PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr)
ANDY RISASMOKO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN Andy Risasmoko. E14201067. 2006. Pengaruh Kadar Air Awal, Wadah dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas Benih Suren (Toona sureni Merr). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc dan Dra. Dharmawati F. Djam’an. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan bahan baku industri kayu menuntut semakin besarnya penyediaan kayu, sehingga mendorong timbulnya konversi hutan, perambahan hutan, penebangan liar, dan sebagainya yang mengancam kelestarian hutan. Salah satu upaya untuk mengatasi ketimpangan penyediaan kayu yang menurun serta permintaan yang besar yaitu dengan mengembangkan hutan rakyat. Pembangunan hutan rakyat memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Suren (T. sureni) merupakan salah satu jenis pohon yang dapat dikembangkan untuk pembangunan hutan rakyat. Suren memiliki nilai ekonomi tinggi, memiliki daur pendek dan disukai oleh masyarakat untuk bahan bangunan. Di perkebunan teh tanaman suren digunakan sebagai tanaman penyekat angin (wind break) dan tanaman sela, sedangkan masyarakat menanam tanaman ini di tepi sawah maupun di antara tanaman palawija yang berfungsi sebagai penangkal hama dan penyakit. Untuk memperoleh tanaman yang baik maka perlu digunakan benih berkualitas baik. Mutu benih mencakup tiga hal yang tidak terpisahkan yaitu: mutu fisik, mutu fisiologis, dan mutu genetik. Benih suren merupakan salah satu benih yang sulit untuk disimpan, daya berkecambahnya mudah turun dan rendah persentase tumbuhnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor penting yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan, yaitu: kadar air awal, wadah dan periode simpan yang optimal untuk benih suren (T. sureni). Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan, Bogor dengan waktu penelitian dari April sampai Juli 2005. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih suren yang diunduh dari areal tegakan suren milik masyarakat di Cianjur, Jawa Barat. Media perkecambahan berupa campuran pasir dan tanah dengan perbandingan 1 : 1, sedangkan alat yang digunakan adalah wadah simpan benih berupa aluminium foil, kantong terigu dan besek, bak kecambah, desikator dan timbangan analitik. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 2 x 3 x 5 dengan 3 ulangan dan masing-masing unit percobaan terdiri dari 100 benih. Faktor kadar air benih (faktor A) terdiri 2 taraf yaitu kadar air benih 11,38% (A0) dan 5,64% (A1), faktor wadah simpan (faktor B) terdiri dari 3 taraf yaitu wadah simpan besek (B0), aluminium foil (B1) dan kantong terigu (B2). Faktor periode simpan terdiri dari 5 taraf yaitu periode simpan 0 minggu (C0), 2 minggu (C1), 4 minggu (C2), 6 minggu (C3) dan 8 minggu (C4). Persiapan penelitian meliputi ekstraksi dan seleksi benih, analisis kemurnian, pengukuran kadar air benih, pengujian berat 1000 butir dan persiapan media perkecambahan. Peubah yang diamati adalah daya berkecambah, vigor, keserempakan perkecambahan, batas 50% perkecambahan dan batas 80% perkecambahan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air berpengaruh nyata terhadap vigor dan batas 80% perkecambahan serta berpengaruh sangat nyata (α=5%) terhadap daya berkecambah dan keserempakan perkecambahan. Hasil uji
Tukey memperlihatkan kadar air 11,38% berbeda nyata dengan kadar air 5,64% terhadap peubah daya berkecambah, vigor, keserempakan perkecambahan dan batas 80% perkecambahan. Pada kadar air 11,38% rata-rata daya berkecambah benih suren adalah 81,00%, sedangkan pada kadar air 5,64% rata-rata daya berkecambahnya hanya 76,67%. Daya berkecambah benih sangat ditentukan oleh kadar air yang dikandung oleh benih, sehingga benih yang akan disimpan sebaiknya memiliki kandungan air yang optimal. Analisis ragam terhadap wadah simpan benih suren berpengaruh sangat nyata (α=5%) terhadap daya berkecambah, vigor dan keserempakan perkecambahan. Wadah simpan aluminium foil memiliki rata-rata daya berkecambah (58,34%) dan keserempakan perkecambahan (22,60%) paling tinggi daripada wadah simpan besek (55,17% dan 20,60%) maupun kantong terigu (52,90% dan 18,93%). Hal ini dapat disebabkan oleh aluminium foil yang dapat menahan kelembaban relatif cukup tinggi, sehingga fluktuasi suhu dapat dikurangi. Kelembaban relatif yang tinggi menyebabkan pengeluaran kadar air benih relatif kecil, sehingga masa dormansi benih dapat diperpanjang. Interaksi kadar air benih dengan periode simpan berpengaruh sangat nyata (α=5%) terhadap daya berkecambah dan keserempakan perkecambahan. Pada kadar air 11,38% dengan periode simpan 4 minggu rata-rata daya berkecambah 68,11% dan rata-rata keserempakan perkecambahan 24,44%. Kombinasi tersebut merupakan kombinasi terbaik untuk penyimpanan, karena setelah periode simpan 6 minggu daya berkecambah benih suren hanya 47,11%. Interaksi