1
PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK DAN NILAI NUTRISI TEMPE KEJU
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH ELLYANA FEBRIANI NIM 09.008
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2012 1
2
PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK DAN NILAI NUTRISI TEMPE KEJU
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang Untuk memenuhi salah satu persyaratan Dalam menyelesaikan program D III Bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH ELLYANA FEBRIANI NIM 09.008
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2012 2
3
Karya Tulis Ilmiah Oleh ELLYANA FEBRIANI Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan
Pembimbing,
Fitri Eka Lestari, S. Gz
3 ii
4
Karya Tulis Ilmiah Oleh ELLYANA FEBRIANI Telah dipertahankan di depan dewan penguji Pada tanggal 06 Agustus 2012
Dewan Penguji,
Fitri Eka Lestari, S. Gz
Penguji I
Lailiiyatus Syafah ,S.Farm,Apt.
Penguji II
Fransiko, S. Si, Apt
Penguji III
Mengetahui,
Mengesahkan,
Pembantu Direktur Bidang Akademik
Direktur AKAFARMA
AKAFARMA
Ayu Ristamaya Yusuf, A. md.,st
Hendyk Krisna Dani, S.Si
iii 4
5
ABSTRAKSI
Febriani, Ellyana. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Sifat Organoleptik dan Nilai Nutrisi Tempe Keju. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang, Pembimbing Fitri Eka Lestari S. Gz. Kata kunci : Tempe, lama fermentasi, sifat organoleptik dan nilai nutrisi Tempe merupakan suatu bahan makanan berasal dari olahan kedelai yang telah difermentasi dengan bantuan kapang Rhizopus oligosporus. Kandungan zat gizi pada tempe cukup kompleks, yaitu protein, karbohidrat, lemak, serat, mineral, vitamin dan asam amino. Meskipun tempe merupakan salah satu bahan makanan dengan kandungan zat gizi yang melimpah, pada kenyataannya rasa dari tempe kurang disukai oleh balita dan anak-anak. Salah satu upaya untuk memperbaiki rasa dari tempe adalah dengan menambahkan keju di dalam proses pembuatan tempe. Pada penelitian sebelumnya telah didapatkan hasil peningkatan nilai nutrisi dan sifat organoleptik tempe keju terbaik pada tempe dengan penambahan keju 15%. Namun dengan peningkatan nilai nutrisi tidak diikuti dengan peningkatan tekstur tempe keju. Berdasarkan hasil penelitian di atas, perlu dilakukan analisis lama fermentasi yang optimum pada tempe keju agar didapatkan hasil yang optimum pula dari segi tekstur dan nutrisinya Lama fermentasi pada penelitian ini adalah 36 jam, 48 jam, 60 jam dan 72 jam dibandingkan dengan kontrol. Dari masing-masing variasi lama fermentasi juga di analisis sifat organoleptis dan nilai nutrisi dari tempe keju yang dibuat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil peningkatan nilai nutrisi makronutrien. Meliputi kadar protein dan lemak optimum pada tempe keju 15% dengan lama fermentasi 48 jam. Nilai kadar protein tempe keju 15% dengan lama fermentasi 48 jam sebesar 19,17% dan kadar lemak sebesar 10,424%. Disamping itu produk tempe keju 15% dengan lama fermentasi 48 jam merupakan produk tempe keju dengan tekstur kompak dan rasanya yang paling disukai panelis anak-anak.
iv 5
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Biak pada tanggal 04 Februari 1991 dengan nama ELLYANA FEBRIANI. Masa hidupnya diawali dengan bersekolah di Sekolah Dasar Jatimulyo III, pada tahun 2003 melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 18 Malang, dan pada tahun 2006 menuntut ilmu di Sekolah Menengah Kejurusan Putera Indonesia Malang. Pada tahun 2009 diterima di Akademi Putra Indonesia Malang jurusan Analis Farmasi dan Makanan. Selama dibangku perkuliahan penulis pernah mengikuti kegiatan kepanitian Study Tour pada tahun 2011, pernah mengikuti pengajuan PKM-P dan PKM-K pada tahun 2011. Penulis pernah melakukan Praktek Kerja Lapangan di PT. SASA INTI Probolinggo dan di BBPOM Yogyakarta.
Malang, 20 Agustus 2012
Penulis
v6
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Sifat Organoleptik dan Nilai Nutrisi dari Tempe Keju” tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program DIII di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sehubungan dengan terselesainya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yaitu : 1. Bapak Hendy Krisna Dani,S.Si., selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 2. Ibu Fitri Eka Lestari, S. Gz., selaku dosen pembimbing. 3. Ibu Dra. Wahyu Wuryandari., selaku penguji I. 4. Ibu Lailiyatus Syafah, S.Farm., Apt., selaku penguji II. 5. Bapak dan Ibu Dosen AKAFARMA serta semua staf yang turut membantu dan mendukung selama penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Kedua orang tua dan kakakku yang telah memberikan doa serta motivasi. 7. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung maupun tak langsung telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Malang, Juli 2012
Penulis vi7
8
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ...............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
iii
ABSTRAKSI ............................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..............................................................................
vi
DAFTAR ISI ............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .........................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................
3
1.4 Kegunaan Penelitian ...............................................................
3
1.5 Asumsi Penelitian ...................................................................
4
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Masalah .............................
4
1.7 Definisi Istilah ........................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tempe ....................................................................................
6
2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Tempe .....................................
6
2.1.2 Khasiat dan Kandungan Gizi Tempe ..................................
6
vii 8
9
2.2 Ragi Tempe ............................................................................
8
2.3 Keju .......................................................................................
9
2.3.1 Sejarah dan Perkembangan Keju ........................................
9
2.3.2 Kandungan Gizi Keju .........................................................
10
2.3.3 Jenis-Jenis Keju .................................................................
11
2.3.4 Cara Pembuatan Keju .........................................................
13
2.4 Sejarah Fermentasi .................................................................
14
2.4.1 Reaksi Fermentasi ..............................................................
17
2.4.2 Kurva Pertumbuhan ...........................................................
18
2.4.3 Fermentasi Tempe ..............................................................
19
2.4.4 Perubahan Yang Terjadi Selama Fermentasi ......................
20
2.5 Makronutrien ..........................................................................
23
2.5.1 Kandungan Energi Makronutrien .......................................
23
2.5.2 Karbohidrat ........................................................................
23
2.5.3 Protein ...............................................................................
25
2.5.4 Lemak ................................................................................
29
2.5.5 Abu ....................................................................................
30
2.5.6 Air .....................................................................................
30
2.6 Sifat Organoleptik ..................................................................
31
2.7 Metode Pengujian ...................................................................
33
2.8 Daya Terima ...........................................................................
33
2.9 Analisis Ragam ......................................................................
36
2.10 Kerangka Teori ......................................................................
37
2.11 Hipotesis Penelitian ..............................................................
40
9viii
10
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian .............................................................
41
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ..............................................
41
3.2.1 Populasi .............................................................................
41
3.2.2 Sampel ...............................................................................
42
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................
42
3.4 Definisi Operasional Variabel .................................................
42
3.5 Instrumen Penelitian ...............................................................
44
3.5.1 Alat ....................................................................................
44
3.5.2 Bahan.................................................................................
44
3.6 Pengumpulan Data..................................................................
44
3.7 Pengujian Tempe Keju ...........................................................
45
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ......................................................................
56
BAB V PEMBAHASAN ..........................................................................
64
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ............................................................................
70
6.2 Saran ......................................................................................
70
DAFTAR RUJUKAN ...............................................................................
71
LAMPIRAN .............................................................................................
73
10 ix
11
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Faktor Perkalian Nitrogen Beberapa Bahan ......................
29
Tabel 3.1 Definisi Operasional.........................................................
43
Tabel 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Nilai Nutrisi ..........
56
Tabel 4.2 Sifat Organoleptik Tempe Keju ........................................
62
x 11
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kurva Pertumbuhan Mikroba........................................
18
Gambar 3.1 Diagram Alir Penentuan Karbohidrat ............................
49
Gambar 3.2 Diagram Alir Penentuan Protein ...................................
50
Gambar 3.3 Diagram Alir Penentuan Lemak ....................................
51
Gambar 3.4 Diagram Alir Penentuan Air .........................................
52
Gambar 3.5 Diagram Alir Penentuan Abu ........................................
53
Gambar 3.6 Diagram Alir Penentuan Serat Kasar.............................
54
Gambar 3.7 Diagram Alir Pembuatan Tempe Keju ..........................
55
Gambar 4.1 Kadar Protein Tempe Keju ...........................................
57
Gambar 4.2 Kadar Protein Tempe Lemak ........................................
58
Gambar 4.3 Kadar Protein Tempe Air ..............................................
59
Gambar 4.4 Kadar Protein Tempe Abu ............................................
59
Gambar 4.5 Kadar Protein Tempe Serat Kasar .................................
60
Gambar 4.6 Kadar Protein Tempe Karbohidrat ................................
61
Gambar 4.7 Uji Daya Terima Tempe Keju .......................................
63
xi
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Kadar Karbohidrat ..............................
73
Lampiran 2. Hasil Analisis Kadar Protein......................................
74
Lampiran 3. Hasil Analisis Kadar Lemak ......................................
75
Lampiran 4. Hasil Analisis Kadar Air ............................................
76
Lampiran 5. Hasil Analisis Kadar Abu ..........................................
77
Lampiran 6. Hasil Analisis Kadar Serat Kasar ...............................
78
Lampiran 7. Tabel Hasil Uji Volunteer ..........................................
79
Lampiran 8. Foto Hasil Tempe Keju..............................................
80
Lampiran 9. Foto Hasil Analisis Protein .......................................
81
Lampiran 10. Foto Hasil Analisis Lemak......................................
83
Lampiran 11 Foto Hasil Analisis Kadar Air ..................................
84
Lampiran 12. Foto Hasil Analisa Kadar Abu ................................
85
Lampiran 13. Foto Hasil Analisa Kadar Serat Kasar .....................
85
Lampiran 14. Foto Alat Praktek...................................................
86
Lampiran 15. Perhitungan Analisis Kadar Protein ........................
87
Lampiran 16. Perhitungan Analisis Kadar Lemak .........................
87
Lampiran 17. Perhitungan Analisis Kadar Abu .............................
87
Lampiran 18. Perhitungan Analisis Kadar Air ..............................
88
Lampiran 19. Perhitungan Analisis Kadar Serat Kasar..................
88
Lampiran 20. Perhitungan Analisis Kadar Karbohidrat .................
88
Lampiran 21. Hasil ANAVA Kadar Protein dari Tempe Keju ......
89
xii 13
14
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tempe merupakan suatu bahan makanan yang asli Indonesia, untuk
keberadaaannya pun hampir selalu ada di meja makan khususnya bagi masyarakat kota Malang. Tempe sendiri berasal dari olahan kedelai yang telah difermentasi dengan bantuan kapang Rhizopus oligosporus. Jenis dari tempe cukup banyak, yaitu tempe kacang, tempe biji lamtoro, tempe kacang koro, tempe ampas tahu dan tempe kedelai. Namun dari beragam jenis tempe diatas, tempe kedelai yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Selain harganya yang murah, bahan penyusunnya berupa kedelai mengandung protein nabati yang cukup tinggi dan tidak terlalu beresiko toksik. Tempe sendiri memiliki keunggulan dibandingkan kedelai. Sebagai hasil fermentasi kedelai, tempe lebih mudah dicerna daripada kedelai. Disamping itu juga terjadi peningkatan kandungan zat-zat gizi dari kedelai. Kandungan zat gizi pada kedelai cukup kompleks, yaitu protein, karbohidrat, lemak, serat, mineral, vitamin dan asam amino. Selama proses fermentasi berlangsung, zat-zat gizi tersebut akan diuraikan oleh kapang Rhizopus oligosporus menjadi lebih sederhana sehingga mudah di cerna oleh tubuh. Seperti protein akan terurai menjadi asam-asam amino, lemak akan terurai menjadi asam lemak bebas namun bukan asam lemak jenuh pemicu kolesterol, begitu pula karbohidrat pada kedelai yang berupa disakarida (stakhiosa dan raffinosa) akan terurai menjadi monosakarida (Hermana, 1996). Kandungan isoflavon pada kedelai yang bersifat antioksidan juga meningkat. Sudah tentu dengan kandungan 14 1
15 2
zat gizi yang cukup melimpah, pemanfaatan tempe sebagai bahan makanan tidak bisa di kesampingkan lagi. Meskipun tempe merupakan salah satu bahan makanan dengan kandungan zat gizi yang melimpah, pada kenyataannya rasa dari tempe kurang disukai oleh balita dan anak-anak akibat tempe yang memiliki aroma “langu”. Sebagian besar dari mereka menganggap cita rasa dari tempe tidak lebih enak daripada nugget, keju atau sosis. Padahal jika dilihat dari kandungan nutrisinya, tempe mengandung zat gizi yang sangat diperlukan dalam tumbuh kembang optimal. Sangat disayangkan apabila rasa yang menjadi problem utama balita dan anakanak enggan mengonsumsi tempe. Salah satu upaya untuk memperbaiki rasa dari tempe adalah dengan menambahkan keju di dalam proses pembuatan tempe. Kelebihan dari keju adalah selain rasanya yang gurih dan cenderung lebih disukai oleh anak-anak dan balita, kandungan nutrisi proteinnya pun juga cukup tinggi. Penambahan keju pada proses pembuatan tempe diharapkan menjadi suatu inovasi baru, untuk mengatasi ketidaksukaan anak-anak dan balita terhadap rasa tempe. Penambahan keju yang diharapkan mampu memperbaiki cita rasa tempe dan dapat meningkatkan kadar nutrisi tempe. Selain cita rasa yang meningkat, nilai nutrisi yang meningkat tentunya daya asupan tempe bagi balita dan anak-anak tentu juga akan meningkat. Berdasarkan penelitian tempe keju yang telah dilakukan, diketahui bahwa peningkatan kadar nutrisi terbaik terdapat pada tempe dengan penambahan keju sebesar 15%. Peningkatan nutrisi tersebut meliputi protein, karbohidrat dan lemak. Namun dari segi tekstur apabila dibandingkan dengan kontrol, tempe keju yang dibuat belum sepenuhnya terjadi kekompakan. Mengingat yang ditambahkan 15
16 3
pada tempe adalah sama-sama produk hasil fermentasi, tentunya akan sedikit berpengaruh terhadap kondisi optimal fermentasi tempe. Maka, perlu dilakukan analisis terhadap lama fermentasi tempe keju yang dibuat agar diketahui hasil yang optimum, kemudian tingkat pengaruhnya terhadap sifat organoleptik dan peningkatan nilai nutrisi pada tiap variasi lama fermentasi tempe keju.
