PENGARUH KEBIJAKAN CUKAI, FASILITAS PENUNDAAN DAN TINGKAT PRODUKSI TERHADAP PUNGUTAN CUKAI PADA INDUSTRI ROKOK SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
SURONO 067019066/IM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
PENGARUH KEBIJAKAN CUKAI, FASILITAS PENUNDAAN DAN TINGKAT PRODUKSI TERHADAP PUNGUTAN CUKAI PADA INDUSTRI ROKOK SUMATERA UTARA
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Manajemen Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
SURONO 067019066/IM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
PERSETUJUAN TESIS Judul Tesis
: PENGARUH KEBIJAKAN CUKAI, FASILITAS PENUNDAAN DAN TINGKAT PRODUKSI TERHADAP PUNGUTAN CUKAI PADA INDUSTRI ROKOK SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa
: SURONO
Nomor Pokok
: 067019066
Program Studi
: Ilmu Manajemen
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Ketua
Drs. Rahim Siregar, MA Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
Magister Ilmu Manajemen,
Sekolah Pascasarjana,
Dr. Rismayani, SE, MS
Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B., M.Sc
Tanggal Lulus
:
11 Desember 2007
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Telah Diuji Pada Tanggal
: 11 Desember 2007
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota
: Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE : 1. Drs. Rahim Siregar, MA 2. Dr. Rismayani, SE, MS 3. Drs. Syahyunan, M.Si 4. Drs. H.B. Tarmizi, SU
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul : “PENGARUH KEBIJAKAN CUKAI, FASILITAS PENUNDAAN DAN TINGKAT PRODUKSI TERHADAP PUNGUTAN CUKAI PADA INDUSTRI ROKOK SUMATERA UTARA” Adalah benar hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, 11 Desember 2007 Yang Membuat Pernyataan,
SURONO NPM 067019066
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
ABSTRAK Surono, 2007, Pengaruh Kebijakan Cukai, Fasilitas Penundaan dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai Pada Industri Rokok Sumatera Utara, dibawah bimbingan : A. Rahim Matondang (Ketua), Rahim Siregar (Anggota). Fenomena utama yang melatarbelakangi penelitian ini adalah adanya gap antara trend penerimaan cukai nasional dengan trend penerimaan cukai Sumatera Utara. Dimana angka penerimaan cukai nasional menunjukan trend peningkatan yang positif, sedangkan penerimaan cukai Sumatera Utara cenderung tidak beraturan (irregular variation). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kebijakan cukai, fasilitas penundaan dan tingkat produksi rokok terhadap pungutan cukai Sumatera Utara. Jenis penelitian yang dilakukan adalah expost facto, dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Adapun jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder yang disusun secara panel, yaitu penggabungan data cross sectional dari 9 pabrikan rokok dengan data time series berupa data periodik semester tahunan selama 5 tahun pengamatan, mulai tahun 2002 sampai 2006. Hasil estimasi dengan metode Ordinary Least Square yang menggunakan model efek tetap (MET), menemukan bahwa pada tingkat kepercayaan 99%, secara simultan variabel kebijakan cukai, fasilitas penundaan dan tingkat produksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pungutan cukai. Secara parsial, kebijakan cukai berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 99% terhadap pungutan cukai Sumatera Utara. Variabel fasilitas penundaan berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95% terhadap pungutan cukai Sumatera Utara. Variabel tingkat produksi berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 99% terhadap penerimaan cukai Sumatera utara. Saran yang disampaikan untuk meningkatkan penerimaan Cukai Sumatera Utara adalah : pertama, menerapkan kebijakan yang berkaitan dengan faktor kebijakan cukai, pemberian fasilitas penundaan, dan kebijakan yang berkaitan dengan tingkat produksi rokok secara kombinatif dan bersamaan. Kedua, berkaitan dengan penerapan kebijakan cukai hendaknya harus diperhatikan pula aspek kepentingan pengusaha, yaitu agar beban pengusaha tidak terlalu berat terhadap dampak kenaikan harga jual eceran minimum ataupun tarif cukai yang diterapkan oleh pemerintah. Ketiga, hendaknya pemerintah memberikan bentuk-bentuk fasilitas penundaan pembayaran yang lebih besar dari sisi pagu, maupun jangka waktu yang lebih fleksibel. Terakhir, berkaitan dengan kebijakan yang berkaitan dengan tingkat produksi rokok hendaknya kebijakan pemerintah tidak diarahkan kepada upaya yang semata-mata hanya berkaitan dengan peningkatan jumlah produksi rokok. Hal ini mengingat dampak negatif yang ditimbulkan rokok akan menimbulkan biaya eksternalitas yang tidak sedikit bagi kesehatan masyarakat. Kata kunci : kebijakan cukai, fasilitas penundaan, tingkat produksi, pungutan cukai Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
ABSTRACT Surono, 2007, Influence of Policy of Excise, Postponement Facility and Production Rate to Revenues of Excise at Industrial of North Sumatera Cigarette, with the Consultant of A. Rahim Matondang (Chairman), Rahim Siregar (Member). Main phenomenon which the research background is existence of gap between trend revenues of national excise with trend revenues of North Sumateras excise. Where revenues of national excise tending to increase of which are positive, while trend revenues of North Sumatra excise tending to irregular variation. The aim of research is analysing influence of policy of excise, cigarette production rate and postponement facility to collection of North Sumatera excise. This research type is expost facto which research method applied is quantitative descriptive. As for data type utilizing is secondary data wich compiled panelly, that is amalgamation of cross sectional data out of 9 manufacturer of cigarette with time series data in the form of periodical data of annual semester during 5 year observation, start year 2002 until year 2006. Estimation earnings yield with Ordinary Least Square method using fixed effect model (FEM), find that at degree of trust of 99%, in simultan variable of policy of excise, production rate and postponement facility have an effect on positive and signifikan to revenues of excise. Parsially, policy of excise have an effect on positive and signifikan at degree of trust of 99% to revenues of North Sumatera excise. Postponement facility variable have an effect on positive and signifikan at degree of trust of 95% to revenues of North Sumatera excise. Production rate variable have an effect on positive and signifikan at degree of trust of 99% to revenues of north Sumatera duty. Suggestion which submitted to increase revenues of North Sumatera excise is : firstly, apply policy related to factor of policy of excise, vesting of postponement facility, and policy related to cigarette production rate in combined and simultaneous. Second, relate to applying of policy of excise shall have to pay attention to benefit aspect of producer, that is so that too heavy not entrepreneur load to impact of increase of official price and or excise rate applied by government. Third, shall be governmental give form of postponement of larger oneses from sides plafond, and also more flexible duration. Last, relate to policy of cigarette production rate shall policy of government is not pointed to effort which solely only relating to improvement of amount of cigarettes productions. This thing remember generated by negativity impact is cigarette will generate cost of not a few eksternalitity for health of public.
Keyword : policy of excise, postponement facility, production rate, revenues of excise
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dari Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada para pihak yang telah membantu hingga selesainya penulisan tesis ini, antara lain : 1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU yang telah memberikan perhatian dan fasilitas perkuliahan yang baik kepada Program Studi Ilmu Manajemen . 2.
Ibu Dr. Rismayani, SE, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Manajemen dan juga selaku dosen pembanding yang telah banyak membantu, memberikan masukan dan arahan agar tesis ini mengikuti standar penulisan tesis yang baik.
3. Bapak Prof. Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang banyak membantu memberikan bimbingan dan dukungan moril bagi penulis. 4. Bapak Drs. Rahim Siregar, MA, selaku dosen pembimbing yang banyak mengarahkan penulis dalam menyesaikan tesis ini. 5. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si dan bapak Drs. H. B. Tarmidzi, SU, selaku dosen pembanding yang juga banyak memberikan masukan dan arahan yang sangat berarti bagi penyempurnaan tesis ini.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
6. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai pada Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana USU yang banyak membantu penulis sewaktu perkuliahan. 7. Bapak Heryanto Budi Santoso SH, MM, selaku Kepala Kantor Wilayah DJBC dan seluruh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Kantor Wilayah Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melaksanakan penelitian dengan baik. 8. Bapak dan Ibunda tercinta yang telah mencurahkan kasih sayangnya dan doa yang tulus kepada penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang strata 2 ini dengan baik. 9. Isteriku tercinta Halimatussadiyah dan putra-putri kami tercinta, Haris, Naufal dan Putri, yang telah memberikan dorongan semangat dan sumber inspirasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana USU ini. 10. Seluruh Mahasiswa khususnya kelas regular angkatan sepuluh yang sangat membantu memberikan semangat dan dorongan penulis untuk menyelesaikan pendidikan dengan sukses. Akhirnya penulis berharap kiranya tesis yang sederhana ini dapat bermanfaat dan memberikan sedikit masukan untuk semua pihak yang berkepentingan. Semoga Allah senantiasa memberikan tuntunan dan hidayah ilmu bagi kita semua.
Medan, 11 Desember 2007 Surono
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
SURONO lahir di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1972, menganut agama Islam, merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara dari pasangan bapak Muhayar dan ibu Masnun. Menikah dengan Halimatussadiyah pada tahun 1997, dikaruniai 2 orang putra dan 1 orang putri : Muhamad Haris Surya, Naufal Rahman Surya dan Yasmin Putri Surya. Menyelesaikan pendidikan di : SD Negeri Bidaracina 02 Jakarta, lulus tahun 1985, SMP Negeri 62 Jakarta, lulus tahun 1988, SMA Negeri 54 Jakarta, lulus tahun 1991, Program Diploma Keuangan (STAN) jurusan Bea dan Cukai, lulus tahun 1994, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi, Lembaga Administrasi Negara (STIA LAN) jurusan Manajemen Perekonomian Negara, lulus tahun 2000. Bekerja di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mulai tahun 1994 hingga sekarang .
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK………………………………………………………………….
i
ABSTRACT………………………………………………………………...
ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
iii
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………
v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
vi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………...….
ix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………....
x
DAFTAR LAMPIRAN ………..…………………………………………..
xi
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ……………………………………….
1
1.2
Perumusan Masalah …………………………………...
4
1.3
Tujuan Penelitian………………………………………
5
1.4
Manfaat Penelitian ……………………………………
5
1.5
Kerangka Pemikiran ………………………………….
6
1.6
Hipotesis Penelitian…………………………………..
8
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Penelitian Terdahulu .....................................................
9
2.2
Teori dan Konsep Cukai ……………………….….…..
11
2.3
Teori dan Konsep Kebijakan Cukai ……………….….
16
2.4
Konsep Fasilitas Penundaan ……………………….….
20
2.5
Teori dan Konsep Produksi ………...…………………
22
METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Tempat dan Waktu Penelitian ......................................
25
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
3.2
Metode Penelitian ……..........…………………………
25
3.3
Populasi dan Sampel ………………………………….
26
3.3.1 Populasi ..............................................................
26
3.3.2 Sampel Penelitian ..............................................
27
Teknik Pengumpulan Data …..…..……………………
28
3.4.1 Studi Dokumentasi …………………………….
28
3.4.2 Wawancara ……………………………………
28
Jenis dan Sumber Data………………………………...
29
3.5.1 Jenis Data ……………………………………....
29
3.5.2 Sumber Data ……………………………………
29
3.6
Identifikasi Variabel …………………..………………
30
3.7
Definisi Operasional Variabel ………………………...
31
3.8
Model Analisis data ...…………..…………………….
33
3.8.1 Model Pool Data ……………………………….
33
3.8.2 Model Efek Tetap ……………………………..
34
3.8.3 Model Efek Random ………………………….
34
3.8.4 Pemilihan Model Analisis ……………………
35
Pengujian Asumsi Klasik……………………………...
36
3.9.1 Uji Multikolinearitas …………………………..
36
3.9.2 Uji Heteroskedastisitas ………………………..
38
3.9.3 Uji Autokorelasi ………………………………
40
3.4
3.5
3.9
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Penelitian .............................................................
42
4.1.1 Gambaran Umum Industri Rokok......................
42
4.1.2 Penerimaan Cukai .................................………
43
4.1.2 Kebijakan Cukai Rokok …………....………...
45
4.1.3 Fasilitas Penundaan ..........................................
50
4.1.4 Tingkat Produksi ..............................................
51
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
4.2
4.3
Pengujian Hipotesis ……………….………………….
53
4.2.1 Pengujian Secara Simultan …………………….
53
4.2.2 Pengujian Secara Parsial ………………………
58
4.2.3 Uji Variabel yang Paling Dominan ….………
60
Pembahasan ………………………………………….
62
4.3.1 Pengaruh Kebijakan Cukai terhadap Pungutan Cukai Rokok …………………………………
62
4.3.2 Pengaruh Fasilitas Penundaan terhadap Pungutan Cukai Rokok ………………………
63
4.3.3 Pengaruh Tingkat Produksi terhadap Pungutan Cukai Rokok …………………………………. BAB V
66
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan ………………………………………..….
68
5.2
Saran ………………………………………………….
69
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….
71
LAMPIRAN ………………………………………………………………
74
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Nomor 1.1
Judul Penerimaan Cukai Sumatera Utara dan
Halaman 2
Kontribusinya….. ...……………………………….... 2.1
Golongan Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau………
24
3.1
Pabrikan Rokok Sumatera Utara ……………………
26
3.2
Perbandingan Nilai Koefisien Determinasi …….……
38
3.3
Hasil MET Setelah Residual Dikonstankan …..……..
39
4.1
Pabrikan Rokok Berdasarkan Letak Geografis………
43
4.2
Data Komparasi Pungutan Cukai ……...…………….
44
4.3
Perkembangan Tarif Cukai ……………………...…...
46
4.4
Kebijakan Kenaikan Harga Jual Eceran …………….
49
4.5
Hasil Estimasi OLS menggunakan MET…………….
56
4.6
Estimasi Persamaan Regresi ………………….……..
58
4.7
Variabel Yang Paling Dominan …………………….
62
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
1.1
Kerangka Pemikiran …………………………………
7
3.1
Aturan Pengambilan Keputusan ……………………..
41
4.1
Perkembangan Penerimaan Cukai Rokok Sumatera Utara …………………….……………….
45
4.2
Perkembangan HJE Rokok…..………………………
50
4.3
Perkembangan Nilai Pagu Penundaan ………………
52
4.4
Perkembangan Produksi Rokok…………. ………….
53
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
1.
Jenis Obyek Cukai di Berbagai Negara ……………...
2.
Kebijakan Tarif dan Harga Jual Eceran Hasil
Halaman 74
Tembakau ……………………………………………
75
3.
Data Penelitian ………………………………………
76
4.
Hasil Estimasi OLS dengan Model MET …………...
79
5.
Hasil Estimasi OLS dengan Model Pool Data ………
80
6.
Hasil Estimasi OLS dengan Model MER …………...
81
7.
Hasil Estimasi OLS dengan Model MET Setelah Residual Dikonstankan ………………………………
82
8.
Uji Asumsi Klasik …………………………………..
83
9.
Penerimaan Cukai Rokok Sumatera Utara ………….
85
10.
Perkembangan Harga Jual Eceran …………………..
86
11.
Perkembangan Nilai Pagu Penundaan ………………
87
12.
Perkembangan Tingkat Produksi Rokok ……………
88
13.
Hasil Uji Variabel Yang Paling Dominan Untuk Setiap Model Regresi Pabrikan Rokok …………….
89
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pungutan cukai merupakan salah satu komponen penerimaan pajak dalam negeri
yang memiliki ciri khusus dan berbeda dengan pungutan pajak lainnya yang dilakukan oleh negara. Ciri khusus tersebut adalah adanya sifat atau karakteristik tertentu pada obyek yang dikenakan cukai dengan tujuan untuk membatasi peredaran komoditi tertentu di masyarakat, atau lebih dikenal sebagai fungsi regulerend. Fungsi lain dari pungutan cukai oleh pemerintah adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi fiskal. Pungutan cukai khususnya cukai rokok mempunyai peranan yang cukup penting sebagai salah satu sumber penerimaan negara, yang mana selama kurun waktu 5 tahun terakhir potensinya menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Berdasarkan data laporan tahunan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada tahun 2002 angka peneriman cukai nasional baru mencapai Rp. 23,34 trilyun, kemudian tahun 2003 terjadi peningkatan sebesar 13,08% hingga mencapai angka Rp. 26,39 trilyun. Pada tahun 2004 angka penerimaan cukai nasional kembali meningkat sebesar 10,51% menjadi Rp. 29,17 trilyun.
Tahun 2005 angka penerimaan cukai nasional sudah
mencapai angka Rp. 33,25 trilyun, dan pada tahun 2006 yang lalu angka penerimaan cukai nasional adalah sebesar Rp. 37,71 trilyun. Berdasarkan data peneriman cukai selama lima tahun tersebut, proporsi penerimaan cukai nasional terbesar berasal dari penerimaan cukai rokok yang mencapai angka rata-rata sekitar 95%.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Khusus untuk wilayah Sumatera Utara, walaupun kontribusinya relatif kecil terhadap penerimaan cukai nasional (rata-rata dibawah angka 1%) namun kecenderungan yang ada memperlihatkan trend yang berbeda dengan penerimaan cukai nasional. Berdasarkan data laporan tahunan Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara, pada tahun 2002 penerimaan cukai yang berhasil dikumpulkan oleh Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara mencapai angka Rp. 244,92 milyar atau 1,05% dari penerimaan cukai nasional, kemudian pada tahun 2003 penerimaan cukai Sumatera Utara menurun menjadi sebesar Rp. 200,55 milyar atau mengalami penurunan sebesar 18,12 %. Pada tahun 2004 angka penerimaan cukai Sumatera Utara mengalami peningkatan kembali menjadi sebesar Rp. 238,39 milyar, atau meningkat 18,87% dari tahun sebelumnya. Tahun 2005 angka penerimaan cukai Sumatera Utara mengalami penurunan kembali sebesar 5,67% menjadi Rp. 224,88 milyar. Pada tahun 2006 angka penerimaan cukai Sumatera Utara kembali meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 17,63% menjadi Rp. 264,53 milyar.
Kondisi ini memperlihatkan adanya
kecenderungan yang tidak tetap (irregular variation) terhadap angka penerimaan cukai Sumatera Utara. Data pada Tabel 1.1 berikut ini memperlihatkan penerimaan cukai Sumatera Utara dan kontribusinya terhadap penerimaan cukai nasional yang cenderung tidak tetap. Data tersebut memperlihatkan adanya gap antara trend penerimaan cukai Sumatera Utara dengan trend penerimaan cukai nasionanl. Adanya fenomena perbedaan tersebut menjadi hal utama yang melatarbelakangi penelitian ini. Dalam penelitian ini secara khusus peneliti akan menganalisis karakteristik dari variabel-
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
variabel yang mempengaruhi penerimaan cukai Sumatera Utara serta faktor dominan yang mempengaruhi penerimaan cukai Sumatera Utara tersebut.
Tabel 1.1 Penerimaan Cukai Sumatera Utara dan Kontribusinya terhadap Penerimaan Cukai Nasional (Dalam Milyar Rupiah)
Tahun
Penerimaan Cukai Sumatera Utara Realisasi Perubahan Rp.
2002 2003 2004 2005 2006
244,92 200,55 238,39 224,88 264,53
Penerimaan Cukai Nasional Realisasi Perubahan
(%)
Rp.
