-rata 150.000 hektar pertahun. Saat ini, total luas areal sawit di Indonesia telah jauh berkembang hingga lebih dari empat juta hektar (Chaefudin, 2007).
Konsep Dasar Hidrologi Kajian peran hidrologi hutan dalam pengelolaan daerah tangkapan air, kajian lebih ditekankan pada tinjauan secara menyeluruh terhadap komponen-komponen daur hidrologi, pengaruh antar komponen serta kaitannya dengan komponen penyusun ekosistemnya. Harapannya diperoleh hasil kajian yang mendalam dan menyangkut berbagai aspek dalam ekosistem. Mengingat pentingnya kajian secara menyeluruh tentang konsep hidrologi maka diperlukan pemahaman tentang prinsipprinsip dasar konsep hidrologi hutan itu sendiri. Hidrologi adalah cabang Geografi Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Fisis yang berurusan dengan air di bumi, sorotan khusus pada sifat-sifat, fenomena, dan distribusi air di daratan. Khususnya mempelajari kejadian air di daratan, pengaruh fisik air terhadap daratan, dan mempelajari hubungan air dengan kehidupan di bumi
(Suryatmojo, 2005).
Atmosfer presipi tasi
Evapotranspirasi
Permukaan lahan
overlandflow
Evaporasi
transpirasi infiltrasi
Zona Tak jenuh Perkolasi
interflow
Jaringan Alur Sungai
total
Laut
runoff
Kapiler baseflow
Zona Jenuh Gambar 2. Model Sederhana Siklus Hidrologi (Suryatmojo, 2005).
Intersepsi Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan, batu es) jatuh keatas vegetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air dan sungai-sungai (presipitasi saluran). Air yang jatuh pada vegetasi diintersepsikan (yang kemudian berevaporasi dan atau mencapai permukaan tanah dengan menetes saja maupun sebagai aliran batang) beberapa waktu atau secara langsung jatuh pada tanah (air tembus) (Seyhan, 1990). Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Throughfall adalah bagian presipitasi yang mencapai lantai hutan secara langsung atau dengan penetesan dari daun, ranting dan cabang. Secara kuantitatif throughfall merupakan perbedaan antara presipitasi dengan penjumlahan intersepsi dengan aliran batang. Throughfall total menurun jika intersepsi naik, maka berbanding terbalik dengan kerapatan tajuk. Throughfall umumnya lebih besar pada tipe-tipe hutan yang lebih terbuka, pada tegakan spesies-spesies yang tidak toleran (Lee, 1990). Intersepsi air hujan (rainfall interception loss) adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat, untuk kemudian diuapkan kembali (hilang) ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti sampai permukaan tajuk vegetasi menjadi kering kembali. Setiap kali hujan jatuh di daerah yang bervegetasi, ada sebagian air yang tidak pernah mencapai permukaan tanah, dan dengan demikian tidak berperan dalam membentuk kelembaban tanah, air larian atau air tanah. Air tersebut akan kembali lagi ke udara sebagai air intersepsi tajuk, serasah dan tumbuhan bawah (Asdak, 2004). Seyhan (1990) mengemukakan bahwa intersepsi beragam dengan sifat dan kerapatan vegetasi, karakteristik presipitasi (bentuk, intensitas, dan lamanya) serta energi yang tersedia untuk evaporasi air yang diintersepsikan selama dan setelah hujan. Tentu sulit untuk meramalkan besarnya komponen kehilangan intersepsi secara teliti dalam persamaan neraca air tanpa pengukuran yang banyak. Namun beberapa pengertian umum dapat diberikan: Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
1. Persentase intersepsi adalah lebih besar untuk hujan dengan jumlah presipitasi kecil yang berkisar dari 100% hingga sekitar 25% sebagai rata-rata kebanyakan pohon. 2. Kehilangan intersepsi mungkin besar pada kawasan-kawasan dengan evaporasi yang tinggi. 3. Jumlah salju yang diintersepsikan pada hutan-hutan konifer beragam antara 13-27%. Air
yang
diintersepsikan
dan
disimpan
oleh
vegetasi
kemudian
dievaporasikan. Air yang telah diintersepsikan oleh tajuk tanaman hanya sedikit yang sampai di tanah, air intersepsi sebagian akan diuapkan dari penyimpanannya. Akhirnya vegetasi dapat menyimpan air dari atmosfer melalui intersepsi awan atau air kabut (Arnell, 2002).
Faktor-faktor Penentu dan Hasil Penelitian Intersepsi Intersepsi dipengaruhi oleh jumlah, arah, intensitas dan pola hujan. Pada skala lokal, kapasitas intersepsi tajuk tumbuhan tergantung pada keragaman iklim dan faktor tajuk tumbuhan itu sendiri. Kapasitas intersepsi beragam berbanding terbalik dengan intensitas hujan (Siregar et al, 2006). Besarnya air hujan yang terintersepsi merupakan fungsi dari: 1) karakteristik hujan, 2) jenis, umur dan kerapatan tegakan, dan 3) musim pada tahun yang bersangkutan. Umunya antara 10 sampai 20% dari total jumlah hujan akan terintersepsi oleh suatu tegakan pada musim pertumbuhan. Pada vegetasi yang sangat Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
rapat kehilangan air hujan oleh proses intersepsi dapat mencapai
25-35%. Intersepsi
umumnya besar pada hujan tidak lebat. Sejalan dengan bertambahnya curah hujan, maka jumlah air terintersepsi menjadi semakin kecil (Asdak, 2004). Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin rendah jumlah air hujan yang jatuh maka semakin tinggi persentase hujan yang akan menjadi intersepsi. Dengan adanya penutupan tajuk yang rapat menyebabkan kapasitas intersepsi hujan menjadi lebih besar pula (Murtilaksono et al., 2007). Dari penelitian yang dilakukan dengan memperhatikan jumlah curah hujan yang tinggi (Februari-April) pada kelas umur yang sama, didapat nilai intersepsi pada blok 3 (20-29%) lebih besar dari blok 1 (1217%) dan blok 2 (14-17%). Perlakuan pada blok 1 adalah guludan bersaluran, kontrol pada blok 2, rorak pada blok 3. Penutupan tajuk secara visual memang lebih rapat dari blok 1 dan 2 sehingga kapasitas tampung intersepsi hujan menjadi lebih besar pula. Menurut Zulkifly et al (2004) dalam Lee (2006) bahwa catchment kelapa sawit mempunyai suatu waktu ataupun siklus yang lebih pendek untuk mencapai puncak dibanding dengan catchment berhutan. Hal ini menunjukkan bahwa catchment run off pada kelapa sawit lebih besar dan lebih cepat dibanding dengan catchment berhutan. Dalam penelitian througfall kelapa sawit menurut Lee (2006) diperoleh hasil 65% dari total curah hujan. Throughfall menunjukkan kaitan linear yang kuat dengan curah hujan. Dalam kasus yang lain pada tegakan kelapa sawit diperoleh stemflow 1,97%, throughfall 57,32% , stemflow dan throughfall mempunyai korelasi linear yang kuat dengan curah hujan. Koefisiensi determinasi (R2) yang diperoleh 0,97 dan 0,98 Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
