Kebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok Disampaikan pada Indonesia Conference on Tobacco or Health Pusat Kebijakan Pendapatan Negara
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan www.fiskal.depkeu.go.id
Hotel Royal Kuningan, 31 Mei 2014
table of contents
3 4 5 6 7-9 10
Filosofi Cukai
Industri Hasil Tembakau
Tarif CHT Tarif Cukai 2013 2014
11
Market Share dan Potensi Ruang Kenaikan Tarif CHT
12-13
Tantangan dan Poko-pokok Kebijakan Tarif Cukai HT
14
Roadmap Industri Hasil Tembakau
Target dan Realisasi Penerimaan CHT
15-16
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
Beban Perpajakan Industri Hasil Tembakau
17-21
Kebijakan Pajak Rokok
Permasalahan Tarif Cukai Hasil Tembakau
Filosofi Cukai Pasal 1
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini
Pasal 2
Cukai dikenakan pada barang tertentu yang memiliki sifat atau karakteristik : 1. Konsumsinya perlu dikendalikan. 2. Peredarannya perlu diawasi. 3. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. 4. Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Undang Undang nomor 39 Tahun 2007
Tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai 3
4
Industri Hasil Tembakau A. Jumlah Pabrik Hasil Tembakau: 902 pabrikan (dokumen CK-1 2012) B. Jumlah Tenaga Kerja Langsung (Data olahan Survey Tenaga Kerja DJBC, 2011)
No.
Berdasarkan Jenis HT
Berdasarkan Golongan Pabrik
1 2 3
Jenis
SKM SPM SKT Jumlah
Tenaga Kerja (Orang) 90,049 13,860 304,147 408,056
% 22% 3% 75% 100%
(Pelintingan, QC, Packing)
No.
Gol.
1
I
Tenaga Kerja (Orang) 133,924
2
II
108,834
27%
3
III
165,298
41%
408,056
100%
Jumlah
Tenaga Kerja Langsung
%
33%
Tarif Cukai 2013-2014 EXCISE RATE TYPE
GOL
I
VOL. OF PRODUCTION
2013 RETAIL PRICE RANGE
(STICK)
(Rp/STICK)
(Rp/STICK)
(Rp/STICK)
(%)
(%)
670
375
5,63%
55,97%
355
2,90%
56,26%
550
355 345 325 270
285
5,56%
51,82%
440
235
245
4,26%
55,68%
680
365
380
4,11%
55,88%
> 2 billions
KRETEK CIGARETTE BY MACHINE (SKM) II
< 2 billions
I
> 2 billions
WHITE CIGARETTE BY MACHINE (SPM)
444 II
KRETEK CIGARETTE BY HAND (SKT)
631
< 2 billions
I
> 2 billions
II
> 300 millions & < 2 billions
III
< 300 millions
2012 2013 2013 (PMK 2013 (PMK RATE/RETAIL 179/2012) INCREASE 167/2011) PRICE
245
4,26%
55,18%
195
2,63%
56,52%
750
235 190 125 255
275
7,84%
36,67%
550
195
205
5,13%
37,27%
4,00% 4,35% 4,76% 6,67% 8,49%
34,21% 34,29% 32,74% 32,00% 45,73%
345
380 350 336 250
125 130 115 120 105 110 75 80 15 LAYERS 13 LAYERS
A L M O S T
5 7 %
5
Target dan Realisasi Penerimaan CHT
6
Beban Perpajakan Industri Hasil Tembakau (existing) dengan omset > Rp 4,8 milyar / tahun
Cukai
PPN: 8,4% dari HJE
Pajak rokok: 10% dari Cukai
Rata-rata CHT: 45,73% • Rata-rata Cukai SKM: 54,93% • Rata-rata Cukai SPM: 55,86% • Rata-rata Cukai SKT: 34,53% Batasan maksimal tarif cukai sesuai UU: 57%
PPh: 25%
Pajak rokok 10% dari CHT berlaku sejak 1 Januari 2014 PPN HT 8,4% (single stage) berdasarkan Skep HJE yang diterbitkan KPPBC
Bea Masuk: 40% (CIF) 7
Beban Perpajakan Industri Hasil Tembakau (existing) dengan omset < Rp 4,8 milyar / tahun
Cukai
PPN: 0% dari HJE
Pajak rokok: 10% dari Cukai
PPh: 1%
Bea Masuk: 40% (CIF)
Rata-rata CHT: 45,73% • Rata-rata Cukai SKM: 54,93% • Rata-rata Cukai SPM: 55,86% • Rata-rata Cukai SKT: 34,53% Pajak rokok 10% dari CHT berlaku sejak 1 Januari 2014 Ref: 1. PP nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperolah Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu 2. PMK nomor 197/PMK.03/2013 Tentang Perubahan atas tantang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai 8