- 18,12 + 18,87 - 5,67 + 17,63
23.341,43 26.396,42 29.172,45 33.256,28 37.712,75
(%)
+ + + +
13,08 10,51 13,99 13,40
Kontribusi Terhadap Penerimaan Cukai Nasional (%) 1,05 0,76 0,82 0,68 0,70
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Berdasarkan hasil studi mengenai penerimaan cukai dan tarif cukai rokok untuk skala nasional oleh Isdijoso (2004) salah satu variabel utama yang mempengaruhi penerimaan cukai rokok adalah kebijakan cukai, yang diterapkan dalam bentuk kebijakan kenaikan harga jual eceran (HJE) dan tarif cukai rokok. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pada periode tahun 1997 sampai dengan tahun 2002 penerimaan cukai rokok naik hingga 4,7 kali lipat dan kenaikan tersebut terutama dipicu oleh kenaikan HJE minimum yang ditetapkan pemerintah sehingga angka rataratanya melonjak dari Rp. 73
per batang menjadi Rp. 331 per batang.
Dalam
penelitian ini akan dianalisis pengaruh faktor kebijakan cukai terhadap penerimaan cukai rokok Sumatera Utara.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Faktor berikutnya yang juga memungkinkan untuk mempengaruhi besarnya penerimaan cukai adalah pemberian insentif oleh pemerintah terhadap industri rokok, antara lain berupa fasilitas penundaan pembayaran dan pembagian strata pabrikan yaitu kecil, menengah, dan besar dengan maksud untuk penciptaan persaingan yang sehat. Aturan ini telah diakomodasikan dalam Undang-undang nomor 11 tahun 1995 tentang cukai. Dalam penelitian ini secara khusus akan dianalisis faktor insentif berupa pemberian fasilitas penundaan pembayaran kepada pabrikan rokok yang ada di Sumatera Utara. Faktor lain yang juga sangat penting untuk diteliti dalam kaitannya dengan perubahan pungutan cukai adalah mengenai jumlah produksi rokok. Oleh karena pengenaan cukai dikaitkan dengan obyek berupa komoditi tertentu, maka perubahan terhadap besaran produksi rokok berpotensi mempengaruhi pungutan cukai. Oleh karena itu penelitian ini juga akan menganalisis dampak perubahan besaran produksi rokok di Sumatera Utara terhadap pungutan cukai Sumatera Utara.
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian fenomena yang disampaikan dalam latar belakang
penelitian, rumusan permasalahan penelitian ini disusun sebagai berikut : “Sejauhmana pengaruh faktor kebijakan cukai, fasilitas penundaan dan tingkat produksi rokok terhadap pungutan cukai rokok di Sumatera Utara, secara simultan maupun secara parsial ?”
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pengaruh kebijakan cukai, fasilitas penundaan, dan tingkat produksi terhadap pungutan cukai rokok, pada industri rokok di Sumatera Utara. 2. Untuk menganalisis faktor mana yang paling dominan mempengaruhi pungutan cukai rokok di Sumatera Utara.
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Perusahaan Sebagai bahan masukan bagi industri rokok khususnya di Sumatera Utara untuk lebih memahami pengaruh aspek kebijakan cukai, fasilitas penundaan dan tingkat produksi terhadap penerimaan cukai rokok. 2. Pemerintah Sebagai bahan masukan bagi para penyusun kebijakan fiskal, khususnya yang berkenaan dengan kebijakan cukai dan fasilitas penundaan. 3. Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana USU Untuk menambah studi kepustakaan mengenai kajian di bidang fiskal dan manajemen produksi, khususnya mengenai produksi rokok. 4. Peneliti khususnya dan peneliti selanjutnya Sebagai bahan kajian dan referensi bagi peneliti khususnya dan para peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengkaji masalah kebijakan fiskal, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan cukai rokok.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
1.5.
Kerangka Pemikiran Pungutan cukai merupakan salah satu instrumen pajak tidak langsung yang
dibebankan atas konsumsi terhadap komoditi-komoditi tertentu yang peredarannya harus dibatasi oleh pemerintah dengan alasan tertentu. Menurut Cnossen (2005) ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pengenaan cukai oleh pemerintah, yaitu : ”untuk meningkatkan pendapatan negara dalam rangka mendukung programprogram umum pemerintah; sebagai cerminan dari biaya eksternalitas; untuk membatasi konsumsi terhadap produk-produk tertentu ; dan sebagai bentuk kompensasi publik atas pelayanan yang disediakan pemerintah”. Menurut hasil kajian Marks (2003) ada beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan atas cukai rokok yaitu : pertumbuhan produksi rokok, peningkatan tarif, dan HJE rokok. Pertumbuhan produksi rokok akan sangat tergantung kepada kondisi internal masing-masing pabrikan rokok, dimana pabrikan yang sehat akan dapat berproduksi dengan baik dan akan mencapai tingkat pertumbuhan produksi yang tinggi dibandingkan dengan pabrikan yang kondisinya kurang baik. Kemudian untuk tarif cukai dan harga jual eceran rokok, adalah kondisi yang bisa dikontrol oleh pemerintah. Untuk mencapai tingkat penerimaan cukai rokok yang ditargetkan, pemerintah dapat menggunakan kedua instrumen ini dalam bentuk kebijakan cukai. Sejalan dengan analisis Mark, teori kurva Laffer (Agung, 2000) menjelaskan mengenai hubungan tarif dengan penerimaan, sebagai berikut : Pengenaan tarif cukai yang semakin tinggi tidak selalu berarti akan menghasilkan penerimaan yang semakin tinggi pula. Pada tingkat tertentu yaitu pada saat mencapai area prohibitive Range for Goverment, maka penerimaan cukai justru akan mengalami penurunan. Hal ini terjadi oleh Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
karena ketidakmampuan pasar menerima kenaikan tarif tersebut dan imbasnya sebagian produsen tidak lagi mampu mempertahankan tingkat produksi ataupun tingkat penjualan rokok. Berkaitan dengan pemberian insentif non fiskal kepada sektor industri rokok, Marks (2003) dalam kajian analisisnya juga menyimpulkan bahwa pemerintah berkepentingan terhadap dua tujuan khusus yang berkaitan dengan industri rokok, yaitu :
Employment generation dan Promotion of small enterprise. Dalam hal
pencapaian tujuan Employment generation, pemerintah berkepentingan terhadap kelangsungan dan pertumbuhan terhadap industri rokok khususnya terhadap industri rokok yang berorientasi pada tenaga kerja (labour intensif). Kelangsungan hidup industri rokok terutama yang menggunakan tenaga kerja dalam jumlah yang besar akan berpengaruh terhadap tingkat produksi rokok nasional, yang kesemuanya tersebut akan bermuara kepada peningkatan penerimaan cukai rokok bagi pemerintah. Kemudian, tujuan yang kedua, Promotion of small enterprise, adalah dalam rangka melindungi dan mengembangkan pabrikan rokok berskala kecil agar tetap dapat bersaing dengan pabrikan rokok berskala besar. Salah satu bentuk komitmen pemerintah terhadap perkembangan industri rokok adalah dengan memberikan insentif non fiskal berupa pemberian fasilitas penundaan pembayaran tanpa bunga kepada perusahaan industri rokok yang memenuhi persyaratan. Tujuan utama dari pemberian insentif dalam bentuk fasilitas penundaan pembayaran tersebut adalah agar sektor industri rokok dapat terus berkembang dan menyumbangkan pemasukan cukai kepada pemerintah. Dengan asumsi bahwa pemberian fasilitas penundaan pembayaran akan
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
dapat mengembangkan sektor industri rokok, maka fasilitas penundaan pembayaran ini juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pungutan cukai rokok. Berdasarkan perumusan masalah dan landasan teori yang penulis ajukan tersebut, maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran yang mencakup keterkaitan antara pungutan cukai rokok sebagai variabel dependent dengan tiga variabel independen yang mempengaruhinya, yaitu : kebijakan cukai, fasilitas penundaan dan tingkat produksi. Secara visual kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Kebijakan Cukai Fasilitas Penundaan
Pungutan Cukai Sumatera Utara
Tingkat Produksi
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
1.6.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian yang dijabarkan dalam latar belakang, rumusan masalah, dan
kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian ini disusun sebagai berikut : “kebijakan cukai, fasilitas penundaan dan tingkat produksi, secara simultan maupun secara parsial berpengaruh terhadap pungutan cukai rokok di Sumatera Utara”.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Penelitian Terdahulu Penelitian oleh Marks (2003) mengenai analisis ekonomi terhadap pengenaan
cukai rokok di Indonesia menjelaskan bahwa ada beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan atas cukai rokok yaitu : pertumbuhan produksi rokok, peningkatan tarif dan HJE rokok. Kesimpulan yang dihasilkan dari analisis Marks tersebut adalah bahwa tarif efektif untuk cukai rokok terutama untuk jenis SKT yang akan memaksimalkan pendapatan cukai adalah sekitar 21,8%, sedangkan untuk keseluruhan produk rokok adalah sekitar 36,6%. Dalam upaya untuk memaksimalkan pendapatan cukai kedepan, beberapa skenario yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut : a. Dengan berdasar terhadap elastisitas harga sendiri yang dihitung berdasarkan data pasar selama tahun 1999 s/d 2002, prediksi peningkatan terhadap penerimaan cukai rokok riil akan berada pada rentang 73,5% s.d. 91,1%, dimana besaran tarif efektif terendah untuk SKT yang akan memaksimalkan pendapatan adalah sebesar 51,9%, sedangkan untuk keseluruhan tarif cukai rokok adalah sekitar 55% . b. Dengan berdasar pada elastisitas harga sendiri dari kalkulasi permintaan selama tahun 2001 s.d. 2002, prediksi peningkatan terhadap penerimaan cukai rokok riil akan berada pada rentang 40,3% s.d. 47,5%, dimana tarif efektif terendah untuk SKT adalah sekitar 37,7% sedangkan tarif efektif untuk keseluruhan jenis rokok adalah sekitar 45%”. Sejalan dengan pendapat Mark, teori kurva Laffer (Agung, 2000) menjelaskan mengenai pengaruh tarif cukai terhadap penerimaan cukai rokok, sebagai berikut :
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Pengenaan tarif cukai yang semakin tinggi tidak selalu berarti akan menghasilkan penerimaan yang semakin tinggi pula. Pada tingkat tertentu yaitu pada saat mencapai area prohibitive Range for Goverment, maka penerimaan cukai justru akan mengalami penurunan. Hal ini terjadi oleh karena ketidakmampuan pasar menerima kenaikan tarif tersebut dan imbasnya sebagaian produsen tidak lagi mampu mempertahankan tingkat produksi ataupun tingkat penjualan rokok. Hasil studi mengenai penerimaan cukai dan tarif cukai oleh Isdijoso (2004) menunjukkan bahwa peningkatan penerimaan cukai rokok antara lain dipengaruhi oleh kebijakan cukai rokok, yaitu kebijakan HJE dan tarif cukai rokok. Dimana selama periode tahun 1997 sampai 2002, penerimaan cukai rokok naik hingga 4,7 kali lipat dan kenaikan tersebut terutama dipicu oleh kenaikan HJE yang ditetapkan pemerintah sehingga angka rata-ratanya melonjak dari Rp. 73 per batang menjadi Rp. 331 per batang. Penelitian ini juga menemukan bahwa sebagian besar konsumen membeli rokok dengan harga di bawah HJE minimum yang ditetapkan pemerintah.
Untuk
kondisi tahun 2003, harga beli konsumen 11% di bawah HJE, dan kondisi semacam ini telah berlangsung sejak tahun 2000. Sebagai akibat
dari HJE yang ditetapkan
pemerintah (official price) lebih tinggi dari harga transaksi pasar, maka hal tersebut menimbulkan distorsi dan memperbesar beban cukai yang digeser ke belakang (backward shifting) oleh pengusaha pabrik. Penelitian oleh Yerison (2006) mengenai pengaruh kebijakan tarif cukai, jumlah cukai tembakau dan jumlah cukai palsu terhadap penerimaan dalam negeri dengan menggunakan metode Ordinary Least Square, menyimpulkan bahwa ketiga variabel bebas tersebut secara bersama-sama berpengaruh signifikan pada tingkat kepercayaan 99% terhadap penerimaan dalam negeri. Berdasarkan nilai koefisien determinan yang Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
dihasilkan dari estimasi model regresi dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel bebas tersebut mampu menjelaskan variasi dari penerimaan dalam negeri sebesar 98,15%. Secara parsial, tarif cukai rokok berpengaruh positif terhadap penerimaan dalam negeri pada tingkat kepercayaan 95%, sedangkan jumlah cukai rokok berpengaruh positif pada tingkat kepercayaan 90%. Untuk variabel jumlah cukai palsu berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan dalam negeri.
2.2.
Teori dan Konsep Cukai Pungutan cukai adalah salah satu jenis pajak tidak langsung yang dipungut
pemerintah terhadap obyek pajak berupa barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan oleh pemerintah . Dalam penetapan suatu jenis pajak oleh pemerintah dapat dibedakan antara pajak langsung dan pajak tidak langsung . Pengertian pajak langsung adalah pungutan pajak yang secara ekonomis bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Kemudian yang kedua, mengenai pengertian pajak tidak langsung adalah pajak yang mana beban ekonomisnya dapat dialihkan kepada pihak lain. Lebih lanjut, Barata dan Zul (1989) menentukan cara mengkategorikan suatu pajak, apakah termasuk jenis pajak langsung atau tidak langsung, yaitu dengan memperhatikan tiga unsur pajak sebagai berikut : 1. Penanggung jawab pajak (wajib pajak), yaitu orang-orang yang secara formal yuridis harus membayar pajak. 2. Penanggung pajak, yaitu orang yang secara riil (nyata) memikul dahulu beban pajak yang harus dibayar.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
3. Pemikul pajak, yaitu orang-orang yang menurut undang-undang harus dibebani pajak. Apabila ketiga unsur tersebut ada pada diri seseorang, maka pajak yang dibayarkan tersebut dikategorikan sebagai pajak langsung, namun bila salah satu unsur tadi terpisah pada lebih satu orang, maka pajak yang dibayarkan dikategorikan sebagai pajak tidak langsung. Pungutan cukai yang dipungut oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai termasuk dalam kategori pajak tidak langsung, karena unsur subyek pajak sebagaimana uraian pengkategorian diatas berada lebih dari satu orang. Posisi penanggung jawab pajak dan penanggung pajak riil adalah pengusaha yang memproduksi barang-barang kena cukai, sedangkan pemikul pajak akhir adalah konsumen sebagai end user dari barang-barang kena cukai tersebut. Menurut historis pemungutan cukai, adalah Inggris sebagai negara yang pertama kali memberlakukan pungutan cukai pada tahun 1643 dalam rangka meningkatkan pendapatan pemerintahnya. Kemudian pemerintah di USA memberlakukan pungutan cukai pertama kali terhadap produk distilled spirits (minuman keras dari alkohol sulingan) pada tahun 1791 (Encarta, 2006). Sejarah pungutan cukai di Indonesia dimulai oleh pemerintah kolonial Belanda dengan pemberlakuan ordonansi cukai. Adapun obyek cukai yang dikenakan pada saat itu meliputi : minyak tanah (ordonansi tahun 1886), alkohol sulingan (ordonansi tahun 1898), bir (ordonansi tahun 1931), hasil tembakau (ordonansi tahun 1932), gula (ordonansi tahun 1933), dan setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya beberapa produk tersebut tidak lagi
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
dikenakan pungutan cukai. Sejalan dengan pemberlakuan Undang-undang nomor 11 tahun 1995 tentang cukai, maka saat ini pemerintah Indonesia hanya menetapkan tiga komoditi yang dikenakan pungutan cukai yaitu : hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol. Di negara-negara lain seperti Japan, pungutan cukai diterapkan terhadap 24 jenis komoditi tertentu seperti : produk alkohol, produk tembakau, kosmetika, etil ethanol, dan sebagainya. Kemudian di USA, cukai secara umum oleh pemerintah pusat dikenakan terhadap 3 jenis komoditi yaitu : gasoline, cigarettes, dan alcoholic beverages. Di Malaysia yang relatif memiliki kesamaan etnis dan budaya dengan Indonesia, pungutan cukai diberlakukan terhadap 14 jenis komoditi antara lain : minuman beralkohol, tembakau, meubel, keramik, video caset, parfume, dan sebagainya. Dalam Lampiran 1 penelitian ini diperlihatkan lebih rinci mengenai penerapan pungutan cukai terhadap berbagai jenis komoditi di berbagai negara. Dari uraian perbandingan mengenai obyek pengenaan cukai tersebut, kita dapat menyimpulkan dua hal penting yang perlu diekspose dalam tinjauan pustaka ini. Yang pertama, bila dilihat dari banyaknya obyek cukai yang dikenakan oleh suatu negara maka Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang mengenakan obyek cukai secara terbatas atau dikenal sebagai kelompok extremely narrow. Selain Indonesia negara-negara yang mengenakan cukai secara terbatas terhadap tiga jenis komoditi adalah sebagian besar negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang beranggotakan 30 negara seperti : USA, Canada, Japan, Australia, Germany, United Kingdom, Korea Selatan,
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
dan sebagainya. Point penting yang kedua adalah kesamaan obyek cukai di setiap negara terhadap komoditi rokok dan minuman beralkohol. Pada umumnya pemerintah di setiap negara sepakat bahwa konsumsi terhadap produk rokok dan minuman beralkohol haruslah dibatasi dengan pengenaan cukai, alasan utamanya adalah bahwa dampak eksternal yang ditimbulkan oleh hasil tembakau dan minuman beralkohol terhadap kesehatan dan lingkungan cukup potensial. Dengan kata lain, cukai dikenakan terhadap produk rokok dan minuman beralkohol sebagai kompensasi dari biaya-biaya eksternalitas yang ditimbulkannya. Pungutan cukai adalah salah satu instrumen yang penting untuk mengumpulkan penerimaan negara. Berbeda dengan instrumen pajak lainnya, pengenaan cukai dikaitkan dengan konsumsi terhadap komoditi-komoditi tertentu yang peredarannya harus dibatasi oleh pemerintah dengan alasan-alasan tertentu. Cnossen (2005) menjelaskan beberapa sasaran utama dalam pengenaan cukai oleh pemerintah, antara lain adalah : ”untuk meningkatkan pendapatan negara dalam rangka mendukung programprogram umum pemerintah; sebagai cerminan dari biaya eksternalitas; untuk membatasi konsumsi terhadap produk-produk tertentu ; dan sebagai bentuk kompensasi publik atas pelayanan yang disediakan pemerintah”. Adapun isu-isu aktual yang berkaitan dengan sistem pengenaan pungutan cukai dewasa ini adalah
pilihan antara sistem pembebanan tarip spesifik atau sistem
pembebanan tarif advaloreum. Kemudian isu lain yang tidak kalah pentingnya adalah adanya trade-off antara kepentingan cukai sebagai salah satu sumber pendapatan negara, kepentingan masyarakat terhadap pembatasan peredaran komoditi tertentu dan
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
juga kepentingan pemerintah terutama dalam hal menciptakan kesempatan kerja. Ketiga isu tersebut harus bisa diakomodasikan oleh pemerintah dalam penyusunan setiap regulasi dan kebijakan yang berkaitan dengan pungutan cukai. Undang-undang Cukai Nomor 11 Tahun 1995, sebagai dasar yuridis pengenaan cukai secara khusus mencantumkan konsep pungutan cukai pada bab ketentuan umum pasal 1, sebagai berikut : “Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini”. Ada dua poin penting yang dapat dimaknai terhadap penjelasan ayat dalam pasal ini, yaitu : 1. Penegasan mengenai pengertian barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini, adalah barang-barang yang dalam pemakaiannya perlu dibatasi dan diawasi. 2. Secara khusus Undang-undang Nomor 11 tahun 1995 menetapakan tiga jenis barang kena cukai yang terdiri dari : a. etil alkohol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya; b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol; c. hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Sesuai dengan pasal 7 Undang-undang nomor 11 tahun 1995 diatur mengenai pelunasan cukai, dimana proses pelunasan cukai dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu:
dengan cara pembayaran dan dengan cara pelekatan pita cukai.
