PENGARUH KOMBINASI MEDIA TANAM DENGAN BOBOT UMBI MINI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TAKA (Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze)
RENDY SUSANTO
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kombinasi Media Tanam dengan Bobot Umbi Mini terhadap Pertumbuhan Tanaman Taka (Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014 Rendy Susanto NIM A24100115
∗ Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK RENDY SUSANTO. Pengaruh Kombinasi Media Tanam dengan Bobot Umbi Mini terhadap Pertumbuhan Tanaman Taka (Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze). Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ. Tanaman taka (Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze) merupakan tanaman indigenous yang banyak dimanfaatkan patinya untuk bahan pangan dan belum banyak penelitian ke arah budidayanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi media tanam dengan bobot umbi mini yang terbaik pada pertumbuhan tanaman taka. Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak, dua faktor dan tiga ulangan. Perlakuan media tanam yang digunakan yaitu pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v), tanah : pasir : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v), tanah : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v), tanah : pupuk kandang sapi (1:1 v/v) dengan bobot umbi mini 1-5 dan 5.1-20 g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi media tanam berupa pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) dan tanah : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) nyata lebih tinggi pada peubah vegetatif: tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, dan lebar tajuk, sedangkan pada peubah panen nyata lebih tinggi pada selisih total bobot umbi (empu dan anak) saat panen. Perlakuan bobot umbi 5.1-20 g menunjukkan nyata lebih tinggi pada peubah vegetatif: tinggi tanaman, luas daun, dan lebar tajuk, bobot umbi anak panen, diameter umbi empu, tebal umbi anakan, dan tebal umbi empu. Kata kunci: bobot umbi mini, media tanam organik, Tacca leontopetaloides, umbi anakan, umbi empu
ABSTRACT RENDY SUSANTO. Effects of Combination of Planting Media and Mini-Tuber Weight on Tacca Growth (Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze). Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ. Tacca (Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze) is an indigenous plant that is widely used for it’s starch. The purpose of this study was to find out the best of combination of planting media with a mini tuber weight for growing tacca. Experiments using Randomized Completely Block Design, two factors and three replications. This research planting media i.e: sand : rice-hull charcoal : cow manure (1:1:1 v/v), soil : sand : cow manure (1:1:1 v/v), soil : rice-hull charcoal : cow manure (1:1:1 v/v), and soil : cow manure (1:1 v/v) with mini-tuber weight of 1-5 and 5.1-20 g. The result showed significant increased vegetative variables i.e: height of plant, number of leaves, leaf area, and widht of canopy and the difference beetwen due to media combination sand : rice-hull charcoal : cow manure (1:1:1 v/v) and soil : rice-hull charcoal : cow manure (1:1:1 v/v). The mini-tuber treatment of 5.1-20 g showed significantly increased vegetative variables i.e: height of plant, leaf area, and widht of canopy, secondary-tuber weight, mother-tuber diameter, secondary-tuber and mother-tuber dense. Key words: mini-tuber, mother-tuber, secondary-tuber, organic media planting, Tacca leontopetaloides.
PENGARUH KOMBINASI MEDIA TANAM DENGAN BOBOT UMBI MINI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TAKA (Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze)
RENDY SUSANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pengaruh Kombinasi Media Tanam dengan Bobot Umbi Mini terhadap Pertumbuhan Tanaman Taka (Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze) Nama : Rendy Susanto NIM : A24100115
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, M.Sc. Agr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 sampai Mei 2014 ini ialah budidaya taka, dengan judul Pengaruh Kombinasi Media Tanam dengan Bobot Umbi Mini terhadap Pertumbuhan Tanaman Taka (Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze) dengan dana penelitian dari DIKTI- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan dan arahan sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, paman, bibi, serta teman-teman AGH 47, atas doa, semangat dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Rendy Susanto
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze. 3 Media Tanam 3 Pupuk Organik 4 Bobot Umbi 5 METODE PENELITIAN 5 Bahan Percobaan 5 Peralatan Percobaan 5 Lokasi dan Waktu Percobaan 5 Prosedur Percobaan 6 Persiapan media tanam 6 Persiapan bahan tanam 6 Penanaman 6 Pemeliharaan 7 Pengamatan 7 Analisis Data 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Keadaan Umum Penelitian 8 Pengaruh Media Tanam dan Bobot Umbi Mini terhadap Peubah Vegetatif Tanaman 9 Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Bobot Umbi Mini terhadap Peubah Panen 14 Analisis Hara Daun 16 SIMPULAN 17 SARAN 18 DAFTAR PUSTAKA 18
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Kombinasi perbandingan media tanam (v/v) Pebuah vegetatif pada perlakuan komposisi media tanam Peubah vegetatif pada perlakuan bobot umbi mini Pebuah panen pada perlakuan komposisi media tanam Peubah panen pada perlakuan bobot umbi mini Analisis hara daun pada perlakuan komposisi media tanam Analisis hara daun pada perlakuan bobot umbi mini
Halaman 6 10 12 14 15 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Kerangka penelitian Daun agak menjari Daun menjari Busuk umbi Tanaman kerdil dan daun menguning Tanaman siap panen
Halaman 6 8 8 9 9 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data iklim
Halaman 20
