Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa NOLI L. BARRI Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001 Diterima 8 September 2010 / Direvisi 20 Oktober 2010 / Disetujui 23 November 2010
ABSTRAK Distribusi jumlah air yang tersedia di pertanaman kelapa selain ditentukan oleh suplai dari luar berupa hujan atau irigasi, juga jarak dan sistem tanam serta umur tanaman. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara intensitas hujan dan sifat agronomis tanaman dengan besaran curahan tajuk, hujan efektif atau hujan neto, dan intersepsi tajuk. Kajian distribusi hujan untuk tanaman kelapa dengan umur berbeda perlu diteliti. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengatahui perbedaan curahan tajuk, hujan efektif dan intersepsi hujan pada berbagai umur tanaman kelapa. Metode penelitian bersifat observasi, tanaman kelapa dipilih secara purposive berdasarkan umur kelapa, yaitu berumur 5, 20 dan 50 tahun. Untuk pengukuran distribusinya pada tiap pertanaman, digunakan empat pohon kelapa sebagai tanaman contoh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata curahan tajuk pada umur kelapa 5, 20, dan 50 tahun berturut-turut sebesar 53.67, 31.14, dan 39.21 persen dari ratarata curah hujan. Hujan efektif atau hujan neto yang mencapai areal di pertanaman kelapa tidak berbeda dengan curahan tajuk. Rata-rata intersepsi hujan pada tajuk kelapa dengan umur yang sama berturut-turut sebesar 68.82, 46.33, dan 23.51 persen dari curah hujan. Hubungan antara intensitas hujan dengan curahan tajuk dan hujan efektif bersifat linear positif, artinya semakin tinggi intensitas hujan maka curahan tajuk dan hujan efektif makin besar. Hubungan intensitas hujan dengan intersepsi tajuk bersifat logaritmik, artinya tiap tajuk kelapa mempunyai kapasitas tertentu untuk menahan air hujan, selebihnya akan diteruskan dalam bentuk curahan tajuk. Kapasitas tajuk kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun untuk mengintersepsi air hujan berturut-turut sebesar 1.171, 2.219, dan 0.896 mm.
Kata Kunci: hujan, intersepsi, hujan efektif, kapasitas tajuk, kelapa.
ABSTRACT
The Rainfall Interception of Different Age of Coconut Distribution of the amount of water available in coconut plantation determined not only by supply from outside in the form of rain or irrigation, but also is determined by planting distance, planting system and age of coconut. Some researches indicates a significant correlation between the rainfall intensity and the agronomic properties of plants with the amount of trough fall, net or effective rainfall and canopy interception. Therefore, the distribution of rain in coconut palms in different ages need to be studied. The main objective of this research is to know the difference of trough fall, effective rainfall and rainfall interception in of coconut palms in different ages. The research was done observation methode the coconut palms were selected purposively based on the coconut ages (5, 20 and 50 years old). For measuring the rainfall distribution at each coconut plantation used from coconut palms.The results showed that the average trough fall of 5, 20, and 50 years old coconut palms was 53.67, 31.14, and 39.21 percent of average rainfall, respectively. Effective rainfall or net rainfall that reached the area in coconut plantations did not
128
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kela
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
differ with trough fall. The average rainfall interception of canopy 5, 20, and 50 years old were coconut plantation was are respectively 46.33, 68.82, and 23.51 percent of rainfall. The relationship during rainfall intensity and trough fall and effective rainfall is positive linear. Its meaning that the higher rainfall intensity will followed by the greater of trough fall and the effective rainfall.In the otherside, the In the other side the relations between rainfall intensity and canopy interception is logarithmic. At means that each canopy in different age of coconut have a certain capacity to hold rain water. Capacity of coconut canopy 5, 20, and 50 years old to hold water of rain were 1.171 , 2.219, and 0.896 mm respectively.
Keywords: rain, interception, effective rainfall, canopy capacity, coconut.