Dalam
peraturan pelaksaan undang-undang tersebut, ditetapkan bahwa terhadap barang kena cukai berupa hasil tembakau yang akan dikonsumsi di dalam negeri maka pelunasan cukainya dilakukan dengan pelekatan pita cukai.
Untuk memperoleh pita cukai maka
produsen rokok harus melakukan pemesanan pita cukai kepada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) setempat. Jika produsen mendapat fasilitas penundaan pembayaran, maka pemesanan pita cukai dilakukan secara kredit, namun jika tidak mendapatkan fasilitas penundaan, maka pemesanan pita cukai dilakukan secara tunai.
2.3.
Teori dan Konsep Kebijakan Cukai Kebijakan cukai merupakan salah satu bagian dari kebijakan fiskal pemerintah
disisi pendapatan. Secara teoritis kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengeluaran dan pendapatan pemerintah . Menurut Boediono (2002) kebijakan fiskal pemerintah Indonesia dilaksanakan melalui kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dalam bentuk : 1. Kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan pendapatan ; 2. Kebijakan yang berkaitan dengan pengaturan pengelolaan belanja. Konsep kebijakan di bidang cukai
pada hakekatnya adalah suatu langkah-
langkah untuk memenuhi berbagai maksud dan tujuan yang mendasar dari pengenaan cukai terhadap obyek-obyek cukai tertentu. Adanya trade off antara kepentingan cukai Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
sebagai salah satu instrumen revenue collector dengan kepentingan lainnya sebagai comunity protector haruslah secara bijak diakomodasi oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Disamping kedua kepentingan tersebut, khusus di Indonesia ada satu isu lain yang tak kalah pentingnya untuk menjadi bahan pertimbangan dalam kebijakan cukai yaitu kepentingan penciptaan kesempatan kerja. Sebagaimana telah disampaikan dalam latar belakang penelitian diawal, bahwa peran cukai hasil tembakau di Indonesia memiliki kontribusi yang sangat dominan yakni rata-rata sekitar 95% dari seluruh penerimaan cukai yang dipungut setiap tahunnya.
Marks (2003) dalam kajiannya mengenai analisis ekonomi terhadap
pengenaan cukai rokok di Indonesia, mengemukakan beberapa tujuan mendasar yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah dalam menyusun formula kebijakan cukai rokok di Indonesia yaitu : 1. Tax Revenue Acquisition. Ketika permintaan terhadap hasil tembakau diestimasikan bersifat relatif inelastis, hal ini akan menunjukan bahwa pengenaan tarif cukai yang lebih tinggi seharusnya secara umum akan meningkatkan penerimaan cukai. Dalam kondisi ini pemerintah Indonesia dituntut untuk mendapatkan tambahan atas penerimaan cukai guna menjaga stabilitas fiskal dan pengembangan pengeluaran. 2. Enhancement of public health. Kebiasaan merokok berdasarkan penelitian memiliki efek negatif yang serius terhadap kesehatan. Kerangka kerja terbaru dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dimana Indonesia menjadi salah satu negara yang meratifikasinya, menyarankan agar pemerintah memasukan isu kesehatan dalam setiap pengambilan kebijakan cukai atas rokok. 3. Employment generation. Pabrikan rokok kretek (SKT) merupakan perusahaan yang proses produksinya berorientasi pada pekerja (labour intensive) yang memperkerjakan ratusan ribu buruh, terutama wanita dan kebanyakan berlokasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pertimbangan atas kondisi ini telah menjadi dasar bagi pengenaan tarif yang lebih rendah terhadap produk rokok kretek tangan (SKT) dibanding dengan produk rokok yang dikerjakan dengan tenaga mesin. 4. Promotion of small enterprise. Untuk memberikan peningkatan bagi perusahaan kecil maka terhadap perusahaan rokok golongan kecil ini dikenakan tarif cukai Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
yang lebih rendah, namun adanya perbedaan tarif cukai antara perusahaan rokok ini telah memberikan perhatian yang serius terhadap masalah efisiensi dan transfaransi . 5. Avoidance of regressivity in the tax system. Sistem pungutan cukai yang bersifat regresif akan mendorong konsumsi atas obyek cukai relatif lebih besar terutama terhadap penduduk berpendapatan rendah. Hal ini terutama sekali terjadi pada konsumsi atas produk rokok yang mana permintaannya relatif inelastis terhadap harga. Oleh karena itu pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menghindari sistem pajak yang bersifat regresif tersebut. Data statistik penerimaan cukai Sumatera Utara selama lima tahun terakhir yang menunjukan trend yang berbeda dengan penerimaan cukai nasional, mengindikasikan adanya efek yang berbeda dari varibel yang mempengaruhi pungutan cukai untuk lingkup Sumatera Utara.
Menurut Marks (2003) ada
beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan atas cukai rokok yaitu : pertumbuhan pangsa produksi rokok, peningkatan tarif dan HJE rokok. Faktor tarif cukai dan harga jual eceran adalah dua besaran yang dapat dikontrol pemerintah sehingga kedua besaran tersebut menjadi instrumen utama dalama hal kebijakan di bidang cukai. Sedangkan Faktor kuantitas produksi adalah berkaitan dengan sifat pungutan cukai yang mana subyek cukai yang harus menanggung pertama kali pungutan cukai adalah pihak produsen rokok, sehingga nilai cukai yang harus dibayar harus dikaitkan dengan tingkat produksi rokok dan bukan pada tingkat penjualannya. Undang-undang Cukai nomor 11 tahun 1995, sesuai pasal 5 memberikan batasan maksimal mengenai tarif cukai
terhadap barang kena cukai yang
diproduksi di dalam negeri sebagai berikut:
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
a. Dua ratus lima puluh persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau b. Lima puluh lima persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran. Berkaitan dengan kebijakan harga jual eceran, adalah penting untuk melihat perbedaan antara harga jual ditingkat produsen dengan harga jual di tingkat konsumen. Secara teoritis hubungan antara harga penawaran di tingkat produsen (supply price) atau Ps dengan harga permintaan ditingkat konsumen (demand price) atau PD , adalah sebagai berikut (Marks, 2003) :
PS =PD -T Menurut aturan pengenaan cukai di Indonesia, perhitungan cukai per unit dikalkulasikan dengan mengalikan tarif cukai dengan harga jual eceran yang ditetapkan oleh pemerintah (official price) sebagai berikut : T = t x Po dimana, PS : adalah harga penawaran ditingkat produsen (supply price)
PD Po t T
: adalah harga permintaan di tingkat konsumen (demand price) : adalah harga jual eceran yang ditetapkan pemerintah (official price) : tarif cukai (prosentase) : pungutan cukai per unit Dengan demikian hubungan antara supply price dan demand Price menjadi
sebagai berikut :
Ps = PD - (t x Po ) Jika official price ( Po ) adalah sama dengan demand price ( PD ), maka tarif pajak
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
(t) akan menunjukan proporsi dari harga yang dibayar oleh konsumen . Jika tarif pajak (t) atau official price ( Po ) berubah, maka besarnya nilai cukai per unit (T) akan berubah pula. Secara umum, besarnya perubahan terhadap tarif pajak atau official price, tidak akan ditransfer dalam jumlah yang sama terhadap nilai suply price, karena hal tersebut akan tergantung kepada kekuatan permintaan oleh konsumen yang akan membentuk demand price. Dalam prakteknya, kecenderungan yang terjadi di Indonesia adalah bahwa harga jual pada tingkat konsumen (demand prices) adalah lebih rendah dibanding dengan harga jual yang ditetapkan oleh pemerintah (official price). Hasil survey di tingkat konsumen oleh Isdijoso (2003) menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen membeli rokok dengan harga di bawah HJE minimum yang ditetapkan pemerintah. Sebagai contoh, untuk kondisi tahun 2003 harga beli konsumen 11% di bawah HJE. Pabrikan rokok tentunya akan mengeluh terhadap perbedaan ini karena akibat dari kondisi ini secara riil beban tarif efektif yang harus dibayar menjadi lebih tinggi dari beban tarif yang ditetapkan pemerintah.
2.4.
Konsep Fasilitas Penundaan Menurut kajian Marks (2003) seperti dijelaskan sebelumnya, salah satu
pertimbangan dalam penyusunan kebijakan cukai adalah dalam rangka meningkatkan Employment
generation
dan
Promotion
of
small
enterprise.
Pemerintah
berkepentingan terhadap kelangsungan dan pertumbuhan terhadap industri rokok khususnya terhadap industri yang berorientasi pada tenaga kerja (labour intensif).
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Salah satu bentuk komitmen pemerintah terhadap perkembangan industri rokok adalah dengan memberikan insentif non fiskal berupa pemberian penundaan pembayaran tanpa bunga kepada perusahaan industri tertentu yang memenuhi persyaratan. Aturan hukum yang mengatur pemberian fasilitas penundaan kepada pabrikan hasil tembakau telah diakomodasikan dalam Undang-undang nomor 11 tahun 1995 tentang cukai khususnya pada pasal 7 ayat 6.
Lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaanya, diatur batasan waktu penundaan pembayaran cukai sebagai berikut : 1. Untuk pabrikan dan importir rokok yang termasuk pengusaha kena pajak atau importir rokok, yang memproduksi atau mengimpor rokok jenis SPM dan SKM diberikan fasilitas penundaan pembayaran atas pita cukai yang dipesannya selama-lamanya 2 (dua) bulan; 2. Untuk pabrikan dan importir rokok yang termasuk pengusaha kena pajak atau importir rokok, yang memproduksi atau mengimpor hasil tembakau selain jenis SPM dan SKM (dengan kata lain produksi rokok yang dikerjakan dengan tangan) diberikan fasilitas penundaan pembayaran atas pita cukai yang dipesannya selama-lamanya 3 (tiga) bulan; 3. Khusus kepada importir rokok yang mendapatkan fasilitas penundaan pembayaran cukai, harus menyerahkan jaminan bank atau jaminan asuransi . Bila dianalisis lebih lanjut mengenai bentuk perbedaan fasilitas penundaan yang diberikan kepada pabrikan rokok tersebut, jelas sekali bahwa pemerintah memberikan insentif yang lebih besar kepada industri rokok dalam negeri yang berkategori labour intensive. Diharapkan dengan pemberian fasilitas penundaan yang lebih besar, industri rokok SPM dan sejenisnya dapat lebih berkembang dan dapat menyerap lebih banyak pekerja. Adanya fasilitas penundaan pembayaran tanpa bunga kepada produsen rokok sangat membantu sekali apabila dikaitkan dengan kebutuhan untuk menjaga agar persediaan pita-pita cukai tersedia dalam jumlah yang cukup. Produsen rokok otomatis
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
tidak perlu mencadangkan dana ekstra untuk pembelian pita-pita cukai yang akan disimpan sebagai persediaan. Dengan demikian produsen akan memperoleh keuntungan implisit secara finansil, yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan operasional lainnya.
Semakin besar nilai pagu penundaan yang diperoleh maka
produsen rokok akan lebih leluasa mengelola keuangannya dan keuntungan implisit yang diperoleh menjadi lebih besar. Dengan asumsi tersebut, maka besarnya nilai pagu penundaan akan mendorong kemajuan perusahaan rokok dan pada akhirnya akan memperbesar jumlah cukai rokok yang akan dibayar oleh produsen.
2.5.
Teori Dan Konsep Produksi Konsep produksi menurut Salvatore (2005) merujuk kepada proses perubahan
bentuk berbagai input atau sumber-sumber daya menjadi output berupa barang dan jasa. Lebih lanjut Salvatore menjelaskan mengenai pengertian proses diatas adalah mencakup kepada seluruh aktivitas yang terlibat dalam memproduksi barang dan jasa, mulai dari membangun fasilitas produksi, merekrut tenaga kerja, membeli bahan mentah, menjalankan pengendalian mutu, akuntansi biaya dan kegiatan lainnya. Dalam kaitannya dengan proses produksi yang diterapkan dalam industri rokok, secara umum jenis aliran proses yang digunakan adalah Line Flow (aliran proses lini), terutama untuk produk rokok yang diproduksi dengan mesin (capital intensive). Karakteristik dari line flow ini menurut Schroeder (2007) adalah terletak pada urutan operasi yang linear dalam membuat produk, dimana produk harus distandarkan dengan baik dan harus berpindah dari satu operasi (work station) ke operasi berikutnya dalam urutan yang telah ditentukan. Untuk produksi SPM dan SKM proses produksi Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
dilakukan secara integrated dan tidak terputus-putus dalam satu lini hingga menghasilkan suatu output (rokok). Konsekuensi dari aliran proses ini, dibutuhkan bahan baku yang cukup dan tersedia secara tepat waktu (just in time), termasuk di dalamnya adalah kebutuhan terhadap pita-pita cukai.
Untuk mendukung proses
produksi dapat berjalan dengan baik, maka pabrikan rokok harus memiliki persediaan pita-pita cukai dalam jumlah yang cukup. Berbeda halnya dengan proses produksi SPM dan SKM, proses produksi SKT dilakukan secara manual dengan menitikberatkan peran manusia yang lebih besar daripada penggunaan mesin (labour intensif). Konsekuensi yang timbul dari proses produksi semacam ini adalah penggunaan tenaga buruh yang jauh lebih banyak daripada proses produksi SKM atau SPM. Berdasarkan kajian Wibowo (2003) menunjukan bahwa potret industri rokok Indonesia setelah tahun 2000 relatif stabil, dimana jumlah perusahaan yang ada berkisar antara 244 sampai dengan 247 perusahaan saja. Dari jumlah tersebut terdiri dari perusahaan rokok kretek (SKT) sebanyak 84,6%, perusahaan rokok putih (SPM) sebanyak 4,1% dan perusahaan rokok lainnya sebanyak 11,3 % (SKM, Cerutu, dan sebagainya). Adapun penggolongan pabrikan rokok jenis produksi SKM, SPM dan SKT dengan tingkat tarif yang harus dibebankan, ditentukan berdasarkan jumlah produksi rokok yang dilekati pita cukai selama satu tahun takwim. Tabel berikut ini memperlihatkan penggolongan pabrikan rokok sebagaimana diatur oleh
Menteri
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Keuangan,
terakhir
dengan
Surat
Keputusan
Menteri
Keuangan
nomor
43/PMK.04/2005 tanggal 8 Juni 2005.
Tabel 2.1 Golongan Pengusaha Pabrik Rokok yang didasarkan atas Jumlah Produksi Rokok Selama Satu Tahun Takwim Jenis Rokok SKM SPM
Golongan Pengusaha Pabrik I II III I II III I II
SKT III
Batasan Produksi Rokok Lebih dari dua milyar batang Lebih dari 500 juta batang tetapi tidak dari 2 milyar batang Tidak lebih dari 500 juta batang Lebih dari dua milyar batang Lebih dari 500 juta batang tetapi tidak dari 2 milyar batang Tidak lebih dari 500 juta batang Lebih dari dua milyar batang Lebih dari 500 juta batang tetapi tidak dari 2 milyar batang A. Lebih dari 6 juta batang tetapi tidak 500 juta batang B. Tidak lebih dari 6 juta batang
lebih
lebih
lebih lebih
Sumber: Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor 43/PMK.04/2005, tanggal 8 Juni 2005
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian Obyek penelitian difokuskan terhadap industri rokok di Sumatera Utara yang
mana ruang lingkup pengawasan dan pemungutan cukai dilakukan oleh Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan di Kantor-Kantor Bea dan Cukai dalam lingkup Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara. Waktu Penelitian dilakukan mulai bulan April 2007 sampai dengan bulan Desembar 2007.
3.2.
Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian expost facto, yaitu suatu
penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut ke belakang melalui data tersebut untuk menemukan faktor-faktor yang mendahului atau menentukan sebab-sebab yang mungkin atas peristiwa yang diteliti (Sugiyono, 2001).
Obyek penelitian akan difokuskan terhadap laporan berkala
mengenai penerimaan cukai rokok, kebijakan cukai, fasilitas penundaan pembayaran dan tingkat produksi rokok Sumatera Utara. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif yaitu metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diamati dengan menggunakan data penelitian yang bersifat kuantitatif dan juga menggunakan alat uji statistik dalam proses pengambilan kesimpulan. Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kausal komparatif, yaitu mengukur kekuatan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dan sekaligus menunjukan arah hubungan. Dengan kata lain, pendekatan kausal komparatif menganalisis masalah sebab akibat.
3.3.
Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi Dalam penelitian ini obyek pembahasan adalah karekteristik mengenai industri rokok di wilayah Sumatera Utara, sehingga yang menjadi populasi adalah pabrikan rokok yang ada di Sumatera Utara. Untuk wilayah Sumatera Utara
terdapat 13
pabrikan rokok yang termasuk dalam wilayah pengawasan Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara. Tabel 3.1 Pabrikan Rokok di Wilayah Sumatera Utara No.
Nama Pabrik
Jenis Produksi
Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
PT. STTC PT. STTC PT. Wongso Pawiro PT. Pagi Tobacco PT. Kisaran PT. Permona PR. Senang Jaya PT. Putra Stabat PR. Adenan Ayu PT. Surya Agam
SPM SPM SPM dan SKM SPM SPM SPM dan SKM SPM dan SKM SPM dan SKM SKT dan SKM SKT dan SKM
Pematang Siantar Tanjung Morawa Pematang Siantar Medan Kisaran Pematang Siantar Pematang Siantar Medan Kisaran Pematang Siantar
11 12 13
PT. Mega Prima PT. Cengkeh Jaya PR. Salam
SKT SKT SKT
Pematang Siantar Pematang Siantar Padang Sidempuan
Fasilitas Penundaan Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Sejak tahun 2006, tidak menerima Tidak Tidak Tidak
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
3.3.2. Sampel Penelitian Sampel yang dipilih dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, dimana dari 13 individu yang menjadi populasi dipilih sebanyak 9 sampel atau sekitar 69% dari total populasi. Pemilihan sampel ini didasarkan atas pertimbangan kelengkapan data, artinya bahwa setiap sampel memenuhi seluruh karakteristik data variabel yang menjadi obyek penelitian. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka terdapat 4 pabrikan rokok yang tidak dapat diambil menjadi sampel, yaitu :
PT. Surya Agam, PT. Mega Prima, PT.
Cengkeh Jaya dan PR. Salam. Karakteristik data yang tidak lengkap khususnya adalah mengenai tidak diterimanya fasilitas penundaan pembayaran . Khusus untuk PT. Surya Agam dari tahun 2002 sampai 2005 menerima fasilitas penundaan pembayaran, namun sejak tahun 2006 tidak lagi menerima fasilitas tersebut. Adapun kesembilan sampel penelitian yang terpilih adalah sebagai berikut : 1. PR. Adenan Ayu di Kisaran 2. PT. Kisaran di Kisaran 3. PT. Pagi Tobacco di Medan 4. PT. Permona di Pematang Siantar 5. PT. Putra Stabat di Medan 6. PR. Senang Jaya di Pematang Siantar 7. PT. STTC di Pematang Siantar 8. PT. STTC di Tanjung Morawa 9. PT. Wongso Pawiro di Pematang Siantar
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
3.4.
Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang mendukung analisis dan pembahasan
penelitian, maka peneliti menerapkan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut :
3.4.1. Studi Dokumentasi Sumber data utama yang menjadi obyek penelitian adalah data sekunder berupa dokumentasi dalam bentuk laporan-laporan maupun dokumen-dokumen tertulis lainnya. Oleh karena itu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi dokumentasi, baik yang dikumpulkan secara manual maupun dengan bantuan komputer.
3.4.2. Wawancara Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk mendapatkan data primer sebagai tambahan untuk lebih mendukung data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi.