1.2
Rumusan Masalah Apakah lama fermentasi mempengaruhi nilai nutrisi serta sifat
organoleptis dari tempe keju ?
1.3
Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap nilai nutrisi serta sifat
organoleptis dari tempe keju
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Institusi Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan inovasi produk fermentasi berupa varian tempe keju dan upaya peningkatan nutrisi. 2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi terhadap inovasi produk fermentasi berupa tempe keju, upaya peningkatan nutrisi pangan dan menciptakan peluang bisnis baru di dalam bidang olahan makanan tradisional. 16
4 17 1.5
Asumsi penelitian Keju dapat ditambahkan pada proses pembuatan tempe
1.6
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah mengetahui pengaruh lama fermentasi
terhadap nilai nutrisi dan sifat organoleptis pada tempe keju. Lama fermentasi yang diamati mulai dari 36 jam, 48 jam, 60 jam dan 72 jam, sebagai kontrol digunakan tempe yang tidak diberi penambahan keju. Nilai nutrisi yang diuji merupakan makronutrien yaitu kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak. Di uji pula kadar air, kadar abu, kadar serat kasar. Sifat organoleptik yang diuji meliputi rasa, aroma, warna dan tekstur. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak dilakukan pengujian terhadap nilai nutrisi mikronutriennya meliputi kadar vitamin dan kadar mineral.
1.7
Definisi istilah
1. Tempe adalah salah satu produk olahan kedelai yang terbentuk atas peran ragi tempe melalui proses fermentasi. Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Jenis kedelai kuning yang digunakan adalah (Glysine max). 2. Keju adalah salah satu bahan makanan yang dibuat dengan cara menggumpalkan protein susu sapi dengan pertolongan enzim renin. Enzim renin dapat diperoleh dalam bentuk renet. 3. Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang disebabkan oleh enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase. 17
18 5
4. Tempe keju adalah produk baru tempe dengan penambahan keju pada proses fermentasinya. 5. Nilai nutrisi adalah nilai yang menyatakan jumlah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. 6. Sifat organoleptik adalah sifat-sifat dari tempe yang diukur menggunakan indera manusia, melalui uji pembeda dan kesukaan. 7. Cita rasa adalah suatu rangsangan yang timbul terhadap tempe setelah kita mengetahui dengan alat indera, meliputi tekstur, warna, rasa dan aroma.
18
19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 2.1.1
Tempe Sejarah dan Perkembangan Tempe Kata tempe bila dikaji lebih lanjut nampaknya berasal dari bahasa Jawa
kuno, bukan berasal dari bahasa Cina. Pada jaman Jawa kuno terdapat nama makanan yang dibuat dari tepung sagu yang berwarna putih yang disebut tumpi. Tempe juga berwarna putih dan nampaknya ada kemiripan antara makanan tumpi dan tempe tersebut apabila ditinjau berdasarkan atas warnanya (Soetrisno, 1996 : 27). Belum jelas kapan pembuatan tempe dimulai. Namum demikian, rujukan pertama mengenai tempe ditentukan pada tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa. Bahkan dalam manuskrip Serat Chentini yang ditulis pada abad ke 16 telah ditemuakan kata tempe. Hal ini menunjukkan bahwa makanan tradisional ini sudah dikenal berabad-abad yang lalu, terutama dalam tatanama budaya makanan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Sebagian besar mengatakan pembuatan tempe diawali semasa era tanam paksa. Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda pada tahun 1895. Prinsen Geerlings (ahli kimia dan mikrobiologi dari Belanda) melakukan usaha pertama kali untuk mengidentifikasi kapang tempe (Deliani, 2008 : 5). 2.1.2
Khasiat dan Kandungan Gizi Tempe Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang populer di Indonesia, dibuat
dari kacang-kacangan yang diinokulasi dengan jamur Rhizopus oligosporus sehingga membentuk padatan kompak berwarna putih. Warna putih disebabkan 19 6
20 7
adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh miselia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus Sp. merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh (Deliani, 2008 : 6). Enzim-enzim yang dihasilkan kapang selama fermentasi kedelai menjadi tempe menimbulkan perubahan pada protein, lemak, dan karbohidrat. Selama fermentasi sebagian besar lemak kedelai diuraikan ditandai dengan meningkatnya asam lemak bebas. Karbohidrat yang berupa disakarida (stakhiosa dan raffinosa) juga diuraikan, sehingga tidak terjadi lagi penguraian karbohidrat ini dalam perut yang disertai pembentukan gas, dengan akibat sering kentut. Kapang juga menghasilkan enzim fitase yang menguraikan asam fitat, membebaskan fosfor dan biotin sehingga dapat dimanfaatkan tubuh. Dengan hilangnya asam fitat, penyerapan mineral yang terganggu asam fitat pun menjadi lebih baik. Beberapa jenis bakteri yang secara tidak sengaja terikutkan ke dalam proses fermentasi ternyata memproduksi beberapa jenis vitamin B. Kadar protein di dalam kedelai tidak banyak berubah karena fermentasi. Jumlah nitrogen terlarut meningkat 0,5-2,5%. Beberapa asam amino meningkat kadarnya, yang lain menurun. Peningkatan atau penurunan kadar asam amino berkisar antara 5-10%. Jumlah asam amino bebas meningkat. Aktifitas enzim lipolitik mencerna lemak 20
21 8
pada kedelai menjadi asam-asam lemak bebas. Asam lemak bebas di dalam kedelai rebus berjumlah 0,5% meningkat menjadi 21% di dalam tempe. Lemak kedelai terdiri dari asam palmitat, asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Kadar asam linoleat paling tinggi. Pada kedelai rebus asam linoleat dan asam linolenat bebas tidak diketemukan (0g/100g) meningkat masing-masing menjadi 2,5g dan 0,3g per 100g setelah fermentasi 24jam. Kadar zat gizi tempe protein didapatkan 20,7g/100g, lemak didapatkan 8,8g/100g, karbohidrat 13,5g/100g (Soetrisno, 1996). Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein serta skor proteinnya.
2.2
Ragi Tempe Dalam pembuatan tempe dikenal beberapa macam ragi atau laru tempe
yang digunakan dalam proses fermentasi yang menghasilkan tempe dengan kualitas tinggi. Secara tradisional para pengrajin membuat laru tempe dengan menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe tersebut diiris tipis, dikeringkan, digiling menjadi bubuk halus dan hasilnya digunakan sebagai bahan inokulum dalam proses fermentasi. Laru lain yang sering dipakai adalah miselium kapang yang tumbuh dipermukaan tempe. Salah satu macam laru Jawa Tengah disebut usar, dibuat dengan cara membiarkan spora kapang dari udara tumbuh pada kedelai matang, yang ditaruh antara lapis daun waru dan daun jati atau daun
21
22 9
pisang bekas pembungkus tempe. Setelah itu diremas-remas lalu dicampurkan kedalam biji kedelai yang hendak dilakukan peragian. Miselium dari Rhizopus oryzae lebih panjang daripada Rhizopus oligosporus, sehingga tempe yang dihasilkannya tampak lebih padat dan kompak. Akan tetapi jika tempe yang akan diproduksi lebih diutamakan nilai gizinya maka Rhizopus oligosporus memegang peranan penting. Hal ini disebabkan karena selama fermentasi berlangsung Rhizopus oligosporus mensintesa lebih banyak enzim protease, sedangkan Rhizopus oryzae mensintesa lebih banyak enzim amylase. Dalam tempe kedua spesies ini sebaiknya dicampur dengan proporsi Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus 1 : 2 (Fahriyah, 2004).
2.3
Keju
2.3.1 Sejarah dan Perkembangan Keju Asal mula keju diawali dengan seorang penggembala sapi yang menemukan susu yang disimpannya dalam tas kulit kambing, membeku dan terfermentasi ketika tertinggal di gua. Seorang pria lapar memakan gumpalan susu tersebut dan menyukai rasanya. Sejak itu susu sengaja difermentasi untuk menghasilkan makanan yang sekarang dikenal dengan nama keju. Dahulu kala para petani menyimpan sisa susu dan membiarkannya menggumpal. Setelah itu, gumpalan keju dipukul-pukul menggunakan tangkai pohon, dibungkus, dan ditindih dengan batu sambil dibiarkan menjadi kering di terik matahari. Untuk memberi rasa, keju kemudian diperciki dengan garam. Keju yang diambil dari bahasa Portugis “queijo” adalah sebuah makanan yang dibuat dari susu. Susu yang seringkali dipakai yaitu susu sapi. Selain itu susu 22
23 10
kambing, kedelai, kuda dan unta juga dapat dijadikan bahan pembuat keju. Keju dibuat dari susu dengan menghilangkan kandungan airnya dan memberinya alat untuk fermentasi. Keju banyak mengandung protein, kalsium, fosfor dan lemak. Belanda adalah
salah satu produsen keju tersebar di dunia. Jenis-jenis keju
Belanda yang terkenal berasal dari Gouda, Edam, dan Leiden. (Winarno, dkk, 2007 : 93) 2.3.2 Kandungan Gizi Keju Keju dibuat dengan cara menggumpalkan protein susu dengan pertolongan enzim renin. Enzim renin dapat diperoleh dalam bentuk renet. Dispersi koloidal kalsium fosfokaseinat dapat diganggu dan dirusak oleh enzim renin. Karena kerja enzim tersebut terjadilah penggumpalan gel atau tahu susu. Sebetulnya yang menyebabkan penggumpalan adalah adanya ion kalsium sehingga terjadi endapan kalsium kaseinat. Suhu susu untuk penggumpalan adalah sangat kritis bila susu ditambah renin. Bila suhu susu di bawah 15oC, penggumpalan tidak dapat terjadi. Bila lebih dari 60oC, enzim menjadi tidak aktif. Suhu optimumnya adalah 40oC. susu yang digumpalkan oleh renin tidak boleh dipanaskan terlalu lama, susu yang terlalu tinggi akan menyebabkan perubahan disposisi ion kalsium dalam susu, dan ion kalsium tersebut harus bereaksi dengan protein bila gel atau endapan diinginkan kembali. Sekali susu pernah mendidih, meskipun telah didinginkan kembali ke suhu optimal, gel yang terjadi sangat lemah. Keju mengandung vitamin A, B dan D, serta berbagai mineral penting bagi tubuh kita, seperti phospor dan kalsium. Vitamin D dan kalsium membuat tulang menjadi lebih kuat sehingga terhindar dari decalcification, suatu penyakit 23
1124 yang umumnya terjadi pada usia lanjut dan dapat menyebabkan keretakan tulang. Konsumsi keju yang dianjurkan yaitu 100g keju setiap hari cukup untuk mendapatkan mineral penting yang dibutuhkan tubuh. Dalam 70g keju mengandung jumlah protein yang sama dengan 100g daging. Keju mudah dicerna karena protein dan lemak yang terkandung di dalamnya telah dipecah oleh bakteri selama proses pembuatan. Keju merupakan makanan yang mengandung konsentrat nutrisi. Kandungan gizinya sangat baik untuk anak-anak yang ada dalam masa pertumbuhan. Pada keju keras, seperti Cheddar, setiap 100g menyuplai 36% protein, 80% kalsium, 34% lemak dari total kebutuhan gizi yang direkomendasikan per harinya. Konversi susu menjadi keju memberikan keuntungan tersendiri karena sebagian besar lemak dan proteinnya telah dicerna oleh enzim dalam proses pembuatan keju sehingga lebih mudah diterima oleh sistem pencernaan manusia (Winarno, 2007). 2.3.3 Jenis-jenis Keju Keju dapat dibuat dari berbagai jenis susu, mulai dari susu utuh, cream, skim, dan whey. Meskipun sebagian besar keju dibuat dengan renin, beberapa keju seperti cream cheese dan cottage cheese, dibuat dengan menambahkan asam pada susu. Faktor lain yang turut menentukan jenis keju adalah keterlibatan mikroba dan apakah keju-keju tersebut diperam atau tidak. Kondisi pemeraman yaitu suhu, kelengasan, serta waktu pemeraman sangat menentukan jenis dan mutu keju. Dari tekstur keju dapat dibedakan menjadi keju yang empuk, semi lunak, keras sampai sangat keras, malahan dapat ditemui bentuk yang telah diparut 24
25 12
(gratting). Tekstur keju banyak dipengaruhi oleh kadar air dan waktu pemeraman. Berikut ini diberikan beberapa contoh jenis keju : 1. Keju yang tidak mengalami pemeraman (unripened cheese), yaitu keju yang langsung dapat dimakan segera setelah selesai dibuat. Contohnya cottage cheese (80% kadar air), cream cheese (65% kadar air). Beberapa bahan dapat ditambahkan, seperti tragacanth, gum, asal tidak > 0,5% 2. Keju empuk yang diperam (Soft ripened cheese). Contohnya yang terkenal adalah Limberger yang baunya menusuk hidung, Camembert, dan Brie. Semuanya mempunyai kadar air sekitar 50%. Ketiganya diperam dengan penambahan
mikroba
pada
bagian
permukaan.