PENDAHULUAN Jumlah air yang masuk ke dalam kawasan hutan atau pertanaman perkebunan/kelapa merupakan sisa dari hujan bruto atau hujan yang tertakar di kawasan terbuka setelah dikurangi jumlah yang diintersepsi dan dievaporasi oleh tanaman/tajuk. Setiap model arsitek tajuk mempunyai kemampuan intersepsi curah hujan berbeda dan kemampuan tersebut berhubungan dengan intensitas hujan. Ramirez dan Senarath (1999) menyatakan bahwa nilai intersepsi hujan setiap tanaman berkaitan erat dengan karakter tanaman dan faktor cuaca. Di hutan hujan tropis, besarnya intersepsi hujan dapat mencapai 10-25% (Bruijnzeel dan Critchley 1994). Keadaan ini, terjadi karena bentuk dan struktur tajuk pohon di hutan hujan tropis terbentuk dari daun dengan morfologi yang kebanya-kan lebar dan tersusun sangat padat. Itulah sebabnya hutan hujan tropis sangat potensial sebagai kawasan tangkapan air untuk konservasi air dan tanah. Menurut Lee, 1988 dalam Japar 2000 ekosistem hutan dan perkebunan mempunyai peranan penting dalam mengendalikan air permukaan tanah dan sebagai bagian dari sistem dalam pengaturan siklus air. Hujan yang sampai di tajuk tanaman, akan dihambat oleh daun, cabang dan batang pohon sebelum mencapai permukaan tanah, dan pengBuletin Palma No. 39, Desember 2010
hambatan kecepatan tersebut memperkecil energi kinetik air untuk mendispersi agregat tanah. Air hujan yang tiba di permukaan tanah setelah melalui tajuk tanaman disebut curahan tajuk atau troughflow dan air yang melalui batang disebut aliran batang atau stemflow. Air hujan yang bisa tiba ke permukaan tanah melalui curahan tajuk dan aliran batang disebut hujan neto (net presipitation) bagi suatu sistem pertanaman, baik hutan, perkebunan atau pertanian tanaman pangan atau campuran atau agorforestri. Pada kelapa sawit, Lee, 2006 dalam Pelawi 2009 menyatakan bahwa curahan tajuk mencapai 65 persen dari total hujan yang diterima dan menunjukkan hubungan linear yang kuat dengan intensitas curah hujan. Selanjutnya Bently (2007 diacu dalam Pelawi 2009) menyatakan bahwa aliran batang dan curahan tajuk berturut-turut sebesar 1.97 dan 57.3 persen dan kekuatan hubungannya dengan curah hujan berturut ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.97 dan 0.98. Profil curah hujan efektif ten-tunya tergantung pada besaran curahan tajuk dan aliran batang, sedangkan curahan tajuk dan aliran batang tergantung pada morfologi tanaman dan/atau pohon, intensitas dan lamanya kejadian hujan. Hujan yang tertahan di daun atau tajuk tanaman disebut hujan terintersep, dan besarannya tergantung pada arsitek tajuk, yang meliputi bentuk dan ukuran
129
Noli L. Barri
tajuk, posisi daun atau sudut daun, sifat anatomi daun, susunan daun dalam membentuk tajuk. Umumnya, air yang terintersep tajuk akan hilang karena menguap, sehingga air intersepsi biasa dikategorikan sebagai air hilang dari sistem pertananam (interception loss). Beberapa peneliti mendapatkan bahwa selain arsitek tajuk, maka hujan efektif dan intersepsi air hujan juga ditentukan oleh intensitas dan lamanya kejadian hujan (Kaimudin 1994). Untuk tujuan pengawetan air (konservasi air), diperlukan tanaman yang mempunyai nilai curahan tajuk dan aliran batang atau hujan efektif yang besar, karena akan memberi peluang yang besar untuk membiarkan air hujan masuk pada sistem penyimpanan di suatu wilayah (water storage). Oleh karena itu, pemilihan jenis vegetasi akan menjadi penting sejalan dengan tujuan kita untuk konservasi air di suatu wilayah. Hujan efektif dari tiap jenis vegetasi tertentu mempunyai nilai spesifiknya, sehingga banyak penelitian yang menghasilkan model-model empiris yang menghubungkan antara arsitek tajuk atau jenis pohon tertentu sebagai faktor biologis dengan hujan efektif atau intersepsi hujan. Arrijani (2007) mengkaji hubungan beberapa bentuk arsitek tajuk pohon dengan agihan hujan dan dampaknya terhadap erosi tanah. Pada tanaman kelapa sawit umur 8 tahun telah diperoleh model empiris intersepsi tajuk dan hujan efektif yang dihubungkan dengan intensitas hujan dan hubungannya bersifat eksponensial (Suharto 2007). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang ditemukan pada beberapa varietas kelapa, yaitu penelitian yang dilakukan Japar (2000) mendapatkan hubungan linear positif
130
