J. Agrivigor 10(2): 218-227, Januari-April 2011; ISSN 1412-2286
PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT ROSELLA The effect of light intensity and medium on growing of rosella seedling Ninik Setyowati E-mail:
[email protected] Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46, Cibinong 16911. Telp. 021-8765067 Diterima: 14 Januari 2011
Disetujui: 10 April 2011
ABSTRAK Penelitian tentang pengaruh naungan dan media tanam terhadap pertumbuhan bibit rosela dilakukan di Kebun Percobaan Puslitbang Biologi, LIPI. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang disusun secara faktorial 2 faktor dengan 5 kali ulangan. Faktor 1 adalah tingkat naungan terdiri dari 3 taraf yaitu: 0%, 25% dan 50%. faktor 2 adalah macam media (campuran tanah:pukan:kompos), terdiri dari 6 taraf, yaitu: 1:0:0, 1:1:1, 1:1:2, 3:1:1, 1:2:1, dan 2:1:1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tanpa naungan memberikan pengaruh yang terbaik untuk mempercepat pertumbuhan bibit rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terlihat pada semua parameter yang diamati paling tinggi (tinggi tanaman 68,79 cm; jumlah daun 37,92; diameter batang 6,08 mm; panjang akar 24,09 cm; jumlah akar 24,08; berat kering tajuk 9,24 g; berat kering akar 2,05 g dan indeks mutu bibit 0,277. Media 1:1:1 lebih baik memicu pada jumlah daun (50.38), panjang akar (29.25) and berat kering tajuk (9.64 g). media 1:1:2 memicu lebih baik pada tinggi tanaman (62.50 cm); dan media 2:1:1. memicu lebih baik pada diameter batang (10.14 mm) dan jumlah akar (29.51).
Kata kunci: Cahaya, media tanam, pertumbuhan, dan rosella
ABSTRACT The research study was arranged by Factorial in Randomized Completely Block Design with 2 factors and 5 replications. The first factor was light intensity i.e. without shading, with shading of 25%, and with shading of 50%, respectively. The second factor was medium (combinations in soil:dang-manure:compost) with 6 levels factor i.e. 1:0:0, 1:1:1, 1:1:2, 3:1:1, 1:2:1, and 2:1:1. The result showed that the full of light intensity on without shading, on 39300 lux of light intensity was the best growth response of rosella seedling, these showed in all parameters were obserbved (plant high 68.79 cm; leaf number 37.92; diameter of trunk 6.08 mm; root length 24.09 cm; root number 24.08; shoot dry weight 9.24 g, root dry weight 2.05 g and seedling quality index 0.277. The influence on growth media of 1:1:1 treatments showed that best response on growing of rosella seedling compared to other medium. The media 1:1:2 with the best composition of nutrition could trigger on plant high 62.50 cm, root dry weight 1.7 g and seedling quality index 0.6.
Key words: Light intensities, medium, seedling, and rosella.