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pangan merupakan bahan dasar penghasil energi bagi manusia. Undangundang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan, menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas (Deptan 2013). Beras merupakan sumber pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia mengakibatkan jumlah kebutuhan pangan seperti beras juga ikut meningkat, sehingga disahkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, menyatakan bahwa perwujudan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab Pemerintah bersama masyarakat (Deptan 2013). Ketahanan Pangan tersebut yang mendorong terciptanya diversifikasi pangan, yaitu mensubstitusi bahan pangan selain beras. Salah satu jenis bahan pangan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif yang berasal dari umbi-umbian di Indonesia adalah Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze. T. leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze merupakan terna tahunan dengan umbi di dalam tanah dengan bobot sampai 0.99 kg/tanaman, tingginya bisa mencapai 2 m, dan banyak tumbuh di daerah-daerah pantai, termasuk dalam famili Taccaceae, selain itu tumbuh di wilayah hutan tropis dan hutan hujan subtropis (Heyne 1987; Meena dan Yadaf 2010). Umbi merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan dan dikonsumsi sebagai bahan pangan alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat di dalamnya. Umbi T. leontopetaloides memiliki nilai gizi yang sangat tinggi karena kandungan karbohidrat, kalsium, fosfor, dan air yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat bersih, kalsium, fosfor, dan air secara berturut-turut dalam 100 g adalah 85.74 g, 58.0 mg, 7.2 mg dan 12.1% dan menghasilkan kalori sampai 3.46, selain itu kandungan yang ada pada tanaman T. leontopetaloides ialah abu yaitu sebesar 1.89 g (Spennemann 1994). Penelitian ke arah budi daya pada tanaman taka masih belum dilakukan. Tanaman taka masih banyak diteliti oleh peneliti luar negeri di bidang farmakologinya, sehingga perlu adanya penelitian di bidang teknik budi daya. Diketahui bahwa peranan media tanam serta bobot umbi dalam bidang budi daya sebagai penentu kualitas tanaman. Penyerapan hara pada komposisi media tanam pada masa pembibitan sangat penting karena dapat mempengaruhi kondisi drainase pada pertumbuhan tanaman. Menurut Purwanto (2006) bahwa terdapat 5 persyaratan media tanam yang baik yaitu mampu mengikat dan menyimpan air serta hara dengan baik, memiliki aerasi dan drainase yang baik, tidak menjadi sumber penyakit, cukup porous (memiliki banyak rongga) sehingga mampu menyimpan oksigen yang diperlukan untuk proses respirasi (pernapasan), dan tahan lama. Menurut Jumin (2010) bahwa keseimbangan unsur hara dalam tanah perlu dipertimbangkan untuk menjaga agar terpeliharanya kesuburan tanah. Permulaan fase vegetatif akan
2 meningkatkan asimilat yang akan dipergunakan untuk pembentukan organ-organ baru, diantaranya organ penyimpanan. Proses ini akan membutuhkan unsur hara yang lebih besar yang diserap tanaman dari tanah yang sebagian besar bersumber dari pupuk. Selain itu, dalam bidang budidaya bahan tanam sangat penting. Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah bobot umbi, bobot umbi sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Soemono et al. (1986) menyatakan bahwa semakin berat bobot bibit semakin cepat tunas tumbuh. Bobot bibit suweg berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, hasil dan kualitas umbi. Peningkatan bobot bibit meningkatkan tinggi tanaman, indeks luas daun, bobot segar umbi, bobot kering total dan kandungan karbohidrat. Bobot bibit berpengaruh nyata terhadap bobot umbi setiap tanaman dan hasil panen setiap hektar. Bobot umbi 125 g merupakan bobot minimal yang memberikan hasil dan kandungan karbohidrat tinggi [dalam bahan tanaman berupa umbi]. *Budidaya tanaman taka yang dilakukan oleh petani di daerah Sumenep baik kebun dan bahan pangan. Umbi empu yang telah diambil umbi anakannya dipakai sebagai bahan pangan. Umbi mini yang dihasilkan dari perkebangan biji masih belum dimanfaatkan. Sehingga perlu dilakuan percobaan terhadap umbi mini tersebut. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi media tanam dengan bobot umbi yang berbeda terhadap pertumbuhan umbi taka T. leontopetaloides. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi media tanam dengan bobot umbi mini tehadap pertumbuhan tanaman taka (T. leontopetaloides).
Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini yaitu: 1. Perlakuan salah satu komposisi media tanam menghasilkan pertumbuhan tanaman taka (T. leontopetaloides) yang terbaik. 2. Perlakuan bobot umbi mini memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman taka (T. leontopetaloides). 3. Interaksi antara komposisi media tanam dengan bobot umbi mini menghasilkan pertumbuhan tanaman taka (T. leontopetaloides) yang terbaik.
*(Petani daerah Sumenep 2013)
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze. Tanaman taka (T. leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze) dikenal dengan nama arrowroot (En), gadung tikus (Indonesia), kecondang (Jawa), taka laut (Sumatera), totoan (Madura), lukeh (Malaysia), thaoyaimom (Thailand). T. leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze merupakan terna tahunan dengan tingginya bisa mencapai 2 m, serta tidak berkayu dan bercabang. Tangkai daun melekat pada batang berbentuk segi lima. Tacca leontopetaloides berbunga/berbiji dan berakar serabut. T. leontopetaloides berkembang biak secara vegetatif melalui umbi dan secara generatif dengan biji. Banyak tumbuh di daerah-daerah pantai, termasuk dalam famili Taccaceae, selain itu tumbuh di wilayah hutan tropis dan hutan hujan subtropis. Taka dapat diperbanyak dengan biji dan umbi. Biasanya, umbi sekunder kecil yang ditanam dalam 15 cm, dalam baris dengan jarak 60−90 cm x 45 cm, sebaiknya ditanam pada awal musim hujan. Ketika daun mulai layu umbi dapat dipanen dengan menggalinya. Berat umbi individu biasanya 70−340 g, tetapi dapat mencapai 900 g. Taka dapat disimpan dalam lubang-lubang untuk digunakan musim berikutnya tetapi mudah tumbuh. Umbi Tacca leontopetaloides memiliki sifat racun. Oleh karena itu, dibutuhkan proses sebelum umbi Tacca leontopetaloides akan digunakan sebagai pakan ternak. Proses menghilangkan racun pada umbi yaitu umbi dikupas, diparut, dicuci beberapa kali dalam air panas atau dingin, dan setelah pati telah lunak, airnya dibuang dan pati kering (Heyne 1987; Flach dan Rumawas 1996; Meena dan Yadaf 2010; Ubwa et al. 2011). Umbi Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze memiliki nilai gizi yang sangat tinggi karena kandungan karbohidrat, kalsium, fosfor dan air yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat bersih, kalsium, fosfor, dan air secara berturutturut adalah 85.74 g, 58.0 mg, 7.2 mg dan 12.1 % dan menghasilkan kalori sampai 3.46, selain itu kandungan yang ada pada tanaman Tacca leontopetaloides (Linn.) O. Kuntze ialah abu yaitu sebesar 1.89 gram (Spennemann 1994). Menurut Aatjin et al. (2013) kandungan kimia pati Tacca yaitu protein 6.25%, lemak 0.35%, kadar air 16.96%, kadar abu 1.37, karbohidrat 74.8%, pati 66.65%, amilosa 22.77%, amilopektin 43.88%.