wadah simpan dengan periode simpan sangat nyata(α=5%) terhadap daya berkecambah dan keserempakan perkecambahan. Benih suren dengan wadah simpan aluminium foil memiliki rata-rata daya berkecambah 67,67% dan rata-rata keserempakan perkecambahan 23,84% pada periode simpan 4 minggu. Kombinasi tersebut merupakan kombinasi terbaik, karena setelah periode simpan 6 minggu daya berkecambah dan keserempakan perkecambahan hanya 44,17% dan 14,34%. Untuk penyimpanan benih suren sebaiknya kadar air benihnya tidak perlu diturunkan dan disimpan dalam wadah kedap uap air, sehingga viabilitasnya tetap tinggi. Berdasarkan kadar air awal benih suren 11,38% (kadar air awal antara 1020%) dan penyimpanan hanya dapat dipertahankan sampai 4 minggu dengan daya berkecambah 70,33% maka benih suren dikategorikan ke dalam benih semi rekalsitran.
PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr)
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
ANDY RISASMOKO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Penelitian
: PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE
SIMPAN
TERHADAP
VIABILITAS
BENIH SUREN (Toona sureni Merr) Nama Mahasiswa : ANDY RISASMOKO Nomor Pokok
: E14201067
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc NIP : 131.878.498
Dra. Dharmawati F. Djam’an NIP : 710.020.186
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP : 131.430.799
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Oktober 1981 di Kebumen Jawa Tengah, dan merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Warisman dan Ibu Sri Andiyah. Penulis mulai masuk pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Trikarso I pada tahun 1987. Pada tahun 1988 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri I Trikarso dan lulus pada tahun 1994. Tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri I Karanganyar dan lulus pada tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum Negeri I Kebumen pada tahun 1997 sampai lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Fakultas Kehutanan Program Studi Budidaya Hutan. Pada tahun 2004 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Gunung Kamojang dan Sancang, kegiatan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di KPH Ciamis Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Tahun 2005 penulis menyelesaikan Praktek Kerja Lapang di HPH Intracawood Mfg. Kalimantan Timur. Selain itu, penulis juga menjadi ketua umum RIMPALA Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2004. Tahun 2003 dan 2004 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Silvikultur dan Silvika. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Kadar Air Awal, Wadah dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas Benih Suren (Toona sureni Merr)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc dan Dra. Dharmawati F. Djam’an.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam skripsi ini, penulis ingin memberikan informasi mengenai faktor-faktor penting yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan sehingga dapat digunakan dalam prosedur penyimpanan benih suren yang paling tepat. Skripsi ini merupakan laporan akhir dari penelitian yang berjudul “Pengaruh Kadar Air Awal, Wadah dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas Benih Suren (Toona sureni Merr)”. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penanganan benih suren dari tahap pengunduhan benih, ekstraksi dan seleksi, analisis kemurnian, penentuan berat 1000 butir, pengujian kadar air, penyimpanan dan pengecambahan. Benih suren berasal dari hutan masyarakat di Cianjur, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan di Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor mulai April sampai dengan Juli 2005. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Januari 2006
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulustulusnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran pelaksanaan penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini, yaitu : 1. Bapak, Ibu dan kakakku serta saudaraku yang telah memberikan perhatian dan dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Bapak Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc sebagai pembimbing skripsi I dan Ibu Dra. Dharmawati F. Djam’an sebagai pembimbing skripsi II yang telah memberikan dukungan, arahan dan nasehat dalam penyelesaian tugas akhir ini. 3. Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M.ScF sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 4. Pimpinan dan pegawai Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor yang telah memberikan tempat dan waktu untuk melaksanakan penelitian. 5. Rekan-rekan RIMPALA Fakultas Kehutanan IPB dan kost MANGGALA atas kerja sama dan kekeluargaannya 6. Rekanita Rina Wahyuning Riyanti, S.Hut atas perhatian dan motivasinya serta teman-teman Budidaya Hutan angkatan 38 atas kebersamaan dan persahabatannya selama ini.