Limberger
dengan
menggunakan ragi dan bakteri, sedangkan dua lainnya dengan kacang putih hijau dan jenis bakteri tertentu. 3. Keju semi lunak dan terperam (semi soft ripened cheese). Jenis keju ini mempunyai kadar air 35% sampai 45%. Jenis keju ini antara lain adalah Bel paese, Brick, dan Muenster yang diperam dengan pertolongan bakteri, Roquefort, Giogonzola, dan Tilton adalah jenis keju yang diperam dengan pertolongan kapang biru dan bakteri. Rasanya yang unik diakibatkan oleh pemecahan asam lemak (kaproat, kaprilat, dan kaprat) 4. Keju keras dan terperam (hard ripened cheese). Biasanya diperam dengan pertolongan bakteri, misalnya, Cheddar, Edam, Gouda, Gruyere, dan Swiss. Adanya lubang-lubang pada keju swiss disebabkan karena terbentuknya gas oleh bakteri selama proses pemeraman. Keju-keju yang sangat keras, contohnya Sop, Sogo, dan Romano, yang memiliki kadar air sangat rendah (Winarno, 2007). 25
26 13
2.3.4 Cara Pembuatan Keju Susu diasamkan dan dibiarkan menggumpal. Kemudian cairan dan bagian menggumpal tadi dipisahkan. Bagian yang menggumpal harus dikeringkan dan dicetak dalam cetakan sampai benar-benar kering. Lama pengeringan sangat variatif, tergantung pada temperatur dan kelembaban udara. Itu yang mengakibatkan hasil keju sering berbeda-beda dari segi tekstur, warna, dan keharuman. Tetapi ini tentu hanya berlaku pada keju yang dibuat secara tradisional, bukan yang diolah di pabrik dengan peralatan modern. Di dunia terdapat beragam jenis keju. Seluruhnya memiliki prinsip dasar yang sama dalam proses pembuatannya, yaitu : Pertama, dilakukan pasteurisasi susu dengan pemanasan susu pada suhu 70oC, untuk membunuh seluruh bakteri patogen. Kedua, pengasaman susu yang bertujuan agar enzim rennet dapat bekerja optimal. Pengasaman dapat dilakukan dengan penambahan lemon jus, asam tartrat, cuka, atau bakteri Streptococcus lactis. Proses fermentasi oleh Streptococcus lactis akan mengubah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat sehingga derajat keasaman (pH) susu menjadi rendah dan rennet efektif bekerja. Tahap selanjutnya adalah penambahan enzim rennet. Rennet memiliki daya kerja yang kuat, dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Perbandingan antara rennet dan susu adalah 1 : 5.000. Kurang lebih 30menit setelah penambahan rennet ke dalam susu yang asam, maka terbentuklah curd. Bila temperatur sistem dipertahankan 40oC, akan membentuk curd yang padat. Kemudian dilakukan pemisahan curd dari whey. Pemisahan ini dilakukan dengan cara mengepres curd sehingga whey yang terbentuk cair benar-benar terpisah.
26
27 14
Salah satu proses yang cukup kritis adalah pemisahan antara whey dan keju. Keju merupakan produk olahan susu yang bernilai ekonomi tinggi. Proses pemisahan keju ini melibatkan rennet yang bisa berasal dari lambung anak sapi, babi, atau produk mikrobial. Setelah keju dipisahkan, masih ada produk lain, yaitu whey. Whey ini masih mengandung laktosa tinggi, sehingga sering digunakan dalam produk-produk susu olahan atau susu formula. Tahap terakhir yaitu pematang keju (ripening). Untuk menghasilkan keju yang berkualitas, dilakukan proses pematang dengan cara menyimpan keju selama periode tertentu. Dalam proses ini, mikroba mengubah komposisi curd, sehingga menghasilkan keju dengan rasa, aroma, dan tekstur yang spesifik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi penyimpangan seperti temperatur dan kelembaban udara di ruang tempat pematangan. Dalam beberapa jenis keju, bakteri dapat mengeluarkan gelembung udara sehingga dihasilkan keju yang berlubang-lubang (Winarno, 2007).
2.4
Sejarah Fermentasi Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang
disebabkan oleh enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase. Bahan pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme. Kapang tempe bersifat aerob obligat membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, sehingga apabila dalam proses fermentasi itu kurang oksigen maka pertumbuhan kapang akan terhambat dan proses fermentasinya pun tidak berjalan lancar. Oleh karena itu, pada pembungkus tempe biasanya dilakukan 27
28 15
penusukan dengan lidi yang bertujuan agar oksigen dapat masuk dalam bahan tempe. Sebaiknya jika dalam proses fermentasinya kelebihan oksigen, dapat menyebabkan proses metabolismenya terlalu cepat sehingga suhu naik dan pertumbuhan kapang terhambat. Fermentasi merupakan suatu proses metabolisme yang menghasilkan produk-produk pecahan baru dan substrat organik karena adanya aktivitas atau kegiatan mikroba. Fermentasi kedelai menjadi tempe oleh R. Oligosporus terjadi pada kondisi anaerob. Hasil fermentasi tergantung pada fungsi bahan pangan atau substrat
mikroba
dan
kondisi
sekelilingnya
yang
memperngaruhi
pertumbuhannya. Dengan adanya fermentasi dapat menyebabkan beberapa perubahan sifat kedelai tersebut. Senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat. Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena pelepasan amonia. Dalam proses fermentasi tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah keping – keping biji kedelai yang telah direbus, mikroorganismenya berupa kapang tempe Rhizopus. oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat kombinasi dua spesies atau tiga - tiganya), dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30o C, pH awal 6,8 serta kelembaban nisbi 70 – 80 %. Dengan adanya proses fermentasi itu kedelai yang dibuat tempe rasanya menjadi enak dan 28
29 16
nutrisinya lebih mudah dicerna tubuh dibandingkan kedelai yang dimakan tanpa mengalami fermentasi. Keuntungan lain dengan dibuat tempe adalah bau langu hilang serta cita rasa dan aroma kedelai bertambah sedap. Proses fermentasi tempe dapat dibedakan menjadi tiga fase, yaitu : 1. Fase Pertumbuhan Cepat (0-30 Jam Fermentasi) Terjadi penaikan jumlah asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama semakin lebat sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak. 2. Fase Transisi (30-50 Jam Fermentasi) Merupakan fase optimal fermentasi tempe dimana tempe siap dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih kompak. 3. Fase Pembusukan Atau Fermentasi Lanjut (50-90 Jam Fermentasi). Terjadi penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun, dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi perubahan flavor karena degradasi protein lanjut yang membentuk amonia (Dinda, 2008). Proses fermentasi yang melibatkan kemampuan mikrobia sesuai dengan kondisi proses dan hasilnya, terbagi dalam bentuk : 1. Proses fermentasi secara alkoholik, jika hasilnya diperoleh alkohol. Misalnya dalam pembuatan beberapa jenis minuman.
29
30 17
2. Proses fermentasi secara non alkoholik, tidak diperoleh alkohol, tetapi berbentuk asam organik, vitamin, asam amino, dan sebagainya, misalnya pembuatan tempe, kecap, oncom (Astuti, 2009). 2.4.1 Reaksi Fermentasi Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal (Deliani, 2009 : 29). Untuk memperoleh hasil fermentasi yang optimum, persyaratan untuk pertumbuhan ragi harus diperhatikan, yaitu : 1. pH dan kadar karbohidrat dari subtrat 2. Temperatur selama fermentasi 3. Kemurnian dari ragi itu sendiri (Simbolon, 2008 : 35) Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan (Deliani, 2009 : 29). Persamaan Reaksi Kimia: C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan : 118 kJ per mol) Dijabarkan sebagai : Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP) 30
31 18
Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan (Deliani, 2009 : 29). 2.4.2 Kurva Pertumbuhan
Gambar 2.1 Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme 1. Fase Lag Fase dimana bakteri beradapatasi dengan lingkungannya dan mulai bertambah sedikit demi sedikit. 2. Fase Eksponensial Fase dimana pembiakan bakteri berlangsung paling cepat.
Jika ingin
mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokulum.
31
32 19
3. Fase Stasioner Fase dimana jumlah bakteri yang berkembang biak sama dengan jumlah bakteri yang mengalami kematian. 4. Fase Penurunan Populasi atau Fase Kematian Fase dimana jumlah bakteri yang mati semakin banyak, melebihi jumlah bakteri yang berkembang biak. 2.4.3 Fermentasi Tempe Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kalangan kelompok. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan. Namun demikian yang biasa dikenal sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari kedelai. Melalui proses fermentasi, kedelai menjadi lebih enak dan meningkatkan nilai nutrisinya. Rasa dan aroma kedelai memang berubah sama sekali setelah menjadi tempe. Tempe yang masih baru (baik) memiliki rasa dan bau yang spesifik. Bau dan rasa khas tempe ini tidak mudah dideskripsikan, tetapi dapat dimengerti dan dihayati bagi masyrakat yang telah lama mengenal tempe. Fermentasi tempe mampu menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan yang terdapat pada kedelai. Kandungan protein dalam tempe dapat disejajarkan dengandaging. Dengan demikian tempe dapat menggantikan daging dalam susunan menu yang seimbang (Deliani, 2009 : 30) Mekanisme Pembentukan Tempe : 1. Perkecambahan Spora Perkecambahan rhizopus oligosporus berlangsung melalui dua tahapan yang amat jelas, yaitu pembengkakan dan penonjolan keluar tabung kecambah. 32
33 20
Kondisi optimal perkecambahan adalah suhu 42oC dan pH 4,0. Beberapa senyawa karbohidrat tertentu diperlukan agar awal pembengkakan spora ini dapat terjadi. Pembengkakan tersebut diikuti dengan penonjolan keluar tabung kecambahnya, bila tersedia sumber-sumber karbon dan nitrogen dari luar. Senyawa-senyawa yang dapat menjadi pendorong terbaik agar terjadi proses perkecambahan adalah asam amino dan senyawa gula glukosa annosa, xilosa. 2. Proses Miselia Menembus Jaringan Biji Kedelai Proses fermentase hifa jamur tempe dengan menembus biji kedelai yang keras itu dan tumbuh dengan mengambil makanan dari biji kedelai. Karena penetrasi dinding sel biji tidak rusak meskipun sisi selnya dirombak dan diambil. Rentang kedalaman penetrasi miselia kedalam biji melalui sisi luar kepiting biji yang cembung, dan hanya pada permukaan saja dengan sedikit penetrasi miselia, menerobos kedalam lapisan sel melalui sela-sela dibawahnya. Konsep tersebut didukung adanya gambar foto mikrograf dari beberapa tahapan terganggunya sel biji kedelai oleh miselia tidak lebih dari 2 lapisan sel. Sedangkan perubahan kimiawi seterusnya dalam biji terjadi oleh aktifitas enzim ekstraseluler yang diproduksi / dilepas ujung miselia. 2.4.4 Perubahan Yang Terjadi Selama Fermentasi Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikrobia penyebab fermentasi pada subtract organic yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat pangan, sebagai akibat pemecahan kandungankandungan bahan pangan tersebut. Hasil-hasil fermentasi tersebut terutama tergantung kepada jenis bahan pangan (subtrat), macam mikorbia dan kondisi
33
34 21
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme tersebut (Winarno,1980). Makanan yang mengalami fementasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Hal ini tidak hanya disebabkan karena mikrobia bersifat katabolic atau memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna, tetap juga dapat mensintesa beberapa vitamin yang kompleks dan factor-faktor pertumbuhan lainnya, misalnya produksi dari beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B12 dan provitamin A (winarno, 1980) 1. Perubahan Kimia Protein Adanya enzim proteolitik menyebabkan degradasi protein kedelai menjadi asam amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 % menjadi 2,5 %. Degradasi protein ini juga menyebabkan peningkatan pH. Nilai pH tempe yang baik berkisar antara 6,3 – 6,5. Kedelai yang telah terfermentasi menjadi tempe akan mudah dicerna karena banyak bahan yang mudah larut. Bau langunya juga hilang. Aktivitas protease terdeteksi setelah pertumbuhan hifa kapang masih relative sedikit.
fermentasi 12
jam ketika
Hanya 5 % dari hidrolisis
protein yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi. Sisanya terakumulasi dalam bentuk pertida dan asam amino. Asam amino mengalami perubahan dari 1,02 menjadi 50,95 setelah fermentasi 48 jam. Proses perendaman dan pemasakan juga mempengaruhi hilangnya protein. Selama perendaman protein turun sebanyak 1,4% (Nurhidayat, 2006).
34
35 22
Selama fermentasi kandungan protein kasar hanya sedikit yang berubah, tetapi kelarutannya meningkat menjadi kira-kira 50 %. Suhu meningkat selama fermentasi dan akan menurun jika pertumbuhan jamur terhenti, pH meningkat, mungkin disebabkan oleh penurunan protein (Deliani, 2009). 2. Perubahan Kimia Lemak Kapang akan menguraikan sebagian besar lemak dalam kedelai selama fermentasi. Pembebasan asam lemak ditandai dengan meningkatnya angka asam 50-70 kali sebelum fermentasi. Lemak dalam tempe tidak mengandung kolesterol. Lemak dalam tempe juga tahan terhadap ketengikan karena adanya antioksidan alami yang dihasilkan oleh kapang. Antioksidan tersebut adalah genestein, deidzein, dan 6,7,4 trihidroksi isoflavon. Enzim lipase memulai aktivitasnya diawal fermentasi yang ditandai dengan meningkatnya asam lemak bebas yang terdeteksi setelah 12 jam fermentasi. Monogliserida sebagai hasil perombakan lipase mencapai 80 % pada akhir fermentasi tempe (Deliani, 2009). Kapang tempe mempunyai aktivitas lipopolitik yang kuat
dan
menghidrolisis lemak sepertiga lemak netral dalam kedelai selama 72 jam fermentasi. Lemak netral dalam kacang kedelai mengandung asam palmitat, stearat, oleat, linoleat dan asam linolenat, dimana asam linolenat terdapat paling banyak. Asam lemak kedelai selama fermentasi dalam proporsi yang sama seperti yang terdapat dalam kacang kedelai rebus, kecuali penurunan sebesar 40 % dari asam linolenat.