Wawancara dilakukan secara selektif kepada narasumber maupun
pihak-pihak yang berkompeten dengan data penelitian. Beberapa narasumber yang telah diwawancarai guna mendapatkan data tambahan maupun konfirmasi atas data penelitian, antara lain : 1. Kepala Kantor Bea dan Cukai Medan, 2. Kepala Kantor Bea dan Cukai Pematang Siantar, 3. Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai KPBC Medan, 4. Korlak Administrasi Perbendaharaan KPBC Pematang Siantar,
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
5. Kepala Seksi Perbendaharaan KPBC Teluk Nibung, 6. Para Pengusaha Pabrikan Rokok.
3.5.
Jenis dan Sumber Data
3.5.1. Jenis Data Jenis data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat panel, yaitu penggabungan data cross sectional dengan data time series. Kemudian untuk lebih mendukung keabsahan data sekunder tersebut, digunakan pula data primer yang diperoleh melalui proses wawancara. Tujuan utama penulis menggunakan jenis data panel adalah untuk menganalisis karakteristik variabel penelitian secara individual untuk masing-masing pabrikan rokok yang ada di Sumatera Utara. Dengan cara tersebut dapat diketahui dengan jelas pabrikan rokok mana yang memberikan kontribusi terbesar bagi penerimaan cukai rokok Sumatera Utara. Data yang bersifat cross sectional adalah data individual dari 9 pabrikan rokok yang terpilih sebagai sampel penelitian, sedangkan data time series merupakan data periodik semester tahunan selama 5 tahun pengamatan, mulai tahun 2002 sampai dengan tahun 2006. Dengan demikian keseluruhan data pengamatan yang menjadi obyek penelitian akan berjumlah sebanyak 9 x 10 = 90 pengamatan (n = 90).
3.5.2. Sumber Data Data sekunder yang diambil sebagai data penelitian antara lain diperoleh dari: 1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berupa : laporan tahunan penerimaan dan peraturan-peraturan di bidang cukai.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
2. Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara, berupa : laporan tahunan penerimaan dan data pabrikan rokok Sumatera Utara. 3. Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Medan, berupa : laporan bulanan dan tahunan penerimaan, laporan bulanan produksi rokok, data pemesanan pita cukai berdasarkan buku daftar cukai nomor 3 (BDCK3), dan data pemberian fasilitas penundaan rokok. 4. Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Pematang Siantar, berupa : laporan bulanan dan tahunan penerimaan, laporan bulanan produksi rokok, data pemesanan pita cukai berdasarkan buku daftar cukai nomor 3 (BDCK3), dan data pemberian fasilitas penundaan rokok. 5. Kantor pelayanan Bea dan Cukai Teluk Nibung, berupa : laporan bulanan dan tahunan penerimaan, laporan bulanan produksi rokok, data pemesanan pita cukai berdasarkan buku daftar cukai nomor 3 (BDCK3), dan data pemberian fasilitas penundaan rokok.
3.6.
Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini identifikasi variabel terdiri dari :
1. Variabel bebas (independen variable) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan cukai rokok Sumatera Utara, terdiri atas : kebijakan cukai (X1), fasilitas penundaan (X2), dan tingkat produksi (X3). 2. Variabel terikat (dependen variable) adalah pungutan cukai rokok di Sumatera Utara (Y).
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
3.7.
Definisi Operasional Variabel Untuk memberikan persepsi yang sama terhadap definisi operasional dari
variabel penelitian, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu operasionalisasi untuk masing-masing variabel yang diteliti : 1. Kebijakan Cukai, dalam model persamaan digunakan simbol (X1) adalah salah satu bentuk kebijakan fiskal pemerintah yang berkaitan dengan fungsi penerimaan negara dalam kerangka pelaksanaan APBN. Kebijakan di bidang cukai diterapkan melalui penetapan tarif cukai dan penetapan HJE rokok oleh pemerintah. Data yang dipakai sebagai indikator dari variabel kebijakan cukai tersebut adalah nilai koefisien harga jual eceran rokok perbatang, artinya adalah bahwa nilai koefisien HJE tersebut merupakan nilai HJE yang telah dikonversikan dalam satuan batang dan dikalikan dengan besarnya pembebanan tarif untuk masing-masing pabrikan rokok. Nilai Koefsien HJE rokok diukur dengan menggunakan skala pengukuran rasio yaitu dalam satuan Rupiah per batang. 2. Fasilitas penundaan, dalam model persamaan digunakan simbol (X2), adalah insentif yang diberikan kepada produsen rokok berupa penundaan pembayaran atas pemesanan pita cukai selama jangka waktu tertentu dan tanpa dikenakan bunga. Fasilitas Penundaan ini diberikan kepada produsen rokok yang terdaftar sebagai pengusaha kena pajak dengan melampirkan beberapa persyaratan tertentu yang diatur oleh DJBC . Indikator yang diteliti dari variabel X2 ini adalah nilai pagu penundaan yang telah dikonversi untuk jangka waktu satu semester berjalan untuk
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
masing-masing pabrikan rokok. Variabel fasilitas penundaan diukur dengan skala pengukuran rasio dalam satuan Rupiah. 3. Tingkat produksi, dalam model persamaan digunakan simbol (X3), adalah besarnya angka volume produksi rokok yang dinyatakan dalam satuan batang untuk tiap-tiap produsen. Untuk representasi variabel tingkat produksi tersebut, akan digunakan indikator berupa tingkat produksi khusus untuk pemasaran dalam negeri. Perlu diketahui bahwa berdasarkan Undang-Undang nomor 11 tentang Cukai, diatur bahwa cukai hanya dipungut terhadap barang kena cukai (BKC) yang dikonsumsi di dalam negeri baik untuk produk lokal maupun impor. Untuk produk barang kena cukai buatan dalam negeri yang diekspor, maka pungutan cukai dibebaskan atau apabila pungutan cukai telah dilunasi maka dapat dimintakan restitusi.
Dengan demikian agar variabel tingkat produksi ini dapat lebih
mencerminkan relevansinya dengan variabel dependen (pungutan cukai) maka indikator yang akan digunakan adalah tingkat produksi rokok khusus untuk pemasaran dalam negeri. Adapun skala pengukuran yang dipergunakan untuk varibel X3 ini menggunakan ukuran rasio yaitu dalam satuan jumlah batang rokok. 4. Pungutan Cukai, dalam model persamaan digunakan simbol ( Y ), adalah besarnya nilai cukai yang harus dibayarkan terlebih dahulu oleh produsen rokok untuk setiap bungkus rokok yang diproduksi, sebelum dikonsumsi oleh konsumen terakhir. Karakteristik pungutan cukai adalah sebagai pajak komoditi, artinya pengenaan pungutan pajak dikaitkan dengan obyek berupa komoditi tertentu. Berbeda dengan cara pengenaan pajak komoditi pada umumnya, pungutan cukai rokok harus
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
dilunasi pada saat pengambilan pita cukai dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga yang harus menanggung cukai pertama kali adalah produsen rokok. Variabel pungutan cukai diukur dengan skala pengukuran rasio dalam satuan Rupiah.
3.8.
Model Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda sedangkan metode analisis yang dilakukan adalah dengan Ordinary Least Square (OLS). Nachrowi dan Usman (2006) mengemukakan tiga alternatif model regresi yang dapat digunakan untuk mengestimasi data penelitian yang bersifat data panel, yaitu : Model Pool Data, Model Efek Tetap (MET) dan Model Efek Random (MER). Adapun instrumen analisis yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data penelitian ini adalah Paket Program Statistik Eviews versi 4.1 dan SPSS versi 14.0 .
3.8.1. Model Pool Data
Metode estimasi dengan OLS menggunakan model pool data pada data panel dilakukan dengan cara menggabungkan data cross-sectional dengan data time series menjadi suatu pool data. Dengan menggabungkan data ini maka perbedaan baik antar individu maupun antar waktu dari pool data tersebut tidak dapat terlihat. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan awal dari penggunaan data panel tersebut, yaitu untuk melihat perbedaan antar waktu dan antar individu. Dengan demikian kemungkinan adanya bias dan inkonsisten dari hasil estimasi sangatlah besar. Adapun
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
model analisis untuk persamaan Regresi berganda dengan Model pool data adalah berbentuk sebagai berikut : Y it = a + b 1 X1 it + b 2 X2 it + b 3 X3 it + e it
3.8.2. Model Efek Tetap (MET)
Adapun dasar pemikiran pembentukan model MET ini adalah bahwa adanya variabel-variabel yang tidak semuanya masuk dalam persamaan model memungkinkan adanya intercept (a) yang tidak konstan, dengan kata lain intercept mungkin berubah untuk setiap individu dan waktu. Secara matematis model MET dispesifikasi ke dalam persamaan berikut : Y it = a + b 1 X1 it + b 2 X2 it + b 3 X3 it + g 1 W 1t + g 2 W 2 t + ...+ g n W nt + d 1 Z i1 +d 2 Z i 2 +...+d t Z it + e it
3.8.3. Model Efek Random (MER)
Bila pada model MET perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan lewat intercept, maka pada MER perbedaan tersebut diakomodasi lewat error. Teknik ini memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang time series dan cross section. Adapun dasar pemikiran pembentukan model ini adalah adanya dua
faktor yang berkontribusi terhadap error, yaitu individu dan waktu sehingga random error pada MER juga perlu diurai menjadi error untuk komponen individu, waktu dan error gabungan. Maka persamaan untuk MER diformulasikan sebagai berikut :
Y it = a + b 1 X1 it + b 2 X2 it + b 3 X3 it + e it dimana, eit = u it + vit + w it
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Dimana, i : 1,2,3,.......,n (banyaknya observasi cross sectional) t : 1,2,3,......,t (banyaknya periode waktu pengamatan) Y : Pungutan cukai rokok untuk setiap semester tahunan (dalam satuan rupiah) X1 : Kebijakan Cukai untuk setiap semester tahunan (dalam satuan rupiah per batang) X2 : Fasilitas penundaan untuk setiap semester tahunan (dalam satuan Rupiah) X3 : Tingkat Produksi rokok untuk setiap semester tahunan (dalam satuan Batang) a : Koefisien intercept dari persamaan regresi b : Koefisien slope dari masing-masing variabel independen e : Faktor gangguan (error) yang stokhastik W, Z : variabel dummy yang didefinisikan sebagai berikut : Wit = 1 ; untuk individu i, i = 1,2,...n = 0 ; untuk lainnya Zit = 1 ; untuk periode t, t = 1,2,...n = 0 ; untuk lainnya g : Koefisien slope dari variabel dummy W d : Koefisien slope dari variabel dummy Z ui : Komponen error dari cross section vt : Komponen error dari time series w it : Komponen error gabungan
3.8.4. Pemilihan Model Analisis
Pemilihan model regresi berganda yang paling tepat diantara ketiga model analisis diatas, didasarkan atas 3 kriteria sebagai berikut : 1. Nilai koefisien determinasi (R²) yang paling besar , dari alternatif model estimasi. 2. Tujuan penggunaan data panel, dalam hal ini dimaksudkan untuk menganalisis karakteristik variabel baik dari sisi croos sectional maupun dari sisi time series. Untuk keperluan ini maka model estimasi yang paling memungkinkan untuk digunakan adalah model regresi MET dan model regresi MER. 3. Berdasarkan pendapat beberapa ahli ekonometrika, apabila dalam suatu data panel terdapat jumlah periode waktu (time series) yang lebih besar dibanding jumlah
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
individu (cross sectional), maka disarankan menggunakan MET, dan sebaliknya apabila jumlah periode waktu (time series) yang lebih kecil dibanding jumlah individu (cross sectional), maka disarankan menggunakan MER. Berdasarkan ketiga kriteria diatas, maka model yang terpilih untuk menganalisis data penelitian adalah model regresi MET. Hasil lengkap output program Eviews 4.1 yang diujicobakan terhadap masing-masing model estimasi ditampilkan pada bagian lampiran. Model regresi MET memberikan output nilai koefisien determinasi (R²) yang tertinggi yaitu sebesar 0,95. Kemudian berdasarkan analisis terhadap data penelitian, jumlah periode pengamatan (time series) lebih banyak dibanding jumlah data inidividu (cross sectional).
3.9. Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan model regresi MET, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik dimaksudkan untuk memastikan bahwa estimasi model regresi berganda yang digunakan bersifat Best Linear Unbiased Estimator (BLUE), sehingga model regresi layak untuk dipergunakan. Dalam uji asumsi klasik ini dilakukan 3 tahapan pengujian, yaitu : uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
3.9.1. Uji Multikolinearitas
Uji formal yang digunakan untuk mendeteksi adanya masalah multikolinearitas adalah dengan membandingkan antara nilai koefisien determinasi dari persamaan regresi penelitian R 2 y.x terhadap nilai koefisien determinasi dari persamaan korelasi
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
parsial antar variabel independen R 2 x.x . Aturan pengambilan keputusan untuk uji multikolinearitas adalah sebagai berikut : 1. Jika nilai R 2 y.x < R 2 x.x , maka hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat masalah
kolinearitas pada model regresi yang digunakan ( H 0 ), diterima. 2. Jika nilai R 2 y.x > R 2 x.x , maka hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat masalah kolinearitas pada model regresi yang digunakan( H 0 ), ditolak . Hasil lengkap output program eviews 4.1 untuk uji multikolinearitas ditampilkan dalam Lampiran 8. Tabel berikut ini adalah ringkasan dari hasil uji multikolinearitas tersebut.
Tabel 3.2 Perbandingan Nilai Koefisien determinasi R 2 y.x dengan R 2 x.x Persamaan Regresi
Hubungan R2 R 2 y.x
Nilai R2 0,95
X 1it = a+ b 1 X 2 it + b 2 X 3 it + e it
R 2 x.x
0,39
X 2 it = a+ b 1 X 1it + b 2 X 3 it + e it
R 2 x.x
0,82
X 3 it = a+ b 1 X 1it + b 2 X 2 it + e it
R 2 x.x
0,81
Yit = a+ b 1 X 1it + b 2 X 2 it + b 3 X 3 it + e it
Sumber : Lampiran 8 penelitian
Berdasarkan perbandingan nilai koefisien determinasi pada Tabel 3.2 diatas, ternyata nilai R 2 y.x (0,95) lebih besar dibanding ketiga nilai R 2 x.x sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak, dengan kata lain dapat disebutkan bahwa pada model persamaan regresi penelitian tidak terdapat masalah multikolinearitas. Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
3.9.2. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah didalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari satu residual pengamatan ke pengamatan lain. Bila Varian dari residual atau errors ( ei ) = σ2 (konstan), atau dengan kata lain semua residual mempunyai varian yang sama, maka kondisi ini disebut homoscedasticity. Uji Formal yang dilakukan untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah menggunakan uji White (White’s General Heteroscedasticity Test) yang secara langsung sudah disediakan oleh Program Eviews 4.1. Prinsip pengujian dalam uji White ini adalah mengkonstankan nilai varian residual dan meregresnya terhadap variabel independen. Khusus untuk model persamaan regresi dengan MET, uji formal dapat diamati dengan menganalisis hasil output program eviews yang telah mengeliminasi unsur heteroskedastisitas pada model. Untuk keperluan tersebut, pilihan untuk mengkonstankan residual pada program Eviews 4.1 harus diaktifkan. Hasil lengkap output estimasi persamaan regresi dengan
MET yang telah mengeliminasi masalah heteroskedastisitas
ditampilkan dalam Lampiran 7 . Tabel 3.3. berikut ini adalah ringkasan dari output program eviews dimana model regresi MET telah mengeliminasikan unsur heteroskedastisitas.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Tabel 3.3 Hasil MET Setelah Residual Dikonstankan (White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance) Y_Pabrikan = a_Pabrikan + 227.342.150 X1 + 0,5518 X2 + 52,8340 X3 Fixed Effects Variabel Std. Error t-statistik Probabilitas 10 X1 73.663.675 3,086218 0,0028 STTC Siantar, a = -1,10 x10 10 X2 0,391173 1,410752 0,1623 STTC Tamora, a = -1,60 x10 10 X3 11,38561 4,640416 0,0000 Pagi Tobacco, a = -1,39 x10 10 Wongso Pawiro, a = -1,29 x10 Permona, a = -1,31 x1010 Putra Stabat, a = -1,42 x1010 Senang Jaya, a = -1,22 x1010 Kisaran, a =-1,13 x1010 Adenan Ayu, a =-0,34 x1010
R2 Adjusted R 2 S.E. of regression
0.951311 F-statistik 0.944444 Prob(F-statistik) 3,79E+09 Durbin-Watson statistik
138,5455 0,.000000 2,026268
Hasil MET setelah residual dikonstankan menunjukan bahwa koefisien regresi dan intercept antar individu tidak mengalami perubahan, tetap sama dengan hasil MET sebelum residual dikonstankan (ditampilkan pada tabel Lampiran 4). Korelasi parsial antara variabel fasilitas penundaan (X2) dengan pungutan cukai (Y) setelah residual dikonstankan menjadi tidak signifikan, dan bahkan nilai standar error koefisiennya menjadi lebih besar. Sebelumnya, korelasi parsial antara variabel X2 dengan Y adalah sebesar 0,0161 (signifikan pada tingkat signifikansi 5%). Berdasarkan analisis ini dapat disimpulkan bahwa pada data awal observasi tidak terjadi masalah
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
heteroskedastisitas. Oleh sebab itu model regresi MET untuk mengestimasi persamaan regresi layak untuk digunakan.
3.9.3. Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah didalam model regresi linier terjadi korelasi antara error pada periode t dengan error pada periode t-1 (sebelumnya). Metode OLS mengasumsikan bahwa error merupakan variabel random yang independen agar penduga bersifat BLUE. Mengingat sifat data penelitian ini juga memuat unsur time series, maka uji autokorelasi pada model regresi perlu dilakukan. Uji Formal yang akan dilakukan untuk mendeteksi auto korelasi adalah dengan Uji Durbin Watson (DW Test). DW test mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel Lag diantara variabel independen. Adapun kriteria hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut :
H 0 = Tidak ada autokorelasi pada model regresi (ρ = 0)
H1 = Terdapat autokorelasi pada model regresi (ρ ≠ 0) Aturan membandingkan nilai uji DW-test terhadap tabel D-W ditunjukan dalam Gambar berikut (Nachrowi, 2006) :
Tidak Tahu
Korelasi Positif
0
dL
Tidak Tahu
Tidak ada Korelasi
dU
4-dU
Korelasi Negatif
4-dL
4
Gambar 3.1 Aturan pengambilan keputusan uji DW-test Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Tabel DW terdiri atas dua nilai yaitu batas bawah (dL) dan batas atas (dU), yang mana nilai-nilai ini dapat digunakan sebagai pembanding hasil uji DW dengan aturan sebagai berikut : 1. Jika DW test < dL , terdapat korelasi yang positif atau kecenderungannya ρ = 1 . 2. Jika nilai dL ≤ DWtest ≤ dU , tidak dapat diambil kesimpulan. 3. Jika nilai dU ≤ DWtest ≤ 4 − dU , tidak ada masalah korelasi . 4. Jika nilai 4 − dU ≤ DWtest ≤ 4 − dL , tidak dapat diambil kesimpulan. 5. Jika nilai DW test> 4-dL , terdapat korelasi negatif. Hasil uji Formal yang dilakukan untuk mendeteksi autokorelasi dengan Durbin Watson (DW Test), pada output program eviews 4.1 sebagaimana ditunjukan dalam Tabel 3.3 diatas, memberikan nilai DW-statistik sebesar 2,026. Apabila dibandingkan dengan nilai dL dan dU berdasarkan Tabel Durbin Watson, dimana jumlah obeservasi sebanyak 90 (n=90) dan jumlah variabel independen sebanyak tiga variabel (k=3), maka dL=1,59 dan dU=1,73. Berdasarkan aturan pengambilan keputusan DW-test, sebagaimana dijelaskan dalam Gambar 3.1, maka nilai DW-statistik tersebut berada pada daerah tengah gambar, dimana keputusannya adalah H 0 diterima atau ”tidak ada autokorelasi”. dU (1,59) ≤ DWtest (2, 026) ≤ 4 − dU (2, 41) , Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi terhadap model regresi penelitian.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Industri Rokok Sumatera Utara
Industri rokok di Sumatera Utara terdiri atas 13 pabrikan rokok yang termasuk dalam wilayah pengawasan Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara. Berdasarkan letak geografisnya keberadaan pabrikan rokok di Sumatera Utara tersebar di 5 kabupaten/kota, yaitu : Medan, Pematang Siantar, Deli Serdang, Padang Sidempuan, dan Asahan. Dari kelima kabupaten/kota tersebut yang terbanyak jumlah pabrikan rokoknya adalah kota Pematang Siantar, yaitu terdapat tujuh pabrik.