i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .......................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2 1.3. Hipotesis .................................................................................................... 2 1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kayu Suren (T. sureni Merr.) .................................................... 4 2.2. Biologi Benih ............................................................................................ 5 2.3. Benih Rekalsitran dan Ortodoks ............................................................... 6 2.4. Kadar Air Benih ......................................................................................... 7 2.5. Penyimpanan Benih ................................................................................... 7 2.6. Wadah Simpan Benih ................................................................................ 9 2.7. Viabilitas Benih ....................................................................................... 10 2.8. Vigor Benih .............................................................................................. 11
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 11 3.2. Bahan dan Alat......................................................................................... 11 3.3. Metode Penelitian .................................................................................... 11 3.3.1. Ekstraksi dan Seleksi Benih .......................................................... 13 ........................................................................................................ A nalisis Kemurnian ........................................................................... 13 Pengukuran Kadar Air Benih .................................................................... 14 3.3.4. Penentuan Berat 1000 butir ........................................................... 15
ii
3.3.5. Penyimpanan Benih ...................................................................... 16 3.3.6. Pengecambahan ............................................................................. 16 3.3.7. Analisis Data ................................................................................. 16 3.3.7.1. Daya Berkecambah ......................................................... 16 3.3.7.2. Vigor Benih .................................................................... 16 3.3.7.3. Keserempakan Perkecambahan ...................................... 17 3.3.7.4. Batas 50% Perkecambahan ............................................ 17 3.3.7.5. Batas 80% Perkecambahan ............................................ 17 3.3.8. Rancangan Percobaan ................................................................. 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik ............................................................................................... 20 4.1.1. Kadar Air Awal ........................................................................... 20 4.1.2. Analisis Kemurnian ..................................................................... 21 4.1.3. Berat 1000 Butir Benih ................................................................ 21 4.2. Sifat Fisiologis ....................................................................................... 22 4.2.1. Kadar Air Benih ........................................................................... 23 4.2.2. Wadah Simpan ............................................................................. 26 4.2.3. Periode Simpan ............................................................................ 29 4.2.4. Pengaruh Interaksi Kadar Air Benih dengan Wadah Simpan ..... 32 4.2.5. Pengaruh Interaksi Kadar Air Benih dengan Periode Simpan ..... 33 4.2.6. Pengaruh Interaksi Wadah dengan Periode Simpan .................... 35 4.3. Kondisi Perkecambahan ........................................................................ 36 4.4. Implikasi Sifat Fisik-Fisiologis Benih Suren ......................................... 38 4.4.1. Penanganan Benih Suren (T. sureni) ........................................... 35 4.4.2. Pengadaan Benih Untuk Penanaman ........................................... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 40 5.2. Saran ....................................................................................................... 41 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 42
iii
LAMPIRAN ...................................................................................................... 45
iii
DAFTAR TABEL Nomor
Teks
Halaman