35
36 23
Selama fermentasi terjadi hidrolisis lemak kira-kira 35 %. Sepertiga dari total lemak dihidrolisis oleh jamur setelah 64 jam fermentasi, 40 % dari asam linoleat digunakan oleh jamur. Adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna didalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai.
2.5
Makronutrien Adalah zat gizi (nutrien) yang memberikan energi bagi tubuh yang
diperlukan tubuh dalam jumlah besar (makro = besar) untuk bertahan hidup. Jenis-jenis Makronutrien, yaitu : 1.
Karbohidrat
2.
Protein
3.
Lemak
2.5.1 Kandungan Energi Makronutrien Karbohidrat, protein, dan lemak masing-masing memberikan energi dalam jumlah berbeda. Karbohidrat memberikan energi sekitar 4 kalori / gram. Protein memberikan energi sekitar 4 kalori / gram. Lemak memberikan energi sekitar 9 kalori / gram. 2.5.2 Karbohidrat Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan nama sekelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda, meski terdapat persamaanpersamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Semua karbohidrat terdiri atas unsur
36
37 24
Carbon (C), Hidrogen (H) dan oksigen (O), yang pada umumnya mempunyai rumus kimia C8(H2O)nKarbohidrat yang terdapat dalam makanan pada umumnya ada tiga jenis yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida dan disakarida terasa manis, sedangkan polisakarida tidak mempunyai rasa (tawar). Didalam bahan makanan nabati terdapat dua jenis polisakarida, yaitu yang dapat dicerna dan yang tidak dapat dicerna. Yang dapat dicerna ialah zat tepung (amylum) dan dekstrin, sedangkan yang tidak dapat dicerna adalah selulosa, pentosa dan galaktan. Sumber utama dalam makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hanya sedikit saja yang termasuk bahan makanan hewani. Di dalam tumbuhan karbohidrat mempunyai dua fungsi utama, ialah sebagai simpanan energi dan sebagai penguat struktur tumbuhan tersebut, sedangkan yang merupakan sumber energi terutama terdapat dalam bentuk zat tepung (amylum) dan zat gula (monosakarida dan disakarida). Timbunan zat tepung terdapat dalam biji, akar dan batang. Gula terdapat dalam daging buah atau didalam cairan tumbuhan di dalam batang (tebu). Karbohidrat nabati didalam makanan manusia terutama berasal dari timbunan yaitu biji, batang, dan akar. Sumber yang kaya akan karbohidrat umumnya termasuk bahan makanan pokok. Bahan makanan pokok biasanya merupakan sumber utama karbohidrat karena selain tinggi kadar amylumnya, juga dapat dimakan dalam jumlah besar oleh seseorang tanpa menimbulkan keluhan (misalnya merasa mual). Bahan makanan pokok di Indonesia dapat berupa beras (serealia), akar dan umbi-umbian, serta ekstrak tepung seperti sagu. 37
38 25
Kacang-kacangan juga mengandung banyak karbohidrat tetapi biasanya tidak sanggup dikonsumsi dalam jumlah besar karena memberikan keluhankeluhan, seperti banyak kentut, rasa berat diperut dan sebagainya. Buah-buahan juga banyak yang tinggi kandungan karbohidrat seperti pisang, nangka, durian, sawo, dan sebagainya (Hayati, 2009). Pati adalah timbunan karbohidrat pada tanaman yang terdiri dari dua macam molekul, sebagian kecil berupa amilosa dan bagian terbanyak berupa amilopektin. Amilopektin mempunyai struktur mirip glikogen, tetapi dengan percabangan yang lebih sedikit. Pati merupakan sumber energi utama makanan manusia. (Hayati, 2009 : 29). 2.5.2.1 Analisis Karbohidrat Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (Proximate analysis) atau yang disebut Carbohydrate by Difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan, sebagai berikut : % Karbohidrat = 100% - % (Protein + Lemak + Abu + Air + Serat Kasar) Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan kadar karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar (Hayati, 2009 : 31). 2.5.3 Protein Protein mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen, akan tetapi selain juga berisi nitrogen. Protein merupakan molekul sangat besar, terbentuk dari banyak asam amino yang terikat bersama. 38
26 39 Protein tumbuhan sangat beragam. Protein dapat diperoleh dari daun, serealia, biji-minyak, dan biji-bijian. Protein biji serealia pada umumnya berkandungan lisina rendah. Protein kacang tanah kandungan lisina, triptopan, metionina, dan treoninanya yang rendah. Perbaikan niali gizi sangat besar kadangkadang dapat dicapai dengan pencampuran berbagai produk. Nilai biologis bahan pangan kering tergantung pada metode pengeringan. Pemanasan yang terlalu lama pada suhu tinggi dapat mengakibatkan protein menjadi berkurang dalam makanan. Perlakuan suhu rendah terhadap protein dapat menaikkan daya cerna protein dibandingkan bahan aslinya (Hayati, 2009 : 31). 2.5.3.1 Analisis Protein Penerapan jumlah protein dalam makanan umumnya dilakukan secara konvensional, yaitu melalui penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan. Penentuan dengan cara langsung atau absolut, misalnya dengan pemisahan, pemurnian atau penimbangan protein, akan memberikan hasil yang lebih tepat tetapi sangat sukar, membutuhkan waktu lama, keterampilan tinggi dan mahal. Penaraan jumlah nitrogen (N) yang dikandungan oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldhal, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Dasar penentuan protein Kjeldhal ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung N rata-rata 16% (dalam protein murni). Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N nya, maka angka yang lebih tepat dapat
39
40 27
dipakai. Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui maka jumlah protein dapat dihitung dengan : Jumlah N x 100/16 atau Jumlah N x 6,25 Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang lebih diketahui komposisi unsur-unsurnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25 inilah yang dipakai. Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat maka faktor perkalian yang lebih tepatlah yang dipakai (Hayati, 2009 : 32). Analisis protein Kjeldhal pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi. 1. Tahap Destruksi Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsur. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. sedangkan nitrogen (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Asam sulfat yang dipergunakan diperhitungkan adanya bahan protein, lemak dan karbohidrat. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1) yaitu tablet kjeldhal. Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370-410oC 2. Tahap Destilasi Pada tahap ini ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar suapaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung 40
41 28
gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standart. Asam standart yang dipakai adalah asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya MM+MB 3. Tahap Titrasi Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standart (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30detik bila menggunakan indiaktor PP. Selisih jumlah titasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen. ml NaOH (blanko - sampel) x N NaOH x 14,008 x 100 %
%N= Berat sampel (g) x 1000
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen. ml (sampel - blanko) x N HCl x 14,008 x 100 %
%N= Berat sampel (g) x 1000
Setelah diperoleh % N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor (Sudarmadji, 1989 : 142). 41
42 29
Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada prosentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan. Besarnya faktor perkalian untuk beberapa bahan disajikan pada tabel : Tabel 2.1 Faktor Perkalian Nitrogen Beberapa Bahan Macam Bahan
Faktor Perkalian
Bir, Sirup, Biji-bijian, Ragi 6,25 Buah-Buahan, Teh, Anggur, Malt 6,25 Makanan Ternak 6,25 Beras 5,95 Roti, Gandum, Makaroni, Mie 5,70 Kacang Tanah 5,46 Kedelai 5,75 Kenari 5,18 Susu 6,38 Gelatin 5,55 Sumber : Sudarmadji, 1996 : 144 2.5.4 Lemak Lemak sebagai bahan atau sumber pembentuk energi di dalam tubuh, yang dihasilkan tiap gram karbohidrat dan protein, tiap gram lemak menghasilkan 9 kalori, 1 gram karbohidrat dan protein menghasilkan 4 kalori. Jadi yang dihasilkan tiap gram lemak adalah “dua seperempat kali” kali yangdihasilkan tiap gram kedua bahan atau sumber pembentuk energi lainnya. Zat lemak di dalam tubuh terbentuk dari berbagai bahan makanan yang biasa dikonsumsi tiap harinya, untuk menentukan angka energi dari tiap harinya. Kandungan unsur-unsur pada lemak yaitu unsur-unsur organik karbon, oksigen dan hidrogen terikat dalam satu ikatan, disebut ikatan gliserida, kandungan unsur-unsur tersebut terdapat pula dalam karbohidrat dan protein. Apakah lemak itu merupakan lemak sederhana atau lemak campuran macam asam lemak yang dikandungnya itu mempengaruhi sifat fisik dan kimiawinya, sedangkan sifat fisik lemak itu adalah sangat penting karena mempengaruhi 42
43 30
proses pemanfaatn lemak di dalam tubuh. Sebagai contoh dari sangat pentingnya sifat lemak itu sehubungan dengan pengaruhnya terhadap proses pemanfaatn lemak di dalam tubuh. Jika sekiranya lemak yang diterima tubuh merupakan lemak yang sudah teremulsi, maka lemak tersebut akan lebih mudah dicerna dibanding lemak yang tidak teremulsi (Hayati, 2009 : 34). 2.5.5 Abu Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Sudarmadji, 1997). Semakin tinggi kadar abu maka semakin tinggi pula mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Namun kadar abu yang tinggi berpengaruh buruk terhadap mutu produk karena cenderung berwarna gelap. Oleh karena itu, pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam tempe keju yang juga berpengaruh terhadap warna dan tekstur dati tempe keju. 2.5.6 Air Air dalam produk pangan mempengaruhi sifat tesktural produk tersebut. Kandungan air mempengaruhi pembentukan tekstur dalam produk bahan pangan, produk yang memiliki kadar air tinggi memiliki sifat yang basah, empuk, mudah dikunyah, sedangkan bahan pangan yang mempunyai kadar air rendah memiliki tekstur yang keras dan kering (Riskiadi, 2007). Air merupakan komponen terbesar dalam makanan dan kadar air makanan sangat berpengaruh terhadap kualitas makanan sebab menentukan tekstur, penampakan dan cita rasa makanan. Kadar air makanan juga mempengaruhi daya 43
44 31
tahan makanan terhadap serangan mikroba sehingga mempengaruhi daya simpannya. Daya simpan makanan dapat diperpanjang dengan mengurangi kadar airnya, yaitu dengan pengeringan. Kadar air makanan diukur dengan mengeringkan makanan di dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3 jam. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno, 1992).
2.6
Sifat Organoleptik Sifat Organoleptik adalah sifat dari bahan pangan yang dinilai dengan
menggunakan panca indra, merupakan penilaian yang bersifat subyektif. Penilaian cara ini banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Penilaian sifat organoleptik pada pembuatan tempe kedelai meliputi : 2.6.1 Warna Warna adalah kenampakan dari tempe dan diamati dengan indera penglihatan. Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya tergantung pada faktor mikrobiologis secara visual faktor-faktor penunjang yang lain. Selain sebagai faktor-faktor yang lain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna dapat juga digunakan sebagai indikator penentuan mutu, warna dapat digunakan sebagai indikator kematangan (Astuti, 2009 : 17). 2.6.2 Aroma Aroma adalah rangsangan yang dihasilkan oleh tempe kedelai yang diketehui dengan indera pembau. Indera pembau adalah instrumen yang paling 44
45 32
banyak berperan mengetahui aroma terhadap makanan. Dalam industri makanan pengujian terhadap bau dianggap karena dengan cepat dapat memberikan hasil penelitian terhadap suatu produk. Dalam pengujian indrawi, bau lebih komplek dari pada rasa. Bau atau aroma akan mempercepat timbulnya rangsangan kelenjar air liur (Astuti, 2009 : 17). 2.6.3 Rasa Rasa adalah rangsangan yang dihasilkan oleh tempe setelah dimakan terutama dirasakan oleh indera pengecap sehingga dapat mengidentifikasinya. Instrumen yang paling berperan mengetahui rasa suatu bahan pangan adalah indera lidah. Dalam pengawasan mutu makanan, rasa termasuk komponen yang sangat penting untuk menentukan penerimaan konsumen. Meskipun rasa dapat dijadikan standar dalam penilaian mutu disisi lain rasa adalah suatu yang nilainya sangat relatif (Astuti, 2009 : 17).. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa, tetapi merupakan gabungan dari berbagai rasa secara terpadu sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh (Astuti, 2009 : 17). 2.6.4 Tekstur Tekstur adalah sifat kekompakan dari tempe yang diamati dengan indera peraba. Stabilitas emulsi merupakan faktor yang menentukan mutu tempe yang dihasilkan. Emulsi tempe yang stabil akan menghasilkan tekstur lunak atau kompak dan sifat irisan halus. Tekstur yang kompak pada tempe akan membuat produk tersebut lebih enak (Astuti, 2009 : 18).
45
46 33
2.7
Metode Pengujian Organoleptik Cara-cara pengujian organoleptik dapat digolongkan dalam beberapa
kelompok : 1. Kelompok Pengujian Pembedaan (Defferent Test) 2. Kelompok Pengujian Pemilihan/Penerimaan (Preference Test) 3. Kelompok Pengujian Skalar 4. Kelompok Pengujian Diskripsi
2.8
Daya Terima Daya terima seseorang terhadap suatu produk makanan tergantung pada
tingkat kesukaan, tempat tinggal dan kondisi kesehatan baik jasmaniah maupun rohaniyah. Sedangkan faktor kesukaan dari suatu produk makan berkaitan dengan bagaimana suatu produk dapat memberi daya tarik tersendiri, sehingga semakin baik daya terima seseorang, semakin tinggi tingkat kesukaan dan semakin tinggi tingkat kepuasan seseorang terhadap suatu produk. Salah satu cara yang dipakai untuk mengetahui daya terima seseorang terhadap suatu produk adalah dengan penelitian sifat-sifat organoleptik disebut juga penilaian dengan panca indera atau penilaian sensorik, kelebihan sensorik atau indera yang biasanya dipakai adalah penglihatan untuk warna, pembau untuk aroma, pencicip untuk rasa dan peraba untuk tekstur atau kenampakan (Astuti, 2009 : 19). Uji kesukaan merupakan salah satu uji yang mana panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapannya tentang kesukaan dan ketidaksukaan. Tingkattingkat kesukaan ini disebut orang orang sebagai skala hedonik, misalnya sangat
46
47 34
suka sekali, sangat suka, agak suka, suka, agak tidak suka, tidak suka dan sangat tidak suka (Astuti, 2009 : 19). Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut skala yang dikehendaki. Dalam analisanya skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan skala angka yang berurutan menurut tingkat kesukaan, adanya skala hedonik ini secara tidak langsung uji coba ini dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan. Untuk mengetahui diterima atau tidak diterima produk ini, diperlukan panelis untuk mewakili masyarakat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subyektif orang yang menjadi panel tersebut dinamakan panelis. Jenis-jenis panelis : 2.8.1 Panelis Perorangan Panelis perorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perorangan mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahasa yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan sangat baik. 2.8.2 Panelis terbatas Panelis terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bisa lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenali dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan dapat mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir. Keputusan diambil setelah berdiskusi diantara anggotanya.