PENDAHULUAN Rosella mempunyai sinonim Hibiscus digitatus Cav. termasuk dalam
218
famili Malvaceae. Tumbuhan ini berasal dari Afrika Barat, pertama kali dikenal dan ditanam di Asia pada abad ke-17,
Pengaruh intensitas cahaya dan media tanam terhadap pertumbuhan bibit rosella termasuk tumbuhan herba tahunan dan dapat hidup lama, dapat tumbuh baik pada tanah gembur yang subur, dengan draenase baik, terutama pada iklim tropika, dapat hidup subur pada kondisi curah hujan 10 inci dalam setiap bulan selama pertumbuhannya. Batangnya sedikit keras berkayu, tumbuh setinggi 0,5-3,0 meter. Daunnya mempunyai 3-5 cuping, 8-15 cm panjang, tersusun berseling di atas batang dan berwarna antara hijau gelap dan hijau kemerahmerahan. Bunganya berukuran lintang sekitar 8-10 cm, berwarna putih atau putih susu dengan warna merah pekat dibagian dasar petal, mempunyai fleshy calyx setebal 1,5 – 2 cm. Warna buahnya merah dan akan bertambah merah, bila buah semakin matang, dan akan mencapai tahap kematangan sekitar 6 bulan (Dasuki, 2001; Boonkerd et al., 1993; Ahmad et al., 2003). Pada mulanya masyarakat mengenal nama rosela sebagai tanaman penghasil serat karung sebagai pengganti kenaf, rosela jenis ini mempunyai nama Hibiscus sabdariffa. Berbeda dengan rosela yang bermanfaat sebagai obat dan minuman, rosela ini dengan nama ilmiah Hibiscus cannabinus. Rosela jenis ini mempunyai kelopak bunga berwarna merah tua, tebal, dan berair (juicy), banyak mengandung vitamin A, C, asam amino, protein dan kalsium. Selain kegunaannya sebagai bahan jeli, saus, teh, sirup, manisan serta obat, bagus juga untuk tanaman hias di pekarangan. Secara tradisional, tanaman ini banyak dimanfaatkan untuk mengatasi batuk, lesu, demam, dan gusi berdarah. Anonim (2008) menyebutkan manfaat rosela sebagai antioksidan atau pencegah kanker, mengobati radang, mengendalikan tekanan darah dan memperlancar buang air besar. Selan-
jutnya Ratih (2009) menyebutkan manfaat teh rosela yang berasal dari ekstrak kuncup bunga rosela merah juga dipercaya mampu bekerja sebagai penahan kekejangan (antispas-modik), antihelminti, antibakteria, juga sebagai antiseptik, mengatasi lemah syahwat, penyejuk (astringent), dan menurunkan kadar penyerapan alkohol. Dewasa ini banyak permintaan teh rosela, sehingga budidaya rosela cukup menguntungkan, karena segi pemasaran tidak mengalami kendala. Selain penanaman rosela dilahan khusus, penanaman di halaman rumahpun sangat menguntungkan bagi keluarga, karena bisa dimanfaatkan langsung untuk minuman segar keluarga yang bisa dipanen setiap hari. Di pekarangan rumah rosela ditanam bersama-sama dengan tanaman lain sebagai komponen tanaman pekarangan. Untuk mengetahui sampai sejauhmana bibit rosela responsif terhadap intensitas cahaya, maka dilakukan penelitian ini. Dengan mengkombinasikan intensitas cayaya matahari dan media tanam diharapkan dapat ditemukan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan bibit rosela yang berkualitas.
BAHAN DAN METODE Percobaan dilakukan di Kebun Percbaan, Puslit Biologi, LIPI. Biji diperoleh dari tanaman koleksi penduduk di Cibuluh, Bogor. Sebelum perlakuan, bijibiji disemaikan terlebih dahulu pada bak-bak plastik di rumah pembibitan sampai semai siap dipindahkan (umur 4 minggu). Kemudian semai dipilih yang pertumbuhannya seragam, tinggi 8-10 cm, berdaun 2 - 4, ditanam dalam polibag dengan ukuran 20 x 30 cm, sesuai dengan perlakuan media yang telah dipersiapkan, kemudian diletakkan di
219
Ninik Setyowati
