PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.)
OLEH MUTIARA HANUM A24050822
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Mutiara Hanum A24050822
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN
MUTIARA HANUM. Pengaruh Jenis Media Tanam terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Asparagus (Asparagus officinalis L.). (Dibimbing oleh ADIWIRMAN dan WINARSO DRAJAD WIDODO). Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh jenis media tanam terhadap pertumbuhan bibit tanaman asparagus dan mengetahui jenis media tanam yang dapat menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman asparagus terbaik. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Oktober 2009, di screenhouse (rumah ketat serangga) Kebun Misi Teknik Taiwan, ICDF (International Cooperation and Development Fund), Cikarawang, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu media tanam dan lima ulangan. Perlakuan yang digunakan terdiri dari: pasir : kompos (M1); pasir : tanah : pupuk kandang ayam (M2); pasir : tanah : arang sekam (M3); pasir : tanah : kompos (M4); pasir : tanah : dan serbuk sabut kelapa (M5). Bahan tanaman yang digunakan adalah benih asparagus varietas UC 800. Varietas ini dihasilkan oleh Universitas California dan khusus dikembangkan untuk daerah tropika seperti Indonesia. Varietas ini memiliki rebung agak panjang dan berkualitas bagus. Saat ini varietas UC 800 dikembangkan di Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media tanam dapat meningkatkan peubah yang diamati yaitu: tinggi tanaman, jumlah cladophyl, jumlah cabang, jumlah tunas baru, diameter batang, bobot basah, bobot kering tajuk, bobot basah akar, dan bobot kering akar. Media tanam yang menghasilkan pertumbuhan paling baik pada bibit asparagus adalah campuran pasir dan kompos.(M1).
Judul : PENGARUH..JENIS..MEDIA..TANAM..TERHADAP PERTUMBUHAN..BIBIT..TANAMAN..ASPARAGUS.. (Asparagus officinalis L.) Nama : Mutiara Hanum NRP
: A24050822
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Adiwirman, MS.
Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS.
NIP. 19620416 198703 1001
NIP. 19620831 198703 1001
Mengetahui Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP : 19611101 198703 1003
Tanggal Lulus : .............................
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Februari 1987. Penulis merupakan anak keenam dari pasangan Bapak Zaini Hamzah dan Ibu Karnasih. Latar belakang pendidikan penulis diawali dari TK Al-Azhar Pusat Jakarta pada tahun 1993. Pada tahun 1999 penulis lulus dari SD Al-Azhar Pusat Jakarta, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMP Al-Azhar Pusat Jakarta. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Al-Azhar 1 Jakarta pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis sempat menjadi anggota dalam beberapa organisasi dan menjadi anggota panitia dalam suatu acara serta menjalani kegiatan magang di beberapa tempat. Pada tahun 2007 penulis menjadi anggota LENSA yang menggeluti bidang fotografi. Pada tahun 2008 penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) dan masuk ke dalam divisi Pengembangan Pertanian (BANGTAN). Penulis cukup aktif di kepanitiaan acara mahasisa antara lain sebagai anggota divisi acara pada Festival Tanaman ke – 28 (FESTA XXVIII) dan anggota divisi acara pada Masa Perkenalan Departemen. Penulis juga sempat mengikuti kegiatan magang seperti pada tahun 2007 penulis melakukan magang di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) dan pada tahun 2008 penulis magang di Kebun Raya Bogor (KRB).
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada Rasulullah SAW serta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman. Penelitian ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis ditujukan kepada : a. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, kakak, dan adik yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang tak henti. b. Dr. Ir. Adiwirman, MS. dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. c. Kebun Misi Teknik Taiwan, ICDF yang telah memberikan izin penggunaan screenhouse sebagai tempat penelitian. d. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura 42 yang telah memberikan bantuan dan dukungan. e. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang memerlukan, serta dapat dimanfaatkan untuk kelancaran penelitian selanjutnya.
Bogor, Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL.............................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
v
PENDAHULUAN Latar Belakang............................................................................................. Tujuan.......................................................................................................... Hipotesis......................................................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Asparagus......................................................................................... Syarat Tumbuh Asparagus.......................................................................... Cara Perbanyakan Asparagus...................................................................... Persemaian Asparagus................................................................................. Media........................................................................................................... Tanah........................................................................................................... Pasir............................................................................................................. Kompos........................................................................................................ Serbuk Sabut Kelapa.................................................................................... Arang Sekam............................................................................................... Pupuk Kandang Ayam.................................................................................
4 5 6 7 8 8 9 10 10 11 11
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat...................................................................................... Bahan dan Alat............................................................................................ Metode Penelitian…………….…………………………………………... Pelaksanaan Penelitian……………………………………………………. Pengamatan………………………………………………………………..
12 12 12 13 14
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil.............................................................................................................. Pembahasan..................................................................................................
15 25
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan................................................................................................... Saran.............................................................................................................
30 30
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
31
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Kandungan..Nitrogen,.Fosfor,.Kalium,.pH,.EC..pada..Berbagai..Jenis Media Tanam........................................................................................
15
2
Rekapitulasi Sidik Ragam Tiap Peubah (1-11 MST)............................
17
3.
Pengaruh.Media.Tanam.terhadap.Perkecambahan Benih.....................
18
4.
Pengaruh Media Tanam terhadap Diameter Batang…………………..
22
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kumbang Asparagus (Crioceris asparagi L.) dan Tanaman yang 16 Terkena Penyakit Karat Asparagus (Puccinia asparagi)......................
2.
Penampilan Tanaman Asparagus Berumur 12 MST pada Setiap 18 Perlakuan Jenis Media Tanam.............................................................. Pertumbuhan..Rata-Rata..Tinggi..Tanaman..A...officinalis..pada 19 Berbagai Jenis Media Tanam..............................................................
3. 4.
Pertumbuhan Rata-Rata Jumlah Cladophyl Tanaman A. officinalis 20 pada Berbagai Jenis Media Tanam......................................................
5.
Pertumbuhan Rata-Rata Jumlah Cabang A. officinalis pada Berbagai 21 Jenis Media Tanam…………………………………………………...
6.
Pertumbuhan Rata-Rata Tunas Baru A. officinalis pada Berbagai Jenis Media Tanam...............................................................................
7.
Pengaruh Jenis Media Tanam terhadap Bobot Tajuk A. officinalis...... 23
8.
Pengaruh Jenis Media Tanam terhadap Bobot Akar A. officinalis.......