47
35 48 2.8.3 Panelis terlatih Pencicip hanya berfungsi sebagai alat analisis terbatas pada kemampuan membedakan, panelis terlatih biasanya terdiri dari 15 sampai 25 orang yang mempunyai kepekaan yang cukup baik. Tingkat kepekaannya tidak setinggi panelis terbatas. Untuk menjadi panelis perlu didahului dengan seleksi dan 20 latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa sifat rangsangan, sehingga tidak perlu spesifik. Keputusan diambil setelah data diambil secara statistik. 2.8.4 Panelis agak terlatih Panelis terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk mengetahui sifat sensorik tertentu. Panelis agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji kepekaan lebih dahulu. Data yang sangat menyimpang tidak dapat digunakan. 2.8.5 Panelis tidak terlatih Panelis ini terdiri dari 25 orang awam yang dipilih berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. 2.8.6 Panelis konsumen Panelis ini terdiri dari 30-100 orang tergantung dari target pemasaran suatu komoditi. Panelis ini bersifat sangat umum dan tidak dapat ditemukan berdasarkan daerah atau kelompok tertentu 2.8.7 Panelis Anak-anak Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.
48
36 49 Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy yang sedang sedih, biasa atau tertawa. Keahlian seorang panelis biasanya diperoleh melalui pengalaman dan latihan yang lama. Dengan keahlian yang diperoleh itu merupakan bawaan sejak lahir, tetapi untuk mendapatkannya perlu latihan yang tekun dan terus-menerus
2.9
Analisis Ragam Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh lama fermentasi terhadap kadar
nutrisi tempe keju yaitu kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar serat kasar, kadar karbohidrat dan uji organoleptik, maka digunakan analisa variasi model tetap Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan uji dengan menggunakan statistika F dengan taraf signifikan 5% dan 1% Statistik F dihitung dengan rumus :
Dimana :
KT Perlakuan = Kuadrat Tengah Perlakuan KT Galat = Kuadrat Tengah Galat
Dengan ini maka hipotesa Ho dan Ha diuji : 1. Ho : X1 = X2 = X3 Bila tidak ada pengaruh lama fermentasi terhadap nilai nutrisi dan sifat organoleptisnya. 2. Ha = X1 ≠ X2 ≠ X3
49
50 37
Bila terdapat pengaruh lama fermentasi terhadap nilai nutrisi dan sifat organoleptisnya Ho diterima dan Ha ditolak jika F hitung ≤ F tabel Ho diterima dan Ha ditolak jika F hitung ≥ F tabel
2.10 Kerangka Teori Proses pembuatan tempe diawali dari pemilihan kedelai. Kedelai yang digunakan adalah kedelai dengan jenis super bean. Biji kedelai yang telah dibersihkan kemudian direbus dengan air hingga mendidih untuk mempermudah penghilangan kulit ari dari kedelai. Kedelai selanjutnya di kupas kulit arinya hingga bersih. Setelah kedelai bersih, direndam dengan air selama 12-24 jam. Proses perendaman ini bertujuan untuk pengasaman kedelai secara alami. Fungsi utama pengasaman adalah mendukung pertumbuhan bakteri pengasaman dan menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen dan pembusuk. Namun demikian, proses pengasaman alami yang dilakukan dengan perendaman kedelai dalam air selama semalam juga dapat menurunkan zat-zat inhibitor pertumbuhan kapang (Kuswanto, 2004) dan mempermudah pencernaan atau hidrolisis protein kedelai pada tahap fermentasi berikutnya (Hermana dan Karmini, 1996) Proses selanjutnya kedelai yang telah bersih kemudian dicuci kembali dan direbus kembali hingga matang. Setelah matang kedelai ditiriskan hingga permukaan kedelai kering dan air tidak menetes lagi dan dalam kondisi dingin. Proses perebusan kedelai sendiri bertujuan untuk membuat biji kedelai lebih lunak, sehingga proses penguraian oleh kapang Rhizopus oligosporus berjalan lebih mudah. Selain itu proses perebusan sendiri adalah upaya sterilisasi pada biji 50
51 38
kedelai. Kedelai yang telah dingin kemudian dicampurkan dengan ragi tempe hingga rata, kemudian ditambahkan keju sebanyak 15% dari berat kedelai dan dicampur hingga rata. Penambahan keju dimaksudkan untuk memperbaiki cita rasa dari tempe dan dapat meningkatkan kadar nutrisi makronutrien dan komponen penyusunannya dari tempe. Pada kondisi ini kedelai yang telah bercampur dengan ragi dan keju telah siap dikemas menggunakan kemasan plastik, kemudian dilakukan fermentasi. Fermentasi bertujuan mengubah kedelai menjadi tempe dengan bantuan kapang Rhizopus oligosporus, yang nantinya akan membentuk padatan kompak berwarna putih. Hal ini disebabkan karena miselia jamur yang menghubungkan tiap keping biji kedelai. Kedelai yang awalnya memiliki kandungan zat gizi yang cukup kompleks, tetapi setelah mengalami proses fermentasi zat-zat gizi tersebut akan diuraikan menjadi lebih sederhana sehingga mudah dicerna oleh tubuh. Seperti protein akan terurai menjadi asam-asam amino, lemak akan terurai menjadi asam lemak bebas namun bukan asam lemak bebas jenuh pemicu kolesterol, begitu pula karbohidrat pada kedelai yang berupa disakarida (stakhiosa dan raffinosa) akan terurai menjadi monosakarida, sehingga tidak terjadi lagi penguraian karbohidrat dalam perut yang disertai pembentukan gas dengan akibat sering kentut. Selain mempermudah proses pencernaan zat gizi dalam tubuh, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena 51
52 39
pelepasan amonia. Pelesapan amonia diakibatkan karena degradasi protein lanjut yang terjadi pada fase pembusukan atau fermentasi lanjut sekitar 50 jam – 90 jam fermentasi. Fermentasi pada 0 jam – 30 jam merupakan fase pertumbuhan dipercepat, karena terjadi kenaikan jumlah asam lemak bebas, kenaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lama semakin lebat sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak. Sedangkan pada fermentasi 30 jam – 50 jam merupakan fase optimal fermentasi tempe. Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih kompak (Hidayat, 2002) Pada penelitian tempe keju sebelumnya, diketahui bahwa tempe dengan penambahan keju 15% mempunyai peningkatan nilai nutrisi yang optimal. Namun tekstur tempe keju yang dihasilkan kurang kompak jika dibandingkan dengan tempe tanpa penambahan keju. Tekstur yang kurang kompak dapat disebabkan karena lama fermentasi pada penelitian tersebut hanya dilakukan selama 36 jam, sedangkan pada tempe tanpa penambahan keju dengan lama fermentasi sama sudah menghasilkan tempe dengan tekstur yang kompak. Jadi pada tempe keju dimungkinkan membutuhkan waktu fermentasi yang lebih lama. Berdasarkan teori bahwa lama fermentasi 30 jam – 50 jam merupakan fase optimal fermentasi tempe, jadi pada penelitian ini lama fermentasi dari tempe keju 15% divariasi dari 36 jam, 48 jam, 60 jam dan 72 jam, karena pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur 52
53 40
lebih kompak. Dengan adanya variasi lama fermentasi tempe keju 15%, diharapkan didapat sifat organoleptik dan nilai nutrisi yang baik.
2.11 Hipotesis Penelitian Adanya pengaruh lama fermentasi terhadap nilai nutrisi serta sifat organoleptis dari tempe keju.
53
54
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian Berdasarkan permasalahannya, penelitian ini termasuk dalam penelitian
eksperimental. Dengan mengetahui variasi lama fermentasi pada proses pembuatan tempe keju. Dalam melaksanakan penelitian dibagi dalam tiga tahap kerja. Tahap pertama persiapan yaitu mempersiapkan alat, bahan, dan sampel. Tahap kedua pelaksanaan, tahap ini merupakan proses pembuatan tempe keju. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, keju yang ditambahkan sebanyak 15% dari berat tempe. Kemudian dilakukan fermentasi, selanjutnya diamati lama fermentasi selama 36 jam, 48 jam, 60 jam dan 72 jam. Hasil dari lmasing-masing fermentasi yang diperoleh, selanjutnya di uji peningkatan nilai nutrisi, serta sifat organoleptisnya pada panelis anak – anak. Tahap ketiga yaitu tahap evaluasi yang meliputi pengolahan data, perhitungan, dan analisis data serta pembahasan dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian.
3.2
Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini populasinya adalah tempe keju 15% yang dibuat.
54 41
55 42
3.2.2 Sampel Cuplikan dari tempe keju 15% yang dilakukan fermentasi dengan variasi lama fermentasi 36, 48, 60, dan 72 jam. Kemudian dari masing-masing lama fermentasi akan dianalisis nilai nutrisi dan sifat organoleptisnya.
3.3
Lokasi dan Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan kegiatan ini dimulai pada pembuatan proposal
penelitian pada bulan November 2011 – Mei 2012. Seluruh kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan,
Putra
Indonesia
Malang,
sedangkan
untuk
pengujian
sifat
organoleptisnya dilaksanakan di SDN Jatimulyo III pada anak kelas 3.
3.4
Definisi Operasional Variabel Pada penelitian ini terdapat dua variabel, variabel bebas dan terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lama fermentasi tempe keju sedangkan variabel terikat adalah sifat organoleptik serta nilai gizi tempe keju.
55
56 43
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Formulasi
Nilai gizi
Sifat Organoleptik
Definisi Operasional Pencampuran bahan baku tempe berupa kedelai, ragi tempe dan keju hingga menjadi produk tempe. Nilai dari zat gizi makanan yang terdapat pada sampel Karbohidrat Protein Lemak Warna adalah kenampakan dari tempe dan diamati dengan indera penglihatan dan dikelompokkan menjadi 5 kategori.
Aroma adalah rangsangan yang dihasilkan oleh tempe kedelai yang diketahui dengan indra pembau dan dikelompokkan menjadi 5 kategori. Tekstur adalah sifat kekompakan dari tempe yang diamati dengan indera peraba dan dikelompokkan menjadi 5 kategori Rasa adalah rangsangan yang dihasilkan oleh tempe setelah dimakan terutama dirasakan oleh indera pengecap sehingga dapat mengidentifikasinya dan dikelompokkan menjadi 5 ketegori Daya terima adalah karakteristik yang membedakan antara produk satu dengan produk yang lain dengan melihat tingkat kesukaan panelis terhadap tempe kedelai yang dinilai meliputi warna, aroma, tekstur, rasa yang terdiri dari lima kategori
56
Alat Ukur Warna, Aroma, Tekstur dan Rasa
Instrumen
Hasil Ukur Warna, Aroma, Tekstur dan Rasa Kadar (%/200g)
Parameter : Sangat putih Putih Agak Putih Kurang Putih Tidak putih
Nilai : 5 4 3 2 1
Parameter : Sangat khas tempe Khas tempe Agak khas tempe Kurang khas tempe Tidak khas tempe Parameter : Sangat keras Keras Agak keras Kurang keras Tidak keras
Nilai :
Parameter : Sangat enak Enak Agak enak Kurang enak Tidak enak Parameter :
5 4 3 2 1 Nilai : 5 4 3 2 1 Nilai : 5 4 3 2 1 Nilai :
Sangat suka
5
Suka
4
Agak suka
3
Kurang suka
2
Tidak suka
1
57 44
3.5
Instrumen Penelitian
3.5.1 Alat 1. Gelas Ware
4. Buret
2. Corong Gelas
5. Batang Pengaduk
3. Erlenmeyer
6. Labu ukur
3.5.2 Bahan 1. Kedelai
6. H2SO4
2. Ragi
7. Larutan Luff Schoorl
3. Keju Cheddar
8. HCl
4. Aquadest
9. Petroleum Eter
5. Tablet Kjeldhal (K2SO4 & HgO)
3.6
Pengumpulan Data
3.6.1 Prosedur Pembuatan Tempe Keju 1.
Menyotir biji kedelai sebanyak 500 gram kemudian mencucinya sampai bersih dalam ember yang berisi air atau pada air yang mengalir.
2.
Merebus selama ± 30 menit dalam panci setelah air mendidih, menggunakan air ± 1000 ml, sampai kedelai setengah matang
3.
Melakukan pengelupasan kulit kedelai dengan meremasnya dalam air.
4.
Merendam kedelai selama ± 24 jam dalam baskom plastik dengan menggunakan air ± 1000 ml.
5.
Mencuci kembali kedelai tersebut dan merebusnya sampai matang.
6.
Setelah matang letakkan diatas tampah dengan meratakan dan membiarkannya dingin sampai permukaan kedelai kering.
57
58 45
7.