berturut-turut, sedangkan besarnya intersepsi diperoleh 40,7% dimana hal ini menunjukkan nilai yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis vegetasi tropis lainnya (Bently, 2007). Menurut Arsyad (1989) dari curah hujan sebesar 6,25 mm yang jatuh diatas suatu vegetasi, maka sebanyak 5 mm atau 80% terintersepsi dan tidak pernah mencapai tanah, sedangkan suatu hujan sebesar 25 mm mungkin terintersepsi sebanyak 7,5 mm atau 30%. Besarnya intersepsi hujan suatu vegetasi juga dipengaruhi oleh umur tegakan vegetasi yang bersangkutan. Dalam perkembangannya bagian-bagian tertentu vegetasi akan mengalami pertumbuhan atau perkembangan. Pertumbuhan bagianbagian vegetasi yang mempunyai pengaruh terhadap besar-kecilnya intersepsi adalah perkembangan kerapatan luas tajuk, batang dan cabang vegetasi. Semakin luas atau rapat tajuk vegetasi semakin banyak air hujan yang dapat ditahan sementara untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin tua, luas dan rapat tajuknya kebanyakan vegetasi akan semakin besar. Jumlah percabangan pohon juga menjadi semakin banyak. Kombinasi kedua faktor tersebut menyebabkan jumlah air hujan yang dapat ditahan sementara oleh vegetasi tersebut menjadi semakin besar sehingga kesempatan untuk terjadinya penguapan juga menjadi besar (Asdak, 2004). Siregar et al (2006) menyatakan besarnya nilai intersepsi tanaman kelapa sawit bukan karena ditahan oleh daun dan pelepah tetapi lebih banyak ditahan pada ketiak pelepah yaitu pangkal pelepah dengan batang pohon kelapa sawit. Dengan demikian pada saat musim hujan, batang pohon kelapa sawit hampir selalu basah atau Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
lembab. Pengukuran intersepsi dilakukan pada kelas umur yang sama dengan beberapa metode pengukuran throughfall antara lain: pengukuran dengan penakar besi, penakar corong dan penakar talang. Hasil pengukuran yang diperoleh dalam penelitian ini antara lain: 18% untuk blok 1,17% untuk blok 2, dan 26% untuk blok 3. Dalam penelitian yang dilakukan dinyatakan bahwa pengukuran cucuran tajuk (throughfall) sering terjadi kesalahan paralaks sehingga sering didapat nilai intersepsi negatif, artinya curah hujan lebih kecil dari cucuran tajuk dan aliran batang. Cucuran tajuk yang jatuh ke penakar yang mempunyai luas tangkapan 1 m2 tersebut sering kali tidak hanya dari tajuk yang tepat diatasnya tetapi dari pelepah daun sawit yang lainnya diluar bidang tangkapan alat dan hujan yang langsung jatuh ke penakar tersebut. Dinata (2007) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa besarnya intersepsi pada tegakan karet (Hevea brasiliensis) pada berbagai kelas umur yang berbeda di dapat intersepsi tajuk untuk tegakan umur 10 tahun, 15 tahun, dan 25 tahun berturutturut adalah: 331,76 mm (31,5%); 428,73 mm (40,7%); 545,79 mm (51,81%). Dimana dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa intersepsi, aliran batang dan air lolos mempunyai korelasi yang positif dengan curah hujan. Sedangkan dari hasil penelitian intersepsi beberapa Eucalyptus relatif kecil, seperti pada Eucalyptus saligna, E. Hybrid, E. Urophylla yaitu 12,2%, 11,65%, 17,3% dari total curah hujan (Pujiharta, 2007).
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Pengukuran Intersepsi Pengukuran besarnya intersepsi pada skala tajuk vegetasi dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan neraca volume (Volume Balance Approach) dan pendekatan neraca energi (Energy Balance Approach). Cara pendekatan yang pertama adalah cara tradisional yang paling sering digunakan yaitu dengan mengukur curah hujan, aliran batang dan air lolos. Cara yang kedua adalah dengan memanfaatkan
persamaan
matematis
dengan
masukan
parameter-parameter
meteorologi dan struktur tajuk serta tegakan yang diperoleh dari pengukuran di lapangan (Asdak, 2004). Tujuan
utama
setiap
metode
pengukuran
presipitasi
adalah
untuk
mendapatkan contoh yang benar-benar mewakili curah hujan diseluruh kawasan tempat pengukuran dilakukan. Menurut Volker (1968, dalam Seyhan, 1990) bahwa pemilihan suatu tipe penakar hujan tertentu dan lokasinya disuatu tempat tergantung beberapa faktor antara lain: •
Dapat dipercaya (ketelitian pengukuran)
•
Tipe data yang diperlukan (menit, harian, bulanan)
•
Tipe presipitasi yang diukur (ada salju, timbul salju)
•
Biaya instalasi dan perawatannya
•
Intensitas perawatan
•
Mudahnya pengamatan
•
Gangguan hewan dan manusia.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Kabupaten Deli Serdang secara geografis terletak pada posisi 02°57’ s/d 03°16’ LU dan 98°33’ s/d 99°27’ BT. Secara administrasi wilayah Kabupaten Deli Serdang terletak di wilayah pantai timur Propinsi Sumatera Utara dengan batas-batas sebagai berikut: •
Bagian Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka,
•
Bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun,
•
Bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai,
•
Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Karo. Pada tahun 2003 Kabupaten Deli Serdang mengalami pemekaran menjadi 2
(dua) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai, sehingga luas Kabupaten Deli Serdang saat ini tinggal 2.497,72 km2 atau 249.772 ha. Kondisi Geomorfologi dan Lingkungan Hidup pada wilayah kabupaten Deli Serdang, yakni meliputi perubahan penggunaan lahan (land use), kondisi topografi wilayah, distribusi struktur dan jenis tanah. Komposisi penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Deli Serdang memperlihatkan bahwa luas perkebunan (perkebunan besar dan perkebunan rakyat) dan luas permukiman terus berkembang dari waktu-kewaktu sedangkan luas sawah berkurang
(Bappeda, 2007).
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Desa patumbak merupakan salah satu desa yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang. Secara administrasi desa ini berbatasan dengan: •
Barat: berbatasan dengan Kecamatan Patumbak
•
Selatan: berbatasan dengan Deli Tua
•
Utara: berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa
• Timur: berbatasan dengan STM Hilir.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
METODELOGI PENELITIAN
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan
di PTPN II (Perseroan Terbatas Perkebunan
Nusantara II) Kebun Patumbak, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2008 sampai Oktober 2008.
Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tegakan kelapa sawit yang terbagi kedalam tiga kelas umur 10 tahun, 25 tahun, dan 35 tahun. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Alat penakar curah hujan yang dipakai adalah tipe observatorium dengan luas penampang permukaan adalah 100 cm2. Alat dipasang setinggi 120 cm dari permukaan tanah yang terletak disekitar lokasi penelitian pada lahan terbuka. 2. Penakar air lolos (throughfall) yang terbuat dari 4 buah talang dengan panjang setiap talang 4 m dan dihubungkan ke ember, dengan luas penampang alat 24000 cm2, dipasang dibawah tajuk dengan tinggi permukaan alat adalah
120 cm dari
permukaan tanah atau disesuaikan dengan tinggi bebas cabang tanaman.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
3. Penampung aliran batang (stemflow) Dipasang pada batang tanaman, dimana ujung selang bagian atas terletak 120 cm dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan tinggi bebas cabang tanaman. Selang dililitkan pada batang yang dihubungkan dengan jerigen yang diatur sedemikian rupa sehingga aliran batang dapat tertampung. 4. Gelas ukur dengan volume 100 ml dan 1000 ml. 5. Kompas 6. Pita ukur 7. Perangkat lunak Microsoft Excel dan SPSS versi 15
Metode Penelitian 1. Penentuan Petak Penelitian Penentuan petak penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling pada masing-masing kelas umur dengan ukuran petak 15x15 meter. Pada petak penelitian keadaan fisik diambil yang relatif sama dalam hal: Umur tegakan, Jarak tanam, Ketinggian diatas permukaan laut (altitude). 2. Pemasangan alat a . Penakar curah hujan Curah hujan diukur dengan alat penakar curah hujan dari tipe observatorium dengan luas permukaan atas alat 100 cm2 yang ditempatkan di pinggir tegakan pada areal yang terbuka.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
b. Air lolos (throughfall) Air lolos (throughfall) diukur dengan menggunakan alat penakar air lolos yang terdiri dari talang dengan diameter 15 cm, dan kemiringan talang 10% yang menyebar keempat arah dan bagian ujung dari keempat talang tersebut diletakkan lebih rendah untuk memudahkan air mengalir, kemudian disambungkan ke ember.
Gambar 3. Pemasangan alat penakar air lolos (throughfall) c. Aliran batang (stemflow) Aliran batang (stemflow) ditampung dengan menggunakan selang yang mengelilingi batang yang diatur sedemikian rupa seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 dengan salah satu ujung selang diletakkan lebih rendah untuk memudahkan air mengalir, kemudian disambungkan ke jerigen.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Gambar 4. Pemasangan alat penampung aliran batang (stemflow)
3. Pengamatan dan pengukuran Pengamatan dan pengukuran yang dilaksanakan dalam penelitian ini terdiri dari: a. Pencatatan curah hujan dilakukan setiap hari hujan pada pukul 07.30 WIB dan dihitung sebagai hari hujan sebelumnya. b. Pencatatan air lolos (throughfall) dilakukan setiap hari hujan pada pukul 07.30 WIB dan dihitung sebagai hari hujan sebelumnya. c. Pencatatan air aliran batang (stemflow) dilakukan setiap hari hujan pada pukul 07.30 WIB dan dihitung sebagai hari hujan sebelumnya.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
4. Pengolahan Data a. Perhitungan Intersepsi Dari hasil pengukuran curah hujan, aliran batang dan air lolos kemudian dihitung besarnya intersepsi berdasarkan Pendekatan Keseimbangan Volume (Volume Balance Approach) yaitu: I = P- (T + S) Keterangan: I = Intersepsi tajuk (mm) P = Curah hujan kotor (mm) T = Air lolos (mm) S = Aliran batang (mm) b. Perhitungan stemflow. Hasil awal stemflow diperoleh dalam satuan mililiter (ml) kemudian diubah kedalam millimeter sehingga digunakan rumus: S = X/πr2 Keterangan: S = Stemflow (cm) X = Air yang tertampung dalam jerigen (cm3) R = Jari-jari proyeksi tajuk pohon
π = Konstanta 3,14 c. Perhitungan throughfall.
Hasil awal throughfall
diperoleh dalam satuan
mililiter didapat persamaan : T=X/D Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Keterangan: T = Throughfall X = Air yang tertampung dalam ember (cm3) D = Luas permukaan alat penakar air lolos (cm2) d. Untuk menduga hubungan besarnya intersepsi, aliran batang dan air lolos dengan curah hujan dilakukan dengan regresi. Persamaan hubungan regresi yang dicobakan terdiri dari 9 model persamaan yaitu: 1. Y = a+bx 2. Y = a+ b log x 3. Y = a+b ln x 4. Log Y = a+ bx 5. Log Y = a+ b ln x 6. Log Y = a+ b log x 7. ln Y = a+ bx 8. ln Y = a+b ln x 9. ln Y = a+b log x Keterangan: Y = Intersepsi atau air lolos atau aliran batang (mm) X = Curah hujan (mm) e. Seluruh perhitungan aliran batang, air lolos dan intersepsi serta bentuk hubungan curah hujan dengan air lolos, aliran batang serta intersepsi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft Excel dan SPSS versi 15.0 Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intersepsi terbesar di tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) terjadi pada tegakan umur 35 tahun, sedangkan yang terkecil pada tegakan umur 10 tahun. Hasil pengukuran intersepsi, aliran batang, curah hujan dan air lolos umur 10, 25 dan 35 tahun pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Curah Hujan, Aliran Batang, Air Lolos dan Intersepsi Tajuk pada tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Umur 10 Tahun, 25 Tahun, dan 35 Tahun Aliran batang Intersepsi Umur Hari Jumlah Air lolos Hujan Curah Hujan (mm) (mm) % (mm) % (mm) % 10 Tahun 9 62,500 29,237 46,77% 0,020 0,03% 32,743 52,38% 25 8 Tahun 38,500 15,999 41,56% 0,187 0,49% 22,323 57,98% 35 118,000 33,670 28,53% 0,673 0,57% 83,662 70,90% Tahun 12
Air lolos (throughfall) Hasil pengukuran air lolos pada tegakan umur 10 tahun selama periode penelitian sebesar 29,237 mm atau 46,77% dari total curah hujan. Hasil pengukuran air lolos pada tegakan umur 25 tahun adalah sebesar 15,999 mm atau 41,56% dari total curah hujan, dan air lolos pada umur 35 tahun diperoleh 33,670 atau 28,53% dari total curah hujan. Hasil pengukuran air lolos umur 10 tahun, 25 tahun, 35 tahun Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
disajikan pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. Sedangkan fluktuasi air lolos yang terjadi selama periode penelitian disajikan pada Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7.
Gambar
5.
Fluktuasi air lolos throughfall) (Elaeis guineensis) umur 10 tahun.
pada
tegakan
kelapa
sawit
Hasil pengukuran air lolos yang diperoleh dilapangan pada kelapa sawit umur 10 tahun berjumlah 29,237 mm atau 46,77% dari total curah hujan. Air lolos tertinggi pada tegakan umur 10 tahun terjadi pada tanggal 2 September 2008 yaitu sebesar 5,625 mm, sedangkan air lolos terendah yang diukur pada 11 Juni 2008 yaitu sebesar 0,708 mm.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Gambar 6. Fluktuasi air lolos (throughfall) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 25 tahun. Hasil pengukuran air lolos yang diperoleh dilapangan pada kelapa sawit umur 25 tahun berjumlah 15,999 mm atau 41,56% dari total curah hujan. Pada tegakan umur 25 tahun air lolos tertinggi terjadi pada tanggal 28 Agustus 2008 dengan jumlah air yang tertampung 3,917 mm sedangkan air lolos terendah terjadi pada tanggal 23 Mei 2008 yaitu sebesar 0,465 mm.
Gambar 7. Fluktuasi air lolos (throughfall) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Hasil pengukuran air lolos yang diperoleh dilapangan pada kelapa sawit umur 35 tahun berjumlah 33,670 mm atau 28,53% dari total curah hujan. Untuk tegakan umur 35 tahun air lolos tertinggi terjadi pada tanggal 28 Mei 2008 dengan jumlah 5,908 mm dan terendah terjadi pada tanggal 23 Mei dengan jumlah 0,250 mm.