bawah naungan sesuai dengan perlakuan. Pengaturan naungan dengan menggunakan pengaturan kerapatan paranet. Media yang digunakan adalah media campuran (tanah, pupuk-kandang, kompos) dengan komposisi campuran yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang disusun secara faktorial, 2 faktor dengan 5 kali ulangan. Faktor-1 adalah tingkat intensitas cahaya dengan pengaturan naungan terdiri dari 3 taraf yaitu: N0= 0% tanpa naungan, N1= 25% naungan dan N2= 50% naungan dari kerapatan paranet yang digunakan. Faktor-2 adalah media tanam yaitu media campuran (tanah, pupuk-kandang, kompos) yang terdiri dari 6 taraf yaitu: M1= 1:0:0, M2= 1:1:1, M3= 1:1:2, M4= 3:1:1, M5= 1:2:1, dan M6= 2:1:1. Pengukuran intensitas cahaya pada masing-masing naungan dilakukan dengan alat ukur cahaya lux meter. Pengamatan dimulai sejak penanaman bibit sampai bibit berumur 6 bulan. Parameter pengamatan meliputi pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, panjang akar, jumlah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar dan mutu bibit. Perawatan
bibit dilakukan dengan melakukan penyiraman setiap hari yaitu pada pagi hari, dan pembersihan gulma yang tumbuh di persemaian. Untuk menentukan mutu bibit, dilakukan perhitungan ’Indeks mutu bibit’ yaitu dihitung menurut cara yang dikemukakan oleh Bickelhaupt (1980) serta Lackey dan Alm (1982) dalam Hendromono (1991) sebagai berikut: Indeks MutuBibit =
Bobot keringtajuk(g) + Bobot keringtajuk(g) Tinggi (cm) Diameter(mm)
+
bobot keringtajuk(g) bobot keringakar (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas cahaya Pengukuran intensitas cahaya pada masing-masing naungan berkisar antara 4.000 – 34.200 lux (pagi hari, pukul 08.00), 11.000 - 60.400 lux (siang hari, pukul 12.00) dan 2.600-23.300 lux (sore hari, pukul 15.00). Adapun total intensitas cahaya dengan tiga kali pengukuran adalah 117.900 lux tanpa naungan (rataan 39.300 lux), 49.300 lux naungan 25% (rataan 16.430 lux) dan 17.600 lux naungan 50% (rataan 5.867 lux), selengkapnya disajikan pada Tabel 1 berikut,
Tabel 1: Hasil pengukuran intensitas cahaya (Lux) pada masing-masing naungan Waktu pengukuran Total dari 3x Naungan Rata-rata pengukuran Pagi Siang Sore (Lux) (%) (Lux) Pukul 08.00 Pukul 12.00 Pukul 15.00 N0 : 0 34200 60400 23300 117900 39300 N1: 25 11300 27000 11000 49300 16430 N2: 50 4000 11000 2600 17600 5867 Keterangan: pengukuran intensitas cahaya menggunakan alat lux-meter
220
Pengaruh intensitas cahaya dan media tanam terhadap pertumbuhan bibit rosella Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Intensitas cahaya penuh, tanpa naungan (N0, dengan rataan intensitas cahaya 39300 lux) dapat mempercepat dan meningkatkan pertumbuhan bibit rosela secara nyata, terlihat pada semua parameter yang diamati lebih tinggi (rataan tinggi tanaman 68,79 cm, jumlah daun 37,92 helai, diameter batang 6,08 mm, panjang akar 24,09 cm, jumlah akar 24,08, berat kering tanaman 9,24 gram, berat kering akar 2,05 gram, dan indeks mutu bibitnya 0,67) dari pada naungan 25% (N1, dengan rataan intensitas cahaya 16430 lux), dan naungan 50% (N2, dengan rataan intensitas cahaya 5867 lux). Dari hasil pengamatan tampak parameter tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang meningkat secara jelas dengan meningkatnya intensitas penyinaran matahari atau sebaliknya yaitu semakin bertambahnya naungan terlihat pertumbuhan bibit semakin menurun (Tabel 2). Bahkan pada penggunaan naungan tinggi N2 (50%) bibit
rosela setelah tanam 1 bulan sudah tidak tumbuh lagi, hanya beberapa bibit yang bertahan hidup, kemudian secara bertahap bibit mati, dan pada akhir pengamatan (umur 6 bulan) tidak satu-pun bibit yang dapat bertahan hidup. Disini dapat dikatakan bahwa bibit rosela termasuk bibit yang responsip terhadap cahaya matahari, sehingga tidak mampu tumbuh dalam kondisi ternaungi. Hal ini menunjukkan bahwa 100% energi pada penyinaran matahari dipergunakan untuk pertumbuhan bibit Rosela sehingga berpengaruh sangat baik. Hal yang sama juga terjadi pada bibit picrasma (Picrasma javanica), pertumbuhan bibit paling baik pada perlakuan tanpa naungan (Setyowati dan Utami, 2009). Beberapa jenis tanaman mempunyai respon positif terhadap intensitas cahaya tinggi dan dapat meningkatkan bobot kering tajuk dan akar secara nyata, seperti pada Gynura procumbens (Utami, 2000), Sonchus arvensis (Hartutiningsih dan Utami, 2000). Laju fotosintesa meningkat dan bobot kering tanaman bertambah seiring dengan semakin tinggi intensitas cahaya (Gardner, 1991).