Tabel 4.1 Pabrikan Rokok Berdasarkan Letak Geografisnya Nomor
Nama Pabrik
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
PT. STTC PT. Permona PT. Wongso Pawiro PT. Cengkeh Jaya PR. Senang Jaya PT. Surya Agam PT. Mega Prima PT. STTC
Jenis Produksi Hasil Tembakau SPM SPM dan SKM SPM dan SKM SKT SPM dan SKM SKT dan SKM SKT SPM
9. 10. 11. 12. 13.
PT. Putra Stabat PT. Pagi Tobacco PT. Kisaran PR. Adenan Ayu PR. Salam
SPM dan SKM SPM SPM SKT dan SKM SKT
Lokasi Pematang Siantar Pematang Siantar Pematang Siantar Pematang Siantar Pematang Siantar Pematang Siantar Pematang Siantar Tanjung Morawa, Deli Serdang Medan Medan Kisaran, Asahan Kisaran, Asahan Padang Sidempuan
Sumber : Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Data sampel penelitian khususnya data yang berkaitan dengan pungutan cukai (variabel dependen), apabila dikomparasi dengan data realisasi pungutan cukai Sumatera Utara secara keseluruhan, maka representasinya mencapai angka rata-rata 94,21%. Hal ini memberikan pengertian bahwa sampel penelitian yang diambil sangat cukup untuk merepresentasikan industri rokok Sumatera Utara. Tabel berikut memperlihatkan lebih rinci mengenai komparasi data sampel penelitian dengan data realisasi penerimaan cukai Sumatera Utara.
Tabel 4.2 Data Komparasi Pungutan Cukai Tahun
2002 2003 2004 2005 2006
Pungutan Cukai Rokok Berdasarkan Data Sampel ( Juta Rp.) 232.912,15 186.291,53 225.291,92 207.607,08 253.977,52
Realisasi Penerimaan Cukai Sumatera Utara (Juta Rp.) 244.924,07 200.055,34 238.388,41 224.879,81 264.531,87
Kontribusi
(%) 95,10 93,12 94,51 92,32 96,01
Sumber : Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara
4.1.2. Penerimaan Cukai
Penerimaan cukai rokok Sumatera Utara yang direpresentasikan oleh sampel penelitian ditunjukan dalam Lampiran 9. Data penerimaan cukai yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diambil berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai (CK-1) untuk setiap pabrikan rokok. Secara umum selama rentang waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, penerimaan cukai yang diperoleh dari masing-masing pabrikan rokok menunjukan trend yang sama dengan penerimaan cukai Sumatera Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Utara secara keseluruhan, yaitu trend yang bersifat tidak tetap (irregular variation) dan cenderung bersifat flat atau rata. Garis trend yang agak berbeda ditunjukan oleh PT. STTC Pematang Siantar yang cenderung menunjukan peningkatan yang cukup berarti, dan sekaligus merupakan penyumbang terbesar penerimaan cukai di Sumatera Utara. Pada semester pertama tahun 2002, penerimaan cukai yang diperoleh dari PT. STTC Pematang Siantar, baru mencapai angka 37,94 milyar rupiah. Kemudian pada semester kedua tahun 2006, penerimaan cukai dari PT. STTC Siantar meningkat sangat signifikan mencapai angka 77,52 milyar rupiah atau meningkat sekitar 104%. Gambar 4.1 berikut ini memperlihatkan lebih rinci grafik linear perkembangan penerimaan cukai Sumatera Utara secara individual.
90.000,00
Juta Rupiah
80.000,00
STTC Siantar
70.000,00
STTC Tamora
60.000,00
Pagi Tobacco
50.000,00 40.000,00
Wongso Pawiro Permona Putra Stabat
30.000,00
Senang Jaya
20.000,00
Kisaran
10.000,00
Adenan Ayu
20 02 -1 20 02 -2 20 03 -1 20 03 -2 20 04 -1 20 04 -2 20 05 -1 20 05 -2 20 06 -1 20 06 -2
0,00
Gambar 4.1 Perkembangan Penerimaan Cukai Rokok Sumatera Utara Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
4.1.3. Kebijakan Cukai Rokok
Dalam penelitian ini variabel kebijakan cukai direpresentasikan oleh indikator tarif cukai dan kebijakan harga jual eceran rokok. Untuk tarif cukai rokok, maka kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah mengacu kepada golongan pabrikan rokok dan jenis rokok yang diproduksi. Artinya, untuk golongan pabrikan yang lebih tinggi diberlakukan tarif cukai yang lebih tinggi pula, sedangkan untuk jenis rokok yang diproduksi secara manual (SKT) maka diberlakukan tarif cukai yang lebih rendah. kebijakan tarif cukai dan harga jual rokok yang diberlakukan oleh pemerintah selama periode penelitian terangkum dalam Lampiran 2. Berdasarkan kebijakan tarif cukai yang diberlakukan selama periode penelitian, dapat disusun tabel perkembangan tarif cukai rokok untuk setiap pabrikan di Sumatera Utara sebagai berikut. Tarif cukai yang ditampilkan dalam Tabel 4.3 ini merupakan tarif rata-rata untuk masing-masing pabrikan rokok selama periode satu semester.
Tabel 4.3 Perkembangan Tarif Cukai Untuk Setiap Pabrikan Rokok Tahun 2002-1 2002-2 2003-1 2003-2 2004-1 2004-2 2005-1 2005-2 2006-1 2006-2
STTC Siantar % 30,00 30,00 32,00 32,00 32,00 32,00 32,00 32,00 32,00 32,00
STTC Tmr. % 30,00 30,00 32,00 32,00 32,00 32,00 32,00 32,00 32,00 32,00
Pagi Tob. % 31,00 36,00 36,00 36,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00
Wongso Pawiro % 28,99 31,56 31,49 30,73 26,00 26,00 26,00 30,04 31,55 31,37
Perm. % 30,52 36,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00
Putra Stab. % 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00
Senang Jaya % 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00
Kisaran % 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00 26,00
Adenan Ayu % 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 11,33 12,67
Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Dalam tabel 4.3 diatas, beberapa hal yang dapat dijelaskan untuk lebih memahami makna data dapat dirangkumkan sebagai berikut : 1. Adanya pabrikan yang dikenakan tarif cukai secara konstan sebesar 26% (Putra Stabat, Senang Jaya, dan Kisaran) dapat dimaknai bahwa pabrikan tersebut memproduksi
jenis rokok yang dikerjakan dengan mesin (SPM atau SKM)
sedangkan golongan pabrikannya adalah golongan kecil (golongan III). Ketiga Pabrikan tersebut selama periode penelitian tidak mengalami perubahan golongan, sehingga taric cukainya konstan sebesar 26%. 2. Khusus untuk PT. STTC Pematang Siantar maupun STTC Tanjung Morawa tarif cukai yang dikenakan lebih kecil dari yang seharusnya, adalah disebabkan adanya insentif tambahan dari Pemerintah terhadap pabrikan rokok oleh karena volume ekspornya lebih besar daripada volume penjualan dalam negeri. Pada tahun 2002, PT. STTC seharusnya dikenakan tarif sebesar 36% namun karena volume ekspornya lebih besar dari penjualan dalam negerinya, PT STTC mendapat potongan tarif cukai sebesar 6%, sedangkan tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 mendapat potongan tarif cukai sebesar 4%. 3. Untuk PT. Permona dan PT. Pagi Tobacco,
mengalami penurunan golongan
pabrikan rokok. PT. Pagi Tobacco, tahun 2001 sampai dengan 2003 termasuk dalam golongan pabrikan menengah (golongan II) namun karena produksinya menurun, pada tahun 2004 turun menjadi golongan kecil (golongan III). Untuk PT. Permona yang memproduksi rokok jenis SKM dan SPM, sejak tahun 2003 turun kelas menjadi golongan kecil (golongan III).
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
4. Khusus untuk PT. Wongso Pawiro, memproduksi dua jenis rokok yaitu SPM dan SKM. Untuk produk jenis SPM, PT. Wongso Pawiro termasuk dalam golongan menengah (golongan II) yang dikenakan tarif cukai sebesar 36%, sedangkan untuk produk SKM, PT. Wongso Pawiro termasuk dalam golongan kecil (golongan III) yang dikenakan tarif cukai sebesar 26%. Data yang tertera pada Tabel 4.3 diatas merupakan tarif rata-rata yang dibentuk dari kombinasi produk SPM dan SKM yang diproduksi selama masing-masing periode semester. 5. Untuk PR. Adenan Ayu, tarif cukai mulai dari tahun 2002 sampai dengan 2005 adalah sebesar 4%, hal ini karena pada periode tersebut PR. Adenan Ayu hanya memproduksi jenis rokok SKT dan dikategorikan sebagai Pabrikan golongan IIIB. Kemudian pada tahun 2006, PR. Adenan Ayu telah memproduksi jenis rokok lainnya yaitu jenis SKM dan termasuk dalam golongan III dengan tarif cukai sebesar 26%. Tarif cukai rata-rata yang dikenakan terhadap PR. Adenan ayu pada tahun 2006 meningkat drastis oleh karena adanya produk rokok baru yang dikenakan tarif lebih tinggi tersebut. Berdasarkan kebijakan harga jual eceran yang diberlakukan oleh pemerintah selama periode penelitian, dapat disusun tabel perkembangan harga jual eceran rokok untuk masing-masing pabrikan di Sumatera Utara. Data
harga jual eceran yang
dipakai dalam penelitian ini adalah data harga jual eceran rata-rata dari seluruh produk rokok yang diroduksi oleh masing-masing pabrikan. Harga jual eceran tersebut terbentuk berdasarkan kebijakan kenaikan harga jual eceran oleh pemerintah dan juga kombinasi dari produk rokok yang diproduksi oleh masing-masing pabrikan. Tabel
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
pada Lampiran 10 memperlihatkan perkembangan harga jual eceran untuk masingmasing pabrikan rokok selama periode penelitian. Selama periode penelitian, kebijakan harga jual eceran rokok yang ditetapkan sejak tahun 2002 hingga tahun 2006, telah beberapa kali mengalami perubahan sebagaimana terangkum dalam tabel berikut. Pada umumnya peninjauan kebijakan yang berkaitan dengan terhadap harga jual eceran rokok dilakukan oleh Pemerintah setiap tahun sekali.
Tabel 4.4. Kebijakan Kenaikan Harga Jual Eceran oleh Pemerintah No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Dasar Kebijakan
Mulai berlaku
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 597/KMK.04/2001 tanggal 23 November 2001 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 449/KMK.04/2002 tanggal 24 Oktober 2002 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 537/KMK.04/2002 tanggal 30 Desember 2002 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.04/2005 tanggal 08 Juni 2005 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.04/2006 tanggal 01 Maret 2006 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.04/2006 tanggal 01 Maret 2006
01 Desember 2001 01 November 2002 01 Januari 2003 01 Juli 2005 01 April 2006 01 April 2006
Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Untuk lebih memperlihatkan trend perkembangan harga jual eceran untuk masing-masing pabrikan rokok, data pada tabel Lampiran 10 ditampilkan
dalam
bentuk grafik linear sebagaimana tampilan Gambar 4.2 berikut.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
350,00 325,00 300,00 275,00 STTC Siantar
Rp. per batang
250,00
STTC Tamora
225,00
Pagi Tobacco
200,00
Wongso Pawiro
175,00
Permona
150,00
Putra Stabat Senang Jaya
125,00
Kisaran
100,00
Adenan Ayu
75,00 50,00 25,00 0,00 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 2-1 2-2 3-1 3-2 4-1 4-2 5-1 5-2 6-1 6-2
Gambar 4.2 Perkembangan HJE Rokok untuk Setiap Pabrikan
Dalam grafik tersebut terlihat bahwa secara umum perkembangan HJE rata-rata untuk pabrikan rokok di Sumatera Utara menunjukan trend peningkatan yang hampir sama. Grafik yang agak berbeda ditunjukan oleh pabrikan hasil tembakau PT. Wongso Pawiro yang relatif lebih tinggi dibanding pabrikan rokok lainnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa PT. Wongso Pawiro memproduksi dua jenis rokok (SPM dan SKM) yang mana masing-masing jenis tersebut berbeda golongan pabrikannya. Untuk produksi SPM, PT. Wongso Pawiro termasuk golongan menengah (golongan II) sehingga harga jual eceran yang diberlakukan relatif lebih tinggi. Kemudian untuk Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
produksi SKM, PT. Wongso pawiro termasuk golongan kecil (golongan III) sehingga harga jual eceran yang diberlakukan relatif lebih rendah. Dalam penelitian ini, harga jual eceran yang dipakai sebagai data penelitian adalah harga jual eceran rata-rata dari seluruh produk hasil tembakau yang diproduksi untuk masing-masing pabrikan, sehingga untuk PT. Wongso Pawiro harga jual eceran rata-ratanya merupakan kombinasi dari harga jual eceran SPM yang relatif lebih tinggi dengan harga jual eceran SKM yang relatif lebih rendah. Perlu diketahui bahwa kebijakan harga jual eceran yang ditetapkan pemerintah bersifat nasional, sehingga trend yang terlihat dalam grafik linear diatas kemungkinan besar juga dialami oleh setiap pabrikan rokok yang ada di Indonesia.
4.1.4. Fasilitas Penundaan
Data yang dipakai sebagai representasi variabel fasilitas penundaan dalam penelitian ini adalah data mengenai nilai pagu penundaan yang diperoleh oleh masingmasing pabrikan rokok. Selama periode penelitian, masing-masing pabrikan rokok di Sumatera Utara memperoleh nilai pagu penundaan sebagaimana ditunjukan dalam Lampiran 11. Nilai pagu yang tertera dalam Lampiran 11 tersebut merupakan nilai penundaan yang telah dikonversi untuk masing-masing periode semester. Agar lebih mudah memperlihatkan perkembangan variabel fasilitas penundaan tersebut, tabel pada Lampiran 11 ditampilkan dalam bentuk grafik linear pada Gambar 4.3 berikut.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Juta Rupiah
22.500,00 20.000,00
STTC Siantar
17.500,00
STTC Tamora
15.000,00
Pagi Tobacco
12.500,00
Wongso Pawiro Permona
10.000,00
Putra Stabat
7.500,00
Senang Jaya
5.000,00
Kisaran
2.500,00
Adenan Ayu
20 02 20 -1 02 20 -2 03 20 -1 03 20 -2 04 20 -1 04 20 -2 05 20 -1 05 20 -2 06 20 -1 06 -2
0,00
Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Pagu Penundaan Pabrikan Rokok Sumatera Utara
Berdasarkan grafik linear pada Gambar 4.3 diatas, terlihat bahwa sebagian besar pabrikan rokok di Sumatera Utara memperoleh nilai pagu penundaan yang relatif tetap dan menunjukan trend yang bersifat flat (rata). Trend yang berbeda dan saling bertolak belakang ditunjukan oleh dua pabrikan, yaitu PT. STTC Pematang Siantar dan PT. Wongso Pawiro. Trend peningkatan nilai pagu penundaan ditunjukan oleh PT. STTC Pematang Siantar, sedangkan trend penurunan ditunjukan oleh PT. Wongso Pawiro.
4.1.5. Tingkat Produksi
Data tingkat produksi untuk masing-masing pabrikan rokok di Sumatera Utara selama periode penelitian ditampilkan dalam Lampiran 12. Data tingkat produksi ini
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
diperoleh dari data laporan bulanan produksi yang disampaikan masing-masing pabrikan rokok kepada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi. Gambar 4.4 berikut ini merupakan tampilan data pada Lampiran 12 yang disajikan dalam bentuk grafik linear.
800,00 700,00 STTC Siantar
Juta Batang
600,00
STTC Tamora Pagi Tobacco
500,00
Wongso Pawiro 400,00
Permona Putra Stabat
300,00
Senang Jaya Kisaran
200,00
Adenan Ayu
100,00 0,00 -1 -2 -1 -2 -2 -2 -1 -1 -1 -2 02 002 003 003 004 004 005 005 006 006 2 20 2 2 2 2 2 2 2 2
Gambar 4.4 Perkembangan Produksi Rokok Pabrikan Sumatera Utara
Berdasarkan grafik linear diatas terlihat bahwa terdapat dua pabrikan yang produksi rokoknya relatif lebih besar dibanding pabrikan lainnya di Sumatera Utara, yaitu PT. STTC Pematang Siantar dan PT. Wongso Pawiro. PT STTC Pematang Siantar adalah produsen rokok terbesar di Sumatera Utara dengan jumlah produksi rokok per semester mencapai angka rata-rata 614 juta batang. Angka produksi ini hanya mencakup produksi rokok untuk pemasaran dalam negeri, sedangkan angka Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
produksi total per semester (termasuk
produk rokok yang diekspor) rata-ratanya
mencapai angka 7,4 milyar batang. Sebagai penjelasan bahwa angka produksi rokok yang diekspor tidak dimasukan sebagai data penelitian, oleh karena berdasarkan aturan Undang-undang Cukai, terhadap barang kena cukai yang diekspor dibebaskan pungutan cukainya. Dengan pertimbangan tersebut, dan juga untuk menjaga relevansi antara angka penerimaan cukai dengan angka produksi yang aktual dikenakan cukai, maka untuk angka produksi yang diekspor tidak dimasukkan sebagai data penelitian.
4.2.
Pengujian Hipotesis
4.2.1. Pengujian Secara Simultan
Untuk menguji pengaruh ketiga variabel independen (kebijakan cukai, fasilitas penundaan dan tingkat produksi) secara simultan terhadap variabel dependen (penerimaan cukai) dilakukan dengan Uji-F.
Pengujian secara simultan ini
dimaksudkan untuk menguji koefisien (slope) dari model regresi secara bersamaan. Dengan demikian secara statistik hipotesisnya disusun sebagai berikut :
H 0 : seluruh koefisien slope dari variabel independen sama dengan nol ( b1 , b 2 ,b3 = 0 )
H1 : minimal ada satu slope yang tidak sama dengan nol ( b k ≠ 0 ) Adapun cara pengujian statistik dalam model regresi linear berganda diatas dilakukan dengan membandingkan antara nilai F hitung hasil estimasi model regresi
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
(tampilan output program eviews 4.1) dengan nilai F yang dihasilkan dari tabel Analysis of Variance (ANOVA). Adapun kriteria pengambilan keputusan uji adalah: Terima H 0 jika Fhitung < Ftabel , dan tolak H 0 jika Fhitung > Ftabel . Tingkat signifikansi yang ditentukan dalam pengujian ini adalah sebesar 1% (α = 0,01) berdasarkan acuan yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Hasil lengkap output program eviews 4.1 untuk estimasi
model regresi
berganda yang menggunakan model MET terhadap data penelitian ditampilkan dalam Lampiran 4. Untuk memudahkan analisis hasil pengujian, dalam Tabel 4.5. berikut ini ditampilkan ringkasan hasil estimasi OLS tersebut.