antara intensitas hujan dengan hujan efektif, aliran batang dan curahan tajuk, tetapi intersepsi cenderung makin menurun. Pada kelapa Dalam, Genjah dan hibrida diperoleh nilai hujan efektif jauh lebih besar dibanding nilai intersepsi hujan, dan hasil ini bertolak belakang dengan yang diperoleh di kelapa sawit, padahal dari aspek arsitektur tajuk, kedua jenis tanaman ini mempunyai kemiripan, yang seharusnya hasil yang diperoleh mempunyai pola yang sama. Berdasarkan pada hal tersebut di atas maka dilakukanlah penelitian untuk mengetahui profil hujan efektif dan intersepsi tajuk kelapa dengan umur yang berbeda. Hipotesa yang akan dibuktikan adalah bahwa umur tanaman kelapa berbeda akan mempengaruhi besaran nilai hujan efektif dan intersepsi air hujan oleh tajuk. Tujuan utama penelitian adalah untuk mendapatkan model empiris intersepsi hujan dan hujan efektif pada beberapa umur kelapa dan profil curahan tajuk dan aliran batang untuk setiap umur kelapa.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain di Kima AtasManado, Sulawesi Utara dengan ketinggian 67 m dari permukaan laut. Penelitian dilaksanakan bulan Maret-Juli 2007 dan Juni – Agustus 2008. Bahan yang digunakan adalah: Pertanaman kelapa dengan tiga tingkatan umur berbeda, yaitu kelapa berumur 5 tahun, 20 tahun, dan 50 tahun. Alat yang digunakan antara lain penakar curah hujan, penampung curahan tajuk yang terbuat dari seng dengan ukuran penampang 20 cm dan panjang 380 cm,
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
penampung aliran batang yang terbuat dari bahan selang plastik berdiameter 5 cm dan gelas ukur kapasitas 1.5 liter. Alat lain adalah meteran, leaf area meter dan alat pembantu pengamatan lainnya. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode observasi dan pemilihan kelapa dengan metode purposive sampling didasarkan pada umur yang berbeda, yaitu 5, 20, dan 50 tahun. Kelapa contoh ditentukan dari kelapa yang mempunyai tajuk yang berkembang baik dengan batang kelapa yang lurus. Pada setiap lokasi dipilih empat tanaman kelapa contoh, kemudian pada setiap kelapa diinstal alat ukur curahan tajuk (trough fall, Tf) dan aliran batang (stem flow, Sf) dan hujan total di areal terbuka. Skema instalasi alat ukur Tf dan Sf disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan data tersebut selanjutnya dapat diketahui besarnya intersepsi tajuk oleh kelapa dan hujan efektif atau hujan neto yang mencapai areal di pertanaman kelapa. Konversi data air hujan dilakukan dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Kaimudin (1994).
1. Aliran batang, Sf Sf = (Vi/Li)
(1)
dimana : Sf : aliran batang kelapa contoh ke-i (mm) Vi : volume aliran batang kelapa contoh ke-i (cm3) Li : luas tajuk kelapa (proyeksi) contoh ke-i (cm2) 2. Curahan tajuk, Tf Tf = (Vi/L) x 10
(2)
dimana: Tf : curahan tajuk kelapa contoh ke-i (mm) Vi : volume curahan tajuk kelapa contoh ke-i (cm3) L : luas penampang talang (penampung) (cm2) 3. Curah hujan neto, Pn Curah hujan neto adalah jumlah air hujan yang bisa mencapai lantai tanah dipertanaman kelapa setelah melalui curah tajuk dan aliran batang. Pn = Tf + Sf
(3)
h uja n
A B
Vi
Li
Vi
Gambar 1. Instalasi alat pengukur hujan di pertanaman kelapa.
Figure 1. Instruments of rainfall measurement installation in coconut plantation.
Buletin Palma No. 39, Desember 2010
131
Noli L. Barri
4. Intersepsi tajuk kelapa, Pint Intersepsi tajuk adalah selisih antara curah hujan total dengan curah hujan neto, dihitung dengan persamaan berikut: Pint = Pg – Tf - Sf
(4)
5. Kapasitas tajuk kelapa, Kc Kapasitas tajuk diperoleh berdasarkan hubungan linier antara curahan tajuk dengan curah hujan menurut rumus Fleischenben et al., 2005 diacu dalam Rauf (2009) sebagai berikut: Kc=a P-Tf
(5)
Kc : kapasitas tajuk kelapa umur tertentu (mm) a : koefisien regresi antara hujan total dengan curahan tajuk P : hujan total Tf : curahan tajuk (mm)
dengan besarnya hujan pada setiap hari hujan dengan persamaan: Ks=a P-Sf
Ks : kapasitas batang kelapa umur tertentu (mm) a : koefisien regresi antara hujan total dengan aliran batang P : curah hujan total (mm) Sf : aliran batang (mm) 8. Koefisien input batang kelapa Sf
Is= P (8) Is : koefisien input batang kelapa Sf : aliran batang kelapa (mm) P : Hujan total (mm) Pengamatan Kelapa _
6. Porositas tajuk kelapa, pc Nilai porositas tajuk menggambarkan kemampuan tajuk meneruskan air hujan dan nilai ini diperoleh sebagai rasio antara curahan tajuk dengan hujan total dengan persamaan berikut:
_
_
Tf
pc = P
(6)
pc = porositas tajuk kelapa tertentu Tf = curahan tajuk (mm) P = curah hujan total (mm)
umur
7. Kapasitas batang kelapa, Ks
(7)
_
Parameter agronomis kelapa yang diamati adalah : tinggi atau panjang batang kelapa, diukur dari permukaan tanah sampai ke daun terbawah. Lingkar batang, diukur pada ketinggian 1 m, jumlah daun, dihitung semua daun hijau terbuka penuh. Luas daun dihitung dengan persamaan, TLA = RLA x GL. TLA: total luas daun relatif, GL: jumlah daun hijau, RLA: luas daun relatif (m2), dimana RLA=(Ll x Lw)x Ln/10 000. Ll: panjang anak daun rata-rata, Lw: lebar anak daun rata-rata, Ln: jumlah anak daun. Bentangan (covering) tajuk, adalah luas lingkaran planimetris dengan jari-jari (r) ditentukan dari pelepah yang terpanjang dengan persamaan luas lingkaran=pr2.