Media Tanam Menurut Mardani (2005), media tanam berfungsi sebagai tempat melekatnya akar, penyedia air dan unsur hara, penyedia oksigen bagi berlangsungnya proses fisiologi akar serta kehidupan dan aktifitas mikroba tanah. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa tanah yang berstruktur baik akan mempunyai kondisi drainase dan aerasi yang baik pula sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk masuk ke dalam tanah dan mengabsorbsi hara dan air. Menurut Purwanto (2006) bahwa terdapat 5 persyaratan media tanam yang baik yaitu mampu mengikat dan menyimpan air serta hara dengan baik, memiliki
4 aerasi dan drainase yang baik, tidak menjadi sumber penyakit, cukup porous (memiliki banyak rongga) sehingga mampu menyimpan oksigen yang diperlukan untuk proses respirasi (pernapasan), dan tahan lama. Tanah yang banyak dijumpai di sekitar lokasi adalah tanah latosol. Latosol merupakan tanah dengan tekstur liat dan berstruktur remah hingga gumpal. Selain itu tanah latosol memiliki kandungan bahan organik yang rendah (Soepraptohardjo 1961). Latosol mempunyai kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan batas-batas horizon yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50%, umumnya mempunyai epipedon umbrik dan horizon kambik (Hardjowigeno 2010). Menurut Purwanto (2006) bahwa arang sekam atau sekam bakar dibuat dari sekam padi yang dibakar. Arang sekam padi ini bersifat mudah mengikat air, tidak cepat lapuk, tidak cepat menggumpal, tidak mudah ditumbuhi fungi dan bakteri, dapat menyerap senyawa toksis atau racun dan melepaskannya kembali pada saat penyiraman serta merupakan sumber kalium bagi tanaman. Menurut Houston (1972) sekam padi mengandung 13.2-29.0% bahan inorganik, dimana komponen utama bahan inorganik ini merupakan abu sekam padi yang sebagian besar tersusun dari silika (SiO2). Hasil penelitian Saleh (2010) menyatakan bahwa penggunaan campuran arang sekam dapat dipertimbangkan untuk pembibitan karena kandungan beberapa unsur hara makro seperti N dan P relatif lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan media pasir. Pasir tidak mengandung unsur hara dan kapasitas menahan airnya sangat rendah sehingga penggunaannya sebagai media tanam harus dicampur dengan bahan organik (Hartmann; Kester 1978). Kandungan unsur hara pada pasir terutama unsur N, P, K sangat rendah sampai sedang, selain itu daya pegang airnya sangat rendah yang menyebabkan pertumbuhan terhambat (Fetiandreny 2007).
Pupuk Organik Keseimbangan unsur hara dalam tanah perlu dipertimbangkan, untuk menjaga agar terpeliharanya kesuburan tanah. Pada permulaan fase vegetatif akan meningkatkan asimilat yang akan dipergunakan untuk pembentukan organ–organ baru, diantaranya organ penyimpanan. Proses ini akan membutuhkan unsur hara yang lebih besar yang diserap tanaman dari tanah yang sebagian besar bersumber dari pupuk (Jumin 2010). Pupuk kandang sapi atau pukan, seperti halnya bahan organik lain, terdiri dari massa heterogen dari senyawa organik dalam berbagai keadaan rombakan. Pukan merupakan pupuk tidak seimbang, karena rendah dalam kandungan fosfat. Percobaan dengan tanaman sayuran menunjukkan bahwa pemberian pukam dalam jumlah sedang (20–30 ton/ha) dikombinasikan dengan pupuk buatan (200–400 kg/ha) telah menghasilkan lebih tinggi daripada pemberian berat pukan saja (50– 80 ton/ha) (Harjadi 1989). Menurut Hardjowigeno (2010) komposisi kimia pupuk kandang bervariasi bergantung pada jenis dan umur hewan, makanan, amparan, dan sistem pengelolaan pupuk kandang. Hasil penelitian Fetiandreny (2007) menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang sapi dapat meningkatkan tinggi
5 tanaman, jumlah sulur tanah. Perlakuan media yang ditambah pupuk kandang sapi berpengaruh terbaik pada semua komponen pertumbuhan dan produksi vegetatif karuk. Hal tersebut diduga karena cukupnya bahan organik dan unsur hara esensial dalam pupuk kandang.
Bobot Umbi Semakin berat bobot bibit semakin cepat tunas tumbuh. Bobot bibit berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas umbi. Peningkatan bobot bibit meningkatkan tinggi tanaman, indeks luas daun, bobot segar umbi, bobot kering total, dan kandungan karbohidrat. Bobot bibit berpengaruh nyata terhadap bobot umbi setiap tanaman dan hasil panen setiap hektar. Bobot bibit 125 g merupakan bobot minimal yang memberikan hasil dan kandungan karbohidrat tinggi. Rasa gatal pada umbi yang disebabkan oleh asam oksalat dapat dikurangi dengan merendam umbi dalam air bersih selama 12 jam, sebelum umbi dimasak (Soemono et al. 1986). Hasil penelitian dari Sutapradja (2008) menyatakan bahwa jarak tanam dan ukuran umbi bibit berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil kentang varietas Granola untuk bibit.
METODE PENELITIAN Bahan Percobaan Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah umbi tanaman taka (T. leontopetaloides) yang berasal dari Kabupaten Sumenep, arang sekam, pasir, pupuk kandang sapi, furadan, Rooton-F.
Peralatan Percobaan Alat yang digunakan adalah polybag ukuran 35 cm x 35 cm, penggaris, timbangan analitik, oven, penghalus, alat-alat tulis, dan alat penunjang lainnya.
Lokasi dan Waktu Percobaan Tempat percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo dan Labortorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan Mei 2014.
6 Prosedur Percobaan Percobaan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan tanaman taka dengan bobot umbi yang berbeda serta pada perbandingan media tanam. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka penelitian
Persiapan media tanam Media tanam yang digunakan ialah campuran dari tanah, arang sekam, pasir, dan pupuk kandang sapi. Perlakuan media tanam pada Tabel 1. Tabel 1 Kombinasi perbandingan media tanam (v/v) Perlakuan **)1 *)2 *)3 **)4
Tanah 0 1 1 1
Arang sekam 1 0 1 0
Pasir 1 1 0 0
Pupuk kandang sapi 1 1 1 1
Keterangan: *)Ada penelitian sebelumnya (Saleh 2010); **)Belum ada penelitian sebelumnya
Persiapan bahan tanam Bahan tanam yang digunakan ialah umbi taka (T. leontopetaloides). Umbi dibedakan menjadi dua bobot umbi yaitu bobot umbi−51 g dan bobot umbi 5.1−20 g. Penanaman Penanaman dilakukan satu hari setelah persiapan media tanam di dalam polybag ukuran 35 cm × 35 cm dengan perbandingan media tanam yang telah ditentukan. Sebelum dilakukan penanaman, umbi tanaman taka direndam menggunakan Rooton-F selama 4 jam sebagai perangsang perakaran umbi.