1. Daftar Toleransi Kadar Air ...................................................................... 15 2. Rancangan Percobaan Pengaruh Kadar Air Awal, Wadah dan Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih Suren (T. sureni) ................... 18 3. Rekapitulasi Hasil Pengujian Kadar Air Benih Suren (T. sureni) ........... 20 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Kemurnian Benih Suren (T. sureni) ............ 21 5. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam terhadap Parameter yang Diamati ......... 22 6. Pengaruh Interaksi Kadar Air Benih dengan Wadah Simpan terhadap Keserempakan Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) ......... 32 7. Pengaruh Interaksi Kadar Air Benih dengan Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah, Keserempakan Perkecambahan dan Batas 50% Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) ......................... 34 8. Pengaruh Interaksi Wadah dengan Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah dan Keserempakan Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) ........................................................................... 35
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
Halaman
1. Toona sureni (Blume) Merr.; perawakan pohon; ranting berbunga; penampang bunga; perbuahan; benih ........................................................... 5 2. Pohon Suren (T. sureni) ................................................................................ 5 3. Bentuk dan bagian-bagian benih ................................................................... 6 4. Bagan Prosedur Pengujian Benih ................................................................ 12 5. Benih Suren (T. sureni) ............................................................................... 21 6. Buah Suren (T. sureni) ................................................................................ 21 7. Histogram Hasil Uji Tukey Pengaruh Kadar Air Benih terhadap Daya Berkecambah Benih Suren (T. sureni) ................................ 23 8. Histogram Hasil Uji Tukey Pengaruh Kadar Air Benih terhadap Vigor Benih Suren (T. sureni) ...................................................... 24 9. Histogram Hasil Uji Tukey Pengaruh Kadar Air Benih terhadap Keserempakan Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) ............. 25 10. Histogram Hasil Uji Tukey Pengaruh Kadar Air Benih terhadap Batas 80% Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) .................... 25 11. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Wadah Simpan terhadap Daya Berkecambah Benih Suren (T. sureni) ................................ 26 12. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Wadah Simpan terhadap Vigor Benih Suren (T. sureni) ...................................................... 27 13. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Wadah Simpan terhadap Keserempakan Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) ............. 28 14. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah Benih Suren (T. sureni) ................................ 29 15. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Periode Simpan terhadap Vigor Benih Suren (T. sureni) ...................................................... 29 16. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Periode Simpan terhadap Keserempakan Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) ............. 30 17. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Periode Simpan terhadap Batas 50% Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) .................... 31 18. Kecambah normal (A) dan abnormal (B) Benih Suren (T. sureni) ............ 37
v
19. Pertumbuhan kecambah benih suren (T. sureni) pada perlakuan kadar air awal 11,38% (A0) dan 5,64% (A1) dengan wadah simpan besek (B0), aluminium foil (B1) dan kantong terigu (B2) pada periode simpan 8 minggu (C4) (A0B0C4, A0B1C4, A0B2C4, A1B0C4, A1B1C4, A1B2C4) ........................................................................... 37
vi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Teks
Halaman