Mencampurkan kedelai yang telah dingin dengan laru (ragi) sebanyak 1 g sampai rata, lalu ditambah keju 15%. Proses mencampur kedelai dengan ragi memakan waktu sekitar 20 menit. Tahap peragian (fermentasi) adalah kunci keberhasilan atau tidaknya membuat tempe kedelai.
8.
Mengemas kedelai yang telah dicampur ragi dengan kemasan plastik.
9.
Melakukan pemeraman selama 36, 48, 60, 72 jam pada suhu kamar.
10. Diamati hasil meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan kekompakan serta peningkatan nilai nutrisinya.
3.7
Pengujian Tempe Keju
3.7.1 Penentuan Kadar Protein 1. Timbang 1g bahan yang telah dihaluskan dan masukkan kedalam labu kjedhal. Kalau kandungan protein bahan tinggi, misalnya tepung kedelai, gunakan bahan kurang dari 1g. kemudian tambahkan tablet kjeldahl dan akhirnya tambahkan 15ml H2SO4 pekat. 2. Panaskan semua bahan dalam labu kjedhal dalam almari asam sampai berhenti berasap. Teruskan pemanasan dengan api besar sampai mendidih dan cairan menjadi jernih. Teruskan pemanasan tambahan ± 1jam. Matikan api pemanas dan biarkan bahan menjadi dingin. 3. Kemudian tambahkan 100ml aquadest dalam labu kjedhal yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, juga ditambahkan 15ml larutan K2S 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan NaOH 50% sebanyak 50ml yang sudah didinginkan dalam lemari es. Pasanglah labu kjedhal dengan segera pada alat destilasi. 58
59 46
4. Panaskan labu kjedhal perlahan-lahan sampai dua lapisan cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih. 5. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 50ml larutan standart HCl (0,1N) dan 5 tetes indikator Metil Merah. Lakukan destilasi sampai destilat yang tertampung sebanyak 75ml. 6. Titrasilah destilat yang diperoleh dengan standart NaOH (0,1N) sampai berwarna kuning. 7. Buatlah juga larutan blanko dengan mengganti bahan dengan aquadest, lakukan destruksi, destilasi, titrasi seperti yang dilakukan pada sampel. 3.7.2 Penentuan Kadar Lemak 1. Dikeringkan labu lemak dengan ukuran yang sesuai dalam oven, dan didinginkan dalam eksikator, lalu timbang. 2. Ditimbang sebanyak 5gr sampel lalu dibungkus dengan kertas saring. 3. Diletakkan sampel yang telah dibungkus ke dalam alat ekstraksi soxhlet, lalu pasang alat kondesor diatasnya, dan labu lemak dibawahnya. 4. Dituang pelarut eter atau petroleum eter secukupnya ke dalam labu lemak yang telah disediakan. 5. Direfluks selama minimal 5jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. 6. Disuling dalam labu lemak, tampung pelarutnya, dan labu lemak yang o
berisi hasil ekstraksi lemak dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C. 7. Setelah kering dengan berat tetap, didinginkan dalam eksikator, ditimbang labu beserta lemaknya tersebut, sehingga berat lemak dapat dihitung. 8. Prosentase lemak merupakan berat lemak sampel dikalikan 100%. 59
60 47
3.7.3 Penentuan Kadar Abu 1. Panaskan cawan porselen dalam oven pada suhu 105oC selama 30 menit 2. Kemudian dinginkan dalam eksikator selama 15 menit, lalu timbang 3. Timbang 1g cuplikan dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. 4. Abukan dalam furnace pada suhu 800oC selama 1 jam 5. Dinginkan dalam eksikator selama 30 menit, lalu timbang 3.7.4 Penentuan Kadar Air 1. Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya 2. Kemudian keringkan dalam oven pada suhu 100-150oC selama 3-5 jam tergantung bahannya.
Kemudian dinginkan dalam eksikator
dan
ditimbang. 3. Panaskan lagi dalam oven 30 menit. Dinginkan dalam eksikator dan ditimbang, perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut < 0,2 mg) 4. Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan 3.7.5 Penentuan Kadar Serat Kasar 1. Haluskan bahan sehingga dapat melalui ayakan diameter 1mm dan campurlah baik-baik. Kalau bahan tidak dapat dihaluskan, hancurkan sebaik mungkin 2. Timbang 2g bahan kering dan ekstraksi lemaknya dengan soxhlet. Kalau bahan sedikit mengandung lemak, misalnya sayuran, gunakan 10g bahan, tidak perlu dikeringkan dan diekstraksi lemaknya. 60
61 48
3. Pindahkan bahan ke dalam Erlenmeyer 600ml. kalau ada tambahkan 0,5g asbes yang telah dipijarkan dan 3 tetes zat anti buih (antifoam agent). 4. Tambahkan 200ml larutan H2SO4 mendidih dan tutuplah dengan pendingin balik, didihkan selama 30 menit dengan kadangkala digoyanggoyangkan 5. Saring suspense melalui kertas saring dan residu yang tertinggal dalam Erlenmeyer dicuci dengan aquadest mendidih. Cucilah residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi. 6. Pindahkan secara kuantitatif residu dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih sebanyak 200ml sampai semua residu masuk ke dalam Erlenmeyer. Didihkan dengan pendingin balik sambil kadangkala digoyang-goyangkan selama 30 menit 7. Saringlah melalui kertas saring kering yang diketahui beratnya atau krus Gooch yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Cuci lagi residu dengan aquades mendidih dan kemudian dengan lebih kurang 15ml alcohol 95% 8. Keringkan kertas saring atau krus dengan isinya pada 110oC sampai berat constant (1-2jam), dinginkan dalam desikator dan timbang. Jangan lupa mengurangkan berat asbes, kalau digunakan. 3.7.6 Penentuan Kadar Karbohidrat Dihitung jumlah prosentase kadar air, abu, lemak dan protein. Karbohidrat diketahui dengan menghitung selisih antara 100% dengan jumlah dari persentase tersebut. 61
62 49
3.8
Skema Kerja
3.8.1 Diagram Alir Penentuan Kadar Karbohidrat Tempe Keju Dikurangi % Kadar Protein Dikurangi % Kadar Lemak Dikurangi % Kadar Air Dikurangi % Kadar Abu Dikurangi % Kadar Serat Kasar
Hasil
Gambar 3.1 Diagram Alir Penentuan Kadar Karbohidrat
62
63 50
3.8.2 Diagram Alir Penentuan Kadar Protein Sampel
Labu Kjeldahl 100ml
1 Tablet Kjeldahl + 10 ml H2SO4 pekat
Destruksi selama 1 jam, Hingga berwarna jernih kehijauan
140ml Aquadest
Dinginkan
Beberapa Lempeng Zink + 35 ml NaOH-Na2S2O3
Destilasi
Destilat
Ditampung pd 25 ml H3BO3 & Indikator MM/MB
Hasil Destilasi
Dititrasi dengan 0,02 N HCl
Gambar 3.2 Diagram Alir Penentuan Kadar Protein
63
64 51
3.8.3 Diagram Alir Penentuan Kadar Lemak Sampel
Thimble
Dimasukkan dalam Alat soxhlet
Ditambahkan PE secukupnya pada labu soxhlet
Di-soxhlet selama minimal 5 jam
Larutan Jernih
Disuling pelarut PE & ekstrak lemak
Dioven ekstrak lemak yg tertinggal pada suhu 105oC hingga berat konstan Dihitung % Kadar Lemak
Gambar 3.3 Diagram Alir Penentuan Kadar Lemak
64
65 52
3.8.4 Diagram Alir Penentuan Kadar Air Sampel
Botol timbang yg telah diketahui beratnya
Oven pada suhu 100-150oC selama 3-5 jam
Dinginkan dalam eksikator
Timbang
Oven selama 30 menit
Dinginkan dalam eksikator dan timbang
Lakukan berulang hingga berat konstan
Dihitung % Kadar Air
Gambar 3.4 Diagram Alir Penentuan Kadar Air
65
66 53
3.8.5 Diagram Alir Penentuan Kadar Abu Sampel
Cawan porselen yg diketahui beratnya
Abukan pada suhu 800oC selama 1 jam
Dinginkan dalam eksikator selama 30 menit
Timbang
Dihitung % Kadar Abu
Gambar 3.5 Diagram Alir Penentuan Kadar Abu
66
67 54
3.8.6 Diagram Alir Penentuan Kadar Serat Kasar Sampel
Erlenmeyer 600 ml
Batu Didih, 3 tetes anti foam agent & 200ml H2SO4
Dimasukkan dalam Alat Refluks Selama 30mnt
Suspensi disaring
Residu dicuci dgn aquadest mendidih
Sampai tidak bersifat asam
Residu dicuci dgn 200ml NaOH mendidih
Saring dgn KS yg telah diketahui Beratnya
Residu dicuci dgn K2SO4 10%, aquadest mendidih, & 15ml Alkohol 95%
KS + Residu dioven hingga beratnya konstan
Dihitung % Kadar Serat Kasar
Gambar 3.6 Diagram Alir Penentuan Kadar Serat Kasar
67
68 55
3.8.7 Diagram Alir Pembuatan Tempe Keju Menyortir Kedelai Mencuci Kedelai dgn air bersih Merebus selama 30 menit, hingga setengah matang
Membersihkan Kedelai dari kulitnya
Merendam Kedelai selama 24 jam
Mencuci Kedelai dgn air bersih
Merebus hingga matang
Mendinginkan Kedelai hingga kering dan tidak ada tetesan air lagi
Mencampurkan Kedelai dgn laru dan keju 15% dari berat kedelai Mengemas kedelai dalam wadah plastik Kedelai siap difermentasi selama 36, 48, 60, 72 jam
Gambar 3.7 Diagram Alir Pembuatan Tempe Keju
68
69
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kandungan Nutrisi Tempe Keju Pada penelitian yang telah dilakukan, secara umum dapat diketahui bahwa lama fermentasi pada tempe keju memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Salah satunya adalah parameter nilai nutrisi, nilai nutrisi ini meliputi zat gizi makronutrien yaitu karbohidrat, protein, lemak dan komponen penyusun lainya yaitu air, abu dan serat kasar. Adapun hasil penelitian nilai nutrisi dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Nilai Nutrisi Parameter
Lama Fermentasi (Jam)
Karbohidrat (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Abu (%)
Air (%)
Kontrol
8,60
16,32
12,83
1,18
54,18
Serat Kasar (%) 6,90
36 3,78 18,55 14,88 1,26 54,51 7,02 48 0,54 19,17 16,53 1,41 54,72 7,63 60 0,56 18,99 16,00 1,42 55,03 7,96 72 0,49 18,77 15,81 1,51 55,22 8,21 Jika dibandingkan dengan kontrol adanya lama fermentasi memberikan variasi nilai nutrisi yaitu protein dan lemak. Untuk kandungan karbohidrat nilai nutrisinya cenderung menurun apabila dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan pada komponen nutrisi meliputi abu, air dan serat kasar, nilai nutrisinya cenderung meningkat apabila dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kadar protein pada tempe keju apabila dibandingkan dengan kontrol hasilnya cenderung meningkat. Kadar protein tertinggi terdapat pada tempe keju dengan lama fermentasi 48 jam yakni sebesar 19,17%. Untuk kadar lemak tempe keju apabila dibandingkan dengan 69 56
70 57
kontrol, hasilnya juga cenderung meningkat dengan kadar lemak tertinggi pada tempe keju dengan lama fermentasi 48 jam yakni sebesar 16,53%. Sedangkan untuk kadar abu, kadar air dan kadar serat kasar sesuai dengan hasil yang tertera pada tabel 4.1, hasilnya cenderung meningkat dibandingkan dengan kontrol tempe tanpa penambahan keju. Dengan hasil kadar abu tertinggi pada tempe keju dengan lama fermentasi 72 jam yakni sebesar 1,51 %, kadar air tertinggi pada tempe keju dengan lama fermentasi 72 jam yakni sebesar 55,22%, dan kadar serat kasar tertinggi pada tempe keju dengan lama fermentasi 72 jam yakni sebesar 8,21%. Untuk kadar karbohidrat tempe keju, sesuai dengan tabel diatas dapat diketahui bahwa kandungan karbohidrat dibandingkan dengan kontrol hasilnya cenderung menurun yakni dengan kadar karbohidrat tertinggi pada tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam yakni sebesar 3,78% dan kadar karbohidrat terendah pada tempe keju dengan lama fermentasi 72 jam yakni sebesar 0,49%. 4.1.1 Analisis Kadar Protein Prosentase kadar protein pada kontrol tempe dan tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam, 48 jam, 60 jam dan 72 jam dapat dilihat pada gambar 4.1
20 19 18 17 16 15 14
18,77
18,55 19,17
18,99
16,31 Kontrol
36 Jam
48 Jam
60 Jam
Gambar 4.1 Kadar Protein Pada Tempe Keju
70
72 Jam
71 58
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa tempe keju apabila dibandingkan dengan kontrol mengalami peningkatan kadar protein. Dengan kadar protein optimum terdapat pada tempe dengan lama fermentasi 48 jam yakni sebesar 19,17%, jika dibandingkan dengan kadar protein kontrol tempe sebesar 16,32% terjadi peningkatan kadar protein pada tempe keju dengan lama fermentasi 48 jam sebesar 2,85%. 4.1.2 Analisis Kadar Lemak Prosentase kadar lemak pada kontrol tempe dan tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam, 48 jam, 60 jam dan 72 jam dapat dilihat pada gambar 4.2
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
15,81
14,88 16,53
16
12,83
Kontrol
36 Jam
48 Jam
60 Jam
72 Jam
Gambar 4.2 Kadar Lemak Pada Tempe Keju Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa tempe keju apabila dibandingkan dengan kontrol mengalami peningkatan kadar lemak. Dengan kadar lemak optimum terdapat pada tempe dengan lama fermentasi 48 jam yakni sebesar 16,52%, jika dibandingkan dengan kadar lemak kontrol tempe sebesar 12,83% terjadi peningkatan kadar protein pada tempe keju dengan lama fermentasi 48 jam sebesar 3,69%. 71
72 59