22
24
PENDAHULUAN
Latar Belakang Manusia membutuhkan asupan makanan yang bergizi agar kesehatan tubuh tetap terjaga. Manusia mengkonsumsi berbagai bahan pangan untuk mendapatkan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Salah satu bahan pangan yang penting untuk dikonsumsi adalah sayuran. Williams et al. (1993) menyatakan bahwa sayur sebagai bahan pangan tidak termasuk makanan pokok melainkan sebagai pelengkap. Meskipun demikian sayur memiliki fungsi yang sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia. Sayuran merupakan sumber utama mineral dalam diet makanan. Beberapa mineral penting seperti besi, kalsium, dan fosfor dipasok oleh sayuran, selain itu protein, karbohidrat, dan bahan serat juga terkandung di sayuran (Williams et al., 1993). Kandungan aneka vitamin, karbohidrat, dan mineral pada sayur tidak dapat disubstitusi oleh makanan pokok (Nazaruddin, 1999). Berdasarkan catatan Ditjen Hortikultura, Deptan, konsumsi sayuran pada tahun 2007 sebesar 36.63 kg/kapita/tahun. Sedangkan menurut standar lembaga pangan dan pertanian dunia (FAO) seharusnya konsumsi sayuran di Indonesia sebesar 65.75 kg/kapita/tahun.(1) Hal ini sangat disayangkan karena sayuran merupakan sumber yang murah untuk protein penting dan nutrien lain, dan juga karena penduduk negara-negara tropika sangat kurang mengkonsumsi daging, telur, dan hasil-hasil susu yang seharusnya memasok nutrien tersebut. Salah satu jenis sayuran yang memiliki banyak manfaat adalah asparagus (Asparagus officinalis L.). Asparagus dapat diolah menjadi beragam masakan yang lezat, selain itu asparagus juga mempunyai kandungan gizi yang sangat baik. Dalam setiap 100 g, rebung asparagus mengandung protein 3.2 g, kalsium 23 g, fosfor 83 g, vit A 1.200 - 9 801.4 mg, vit C 19 - 15 mg, lemak 0.19 - 0.4 g, karbohidrat 4.0 - 4.2 g, dan H2O 74.3%. Selain itu beragam mineral, kalsium, potasium, vitamin A, D juga E terdapat di dalamnya. Kandungan potasium (kalium) dalam asparagus sangat tinggi, sekitar 200 mg dalam 100 g bahan.(2) 1 2
http://www.agina-online.com/show_article [9 Februari 2009] http://www.biotek.lipi.go.id/index.php [2 Februari 2009]
2
Sayuran asparagus termasuk rendah kalori tetapi memiliki kandungan serat (dietary fiber) yang sangat tinggi. Serat tersebut mampu mengikat zat karsinogen penyebab kanker dan membantu kelancaran proses pencernaan tubuh. Senyawa penting lain yang dikandung asparagus antara lain flavonoid rutin, kaemferol, dan flavanol. Zat-zat ini penting sebagai antioksidan.(3) Asparagus merupakan tanaman asli dari daerah subtropika, sehingga memiliki syarat tumbuh yang khas. Namun asparagus juga dapat ditanam di daerah tropika seperti Indonesia. Asparagus cocok ditanam di daerah dataran tinggi dan pegunungan maupun dataran rendah di Indonesia dengan curah hujan dan jenis tanah yang cocok. Cara budidaya asparagus di Indonesia yang sesuai dengan kondisi setempat masih belum dapat dilakukan, karena komoditas ini masih relatif baru. Namun pada umumnya teknik budidaya asparagus terdiri dari persemaian benih, pembibitan, pengolahan tanah, penanaman, pembumbunan, penyiangan, pemupukan, pemberantasan hama penyakit, dan panen (Suhardiman, 1994). Asparagus merupakan sayuran yang dikonsumsi bagian tunas muda atau rebungnya (spears). Untuk menghasilkan rebung yang berkualitas baik, maka diperlukan tanaman asparagus yang baik pula. Tanaman asparagus dengan pertumbuhan yang bagus dapat dihasilkan melalui beberapa cara perbanyakan, salah satunya adalah dengan menggunakan bibit yang telah berakar. Bibit asparagus ini dihasilkan melalui persemaian benih yang kemudian dipindahkan ke lahan atau polybag untuk dibesarkan menjadi bibit. Bibit asparagus yang sehat, kuat, dan cepat beradaptasi saat dipindahkan ke lapangan merupakan bibit yang diinginkan untuk menghasilkan tanaman asparagus yang produktif. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) perbanyakan menggunakan bibit ini mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya dapat mempersingkat masa non produktif, menghasilkan kondisi pertanaman penuh dan seragam, mengurangi persaingan gulma, dan dapat menjamin perkecambahan yang lebih baik. Bibit asparagus membutuhkan media tanam yang tepat dan sesuai agar pertumbuhannya baik. Media yang ideal untuk bibit asparagus adalah campuran antara tanah tertentu yang mempunyai tekstur cukup berpasir dan kandungan unsur hara yang cukup. Soepardi (1983) menyatakan bahwa media merupakan salah 3
http://myhobbyblogs.com/food/asparagus/ [2 Februari 2009 ]
3
satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai tempat tumbuh, media perakaran, dan sumber unsur hara. Karakteristik penting yang harus dimiliki media tanam sebagai tempat tumbuh menurut Acquaah (2002) adalah mempunyai kemampuan memegang air yang baik, mempunyai aerasi dan drainase yang baik, mempunyai pH yang sesuai dengan jenis tanaman, dan mengandung unsur hara penting yang tersedia untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Media tanam adalah salah satu faktor yang dapat menentukan baik buruknya pertumbuhan bibit asparagus. Oleh karena itu penting untuk diketahui jenis media tanam yang tepat dan sesuai untuk menghasilkan bibit asparagus dengan pertumbuhan yang baik.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh jenis media tanam terhadap pertumbuhan bibit asparagus dan mengetahui jenis media tanam yang tepat dan sesuai untuk menghasilkan pertumbuhan bibit asparagus yang baik.
Hipotesis Terdapat jenis media tanam yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bibit asparagus.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Asparagus Tanaman asparagus termasuk keluarga bawang-bawangan (Liliaceae). Beberapa spesies terkenal seperti Asparagus officinalis L. sering dikonsumsi sebagai sayuran. Menurut Suhardiman (1994) kedudukan tanaman ini dalam sistematika tumbuhan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Ordo
: Liliales
Famili
: Liliaceae
Genus
: Asparagus
Spesies
: Asparagus officinalis L.
Asparagus adalah tanaman perennial (tahunan) herbaceous berbentuk semak berumpun yang tumbuh tegak atau menjalar. Tingginya bisa mencapai 2 m, berbatang silinder dengan bentuk daun hasil modifikasi batang yang menyerupai jarum (cladophyl). Bunga asparagus tumbuh soliter atau berpasangan dan muncul di ketiak cladophyl, bunga tersebut akan mengasilkan buah berbentuk berry yang berwarna merah dan memiliki biji yang berwarna hitam (Siemonsma dan Piluek, 1994). Asparagus adalah tanaman monokotil dioecious yang ditanam untuk tunas batang lembut yang belum berkembang, umumnya dinamakan rebung (spear) dan dapat dimakan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Tanaman asparagus memiliki batang di dalam tanah (rhizome) yang terdiri atas kumpulan tunas, akar lunak yang berfungsi sebagai organ penyimpan dan akar serabut yang berfungsi sebagai penyerap unsur hara. Secara keseluruhan sistem pertunasan dan perakaran asparagus disebut mahkota (crown). Bagian atas rhizome horizontal mengandung tunas yang akan muncul dan memanjang membentuk rebung. Rebung mulai tumbuh ketika tunas pada mahkota berkecambah dan memanjang (Siemonsma dan Piluek, 1994; Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Menurut Ib Libner (1989) akar serabut akan mati setelah satu tahun pertumbuhan,
5
hal ini juga terjadi pada akar lunak yang akan mati setelah memberikan nutrisi untuk pertumbuhan rebung selanjutnya. Asparagus memiliki tanaman jantan dan betina yang terpisah. Tanaman betina menghasilkan biji dan memiliki rebung dengan diameter yang lebih besar, tetapi hasil panen yang diproduksi lebih rendah. Tanaman jantan memiliki hasil panen yang lebih tinggi, masa produktif yang lebih lama, dan memproduksi rebung lebih awal. Hal ini disebabkan tanaman jantan tidak menghasilkan biji sehingga dapat mengatur lebih banyak karbohidrat yang tersimpan untuk mengatur pertumbuhan rebung.(4)
Syarat Tumbuh Asparagus Lahan yang cocok untuk pertanaman sayuran asparagus di daerah tropika adalah dataran tinggi dengan ketinggian 600 - 900 m dpl. Asparagus dapat tumbuh optimal pada suhu antara 15 - 25º C dengan curah hujan yang cukup banyak dan merata sepanjang tahun, yaitu berkisar antara 2 500 – 3 000 mm/tahun. Oleh karena itu, syarat utama lahan harus dataran tinggi, berhawa sejuk, dan dekat sumber air agar kebutuhan air di musim kemarau tercukupi. Areal dengan kondisi seperti di atas jarang ditemukan di Indonesia.(5) Asparagus dapat tumbuh pada tanah podsolik merah kuning, latosol, maupun andosol. Asparagus lebih menyukai tanah yang agak berpasir dan berlapisan tanah olah yang tebal. Asparagus tumbuh kurang baik pada tanah yang berdrainase buruk dan banyak liat. Sedangkan pH yang diinginkan adalah 6.0 - 6.8 karena asparagus tidak toleran terhadap tanah yang masam dan sebaiknya tanah mengandung banyak bahan organik.(6) Produksi dan masa hidup tanaman asparagus dapat diperpanjang jika tanaman memiliki periode dorman. Dormansi pada tanaman menyebabkan respirasi menjadi kecil sehingga terjadi penyimpanan karbohidrat yang akan tersedia bagi produksi rebung berikutnya. Ketika dorman, asparagus agak toleran terhadap kekeringan. Pada wilayah sub temperate atau tropika, pertumbuhan cladophyl terjadi
4
http://www.darfu4b.da.gov.ph/pdffilesdata/Asparagus.pdf [20 Februari 2009] http://www.ebookkeluarga.com/asparagus [9 Februari 2009 ] 6 http://www.ebookkeluarga.com/asparagus [ 9 Februari 2009] 5
6
secara terus-menerus sehingga sulit untuk mengurangi respirasi. Pada kondisi ini, tanaman asparagus tidak dorman dan cadangan makanan relatif sedikit (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Masa hidup tanaman asparagus sehingga dapat memproduksi hasil panen yang menguntungkan tergantung dari perlakuan yang diberikan kepada tanaman tersebut. Tanaman asparagus yang dirawat dengan baik dapat memproduksi rebung selama 15 - 20 tahun. Namun didalam praktek yang sudah dilakukan, umumnya tanaman asparagus diganti setiap 10 atau 15 tahun sekali (Thompson dan Kelly, 1957).