7 Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma secara manual dan penyiraman secara teratur untuk menghindari tanaman dari cekaman kekeringan. Pelaksanaan penyiraman dilaksanakan pada pagi hari disesuaikan dengan kondisi curah hujan. Pengamatan Pengamatan peubah vegetatif tanaman meliputi: 1. Tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi. Pengukuran tinggi daun dilakukan setiap minggu mulai 3 MST. 2. Jumlah daun. Jumlah daun dihitung dari jumlah daun yang berbentuk daun sempurna. Jumlah daun dihitung setiap bulan mulai 3 MST. 3. Luas daun. Luas daun dihitung menggunakan metode gravimetri. 4. Lebar tajuk. Lebar tajuk diukur setiap minggu dengan mengukur lebar tajuk terbesar. 5. Rata-rata laju tumbuh relatif (relative growth rate/ LTR) yang diukur pada pengamatan destruktif. Pengukuran LTR dilakukan dengan mencabut 1 tanaman. LTR dilakukan pada saat pengamatan destruktif yaitu 18 dan 24 MST. Perhitungan LTR menggunakan rumus berikut (South 1995). ln 𝑤𝑤2 − ln 𝑤𝑤1 𝑔𝑔 LTR = ( �ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 ) 𝑡𝑡2 − 𝑡𝑡1 Keterangan: W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1 W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2 6. Rata-rata laju asimilasi bersih (net assimilation rate/LAB). LAB merupakan hasil asimilasi bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan waktu. Waktu penghitungan LAB sama dengan waktu penghitungan LTR. Laju rata-rata laju asimilasi bersih dihitung dengan menggunakan rumus berikut: 𝑊𝑊2 − 𝑊𝑊1 ln 𝐴𝐴2 − ln 𝐴𝐴1 LAB = 𝑋𝑋 (𝑔𝑔/𝑐𝑐𝑐𝑐2 /ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎) 𝐴𝐴2 − 𝐴𝐴1 𝑡𝑡2 − 𝑡𝑡1 Keterangan: W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1 W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2 A1 = luas daun total pada waktu t1 A2 = luas daun total pada waktu t2
1. 2. 3.
4. 5.
Pengamatan peubah panen tanaman meliputi: Bobot umbi empu dan anakan pada saat panen Selisih bobot umbi empu panen terhadap bobot umbi empu awal Selisih total bobot umbi (empu dan anak) panen terhadap bobot umbi awal. Dilakukan dengan mengurangi bobot umbi empu dan bobot umbi anakan terhadap bobot umbi mini awal tanam. Diameter dan tebal pada umbi empu dan anakan pada saat panen. Analisis hara daun.
8 Analisis Data Percobaan menggunakan analisis data rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktorial dengan 2 faktor yaitu: Faktor I = bobot umbi dengan dua taraf (bobot umbi 1−5 g dan bobot umbi 5.1−20 g.) Faktor II = perbandingan media tanam dengan empat taraf (Tabel 1) Kombinasi perlakuan ada 2 x 4 = 8 dan diulang 3 kali sehingga terdapat 24 unit disetiap unit ada 5 tanaman sehingga terdapat 120 tanaman. Model liniernya adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + ßj + (αß)ij + ρk + εijk Keterangan: Yijk : pertumbuhan tanaman pada faktor µ : rataan umum αi : pengaruh utama faktor bobot umbi ke-i (i= bobot umbi 1−5 g dan bobot umbi 5.1−20 g.) : pengaruh utama faktor perbandingan media tanam ke-j (j= 1, 2, 3, 4) ßj (αß)ij : pengaruh sederhana interaksi faktor bobot umbi dan faktor media tanam ρk : pengaruh pengelompokan εijk : nilai galat Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji-F untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan. Apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Pengamatan di lapang berlangsung dari bulan November 2013 sampai bulan April 2014. Pertumbuhan tanaman taka memiliki keragaman bentuk daun, seperti: bentuk daun agak menjari (Gambar 2) dan ada yang menjari (Gambar 3).
Gambar 2 Daun agak menjari
Gambar 3 Daun menjari
Curah hujan pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014 sangat tinggi sebesar 448.4 mm/bulan dengan temperatur 25.4 oC, kelembaban 87.2% (Lampiran 1) sehingga berpengaruh terhadap keadaan umbi pada masing-masing
9 media tanam. Bahan tanam pada media tanam tanah : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) mengalami busuk umbi sebesar 17%. Hal ini diduga pada komposisi media tersebut air hujan yang jatuh dalam polibag tidak mengalami aerasi dan drainase yang baik, sehingga terjadi busuk umbi (Gambar 4). Selain itu, komposisi media tanam yang tidak mengalami aerasi dan drainase yang baik menyebabkan tanaman menjadi stres sehingga tanaman menjadi kerdil dan daun menjadi kecil dan berwarna kuning (Gambar 5).
Gambar 4 Busuk umbi
Gambar 5 Tanaman kerdil dan daun menguning Pemanenan dilakukan saat tanaman ditunjukkan dengan warna daun yang sudah menguning pada tanaman taka. Pemanenan pada penelitian ini, tanaman dipanen pada umur 24 MST (Gambar 6).