Aliran batang (stemflow) Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya aliran batang adalah struktur batang tersebut. Semakin halus struktur batangnya pada umumnya aliran batangnya akan semakin tinggi, demikian sebaliknya. Struktur batang kelapa sawit umur dari 10 tahun, 25 tahun dan 35 tahun disajikan pada Gambar 11, sedangkan hasil pengukuran aliran batang umur 10, 25, dan 35 tahun disajikan pada Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6. Fluktuasi aliran batang yang terjadi selama pengamatan dilakukan disajikan pada Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10.
Gambar 8. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Hasil pengukuran aliran batang (stemflow) selama penelitian pada tegakan umur 10 tahun diperoleh jumlah aliran batang 0,020 mm atau 0,03% dari total curah hujan. Jumlah aliran batang tertinggi terjadi pada tanggal 2 September 2008 dengan jumlah 0,013 mm. Pada beberapa kali pengukuran diperoleh air hujan yang tidak menjadi aliran batang, hal ini disebabkan karena permukaan batang kelapa sawit yang memiliki pelepah sehingga curah hujan yang terjadi sebagian melekat pada pangkal pelepah tersebut.
Gambar 9. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit umur 25 tahun. Hasil pengukuran aliran batang (stemflow) selama penelitian pada tegakan umur 25 tahun diperoleh jumlah aliran batang 0,187 mm atau 0,49% dari total curah hujan. Jumlah aliran batang tertinggi terjadi pada tanggal 29 Mei 2008 dengan jumlah 0,087 mm sedangkan aliran batang terendah terdapat pada tanggal 27 Agustus 2008 dan 1 September 2008 dimana tidak terdapat air hujan yang menjadi aliran batang.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Gambar 10. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit pada umur 35 tahun. Pada tegakan kelapa sawit umur 35 tahun aliran batang adalah sebesar 0,673 atau 0,57% dari total curah hujan. Jumlah aliran batang tertinggi terjadi pada tanggal 28 Mei 2008 dengan jumlah 0,243 mm, sedangkan aliran batang terendah yang terukur terdapat pada tanggal 1 September 2008 dimana tidak ada air hujan yang menjadi aliran batang. Dari ketiga kelas umur, kelapa sawit pada kelas umur 35 tahun memiliki aliran batang yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas umur 10 tahun dan 25 tahun. Hal disebabkan karena kondisi batang pada umur 35 tahun lebih halus jika dibandingkan dengan kelapa sawit umur 10 tahun dan 25 tahun.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Umur 10 Tahun Umur 25 Tahun Umur 35 Tahun Gambar 11. Kondisi batang kelapa sawit berdasarkan umur
Intersepsi tajuk Besarnya intersepsi hujan suatu vegetasi juga dipengaruhi oleh umur tegakan vegetasi yang bersangkutan. Dalam perkembangannya bagian-bagian tertentu vegetasi akan mengalami pertumbuhan atau perkembangan. Pertumbuhan bagianbagian vegetasi yang mempunyai pengaruh terhadap besar-kecilnya intersepsi adalah perkembangan kerapatan luas tajuk, batang dan cabang vegetasi. (Asdak, 2004). Hasil pegukuran intersepsi tajuk pada tegakan umur 10 tahun, 25 tahun, dan 35 tahun disajikan pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. Sedangkan fluktuasi intersepsi yang terjadi selama pengamatan dilakukan disajikan pada Gambar 12, Gambar 13 dan Gambar 14.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Gambar 12. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 10 tahun. Hasil pengukuran intersepsi tajuk kelapa sawit yang diperoleh di lapangan selama penelitian pada umur 10 tahun diperoleh dengan jumlah 32,743 mm atau 52,38% dari total curah hujan. Jumlah intersepsi tajuk tertinggi terjadi pada tanggal 2 September 2008 dengan jumlah 13,362 mm sedangkan intersepsi terendah terjadi pada tanggal 11 Juni 2008 dengan jumlah 0,292 mm.
Gambar 13. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 25 tahun. Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Pengukuran intersepsi tajuk kelapa sawit yang diperoleh di lapangan selama penelitian pada umur 25 tahun diperoleh dengan jumlah 22,323 mm atau 57,98% dari total curah hujan. Jumlah intersepsi tajuk tertinggi terjadi pada tanggal 30 Mei 2008 dengan jumlah 6,227 mm, sedangkan intersepsi terendah terjadi pada tanggal 11 Juni 2008 dengan jumlah 0,480 mm.
Gambar 14. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 35 tahun. Pada tegakan kelapa sawit yang berumur 35 tahun diperoleh intersepsi tajuk 83,662 mm atau 70,90% dari total curah hujan. Jumlah intersepsi tajuk tertinggi terjadi pada tanggal 28 Mei 2008 dengan jumlah 18,349 mm, sedangkan terendah terjadi pada tanggal 11 Juni dengan jumlah 0,329 mm.
Hubungan Air Lolos dengan Curah Hujan Jumlah air lolos akan semakin berkurang dengan adanya kerapatan tajuk yang bertambah. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan dimana Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
pertambahan umur tegakan menyebabkan jumlah air lolos (throughfall) semakin berkurang. Seperti yang disajikan pada Gambar 15, dimana jelas terlihat bahwa tegakan umur 35 tahun memiliki proyeksi tajuk yang lebih luas dan rapat jika dibandingkan dengan kelas umur 10 tahun dan 25 tahun.
Umur 10 tahun Umur 25 Tahun Umur 35 Tahun Gambar 15. Proyeksi Tajuk tegakan kelapa sawit di lokasi penelitian Hubungan air lolos dengan curah hujan pada kelapa sawit kelas umur 10 tahun, 25 tahun, dan 35 tahun dapat disajikan pada Gambar 16, Gambar 17, dan Gambar 18. Persamaan hubungan curah hujan dengan air lolos untuk masing-masing umur tegakan disajikan pada Tabel 2.
Gambar 16. Garis regresi hubungan antara air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Garis regresi diatas menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan dan air lolos menunjukkan korelasi positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka air hujan yang menjadi air lolos juga akan meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis. Rata-rata proporsi air hujan yang menjadi air lolos lebih besar jika dibandingkan dengan proporsi curah hujan yang menjadi aliran batang. Hal ini disebabkan karena struktur batang kelapa sawit dan adanya pelepah, sehingga curah hujan yang turun banyak yang kemudian melekat pada pangkal pelepah dan buah kelapa sawit. Hasil pengukuran air lolos umur 10 tahun, 25 tahun, dan 35 tahun berturut-turut adalah: 29,237 mm (46,77%), 15,999 mm (41,56%), dan 33,670 mm (28,53%). Lee (2006) mengemukakan bahwa air lolos pada tegakan kelapa sawit di Malaysia mampu mencapai 65% dari total curah hujan. Hal ini menunjukkan bahwa air yang sampai ke permukaan tanah proporsi terbesar berasal dari air lolos.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Gambar 17. Garis regresi hubungan antara air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit umur 25 tahun Garis regresi diatas menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan dan air lolos menunjukkan korelasi positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka air hujan yang menjadi air lolos juga akan meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis. Tabel 2. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan air lolos dengan curah hujan Koefisien Korelasi (r) 0,909
R2 0,825
Umur 10 Tahun
Persamaan Regresi Th10= 1,034Ch0,637
25 Tahun
Th25= 0,281Ch1,147
0,845
0,714
35 Tahun
Th35= 0,377Ch0,870
0,836
0,699
Dari tabel diatas dapat dilihat nilai r (koefisien korelasi) tertinggi terdapat pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun senilai 0,909. Nilai tersebut menunjukkan Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
bahwa tegakan kelapa sawit umur 10 tahun memiliki hubungan yang lebih signifikan dalam hubungan antara curah hujan dengan air lolos jika dibandingkan dengan tegakan umur 25 tahun dan 35 tahun. Demikian juga halnya nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi terjadi pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun yaitu 0,825. Nilai tersebut memiliki arti bahwa 0,825 atau 82,50% variabel air lolos dipengaruhi oleh variabel curah hujan dalam persamaan yang diperoleh. Sementara sisanya 17,50% variasi variabel air lolos yang dipengaruhi oleh variabel lain diluar persamaan atau model.