Cara Perbanyakan Asparagus Asparagus dapat diperbanyak melalui beberapa cara, diantaranya dengan penanaman benih langsung, pemindah tanaman bibit yang telah berakar, atau pemisahan dan pemindahan mahkota. Benih asparagus memiliki pertumbuhan yang lambat sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama hingga tanaman berproduksi. Benih asparagus dihasilkan dari tanaman betina yang memproduksi buah. Buah awalnya berwarna hijau dan menjadi merah ketika matang. Benih berwarna hitam, berbentuk bulat dengan satu sisi memipih dan 40 benih berbobot sekitar 1.gram. Jadi bobot 100 g memiliki 4 000 benih asparagus (Rubatzky dan Yamaguchi,.1999 ). Penanaman di lapangan dengan bibit dilakukan karena tingginya harga benih kultivar hibrida baru. Keuntungan menggunakan bibit adalah dapat dicapai kondisi pertanaman penuh dengan tanaman yang seragam. Bibit yang digunakan umumnya berumur 10 - 12 minggu ketika dipindahkan ke lapangan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Bibit yang baik dihasilkan dari benih dengan daya berkecambah yang tinggi dan ukurannya besar. Benih dengan ukuran yang kecil memproduksi pertumbuhan yang kurang vigor.(7) Mahkota adalah bahan perbanyakan tradisional dan digunakan secara luas. Mahkota berumur satu tahun merupakan sistem akar lunak yang dihasilkan dari tanaman asparagus berumur satu tahun yang ditumbuhkan dari benih. Hasil penelitian di Universitas Ohio menunjukkan bahwa mahkota berumur satu tahun lebih 7
www.ohioonline.ag.ohio-state.edu [ 9 Februari 2009]
7
ekonomis dan produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan mahkota yang berumur lebih dari dua tahun. Perbanyakan melalui mahkota lebih mahal dan padat tenaga kerja, namun kemapanan tanaman lebih cepat didapatkan dan produksi lebih dini.(8) Cara perbanyakan apapun yang digunakan, asparagus membutuhkan waktu tiga tahun apabila menggunakan benih dan dua tahun apabila menggunakan bibit sebelum rebung pertama muncul dan dapat dipanen. Asparagus tidak dapat dipanen selama dua sampai tiga tahun awal setelah penanaman karena asparagus membutuhkan waktu tersebut untuk menumpuk cadangan makanan di dalam mahkota agar dapat menumbuhkan rebung yang layak panen (Ib Libner, 1989).
Persemaian Asparagus Biji asparagus yang akan dijadikan benih berasal dari pohon induk yang baik. Syarat untuk dapat menjadi induk tanaman adalah harus sehat, tumbuh normal, rebung berkualitas tinggi, dan sudah cukup tua, yaitu lebih dari dua tahun. Sebelum disemaikan, sebaiknya biji direndam dalam air selama 24 jam agar kulit pelindung benih yang keras menjadi lunak sehingga perkecambahan dipercepat. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, air rendaman harus sering diganti, terutama ketika suhu air sudah menurun.(9) Pemilihan lahan untuk persemaian asparagus perlu diperhatikan. Lahan yang baik untuk persemaian yaitu berdrainase baik, tanahnya gembur, subur dan berpasir serta sebelumnya tidak ditanami tanaman asparagus. Lahan persemaian sebelumnya dilakukan pengolahan tanah, diberi pupuk dasar dan Furadan 3G untuk menghindari hama. Lahan persemaian dibuat bedengan dengan lebar 120.cm, tinggi 20 - 25 cm, lebar parit 40 cm dengan kedalaman 40 cm. Benih disemai pada bedengan dengan jarak tanam 15 × 10 cm dengan kedalaman 2.5.cm, setiap satu lubang ditanam satu benih. Di atas permukaan tanah ditutup jerami atau sekam kemudian disiram secukupnya.(10)
8
http://www.ohioonline.ag.ohio-state.edu [ 9 Februari 2009] http://www.iptek.net.id/asparagus.html [11 Februari 2009] 10 http://masdikablog.blogspot.com [9 Februari 2009] 9
8
Perawatan yang dilakukan selama persemaian meliputi pencegahan hama dan penyakit yang dilakukan seawal mungkin dan pemupukan yang dilakukan setiap 20 - 30 hari menggunakan pupuk urea. Transplanting atau pemindahan bibit dilakukan setelah 5 - 6 bulan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam transplanting diantaranya bibit yang akan dipindahkan adalah bibit yang sehat, bibit yang dicabut harus segera ditanam, dan sebelum penanaman akar dipotong, disisakan 20 cm dan pucuk tanaman dipangkas hingga tinggi tanaman ± 20 cm.(11) Kriteria bibit yang dapat dipindahkan ke lahan adalah memiliki perakaran yang cukup kuat, tinggi pohon lebih dari 50 cm, sudah berumur 10 - 12 minggu, dan memiliki tajuk yang rimbun (Suhardiman, 1994).
Media Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi tanaman optimal, sehingga perlu adanya suatu usaha mencari media tumbuh yang sesuai. Media tanam terdiri dari dua tipe yaitu campuran tanah (soil-mixes) yang mengandung tanah alami dan campuran tanpa tanah (soilles-mixes) yang tidak mengandung tanah (Harjadi, 1989). Bahan-bahan campuran media tanam harus memiliki peranan yang khusus di dalam campuran tersebut. Faktor yang harus diperhatikan dalam memilih media untuk dijadikan campuran adalah kualitas dari bahan tersebut, sifat kimia atau fisiknya, tersedia di pasaran, murah, mudah cara penggunaannya, dapat digunakan untuk berbagai macam tanaman, tidak membawa hama dan penyakit, mempunyai drainase dan kelembaban yang baik, mempunyai pH yang sesuai dengan jenis tanaman dan mengandung unsur hara untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Acquaah, 2002).
Tanah Tanah mengandung unsur hara makro (C, H, O, N, P, K, Ca, Mg dan S) dan unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, B, Cu, Mo dan Cl). Sifat fisik tanah yang terpenting untuk menentukan daya penyediaan unsur hara dan penyediaan air serta udara adalah tekstur dan struktur tanah (Soepardi, 1983; Islam dan Utomo, 1995).