1. ............................................................................................................. R ekapitulasi Hasil Pengamatan Kecambah Harian Benih Suren (T. sureni) ............................................................................... 45 2. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Kecambah Harian Kumulatif Benih Suren (T. sureni) ............................................................................... 51 3. Pengukuran Kadar Air Benih Suren (T. sureni) .......................................... 57 4. Analisis Kemurnian Benih Suren (T. sureni) .............................................. 58 5. Berat 1000 Butir Benih Suren (T. sureni) ................................................... 58 6. Perhitungan Kebutuhan Benih Suren (T. sureni) untuk Penanaman .......... 59 7. Rekapitulasi Daya Berkecambah Benih Suren (T. sureni).......................... 60 8. Rekapitulasi Vigor Benih Suren (T. sureni) ................................................ 60 9. Rekapitulasi Keserempakan Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) ....... 60 10. Rekapitulasi Batas 50% Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) ............. 60 11. Rekapitulasi Batas 80% Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) ............. 60 12. Sidik Ragam Daya Berkecambah................................................................ 61 13. Sidik Ragam Vigor...................................................................................... 61 14. Sidik Ragam Keserempakan Perkecambahan ............................................. 62 15. Sidik Ragam Batas 50% Perkecambahan ................................................... 62 16. Sidik Ragam Batas 80% Perkecambahan ................................................... 63
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan bahan baku industri kayu menuntut semakin besarnya penyediaan kayu, sehingga mendorong timbulnya konversi hutan, perambahan hutan, penebangan liar, dan sebagainya yang mengancam kelestarian hutan. Salah satu upaya untuk mengatasi ketimpangan penyediaan kayu yang menurun serta permintaan yang besar yaitu dengan mengembangkan hutan rakyat. Oleh karena itu, pembangunan hutan rakyat memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan (Suryandari dan Puspitojati, 2003). Jenis pohon yang diusahakan untuk pembangunan hutan rakyat adalah jenis pohon yang memiliki hasil lainnya selain kayu sebagai hasil utama. Keinginan itu mendorong untuk memilih jenis-jenis pohon yang memberikan manfaat serbaguna (multi purpose tree species). Hutan rakyat diharapkan mampu menghasilkan berbagai komoditi yang dibutuhkan masyarakat, baik berupa bahan pangan, pakan ternak, tanaman obat, kayu bakar, maupun kayu untuk pembangunan tempat tinggal dan berbagai peralatan rumah tangga (Sumarna, 2001). Suren (Toona sureni) merupakan salah satu jenis pohon yang dapat dikembangkan untuk pembangunan hutan rakyat. Suren memiliki nilai ekonomi tinggi, memiliki daur pendek dan disukai oleh masyarakat untuk bahan bangunan. Oleh karena itu, pohon suren telah banyak dikembangkan oleh petani hutan rakyat terutama di Jawa Barat sebagai salah satu jenis pohon untuk pembangunan hutan rakyat (Suryandari dan Puspitojati, 2003). Menurut Djam’an (2000), di perkebunan teh tanaman suren digunakan sebagai tanaman penyekat angin (wind break) dan tanaman sela. Sedangkan masyarakat menanam tanaman ini di tepi sawah maupun di antara tanaman-tanaman palawija yang berfungsi sebagai penangkal hama dan penyakit. Oleh karena itu, budidaya pohon ini sangat dianjurkan untuk pemenuhan kebutuhan kayu masyarakat. Untuk memperoleh tanaman yang baik maka perlu digunakan benih berkualitas baik. Menurut Sadjad (1993), mutu benih mencakup tiga hal yang
2 tidak terpisahkan yaitu: mutu fisik, mutu fisiologis, dan mutu genetik. Benih bermutu fisik yang baik adalah benih yang bersih dan menunjukkan perwujudan yang seragam. Mutu fisiologis benih mencerminkan kemampuan benih untuk bisa hidup normal dalam kisaran keadaan alam yang cukup luas, mampu tumbuh cepat dan merata, serta dapat disimpan. Mutu genetis benih menunjukkan tingkat kemurnian varietas yang dihasilkan dari kinerja pemuliaan tanaman atau tingkat keterwakilan keragaman genetik suatu sumber benih. Benih suren merupakan benih yang sulit untuk disimpan, daya berkecambahnya mudah turun dan rendah persentase tumbuhnya (Djam’an, 2000). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari karakteristik penyimpanan benih suren agar mampu mempertahankan viabilitas benih tetap tinggi sehingga kebutuhan bibit pada musim tanam tersedia dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu.
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor penting yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan, yaitu: kadar air awal, wadah dan periode simpan yang optimal untuk benih suren (T. sureni Merr).
1.3. Hipotesis 1. Perbedaan tingkat kadar air benih akan mempengaruhi viabilitas benih yang berbeda sehingga akan mengetahui kadar air optimal untuk penyimpanan benih suren (T. sureni). 2. Perbedaan wadah simpan benih akan mempengaruhi viabilitas benih yang berbeda sehingga akan mengetahui wadah simpan benih yang paling baik untuk penyimpanan benih suren (T. sureni). 3. Periode simpan benih yang semakin lama akan menurunkan viabilitas benih suren (T. sureni) yang diduga merupakan benih intermediate atau rekalsitran.