(a) (b) Gambar 6 Tanaman siap panen (a) dalam polibag; (b) setelah di panen
Pengaruh Media Tanam dan Bobot Umbi Mini terhadap Peubah Vegetatif Tanaman Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 17−22 MST (Tabel 2). Media tanam dengan komposisi pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) nyata lebih tinggi 36.90−47.98% dibandingkan media tanam dengan komposisi tanah : pupuk kandang sapi (1:1
10 v/v), sedangkan media tanam dengan komposisi tanah : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) nyata lebih tinggi 31.13−37.34% dibandingkan media tanam dengan komposisi tanah : pupuk kandang sapi (1:1 v/v). Tabel 2 Peubah vegetatif pada komposisi media tanam Perlakuan Komposisi Media Tanam Tanah : Tanah : Pasir Tanah : Umur KK Pasir : Arang Arang Sekam : Pupuk Pupuk (MST) (%) Sekam : : Pupuk Kandang Kandang Pupuk Kandang Sapi Sapi Kandang Sapi Sapi ------------------------Tinggi Tanaman (cm)----------------------0.92 0.21 0.08 0.65 4 31.98 21.78ab
25.99a
17 19.46
27.15a
19.82b
18 19 20 21 22
21.16 21.29 20.49 19.17 19.17
28.10a 21.96ab 27.89a 20.20b 26.75a 22.35ab 25.46a 18.58b 27.42a 21.99ab 25.45a 18.53b 27.33a 22.32ab 24.57a 18.60b 27.33a 22.32ab 24.57a 18.60b ----------------------Jumlah Daun (helai)---------------------
6
7.16
0.1
0.1
0
0.1
16 19.95
2.6a
1.8bc
2.2ab
1.6c
17 19.95
2.6a
1.8bc
2.2ab
1.6c
18 18.06 19 20 21 22
20.68 21.46 24.42 24.41
(u)
13 39.98
(u)
24 39.19 6 15 16 17 18 19 20 21 22
32.29 33.73 25.86 21.19 20.17 22.62 21.68 21.68 21.68
2.7a 1.9bc 2.3ab 1.7c 2.5 2.1 2.3 1.9 2.6 2.2 2.4 2.0 2.6 2.2 2.4 1.9 2.6 2.2 2.4 1.8 ------------------------------Luas Daun (cm)-----------------------45.06
24.30
26.85
17.49
41.32 39.67 29.22 10.40 -------------------------Lebar Tajuk (cm)-----------------------1.85 23.33a 24.85a 27.02a 28.54a 26.33a 26.78a 26.22a 26.22a
0.85 14.99b 17.44bc 19.07bc 19.78b 20.54ab 20.89ab 20.36ab 20.36ab
0 21.26ab 22.90ab 24.49ab 26.31a 24.46a 24.69a 23.60a 23.60a
0.84 13.63b 14.99bc 16.09bc 16.98b 15.87b 17.69b 15.82b 15.82b
11
Tabel 2 (Lanjutan)
Umur (MST)
KK (%)
18-24
6.69
18-24 19.12
Perlakuan Komposisi Media Tanam Tanah : Tanah : Pasir Tanah : Pasir : Arang Arang Sekam : Pupuk Pupuk Sekam : : Pupuk Kandang Kandang Pupuk Kandang Sapi Sapi Kandang Sapi Sapi -------------Laju Tumbuh Relatif (LTR) (g. hari-1)-------0.198 0.167 0.154 0.161 -2 -1 --------Laju Asimilasi Bersih (LAB) (g. cm . hari )--------0.608 0.588 0.460 0.297
Keterangan: Umur (MST) di mulai dari 4 MST dan yang dimasukkan adalah umur (MST) yang menunjukkan berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, lebar tajuk. q) : hasil transformasi√(x+1) ; u) : hasil transformasi√(x+5) ; Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata menurut uji DMRT; Didalam tanda ( ) pada angka menunjukkan data transformasi
Media tanam dengan komposisi tanah : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) menunjukkan angka 0 pada umur 6 MST karena tanaman sudah muncul tunas tetapi daun yang terbentuk belum terbuka sempurna. Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur 16−18 MST (Tabel 2). Media tanam dengan komposisi pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) nyata lebih tinggi 58.8−62.5% dibandingkan media tanam dengan komposisi tanah : pasir : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) dan komposisi tanah : pupuk kandang sapi (1:1 v/v). Umur 19−22 MST komposisi pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) meskipun tidak berbeda nyata tetapi nilainya lebih tinggi 31.5−44.5% dibandingkan dengan media dengan komposisi tanah : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v). Hal tersebut karena tidak terjadi pertumbuhan daun baru pada semua perlakuan komposisi media tanam. Perlakuan dengan komposisi media tanam tidak berbeda nyata terhadap luas daun (Tabel 2). Media tanam dengan komposisi pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) memiliki nilai peubah vegetatif tanaman lebih tinggi dibandingkan komposisi media tanam lainnya meskipun tidak berbeda nyata karena tanaman memiliki daun yang lebih lebar dan pertumbuhan tanaman lebih cepat. Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap lebar tajuk pada umur 15−22 MST. Media tanam dengan komposisi pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) nyata lebih tinggi 51.38−71.17% dibandingkan media tanam dengan komposisi tanah : pupuk kandang sapi (1:1 v/v). Hal tersebut karena luas daun pada media dengan komposisi pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) lebih besar menyebabkan nilai lebar tajuk tinggi. Lebar tajuk mengalami penurunan karena mengalami klorosis pada ujung daun yang lebih lebar dan sudah tua. Nilai rata-rata laju tumbuh relatif (LTR) pada perlakuan komposisi media tanam menujukkan tidak berbeda nyata. Media tanam dengan komposisi pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) meskipun tidak berbeda nyata tetapi nilainya lebih tinggi 22.98% dibandingkan dengan media dengan komposisi