11
http://masdikablog.blogspot.com [9 Februari 2009]
9
Tanah merupakan media tanam yang paling umum digunakan dan sebagai bahan campuran media tanam utama, tetapi masih diperlukan bahan organik sebagai campuran medianya agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Darajat, 2003 dalam Yushanita, 2007). Tanah merupakan hasil pelapukan dari batuan. Jenis tanah dibedakan menjadi dua, yaitu tanah mineral dan tanah organik. Tanah mineral adalah tanah yang merupakan hasil pelapukan dari bahan-bahan mineral, sedangkan tanah organik adalah tanah yang berasal dari hasil pelapukan bahan-bahan organik. Tanah organik memiliki bahan organik dalam jumlah yang tinggi, misalnya tanah gambut. Setiap jenis tanah memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang berbeda, sebagai contoh tanah latosol memiliki sifat kimia yang kurang baik, memiliki KTK yang rendah disebabkan oleh bahan organik sedikit dan memerlukan tambahan unsur hara N, P, K, Ca, Mg dan beberapa unsur mikro. Tanah latosol mengandung hidrooksida besi atau aluminium (Murbandono, 1993).
Pasir Pasir adalah silika murni dengan ukuran antara 0.5 - 2 mm, pada umumnya pasir digunakan untuk media campuran karena mudah didapat dan murah, tetapi pasir merupakan media yang paling berat dari semua media pengakaran. Pasir ditambahkan ke dalam media untuk meningkatkan porositas dan daya menahan air, tetapi pasir yang terlalu halus dapat menghalangi lubang-lubang drainase (Harjadi, 1989; Poerwanto, 2003). Pasir sebagai media membutuhkan irigasi dengan frekuensi tetap atau sesuai dengan aliran konstan untuk mencegah kekeringan. Penggunaan pasir yang dicampur dengan bahan lain bertujuan agar media tersebut mempunyai aerasi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Soepardi, 1983). Pasir memiliki kapasitas menahan kelembaban yang sangat rendah dan kandungan hara rendah. Pasir sangat penting karena dapat meningkatkan ruang pori dan memperbaiki aerasi tanah (Yushanita, 2007).
10
Kompos Kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi yang lengkap bagi tanaman. Kompos terbuat dari bahan organik yang berasal dari bermacam-macam sumber, seperti: sekam, pupuk kandang, jerami padi, daun-daunan, dan lain-lain. Semakin beragam sumber bahan organik yang dikandung suatu media maka semakin tinggi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman (Sutanto, 2002). Kompos memiliki dua fungsi yaitu sebagai: (1) soil conditioner yang berfungsi memperbaiki struktur tanah, terutama bagi tanah kering; dan (2) soil ameliorator yang memperbaiki kapasitas tukar kation (KTK). Manfaat dari kompos adalah: (1) mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat-sifat tanah baik fisik, kimiawi maupun biologis; (2) mempercepat dan mempermudah penyerapan unsur nitrogen oleh tanaman; (3) mengurangi tumbuhnya tanaman pengganggu; dan (4) dapat disediakan secara mudah, murah dan relatif cepat (Santoso, 1998).
Serbuk Sabut Kelapa Serbuk sabut kelapa (cocopeat) merupakan media hasil penghancuran sabut kelapa. Sabut kelapa adalah bagian mesokarp dari buah kelapa, tebalnya 5 cm dan menempati 35 % dari total buah kelapa yang telah masak petik. Bagian yang berserabut ini merupakan kulit dari buah kelapa dan dapat dijadikan sebagai bahan baku aneka industri dan juga dapat dimanfaatkan sebagai media tanam karena mengandung unsur kalium dan fosfor (Palungkun, 1992). Serbuk sabut kelapa banyak digunakan untuk media tumbuh karena mempunyai kapasitas memegang air yang baik, dapat mempertahankan kelembaban (80 %), memiliki kapasitas tukar kation dan porositas yang baik, mempunyai rasio C/N rendah yang mempercepat N tersedia dan mengandung unsur-unsur hara esensial, seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (N), dan fosfor (P) (Susilawati, 2007).
11
Arang Sekam Arang sekam merupakan media yang diperoleh dari pembakaran sekam yang tidak sempurna (sebelum berubah menjadi abu). Menurut hasil analisis Japanese Society dalam Krisantini et al. (1993), jenis arang sekam paling banyak ditempati oleh SiO2 (52 %), dan C (31 %), komponen lain adalah Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO dan CuO dalam jumlah sedikit serta bahan-bahan organik. Arang sekam digunakan dalam campuran media karena sangat ringan (berat jenis = 0.2 kg/l), kasar sehingga sirkulasi udara tinggi (banyak pori), berwarna coklat kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif, dapat mengurangi pengaruh penyakit khususnya bakteri (Wuryaningsih, 1994). Di dalam media tanam arang sekam berfungsi sebagai deodorizer, yaitu penyerap bau tidak sedap dan racun dari hasil dekomposisi pada ruang perakaran, di samping itu arang mempunyai daya serap air yang tinggi (Arifin dan Andoko,.2004).
Pupuk Kandang Ayam Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat, air seni, amparan, dan sisa makanan. Susunan kimia dari pupuk kandang tersebut berbeda dari satu tempat ke tempat lain tergantung dari macam ternak, umur dan keadaan hewan, sifat dan jumlah amparan, cara mengurus, dan menyimpan pupuk sebelum dipakai. Walaupun kandungan unsur hara dalam pupuk kandang tergolong lengkap, tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh tanaman, sebagian besar hilang oleh pencucian dan dekomposisi anaerob, terutam unsur-unsur N, P, dan K (Yushanita, 2007). Salah satu jenis kotoran hewan yang banyak digunakan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman adalah kotoran unggas. Pupuk kotoran ayam memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan pupuk kotoran kambing dan sapi terhadap pertumbuhan tanaman, karena pupuk kotoran ayam kering mengandung kadar air yang lebih rendah dibandingkan pupuk kotoran kambing dan sapi. Kotoran ayam mempunyai kandungan hara (terutama unsur N dan P) serta bahan organik yang tinggi (Tisdale dan Nelson, 1975).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2009 – Oktober 2009 di screenhouse Kebun Misi Teknik Taiwan, ICDF (International Cooperation and Development Fund), Cikarawang, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih asparagus varietas UC 800, pupuk Urea, tanah, pasir, pupuk kandang ayam, arang sekam, serbuk sabut kelapa, dan kompos. Alat yang digunakan yaitu tray semai, cangkul, kored, ember, meteran, jangka sorong, polybag diameter 15 cm, timbangan, oven, gelas ukur, dan alat tulis.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu media tanam, dan lima ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah : M1
= pasir : kompos (1:1)
M2
= pasir : tanah : pupuk kandang ayam (1:2:1)
M3
= pasir : tanah : arang sekam (1:2:1)
M4
= pasir : tanah : kompos (1:2:1)
M5
= pasir : tanah : serbuk sabut kelapa (1:2:1) Perbandingan media berdasarkan volume (v/v/v). Setiap satuan percobaan
terdiri dari 10 tanaman, sehingga total tanaman yang diamati adalah 250 tanaman. Model linier aditif yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Yij = µ + τ i +εij dimana : Yij
= pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan media tanam ke-i
13
εij
= pengaruh galat percobaan
i
= 1, 2, 3, 4
j = 1, 2, 3,4,5
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F pada taraf 5 %. Jika perlakuan berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf 5 %.
Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan alat dan bahan, penanaman benih, pemindahan bibit ke dalam polybag, dan pemeliharaan. Benih asparagus ditanam di dalam tray persemaian yang sudah diisi dengan media tanam yang sesuai dengan perlakuan. Pemeliharaan yang dilakukan pada saat persemaian adalah penyiraman yang dilakukan setiap hari. Bibit diambil dari persemaian untuk penanaman pada saat bibit berumur 4 minggu. Bibit tersebut kemudian ditanam di dalam polybag. Media yang digunakan di dalam polybag sesuai dengan perlakuan. Media tersebut sebelumnya sudah ditimbang dan dianalisis untuk mengetahui kandungan N, P, K, nilai EC, dan pHnya. Pemeliharaan yang dilakukan selama tanaman di dalam polybag meliputi penyiraman, pemupukan, dan penyiangan. Penyiraman dilakukan setiap hari, pemupukan dilakukan saat tanaman sudah berumur 4 minggu dan sudah dipindahkan ke dalam polybag. Pupuk yang digunakan adalah Urea dengan dosis 30 ml untuk setiap tanaman. Pemeliharaan dan pengamatan dilakukan selama 12 minggu. Tanaman asparagus yang sudah berumur 12 minggu ditimbang bobot basah dan bobot keringnya pada akhir penelitian. Tanaman dibongkar dari polybag lalu bagian tajuk dan akar dipisahkan, setelah itu masing-masing bagian ditimbang untuk mengetahui bobot basah. Bagian tajuk dan akar asparagus dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105º C selama 24 jam, setelah itu ditimbang untuk mengetahui bobot kering.