Kapasitas batang diperoleh melalui hubungan linear antara aliran batang
132
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
HASIL DAN PEMBAHASAN Curah hujan Bulanan dan Hari Hujan Menurut batasan WMO, batasan hari hujan adalah hari dengan curah hujan = 0.5 mm. Berdasarkan kriteria tersebut, maka jumlah hari hujan (HH) selama penelitian periode pertama (Juni 2007 hingga Oktober 2007) adalah 92 hari atau rata-rata 18.4 HH per bulan. Jumlah curah hujan selama periode tersebut adalah 1 166 mm atau rata-rata 233.2 mm per bulan. Selama penelitian, curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Juni 2007, yakni 366 mm dengan hari hujan terbanyak yakni 25 HH. Sebaliknya curah hujan terendah adalah 67 mm dengan 9 HH terjadi pada bulan September 2007. Kebutuhan air tanaman pangan selama penelitian tetap terpenuhi jika melihat sifat curah hujan dan jumlah hari hujan selama periode tanam I . Hasil penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Table 1.
curahan hujan terbanyak, yaitu 522 mm dan hujan berlangsung selama 27 hari. Hujan yang paling rendah terjadi pada bulan Mei, yaitu selama 15 hari dengan total curah hujan 84 mm. Data curah hujan dan hari hujan disajikan dalam Tabel 2. Jeluk hujan Jeluk hujan menggambarkan sebaran jumlah hujan tertentu yang terjadi setiap hari. Berdasarkan pengukuran langsung di lapang, telah diklasifikasi empat jeluk hujan, yaitu 0-20 mm, >20 – 40 mm, >40 – 60 mm, dan >60 mm. Berdasarkan perhitungan, maka sebaran jeluk hujan dominan terjadi pada kisaran >60 mm dengan curah hujan sebanyak 1 155 mm dan 11 HH. Jeluk hujan terendah pada kisaran 0-20 mm dengan total hujan sebanyak 272 mm dan berlangsung selama 26 HH. Jika dihubungkan dengan agihan hujan melalui pertanaman kelapa seperti
Curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan (Juni 2007 hingga Oktober 2007). Monthly rainfall and number of rainy day (June – October 2007.)
Bulan Month Juni-07 Juli-07 Agustus-07 September-07 Oktober-07
Hari hujan (hari) Rainy day (day) 25.0 17.0 18.0 9.0 23.0
Total Rata-rata
92.0 18.4
Curah hujan (mm) Rainfall 366.0 143.0 336.0 67.0 254.0 1166.0 233.2
Berdasarkan data stasiun Meteorologi Sam Ratulangi, pola curah hujan periode II penelitian (Maret 2008 hingga Juli 2008) didapatkan hari hujan selama 5 bulan sebanyak 122 hari dengan total hujan 1599 mm. Bulan April diperoleh
Buletin Palma No. 39, Desember 2010
Curah hujan (mm/hari) Rainfall (mm/day) Maksimum Rata-rata Maximum Mean 65..0 12.2 36.0 4.6 72.0 10.8 22.0 2.2 46.0 8.2 48.2
7.6
SD 16.8 7.9 18.4 5.7 16.8 13.1
curahan tajuk (Tf), aliran batang (Sf), hujan efektif (Pn), dan intersepsi hujan (Pint) maka nilai tertinggi diperoleh pada jeluk hujan >60 mm. Komponen agihan hujan tersebut tidak menunjukkan pola yang jelas pada jeluk hujan yang lebih rendah dari 60 mm. Artinya pada
133
Noli L. Barri
Tabel 2. Curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan (Maret 2008 hingga Juli 2008). Table 2. Monthly rainfall and number of rainy day (March to July 2008). Bulan Month Maret-08 April-08 Mei-08 Juni-08 Juli-08 Total Rata-rata
Hari hujan (hari) Rainy day (day) 28.0 27.0 15.0 24.0 28.0 122.0 24.4
Curah hujan (mm) Rainfall 413.0 522.0 84.0 161.0 419.0 1 599.0 319.8