Tabel 4.5. Hasil Estimasi OLS Menggunakan MET Y_Pabrikan = a_Pabrikan + 227.342.150 X1 + 0,5518 X2 + 52,8340 X3 Fixed Effects Variabel Std. Error t-Statistik Probabilitas 10 X1 45.311.640 5,017301 0,0000 STTC Siantar, a = -1,10 x10 10 X2 0,224261 2,460749 0,0161 STTC Tamora, a = -1,60 x10 10 X3 9,137092 5,782361 0,0000 Pagi Tobacco, a = -1,39 x10 10 Wongso Pawiro, a = -1,29 x10 Permona, a = -1,31 x1010 Putra Stabat, a = -1,42 x1010 Senang Jaya, a = -1,22 x1010 Kisaran, a =-1,13 x1010 Adenan Ayu, a =-0,34 x1010
R2 Adjusted R 2 S.E. of regression
0,951311 F-statistik 0,944444 Prob(F-statistik) 3,79E+09 Durbin-Watson statistik
138,5455 0,000000 2,026268
Sumber : Lampiran 4 penelitian
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Hasil estimasi persamaan MET diatas untuk pengujian secara simultan memberikan nilai output F hitung sebesar 138,55 dan probabilitas sebesar 0,00000 yang mana nilai tersebut jauh lebih besar dibanding nilai F tabel anova yaitu sebesar 4,02 (n=90, dk pembilang =3, dk penyebut = n-(k+1) = 86, a=0,01). Hal ini menyimpulkan bahwa H 0 dari hipotesis uji F ini ditolak atau H1 diterima, artinya bahwa pada tingkat kepercayaan 99%, secara simultan terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kebijakan cukai, fasilitas penundaan, dan tingkat produksi hasil tembakau terhadap pungutan cukai. Nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,95 memberikan pengertian bahwa sebanyak 95% variasi dari variabel pungutan cukai dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen (kebijakan cukai, fasilitas penundaan, tingkat produksi), sedangkan 5% lainnya disebabkan oleh faktor-faktor lain diluar variabel independen penelitian ini. Bagian lain yang penting untuk diperhatikan dalam tampilan hasil regres dengan model MET diatas adalah bagian intercept (a). Tampilan diatas memperlihatkan nilai intercept yang berbeda untuk setiap pabrikan. Program eviews hanya menyediakan perubahan intercept antar individu, sedangkan untuk perubahan antar waktu tidak disediakan. Dengan demikian, hasil estimasi diatas secara matematis nilai intercept dapat dituliskan dengan : a it = a i .
Berdasarkan Tabel 4.5 diatas,
dapat disusun 9 model persamaan regresi dengan intercept yang berbeda untuk setiap individu pabrikan rokok, sebagaimana Tabel 4.6 berikut.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Tabel 4.6. Model Estimasi Regresi (MET) untuk setiap Pabrikan Hasil Tembakau
Model Estimasi 1, untuk pabrikan PT. STTC Pematang Siantar : Y = -11.015.242.580 + 227.342.150X1 + 0,5518488517X2 + 52,83396533X3
Model Estimasi 2, untuk pabrikan PT. STTC Tanjung Morawa : Y = -16.009.622.620 + 227.342.150X1 + 0,5518488517X2 + 52,83396533X3
Model Estimasi 3, untuk pabrikan PT. Pagi Tobacco : Y = -13.908.017.900 + 227.342.150X1 + 0,5518488517X2 + 52,83396533X3
Model Estimasi 4, untuk pabrikan PT. Wongso Pawiro : Y = -12.914.619.950 + 227.342.150X1 + 0,5518488517X2 + 52,83396533X3
Model Estimasi 5, untuk pabrikan PT. Permona : Y = = -13.115.871.270 + 227.342.150X1 + 0,5518488517X2 + 52,83396533X3
Model Estimasi 6, untuk pabrikan PT. Putra Stabat Industri : Y = -14.237.379.300 + 227.342.150X1 + 0,5518488517X2 + 52,83396533X3
Model Estimasi 7, untuk pabrikan PR. Senang Jaya : Y = -12.210.323.570+ 227.342.150X1 + 0,5518488517X2 + 52,83396533X3
Model Estimasi 8, untuk pabrikan PT. Kisaran : Y = -11.318.457.970+ 227.342.150X1 + 0,5518488517X2 + 52,83396533X3
Model Estimasi 9 untuk pabrikan PR. Adenan Ayu : Y = = -3.379.773.448 + 227.342.150X1 + 0,5518488517X2 + 52,83396533X3
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Dari kesembilan model persamaan regresi diatas dapat disimpulkan beberapa hal antara lain : 1. Kesembilan model estimasi diatas menunjukan adanya hubungan positif antara perubahan kebijakan cukai (X1), fasilitas penundaan (X2), dan tingkat produksi (X3) dengan perubahan terhadap pungutan cukai (Y). 2. Pabrikan rokok yang mempunyai rata-rata perubahan pungutan cukai terbesar adalah PT. STTC Tanjung Morawa, dimana nilai koefisien interceptnya (a) adalah yang terbesar, yaitu sebesar -16.009.622.620 . Pengertian sederhananya adalah bahwa setiap perubahan yang terjadi terhadap variabel kebijakan cukai, fasilitas penundaan dan tingkat produksi baik secara simultan maupun secara parsial maka pungutan cukai yang paling besar perubahannya, akan dialami oleh PT. STTC Tanjung Morawa. 3. Pabrikan Hasil tembakau yang mempunyai rata-rata perubahan pungutan cukai terkecil adalah PR. Adenan Ayu, dimana nilai koefisien interceptnya (a) adalah yang terkecil yaitu sebesar -3.379.773.448. Pengertian sederhananya adalah bahwa setiap perubahan yang terjadi terhadap variabel kebijakan cukai, fasilitas penundaan dan tingkat produksi baik secara simultan maupun secara parsial maka pungutan cukai yang paling kecil perubahannya, akan dialami oleh PR. Adenan Ayu. 4. Nilai konstanta persamaan regresi yang negatif memberikan pengertian bahwa titik potong sumbu Y berada di bawah garis sumbu horizontal (X), atau dengan pengertian lain bahwa apabila nilai variabel kebijakan cukai (X1), fasilitas
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
penundaan (X2), dan tingkat produksi (X3) sama dengan nol, maka nilai pungutan cukai (Y) akan menjadi negatif.
4.2.2. Pengujian Secara Parsial
Pengujian secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji t, yaitu untuk menguji koefisien regresi (slope) secara parsial antara masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Dari hasil uji t ini akan diketahui secara parsial pengaruh variabel kebijakan cukai, fasilitas penundaan dan tingkat produksi terhadap pungutan cukai rokok Sumatera Utara. Adapun hipotesis yang dapat disusun dalam uji t , untuk masing-masing variabel independen adalah sebagai berikut :
H 0 : koefisien regresi dari variabel independen adalah sama dengan nol , ( b j = 0 ) H1 : koefisien regresi dari variabel independen tidak sama dengan nol, ( b j ≠ 0 ) dimana, j = 0,1,2,…,k k= variabel independen Dengan demikian untuk model regresi berganda dalam penelitian ini akan terdapat tiga bentuk hipotesis seperti format diatas, sesuai dengan banyaknya jumlah variabel indpenden. Cara pengujian statistik untuk uji parsial dilakukan dengan membandingkan antara nilai t statistik dari model estimasi dengan nilai t yang diperoleh berdasarkan tabel distribusi t . Adapun kriteria pengambilan keputusan uji adalah sebagai berikut : Terima H 0 , jika - t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel dan tolak H 0 , jika t hitung > t tabel atau t hitung < − t tabel
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Secara parsial hubungan yang dapat dijelaskan antara kebijakan cukai terhadap pungutan cukai dapat dilihat dari hasil uji t yang dinyatakan dengan nilai t hitung output hasil estimasi. Nilai t hitung yang dihasilkan program eviews sesuai Tabel 4.5 diatas, untuk korelasi parsial antara variabel X1 dengan variabel Y adalah sebesar 5,02 sedangkan nilai probabilita sebesar 0,0000. Nilai tersebut lebih besar dari nilai t tabel yaitu 2,63 (n=90, k=3, n-k = 87, a=0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 dari hipotesis uji t untuk variabel kebijakan cukai ini ditolak, artinya bahwa pada derajat kepercayaan 99% terdapat pengaruh yang signifikan antara kebijakan cukai terhadap pungutan cukai.
Nilai koefisien X1 sebesar 227.342.150 memberikan pengertian
bahwa setiap perubahan kebijakan cukai sebesar Rp. 1,- maka akan menaikan pungutan cukai sebesar Rp. 227.342.150,- . Hubungan yang dapat dijelaskan antara fasilitas penundaan terhadap pungutan cukai dapat dilihat dari nilai t hitung yang dihasilkan program eviews yaitu sebesar 2,46 sedangkan probabilitas sebesar 0.016. Nilai tersebut lebih kecil dari nilai t tabel yaitu 2,63 (n=90, k=3, n-k = 87, a=0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 dari hipotesis uji t untuk variabel X2 ini diterima, artinya bahwa pada derajat kepercayaan 99% tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kebijakan cukai terhadap pungutan cukai. Kemudian apabila tingkat kepercayaan uji t diturunkan menjadi sebesar 5% (a=0,05) maka nilai t hitung tersebut (2,46) lebih besar dibanding nilai t tabel yaitu 1,99 (n=90, k=3, n-k = 87, a=0,05), sehingga kesimpulan yang dapat diambil untuk hipotesis uji t ini adalah bahwa H 0 ditolak pada tingkat signifikansi 5%. Secara sederhana dapat disebutkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat pengaruh Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
yang signifikan antara variabel fasilitas penundaan terhadap pungutan cukai. Nilai koefisien X2 sebesar 0,5518488517 memberikan pengertian bahwa setiap perubahan nilai fasilitas penundaan sebesar Rp. 1.000.000, maka akan menaikan pungutan cukai sebesar Rp. 551.849,Hubungan yang dapat dijelaskan antara tingkat produksi terhadap pungutan cukai dapat dilihat dari nilai t hitung yang dihasilkan program eviews yaitu sebesar 5,78 sedangkan nilai probabilita sebesar 0.0000. Nilai tersebut lebih besar dari nilai t tabel yaitu 2,63 (n=90, k=3, n-k = 87, α =0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 dari hipotesis yang keempat ini ditolak, artinya bahwa pada derajat kepercayaan 99%, terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat produksi terhadap pungutan cukai . Nilai koefisien X3 sebesar 52,83396533 memberikan pengertian bahwa setiap perubahan tingkat produksi rokok sebesar 100.000 batang, maka akan menaikan pungutan cukai sebesar Rp. 5.283.397,- .
4.2.3. Uji Variabel Yang Paling dominan
Ketiga variabel independen dalam penelitian ini secara empiris telah terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap pungutan cukai, baik secara simultan maupun secara parsial. Untuk selanjutnya dapat ditentukan variabel mana diantara ketiganya yang paling dominan mempengaruhi nilai pungutan cukai Sumatera Utara. Caranya adalah dengan melihat nilai koefisien slope yang distandarisasikan (standardized coefficients ) dari hasil estimasi persamaan regresi. Untuk melihat variabel yang paling dominan ini dilakukan dengan bantuan program statistik SPSS 14.1.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Penggunaan instrumen analisis SPSS 14.1 dibutuhkan oleh karena program Eviews tidak memberikan output nilai standardized coefficients. Kemudian dalam program SPSS 14.1 estimasi model persamaan regresi berganda dilakukan secara individual untuk masing-masing pabrikan rokok, mengingat program SPSS tidak menyediakan fasilitas estimasi regresi dengan model MET. Dengan asumsi bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi MET yang membedakan estimasi secara individual (crosssectional) maka estimasi model regresi secara individual dengan program SPSS setidaknya akan memberikan persepsi yang sama dengan model estimasi MET. Tabel 4.7 berikut memperlihatkan variabel yang paling dominan untuk setiap model estimasi (ada 9 model estimasi). Hasil lengkap estimasi untuk setiap model regresi yang memperlihatkan nilai standardized coefficient ditampilkan dalam Lampiran 13 penelitian ini.
Tabel 4.7 Variabel Yang Paling Dominan Berdasarkan Hasil Estimasi Model Regresi Untuk Setiap Pabrikan Rokok No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Model Estimasi Untuk Pabrikan Rokok PT. STTC Siantar PT. STTC Tamora PT. Pagi Tobacco PT. Wongso Pawiro PT. Permona PT. Putra Stabat PR. Senang Jaya PT. Kisaran PR. Adenan Ayu
Variabel Yang Paling Dominan X1 X3 X3 X1 X3 X3 X3 X3 X1
Sumber : Lampiran 13 Penelitian
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Berdasarkan Tabel 4.7 diatas terlihat bahwa hasil estimasi model regresi secara individual memperlihatkan bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi pungutan cukai untuk sebagian besar pabrikan rokok (66,67%) adalah variabel tingkat produksi (X3). Kemudian variabel berikutnya yang juga dominan mempengaruhi pungutan cukai rokok adalah variabel kebijakan cukai (X1) khusus terhadap estimasi model regresi pada 3 pabrikan rokok, yaitu PT. STTC Pematang Siantar, PT. Wongso Pawiro dan PR. Adenan Ayu.
4.3.
Pembahasan
4.3.1. Pengaruh Kebijakan Cukai Terhadap Pungutan Cukai Rokok
Dari hasil estimasi regresi menggunakan model MET diketahui bahwa variabel kebijakan cukai yang merupakan kombinasi dari unsur kebijakan penetapan tarif cukai dan kebijakan harga jual eceran rokok berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai pungutan cukai, pada tingkat kepercayaan 99%. Lebih jauh hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa bahwa setiap perubahan kebijakan cukai sebesar Rp. 1, maka akan menaikan pungutan cukai di wilayah Sumatera Utara sebesar Rp. 227.342.150,-, ceteris paribus. Hasil penelitian ini sejalan dengan kesimpulan analisis Mark (2003) yang mengemukakan beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan atas cukai rokok antara lain : peningkatan tarif dan HJE rokok. Mark mengemukakan bahwa kebijakan cukai rokok yang dijalankan oleh pemerintah dalam bentuk penetapan tarif akan efektif meningkatkan pungutan cukai rokok pada kisaran 21,8% untuk jenis rokok SKT dan 36,6% untuk keseluruhan produk Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
rokok. Analisis Marks ini sangat sesuai dengan teori laffer (kurva laffer) yang menyatakan bahwa tingkat tarif cukai hanya akan efektif meningkatkan pungutan cukai pada level tertentu saja. Apabila level ini dilewati (prohibitive Range for Goverment) maka penerimaan justru akan menurun. Hal ini adalah sebagai dampak dari ketidakmampuan pasar menyerap produk yang ditawarkan produsen oleh karena beban yang harus dikeluarkan
menjadi lebih besar diluar
kemampuan ekonominya.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian oleh Isdijoso (2003) yang menyimpulkan bahwa kenaikan penerimaan cukai rokok nasional selama periode tahun 1997-2002 adalah disebabkan oleh kenaikan harga jual eceran rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah. Isdijoso bahkan mengungkapkan fakta bahwa angka HJE yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai dasar perhitungan pungutan cukai, dalam kenyataannya lebih tinggi dibanding harga transaksi pasar sehingga akan berakibat pada beban cukai yang terpaksa harus ditanggung pengusaha rokok. Penelitian lain yang juga sejalan dengan hasil penelitian ini adalah penelitian oleh Yerison (2006) yang menyimpulkan bahwa secara parsial tarif cukai rokok berpengaruh positif terhadap penerimaan dalam negeri.
4.3.2. Pengaruh Fasilitas Penundaan Terhadap Pungutan Cukai Rokok
Walaupun beberapa penelitian terdahulu belum ada yang membahas mengenai pengaruh faktor fasilitas penundaan pembayaraan cukai terhadap pungutan cukai, namun berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara fasilitas penundaan terhadap pungutan cukai, pada tingkat Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
kepercayaan 95%, ceteris paribus . Nilai koefisien X2 sebesar 0,551849 memberikan pengertian bahwa setiap perubahan nilai pagu penundaan sebesar Rp. 1.000.000,maka akan menaikan pungutan cukai untuk wilayah Sumatera Utara sebesar Rp. 551.849,- . Seperti dijelaskan pada Bab II terdahulu bahwa konsep pemberian fasilitas penundaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang cukai nomor 11 tahun, adalah dalam rangka meningkatkan employment generation (jumlah angkatan kerja). Penjelasannya adalah bahwa industri rokok yang berorientasi pada labour intensive diberikan fasilitas penundaan yang lebih lama (3 bulan) dibandingkan dengan pabrikan rokok yang berorientasi pada capital intensive (2 bulan). Diharapkan dengan pemberian fasilitas penundaan ini industri rokok baik yang padat karya maupun padat modal akan tetap eksis dan berkembang, sehingga akan dapat meningkatkan penerimaan cukai rokok. Secara empiris, hipotesis yang menyebutkan adanya pengaruh pemberian fasilitas penundaan terhadap pungutan cukai rokok telah terbukti dan signifikan pada derajat kepercayaan 95%. Kondisi real yang terjadi terhadap industri rokok di Sumatera Utara diketahui bahwa dari 13 Pabrikan rokok yang ada di Sumatera Utara, hanya terdapat sepuluh pabrikan yang memperoleh fasilitas penundaan sedangkan tiga pabrikan lainnya tidak mendapat fasilitas penundaan. Berdasarkan analisis dan dikonfirmasikan dengan hasil wawancara di lapangan, ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan ketiga pabrikan rokok tersebut tidak memperoleh fasilitas penundaan, antara lain sebagai berikut :
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
1. Ketiga pabrikan yang tidak mendapat fasilitas penundaan tersebut (PT. Mega Prima, PT. Cengkeh Jaya, PR. Salam) keseluruhannya merupakan pabrikan berskala kecil sekali (Golongan IIIB) dan seluruhnya memproduksi SKT dengan jumlah produksi dalam setahun tidak melebihi enam juta batang. 2. Ketiga pabrikan tersebut tidak termasuk sebagai Pengusaha Kena Pajak, oleh karena nilai omset penjualan mereka masih dibawah nilai nominal penghasilan kena pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 240/KMK.05/1996 dan P-08/BC/2006, yang berhak mendapat fasilitas penundaan adalah Pengusaha Kena Pajak. 3. Khusus untuk PR. Salam yang merupakan Golongan Pabrikan IIIB, sudah sejak tahun 2004 tidak berproduksi lagi, sehingga Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena cukai (NPPBKC) yang bersangkutan pada tahun 2006 telah dicabut. Salah satu poin yang dipertimbangkan dalam pemberian penundaan pembayaran adalah jumlah rata-rata pemesanan pita cukai selama enam bulan terakhir, atau jika perusahaan tersebut baru berdiri adalah jumlah rata-rata pemesanan pita cukai selama tiga bulan terakhir. Beberapa kasus yang terjadi di lapangan berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan bahwa seringnya terjadi kekosongan pemesanan pita cukai dalam satu bulan tertentu dikarenakan adanya penetapan kebijakan cukai yang baru. Mengingat setiap adanya penetapan HJE ataupun tarif yang baru, maka desain pita cukai harus disesuaikan dengan HJE ataupun tarif yang baru tersebut. Hal ini akan mempengaruhi nilai pagu penundaan yang akan diperoleh pengusaha, oleh karena
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
jumlah rata-rata pemesanan pita cukai tetap memperhitungkan periode bulan dimana pabrikan yang bersangkutan tidak melakukan pemesanan pita cukai.