12 tanah : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v). Hal tersebut dipengaruhi oleh hasil biomassa daun, batang, umbi, dan akar yang dihasilkan oleh media tanam dengan komposisi pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) lebih besar. Nilai rata-rata laju asimilasi bersih (LAB) dipengaruhi oleh sinar matahari dan banyaknya daun yang terlindungi. Semakin banyak daun yang terlindungi maka nilai LAB akan semakin kecil. Komposisi media dengan komposisi pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) meskipun tidak berbeda nyata tetapi nilainya lebih tinggi 104.7% dibandingkan dengan media dengan komposisi tanah : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v). Hal tersebut diduga daun mengalami pertumbuhan yang baik sehingga menyebabkan proses fotosintesis optimum. Menurut Salisbury dan Ross (1995) menyatakan struktur tajuk daun menentukan seberapa banyak cahaya yang akan diserap oleh setiap helai daun pada suatu komunitas tumbuhan, indeks luas daun yang memungkinkan fotosintesis optimum dari tumbuhan secara keseluruhan. Pujisiswanto dan Pangaribuan (2008) menyatakan nilai LAB tertinggi terjadi pada awal pertumbuhan karena daun tanaman terkena sinar matahari langsung. Tabel 3 Peubah vegetatif pada perlakuan bobot umbi mini Perlakuan Bobot Umbi Mini Umur KK (MST) (%) 1−5 g 5.1−20 g ----------------Tinggi Tanaman (cm)-----------------4 31.98 0.07 0.85 (p) 13 20.50 12.85 (3.55b) 22.69 (4.68a) 14 31.39 14.12b 25.66a 15 28.46 15.36b 27.29a 16 22.68 16.88b 29.08a 17 19.47 17.47b 29.90a 18 21.17 18.51b 30.56a 19 21.29 16.73b 29.84a 20 20.49 16.74 29.95a 21 19.18 17.05b 29.35a 22 19.18 17.05b 29.35a -----------------Jumlah Daun (helai)-----------------6 7.16 0.4 0.1 16 19.95 1.9 2.2 17 19.95 1.9 2.2 18 18.06 2.0 2.3 19 20.68 2.4a 2.0b 20 21.46 2.6a 2.0b 21 24.42 2.4 2.1 22 24.41 2.4 2.1 -------------------Luas Daun (cm)------------------(u) 13 39.98 14.96 (4.35b) 41.89 (6.40a) (u) 24 39.19 20.73 39.57
13 Tabel 3 (Lanjutan) Umur KK (MST) (%) 6 14 15 16 17 18 19 20 21 22
32.29 20.52 33.73 25.86 21.19 20.17 22.62 21.68 21.68 21.68
18-24
6.69
(p)
18-24 19.12
Perlakuan Bobot Umbi Mini 1−5 g 5.1−20 g -------------------Lebar Tajuk (cm)----------------------0.20 1.57 11.83 (3.40b) 20.73 (4.45a) 13.23b 23.37a 14.73b 25.36a 16.28b 27.06a 17.72b 28.08a 16.19b 27.41a 16.17b 28.86a 16.22b 26.78a 16.22b 26.78a -------Laju Tumbuh Relatif (LTR) (g. hari-1)-------0.135 0.205 ---Laju Asimilasi Bersih (LAB) (g. cm-2. hari-1)--0.329 0.647
Keterangan: Umur (MST) di mulai dari 4 MST dan yang dimasukkan adalah umur (MST) yang menunjukkan berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, lebar tajuk. p) : hasil transformasi √(x) ; q) : hasil transformasi √(x+1) ; u) : hasil transformasi √(x+5) ; Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata menurut uji DMRT; Didalam tanda ( ) pada angka menunjukkan data transformasi
Bobot umbi mini berpengaruh nyata terhadap tinggi daun pada umur 13−22 MST (Tabel 3). Bobot umbi mini 5.1−20 g nyata lebih tinggi 65.09−81.73% dibandingkan bobot umbi mini 1−5 g. Jumlah daun berpengaruh nyata terhadap bobot umbi mini pada umur 19−20 MST (Tabel 3). Bobot umbi mini 1−5 g nyata lebih tinggi 5−20.4% dibandingkan bobot umbi mini 5.1−20 g, sedangkan luas daun pada perlakuan bobot umbi mini dengan bobot 5.1−20 g menunjukkan nyata lebih tinggi 47.13% pada umur 13 MST. Hal tersebut menunjukkan jumlah daun pada perlakuan bobot umbi mini 5.1−20 g lebih sedikit dibandingkan dengan bobot umbi mini 1−5 g, tetapi luas daun pada perlakuan bobot umbi mini 5.1−20 g lebih luas. Menurut Harjadi (1989) menyatakan bahwa dalam fase vegetatif dari suatu perkembangan, karbohidrat dipergunakan dan tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya. Bobot umbi 5.1−20 g memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi sehingga sumber karbohidrat yang dibutuhkan dalam pertumbuhan fase vegetatif lebih banyak tersedia. Lebar tajuk pada perlakuan bobot umbi mini 5.1−20 g nyata lebih tinggi 30.88−65.10% pada umur 14−22 MST dibandingkan bobot umbi 1−5 g (Tabel 3). Selain itu, LTR tidak menunjukkan berbeda nyata tetapi bobot umbi mini 5.1−20 g menunjukkan nilai lebih tinggi 51.85% dan nilai LAB lebih tinggi 96.66% dibandingkan bobot umbi mini 1−5 g. Hal tersebut diduga bobot umbi mini 5.1−20 g lebih lebih sedikit menghasilkan daun baru tetapi luas daun dan lebar tajuk yang dihasilkan lebih luas dan lebar dibandingkan bobot umbi mini 1−5 g sehingga nilai LTR dan LAB juga lebih tinggi menyebabkan biomassa dan fotosintesisnya lebih besar.
14 Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Bobot Umbi Mini terhadap Peubah Panen Data pada perlakuan dengan komposisi media tanam menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada selisih bobot umbi empu awal tanam sampai panen, bobot tajuk, diameter dan tebal umbi pada umbi anakan dan empu. Peubah selisih total bobot umbi mini panen terhadap bobot umbi mini awal pada perlakuan komposisi media tanam menunjukkan berbeda nyata pada umur 1−24 MST (Tabel 4). Tabel 4 Peubah panen pada perlakuan komposi media tanam Perlakuan Komposisi Media Tanam Pasir : Tanah : Arang Tanah : Pasir Umur KK Arang Sekam Tanah : Sekam : : Pupuk (MST) (%) : Pupuk Pupuk Pupuk Kandang Kandang Kandang Sapi Kandang Sapi Sapi Sapi -----------------Bobot Umbi Empu Panen (g)-------------24
18.68
10.13
9.70
9.07
--------------------Bobot Umbi Anak Panen (g)-------------24
1-24
q)
1-24 39.58
24 29.25
32.16a 17.62ab 25.53ab 10.16b Selisih Bobot Umbi Empu Panen terhadap Bobot Umbi Empu Awal (g) 50.84 27.75 35.23 19.23 Selisih Total Bobot Umbi (Empu dan Anak) Panen terhadap Bobot Umbi Awal (g) 200.37a 78.54b 103.18ab 39.93b (13.23) (8.59) (10.02) (5.88) --------------------Diameter Umbi Anak (cm)---------------2.940
2.507
2.867
4.593
------------------Diameter Umbi Empu (cm)----------------24 23.00
3.107
2.791
2.786
2.412
---------------------Tebal Umbi Anak (cm)-----------------24 16.47
2.484
2.197
2.527
2.136
-------------------Tebal Umbi Empu (cm)-----------------24 26.29
2.682
2.541
2.418
2.740
Keterangan: q) : hasil transformasi√(x+1); Didalam tanda ( ) pada angka menunjukkan data transformasi ; Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata menurut uji DMRT
Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap bobot umbi anak panen, selisih total bobot umbi panen terhadap bobot umbi awal pada peubah panen.