kisaran 0<jeluk hujan<60 mm komponenkomponen agihan hujan tidak dominan dipengaruhi oleh intensitas hujan tetapi oleh faktor lainnya, seperti karakter tanaman kelapa, terutama karakter atau arsitek tajuk. Intersepsi curah hujan tertinggi terjadi pada kelapa umur 20 tahun, yaitu sebesar 68.79 persen dan terendah pada kelapa umur 5 tahun yaitu 46.32% dari total hujan yang terjadi (2131 mm). Curahan tajuk dan hujan efektif tertinggi terjadi pada pertanaman kelapa umur 5 tahun dan terendah pada kelapa umur 20 tahun. Rincian jeluk hujan dan besaran komponen agihan hujan selama dua periode penelitian disajikan dalam Tabel 3. Curahan Tajuk Curahan tajuk adalah jumlah hujan yang mencapai permukaan tanah setelah melalui tajuk tanaman. Besarnya nilai curahan tajuk ditentukan oleh arsitek tajuk dan intensitas hujan. Pada penelitian ini curahan tajuk pada masing-masing umur kelapa mempunyai besaran yang tidak sama, tetapi memiliki pola yang sama jika dihubungkan dengan intensitas hujan, yaitu linear positif. Artinya semakin besar intensitas hujan, nilai curahan tajuk juga makin
134
Curah hujan (mm/hari) Rainfall (mm/day) Maksimum Rata-rata Maximum Mean 101.0 13.3 138.0 17.4 28.0 2.7 36.0 5.4 144.0 13.5 89.4
10.5
SD 20.9 27.7 6.9 8.6 27.3 18.3
besar. Pola hubungan disajikan dalam Gambar 2. Pola hubungan curah hujan dengan nilai curahan tajuk adalah linear positif, artinya besarnya curah hujan berbanding lurus dengan besarnya curahan tajuk kelapa. Curahan tajuk terbesar terjadi pada kelapa umur 5 tahun diikuti kelapa umur 50 tahun dan terendah pada kelapa umur 20 tahun. Data curahan tajuk pada tanaman kelapa disajikan dalam Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4 dapat dikemukakan bahwa tajuk tanaman kelapa umur 20 tahun paling rendah meneruskan hujan dan yang paling besar meneruskan hujan adalah kelapa umur 5 tahun. Intensitas hujan yang terjadi pada ketiga pertanaman kelapa tersebut adalah sama, jadi rendahnya curahan tajuk karena jumlah daun dan tutupan tajuk yang besar pada kelapa umur 20 tahun (Tabel 4) sebaliknya terjadi pada kelapa umur 5 tahun. Tajuk kelapa umur 5 tahun umumnya tegak dan bentuk tajuk seperti bentuk “sapu”, keadaan tajuk seperti ini umumnya akan mudah ditembusi oleh air hujan dibanding pada kelapa umur 20 dan 50 tahun yang tajuknya sudah berkembang sempurna.
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
Tabel 3. Jeluk hujan pada setiap hari hujan di lokasi penelitian. Table 3. Depth of Rainfall in each rainy day at research location. Komponen Component Jumlah HH % Curah hujan %
0-20 26 47 272 13
To tal T f- 5 th n T f- 2 0 th n T f- 5 0 th n To tal S f- 5 th n S f- 2 0 th n S f- 5 0 th n To tal P n - 5 th n P n - 2 0 th n P n - 5 0 th n To tal P in t- 5 th n P in t- 2 0 th n P in t- 5 0 th n
90 32 72 0 0 1 90 32 72 182 240 200
Jeluk (mm .hari- 1 ) ...of rain fall (mm.day - 1 ) >20-40 >40-60 11 7 20 13 340 364 16 17 204 81 149 0 0 0 204 81 149 136 259 191
186 107 143 0 0 1 186 107 144 178 257 220
To tal >60 11 20 1155 54
55 100 2131 100
664 443 471 0 0.53 2 664 444 473 491 711 682
1144 664 835 0 0.53 3 1144 665 839 987 1466 1292
Gambar 2. Hubungan intensitas hujan dengan curahan tajuk (Tf) tanaman kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun. Figure 2. Relationship between rain intensity and trough fall (Tf) of the coconut with ages 5, 20 and 50 years Buletin Palma No. 39, Desember 2010
135
Noli L. Barri
Tabel 4. Rata-rata curahan tajuk pada kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun. Table 4. Average of trough fall of the coconut ages 5, 20 and 50 years Umur kelapa (tahun) Coconut ages (years) 5 20 50
Curahan tajuk (mm) Through fall(mm) 20.794 12.064 15.191
Aliran batang (Sf) Salah satu kendala pengukuran aliran batang pada kelapa adalah batang kelapa yang tidak mulus, mempunyai tonjolon bekas pelepah daun kelapa, dan kondisi ini diperparah dengan adanya bekas “takikan”, yaitu pelukaan dengan
Prosentase Percentage (%) 53.667 31.137 39.207
sehingga cukup besar air yang didispersi (splashed) keluar dari jalur batang kelapa. Hal ini yang menyebabkan pengukuran aliran batang pada penelitian ini sangat bias seperti yang digambarkan melalui model linear pada Gambar 3, dengan nilai koefisien determinasi yang kurang dari 80 persen.