Gambar 18. Garis regresi hubungan air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 35 tahun Garis regresi diatas menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan dan air lolos menunjukkan korelasi positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka air hujan yang menjadi air lolos juga akan meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Hubungan aliran batang dengan curah hujan Batang kelapa sawit memiliki banyak pelepah dan pangkal buah, sehingga ketika terjadi hujan maka sebagian air hujan melekat pada pangkal pelepah dan batang kelapa sawit. Kondisi ini akan menyebabkan air yang mengalir melalui batang terhambat sampai ke permukaan tanah. Koefisien korelasi, persamaan regresi dan koefisien determinasi (R2) pada tegakan umur 10, 25 dan 35 tahun disajikan pada Tabel 3. Hubungan antara curah hujan dengan aliran batang disajikan pada Gambar 19, Gambar 20, Gambar 21.
Gambar 19. Garis regresi linear hubungan aliran batang dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit pada umur 10 tahun Gambar diatas menunjukkan bahwa aliran batang dengan curah hujan menunjukkan regresi linear dimana hal ini menunjukkan bahwa ketika curah hujan meningkat maka nilai aliran batang juga meningkat dan hal ini terjadi secara drastis yang tidak menunjukkan waktu konstan.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Tabel 3. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan aliran batang dengan curah hujan Koefisien Korelasi (r)
R2
Umur
Persamaan Regresi
10 Tahun
Sf10=0,000Ch+0,000
0,769
0,592
25 Tahun
Sf25=0,008Ch-0,015
0,810
0,656
35 Tahun
Sf35= 0,010Ch-0,042
0,938
0,880
Dari persamaan diatas diperoleh persamaan aliran batang yang bernilai 0 pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : tinggi batang kelapa sawit umur 10 tahun yang jauh lebih rendah jika dibandingkan tegkan umur 25 tahun dan 35 tahun, dan adanya pelepah kelapa sawit menyebabkan air hujan melekat pada ketiak pelepah. Nilai koefisien korelasi (r) tertinggi terdapat pada tegakan umur 35 tahun senilai 0,938. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tegakan umur 35 tahun memiliki hubungan yang lebih signifikan antara curah hujan dengan aliran batang jika dibandingkan umur 10 tahun dan 25 tahun. Demikian juga halnya nilai R2 tertinggi terdapat pada tegakan kelapa sawit umur 35 tahun yaitu 0,880. Nilai tersebut memiliki arti bahwa 0,880 variasi nilai aliran batang yang dipengaruhi curah hujan. Variasi variabel aliran batang yang dijelaskan oleh persamaan regresi yang diperoleh adalah 88,00%, sementara sisanya 12,00% variasi variabel aliran batang dipengaruhi oleh variabel lain yang berada diluar persamaan atau model.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Gambar 20. Garis regresi linear aliran batang dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 25 tahun Gambar diatas menunjukkan bahwa aliran batang dengan curah hujan menunjukkan regresi linear dimana hal ini menunjukkan bahwa ketika curah hujan meningkat maka nilai aliran batang juga meningkat dan hal ini terjadi secara drastis yang tidak menunjukkan waktu konstan.
Gambar 21. Garis regresi linear hubungan aliran batang dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Gambar diatas menunjukkan bahwa aliran batang dengan curah hujan menunjukkan regresi linear dimana hal ini menunjukkan bahwa ketika curah hujan meningkat maka nilai aliran batang juga meningkat dan hal ini terjadi secara drastis yang tidak menunjukkan waktu konstan.
Hubungan intersepsi dengan curah hujan Intersepsi memiliki hubungan yang sangat erat dengan curah hujan. Semakin tinggi curah hujan, maka jumlah air yang diintersepsikan juga semakin besar. Namun ketika curah hujan yang turun lebih besar dari kapasitas tajuk maka proporsi air hujan yang diintersepsikan akan semakin kecil, hal ini terjadi karena kapasitas penampungan air intersepsi yang telah jenuh air. Namun ketika curah hujan yang turun kecil maka seluruh curah hujan yang turun akan diintersepsikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar et al., (2006) yang menyatakan bahwa kapasitas intersepsi beragam dan berbanding terbalik dengan curah hujan.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Gambar 22. Garis regresi hubungan intersepsi dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 10 tahun Garis regresi diatas menunjukkan bahwa curah hujan dengan intersepsi memiliki hubungan yang positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka nilai intersepsi juga akan semakin meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis. Gash (1979) menyatakan bahwa banyak regresi-regresi intersepsi dengan curah hujan yang berkorelasi tinggi, dimana asumsinya seringkali memperlihatkan pendekatan yang teliti. Umumnya hubungan antara intersepsi dengan curah hujan mengikuti model regresi power. Hubungan curah hujan dengan intersepsi pada tegakan umur 10 tahun, 25 tahun dan 35 tahun disajikan pada Gambar 22, Gambar 23,
Gambar 24. Koefisien korelasi, persamaan regresi dan nilai R2 dari intersepsi
dengan curah hujan disajikan pada tabel 4 .