14
Pengamatan Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan bibit asparagus, maka peubah yang diamati pada tanaman adalah : 1. Perkecambahan benih saat di tray persemaian. Pengamatan dilakukan setelah tunas tumbuh. 2. Tinggi tanaman, diamati setiap minggu setelah dipindah ke dalam polybag dengan cara mengukur dari pangkal batang tepat di atas permukaan media sampai ke titik tumbuh. 3. Jumlah cladophyl (modifikasi batang yang berfungsi sebagai daun), diamati setiap minggu setelah ditanam di polybag. 4. Jumlah cabang, diamati setiap minggu setelah ditanam di polybag. 5. Jumlah tunas baru, diamati setiap minggu setelah ditanam di polybag. 6. Diameter batang, diamati pada akhir penelitian dengan menggunakan jangka sorong. 7. Bobot basah tajuk, diamati pada akhir penelitian. 8. Bobot kering tajuk, diamati pada akhir penelitian. 9. Bobot basah akar, diamati pada akhir penelitian. 10. Bobot kering akar, diamati pada akhir penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Kondisi Umum Penelitian dilakukan di screenhouse Kebun Misi Teknik Taiwan ICDF (International Cooperation and Development Fund), Cikarawang pada bulan Juni sampai Oktober 2009. Setiap media tanam yang digunakan memiliki bobot jenis yang berbeda. Media tanam M1 memiliki bobot jenis paling berat dengan rataan 1.416 g/pot. Hal ini terjadi karena dalam campuran media tanam mengandung ½ bagian pasir. Media tanam paling ringan adalah media tanam M3 yaitu 934 g/pot. Media tanam M2 mempunyai bobot 1 049 g/pot, media M4 mempunyai bobot 1.351 g/pot, dan media M5 memiliki bobot 1 281 g/pot. Kandungan unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam media tanam yang digunakan pada penelitian ini telah dianalisis di Laboratorium Tanah. Selain analisis unsur NPK dilakukan juga analisis terhadap pH dan EC (Tabel 1). Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, media M1 memiliki kandungan N, P dan nilai EC tertinggi sedangkan kandungan K tertinggi dimiliki oleh media M4. Kisaran pH yang didapatkan cocok untuk semua media tanam, kecuali media M5 yang nilai pHnya cukup asam untuk tanaman asparagus. Asparagus dapat tumbuh secara optimal di tanah yang memiliki kisaran pH 6.0 - 6.8. Tabel 1. Perlakuan M1 M2 M3 M4 M5
Bobot Kandungan Nitrogen, Fosfor, Kalium, pH, EC pada Berbagai Jenis Media Tanam N P K EC pH ..........(%).......... (μs/cm) 0.38 0.24 0.17 2.000 6.40 0.25 0.20 0.18 380 6.90 0.24 0.17 0.16 88 5.90 0.24 0.20 0.20 280 5.90 0.32 0.19 0.17 500 5.40
Keterangan : M1 = pasir + kompos M2 = pasir + tanah + pupuk kandang ayam M3 = pasir + tanah + arang sekam M4= pasir + tanah + kompos M5= pasir + tanah + serbuk sabut kelapa
16
Tanaman asparagus diserang oleh hama burung di awal penelitian dengan memakan cladophyl dan batang tanaman. Hal ini cukup menjadi masalah karena harus dilakukan penyulaman berulang kali pada polybag yang tanamannya habis dimakan oleh burung. Selain burung terdapat hama dan penyakit yang menyerang tanaman asparagus. Hama lain yang menyerang adalah kumbang asparagus (Crioceris asparagi L.), sedangkan penyakit yang menyerang adalah karat asparagus (Puccinia asparagi). Berdasarkan pengamatan visual yang dilakukan, tidak ada gangguan dari serangan hama dan penyakit yang berarti sehingga tidak dilakukan pengendalian hama dan penyakit secara khusus.
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Kumbang Asparagus (Crioceris asparagi L.) (b) Tanaman yang Terkena Penyakit Karat Asparagus (Puccinia asparagi) Pengaruh Jenis Media Secara Umum Perlakuan media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cladophyl, tunas baru, jumlah cabang, diameter batang, bobot basah akar, bobot basah dan kering tajuk berdasarkan hasil uji F pada taraf kesalahan 1 %. Perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap peubah bobot kering akar, namun perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah jumlah benih berkecambah berdasarkan hasil uji F pada taraf kesalahan 5 % (Tabel 2).
17
Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Tiap Peubah (1-11 MST) Peubah Tinggi tanaman Jumlah cladophyl Tunas baru Jumlah cabang Diameter batang Perkecambahan benih BB tajuk BK tajuk BB akar BK akar
1 ** **
2 ** **
3 ** **
Perlakuan Media Tanam MST 4 5 6 7 8 ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
** -
** -
** -
** tn -
** * -
** ** -
** ** -
** ** -
** ** -
** ** -
** ** **
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
tn
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
** ** ** *
Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam * = nyata pada taraf 5 % tn = tidak nyata
9 ** **
10 ** **
11 ** **
BB = Bobot Basah BK = Bobot Kering ** = sangat nyata pada taraf 1 % - = tidak dilakukan pengamatan
Peubah tinggi tanaman, jumlah cladophyl, dan jumlah tunas baru memberikan respon yang sangat nyata untuk perlakuan media sejak minggu pertama sampai minggu kesebelas, sedangkan peubah jumlah cabang memberikan respon yang sangat nyata mulai minggu keenam. Peubah bobot kering akar memberikan respon yang nyata terhadap perlakuan media, sedangkan peubah jumlah benih berkecambah tidak memberikan respon yang nyata (Tabel 2). Keragaan bibit asparagus pada umur 12 MST dengan perlakuan media tanam menunjukkan hasil yang berbeda antar tiap perlakuan. Setiap perlakuan mengakibatkan tinggi tanaman yang berbeda, penampilan tajuk yang berbeda karena jumlah cladophyl dan jumlah cabang yang dihasilkan juga berbeda, serta penampakan akar yang ditunjukkan berbeda. Hasil ini dapat dilihat pada Gambar..2.