Gambar 3. Hubungan int ensitas hujan d engan aliran batang (S f ) kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun. Figure 3. Relati onship between rain intensity and stem fl ow (Sf ) of the c oconut ages 5, 20 and 50 years. ukuran cukup besar berjarak 50 cm sepanjang batang kelapa. Bagian ini dipakai pemanjat sebagai tempat tumpuan kaki saat memanjat. Aliran air melalui batang kelapa sepanjang perjalanannya dari bagian puncak ke bawah akan melewati dua penghalang ini,
136
Berdasarkan data yang ada, ternyata rata-rata prosentase aliran batang sangat rendah dan tidak mencapai 1 persen dari curah hujan yang terjadi saat pengukuran. Hasil yang didapatkan pada beberapa penelitian, khususnya pada kelapa sawit dan kelapa
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu rata-rata kurang dari 20 persen (Ridwan 2009; Palewi 2009; Japar 2000). Data analisis hasil pengukuran disajikan dalam Tabel 5.
umur 8 tahun bersifat kuadratik dengan model empiris Pn = 11.244 e0.0077X (Suharto 2007). Artinya, peningkatan jumlah hujan tidak akan selalu disertai dengan peningkatan hujan efektif, yang
Tabel 5. Rata-rata aliran batang pada kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun. Table 5. Average of stem flow of the coconut ages 5, 20 and 50 years. Umur ke lapa (tahun) Coconut ages (years) 5 20 50
Aliran ba tang (mm) Stem flow (mm) 0.018 0.002
Model empiris keeratan hubungan antara curah hujan dengan besarnya aliran batang menunjukkan hubungan yang rendah (Tabel 5). Selain faktor morfologi batang kelapa, kemungkinan jarak antara alat pengukur dengan panjangnya aliran batang menyebabkan sangat sedikit air yang tiba dan/atau melalui alat pengukur. Jadi, pada penelitian ini belum mendapatkan model yang memadai untuk dijadikan alat menduga besarnya aliran batang pada kelapa jika dihubungkan dengan jeluk hujan. Hujan efektif (Pn) Hujan efektif atau hujan neto (Pn) adalah hujan yang dapat mencapai lahan di bawah suatu pertanaman, dan besarnya Pn tergantung pada nilai curahan tajuk (Tf) dan aliran batang (Sf). Model empiris yang menghubungkan antara besarnya curah hujan (CH) dengan hujan efektif (Pn) menunjukkan bahwa makin besar intensitas hujan, maka air yang mencapai lahan di bawah kelapa juga akan makin banyak, dan pola ini sama untuk semua umur kelapa yang diteliti. Hubungan CH dengan besaran hujan efektif pada tanaman kelapa sawit Buletin Palma No. 39, Desember 2010
Prosen tase *) Percenage (%) 0.047 0.005
pada jeluk hujan tertentu besarnya hujan efektif akan menjadi relatif tetap. Hasil penelitian menunjukkan pola hubungan antara intensitas curah hujan dengan hujan efektif pada semua umur tanaman kelapa bersifat linear positif dengan nilai koefisien determinasi yang besar sebagaimana disajikan dalam Gambar 4. Hujan efektif terbesar terukur pada pertanaman kelapa umur 5 dan 50 tahun, terendah pada kelapa umur 20 tahun. Nilai ini bisa lebih besar lagi karena data hujan yang terdeteksi alat hanyalah yang di bawah tajuk. Jadi dapat dikatakan bahwa data hujan efektif pada penelitian ini adalah air hujan yang hanya lolos lewat tajuk dan batang kelapa. Tetapi pada tanaman kelapa umur 20 dan 50 tahun data hujan efektif adalah air yang telah meliwati tajuk dan batang kelapa. Hasil penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa tajuk kelapa sawit mempunyai kemampuan mengintersepsi hujan sebesar 53.51% lebih besar dibanding menjadi hujan efektif yang hanya sebesar 46.48% (Suharto 2007) Bentuk dan struktur daun kelapa tidak terlalu baik mencegat air, sehingga
137
Noli L. Barri
Gambar 4. Hubungan intensitas hujan dengan hujan efektif (Pn) tanaman kelapa umur 5, 20 dan 50 tahun. Figure 4. Relationship between rain intensity and effective rainfall (Pn) of thecoconut ages 5, 20 and 50 years. kurang baik untuk mencegah proses erosi permukaan. Anak daun kelapa bisa berfungsi memperbesar butiran air yang jatuh ke tanah, mempunyai energi kinetik besar saat menerpa permukaan tanah. Energi tersebut bisa mempunya daya dispersi atau penguraian yang besar terhadap butiran/agregat tanah, sehingga berpeluang menimbulkan erosi permukaan. Penelitian yang lebih spesifik perlu untuk membuktikan hal tersebut. Hasil analisis hujan efektif disajikan pada Tabel 6. Intersepsi Tajuk (Pint) Intersepsi tajuk tanaman menyatakan besaran kemampuan tanaman
menahan air hujan. Seperti halnya hujan efektif, besaran intersepsi tajuk ditentukan oleh arsitek tajuk setiap tanaman. Intersepsi tajuk adalah selisih antara curah hujan total dengan curah hujan neto. Pola hubungan antara curah hujan dengan intersepsi tajuk (Pint) bersifat linear logaritmik, artinya nilai intersepsi akan makin besar dan akan bernilai tetap pada intensitas hujan tertentu. Pada besaran hujan tertentu tersebut tajuk telah menjadi jenuh sehingga bertambahnya intensitas hujan tidak akan meningkatkan lagi intersepsi tajuk. Berdasarkan aspek arsitek tajuk dan analisis data ternyata kejenuhan tajuk mulai tercapai pada saat jeluk hujan lebih dari 150 mm. Pada kelapa sawit, model empiris
Tabel 6. Rata-rata hujan efektif pada kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun. Table 6. Average effective rainfall of the coconut ages 5, 20 and 50 years-old. Umur ke lapa (tahun) Coconut ages (years) 5 20 50
138
Hujan e fek tif (mm) Effectives ra infall (mm) 20.794 12.082 15.235
Prosen tase *) Percentage (%) 53.668 31.184 39.321
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
hubungan curah hujan dengan intersepsi tajuk bersifat kuadratik, dengan persamaan Pint=12.122e0.0083X (R2=0.6792) (Suharto 2007). Pola yang diperoleh Suharto pada kelapa sawit nampaknya bertolak belakang dengan yang didapatkan di tanaman kelapa. Artinya, pada sawit, intersepsi tajuk tetap akan meningkat sehubungan dengan meningkatnya intensitas hujan secara kuadratik. Pola hubungan dan persamaan empiris intersepsi tajuk pada beberapa umur kelapa disajikan dalam Gambar 5.