Beban Perpajakan Industri Hasil Tembakau SKM
Cukai + Pajak Rokok + PPN 54,93% + 10% + 8,4% = 68,82%
SPM
Cukai + Pajak Rokok + PPN 55,86% + 10% + 8,4% = 69,84%
SKT
Cukai + Pajak Rokok + PPN 34,53% + 10% + 8,4% = 46,38%
9
Masalah Batasan Maksimal Tarif Cukai HT Pasal 5 UU No. 39/2007 tentang Cukai Pada Des’ 2011, FORMASI mengajukan gugatan (uji materi) atas PMK nomor 167/PMK.011/2011 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau ke Mahkamah Agung RI
Salah satu materi gugatan adalah adanya beberapa layer tarif cukai (spesifik) dalam PMK 167 yang jika dikonversi ke advalorem melebihi batasan tarif 57%
Tanggal 7 Agustus 2012, MA mengabulkan permohonan FORMASI bahwa PMK 167 dinyatakan batal demi hukum (Putusan nomor 46P/HUM/2011)
Sesuai amanah UU nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai untuk pembatasan dan pengendalian konsumsi, Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan cenderung menetapkan tarif cukai hasil tembakau semaksimal mungkin 10
Market Share dan Potensi Ruang Kenaikan Tarif CHT Share 68,5%
Share 6%
Share 25,5%
Rata-rata Tarif Cukai SKM: 54,93%
Rata-rata Tarif Cukai SPM: 55,86%
Rata-rata Tarif Cukai SKT: 34,53%
Space 2,07%
Space 1,04%
Space 22,47%
Batasan Tarif 57% 11
Tantangan Kebijakan Tarif Cukai HT Ke Depan 1) Perlunya harmonisasi data produksi HT untuk proyeksi produksi HT sebagai dasar perhitungan potensi penerimaan cukai HT 2) Kompleksitas tarif cukai HT 3) Perusahaan HT melakukan penghindaran tarif cukai dengan membuat pabrikan terafiliasi di golongan tarif yang lebih rendah (sudah terbit PMK nomor 131/PMK.011/2013 yang mengatur afiliasi pabrik rokok, tarifnya mengikuti perusahaan induknya) 4) Pabrikan HT besar membuat merk dengan harga jual rendah (di bawah HJE) 5) Banyaknya pabrikan HT kecil 6) Pabrikan dan Asosiasi melakukan judicial review terhadap aturan yang dibuat Pemerintah 7) Ketergantungan penerimaan cukai di sektor cukai hasil tembakau (95,3% penerimaan cukai berasal dari sektor cukai HT)
12
Pokok-Pokok Kebijakan Cukai HT Ke Depan 1. Kebijakan tarif cukai memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan/atau inflasi 2. Kenaikan tarif cukai secara moderat dengan mempertimbangkan pemberlakuan Pajak Rokok per 1 Januari 2014 3. Penyederhanaan golongan dengan memperhatikan skala keekonomian usaha dan aspek fiskal yang lebih proporsional 4. Simplifikasi layer HJE secara bertahap 5. Pembedaan besaran tarif cukai antara HT buatan mesin dengan buatan tangan
13
Roadmap Industri Hasil Tembakau 2020 Limiting nicotine
INSTRUMENT
Limiting new licenses for tobacco company Healthy Communities Simplify Excise Policy
Certain Revenue
Strengthen Industry and Fair competition
OBJECTIVES
Employement
2007
1. Employement 2. Revenue 3. Health
2010
1. Revenue 2. Health 3. Employement
2015
1. Health 2. Employement 3. Revenue 14
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Pasal 66A
Undang Undang nomor 39 Tahun 2007
Ayat 1
Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% (dua persen) yang digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.
Ayat 2
Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun berjalan.