15 Media tanam dengan komposisi pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) nyata lebih tinggi 216.54% dibandingkan media tanam dengan komposisi tanah : pupuk kandang sapi (1:1 v/v) pada umbi anak panen sedangkan media tanam dengan komposisi pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) nyata lebih tinggi 401.80% dibandingkan media tanam dengan komposisi tanah : pupuk kandang sapi (1:1 v/v). Tabel 5 Peubah panen pada perlakuan bobot umbi mini Perlakuan Bobot Umbi Mini Umur KK (MST) (%) 1−5 g 5.1−20 g ----------------Bobot Umbi Empu Panen (g)-------------24
10.057
13.737
-----------------Bobot Umbi Anak Panen (g)---------------24
1-24
1-24 39.58
11.659b 31.073a Selisih Bobot Umbi Empu Panen terhadap Bobot Umbi Empu Awal (g) 21.716 44.810 Selisih Total Bobot Umbi (Empu dan Anak) Panen terhadap Bobot Umbi Awal (g) 80.20 130.81 --------------Diameter umbi anakan (cm)--------------
24 29.25
3.332
3.122
----------------Diameter umbi empu (cm)------------24 23.00
2.179b
3.369a
---------------Tebal umbi anakan (cm)------------24 16.47
2.033b
2.640a
---------------Tebal umbi empu (cm)------------24 26.29
1.997b
3.194a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata menurut uji DMRT
Hasil data pada perlakuan bobot umbi mini pada bobot umbi anak, diameter umbi empu, tebal umbi pada anakan dan empu menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 5). Bobot umbi mini 5.1−20 g menunjukkan nyata paling tinggi 166.52% pada bobot umbi anak panen, 54.61% pada diameter umbi empu, 29.86% pada tebal umbi anak, 59.93% pada tebal umbi empu dibandingkan bobot umbi mini 1−5 g . Hal tersebut dikarenakan ukuran umbi lebih besar sehingga kandungan karbohidrat lebih banyak. Sutater et. al. (1993) menyatakan bahwa semakin besar ukuran umbi bibit, maka semakin banyak pula jumlah tanaman yang dipanen, hal ini karena diduga besarnya cadangan makanan yang tedapat dalam umbi. Soemono et al. (1986) meyatakan bahwa bobot bibit berpengaruh nyata terhadap bobot umbi setiap tanaman dan hasil panen setiap hektar. Sutapradja (2008)
16 menyatakan bahwa ukuran umbi bibit berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil kentang varietas granola untuk bibit.
Analisis Hara Daun Analisis hara daun dilakukan untuk mengetahui seberapa efisien tanaman menyerap hara sesuai dengan perlakuan kombinasi media tanam dengan bobot umbi mini karena jumlah kandungan hara dalam tanaman merupakan indikator pasokan hara tersebut dan berhubungan langsung dengan jumlah unsur tersebut didalam media tanaman yang digunakan. Hasil analisis hara daun menunjukkan bahwa perlakuan komposisi media tanam pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) memiliki nilai tertinggi dibandingkan perlakuan komposisi media tanam lainnya untuk konsentrasi unsur hara N sebesar 7.75%, unsur hara K sebesar 37.02%. Selanjutnya, nilai paling tinggi untuk konsentrasi unsur hara P ditunjukkan pada perlakuan komposisi media tanam tanah : arang sekam: pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) sebesar 16.12% (Tabel 6). Jumlah daun media tanah : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) lebih sedikit dibandingkan media pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) (Tabel 2). Disisi lain konsentrasi unsur hara P pada media tanah : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) lebih tinggi, hal ini menunjukkan unsur hara P lebih terkonsentrasi pada jumlah daun yang lebih sedikit. Tabel 6 Analisis hara daun pada perlakuan media tanam Perlakuan Komposisi Media Tanam Pasir : Arang Tanah : Pasir Tanah : Arang Umur KK Sekam : : Pupuk Sekam : Tanah : Pupuk (MST) (%) Pupuk Kandang Pupuk Kandang Sapi Kandang Sapi Kandang Sapi Sapi ---------------------------Unsur N (%)----------------------24 22.16
2.932
2.608
2.883
2.817
----------------------------Unsur P (%)------------------------24 35.78
0.167
0.163
0.173
0.138
---------------------------Unsur K (%)-----------------------24 28.73
2.633
2.515
2.553
1.651
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata menurut uji DMRT
Perlakuan bobot umbi mini 5.1−20 g memiliki nilai konsentrasi unsur hara P dan unsur hara K yang tinggi, sedangkan nilai konsentrasi unsur hara N tertinggi pada perlakuan bobot umbi mini 1−5 g (Tabel 7). Bukit (2008) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk KCL berpengaruh nyata terhadap berat umbi per plot.
17 Tabel 7 Analisis hara daun pada perlakuan bobot umbi mini Perlakuan Bobot Umbi Mini Umur KK (MST) (%) 1−5 g 5.1−20 g ----------------Unsur N (%)-------------24
22.16
2.872
2.748
----------------Unsur P (%)-------------24
35.78
0.153
0.168
----------------Unsur K (%)-------------24
28.73
2.268
2.409
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata menurut uji DMRT
Kalium terlibat dalam pengangkutan hasil-hasil fotosintesis dari daun menuju organ reproduktif dan penyimpanan (Munawar 2011). Perlakuan menggunakan media arang sekam juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan bahan tanam umbi, karena arang sekam dapat menyebabkan kandungan C-organik, N tersedia, serta K2O yang relatif lebih tinggi dibandingkan pasir (Saleh 2010). Penambahan pupuk kandang sapi maupun arang sekam menyebabkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik (Gatari 2014). Pasir sesuai untuk digunakan sebagai media pembibitan karena pasir cukup gembur sehingga cukup banyak mengandung udara bagi pernafasan akar tetapi pasir tidak bisa menahan air cukup lama yang mengakibatkan siraman air cepat merembes keluar, sehingga diperlukan adanya media campuran (Hartmann dan Kester 1983). Hal ini diduga asal bahan tanam yang berasal dari Kabupaten Sumenep dan adaptasi awalnya adalah di daerah pantai sehingga media tanam yang digunakan harus porous, oleh karena itu komposisi media tanam pasir : arang sekam : pupuk kandang menyediakan unsur hara bagi tanaman sehingga hasil bobot umbi anakan yang dihasilkan lebih besar dibandingkan media tanam lainnya dan baik digunakan sebagai media tanam.