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Gambar 23. Garis regresi hubungan intersepsi dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 25 tahun Garis regresi diatas menunjukkan bahwa curah hujan dengan intersepsi memiliki hubungan yang positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka nilai intersepsi juga akan semakin meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis. Intersepsi yang diperoleh dari ketiga kelas umur tersebut secara berturut-turut untuk tegakan umur 10 tahun, 25 tahun dan 35 tahun adalah 52,38%, 57,98%, 70,90%
dari total curah hujan. Sebagai pembanding hasil penelitian besarnya
intersepsi yang terjadi pada beberapa tanaman hutan antara lain: pada tegakan karet (Hevea brasiliensis) pada umur pada umur 10 tahun, 15 tahun dan 25 tahun berturutturut adalah : 31,5%, 40,7%, 51,8%. Besarnya intersepsi pada beberapa Eucaliptus relatif kecil seperti E. saligna, E.hybrid, E.urophylla yaitu 12,2%, 11,65%, 17,3% dari total curah hujan.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Hasil intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) tinggi jika dibandingkan dengan intersepsi pada tegakan hutan. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi tegakan padaa umur 25 dan 35 tahun yang terdapat tumbuhan liana diatasnya, sehingga intersepsinya menjadi tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pypker et al ., 2006 yang menyatakan bahwa ketika air mencapai batas maximum epifit dan liana akan menambah potensi penyimpanan air pada ranting epifit dan liana. Cabang tanaman epifit akan menambah periode penjenuhan selama hujan lebat dan kering setelah hujan berhenti. Tabel 4. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan intersepsi dengan curah hujan _________________________________________________________________ Umur Persamaan Regresi Koefisien Korelasi (r) R2 ________________________________________________________________________________________________
10 Tahun
I10= 0,155Ch1,440
0,944
0,891
25 Tahun
I25= 0,645Ch0,904
0,867
0,751
35 Tahun I35= 0,458Ch1,146 0,939 0,881 __________________________________________________________________ Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai koeisien korelasi (r) terbaik terdapat pada tegakan umur 10 tahun senilai 0,944. Nilai tersebut menunjukkan korelasi yang lebih signifikan antara curah hujan dan intersepsi pada tegakan umur 10 tahun. Demikian juga halnya nilai R2 tertinggi terdapat pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun. Nilai tersebut memiliki arti bahwa 0,891 variasi nilai intersepsi dalam hubungannya dengan curah hujan yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang diperoleh adalah 89,10%, sementara sisanya 10,90% variasi variabel intersepsi yang dipengaruhi oleh variabel lain yang berada diluar persamaan atau model.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Gambar 24. Garis regresi hubungan intersepsi dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun Garis regresi diatas menunjukkan bahwa curah hujan dengan intersepsi memiliki hubungan yang positif, dimana ketika curah hujan meningkat maka nilai intersepsi juga akan semakin meningkat, namun peningkatan yang terjadi tidak secara drastis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase intersepsi tertinggi terjadi pada kelapa sawit (Elaeis guineensis) yang berumur 35 tahun yaitu 70,90% dan intersepsi terendah terdapat pada tegakan kelapa sawit yang berumur 10 tahun yaitu 52,38%. Perbedaan persentase
intersepsi yang terjadi dapat disebabkan oleh
perbedaan umur kelapa sawit. Perbedaan umur memungkinkan perbedaan luas proyeksi tajuk. Tajuk berperan besar dalam menampung air hujan yang sampai ke tegakan sawit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asdak (2004), menyatakan bahwa intersepsi dipengaruhi oleh umur tegakan tersebut. Ketika umur tegakan bertambah maka pertumbuhan Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
bagian pohon juga semakin meningkat. Dengan adanya pertambahan kerapatan/luas tajuk, percabangan menyebabkan air intersepsi semakin meningkat.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Besarnya intersepsi tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 10 tahun, 25 tahun dan 35 tahun berturut-turut : 52,38%, 57,98%, 70,90% dari total curah hujan. Semakin besar curah hujan maka intersepsi juga semakin besar, demikian halnya semakin tua umur tegakan maka prosentasi intersepsi juga akan semakin besar. Rata-rata proporsi air hujan yang menjadi air lolos lebih besar jika dibandingkan dengan proporsi curah hujan yang menjadi aliran batang. Hal ini disebabkan karena struktur kelapa sawit batang kelapa sawit dan adanya pelepah, sehingga curah hujan yang turun banyak yang kemudian melekat pada pangkal pelepah dan buah kelapa sawit.
Saran Sebaiknya dalam melakukan penelitian intersepsi menggunakan kapasitas penampungan air lolos yang besar sehingga seluruh air lolos dapat tertampung.
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. 2004. Pengelolaan DTA danau dan dampak hidrologisnya. http/www.korantempo.co./news/2004/19/ilmu%20teknologi/46/html [16 Februari 2008]. Arnell, N. 2002. Hydrology and Global Environmental Change. Prentice Hall. Malaysia. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Bently, A. 2007. Interception Loss in Sedenak Oil Palm Plantation. Faculty of Civil Engineering. Universitas Teknologi Malaysia. http://www.efka.utm.my/thesis/IMAGES/3PSM/2007/JHH/PARTS1/alanbenly. pdf [3 Maret 2008]. Boyle, G.M. 2001. Stemflow.www.ucd.id/ferg/research/projects/FOREM/stemflow. [6 April 2008]. Dinata, R.J. 2007. Intersepsi pada berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) [Skripsi]. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. J.H.C Gash. 1978. An Analytical Model of Rainfall Interception by Forest. http:ww.iss.iae.kyotou.ac.jp/iss/jp/lecture [ 9 desember 2008]. Lee, R. 1990. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Lee, S.A. 2006. Througfall Spatial Variability Under Oil Palm. Faculty of Civil Engineering. Universitas Teknologi Malaysia. http://www.efka.utm.my/thesis/IMAGES/3PSM/2006/JHH/ARTS1/sawaylee. pdf [4 April 2008]. Magdalena, M. 2003. Meminimalkan Konversi Hutan ke Perkebunan. http://sinarharapan.co.id/beritasore/0410/11/ipb01/html [22 April 2008]. Manurung, E.G.T. 2000. Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia: Ancaman terhadap Hutan Alam. Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
http://fahutan.s.5.com/sept/SEPT004.HTM [22 April 2008]. Murtilaksono, H.H Siregar, W Darmosarkoro. 2007. Model Neraca Air di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit vol 15 hal 21-34. Pahan I, 2006. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. Thomas G Pypker, barbara J Bond and Michael H Unsworth. 2006. The Role Epiphytes in Rainfall by Forest in Pacific Northwest. http://wwwingentaconcenct.com/content/nrc. [9 Desember 2008]. Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Siregar, H.H, K. Murtilaksono, E.S. Sutarta. 2006. Analisi Intersepsi Hujan Tanaman Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit vol14 hal 83-90. Syumanda, R. 2008. Biofueland Deforestation. http://russlysumanda.org/index.php?option.com.content&task=view&id=281& itemed 339 [22 April 2008].