18
M1
M2
M3
M4
M5
Gambar 2. Penampilan Tanaman Asparagus Berumur 12 MST pada Setiap Perlakuan Jenis Media Tanam Perkecambahan Benih Perlakuan media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap persentase perkecambahan benih (Tabel 2). Nilai rata-rata perkecambahan benih tanaman asparagus dalam perlakuan media tanam cukup tinggi yaitu sebesar 84 %. Tabel 3. Pengaruh Media Tanam terhadap Perkecambahan Benih Perlakuan Perkecambahan Benih (%) 1 MST M1 84.8 M2 77.6 M3 82.0 M4 87.6 M5 88.4 Keterangan : M1 = pasir + kompos M2 = pasir + tanah + pupuk kandang ayam M3 = pasir + tanah + arang sekam M4 = pasir + tanah + kompos M5 = pasir + tanah + serbuk sabut kelapa
19
Tinggi Tanaman Perlakuan media tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman sesuai dengan hasil uji F pada taraf kesalahan 1 % (Tabel 2). Selama pengamatan perlakuan M1, M2, dan M4 memberikan pengaruh yang sama baik, walaupun dalam beberapa minggu seperti minggu ke-6 sampai minggu ke-8 terdapat perbedaan diantara ketiga perlakuan tersebut (Gambar 3). Namun pada awal dan akhir pengamatan, ketiga perlakuan memberikan pengaruh yang sama baik sehingga ketiga perlakuan tersebut tidak memberikan perbedaan yang nyata. Perlakuan M1, M2, dan M4 berbeda nyata terhadap tinggi tanaman bila dibandingkan dengan perlakuan M3 dan M5. Sejak awal hingga akhir pengamatan perlakuan M1, M2 dan M4 memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan perlakuan M3 dan M5 untuk peubah tinggi tanaman. Perlakuan M4 menghasilkan tinggi tanaman rata-rata paling tinggi yaitu 41.7 cm, sedangkan perlakuan M5 menghasilkan tinggi tanaman rata-rata terendah yaitu 28.5 cm di akhir pengamatan (Gambar 3). 45.0 M1
Tinggi tanaman (cm)
40.0
M2
35.0
M3
30.0
M4
25.0
M5
20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
Minggu Setelah Tanam
Gambar 3. Pertumbuhan Rata-Rata Tinggi Tanaman A. officinalis pada Berbagai Jenis Media Tanam
20
Jumlah Cladophyl Perlakuan media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap peubah jumlah cladophyl dari pengamatan 1 MST hingga 11 MST (Tabel 2). Pengamatan akhir pada media tanam M1 menghasilkan jumlah cladophyl rata-rata terbanyak yaitu 28.0, sedangkan jumlah cladophyl rata-rata paling sedikit diberikan oleh media tanam M5 yaitu 8.1. Media tanam M2, M3, dan M4 menghasilkan jumlah cladophyl rata-rata sebesar 20.8, 10.3, dan 22.2. Selama penelitian dapat dilihat peningkatan jumlah cladophyl tanaman pada media M1, M2, dan M4 menunjukkan peningkatan yang tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan media M3 dan M5 (Gambar.4).
Jumlah cladophyl (helai)
30.0
M1 M2
25.0
M3 20.0
M4 M5
15.0 10.0 5.0 0.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Minggu Setelah Tanam
Gambar 4. Pertumbuhan Rata-Rata Jumlah Cladophyl A. officinalis pada Berbagai Jenis Media Tanam Jumlah Cabang Perlakuan media berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah cabang mulai 5 MST sampai 11 MST (Tabel 2). Perlakuan media M1, M2, dan M4 menunjukkan jumlah cabang yang nyata lebih banyak dibandingkan media M3 dan M5 pada 5 sampai 11 MST. Media yang menghasilkan jumlah cabang terbanyak adalah M1 sebesar 4.1, sedangkan M5 adalah media yang menghasilkan jumlah cabang paling sedikit sebesar 0.1 pada 11 MST.
21
Peningkatan jumlah cabang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar.5, tanaman pada media M1, M2, dan M4 menunjukkan peningkatan jumlah cabang yang tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan media M3 dan M5. 4.5 M1
Jumlah cabang (cabang)
4
M2
3.5
M3
3
M4
2.5
M5
2 1.5 1 0.5 0 5
6
7
8
9
10
11
Minggu Setelah Tanam
Gambar 5. Pertumbuhan Rata-Rata Jumlah Cabang A. officinalis pada Berbagai Jenis Media Tanam Tunas Baru Perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap peubah tunas baru pada 1 MST sampai 11 MST. Perlakuan M2 menghasilkan jumlah tunas baru ratarata terbanyak yaitu 9.2, sedangkan perlakuan M5 menghasilkan jumlah tunas baru paling sedikit yaitu 4.8 pada akhir pengamatan (Tabel 2). Semua perlakuan meningkatkan jumlah tunas baru dengan cukup signifikan, namun dapat dilihat bahwa peningkatan perlakuan M1, M2, dan M4 lebih tinggi dibandingkan perlakuan M3 dan M5 (Gambar 6).
22
Jumlah tunas baru (tunas)
10
M1
9
M2
8
M3
7
M4
6
M5
5 4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Minggu Setelah Tanam
Gambar 6. Pertumbuhan Rata-Rata Tunas Baru A. officinalis pada Berbagai Jenis Media Tanam Diameter Batang Perlakuan media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap peubah diameter batang (Tabel 2). Perlakuan M1 memiliki rata-rata diameter batang terbesar yaitu 1.94 mm, M1 tidak berbeda nyata dengan M4 yang memiliki nilai rata-rata diameter batang sebesar 1.79 mm. Perlakuan yang memiliki nilai rata-rata diameter batang terkecil adalah media M5 sebesar 0.92 mm, M5 tidak berbeda nyata dengan M3 yang memiliki nilai rata-rata diameter batang sebesar 1.00 mm (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh Media Tanam terhadap Diameter Batang Perlakuan Diameter Batang (mm) M1 M2 M3 M4 M5 Keterangan :
11 MST 1.94a 1.53b 1.00c 1.79ab 0.92c
angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey taraf 1 % M1 = pasir + kompos M2 = pasir + tanah + pupuk kandang ayam M3 = pasir + tanah + arang sekam M4 = pasir + tanah + kompos M5 = pasir + tanah + serbuk sabut kelapa
23
Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk Perlakuan media berpengaruh sangat nyata terhadap peubah bobot basah dan kering tajuk (Tabel 2). Perlakuan M1 memiliki nilai bobot basah dan kering tajuk paling besar yaitu 87.71 g dan 23.96 g. Perlakuan M2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M4. Untuk nilai bobot basah dan kering tajuk yang terkecil dihasilkan oleh perlakuan M5 sebesar 11.49 g dan 4.41 g. Perlakuan M5 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M3 (Gambar 7). 100 90
a
Bobot tajuk (g)
80
b
70
b
60
Bobot Basah Tajuk
50 40 30
Bobot Kering Tajuk
a
b
c
20
b c
10
c
c
0 M1
M2
M3
M4
M5
Jenis Perlakuan
Gambar 7. Pengaruh Jenis Media Tanam terhadap Bobot Tajuk A. officinalis
Bobot Basah dan Bobot Kering Akar Perlakuan media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap peubah bobot basah akar dan berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar (Tabel 2). Perlakuan M1 memiliki nilai bobot basah akar yang paling besar yaitu 298.65 g. Perlakuan M1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M2 dan M4. Dan untuk nilai bobot basah akar terkecil dihasilkan oleh perlakuan M3 sebesar 125.87 g. Perlakuan M3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M5 (Gambar 8).
24
Perlakuan M2 memiliki nilai bobot kering akar yang paling besar yaitu 124.54 g. Perlakuan M2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M1 dan M4. Nilai bobot kering terkecil dihasilkan oleh perlakuan M5 sebesar 52.50 g. Perlakuan M5 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M1 dan M3 (Gambar 8). 350.00
a
a
Bobot akar (g).