SIMPULAN Komposisi media tanam dengan pasir : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) dan tanah : arang sekam : pupuk kandang sapi (1:1:1 v/v) adalah media tanam terbaik pada tinggi tanaman, jumlah daun, lebar tajuk, luas daun, LTR, LAB, bobot umbi anak panen, selisih total bobot umbi (empu dan anak) panen terhadap bobot umbi awal, dan unsur hara N dan K. Bobot umbi mini 5.1−20 g adalah bobot umbi mini terbaik pada tinggi tanaman, luas daun, lebar tajuk, LTR, LAB, bobot umbi anak panen, diameter umbi empu, tebal umbi anak dan umbi empu, unsur hara P dan K. Tidak terjadi interaksi antara perlakuan kombinasi media tanaman dengan bobot umbi mini.
18
SARAN Penggunaan arang sekam dapat dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai campuran media tanam karena memiliki kandungan hara relatif tinggi pada pertumbuhan tanaman taka. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada umbi mini panen di lapang dan dosis pupuk organik yang diberikan. Selain itu, perlu dilakukan analisis kandungan pati pada umbi.
DAFTAR PUSTAKA Aatjin AZ, Lelemboto MB, Koapaha T, Mamahit LP. 2013. Pemanfaatan pati tacca (Tacca leontopetaloides) pada pembuatan biskuit. J Teknol Indust Pangan 2(1):1-8. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Data curah hujan daerah Dramaga. Bogor (ID) Bukit A. 2008. Pengaruh berat umbi bibit dan dosis pupuk KCL terhadap petumbuhan dan produksi kentang (Solanum tuberosum L.). [Skripsi]. Medan (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Departemen Pertanian. 2013. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Tersedia pada http:// tanamanpangan.deptan.go.id/ doc_pengumuman/ UU_Pangan_No.18_.pdf. Departemen Pertanian. 2013. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002. Tersedia pada http:// perundangan.deptan.go.id/ admin/ p_pemerintah/ PP-68-02.pdf. Fetiandreny M. 2007. Pengaruh campuran media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi karuk (Piper sarmentosum Roxb. Ex Hunter). [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Flach M; Rumawas F. 1996. Plant Resources of South-East Asia No.9: Plants yielding non-seed carbohydrates. Leidei: Backhuys Publishers 237pp Gatari DD. 2014. Pertumbuhan dan produksi tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan komposisi media tanam yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Program studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hanafiah KA. 2005. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo. 358hal. Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): CV Akademika Pressindo. 288hal. Harjadi SS. 1989. Dasar Dasar Hortikultura. Jakarta (ID): PT. Gramedia Hartmann HT, Kester DE.1983. Plant Ppropagation Principles and Practices 4th edition. Pentice hall,inc. Englewood, newyork. 538hal. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, editor. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Warna Jaya. Houston DF. 1972. Pengetahuan Pupuk. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada. Jumin HB. 2010. Dasar Dasar Agronomi. Jakarta (ID): Rajawali Press.
19 Mardani DY. 2005. Pengaruh jumlah ruas dan komposisi media tanam terhadap pertumbuhan bibit stek nilam. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Meena KL, Yadaf BL. 2010. Tacca leontopetaloides (Linn.) Kuntze. IJNPR 1(4):512-514pp. Munawar M. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Pr. 240 hal. Pujisiswanto H, Pangaribuan D. 2008. Pengaruh dosis pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tomat. Prosiding. Universitas Lampung (ID). Seminar Nasional dan Teknologi-II 2008. 2008 November 17-18. Purwanto AW. 2006. Aglaonema pesona kecantikan sang ratu daun. Yogyakarta (ID): Kanisius. 80hal. Saleh I. 2010. Pengaruh metode pemupukan dan kombinasi komposisi media tanam dengan pengapuran terhadap pertumbuhan cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan (Plant Physiology). Lukman DR, Sumaryono, editor. Bandung (ID): ITB. South DB. 1995. Relative growth rates: a critique. South African Forestry J. Vol 173:43-48. Soemono S, Baharsjah JS, Wiroatmodjo J, Tjitrosoedirdjo S. 1986. Pengaruh bobot bibit terhadap pertumbuhan, hasil dan kualitas umbi suweg (Amorphopallus campanulatus B1.) pada berbagai umur. Bul Agro. Vol 17(2):17-22. Soepraptohardjo.1961. Jenis- jenis tanah di Indonesia. Badan Pengendali Bimas dan Lembaga Penelitian Tanah. Spennemann DHR. 1994. Traditional arrowroot production and utilization in The Marshall Island. J. Ethnobiol. 14(2):211-234. Sutapradja H. 2008. Pengaruh jarak tanam dan ukuran umbi bibit terhadap pertumbuhan dan hasil kentang varietas granola untuk bibit. J.Hort.18(2):155-159. Sutater T, Asandhi AA, Hermanto. 1993. Pengaruh ukuran bibit dan jarak tanam terhadap produksi umbi mini tanaman kentang kultivar Knebbec. Bul.Horti. 12(2): 12-18. Ubwa ST, Anhwange BA, Chia JT. 2011. Chemical analysis of Tacca leontopetaloides peels. Am. J. Food Technol. Doi: 10.3923/ajft.2011.
20 Lampiran 1 Data Iklim Curah Hujan Bulan Temperatur (oC) (mm) Desember “13 411 25.5 Januari “14 702 24.6 Februari “14 337 25.0 Maret “14 281 25.6 April “14 511 26.2 Rata-rata 448.4 25.4 Sumber: Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
RH (%) 86 89 89 87 85 87.2
21
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumenep, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 13 April 1992. Penulis adalah putra tunggal dari ayah Abd. Halil dan ibu Maniyah (alm). Penulis tinggal dan dibesarkan oleh nenek Sa’iha (alm), bibi Juma’ati dan paman Atmawi. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kalianget dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa BIDIK MISI dari DIKTI. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi sebagai staf Departemen Minat dan Bakat Badan Eksekutif Mahasiswa Faperta (BEM-A) pada tahun 2011-2012 menjadi asisten praktikum Tekhnik Budidaya Tanaman pada tahun ajaran 2013/2014, Ilmu Tanaman Perkebunan pada tahun ajaran 2013/2014. Bulan Juli−September 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Tambak Jati, Kabupaten Subang. Selain itu penulis pernah bergabung menjadi salah satu pemandu wisata di wisata pendidikan AgroEdu Tourism IPB.