15
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Pasal 2 PMK No. 84/PMK.07/2008 Tentang Penggunaan Dana Bagi
Hasil Cukai Hasil Tembakau Dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
Ayat 1
Penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau digunakan untuk mendanai kegiatan: a. peningkatan kualitas bahan baku; b. pembinaan industri; c. pembinaan lingkungan sosial; d. sosialisasi ketentuan di bidang cukai; dan/atau e. pemberantasan barang kena cukai ilegal.
Berdasarkan realisasi penerimaan cukai HT tahun 2013 sebesar Rp 103,57 triliun, maka Dana Bagi Hasil Cukai HT Tahun 2013 yang akan dibagikan kepada 19 provinsi penghasil cukai hasil tembakau dan/ atau tembakau diperkirakan sebesar Rp 2,07 triliun (2% dari Rp 103,57 triliun)
16
Kebijakan Pajak Rokok*) Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah Objek Pajak
Konsumsi rokok, kecuali rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan per-UU-an di bidang cukai Rokok meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun
Subjek Pajak
Konsumen rokok
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran
Dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok Pajak Rokok disetor ke RKUD Provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk Diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan
Wajib Pajak
Pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai
Tarif
10% dari cukai rokok
Dasar Pengenaan
Cukai yang ditetapkan Pemerintah terhadap rokok Besaran Pokok Pajak Rokok terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan (10% x tarif Cukai rokok)
*) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah PMK nomor 115 /PMK .07/2013 Tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok
17
Kebijakan Pajak Rokok Distribusi
Penerimaan Pajak Rokok dibagi ke Pemerintah Provinsi berdasarkan proporsi jumlah penduduk
Bagi Hasil
Hasil penerimaan Pajak Rokok diserahkan kepada kab./kota sebesar 70% Bagian kab./kota ditetapkan dengan memperhatikan aspek pemerataan dan/atau potensi antarkab./kota. Ketentuan lebih lanjut mengenai bagi hasil penerimaan Pajak Rokok ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi
Earmarking
Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kab./kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang
Pelaksanaan Pemungutan
1 Januari 2014
Dasar Pemungutan
Peraturan Daerah mengenai Pajak Rokok
18
Perkiraan Penerimaan Pajak Rokok Per Provinsi Tahun 2014 (dalam jutaan rupiah) 2,000,000 1,800,000 1,600,000 1,400,000
1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000
0
19
Peranan Pajak Rokok Berdasarkan perkiraan pendapatan CHT tahun 2014 Rp110,7 triliun dan ketentuan penyetoran Pajak Rokok yang diatur dalam PMK No. 115/PMK.07/2013, potensi penerimaan Pajak Rokok tahun 2014 diperkirakan mencapai sekitar Rp 10,15 triliun (110,7 triliun x 10% x 11/12 bulan). Penerimaan Rp 10,15 triliun tersebut akan MENINGKATKAN KEMAMPUAN FISKAL DAERAH UNTUK MENDANAI BELANJA PELAYANAN PUBLIK, karena minimal 50% dari penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kab./kota, dialokasikan untuk mendanai: 1. pelayanan kesehatan masyarakat; dan 2. penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Penggunaan penerimaan Pajak Rokok diatur dan dituangkan dalam Perda APBD. *) Perkiraan penerimaan Pajak Rokok tahun 2014 hanya mencakup penerimaan pajak rokok yang akan disetor kepada Provinsi untuk bulan Januari s.d. November 2014 (11 bulan), karena penerimaan bulan Desember akan disetor kepada Provinsi pada tahun berikutnya setelah penerimaan tsb diaudit oleh BPK (sesuai pola penyetoran yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013). 20
Penggunaan Pajak Rokok Pasal 31 UU No. 28 Tahun 2009: “Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang”. Pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain: a. pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, b. penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), c. kegiatan memasyarakatkan bahaya merokok, dan d. iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok. Penegakan hukum sesuai dengan kewenangan Pemda yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain: a. pemberantasan peredaran rokok ilegal, dan b. penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 21
thank you
contact information For more info, please contact us : Djaka Kusmartata Pusat Kebijakan Pendapatan Negara – Badan Kebijakan Fiskal
www.tarif.depkeu.go.id (021) 3840151 Email:
[email protected]