Tabel 2. Respon pertumbuhan bibit Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap intensitas cahaya yang berbeda pada umur 6 bulan. Naungan TT JD DB PA BKT BKA IMB JA (%) (cm) (helai) (mm) (cm) (g) (g) N0= 0% N1= 25% N2= 50%
*) 68,79 a
*) 37,92 a
*) 6,08 a
*) 24,09 a
*) 24,08 a
*) 9,24 a
*) 2,05 a
*) 0.67 a
36,35 b 0
8,10 b 0
4,35 a 0
11,08 b 0
19,72 b 0
0,43 b 0
0,15 b 0
0.04 b 0
Catatan: TT = Tinggi Tanaman, JD = Jumlah Daun, DB = Diameter Batang, PA = Panjang Akar, JA = Jumlah Akar, BKT= Bobot Kering Tajuk, BKA= Bobot Kering Akar, IMB= Index Mutu Bibit. *) Angka data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji jarak Duncan.
Namun hal ini tidak berlaku pada semua jenis bibit tanaman. Karena setiap
tumbuhan mempunyai tanggap yang berbeda terhadap lingkungan yang di-
221
Ninik Setyowati
berikan (Bannister, 1976). Seperti pada tanaman jahe, yang mempunyai sifat toleran terhadap naungan, sehingga tanaman jahe mampu berproduksi tinggi pada tempat-tempat yang ternaungi. Pada umumnya jahe ditanam petani Indonesia secara tumpangsari dengan tanaman lain, seperti kopi, cengkeh dan pisang, dan hasilnya cukup memuaskan (Anonim, 1990). Pemakaian naungan 80% cenderung memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman jahe, sedangkan pemakaian naungan 20% cenderung meningkatkan produksi rimpang jahe (Setyowati-Indarto, 1991). Daubenmire (1967) menyatakan bahwa tanaman toleran naungan adalah tanaman yang dapat bertahan hidup pada keadaan intensitas cahaya rendah. Pada Tabel 2 juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi intensitas cahaya maka indeks mutu bibit meningkat secara gradasi, berturut-turut untuk N0, N1 dan N2 adalah 0,67; 0,04 dan 0,0. Hal ini dapat dimengerti karena indeks mutu bibit merupakan perpaduan antara bobot kering tajuk, akar, tinggi bibit dan diameter batang. Bobot kering tajuk dan akar yang semakin tinggi akan menghasilkan indeks mutu bibit yang tinggi pula. Media tanam Media tanam merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan tanaman, oleh sebab itu media yang sesuai untuk jenis tanaman tertentu sangatlah diperlukan. Lakitan (1995) menyebutkan bahwa faktor lingkungan seperti media, iklim mikro, ketersediaan air, suhu udara, cahaya dan ketersediaan
222
hara dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hartmann et al. (1997) menyebutkan bahwa media untuk pembibitan antara lain remah, porius dan cukup bahan organik. Setiap faktor tersebut mempunyai pengaruh yang berlainan terhadap pertumbuhan bibit. Pertumbuhan bibit akan menjadi baik apabila hara cukup tersedia pada setiap tanaman. Dari hasil penelitian terlihat penggunaan media tumbuh, dapat mempengaruhi pertumbuhan bibit rosela (Hibiscus sabdariffa). Tabel 3 memperlihatkan adanya variasi pertumbuhan yang berbeda pada parameter yang diamati, secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% uji Duncan antara penggunaan media tanam yang berbeda. Dalam tabel 3 dapat dilihat bahwa penggunaan media campuran (tanah:pukan:kompos) M2 (1:1:1) dan M3 (1:1:2) memperlihatkan parameter pertumbuhan yang lebih baik daripada penggunaan campuran media yang lain. Berturut-turut media M2 (jumlah daun 50,38 helai, panjang akar 29,25 cm, berat kering tajuk 9,64 gram), M3 (tinggi tanaman 62,5 cm, berat kering akar 1,7 gram, indek mutu bibit 0,6). Sehingga penggunaan media M3 merupakan media yang terbaik dan sesuai untuk pertumbuhan bibit rosela, hal demikian karena menghasilkan mutu bibit yang terbaik (IMB= 0,6). Pemakaian media tanah yang tidak menggunakan campuran baik pupuk kandang maupun kompos (media M1) terlihat memberikan respon pertumbuhan bibit yang paling rendah.