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
LAMPIRAN
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 1. Data curah hujan, aliran batang, dan intersepsi kelapa sawit umur 10 tahun __________________________________________________________________________________________ No Tanggal kejadian Curah hujan Air lolos Aliran batang Intersepsi Persentase hujan (mm) (mm) (mm) (mm) Intersepsi _________________________________________________________________________________________ 1 23 Mei 2008 2,500 1,917 0,58 3 23,32 2 29 Mei 2008 8,000 2,958 0,001 5,041 63,01 3 7 Juni 2008 6,000 4,629 0,003 1,368 22,80 4 11 Juni 2008 1,000 0,708 0,292 29,20 5 27 Agustus 2008 2,500 2,167 0,333 13,32 6 28 Agustus 2008 5,500 4,628 0,003 0,869 15,80 7 1 September 2008 3,000 2,188 0,812 27,06 8 2 September 2008 19,000 5,625 0,013 13,362 70,33 9 22 Oktober 2008 15,000 4,917 0,000 10,083 67,22 ___________________________________________________________________________________________ Jumlah 62,500 29,237 0,020 32,743 52,38 Rata-rata 6,940 3,248 0,000 3,638 5,82 ___________________________________________________________________________________________
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 2. Data curah hujan, aliran batang, dan intersepsi kelapa sawit umur 25 tahun ___________________________________________________________________________________ No Tanggal kejadian Curah hujan Air lolos Aliran batang Intersepsi Persentase hujan (mm) (mm) (mm) (mm) Intersepsi __________________________________________________________________________________ 1 23 Mei 2008 2,500 0,496 0,000 2,004 80,16 2 29 Mei 2008 8,000 2,479 0,087 5,434 67,92 3 30 Mei 2008 10,000 3,729 0,044 6,227 62,27 4 7 Juni 2008 6,000 3,813 0,036 2,152 35,86 5 11 Juni 2008 1,000 0,517 0,003 0,480 48,00 6 27 Agustus 2008 2,500 0,583 1,917 76,68 7 28 Agustus 2008 5,500 3,917 0,017 1,567 28,49 8 1 September 2008 3,000 0,465 2,542 84,73 _____________________________________________________________________________________ Jumlah 38,500 15,999 0,187 22,323 57,98 Rata-rata 4,810 1,999 0,023 2,790 7,24 _____________________________________________________________________________________
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 3. Data curah hujan, aliran batang, dan intersepsi kelapa sawit umur 35 tahun ___________________________________________________________________________________ No Tanggal kejadian Curah hujan Air lolos Aliran batang Intersepsi Persentase hujan (mm) (mm) (mm) (mm) Intersepsi __________________________________________________________________________________ 1 23 Mei 2008 2,500 0,250 0,002 2,249 89,96 2 28 Mei 2008 24,500 5,908 0,243 18,349 74,89 3 29 Mei 2008 8,000 3,208 0,008 4,783 59,79 4 30 Mei 2008 10,000 3,362 0,011 6,630 66,30 5 7 Juni 2008 6,000 2,962 0,004 3,037 50,61 6 11 Juni 2008 1,000 0,666 0,001 0,329 32,90 7 27 Agustus 2008 2,500 0,666 0,000 1,834 73,36 8 28 September 2008 5,500 4,425 0,007 1,064 19,34 9 1 September 2008 3,000 0,579 2,420 80,70 10 24 September 2008 20,000 3,645 0,176 16,186 80,93 11 25 September 2008 20,000 4,166 0,159 15,672 78,36 12 22 Oktober 2008 15,000 3,833 0,062 11,109 74,06 _____________________________________________________________________________________ Jumlah 118 33,670 0,673 83,662 70,90 Rata-rata 9,830 2,805 0,056 6,9671 5,90 _____________________________________________________________________________________
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 4. Data hasil pengukuran aliran batang pada tegakan kelapa sawit umur 10 tahun ___________________________________________________________________________________________________________ No Tanggal Kejadian I II III IV Jumlah Persentase Hujan _______________________________________________________ mm (%) ml mm ml mm ml mm ml mm ___________________________________________________________________________________________________________ 1 23 Mei 2008 2 29 Mei 2008 16 0,000 30 0,001 0,001 0,01 3 7 Juni 2008 50 0,002 50 0,001 0,003 0,04 4 11 Juni 2008 5 27 Agustus 2008 6 28 Agustus 2008 100 0,002 45 0,001 0,003 0,04 7 1 September 2008 8 2 September 2008 100 0,003 480 0,008 30 0,001 45 0,001 0,013 0,06 9 22 Oktober 2008 10 0,000 5 0,000 5 0,000 0,000 0,00 _________________________________________________________________________________________________________ Jumlah 0,005 0,011 0,002 0,002 0,020 0,03 Rata-rata 0,001 0,001 0,000 0,000 0,002 0,00 __________________________________________________________________________________________________________
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 5. Data hasil pengukuran aliran batang pada tegakan kelapa sawit umur 25 tahun ___________________________________________________________________________________________________________ No Tanggal Kejadian I II III IV Jumlah Persentase Hujan _____________________________________________________ mm (%) ml mm ml mm ml mm ml mm ___________________________________________________________________________________________________________ 1 23 Mei 2008 10 0,000 10 0,000 0,000 0,00 2 29 Mei 2008 1005 0,013 425 0,004 6500 0,071 10 0,000 0,087 1,09 3 30 Mei 2008 2670 0,034 100 0,001 800 0,009 10 0,000 0,044 0,04 4 7 Juni 2008 360 0,005 100 0,001 2800 0,030 0,036 0,59 5 11 Juni 2008 50 0,001 200 0,002 47 0,001 27 0,000 0,003 0,31 6 27 Agustus 2008 7 28 Agustus 2008 130 0,001 1350 0,015 50 0,000 0,017 0,30 8 1 September 2008 ___________________________________________________________________________________________________________ Jumlah 0,054 0,007 0,125 0,001 0,187 0,49 Rata-rata 0,007 0,001 0,016 0,000 0,023 0,06 __________________________________________________________________________________________________________
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 6. Data hasil pengukuran aliran batang pada tegakan kelapa sawit umur 35 tahun ___________________________________________________________________________________________________________ No Tanggal Kejadian I II III IV Jumlah Persentase Hujan _____________________________________________________ mm (%) ml mm ml mm ml mm ml mm ___________________________________________________________________________________________________________ 1 23 Mei 2008 100 0,001 100 0,001 10 0,000 0,002 0,07 2 28 Mei 2008 4500 0,048 7650 0,062 8250 0,069 5280 0,058 0,243 1,00 3 29 Mei 2008 108 0,001 290 0,002 395 0,003 100 0,001 0,008 0,09 4 30 Mei 2008 90 0,001 400 0,003 145 0,001 490 0,005 0,011 0,10 5 7 Juni 2008 100 0,001 230 0,001 5 0,000 80 0,001 0,004 0,06 6 11 Juni 2008 22 0,000 52 0,000 50 0,000 25 0,000 0,001 0,13 7 27 Agustus 2008 27 0,000 15 0,000 0,000 0,01 8 28 Agustus 2008 125 0,001 190 0,002 23 0,000 320 0,004 0,007 0,11 9 1 September 2008 10 24 September 2008 1300 0,014 2650 0,021 6500 0,055 7800 0,086 0,176 0,87 11 25 September 2008 2300 0,024 2100 0,017 4400 0,037 7350 0,081 0,159 0,79 12 22 Oktober 2008 1300 0,014 500 0,004 1700 0,0143 2700 0,030 0,062 0,41 ___________________________________________________________________________________________________________ Jumlah 0,106 0,115 0,181 0,270 0,673 0,57 Rata-rata 0,009 0,010 0,015 0,023 0,056 0,04 __________________________________________________________________________________________________________
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 7. Luas proyeksi tajuk, diameter, dan tinggi total tegakan kelapa sawit __________________________________________________________________ Umur Luas Proyeksi Diameter Tinggi total Tajuk (m2) (cm) (m) _________________________________________________________________ Umur 10 tahun 30,18 82,48 5,50 56,98 92,35 5,00 58,33 90,76 6,00 64,43 85,96 6,50 __________________________________________________________________ Total 209,92 351,55 23,00 Rata-rata 52,48 87,89 5,75 __________________________________________________________________ Umur 25 tahun 78,50 77,38 11,00 111,54 60,50 13,00 91,91 62,42 10,00 153,86 97,13 12,00 __________________________________________________________________ Total 435,81 297,43 46,00 Rata-rata 108,95 74,36 11,50 __________________________________________________________________ Umur 35 tahun 90,95 64,64 16,00 123,50 58,28 18,00 118,76 62,73 18,50 90,89 63,69 20,00 __________________________________________________________________ Total 427,21 249,34 72,50 Rata-rata 106,77 62,34 18,30 __________________________________________________________________
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 8. Analisis regresi curah hujan dengan air lolos umur 10 tahun Descriptive Statistics
logairlolos
Mean .4502
Std. Deviation .28609
.6833
.40780
logcrhhjn
N 9 9
Model Summary(b)
Model 1
R R Square .909(a) .826 a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logairlolos
Adjusted R Square .801
Std. Error of the Estimate .12766
ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares .541
1
Mean Square .541
.114
7
.016
.655 a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logairlolos
8
Regression Residual
df
Total
F 33.177
Sig. .001(a)
Standardized Coefficients
T
Sig.