Tajuk tanaman kelapa umur 20 tahun dapat mengintersep hujan hingga mencapai 68 persen, kemampuan ini disebabkan penutupan tajuk dan jumlah daun yang lebih banyak. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa komposisi tajuk tanaman kelapa juga sangat berperan pada pola ketersediaan air di pertanaman kelapa. Pada kelapa Dalam, Genjah, dan Hibrida intersepsi tajuk berturut-turut sebesar 11.60, 8.48, dan 30.64 persen (Japar, 2000). Intersepsi tajuk kelapa sawit berumur 8 tahun
Gambar 5. Hubungan intensitas hujan dengan intersepsi tajuk (Pint) tanaman kelapa umur 5, 20 dan 50 tahun. Figure 5. Relationship between rain intensity and rainfall interception (Pint) of the coconut ages 5, 20 and 50 years Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tajuk tanaman kelapa umur 20 tahun mengintersepsi air hujan lebih banyak dibanding dibandingkan tajuk kelapa umur 5 dan 50 tahun. Analog dengan hasil pengukuran hujan efektif, maka intersepsi air hujan pada tajuk kelapa umur 5 tahun mempunyai besaran terendah. Besaran intersepsi tajuk selengkapnya disajikan dalam Tabel 7.
Buletin Palma No. 39, Desember 2010
sebesar 64.45 persen dari hujan yang terjadi. Pelawi (2009) mendapatkan nilai intersepsi untuk kelapa sawit umur 10, 25 dan 35 tahun berturut-turut sebesar 52.38, 57.98, dan 70.90 persen dari total hujan yang terjadi. Hasil ini memperlihatkan hubungan linear positif antara intersepsi dengan umur kelapa sawit. Pada tanaman kelapa, besarnya intersepsi tidak berhubungan linear positif
139
Noli L. Barri
Tabel 7. Rata-rata intersepsi hujan pada kelapa umur 5, 20, dan 50 tahun. Table 7. Average of rainfall interception of the coconut ages 5, 20 and 50 years Umur ke lapa (tahun) Coconut ages (years) 5 20 50
In tersepsi hujan (mm) Rainfall in terception (mm ) 17.952 26.663 23.510
dengan umur tanaman. Karena intersepsi tertinggi justru terjadi pada umur 20 tahun dan bukan 50 tahun. Pola hubungan CH dengan Pint yang ditemukan pada kelapa sawit maupun pada kelapa menunjukkan hubungan positif yang tak terbatas. Logikanya tidak harus demikian, karena tajuk dapat dianggap sebagai penam-
Prosen tase *) Percetage (%) 46.332 68.816 23.510
puan tanaman untuk meneruskan atau menahan air hujan yang masuk pada sistem pertanaman. Sifat hidrologis tajuk kelapa dapat ditunjukan dengan nilai kapasitas, prositas tajuk, kapasitas dan koefisien input batang. Pendekatan ini digunakan pada sistem tanaman/ pohon dan diaplikasikan pada tanaman kelapa. Adapun nilai karakter tersebut
Tabel 8. Sifat hidrologis tanaman kelapa dalam hubungannya distribusi hujan. Table 8. Hydrological characters of coconut in relation to rain distribution. Umur ke lapa (tahun) Coconut ages (years)
5 *) 20 50
Kapasitas ta juk, K c (mm) Through capacity 1.171 2.219 0.896
Porositas ta juk, P c Through Porosity
Kapasitas ba tang, K s (mm ) Stem capacity
0.426 0.202 0.315
0.0000 0.0013 -0.0042
dengan
Koe fis ien inpu t batang, I s (mm) Input coeffiec ient (mm) 0.0000 0.0004 0.0016
Catatan: * ) Tanaman kelapa lima tahun belum dilakukan pengukuran aliran batang karena belum memungkinkan.