300.00
a
250.00 200.00 150.00
ab
a
b
100.00
ab
Bobot Basah Akar
b
b
Bobot Kering Akar
b
50.00 0.00 M1
M2
M3
M4
M5
Jenis Perlakuan
Gambar 8. Pengaruh Jenis Media Tanam terhadap Bobot Akar A. officinalis
25
Pembahasan Pertumbuhan tanaman ditunjukkan dengan pertambahan ukuran tanaman (umumnya dalam bobot kering) yang tidak dapat dibalik (irreversible). Menurut Gardner et al. (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya adalah bahan organik serta unsur hara esensial yang cukup. Bahan organik dan unsur hara tersebut terkandung di dalam media tanam, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat bergantung pada jenis media tanam yang digunakan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mempelajari pengaruh jenis media tanam terhadap pertumbuhan bibit asparagus. Di akhir penelitian diketahui bahwa perlakuan media tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan bibit asparagus. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari peubah yang diamati, seperti: tinggi tanaman, jumlah cladophyl, tunas baru, jumlah cabang, diameter batang, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk, dan bobot kering tajuk. Selama penelitian peubah-peubah yang diamati mengalami peningkatan, walaupun peningkatan tersebut berbeda untuk setiap perlakuan yang dilakukan. Berdasarkan data yang dihasilkan dapat diketahui bahwa perlakuan M1 (pasir + kompos), M2 (pupuk kandang ayam + pasir + tanah), M3 (arang sekam + pasir + tanah), M4 (kompos + pasir + tanah), dan M5 (serbuk kelapa + pasir + tanah) memberikan pengaruh yang baik pada peubah-peubah yang diamati, namun dari data tersebut dapat dikatakan bahwa perlakuan M1 memberikan hasil akhir yang paling tinggi, sedangkan perlakuan M5 memberikan hasil akhir yang paling rendah. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya, bahwa terdapat media tanam yang memberikan pengaruh terbaik untuk pertumbuhan bibit asparagus. Nilai bobot basah dan kering tajuk perlakuan M1 paling tinggi yaitu sebesar 87.71 g dan 23.96 g, sedangkan perlakuan M5 memiliki nilai bobot basah dan kering tajuk terendah sebesar 11.49 g dan 4.41 g. Bobot basah akar perlakuan M1 memiliki nilai paling tinggi yaitu 298.65 g, sedangkan perlakuan M5 memiliki nilai bobot kering akar terendah yaitu 52.50 g. Nilai bobot basah akar yang tinggi mempengaruhi nilai bobot basah tajuk yang dihasilkan. Diduga apabila nilai bobot basah akar besar maka bobot basah
26
tajuk juga besar. Menurut Syukron (2000) bobot segar tajuk tanaman merupakan akumulasi biomassa dari hasil fotosintat tanaman melalui fotosintesis. Bobot basah yang tinggi menunjukkan akumulasi biomassa hasil fotosintesis yang tinggi pula. Hal ini berarti proses fotosintesis yang berlangsung di dalam tanaman juga berlangsung dengan baik. Berdasarkan acuan ini maka dapat dikatakan proses fotosintesis tanaman di media M1 berlangsung dengan baik karena tanaman tersebut menghasilkan bobot basah tajuk yang tinggi. Nilai bobot basah tajuk dan kering yang tinggi pada perlakuan M1 dihasilkan dari nilai peubah yang tinggi pula. Peubah yang memiliki nilai paling tinggi untuk perlakuan M1 adalah jumlah cladophyl, jumlah cabang, dan diameter batang. Pada pengamatan terakhir perlakuan M1 memiliki jumlah cladophyl paling banyak, jumlah cabang paling banyak, dan diameter batang paling besar. Pertumbuhan tanaman yang baik pada perlakuan M1 dipengaruhi oleh media tanam yang digunakan. Jenis media yang digunakan untuk perlakuan M1 terdiri dari campuran pasir dan kompos. Pencampuran pasir dan kompos tersebut menyebabkan media M1 memiliki aerasi, porositas dan daya tahan air yang baik, serta mampu memberikan unsur hara untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Media pasir dan kompos mudah untuk didapatkan dan harganya relatif murah. Dari hasil analisis media yang telah dilakukan (Tabel 1), media M1 memiliki kandungan N, P dan EC tertinggi. Diduga kandungan nitrogen yang tinggi dalam media tanam membuat pertumbuhan tanaman menjadi baik. Menurut Setyamidjaja (1986) nitrogen mempunyai beberapa peran, diantaranya adalah merangsang pertumbuhan vegetatif. Hal ini terbukti oleh penambahan jumlah cladophyl, jumlah cabang dan diameter batang yang cukup besar pada tanaman asparagus di perlakuan M1. Tanaman memerlukan unsur nitrogen yang lebih dominan dibandingkan unsur fosfor dalam pertumbuhan vegetatif. Diduga peningkatan pertumbuhan vegetatif dipengaruhi oleh tingginya kandungan unsur nitrogen dalam bahan organik yang didukung oleh kecukupan kandungan fosfor dan kalium untuk pertumbuhan optimum (Setyamidjaya, 1986).
27
Dalam pertumbuhan tanaman unsur fosfor dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan nitrogen pada fase vegetatif. Fosfor merupakan komponen penting penyusun senyawa untuk transfer energi yang berfungsi dalam pembentukan bunga, buah dan biji serta merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar (Soepardi, 1983). Perlakuan M1 memiliki kandungan P yang paling tinggi yaitu 0.24 % (Tabel 1), hal ini menyebabkan ketersediaan P di dalam media besar sehingga tanaman dapat memiliki perkembangan akar yang baik terbukti dari nilai bobot basah akar yang dihasilkan paling tinggi. Perkembangan akar yang baik tersebut menyebabkan perkembangan tajuk yang baik pula. Dari hasil analisis media (Tabel 1) yang didapatkan, media M1 memiliki EC (Electrical Conductivity) paling tinggi. Tingginya nilai EC tersebut diduga menjadi salah satu faktor yang membuat pertumbuhan tanaman pada media M1 lebih baik dibandingkan dengan jenis media lainnya. Cavins et al (2002) dalam Susilawati (2007) menyatakan bahwa EC dari larutan media memberikan gambaran mengenai status hara tanaman. Semakin besar kandungan EC, maka semakin mudah ion-ion bergerak melalui larutan. Apabila ion-ion tersebut mudah bergerak maka ketersediaannya semakin tinggi untuk tanaman sehingga tanaman mudah untuk menyerap ion-ion tersebut. Salah satu campuran media yang digunakan dalam perlakuan M1 adalah kompos. Diduga penggunaan kompos sebagai salah satu campuran media memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan asparagus pada perlakuan M1. Menurut Sutanto (2002) kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi yang lengkap bagi tanaman. Hal ini dikarenakan kompos terbuat dari bahan organik yang berasal dari bermacam-macam sumber, semakin beragam sumber bahan organik yang dikandung suatu media maka semakin tinggi unsur-unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Bahan organik tersebut akan diserap oleh akar tanaman. Perlakuan M5 memberikan hasil akhir yang paling rendah, hal ini dapat dilihat dari nilai bobot basah dan kering tajuk serta bobot kering akar yang dihasilkan. Waltjini (2002) menyatakan bahwa banyaknya fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman tercermin dari bobot kering biomassa yang dihasilkan suatu
28
tanaman. Untuk perlakuan M5 dapat dikatakan bahwa fotosintat yang dihasilkan sedikit karena bobot kering tajuk dan akar yang dihasilkan juga sedikit. Rendahnya nilai bobot basah dan kering tajuk berkaitan dengan rendahnya pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan yang rendah tersebut dapat dilihat dari peubah-peubah yang diamati, seperti tinggi tanaman, jumlah cladophyl, jumlah cabang, jumlah tunas baru, dan diameter batang. Tanaman pada media M5 memiliki nilai paling rendah untuk semua peubah yang diamati. Pertumbuhan tanaman yang rendah pada perlakuan M5 dipengaruhi oleh media tanam yang digunakan. Media tanam M5 terdiri dari campuran serbuk sabut kelapa, pasir, dan tanah. Dari analisis media yang telah dilakukan perlakuan M5 memiliki kandungan N yang cukup tinggi sebesar 0.32 %, namun pertumbuhan tanaman pada perlakuan M5 merupakan yang paling rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, salah satunya adalah kondisi pH media. Hasil analisis media yang telah dilakukan menunjukkan perlakuan media M5 memiliki nilai pH yang paling rendah yaitu 5.40. Nilai pH tersebut termasuk cukup asam untuk tanaman asparagus yang tumbuh secara optimum di tanah yang memiliki nilai pH antara 6.0 – 6.8. Menurut Gardner et al. (1991) pH tanah yang kurang dari 6.0 meningkatkan kelarutan aluminium, mangan, besi yang dapat bersifat racun dan dapat membatasi pertumbuhan dan perkembangan akar. Pertumbuhan tanaman akan terganggu akibat terhambatnya penyerapan zat-zat hara oleh tanaman pada kondisi keasaman tanah yang ekstrem. Dalam kondisi asam kuat, beberapa unsur hara tidak dapat diserap oleh akar tanaman karena ada reaksi kimia di dalam tanah yang mengikat ion-ion dari unsur-unsur tersebut. Di tanah yang masam, tanaman cenderung kekurangan zat fosfor, kalsium, dan magnesium (Agomedia, 2007). Sarief (1985) menambahkan pada pH tanah kurang dari 6.0 ketersediaan unsur-unsur nitrogen, fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium, dan molibdenum menurun dengan cepat. Tanaman asparagus tidak toleran terhadap media yang masam, oleh karena itu diduga nilai pH yang cukup asam pada media M5 menyebabkan tanaman tidak menyerap unsur hara dengan baik sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman rendah. Menurut Sarief (1985) ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat produksi