4.3.3. Pengaruh Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai Rokok
Hasil Penelitian ini menemukan bahwa pada derajat kepercayaan 99% tingkat produksi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pungutan cukai. Nilai koefisien X3 sebesar 52,833965 memberikan pengertian bahwa setiap perubahan produksi rokok sebesar 100.000 batang, maka akan menaikan pungutan cukai di wilayah Sumatera Utara sebesar Rp. 5.283.397,-, ceteris paribus. Kemudian berdasarkan analisis terhadap variabel yang paling dominan mempengaruhi pungutan cukai rokok, ternyata tingkat produksi adalah faktor yang paling dominan mempengaruhi pungutan cukai rokok bagi sebagian besar pabrikan rokok yang ada di Sumatera Utara (66,67%). Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dikemukakan oleh
Marks (2003), bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi pungutan cukai rokok adalah adanya faktor tingkat produksi.
Pada prakteknya faktor tingkat
produksi, merupakan kondisi yang tergantung dari sisi internal produsen rokok. Artinya bahwa perusahaan yang memproduksi rokok lebih besar, maka pungutan cukai yang akan dibebankan akan menjadi lebih besar pula. Penelitian sebelumnya oleh Wibowo (2003) yang mengkaji Industri Rokok di Indonesia menemukan bahwa produksi rokok nasional lebih didominasi produk hasil tembakau jenis SKM, dengan angka pertumbuhan rata-rata selama kurun waktu 1981 sampai tahun 2002 mencapai 11,08%. Produksi terbesar kedua adalah produk hasil tembakau jenis SPM, dengan angka pertumbuhan Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
rata-rata mencapai 6,7 persen. Kondisi yang agak berbeda ditunjukan melalui hasil penelitian ini, produksi rokok di Sumatera Utara justru didominasi oleh produk SPM yang merupakan kontribusi dari sebagian besar pabrikan rokok yang ada di Sumatera Utara. Proporsi produksi rokok jenis SPM di Sumatera Utara mencapai angka rata-rata sekitar 85%, sedangkan sisanya adalah jenis SKM (13%) dan SKT (2%) .
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian ini maka dapat diambil beberapa poin kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara simultan variabel kebijakan cukai, fasilitas penundaan dan tingkat produksi berpengaruh positif dan signifikan pada derajat kepercayaan 99% terhadap penerimaan cukai Sumatera Utara. 2. Secara parsial kebijakan cukai berpengaruh positif dan signifikan pada derajat kepercayaan 99% terhadap penerimaan cukai Sumatera Utara. Lebih lengkap dapat disebutkan bahwa bahwa setiap perubahan peningkatan kebijakan cukai sebesar Rp. 1,- maka akan meningkatkan pungutan cukai di Sumatera Utara sebesar Rp. 227.342.150,-, ceteris paribus. 3. Secara parsial variabel fasilitas penundaan berpengaruh positif dan signifikan pada derajat kepercayaan 95% terhadap penerimaan cukai Sumatera Utara. Penjelasan rincinya adalah bahwa setiap perubahan nilai pagu penundaan
sebesar Rp.
1.000.000, maka akan menaikan pungutan cukai untuk wilayah Sumatera Utara sebesar Rp. 551.849,- ceteris paribus . 4. Secara parsial variabel tingkat produksi berpengaruh positif dan signifikan pada derajat kepercayaan 99% terhadap penerimaan cukai Sumatera Utara. Bahwa setiap
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
perubahan produksi rokok sebesar 100.000 batang, maka akan menaikkan pungutan cukai Sumatera Utara sebesar Rp. 5.283.397,-, ceteris paribus.
5.2.
Saran
1. Secara empiris ketiga variabel independen yang diujikan dalam penelitian ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan cukai rokok. Pilihan yang terbaik bagi pengambil kebijakan cukai rokok hendaknya tetap mengkombinasikan ketiga variabel ini ( kebijakan cukai, fasilitas penundaan, dan tingkat produksi rokok) apabila ingin meningkatkan penerimaan cukai rokok. 2. Penerapan kebijakan cukai rokok hendaknya tidak hanya berorientasi pada aspek peningkatan pungutan cukai akan tetapi juga memperhatikan aspek kepentingan pengusaha, oleh karena kebijakan menaikan harga jual eceran minimum ataupun tarif cukai oleh pemerintah akan menimbulkan resiko negatif bagi pengusaha. Resiko negatif yang harus ditanggung pengusaha rokok adalah beban pungutan cukai yang harus mereka tanggung, sebgai akibat kenyataan yang terjadi di pasar bahwa official price selalu lebih tinggi dibanding demand price. 3. Hasil penelitian ini juga menyimpulkan adanya efek positif terhadap penerimaan cukai rokok sebagai akibat pemberian fasilitas penundaan pembayaran cukai kepada pabrikan rokok. Saran yang bisa penulis sampaikan adalah dengan memberikan bentuk fasilitas penundaan pembayaran yang lebih besar, baik dari sisi besarnya pagu penundaan maupun jangka waktu penundaan yang lebih fleksibel. Hal positif yang bisa didapat dari langkah ini adalah dapat memberikan efek yang menguntungkan dari sisi peningkatan kesempatan kerja (employment Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
generation). Penjelasannya adalah bahwa kebijaksanaan yang diterapkan pemerintah selama ini pabrikan rokok yang berorientasi labour intensif diberikan fasilitas penundaan yang lebih besar (jangka waktu penundaan tiga bulan), apabila bentuk fasilitas penundaan diperluas, maka kesempatan pabrikan ini untuk berkembang akan semakin besar sehingga penyerapan tenaga kerja kemungkinan juga akan semakin besar. 4. Faktor ketiga yang juga mempengaruhi penerimaan cukai rokok adalah variabel tingkat produksi dan hal ini merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi penerimaan cukai rokok bagi sebagian besar pabrikan rokok yang ada di Sumatera Utara. Berkaitan dengan faktor ini, sebaiknya kebijakan pemerintah tidak hanya ditujukan kepada upaya peningkatan produksi rokok, mengingat resiko negatif rokok terhadap kesehatan juga akan menimbulkan biaya eksternalitas yang tidak sedikit. Alternatif kebijakan yang bisa dijalankan sebaiknya diarahkan kepada pengembangan dan pemberdayaan industri rokok yang ada, terutama terhadap pabrikan rokok yang berorientasi pada labour intensif. Dengan upaya ini tujuan peningkatan kesempatan kerja (employment generation) akan lebih terlihat, walaupun efek ikutan lainnya juga akan meningkatkan tingkat produksi rokok.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Agung, Permana. 2004. Optimalisasi Tarif Cukai Tembakau, Suatu Analisis dengan Kurva Laffer. Makalah dalam Kebijakan Fiskal, Pemikiran, Konsep dan Implementasi. Heru Subiyantoro dan Singgih Riphat (Ed.), Jakarta : Kompas. Barata, Atep A. dan Zul A, Ardian. 1989. Perpajakan, Bandung : Armico. Cnossen, Sijbren. 2005. Theory and Practice of Excise Taxation: Smoking, Dringing, Gambling, Polluting and Driving, New York: Oxford University Press-USA. Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar, terjemahan Sumarno Zain, Jakarta: Erlangga. Krugman, Paul R., dan Maurice Obstfeld. 1991. International Economics: Theory and Policy, edisi kedua. New York: Harper Collions Publishers Inc. Kuncoro, Mudrajad. 2003.Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi : Bagaimana Meneliti & Menulis Tesis. Jakarta: Erlangga. Mangkoesoebroto, Guritno. 1993. Ekonomi Publik. Edisi ketiga. Yogyakarta: BPFE Musgrave, Richard dan Musgrave Peggy B. 1993. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Erlangga Nachrowi, D. Nachrowi dan Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Salvatore, Dominick. 2004. Managerial Economics, Fifth Edition. South-Western : Thomson. Schroeder, Roger G. 2007. Operation Management, New York : MCGraw-Hill. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES. Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta. Suparmoko. 1997. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: BPFE
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Jurnal dan Artikel :
Boediono. 2007. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Negara Dalam Rangka Pelaksanaan Azas Desentralisasi Fiskal, (online). diakses (http://www.sikd.djapk.go.id/publikasi/otonomi/keb_des_fiskal.pdf, tanggal 11 April 2007) Djutaharta, Triasih dan Henry Viriya Surya. 2003. Research on Tobacco in Indonesia. Economics of Tobacco Control Papers. (October 2003). . Isdijoso, Brahmantio. 2003. Studi Alternatif Penerimaan Cukai 2004, (online) (http://www.fiskal.depkeu.go.id/bapekki/kajian/Brahmantio%20%20Studi%20Alternatif%20Tarif%20Cukai%20Tembakau%202004.rtf, diakses tanggal 29 Maret 2007) Kevin, Gary S. Becker, M. Murphy Michael, dan Grossman. 2004. The Economic Theory of Ilegal Goods: The Case of Drugs. Working Paper 10976 . National Bureau of Economic Research. (Desember 2004). Marks, Stephen V. 2003. Cigarette Excise Taxation in Indonesia : An Economic Analysis. Technical Report (Juli 2003). Pious, Richard M. . 2006. Excise Tax, Article of Microsoft Encarta. (CD-ROM: Microsoft Encarta, 2006). Stehr, Mark Frederick. 1991. The Essays on The Taxation of Cigarettes and Alcoholic Beverages, Diss., University of Michigan. . Wibowo, Tri. 2003. Potret Industri Rokok di Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol.7 No.2 (Juni 2003). Yerison, Hendra. 2006. Analisis Kebijakan Cukai terhadap Penerimaan Dalam Negeri, Tesis. Medan, Universitas Sumatera Utara. Yurekli, Ayda A. 2000. Curbing The Epidemic Goverment and The Economics Tobacco Control. Presentation at Economics of Tobacco Control Seminar, (November 2000).
Peraturan :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995, tentang Cukai.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 240/KMK.05/1996, tentang Pelunasan Cukai. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 597/KMK.04/2001, tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 449/KMK.04/2002, tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 537/KMK.04/2002, tentang Harga Jual Eceran Hasil Tembakau Jenis Sigaret Putih Mesin. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.04/2005, tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.04/2006, tentang Kenaikan Harga Dasar Hasil Tembakau. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.04/2006, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.04/2005, tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 58/BC/1999, tentang Pemberian Penundaan Pembayaran Cukai Atas Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 1. Jenis Obyek Cukai di Berbagai Negara
No.
Negara
Jumlah Obyek Cukai 3 items 24 items
1. 2.
USA Japan
3.
Perancis
14 items
4.
Germany
13 items
5.
Singapore
10 items
6.
Malaysia
14 items
7.
Thailand
11 items
8.
Laos
4 items
9.
Finlandia
16 items
10.
Sebagian besar negara 3 items yang tergabung dalam OECD Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Obyek Cukai 1) BBM, 2) minuman beralkohol, 3) hasil tembakau, 1) produk beralkohol, 2) produk tembakau, 3) meubel 4) keramik, 5) video caset, 6) peralatan listrik, 7) parfume 8) beras diatas 100 kg, 9) kosmetika, 10) ethanol, 11) barang-barang elektronik, 12) deterjen, 13) air mineral, 14) semen, 15) sodium cyclamate dan sacharine, 16) gas alam, 17) methanol, 18) ban, 19) minuman ringan, 20) BBM, 21) mobil mewah, 22) kayu lapis, 23) kulit, 24) pakaian dari bulu binatang 1) minuman beralkohol, 2) produk tembakau, 3) ethanol, 4) deterjen, 5) air mineral, 6) semen, 7) sodium cyclamate dan sacharine, 8) gas alam, 9) methanol, 10) ban, 11) minuman ringan, 12) kayu lapis, 13) BBM, 14) mobil mewah 1) produk beralkohol, 2) produk tembakau, 3) meubel, 4) ethanol, 5) air mineral, 6) semen, 7) gas alam, 8) ban, 9) BBM, 10) mobil mewah, 11) kayu lapis, 12) kuli, 13) pakaian dari bulu binatang 1) produk beralkohol, 2) produk tembakau, 3) ethanol, 4) air mineral, 5) semen, 6) gas alam, 7) ban, 8) BBM, 9) mobil mewah, 10) kayu lapis 1) minuman beralkohol, 2) produk tembakau, 3) ethanol, 4) deterjen, 5) air mineral, 6) bahan bakar minyak, 7) semen, 8) sodium cyclamate dan sacharine, 9) gas alam, 10) methanol, 11) ban, 12) kayu lapis, 13) mobil mewah, 14) minuman ringan 1) BBM domestik , 2) minuman ringan, 3) AC, 4) alat-alat penerangan, 5) mobil dengan kapasitas dibawah 10 penumpang, 6) boats and yachts, 7) parfume, 8) produk kosmetik, 9) bisnis entertaining, 10) produk tembakau 11) minuman beralkohol 1) produk tembakau, 2) minuman beralkohol, 3) mobil mewah, 4) BBM 1) minuman beralkohol, 2) produk tembakau, 3) ethanol, 4) deterjen, 5) air mineral, 6) semen, 7) sodium cyclamate dan sacharine, 8) gas alam, 9) methanol, 10) ban, 11) minuman ringan, 12) kayu lapis, 13) BBM, 14) mobil mewah 15) kulit, 16) pakaian dari bulu binatang Umumnya : 1) etil alkohol, 2) minuman beralkohol, 3) produk tembakau
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 2. Kebijakan Tarif Cukai dan Harga Jual Eceran Rokok Dalam Negeri Jenis Rokok
Golongan HJE Minimum Pabrikan Per Batang Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 597/KMK.04/2001 SKM Besar 270 a Menengah 270 Kecil 270 SPM Besar 150 b Menengah 150 Kecil 150 SKT Besar 225 c Menengah 225 Kecil 225 Kecil Sekali 175 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 449/KMK.04/2002 SKM I 400 II 330 III 320 SPM I 270 II 210 III 200 SKT I 340 II 280 III/A 270 III/B 200 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 537/KMK.04/2002 SPM I 250 II 190 III 180 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.04/2005 SKM I 460 II 380 III 370 SPM I 290 II 220 III 210 SKT I 400 II 330 III/A 320 III/B 230 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.04/2006 SKM I 510 II 420 III 410 SPM I 320 II 245 III 235
Tarif Cukai 40% 36% 26% 40% 36% 26% 20% 16% 8% 4% 40% 36% 26% 40% 36% 26% 22% 16% 8% 4% 40% 36% 26% 40% 36% 26% 40% 36% 26% 22% 16% 8% 4% 40% 36% 26% 40% 36% 26%
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
SKT
I II III/A III/B
440 365 355 255
22% 16% 8% 4%
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 3. Data Penelitian
Pabrikan Rokok
Tahun
X1 (Rp)
X2 (Rp)
X3 (Batang) 688.080.000 556.194.000 506.575.200 516.642.800 633.910.800 617.430.800 683.348.800 691.997.400 579.427.000 668.957.200
Y (Rp)
STTC Siantar
2002-1 2002-2 2003-1 2003-2 2004-1 2004-2 2005-1 2005-2 2006-1 2006-2
55,14 57,17 72,28 72,28 72,89 72,65 73,61 85,10 88,85 93,45
9.000.000.000 9.168.975.000 9.321.477.600 9.931.488.000 10.823.910.133 12.329.040.000 12.095.258.833 11.945.513.193 21.156.712.800 16.343.288.800
37.938.375.000 31.799.227.500 37.885.056.000 37.725.072.000 46.238.784.000 47.727.768.000 36.635.520.000 53.867.505.600 43.446.931.200 77.519.438.400
STTC Tamora
2002-1 2002-2 2003-1 2003-2 2004-1 2004-2 2005-1 2005-2 2006-1 2006-2
52,50 52,50 68,80 68,80 68,80 68,80 68,80 80,00 81,49 88,00
2.236.125.000 3.391.193.750 3.543.750.000 1.917.577.500 1.702.800.000 1.823.200.000 1.831.800.000 4.729.570.000 2.451.000.000 1.982.616.667
195.000.000 10.237.500.000 84.000.000 4.410.000.000 72.374.960 6.192.000.000 106.516.360 6.295.200.000 111.966.020 7.533.600.000 141.726.360 8.772.000.000 116.562.640 6.514.603.200 85.500.000 7.200.000.000 64.416.820 5.256.000.000 45.260.840 4.488.000.000
Pagi Tobaco
2002-1 2002-2 2003-1 2003-2 2004-1 2004-2 2005-1 2005-2 2006-1 2006-2
48,19 56,68 71,76 72,03 51,92 51,98 51,82 57,56 59,17 64,00
3.484.446.667 6.167.062.500 6.409.442.708 5.759.334.375 3.656.812.500 3.022.627.083 2.026.050.000 2.057.601.217 2.107.181.700 2.526.194.905
333.094.000 225.002.000 198.390.000 168.530.000 175.680.200 145.121.000 146.862.471 141.380.000 160.853.200 127.058.400
17.420.062.500 12.838.500.000 15.661.350.000 12.154.050.000 8.178.300.000 6.706.050.000 9.161.513.400 7.425.600.000 9.673.950.000 11.520.600.000
Wongso Pawiro
2002-1 2002-2 2003-1 2003-2
71,80 73,18 91,95 87,17
16.000.000.000 15.984.346.875 15.110.380.788 13.600.803.000
630.180.000 367.527.000 405.920.540 451.737.980
45.240.018.750 26.889.705.000 38.732.781.000 40.463.362.500
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
2004-1 2004-2 2005-1 2005-2 2006-1 2006-2
68,60 69,07 60,66 77,75 93,73 103,14
12.165.333.115 9.625.655.625 8.824.772.804 7.407.826.275 7.617.266.540 6.315.900.000
438.536.840 364.914.200 499.141.920 480.556.040 451.378.880 331.766.760
31.229.445.000 31.534.460.100 27.067.950.000 36.521.926.800 32.126.550.000 38.031.535.500
Permona
2002-1 2002-2 2003-1 2003-2 2004-1 2004-2 2005-1 2005-2 2006-1 2006-2
46,67 54,00 47,31 48,70 49,23 54,78 46,89 54,68 57,23 61,47
2.000.000.000 2.000.000.000 1.950.000.000 1.000.000.000 1.051.363.740 1.620.353.583 1.666.396.604 840.180.656 924.705.167 864.630.000
121.560.000 57.300.000 69.305.800 50.214.400 78.670.020 127.987.240 49.233.564 41.046.200 121.282.400 40.819.200
5.672.400.000 3.094.200.000 3.759.931.500 1.938.885.000 3.918.817.500 7.118.046.000 2.383.153.500 1.656.720.000 2.335.008.000 3.098.160.000
Putra Stabat
2002-1 2002-2 2003-1 2003-2 2004-1 2004-2 2005-1 2005-2 2006-1 2006-2
49,68 48,99 55,84 57,94 56,70 57,31 54,29 61,18 67,13 69,57
2.471.864.583 4.714.125.000 4.659.817.500 3.084.900.000 3.064.880.000 2.484.300.000 2.453.295.000 1.864.200.000 1.914.120.000 2.862.600.000