Pengaruh intensitas cahaya dan media tanam terhadap pertumbuhan bibit rosella Tabel 3. Respon pertumbuhan bibit Rosela terhadap penggunaan media tanam yang berbeda Media TT JD DB PA JA BKT BKA IMB Tanam (cm) (helai) (mm) (cm) (g) (g) M1 37,63 d 10,50 c 3,00 b 10,25 c 17,81 cd 1,21 d 0,19 b 0.08 c 29,25 a 9,64 a M2 56,88 ab 50,38 a 3,15 b 20,88 cd 1,60 a 0.40 ab 62,50 a 1,70 a 0.60 a M3 22,00 b 6,05 b 12,25 bc 27,50 ab 6,33 b M4 47,88 c 16,09 bc 4,71 b 15,45 bc 14,95 d 3,40 c 0,75 b 0.28 b M5 53,00 bc 22,63 b 4,96 b 18,13 b 22,00 bc 4,48 bc 1,64 a 0.47 ab 29,51 a M6 60,57 a 17,96 bc 10,14 a 24,04 a 4,46 bc 0,83 b 0.33 b Catatan: Angka data yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji jarak Duncan.
Hal ini bisa dimengerti bahwa media tanah murni kurang menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan bibit Rosela. Pertumbuhan bibit akan lebih baik dengan penambahan nutrisi yaitu dengan melalui pemberian campuran baik pupuk kandang ataupun kompos. Media campuran M3 (1:1:2) dengan campuran kompos yang lebih banyak terlihat sesuai untuk media bibit rosela, selain pertumbuhan bibitnya bagus juga mutu bibitnya paling baik dari media yang lainnya. Hal demikian sesuai dengan hasil analisa kandungan unsur hara terlihat paling tinggi daripada media yang lainnya, yaitu N 0,44 %, P 0,43 %, K 0,14 %, C 7,34 % dan C/N ratio
16,61 (Tabel 4). Menurut Lakitan (1995) media kompos mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, berat spesifik 224 kg m-3, tidak steril, pH berkisar antara 5.5 - 8.5, status hara rendah NPK, Ca dan Mg, kapasitas penyangga sedang sampai tinggi, kapasitas pegang air baik, pertukaran kation tinggi, aerasi baik, ukuran partikel 1,6-13,0 mm. Perlakuan media menghasilkan indeks mutu bibit yang bervariasi yaitu berkisar 0,08 – 0,60. Media M3 (tanah: pukan: kompos= 1:1:2) menghasil-kan indeks mutu bibit paling tinggi (0,60) dan paling rendah pada M1 media tanah (0.08). Dari hasil analisa komponen unsur hara pada media M3 mempunyai
Tabel 4. Analisa kandungan hara pada berbagai media tanam Media Unsur Hara Tanam N (%) P (%) K (%) C (%) M1 0,20 0,21 0,03 0,57 M2 0,33 0,32 0,13 3,82 0,44 0,43 0,14 7,34 M3 M4 0,31 0,29 0,09 3,31 M5 0,44 0,33 0,15 5,04 M6 0,35 0,35 0,12 5,15
C/N 2,86 11,66 16,61 10,59 11,41 14,69
Catatan: Media tanam: campuran dari (tanah:pukan:kompos); M1= 1:0:0, M2= 1:1:1, M3= 1:1:2, M4= 3:1:1, M5= 1:2:1, dan M6= 2:1:1.