3 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai faktor-faktor penting yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan benih suren (T. sureni Merr) sehingga dapat digunakan dalam prosedur penyimpanan benih suren yang paling tepat.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kayu Suren (T. sureni Merr) Pohon suren atau kibeureum dalam ilmu tumbuh-tumbuhan disebut Toona sureni Merr. yang termasuk dalam suku Meliaceae. Pohon suren memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, diantaranya di daerah Sunda disebut kibeureum atau suren, di daerah Kerinci disebut Ingu, di Madura disebut soren, di Sumba disebut horeni dan linu sedangkan di Halmahera orang mengenalnya dengan nama kuru (Heyne, 1987). Pohon ini berbatang besar dan berbanir pada bagian bawahnya. Pohonnya dapat mencapai tinggi 40 m dan diameter sampai 200 cm. Kulit batangnya beralur dangkal, berwarna abu-abu tua sampai abu-abu kecoklatan, berbau seperti kayu cendana. Batangnya mengeluarkan getah yang tak berbau. Tajuknya lebar, lebat dan agak ramping setengah kerucut. Perakarannya bercabang dan terdapat dekat permukaan tanah (Heyne, 1987). Menurut Martawijaya dan Kartasujana (1977), pohon suren biasanya ditanam sebagai tanaman pinggir jalan dan baik untuk hutan tanaman. Tumbuhnya cepat dan pada tanah yang basah tumbuhan ini biasanya tidak pernah menggugurkan daun. Pada penanaman monokultur suren biasanya diserang hama penggerek, tetapi bila tumbuhan ini ditanam bersama-sama pohon buah-buahan dan palma atau sebagai tanaman pelindung di perkebunan, serangan hama dapat dikurangi. Di alam suren memperbanyak diri dengan bijinya yang bersayap dan disebarkan oleh angin. Karena bijinya ringan, maka penanaman langsung tidak dianjurkan karena kemungkinan besar bijinya akan hanyut, jadi perlu disemaikan terlebih dahulu (Martawijaya dan Kartasujana, 1977). Buah tersusun seperti malai yang panjangnya dapat mencapai 1 m, setiap malai terdiri atas lebih dari 100 buah. Buah berbentuk kapsul lonjong. Buah terdiri atas 5 ruang, setiap ruang terdiri atas 6-9 benih. Buah masak berwarna coklat tua dan keras. Benih bersayap pada salah satu ujungnya. Panjang benih 3-6 mm, lebar 2-4 mm, dan berwarna coklat. Setiap kilogram benih terdiri atas kurang lebih 64.000 benih. Berbunga dan berbuah pada bulan Desember-Februari atau April-September, ketika buah masak dapat ditandai dengan gugurnya daun (Djam’an, 2002).
5 Menurut Mandang dan Pandit (1997), kegunaan kayu suren antara lain untuk bahan bangunan ringan, perabot rumah tangga (termasuk lemari), dinding hias, langit-langit, peti teh, kotak cerutu, bangunan kapal dan perahu, dayung, alat musik (piano), vinir lapisan muka kayu lapis, ukiran. Sedangkan menurut Heyne (1987), kulit batangnya yang merah digunakan sebagai obat demam, pembengkakan limpa, diare dan disentri karena kandungan zat penyamaknya. Menurut Sutisna (1998), daunnya yang harum dan menyengat hidung menghasilkan zat bahan anti serangga. Gambar bunga, buah, benih dan bentuk pohon suren disajikan pada Gambar 1, sedangkan Gambar 2 memperlihatkan pertumbuhan pohon suren.
Gambar 1. Toona sureni (Blume) Merr. 1. perawakan pohon; 2. ranting berbunga; penampang bunga; 4. perbuahan; 5. benih (sumber: Mandang, 1997)
Gambar 2. Pohon Suren (T. sureni)
2.2. Biologi Benih Benih secara umum memiliki bagian berikut ini: kulit biji adalah lapisan paling luar yang relatif tidak permeabel terhadap oksigen, karbon dioksida dan air. Nukleus adalah membran semipermeabel yang melapisi permukaan dalam kulit benih. Endosperma adalah cadangan makanan benih yang dimanfaatkan oleh embrio sampai embrio menghasilkan alat fotosintesis dan mampu menghasilkan karbohidrat. Organ pusat dalam benih adalah embrio dengan kotiledon pada salah satu ujungnya, plumula atau epikotil di tengah dan hipokotil dan radikula pada ujung yang lain (Baker, 1995). Gambar 3 menyajikan bentuk dan bagian-bagian benih secara umum.