29
suatu tanaman. Terhambatnya penyerapan unsur hara tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan yaitu peubah yang diamati memiliki peningkatan yang paling sedikit, seperti peningkatan tinggi tanaman (Gambar 3), jumlah cladophyl (Gambar 4), jumlah cabang (Gambar 5), jumlah tunas baru (Gambar 6), dan diameter batang (Tabel.4). Salah satu campuran yang digunakan dalam perlakuan M5 dan yang membedakan dengan jenis media lainnya adalah serbuk kelapa. Salah satu ciri khas dari serbuk kelapa adalah mampu memegang air dengan baik dan dapat mempertahankan kelembaban. Herath (1993) dalam Tyas (2000) menyatakan bahwa serbuk kelapa dapat menyerap air 6 - 8 kali lebih banyak dari bobot keringnya. Untuk tanaman asparagus, media tanam yang terlalu banyak air (drainase kurang baik) dan terlalu lembab dapat menyebabkan tanaman kurang dapat menyerap unsur hara dengan baik. Selain itu media yang lembab dapat memacu pertumbuhan cendawan dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar pada tanaman. Terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman dapat menghambat absorbsi unsur hara. Hal tersebut diduga sebagai salah satu alasan pertumbuhan tanaman pada media M5 paling rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Perlakuan media tanam memberikan pengaruh terhadap bibit tanaman asparagus sampai minggu ke-12. Perlakuan tersebut berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah cladophyl, diameter batang, bobot basah dan kering tajuk, serta bobot basah dan kering akar. Media tanam yang memberikan hasil akhir paling tinggi adalah media M1 yang terdiri dari campuran pasir dan kompos dengan kandungan 0.38 % N, 0.24.% P, dan 0.17 % K. Sedangkan media dengan hasil akhir yang paling rendah adalah M5 yang terdiri dari campuran pasir, tanah, dan serbuk sabut kelapa dengan kandungan 0.32 % N, 0.19 % P, dan 0.17.% K. Hasil akhir yang dihasilkan oleh perlakuan M1 dan M5 berupa bobot basah dan kering tajuk, serta bobot basah dan kering akar. Perlakuan M1 memiliki nilai bobot basah dan kering tajuk sebesar 87.71 g dan 23.96 g, sedangkan perlakuan M5 memiliki nilai bobot basah dan kering tajuk sebesar 11.49 g dan 4.41 g. Perlakuan M1 memiliki nilai bobot basah akar paling tinggi yaitu 298.65 g, sedangkan perlakuan M5 memiliki nilai bobot kering akar terendah yaitu 52.50.g.
Saran Media tanam yang terdiri dari campuran pasir dan kompos sebaiknya digunakan untuk menghasilkan bibit asparagus dengan pertumbuhan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Acquaah, G. 2002. Horticulture: Principles and Practices. 2nd Ed. Pearson Education. New Jersey. 787 p. Redaksi Agromedia. 2007. Petunjuk Pemupukan. PT Agomedia Pustaka. Jakarta. 100 hal. Anonim..2008..Tips.budidaya.tanaman.sayuran.asparagus..http://www.ebookkeluarga. com/asparagus. [9 Februari 2009]. Anonim. 2009. Asparagus family liliaceae. http://www.iptek.net.id/asparagus.html. [11 Februari 2009] Anonim..2009..Asparagus.production.management.and.marketing..http://www.ohi oonline.ag.ohio-state.edu. [9 Februari 2009]. Arifin, N. H. S. dan A. Andoko. 2004. Terarium. Penebar Swadaya. Jakarta. 64 hal. Dadang. 2008. Usaha sayuran tersedak permintaan. http://www.aginaonline.com/show_article. [9 Februari 2009]. Department of Agriculture. 2000. Asparagus production guide. http://www.darfu4b.da.gov.ph/pdffilesdata/Asparagus.pdf. [20 Februari 2009]. Dika. 2009. Cara mudah bertanam asparagus. http://masdikablog.blogspot.com. [9 Februari 2009]. Gardner, F. P., R. V. Pearce, R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. H. Susilo (Penerjemah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants. Harjadi, S. S. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 500 hal. Ib Libner, N. 1989. Vegetable Production. Van Nostrand Reinhold. New York. 657.p. Islam, T. dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang. 297 hal. Krisantini, S. A. Azis, dan Yudiwanti. 1993. Mempelajari Beberapa Pupuk dan Media untuk Budidaya Hidroponik Sederhana pada Tanaman Hortikultura. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 32 hal.
32
Murbandono, H. S. L. 1993. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 44 hal. Musnawar, E. I. 2004. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. 72 hal. Nazaruddin. 1999. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Edisi ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta. 142 hal. Palungkun, R. Aneka Produk Olahan Kelapa. 1992. Penebar Swadaya. Jakarta. 72.hal. Permana, D. R. 2008. Pengembangan minuman kesehatan berbasis asparagus (Asparagus officinalis). http://www.biotek.lipi.go.id/index.php. [2 Februari 2009]. Poerwanto, R. 2003. Bahan Ajar Budidaya Buah-Buahan. Progam Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia. Jilid ke-3. C. Herison (Penerjemah). Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung. 320 hal. Terjemahan dari: World Vegetable. Santoso, H. B. 1998. Pupuk Kompos. Kanisius. Yogyakarta. 28 hal. Sarief, S. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. CV Pustaka Buana. Bandung. 180 hal. Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Edisi ke-1. CV Simplex. Jakarta. 120 hal. Siemonsma, J. S., and K. Piluek. 1994. Plant Resources of South East Asia: Vegetables. RJP Aalpol. Belanda. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal. Suhardiman, P. 1994. Bertanam Asparagus. Edisi ke-5. Penebar Swadaya. Jakarta. 44 hal. Susilawati, E. 2007. Pengaruh Jenis Media terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Tanaman Helichrysum bracteatum dan Zinnia elegans. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta. 218 hal. Sutomo,.B..2007..Asparagus:.lezat.dan.kaya.manfaat..http://myhobbyblogs.com/ food/asparagus/. [2 Februari 2009].
33
Syukron. 2000. Pengaruh Perlakuan Pupuk Hijau terhadap Pertumbuhan Bibit Stek Cabang Buah Tanaman Lada (Piper nigrum Lim.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Thompson, H. C. and W. C. Kelly. 1957. Vegetable Crops. 5th ed. Mc Graw Hill Book Co. Inc. New York. 661 p. Tisdale, S. and W. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizers. Mac Millan Publishing Co. New York. 611 p. Tyas, S. I. S. 2000. Studi Netralisasi Limbah Serbuk Sabut Kelapa (Cocopeat) sebagai Media Tanam. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Waltjini. 2002. Pengaruh Pertumbuhan dan Pupuk Kandang Ayam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bengle (Zingiber purpureum Rox.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Williams, C.N., J.O. Uzo, W.T.H. Peregine. 1993. Produksi Sayuran di daerah Tropika. S. Ronoprawiro (Penerjemah). Penerbit Universitas Gadjahmada. Yogyakarta. 374 hal. Terjemahan dari: Vegetable Production in Tropical Area. Wuryaningsih, S dan Darliah. 1994. Pengaruh Media Sekam Padi terhadap Pertumbuhan Tanaman Hias Pot Spathiphyllum. Buletin Penelitian Tanaman Hias. 2(2):119-129. Yushanita, R. M. 2007. Pengaruh Jenis Media Tanam dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan Bibit Salam (Eugenia polyantha Wight.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Bogor.