223
Ninik Setyowati
nilai yang tertinggi daripada media yang lainnya. Hal demikian dapat dikatakan bahwa media M3 merupakan kombinasi komposisi yang seimbang untuk menghasilkan mutu bibit yang tinggi dibandingkan dengan media yang lain. Media M1 (tanah) dengan kandungan hara yang terendah yaitu N 0,20%, P 0,21%, K 0,03%, C 0,57% dan C/N 2,86 sehingga kurang mencukupi untuk pertumbuhan bibit yang baik. Intensitas cahaya dan Media Kombinasi perlakuan antara intensitas cahaya dengan media memberikan respon yang bervariasi terhadap pertumbuhan bibit Rosela, namun tampak bahwa kombinasi intensitas cahaya
penuh (perlakuan-N0, tanpa naungan) dengan semua perlakuan media yang dicoba tampak menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kombinasi antara naungan 25% (N1) dan 50% (N2). Pada kombinasi intensitas cahaya tinggi (perlakuan-N0) dengan media terlihat menghasilkan pertumbuhan bibit rosela yang paling baik daripada perlakuan kombinasi intensitas cahaya sedang (perlakuan-N1), bahkan pada kombinasi intensitas cahaya rendah tidak baik untuk pertumbuhan bibit rosela karena bibit berangsur-angsur mati, seperti yang disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Respon pertumbuhan bibit rosela terhadap intensitas naungan dan media tanam Naungan Media TT JD DB PA BBT BKT BBA BKA (%) tanam (cm) (helai) (mm) (cm) (g) (g) (g) (g) N0 M1 36,75 13,5 3,65 1,4 13,4 1,88 0,3 13 M2 80,75 3,6 11,93 120 3,13 93,75 18,88 47,5 M3 35 12,1 16 83 8,65 13,08 64,9 3,3 M4 66,75 24,5 6,53 6,25 54,38 6,5 1,43 17,25 M5 72,5 36,25 7,43 8,33 52,43 8,75 2,8 22,25 M6 73 24,5 6,63 5,98 36,98 7,33 1,38 33 N1 M1 38,5 7,5 2,35 0,25 4,25 0,55 0,07 7,5 M2 33 7 2,7 0,4 3,05 0,4 0,08 11 M3 42 9 3,45 0,7 4,25 0,55 0,1 8,5 M4 29 7,68 2,95 0,4 2,6 0,3 0,07 13,65 M5 33,5 9 2,5 0,45 2,28 0,21 0,47 14 M6 43,25 8,68 12,1 0,53 4,58 0,6 0,1 10,33 N2 M1 M2 M3 M4 M5 M6 Catatan: TT = Tinggi Tanaman, JD = Jumlah Daun, DB = Diameter Batang, PA = Panjang Akar, JA = Jumlah Akar, BKT= Bobot Kering Tajuk, BKA= Bobot Kering Akar - Media tanam: campuran dari (tanah:pukan:kompos); M1= 1:0:0, M2= 1:1:1, M3= 1:1:2, M4= 3:1:1, M5= 1:2:1, dan M6= 2:1:1.