4.1.3 Analisis Kadar Air Prosentase kadar air pada kontrol tempe dan tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam, 48 jam, 60 jam dan 72 jam dapat dilihat pada gambar 4.3
55,5
55,22
55
55,03
54,51 54,5 54
54,72 54,18
53,5 Kontrol
36 Jam
48 Jam
60 Jam
72 Jam
Gambar 4.3 Kadar Air Pada Tempe Keju Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa tempe keju dengan variasi lama fermentasi apabila dibandingkan dengan kontrol cenderung mengalami peningkatan kadar air. Dengan kadar air tertinggi terdapat pada tempe keju dengan lama fermentasi 72 jam yakni sebesar 55,22% 4.1.4 Analisis Kadar Abu Prosentase kadar abu pada kontrol tempe dan tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam, 48 jam, 60 jam dan 72 jam dapat dilihat pada gambar 4.4
2 1,5
1,51
1,18
1,41
1,45
48 Jam
60 Jam
1,26
1 0,5 0 Kontrol
36 Jam
Gambar 4.4 Kadar Abu Pada Tempe Keju
72
72 Jam
60 73 Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa tempe keju dengan variasi lama fermentasi apabila dibandingkan dengan kontrol cenderung mengalami peningkatan kadar abu. Dengan kadar abu tertinggi terdapat pada tempe keju dengan lama fermentasi 72 jam yakni sebesar 1,51%. 4.1.5 Analisis Kadar Serat Kasar Prosentase kadar serat kasar pada kontrol tempe dan tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam, 48 jam, 60 jam dan 72 jam dapat dilihat pada gambar 4.5
9 8 7 6
7,63
7,96
8,21
7,02 6,51
5 4 3 2 1 0 Kontrol
36 Jam
48 Jam
60 Jam
72 Jam
Gambar 4.5 Kadar Serat Kasar Pada Tempe Keju Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa tempe keju dengan variasi lama fermentasi apabila dibandingkan dengan kontrol cenderung mengalami peningkatan kadar serat kasar. Dengan kadar serat kasar tertinggi terdapat pada tempe keju dengan lama fermentasi 72 jam yakni sebesar 8,21%
73
74 61
4.1.6 Analisis Kadar Karbohidrat Prosen kadar karbohidrat pada kontrol tempe dan tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam, 48 jam, 60 jam dan 72 jam dapat dilihat pada gambar 4.6
10 8
9,01
6
3,78 4 2
0,54
0,56
0,49
0 Kontrol
36 Jam
48 Jam
60 Jam
72 Jam
Gambar 4.6 Kadar Karbohidrat Pada Tempe Keju Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa tempe keju dengan variasi lama fermentasi apabila dibandingkan dengan kontrol cenderung mengalami penurunan kadar karbohidrat. Dengan kadar karbohidrat tertinggi terdapat pada tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam yakni sebesar 3,78% dan kadar karbohidrat terendah pada tempe keju dengan lama fermentasi 72 jam yakni sebesar 0,49% 4.1.7 Analisis Uji Organoleptik Dari penelitian yang telah dilakukan, secara umum dapat diketahui bahwa lama fermentasi memberikan pengaruh terhadap parameter organoleptik tempe keju yang diamati. Organoleptik dari tempe keju yang diamati meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur dari tempe keju. Adapun hasil pengamatan organoleptik tempe keju dapat dilihat pada tabel 4.2
74
75 62
Tabel 4.2 Sifat Organoleptik Pada Tempe Keju Lama Fermentasi Kontrol
36 Jam
Hasil Warna Putih seperti tempe segar Putih seperti tempe segar
Aroma
Tekstur
Rasa
Tempe Segar
Kompak
Khas Tempe
Tempe segar sedikit beraroma keju
Kompak secara keseluruhan, tapi bagian tengah masih kurang kompak
Khas tempe dengan sedikit rasa keju
Tempe aroma Khas tempe Sangat kompak keju dengan rasa keju Beraroma Sangat kompak Hambar, sedikit sedikit keju 60 Jam dan cenderung pahit, dan dan agak mengeras beramoniak amoniak Beraroma Putih agak Sangat kompak Pahit dan 72 Jam sangat kehitaman dan mengeras beramoniak amoniak Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa lama fermentasi pada tempe 48 Jam
Putih seperti tempe segar Putih, pada lubang udara berwarna agak kehitaman
keju ternyata menimbulkan perubahan pada warna, aroma, tekstur dan rasa dari tempe keju itu sendiri. Warna dari tempe keju yang dihasilkan pada lama fermentasi 36 jam dan 48 jam sama dengan kontrol, sedangkan pada lama fermentasi 60 jam dan 72 jam warna yang dihasilkan putih kehitaman. Aroma dari tempe yang bearoma keju didapat pada tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam dan 48 jam. Sedangkan pada tempe keju dengan lama fermentasi 60 jam dan 72 jam aroma keju melemah dengan bercampur dengan aroma amoniak. Untuk tekstur dari tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam belum sepenuhnya kompak, namun pada tempe keju dengan lama fermentasi 48 jam teksturnya menjadi sangat kompak. Dengan semakin lama waktu untuk fermentasi, ternyata tekstur tempe keju sangat kompak dan cenderung mengeras 75
63 76 seperti dapat dilihat pada gambar diatas untuk tempe keju dengan lama fermentasi 60 jam dan 72 jam. Dari segi citarasa tempe keju, tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam dan 48 jam memberikan rasa keju pada tempe, sedangkan pada tempe keju dengan lama fermentasi 60 dan 72 jam dan rasa keju tidak ditemukan, namun rasa tempe keju cenderung pahit dan beramoniak. 4.1.8 Analisis Uji Daya Terima Tempe Keju Pada Anak-Anak Hasil analisis uji daya terima tempe keju pada panelis anak-anak dapat dilihat pada gambar 4.7
Gambar 4.7 Uji Daya Terima Tempe Keju Berdasarkan gambar 4.7 dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan tertinggi panelis anak-anak terhadap produk tempe keju pada tempe keju dengan lama fermentasi 48 jam, dengan jumlah panelis yang menyukai sebanyak 15 orang.
76
77
BAB V PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, bahan yang digunakan untuk membuat tempe di dapat dari sentra industri pembuatan tempe “Sanan”. Dengan pertimbangan bahwa letaknya yang dekat dengan lokasi penelitian yakni Akademi Analis Farmasi dan Makanan. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semakin lama fermentasi pada tempe keju ternyata memberikan variasi nilai nutrisi, yaitu protein dan lemak apabila dibandingkan dengan kontrol. Untuk kandungan karbohidrat nilainutrisinya cenderung menurun, sedangkan pada komponen nutrisi meliputi abu, air dan serat kasar, nilai nutrisinya cenderung meningkat apabila dibandingkan dengan kontrol. Kandungan protein pada tempe keju dengan perlakuan lama fermentasi 48 jam merupakan tempe keju dengan kandungan protein optimum, yakni sebesar 19,17%. Jika dibandingkan dengan kontrol tempe, yakni sebesar 16,32% terjadi peningkatan sebesar 2,9%. Adanya variasi kadar protein pada perlakuan tempe keju disebabkan karena kondisi lama fermentasi yang dilakukan. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut, menurut Hesseltine (1965) jamur
Rhizopus
oligosporus bersifat proteolitik dan penting dalam proses pemutusan protein. Kapang ini akan mendegradasi protein selama fermentasi menjadi dipeptida dan seterusnya menjadi senyawa NH3 atau N2 yang hilang melalui penguapan (Winarno, dkk, 1980). Dengan semakin lama fermentasi berarti semakin lama kesempatan kapang mendegradasi protein, sehingga protein yang terdegradasi 77 64
78 65
semakin banyak dan akibatnya protein tempe semakin menurun. Jadi lama fermentasi ternyata berpengaruh terhadap menurunnya kadar protein pada tempe keju. Untuk kadar lemak pada tempe keju, dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa semakin lama fermentasi pada tempe keju ternyata terjadi peningkatan kadar lemak tempe keju pada lama fermentasi 48 jam, yakni 16,53%. Setelah itu terjadi penurunan kadar lemak tempe keju tapi tidak terlalu signifikan. Namun apabila dibandingkan dengan kontrol yakni sebesar 12,83% ternyata dapat dilihat bahwa penambahan keju dapat meningkatkan kandungan lemak pada tempe sebesar 3,7%. Peningkatan kandungan lemak akibat adanya lemak yang terkandung pada keju. Namun adanya penurunan kadar lemak akibat semakin lamanya fermentasi disebabkan karena kapang Rhizopus oligosporus bersifat lipopolitik yang dapat menghidrolisis lemak (Smith dan Alford, 1968). Kapang menggunakan lemak dari substrat sebagai sumber energinya. Jadi dapat dikatakan bahwa lama fermentasi berpengaruh terhadap menurunnya kadar lemak pada tempe keju. Untuk kadar abu dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa semakin lama fermentasi ternyata terjadi kenaikan kadar abu tempe keju pada lama fermentasi 72 jam, yakni 1,51%.. Apabila dibandingkan dengan kontrol yakni sebesar 1,18%, peningkatan kadar abu tempe keju tidak terlalu signifikan yakni sebesar 0,33%. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan mineral akibat adanya keju dalam tempe, sedangkan kapang Rhizopus pada tempe keju tidak lagi dominan. Akibatnya proses penguraiannya pun menjadi kurang optimal. Sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan keju berpengaruh terhadap peningkatan kadar abu pada tempe keju. 78
79 66
Untuk kadar air dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa semakin lama fermentasi ternyata terjadi kenaikan kadar air tempe keju pada lama fermentasi 72 jam, yakni 55,22%. Apabila dibandingkan dengan kontrol yakni sebesar 54,18%, peningkatan kadar air tidak terlau signifikan yakni sebesar 1.04%. Hal ini dapat disebabkan akibat adanya kandungan air pada keju yang ditambahkan. Tekstur keju cheddar yang cenderung lembab mengindikasikan bahwa ada kandungan air di dalamnya meski tidak dalam jumlah besar. Sehingga semakin banyak keju yang ditambahkan akan berpengaruh pada peningkatan kadar air tempe keju. Kemudian disebabkan pula oleh proses metabolisme dari kapang Rhizopus oligosporus. Selama proses fermentasi, kapang Rhizopus oligosporus mencerna substrat dan menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energi. Jadi dapat dikatakan bahwa lama fermentasi berpengaruh terhadap kenaikan kadar air dari tempe keju. Untuk kandungan serat kasar, dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa semakin lama fermentasi ternyata terjadi kenaikan kadar serat kasar yakni sebesar 8,21%. Apabila dibandingkan dengan kontrol yakni sebesar 6.90%, peningkatan kadar serat kasar tidak terlalu signifikan yakni sebesar 1,31%. Adanya peningkatan serat kasar pada tempe lebih disebabkan banyaknya serat pada kedelai yang kurang dapat di uraikan oleh aktifitas kapang Rhizopus oligosporus. Semakin banyak substrat yang ditambahkan mengakibatkan residu yang dihasilkan semakin besar. Mengingat kandungan serat kasar pada kedelai juga tinggi. Untuk kandungan karbohidrat pada tempe keju ternyata terjadi penurunan kadar. Dengan kadar karbohidrat tertinggi pada tempe dengan lama fermentasi 36 jam yakni sebesar 3,78% dan kadar karbohidrat terendah pada tempe dengan lama fermentasi 72 jam yakni sebesar 0,49%. Sesuai dengan hasil penelitian pada tabel 79
80 67
4.1 apabila kadar karbohidrat tertinggi dan terendah dibandingkan dengan kadar karbohidrat kontrol yakni sebesar 8,60%, ada penurunan kadar karbohidrat sebesar 4, 82% - 8,11%. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi tempe keju, karbohidrat dimanfaatkan atau didegradasi kapang Rhizopus oligosporus untuk nutrisi pertumbuhan, karena semakin banyak substrat yang ditambahkan tentu akan berpengaruh pada kebutuhan nutrisi guna metabolisme kapang Rhizopus oligosporus. Karbohidrat dalam tempe keju dihitung menggunakan metode proximate analysis, yakni karbohidrat merupakan hasil pengurangan dari total nutrisi makronutrien (lemak dan protein) dan komponennya (air, abu dan serat kasar). Jadi apabila kadar lemak, protein, abu, air dan serat kasar meningkat, kadar karbohidrat akan menurun dan sebaliknya apabila kadar lemak, protein, abu, air dan serat kasar menurun, kadar karbohidrat akan meningkat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ternyata penambahan keju pada tempe berpengaruh pada sifat organoleptik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur.. Dapat dilihat pada tabel 4.2 warna dari tempe keju yang dihasilkan pada lama fermentasi 36 jam dan 48 jam sama dengan kontrol, sedangkan pada lama fermentasi 60 jam dan 72 jam warna yang dihasilkan putih kehitaman. Warna putih pada tempe menandakan bahwa pertumbuhan dari miselium kapang Rhizopus oligosporus dalam keadaan baik. Adanya warna kehitaman pada tempe mengindikasikan bahwa sebagian kecil kapang Rhizopus oligosporus telah mengalami pembusukan atau pada proses kematian, sehingga miselium yang ada tempe menjadi berwarna hitam.