Beta
B
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant)
B .015
Std. Error .087
logcrhhjn
.638
.111
.909
.169
Std. Error .871
5.760
.001
a Dependent Variable: logairlolos
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 9. Analisis regresi curah hujan dengan air lolos umur 25 tahun Descriptive Statistics
logairlolos
Mean .1220
Std. Deviation .44677
.5868
.32923
logcrhhjn
N 8 8
Model Summary(b)
Model 1
R R Square .845(a) .715 a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logairlolos
Adjusted R Square .667
Std. Error of the Estimate .25777
ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares .999
1
Mean Square .999
.399
6
.066
1.397 a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logairlolos
7
Regression Residual
df
Total
F 15.028
Sig. .008(a)
t
Sig.
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
Standardized Coefficients
B -.551
Std. Error .196
logcrhhjn 1.147 a Dependent Variable: logairlolos
.296
(Constant)
Beta .845
B -2.811
Std. Error .031
3.877
.008
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 10. Analisis regresi curah hujan dengan air lolos umur 35 tahun Descriptive Statistics
logairlolos
Mean .2912
Std. Deviation .45446
.8211
.43662
logcrhhjn
N 12 12
Model Summary(b)
Model 1
R R Square .836(a) .699 a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logairlolos
Adjusted R Square .669
Std. Error of the Estimate .26150
ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares 1.588
1
Mean Square 1.588
.684
10
.068
2.272 a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logairlolos
11
Regression Residual
df
Total
F 23.223
Sig. .001(a)
t
Sig.
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
Standardized Coefficients
B -.423
Std. Error .166
logcrhhjn .870 a Dependent Variable: logairlolos
.181
(Constant)
Beta .836
B -2.544
Std. Error .029
4.819
.001
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 11. Analisis regresi linear curah hujan dengan aliran batang umur 10
tahun
Descriptive Statistics
aliranbatang
Mean .0038
Std. Deviation .00421
6.9444
6.17173
crhhjn
N 9 9
Model Summary(b)
Model 1
R .772(a)
R Square .596
Adjusted R Square .539
Std. Error of the Estimate .00286
a Predictors: (Constant), crhhjn b Dependent Variable: aliranbatang
ANOVA(b)
Model 1
Regression
Sum of Squares .000
df 1
Mean Square .000 .000
Residual
.000
7
Total
.000
8
F 10.343
Sig. .015(a)
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
B
a Predictors: (Constant), crhhjn b Dependent Variable: aliranbatang
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) crhhjn
.000
.001 a Dependent Variable: aliranbatang
Std. Error .001 .000
.772
.083
Std. Error .936
3.216
.015
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 12. Analisis regresi linear curah hujan dengan aliran batang umur 25 tahun
Descriptive Statistics
aliranbatang
Mean .0233
Std. Deviation .03104
4.8125
3.10458
crhhjn
N 8 8
Model Summary(b)
Model 1
R R Square .810(a) .656 a Predictors: (Constant), crhhjn b Dependent Variable: aliranbatang
Adjusted R Square .599
Std. Error of the Estimate .01966
ANOVA(b)
Model 1
Regression
Sum of Squares .004
df 1
Mean Square .004 .000
Residual
.002
6
Total
.007
7
F 11.455
Sig. .015(a)
a Predictors: (Constant), crhhjn b Dependent Variable: aliranbatang
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant) Crhhjn
Standardized Coefficients
B -.016
Std. Error .013
.008
.002
Beta .810
Tanah Bulk density -1.164
Sig. Std. Error .289
3.385
.015
a Dependent Variable: aliranbatang
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 13. Analisis regresi linear curah hujan dengan aliran batang umur 35 tahun Descriptive Statistics
aliranbatang
Mean .0558
Std. Deviation .08572
9.7917
7.99562
crhhjn
N 12 12
Model Summary(b)
Model 1
R .938(a)
R Square .881
Adjusted R Square .869
Std. Error of the Estimate .03107
a Predictors: (Constant), crhhjn b Dependent Variable: aliranbatang
ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares .071
1
Mean Square .071
.010
10
.001
.081 a Predictors: (Constant), crhhjn b Dependent Variable: aliranbatang
11
Regression Residual
df
Total
F 73.720
Sig. .000(a)
t
Sig.
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant) Crhhjn
Standardized Coefficients
B -.043
Std. Error .015
.010
.001
Beta .938
B -2.936
Std. Error .015
8.586
.000
a Dependent Variable: aliranbatang
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 14. Analisis regresi curah hujan dengan intersepsi umur 10 tahun Descriptive Statistics
logintersepsi
Mean .1742
Std. Deviation .62179
.6833
.40780
logcrhhjn
N 9 9
Model Summary(b)
Model 1
R R Square .944(a) .892 a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logintersepsi
Adjusted R Square .876
Std. Error of the Estimate .21857
ANOVA(b)
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 2.759
df 1
Mean Square 2.759
.334
7
.048
3.093
8
F 57.746
Sig. .000(a)
t
Sig.
a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logintersepsi
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant) logcrhhjn
Standardized Coefficients
B -.810
Std. Error .149
1.440
.189
Beta .944
B -5.450
Std. Error .001
7.599
.000
a Dependent Variable: logintersepsi
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 15. Analisis regresi curah hujan dengan intersepsi umur 25 tahun Descriptive Statistics
logintersepsi
Mean .3410
Std. Deviation .34355
.5868
.32923
logcrhhjn
N 8 8
Model Summary(b)
Model 1
R R Square .867(a) .752 a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logintersepsi
Adjusted R Square .710
Std. Error of the Estimate .18497
ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares .621
1
Mean Square .621
.205
6
.034
.826 a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logintersepsi
7
Regression Residual
df
Total
F 18.147
Sig. .005(a)
t
Sig.
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant) logcrhhjn
Standardized Coefficients
B -.190
Std. Error .141
.905
.212
Beta .867
B -1.349
Std. Error .226
4.260
.005
a Dependent Variable: logintersepsi
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 16. Analisis regresi curah hujan dengan intersepsi umur 35 tahun
Descriptive Statistics
logintersepsi
Mean .6029
Std. Deviation .53320
.8211
.43662
logcrhhjn
N 12 12
Model Summary(b)
Model 1
R R Square .939(a) .882 a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logintersepsi
Adjusted R Square .870
Std. Error of the Estimate .19236
ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares 2.757
1
Mean Square 2.757
.370
10
.037
3.127 a Predictors: (Constant), logcrhhjn b Dependent Variable: logintersepsi
11
Regression Residual
df
Total
F 74.520
Sig. .000(a)
t
Sig.
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
Standardized Coefficients
B -.339
Std. Error .122
logcrhhjn 1.147 a Dependent Variable: logintersepsi
.133
(Constant)
Beta .939
B -2.767
Std. Error .020
8.632
.000
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009 USU Repository © 2008