224
Pengaruh intensitas cahaya dan media tanam terhadap pertumbuhan bibit rosella Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pertumbuhan bibit paling baik tampak pada kombinasi intensitas cahaya tinggi (perlakuan-N0 tanpa naungan) dengan media M3 (1:1:2) yang menghasilkan pertumbuhan bibit paling baik yaitu pada parameter tinggi bibit (83 cm), diameter batang (8,65 mm), panjang akar (13,08 cm), bobot basah tajuk (64,9 gr). Sedangkan jumlah daun terlihat paling Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kombinasi perlakuan cahaya penuh dan media campuran tanah: pukan:kompos/1:1:2 (N0M3) merupakan kombinasi yang ideal untuk meningkatkan pertumbuhan bibit rosela. Komponen unsur hara yang terkandung dalam media dengan perbandingan tertentu antara nitrogen (N), kalium (K), Pospor (P) sangat diperlukan bagi pertumbuhan vegetatif tanaman (Santosa, 1975). Bahan organik selain memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur, kemantapan agregat, daya pegang air serta permeabilitas tanah juga meningkatkan ketersediaan unsur hara (Kononova, 1996). Penelitian pada Mentha arvensis menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan tanpa naungan dan media campuran tanah:pukan:kompos (1:1:1) menghasilkan produktivitas yang paling baik dibandingkan media lain (Utami dan Hartutuningsih, 2001). Laju fotosintesa yang tinggi didukung dengan media yang cocok akan menghasilkan senyawa penting untuk pertumbuhan (karbohidrat, protein, lemak dan bahan-bahan organik lainnya), sedangkan 80-90% bobot kering tanaman berasal dari karbon hasil fotosintesa (Salisbury and Ross, 1991) Akar berpengaruh terhadap penyerapan air dan unsur hara untuk
tinggi pada kombinasi N0 dan M2 (1:1:1) dengan rataan (93,75 helai). Media campuran tanah:pukan:kompos dengan komposisi perbandingan pupuk kompos lebih banyak menghasilkan pertumbuhan paling baik. Pada kondisi intensitas cahaya tinggi akan menghasilkan fotosintat tinggi didukung dengan kandungan hara yang cukup pada media sehingga pertumbuhan bibit maksimal. proses pertumbuhan lebih lanjut sehingga merupakan bagian integral dari tanaman (Kolek dan Konzink, 1993). Pupuk organik umumnya mengandung unsur hara makro dan sejumlah kecil unsur hara mikro yang berguna untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, kemantapan agregat, daya pegang air dan permeabilitas tanah serta meningkatkan nilai tukar kation, menyediakan hara dan meningkatkan aktivitas makroorganisme tanah (Yufdi, 1996).
KESIMPULAN Intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit rosela, perlakuan cahaya penuh/ tanpa naungan (intensitas cahaya rata-rata 39300 lux) paling baik untuk pertum-buhan bibit Rosela (Hibiscus sabdariffa L.), terlihat pada semua parameter yang diamati paling tinggi (tinggi bibit 68,79 cm; jumlah daun 37,92; diameter batang 6,08 mm; panjang akar 24,09 cm; jumlah akar 24,08; berat kering tajuk 9,24 g; berat kering akar 2,05 g dan indeks mutu bibit 0,277). Media tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit Rosela (Hibiscus sabdariffa L.), media M3 dengan komposisi tanah+pukan+kompos (1:1:2) menghasilkan pertumbuhan bibit paling baik dan mutu bibit yang terbaik,
225
Ninik Setyowati
dengan analisa kandungan hara terbaik juga terbaik. Kombinasi perlakuan intensitas cahaya penuh (tanpa naungan) dengan media M3 campuran tanah:pukan:kompos (1:1:2) memberikan pertumbuhan bibit Rosela lebih baik.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Puslit Biologi LIPI, yang telah memberikan fasilitas untuk penelitian ini, juga kepada Ibu Sri rahayu dan Ibu A’ah yang telah membantu dalam pelaksanaannya. Ucapan terima kasih juga kami tujukan kepada Ibu Ir. Ning Wikan Utami, PU yang memberikan fasilitas dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, S & Van der Vossen, H.A.M. 2003. Hibiscus sabdariffa. In: Fibre plants. Brink, M and Escobin, R.P. (Eds.). Plant Resources of SouthEast Asia. Leiden: Backhuys Publishes. PROSEA, No. 17: 162167. Anonim, 1990. Lewat empon-empon Busaeri ke Istana. Suara Karya 12 April 1990. Anonim, 2008. Melongok Budidaya Rosella di Desa Timbang Leksono. http://www.rosellarosela.com/search/label/Melongo k%20Budidaya% 20Rosella%20di%20Desa%20Timba ng%20Leksono. Jumat, 14-5-2010: 15.23. Bannister, P. 1976. Introduction to Physiological Plant Ecology Blackweel Scientific Publication Oxford London Edinburg Melbourne.