252.541.600 12.041.250.000 126.954.560 6.614.400.000 157.412.400 8.342.100.000 124.299.600 7.856.550.000 153.480.400 8.164.650.000 123.632.800 7.255.950.000 130.294.400 7.248.150.000 132.499.200 6.728.280.000 138.904.800 8.394.120.000 121.216.400 10.051.080.000
Senang Jaya
2002-1 2002-2 2003-1 2003-2 2004-1 2004-2 2005-1 2005-2 2006-1 2006-2 2002-1 2002-2 2003-1 2003-2 2004-1
39,47 39,13 47,50 47,92 55,30 54,20 47,99 54,94 62,00 62,88 39,00 42,90 46,80 46,80 46,80
1.000.000.000 1.000.000.000 1.000.000.000 1.000.000.000 1.000.000.000 1.639.588.156 1.500.073.575 1.009.417.500 979.472.000 930.150.000 540.046.800 509.359.600 564.444.444 550.000.000 401.958.333
Kisaran
79.650.000 30.900.000 37.925.600 33.435.200 70.067.200 88.740.500 48.543.200 42.302.000 53.892.000 58.897.200 4.941.200 4.894.000 4.341.200 4.561.000 3.596.000
3.143.400.000 1.209.000.000 782.885.000 1.642.350.000 4.194.762.000 6.332.410.500 2.830.347.000 1.895.400.000 3.561.675.000 3.414.450.000 295.400.000 223.400.000 201.540.000 235.410.000 182.520.000
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
2004-2 46,80 232.500.000 4.375.860 154.440.000 2005-1 46,80 200.078.000 3.976.000 210.600.000 2005-2 54,60 168.480.000 4.294.000 212.940.000 2006-1 57,85 190.502.000 6.178.000 317.616.000 2006-2 61,10 219.960.000 5.702.000 504.075.000 Adenan Ayu 2002-1 7,67 261.450.000 3.601.200 46.300.000 2002-2 7,67 231.400.000 2.980.500 35.200.000 2003-1 8,67 256.500.000 3.420.100 42.500.000 2003-2 8,67 191.500.000 2.545.000 22.500.000 2004-1 8,67 210.500.000 2.754.600 31.200.000 2004-2 8,67 195.200.000 4.119.600 18.720.000 2005-1 8,67 235.872.000 2.601.960 31.200.000 2005-2 9,33 101.088.000 2.677.080 15.671.040 2006-1 30,37 191.304.000 4.887.184 97.230.000 2006-2 39,24 286.956.000 4.430.400 141.100.800 Keterangan : X1 (Kebijakan cukai), X2 (Fasilitas Penundaan), X3 (tingkat produksi), dan Y (Pungutan cukai rokok)
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 4. Hasil Estimasi OLS dengan Model Efek Tetap (MET)
Dependent Variable: Y Method: Pooled Least Squares Date: 11/18/07 Time: 15:11 Sample: 2002:1 2006:2 Included observations: 10 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 90 Variable X1 X2 X3 Fixed Effects _STTCSI--C _STTCTA--C _PAGI--C _WONGSO--C _PERM--C _PUTRA--C _SENANG--C _KISAR--C _ADEN--C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient 2.27E+08 0.551849 52.83397
Std. Error 45311640 0.224261 9.137092
t-Statistic 5.017301 2.460749 5.782361
Prob. 0.0000 0.0161 0.0000
-1.10E+10 -1.60E+10 -1.39E+10 -1.29E+10 -1.31E+10 -1.42E+10 -1.22E+10 -1.13E+10 -3.38E+09 0.951311 0.944444 3.79E+09 -2106.219 2.026268
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-statistic)
1.25E+10 1.61E+10 1.12E+21 138.5455 0.000000
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 5. Hasil Estimasi OLS dengan Model Pool Data
Dependent Variable: Y Method: Pooled Least Squares Date: 11/18/07 Time: 15:10 Sample: 2002:1 2006:2 Included observations: 10 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 90 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C -4.15E+09 1.39E+09 -2.991500 X1 63235588 27838373 2.271526 X2 0.841636 0.223555 3.764784 X3 54.03559 4.976706 10.85770 R-squared 0.934295 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.932003 S.D. dependent var S.E. of regression 4.19E+09 Sum squared resid Log likelihood -2119.707 F-statistic Durbin-Watson stat 1.796883 Prob(F-statistic)
Prob. 0.0036 0.0256 0.0003 0.0000 1.25E+10 1.61E+10 1.51E+21 407.6276 0.000000
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 6. Hasil Estimasi OLS dengan Model Efek Random (MER)
Dependent Variable: Y Method: GLS (Variance Components) Date: 11/18/07 Time: 15:13 Sample: 2002:1 2006:2 Included observations: 10 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 90 Variable
Coefficient
C X1 X2 X3 Random Effects _STTCSI--C _STTCTA--C _PAGI--C _WONGSO--C _PERM--C _PUTRA--C _SENANG--C _KISAR--C _ADEN--C
-2.97E+09 35881708 0.921398 54.24514
Std. Error 1.18E+09 24113076 0.221385 4.824549
t-Statistic -2.515746 1.488060 4.161980 11.24357
Prob. 0.0137 0.1404 0.0001 0.0000
-5.32E+08 5.01E+08 9.04E+08 -3.47E+08 5.25E+08 9.83E+08 -40845029 -5.82E+08 -1.41E+09
GLS Transformed Regression R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
0.930214 0.927779 4.32E+09 1.768763
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
1.25E+10 1.61E+10 1.60E+21
0.924692 0.922065 4.49E+09 1.639069
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
1.25E+10 1.61E+10 1.73E+21
Unweighted Statistics including Random Effects R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 7. Hasil Estimasi OLS dengan Model MET Setelah Residual Dikonstankan
Dependent Variable: Y Method: Pooled Least Squares Date: 11/18/07 Time: 15:13 Sample: 2002:1 2006:2 Included observations: 10 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 90 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable X1 X2 X3 Fixed Effects _STTCSI--C _STTCTA--C _PAGI--C _WONGSO--C _PERM--C _PUTRA--C _SENANG--C _KISAR--C _ADEN--C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
2.27E+08 0.551849 52.83397
73663675 0.391173 11.38561
3.086218 1.410752 4.640416
0.0028 0.1623 0.0000
-1.10E+10 -1.60E+10 -1.39E+10 -1.29E+10 -1.31E+10 -1.42E+10 -1.22E+10 -1.13E+10 -3.38E+09 0.951311 0.944444 3.79E+09 -2106.219 2.026268
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-statistic)
1.25E+10 1.61E+10 1.12E+21 138.5455 0.000000
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 8. Uji Asumsi Klasik
Hasil Estimasi OLS untuk persamaan : Y it = a + b 1 X1 it + b 2 X2 it + b 3 X3 it + g 1 W 1t + g 2 W 2 t + ...+ g n W nt + d 1 Z i1 +d 2 Z i 2 +...+d t Z it + e it Dependent Variable: Y Method: Pooled Least Squares Date: 11/18/07 Time: 15:11 Sample: 2002:1 2006:2 Included observations: 10 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 90 Variable X1 X2 X3 Fixed Effects _STTCSI--C _STTCTA--C _PAGI--C _WONGSO--C _PERM--C _PUTRA--C _SENANG--C _KISAR--C _ADEN--C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient 2.27E+08 0.551849 52.83397
Std. Error 45311640 0.224261 9.137092
t-Statistic 5.017301 2.460749 5.782361
Prob. 0.0000 0.0161 0.0000
-1.10E+10 -1.60E+10 -1.39E+10 -1.29E+10 -1.31E+10 -1.42E+10 -1.22E+10 -1.13E+10 -3.38E+09 0.951311 0.944444 3.79E+09 -2106.219 2.026268
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-statistic)
1.25E+10 1.61E+10 1.12E+21 138.5455 0.000000
Hasil Estimasi OLS untuk persamaan : X1 it = a + b 1 X2 it + b 2 X3 it + e it Dependent Variable: X1 Method: Pooled Least Squares Date: 11/18/07 Time: 15:15 Sample: 2002:1 2006:2 Included observations: 10 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 90 Variable Coefficient Std. Error C 45.06559 2.284198 X2 2.14E-09 8.30E-10 X3 1.48E-08 1.91E-08
t-Statistic 19.72929 2.575655 0.776893
Prob. 0.0000 0.0117 0.4393
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson stat
0.393500 0.379558 16.13854 -376.4878 0.234053
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-statistic)
56.24522 20.48867 22659.37 28.22305 0.000000
Hasil Estimasi OLS untuk persamaan : X2 it = a + b 1 X1 it + b 2 X3 it + e it Dependent Variable: X2 Method: Pooled Least Squares Date: 11/18/07 Time: 15:15 Sample: 2002:1 2006:2 Included observations: 10 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 90 Variable C X1 X3 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient -1.27E+09 33145937 18.73099 0.821646 0.817546 2.01E+09 -2054.090 1.015440
Std. Error
t-Statistic
6.51E+08 -1.950387 12868938 2.575655 1.289800 14.52240 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.0543 0.0117 0.0000 3.98E+09 4.70E+09 3.51E+20 200.3976 0.000000
Hasil Estimasi OLS untuk persamaan : X3 it = a + b 1 X1 it + b 2 X2 it + e it Dependent Variable: X3 Method: Pooled Least Squares Date: 11/18/07 Time: 15:16 Sample: 2002:1 2006:2 Included observations: 10 Number of cross-sections used: 9 Total panel (balanced) observations: 90 Variable C X2 X1 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
4183344. 0.037796 464303.6 0.809369 0.804987 90274729 -1774.832 1.011416
29891117 0.139953 0.002603 14.52240 597641.8 0.776893 Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-statistic)
0.8890 0.0000 0.4393 1.81E+08 2.04E+08 7.09E+17 184.6895 0.000000
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 9. Penerimaan Cukai Rokok Sumatera Utara Untuk Setiap Pabrikan Rokok (Dalam Juta Rupiah)
Tahun
STTC STTC Pagi Wongso Siantar Tamora Tobacco Pawiro 2002-1 37.938,38 10.237,50 17.420,06 45.240,02 2002-2 31.799,23 4.410,00 12.838,50 26.889,71 2003-1 37.885,06 6.192,00 15.661,35 38.732,78 2003-2 37.725,07 6.295,20 12.154,05 40.463,36 2004-1 46.238,78 7.533,60 8.178,30 31.229,45 2004-2 47.727,77 8.772,00 6.706,05 31.534,46 2005-1 36.635,52 6.514,60 9.161,51 27.067,95 2005-2 53.867,51 7.200,00 7.425,60 36.521,93 2006-1 43.446,93 5.256,00 9.673,95 32.126,55 2006-2 77.519,44 4.488,00 11.520,60 38.031,54 Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Permona 5.672,40 3.094,20 3.759,93 1.938,89 3.918,82 7.118,05 2.383,15 1.656,72 2.335,01 3.098,16
Putra Stabat 12.041,25 6.614,40 8.342,10 7.856,55 8.164,65 7.255,95 7.248,15 6.728,28 8.394,12 10.051,08
Senang Kisaran Adenan Jaya Ayu 3.143,40 295,40 46,30 1.209,00 223,40 35,20 782,89 201,54 42,50 1.642,35 235,41 22,50 4.194,76 182,52 31,20 6.332,41 154,44 18,72 2.830,35 210,60 31,20 1.895,40 212,94 15,67 3.561,68 317,62 97,23 3.414,45 504,08 141,10
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 10. Perkembangan Harga Jual Eceran Untuk Setiap Pabrikan Rokok Sumatera Utara (Dalam Rupiah Per Batang) Tahun 2002-1 2002-2 2003-1 2003-2 2004-1 2004-2 2005-1 2005-2 2006-1 2006-2
STTC Siantar (Rp) 183,79 190,58 225,88 225,86 227,78 227,02 230,03 265,94 277,65 292,04
STTC Tamora (Rp.) 175,00 175,00 215,00 215,00 215,00 215,00 215,00 250,00 254,65 275,00
Pagi Wongso Permona Putra Tobacco Pawiro Stabat (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) 155,45 247,68 152,91 191,06 157,45 231,86 150,00 188,44 199,33 291,99 181,96 214,76 200,07 283,66 187,32 222,84 199,71 263,86 189,33 218,07 199,94 265,65 210,68 220,44 199,29 233,29 180,36 208,82 221,40 258,81 210,30 235,30 227,57 297,07 220,12 258,21 246,17 328,79 236,43 267,57 Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Senang Jaya (Rp.) 151,79 150,49 182,71 184,29 212,69 208,45 184,59 211,30 238,45 241,85
Kisaran (Rp.) 150,00 165,00 180,00 180,00 180,00 180,00 180,00 210,00 222,50 235,00
Adenan Ayu (Rp.) 191,67 191,67 216,67 216,67 216,67 216,67 216,67 233,33 268,06 309,72
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 11. Perkembangan Nilai Pagu Penundaan Untuk Setiap Pabrikan Rokok Sumatera Utara (Dalam Juta Rupiah)
Tahun
STTC Siantar
STTC Tamora
Pagi Tobacco
Wongso Pawiro
Permona
Putra Stabat
2002-1 2002-2 2003-1 2003-2 2004-1 2004-2 2005-1 2005-2 2006-1 2006-2
9.000,00 9.168,98 9.321,48 9.931,49 10.823,91 12.329,04 12.095,26 11.945,51 21.156,71 16.343,29
2.236,13 3.391,19 3.543,75 1.917,58 1.702,80 1.823,20 1.831,80 4.729,57 2.451,00 1.982,62
3.484,45 16.000,00 2.000,00 2.471,86 6.167,06 15.984,35 2.000,00 4.714,13 6.409,44 15.110,38 1.950,00 4.659,82 5.759,33 13.600,80 1.000,00 3.084,90 3.656,81 12.165,33 1.051,36 3.064,88 3.022,63 9.625,66 1.620,35 2.484,30 2.026,05 8.824,77 1.666,40 2.453,30 2.057,60 7.407,83 840,18 1.864,20 2.107,18 7.617,27 924,71 1.914,12 2.526,19 6.316,00 864,63 2.862,60 Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Senang Jaya
Kisaran
Adenan Ayu
1.000,00 1.000,00 1.000,00 1.000,00 1.000,00 1.639,59 1.500,07 1.009,42 979,47 930,15
540,05 509,36 564,44 550,00 401,96 232,50 200,50 168,48 190,50 219,96
261,45 231,40 256,50 191,50 210,50 195,20 235,87 101,09 191,30 286,96
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 12. Perkembangan Tingkat Produksi Rokok Untuk Setiap Pabrikan Rokok Sumatera Utara, (Dalam Juta Batang)
Tahun
STTC Siantar
STTC
Pagi Wongso Permona Tobacco Pawiro Tamora
Putra Stabat
Senang Kisaran Adenan Jaya Ayu
2002-1
688,08
195,00
333,09
630,18
121,56
252,54
79,65
4,94
3,60
2002-2
556,19
84,00
225,00
367,53
57,30
126,95
30,90
4,89
2,98
2003-1
506,58
72,37
198,39
405,92
69,31
157,41
37,93
4,34
3,42
2003-2
516,64
106,52
168,53
451,74
50,21
124,30
33,44
4,56
2,55
2004-1
633,91
111,97
175,68
438,54
78,67
153,48
70,07
3,60
2,75
2004-2
617,43
141,73
145,12
364,91
127,99
123,63
88,74
4,38
4,12
2005-1
683,35
116,56
146,86
499,14
49,23
130,29
48,54
3,98
2,60
2005-2
692,00
85,50
141,38
480,56
41,05
132,50
42,30
4,29
2,68
2006-1
579,43
64,42
160,85
451,38
121,28
138,90
53,89
6,18
4,89
2006-2
668,96
45,26
127,06
331,77
40,82
121,22
58,90
5,70
4,43
Sumber : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Lampiran 13. Hasil Uji Variabel Yang Paling Dominan Untuk Setiap Model Regresi Pabrikan Rokok Menggunakan SPSS 14.1
Model estimasi 1, untuk pabrikan PT. STTC Pematang Siantar: Y = -52.347.682.667 + 957.192.867X1 - 0,91X2 + 60,90X3 Coefficients(a)
Model
1
Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients B -52347682666.898
Std. Error 30370733581.931
X1
957192867.381
388528292.968
X2
-.913
1.245
X3
60.903
42.534
.330
(Constant)
t
Sig.
Beta -1.724
.136
.901
2.464
.049
-.267
-.733
.491
1.432
.202
a Dependent Variable: Y
Model estimasi 2, untuk pabrikan PT. STTC Tanjung Morawa : Y = -5.049.556.757 + 73.076.144X1 + 0,41X2 + 54,67X3 Coefficients(a)
B 2
Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients
Model
Std. Error
t
Sig.
Beta
(Constant) X1
-5049556757.441
2382280263.064
73076143.679
23322017.220
-2.120
.078
.454
3.133
.020
X2
.406
.208
.221
1.955
.098
X3
54.672
6.536
1.279
8.365
.000
a Dependent Variable: Y
Model estimasi 3, untuk pabrikan PT. Pagi Tobacco :
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Y = -15.275.513.242+ 282.658.433X1 - 0,33X2 + 60,60X3 Coefficients(a)
Model
3
Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients B -15275513241.618
Std. Error 5278979235.613
X1
282658433.086
84732189.904
X2
-.330
.414
X3
60.598
10.556
1.037
(Constant)
t
Sig.
Beta -2.894
.028
.670
3.336
.016
-.164
-.799
.455
5.741
.001
a Dependent Variable: Y
Model estimasi 4, untuk pabrikan PT. Wongso Pawiro : Y = -16.648.109.326 + 331.907.655X1 +0,39X2 + 46,67X3 Coefficients(a)
Model
4
Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients
(Constant)
B
Std. Error
t
Sig.
Beta
-16648109325.830
14864208440.792
-1.120
.306
X1
331907654.829
114254731.694
.753
2.905
.027
X2
.385
.393
.242
.979
.365
X3
46.674
18.358
.664
2.542
.044
a Dependent Variable: Y
Model estimasi 5, untuk pabrikan PT. Permona : Y = -3.373.528.799 + 49.316.629X1 + 1,46X2 + 29,89X3 Coefficients(a)
Model
5
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B -3373528798.911
Std. Error 6029552777.365
-.559
.596
X1
49316629.080
99673949.734
.145
.495
.638
X2
1.464
1.048
.424
1.396
.212
X3
29.895
12.684
.607
2.357
.057
(Constant)
Beta
a Dependent Variable: Y
Model estimasi 6, untuk pabrikan PT. Putra Stabat Industri :
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Y = -8.615.359.265+ 158.814.891X1 + 0,35X2 + 45,49X3 Coefficients(a)
Model
6
Unstandardized Coefficients
(Constant) X1
B
Std. Error
-8615359265.270
4612165381.540
158814891.252
55343181.284
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta -1.868
.111
.636
2.870
.028
X2
.354
.329
.214
1.078
.322
X3
45.494
8.322
1.080
5.467
.002
a Dependent Variable: Y
Model estimasi 7, untuk pabrikan PR. Senang Jaya : Y = -5.580.908.664 + 62.501.486X1 + 1,92X2 + 58,17X3 Coefficients(a)
Model
7
Unstandardized Coefficients B -5580908663.724
Std. Error 1349609627.432
X1
62501485.589
21530149.578
X2
1.916
.772
X3
58.174
9.873
(Constant)
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta -4.135
.006
.314
2.903
.027
.290
2.482
.048
.703
5.892
.001
a Dependent Variable: Y
Model estimasi 8, untuk pabrikan PT. Kisaran : Y = -476.270.930 + 7.233.596X1 + 0,14X2 + 69,66X3 Coefficients(a)
Unstandardized Coefficients
Model
8
B -476270930.030
Std. Error 297453884.920
X1
7233595.704
5983034.029
X2
.139
.207
X3
69.663
38.144
(Constant)
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta -1.601
.160
.490
1.209
.272
.235
.669
.528
.539
1.826
.118
a Dependent Variable: Y
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Model estimasi 9, untuk pabrikan PR. Adenan Ayu : Y = -39.036.136 + 3.130.228X1 + 0,20X2 + 0,02X3 Coefficients(a)
Unstandardized Coefficients
Model
B 9
(Constant)
Std. Error
-39036135.857
12630967.894
X1
3130228.328
280350.738
X2
.204
.043
X3
.019
3.800
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta -3.091
.021
.884
11.165
.000
.264
4.777
.003
.000
.005
.996
a Dependent Variable: Y
Catatan : 9 model estimasi ini tidak digunakan sebagai model penelitian, akan tetapi dipakai hanya untuk memperlihatkan variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap pungutan cukai untuk setiap model estimasi.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008