80
81 68
Aroma dari tempe yang bearoma keju didapat pada tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam dan 48 jam. Sedangkan pada tempe keju dengan lama fermentasi 60 jam dan 72 jam aroma keju melemah dengan bercampur dengan aroma amoniak. Adanya aroma amoniak menandakan proses fermentasi telah memasuki tahap fermentasi lanjut atau pembusukan atau dengan kata lain pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus telah menurun atau terhenti dan protein yang ada telah terdegradasi lanjut menjadi menjadi senyawa NH3 atau N2 yang hilang melalui penguapan Untuk tekstur dari tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam belum sepenuhnya kompak, namun pada tempe keju dengan lama fermentasi 48 jam teksturnya menjadi sangat kompak. Dengan semakin lama waktu untuk fermentasi, ternyata tekstur tempe keju sangat kompak dan cenderung mengeras seperti dapat dilihat pada tabel 4.2 untuk tempe keju dengan lama fermentasi 60 jam dan 72 jam. Untuk segi citarasa tempe keju, tempe keju dengan lama fermentasi 36 jam dan 48 jam tetap mengandung cita rasa gurih khas tempe namun dengan perpaduan rasa gurih dari penambahan keju. Rasa gurih pada tempe sebenarnya dihasilkan oleh adanya kandungan asam-asam amino pada kedelai, sedangkan pada tempe keju dengan lama fermentasi 60 dan 72 jam dan rasa keju tidak ditemukan, namun rasa tempe keju cenderung pahit dan beramoniak. Rasa yang dihasilkan lebih cenderung pahit dan beramoniak disebabkan oleh proses fermentasi telah memasuki tahap fermentasi lanjut atau pembusukan atau dengan kata lain pertumbuhan kapang Rhizopus oligosporus telah menurun atau terhenti
81
82 69
dan protein yang ada telah mengalami degradasi lanjut. Akibatnya rasa gurih yang seharusnya ada malah menjadi rasa pahit dan beramoniak. Berdasarkan uji volunteer yang telah dilaksanakan, seperti dapat dilihat pada tabel 4.7 bahwa tempe dengan penambahan keju sebanyak 15% dengan lama fermentasi 48 jam merupakan tempe keju dengan tingkat kesukaan yang paling tinggi, dibandingkan dengan kontrol maupun tempe keju dengan perlakuan lama fermentasi 36 jam, 60 jam dan 72 jam. Hal ini membuktikan bahwa tempe keju 15% dengan lama fermentasi 48 jam merupakan tempe keju yang rasanya dapat diterima oleh volunteer.
82
83
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, bahwa lama fermentasi dapat meningkatkan kadar nutrisi makronutrien tempe dan sifat organoleptik berupa rasa dan tekstur dari tempe keju.
6.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapat disarankan pada peneliti selanjutnya untuk melaksanakan penelitian lanjutan tentang pengaruh proses penggorengan dan proses pengovenan tempe keju 15% dengan lama fermentasi 48jam terhadap nilai nutrisi dan sifat organoleptisnya.
83 70
84
DAFTAR RUJUKAN
Anonymous. 2008. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar. Purwokerto : Universitas Jenderal Sudirman.
Astuti, Nurita Puji. 2009. Sifat Organoleptik Tempe Kedelai Yang Dibungkus Plastik, Daun Pisang, dan Daun Jati. Skripsi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Arifah, Isti Noor. 2010. Analisis Mikrobiologi Pada Makanan. Tugas Akhir Magang. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Deliani. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat Pada Pembuatan Tempe. Tesis. Medan : Universitas Sumatera Utara
Fahriyah, Khuswatul. 2004. Analisis Efisiensi Usaha dan Keuntungan Pada Industri Tempe Skala Kecil di Kelurahan Purwantoro Malang. Skripsi. Malang : Universitas Brawijaya Malang
Hayati, Salma. 2009. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus). Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara
Hidayat, Nur, dkk. 2002. Mikrobiologi Industri. Malang : Universitas Brawijaya.
Mardiana, Rani. Pengaruh Konsentrasi Susu Skim Terhadap Kadar Asam Laktat Pada Yoghurt Susu Kedelai. Karya tulis Ilmiah tidak diterbitkan. Malang : Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.
Simbolon, Karlina. 2008. Pengaruh Persentase Ragi Tape Dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Tape Ubi Jalar. Skripsi. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.
Sudarmadji, dkk. 1989. Mikrobiologi Pangan.Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
71 84
85 72
Sudarmadji, Slamet, dkk. 1996. Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.
Sudarmadji, Slamet, dkk. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.
Supardi, dr, Sp. Mk, Prof. Dr. H. Iman. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Surabaya : Yayasan Adikarya IKAPI
Soetrisno, Sapuan dan Noer. 1996. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Indonesia : Yayasan Tempe Indonesia.
Siagian, Albiner. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan Dan Sumber Pencemarannya. Medan : Universitas Sumatera Utara.
RI, Badan POM. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. Indonesia : BPOM RI
Winarno, F. G, dkk. 2007. Susu dan Produk Fermentasinya. Bogor : M-Brio Prees.
85
86 73
Lampiran 1. Hasil Analisis Kadar Karbohidrat Nama
Control
36 Jam
48 Jam
60 Jam
72 Jam
Perlakuan
Hasil
Total
Rataan
%
%
%
25,78
8,60
11,35
3,78
1,63
0,54
1,68
0,56
1,47
0,49
I
8,68
II
8,54
III
8,56
I
4
II
3,71
III
3,64
I
0,62
II
0,52
III
0,49
I
0,51
II
0,59
III
0,58
I
0,6
II
0,44
III
0,43
Total
41,91
86
87 74
Lampiran 2. Hasil Analisis Kadar Protein Nama
Perlakuan
Hasil
I
16,28
II
16,33
III
16,34
I
18,42
II
18,65
III
18,60
I
19,13
II
19,22
III
19,17
I
19,07
II
18,98
III
18,94
I
18,71
II
18,79
III
18,81
Control
36 Jam
48 Jam
60 Jam
72 Jam
Total
Total
Rataan
%
%
48,95
16,32
55,66
18,55
57,52
19,17
56,98
18,99
56,30
18,77
275,41
Analisis Sidik Ragam Kadar Protein Dari Tempe Keju SK Perlakuan Galat Total Keterangan :
DB
JK
KT
F Hitung
2 12 14
16,33 0,27
8,17 0,0225
12
SK = Sumber Keragaman DB = Derajat Bebas JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah
87
F
Tabel
5%
1%
3,89
6,93
88 75
Lampiran 3. Hasil Analisis Kadar Lemak Nama
Control
36 Jam
48 Jam
60 Jam
72 Jam
Perlakuan
Hasil
I
12,77
II
12,82
III
12,90
I
14,82
II
14,83
III
14,98
I
16,53
II
16,53
III
16,52
I
16,01
II
16,00
III
16,01
I
15,81
II
15,82
III
15,81
Total
Total
Rataan
%
%
38,49
12,83
44,63
14,88
49,58
16,53
48,02
16,01
47,44
15,81
228,16
88
89 76
Lampiran 4. Hasil Analisis Kadar Air Nama
Control
36 Jam
48 Jam
60 Jam
72 Jam
Perlakuan
Hasil
I
54,18
II
54,21
III
54,15
I
54,50
II
54,54
III
54,48
I
54,68
II
54,70
III
54,79
I
55,01
II
55,02
III
55,07
I
55,17
II
55,25
III
55,23
Total
Total
Rataan
%
%
162,54
54,18
163,52
54,51
164,17
54,72
165,10
55,03
165,65
55,22
820,98
89
90 77
Lampiran 5. Hasil Analisis Kadar Abu Nama
Control
36 Jam
48 Jam
60 Jam
72 Jam
Perlakuan
Hasil
I
1,19
II
1,18
III
1,16
I
1,26
II
1,24
III
1,27
I
1,40
II
1,41
III
1,41
I
1,45
II
1,45
III
1,44
I
1,51
II
1,51
III
1,50
Total
Total
Rataan
%
%
3,54
1,18
3,78
1,26
4,22
1,41
4,35
1,45
4,53
1,51
20,42
90
91 78
Lampiran 6. Hasil Analisis Kadar Serat Kasar Nama
Control
36 Jam
48 Jam
60 Jam
72 Jam
Perlakuan
Hasil
I
6,90
II
6,92
III
6,88
I
7,00
II
7,03
III
7,02
I
7,63
II
7,62
III
7,63
I
7,95
II
7,95
III
7,96
I
8,20
II
8,21
III
8,21
Total
Total
Rataan
%
%
20,70
6,90
21,05
7,017
22,89
7,629
23,87
7,96
24,63
8,21
113,14
91
92 79
Lampiran 7. Tabel Hasil Uji Volunteer Panelis
Control
36 Jam
48 Jam
60 Jam
72 Jam
S
S
S
S
S
TS
TS
1
2
3
TS
TS
TS
4
5
6
7
8
9
10
12
14
15
17
19
Total
12
8
20
18
13
11
16
11
9
15
Keterangan : S = Suka TS = Tidak Suka
92
5
4
16
0
20
93 80
Lampiran 8. Foto Hasil Tempe Keju Tempe
Lama Fermentasi 36
Lama Fermentasi 48
Lama Fermentasi 60 Jam
Lama Fermentasi 72
93
94 81
Lampiran 9. Foto Hasil Analisis Protein
Control (Ulangan I)
Control (Ulangan II)
36 Jam (Ulangan I)
36 Jam (Ulangan II)
36 Jam (Ulangan III)
48 Jam (Ulangan I)
48 Jam (Ulangan II)
48 Jam (Ulangan III)
94
Control (Ulangan III)
95 82
60 Jam (Ulangan I)
72 Jam (Ulangan I)
60 Jam (Ulangan II)
72 Jam (Ulangan II)
95
60 Jam (Ulangan III)
72 Jam (Ulangan III)
96 83
Lampiran 10. Foto Hasil Analisis Lemak
Control (Ulangan I)
36 jam (Ulangan I)
Control (Ulangan II)
36 Jam (Ulangan II)
Control (Ulangan III)
36 Jam (Ulangan III)
48 Jam (Ulangan I)
48 Jam (Ulangan II)
48 Jam (Ulangan III)
60 Jam (Ulangan I)
60 Jam (Ulangan II)
60 Jam (Ulangan III)
72 Jam (Ulangan I)
72 Jam (Ulangan II)
72 Jam (Ulangan III)
96
97 84
Lampiran 11. Foto Hasil Analisis Kadar Air
C.3 C.1 C.2
36.1
36.2 36.3
72.1 72.2
72.3
97
98 85
Lampiran 12. Foto Hasil Analisa Kadar Abu
Lampiran 13. Foto Hasil Analisa Kadar Serat Kasar
98
99 86
Lampiran 14. Foto Alat Praktek Oven
Labu Kjeldahl
Cawan
Furnace
Alat Destilasi
Alat Soxhlet
99
Alat Reflux
100 87
Lampiran 15. Perhitungan Analisis Kadar Protein ml Titer x N H2SO4 x 14,008 x Faktor Konversi x 100 %
%N= g Contoh x 1000 Sebagai contoh penentuan kadar protein pada tempe keju : 20,5 x 0,09148 x 14,008 x 6,25 x 100 %
%N= 1,0085 x 1000 = 16,28 %
Lampiran 16. Perhitungan Analisis Kadar Lemak (B.cawan + Lemak) – (Cawan Kosong) x 100 %
% Lemak = g Sampel Sebagai contoh penentuan kadar lemak pada tempe keju : 16,9929 – 16,8610 % Lemak =
x 100 % 1,0331
= 12,767 %
Lampiran 17. Perhitungan Analisis Kadar Air (KS + Sampel)awal – (KS + Sampel)akhir % Air =
x 100 % g Sampel
Sebagai contoh penentuan kadar air pada tempe keju : 36,2320 – 35,1290 x 100 %
% Air = 2,0015 = 55,1087 %
100
101 88
Lampiran 18. Perhitungan Analisis Kadar Abu (B.Cawan + Sampel) akhir – (B. Cawan Kosong) x 100 %
% Abu = g Sampel Sebagai contoh penentuan kadar abu pada tempe keju : 21,5960 – 21,5840 % Abu =
x 100 % 1,0059
= 1,1930 %
Lampiran 19. Perhitungan Analisis Kadar Serat Kasar (KS + Sampel)akhir + KS x 100 %
% Serat Kasar = g Sampel
Sebagai contoh penentuan kadar serat kasar pada tempe keju : 0,7357 – 0,6308 x 100 %
% Serat Kasar = 1,5197 = 6,9027 %
Lampiran 20. Perhitungan Analisis Kadar Karbohidrat Penentuan kadat karbohidrat tempe keju dapat dihitung sebagai berikut : % Karbohidrat = 100 % - (%Protein + %Lemak + %Air + %Abu + %Serat Kasar) Sebagai contoh penentuan kadar karbohidrat pada tempe keju : % Karbohidrat = 100 % - (16,28% - 12,77% - 54,18% - 1,19% - 6,90%) = 8,68 %
101
102 89
Lampiran 21. Hasil ANAVA Kadar Protein dari Tempe Keju Berdasarkan data tabel 1 pada lampiran 2 diperoleh perhitungan statistik dengan menggunakan analisis variansi (ANAVA) : ∑Xt = 275,41 (∑Xt)2 FK =
(275,41)2 = 5056,71
= n
15
JKU = ∑(Xi)2 - FK = (16,282 + 16,332 + …… + 18,792 + 4,972) – 5056,71 = 5073,31 – 5056,71 = 16,6 (∑Xt)2 JKP =
− FK r (48,95)2 + (55,66)2 + (57,52)2 + (56,98)2 + (56,30)2 − 5056,71
= 3 = 5073,04 – 5056,71 = 16,33
JKG = JKU – JKP = 16,6 – 16,33 = 0,27 DBT = n – 1 = 15 – 1 = 14 DBP = r – 1 = 3 – 1 = 2 DBG = DBT – DBP = 14 – 2 = 12 JKP KT Perlakuan =
16,33 =
= 8,17
r-1 JKG KT Galat =
3-1 0,27
= DBG
= 0,0225 12 102
103 90
KT Perlakuan F hitung =
0,27 =
KT Galat
= 12 0,0225
Dari Tabel 2 pada lampiran 2 jika dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel, maka Fhitung > Ftabel, yaitu (12 > 3,89) untuk α = 0,05 dan (12 > 6,93) untuk α = 0,01. Dari hasil tersebut berarti H0 ditolak dan Ha diterima dengan arti bahwa terdapat pengaruh lama fermentasi terhadap kadar protein dari tempe keju.
103