226
Boonkerd, T., B. Na Songkhla, B. Dan W. Thephuttee. 1993. Hibiscus sabdariffa. In: Vegetables, van Valkenburg, Siemonsma, J. S and Piluek, K (ed.). Plant Resources of South-East Asia. Leiden: Backhuys Publishes. PROSEA 8: 178-180. Dasuki, U.A. 2001. Hibiscus sabdariffa. In: Medicinal and Poisonous Plant 2, van Valkenburg, J.L.C.H. and Bunyapraphatsara, N. (ed.). Plant Resources of South-East Asia. Leiden: Backhuys Publishes. PROSEA, No. 12(2): 302. Daubenmire, R.T. 1967. Plant and environment. John Willey and Sons, Inc, London. Gardner, F.P.;R.B.Pearce & R.L.Mitchell 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya, Penetbit Universitas Indonesia, 421 p. Hartmann, H.T; D.E.Kester & F.T. Davies. 1997. Plant Propagation. Principles & Practices. Fift Edition. Prentice. Hall. International. Inc. New Jersey. Hartutiningsih M.S., N.W. Utami, 2000. Budidaya tempuyung (Sonchus arvensis L.): Respon terhadap intensitas cahaya dan media tanam. Laboran Teknik. Proyek Litbang Biota Darat. Puslitbang Biologi – LIPI. Hal. 112-128. Hendromono, 1991. Pertumbuhan dan Mutu Bibit Eboni (Diospyros celebica Bakh.) Pada Tiga Jenis Medium yang dipupuk NPK. J. Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 7 (1): 28-31. Kononova, M.M., 1996. Soil Organik Matter Its Role in Soil Formation and soil Fertility. Pergamon Press, New York, USA, 544 p.
Pengaruh intensitas cahaya dan media tanam terhadap pertumbuhan bibit rosella Kolek, J & D. Konzink. 1993. Physiology Of The Plant Root System. Kluwer Academic Publishers. Lakitan, B. 1995. Hortikultura: Teori, Budidaya & Pasca Panen. PT Raja Gafindo Persada. Jakarta. Ratih, 2009. Khasiat Rosela Merah. http://www.gealgeol.com/2009/0 6/22/khasiat-rosela-merah.html. Senin, 17-5-2010. 10.43. Salisbury, F.B. and Cleon W.Ross, 1991. Plant Physiology. Fourth Edition. Wodsworth Publishing Company Belmont, California. Santosa, 1975. Ilmu Hara, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Setyowati, N., dan Indarto. 1991. Pengaruh naungan, media tanam dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan produksi jahe merah (Zingiber officinale Roxb. var. Rubra). Hal. 125-132. Witjaksono et al. (ed.). Pros. Sem. Hasil Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hayati 1 990/1991. Bogor, 15 Mei 1991.
Setyowati, N. dan N.W. Utami. 2009. Respon pertumbuhan bibit Picrasma javanica Blume terhadap intensitas naungan dan media tanam. BIOTA 14(1): 20-27. Utami, N.W., 2000. Produktivitas Gynura procumbens(L.) Merr. Pada Berbagai Media Tumbuh dan Tingkat Naungan. J. Ilmiah Pertanian Gakuryoku 6(1): 28-31 Utami, N.W. dan Hartutuningsih, 2001. Produktivitas Tanaman Poko (Mentha arvensis L.) pada Berbagai Media Tumbuh dan Intensitas Cahaya yang Berbeda. Hal. 316 – 321. Pros. Sem. Nasional II Tumbuhan Obat dan aromatik APINMAP: Yufdy, P. 1996. Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan Rose. Hal. 366-372. Pros. Simposium Nasional Tumbuhan Obat dan aromatik, APINMAP:
227