pung dengan volume penampungan yang tidak berubah, jadi seharusnya besaran intersepsi tajuk akan terhenti pada angka tertentu meskipun intensitas hujan bertambah, hal ini perlu dikaji secara lebih mendalam lagi. Untuk mendapatkan seri data yang lebih memadai disertai dengan penyempurnaan alat yang digunakan penelitian ini dapat lebih diperpanjang. Sifat Hidrologis Tanaman kelapa Karakter fisik tanaman kelapa, baik karakter daun, tajuk maupun batang sangat mempengaruhi kemam-
140
disajikan dalam Tabel 8. Hujan yang dapat menembus tajuk dan terukur sebagai curahan tajuk digambarkan dengan nilai porositas tajuk, pada tanaman kelapa 5, 20, dan 50 tahun hujan yang dapat diteruskan tajuk berturut-turut sebesar 42.7, 20.3 dan 31.5 persen. Berdasarkan karakter tajuk tersebut, ternyata terdapat hubungan yang konsisten antara kapasitas tajuk dan porositas tajuk dengan besarnya curahan tajuk (perhatikan pola data di Tabel 1). Kapasitas tajuk yang tinggi akan diikuti oleh sifat porositas yang rendah,
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa
artinya tajuk yang dapat menampung hujan lebih banyak akan meneruskan hujan sebagai curahan tajuk dalam jumlah yang sedikit, dan sebaliknya. Tajuk tanaman kelapa umur 20 tahun memiliki karakter seperti disebut di atas, sedangkan pada kelapa umur 5 tahun porositas tajuknya paling tinggi nilainya dan diikuti oleh kelapa umur 50 tahun, hal ini sejalan dengan keragaan tajuk kedua umur kelapa tersebut. Nilai kapasitas batang dan koefisien input batang tidak memberikan gambaran atau pola yang jelas, karena nilai yang diperoleh terlalu minim. Hal ini disebabkan data pengukuran aliran batang tidak mempunyai nilai korelasi yang kuat dengan besarnya curah hujan. Hal ini disebabkan bentuk batang kelapa yang lebih panjang dengan permukaan yang kasar.
KESIMPULAN Intersepsi hujan tertinggi terjadi pada kelapa umur 20 tahun (68,79%) dan terendah pada kelapa umur lima tahun (46,32%). Distirbusi curah hujan di pertanaman kelapa berbeda nyata untuk setiap umur kelapa. Nilai curahan tajuk dan hujan efektif terbesar terjadi di pertanaman kelapa umur lima tahun dan terkecil pada kelapa umur 20 tahun. Hubungan antara intensitas hujan dengan hujan efektif (Pn) sangat sangat erat serta bersifat linear positif. Pola hubungan intensitas hujan dengan intersepsi tajuk (Pnit) adalah logaritmik, artinya tajuk kelapa mempunyai kapasitas tertentu untuk mengintersep jumlah hujan pada besaran tertentu. Kapasitas tajuk dan porositas tajuk berbeda menurut umur kelapa. Kapasitas
Buletin Palma No. 39, Desember 2010
tajuk terbesar ada pada kelapa umur 20 dan terkecil pada kelapa umur 50 tahun.
DAFTAR PUSTAKA Arrijani. 2006. Korelasi model arsitektur pohon dengan laju aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi, aliran permukaan dan erosi: Suatu studi tenjtang peranan vegetasi dalam konservasi tanah dan air pada sub-DAS Cianjur Cisokan Citarum Tengah [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bruijnzeel LA and Critchley WRS. 1994. Environmental impact of logging moist tropical forest. IHP Humid Tropics Program Series No. 7. Japar YS. 2000. Intersepsi hujan pada kelapa Dalam, Hibrida, dan Genjah. Skripsi. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA-IPA. 24 hal. Kaimuddin. 1994. Kajian Model Pendugaan Intersepsi Hujan di Tegakan pinus merkusii, Agathis lorathifolia dan Schima walicii di Hutan Pendidikan Gunung Wallat Sukabumi. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pelawi SF. 2009. Intersepsi pada berbagai kelas umur tegakan kelapa sawit (Elaeis guinnensis) [skripsi]. Medan: Fakultas Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Ramirez JA and Senarath SUS. 1999. A Statistical dynamical parameterization of interception and land surface-atmosphere interaction. Am. Meteorol.Soc. 13:4050-4063.
141
Noli L. Barri
Ridwan BM. 2009. Penerapan model Gash untuk pendugaan intersepsi hujan pada perkebunan kelapa sawit (Studi kasus di Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung) [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
142
Suharto E. 2007. Model empiris intersepsi tajuk dan curah hujan efektif pada tegakan sawit (Elaeis guineensis Jacq). Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus. No.3. Hal. 365 – 370.
Intersepsi Hujan pada Berbagai Umur Tanaman Kelapa