6
Gambar 3. Bentuk dan bagian-bagian benih (sumber: Baker, 1997) 2.3. Benih Rekalsitran dan Ortodoks Menurut Schmidt (2000), benih rekalsitran adalah benih yang memiliki viabilitas cepat turun dengan daya simpan yang rendah sehingga hanya dapat diperpanjang dengan penyimpanan pada kondisi yang terkendali. Benih rekalsitran tetap mempertahankan kadar air tinggi sampai masak (sering 30-50%) dan peka terhadap pengeringan di bawah 12-30%, tergantung pada jenisnya. Benih ortodoks adalah benih-benih yang kadar airnya dapat diturunkan sampai kadar air 2-5% dan dapat disimpan pada suhu rendah. Viabilitas dapat diperpanjang dengan menurunkan kelembaban dan suhu penyimpanan. Benih ortodoks
merupakan benih yang mempunyai daya simpan pada kondisi
penyimpanan yang sesuai (Schmidt, 2000). Selain benih yang bersifat rekalsitran dan ortodoks juga terdapat benih yang memiliki sifat antara rekalsitran dan ortodoks atau disebut benih intermediate. Benih intermediate dapat dikeringkan sampai batas kadar air yang aman untuk benih ortodoks tanpa mempengaruhi viabilitasnya. Namun benih yang kering akan mudah rusak bila disimpan pada suhu rendah, terutama pada kadar air di bawah 10%. Tingkat kemasakan juga mempengaruhi toleransi terhadap pengeringan benih intermediate. Metode pengolahan yang dilakukan pada kadar air tinggi cenderung mengurangi toleransi terhadap pengeringan dan daya simpan (Departemen Kehutanan, 1990).
7 2.4. Kadar Air Benih Kadar air benih menentukan aktifitas fisiologis dan biokimia benih. Oleh karena itu, penentuan kadar air benih menjadi suatu faktor penting pada kebanyakan kegiatan penanganan benih (Stubsgaard, 1990 dalam Poulsen, 1994). Kadar air penting dalam hubungannya dengan penyimpanan dan daya hidup. Karena kadar air cenderung bervariasi terhadap kelembaban atmosfer, maka perlu dipertimbangkan agar penempatan benih pada kelembaban yang bervariasi diminimumkan sebelum pengujian. Oleh karena itu, benih sebaiknya dikemas dalam wadah kedap udara secepat mungkin setelah pengambilan sampel (Schmidt, 2000). Kadar air benih semakin tinggi maka semakin cepat proses kemunduran viabilitas benih. Kaidah Harrington menyatakan bahwa pada kisaran kadar air benih antara 5% sampai 14%, penurunan kadar air benih sebanyak 1% akan menggandakan periode simpan tanpa resiko kehilangan daya kecambahnya (Harrington, 1972 dalam Laporan Peneliti 1991). Kadar air benih selalu berubah tergantung dengan kadar air lingkungannya karena benih memiliki sifat selalu mencapai kondisi yang equilibrium/setimbang dengan keadaan lingkungannya. Keadaan ini sangat membahayakan kondisi benih karena berkaitan dengan laju kerusakan benih yang pada akhirnya akan mempengaruhi viabilitas benih (Kuswanto, 1997 dalam Murti, 2000). Benih intermediet dapat dikeringkan sampai 12-17% dan disimpan selama berbulan-bulan. Benih intermediet juga menunjukkan peningkatan daya simpan pada suhu yang lebih rendah (Schmidt, 2000).
2.5. Penyimpanan Benih Penyimpanan benih adalah usaha pelestarian benih yang berdaya hidup, semenjak pengumpulan hingga penggunaannya di persemaian. Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang praktis untuk melestarikan sumber benih, karena dengan cara ini dapat diperoleh persediaan benih untuk penanaman dan dapat digunakan untuk pelestarian plasma nutfah (Manan, 1976). Manan
(1978),
mengemukakan
penyimpanan benih antara lain :
alasan-alasan
perlunya
dilakukan
8 a. Menjaga agar benih dapat mempertahankan energi dan daya kecambahnya selama jangka waktu di antara pengumpulan hingga penyebaran di persemaian atau di lapangan. b. Melindungi benih dari kerusakan yang diakibatkan oleh hama dan penyakit. c. Digunakan pada saat persediaan benih untuk musim tanam tersedia dalam jumlah sangat sedikit. Untuk penyimpanan benih yang lebih lama diusahakan pengurangan kegiatan metabolisme benih. Penurunan kadar air benih akan menurunkan metabolisme sehingga respirasi juga berkurang. Proses pernafasan yang berlangsung terus menerus dengan kecepatan besar akan menghabiskan energi yang tersedia sehingga perombakan bahan cadangan makanan dalam biji semakin tinggi. Akhirnya benih akan kehabisan cadangan makanan pada jaringan-jaringan penting sehingga viabilitas benih menurun dengan cepat. Akibatnya daya berkecambah sangat rendah pada saat diperlukan untuk penaburan di persemaian (Manan, 1978). Lamanya benih dapat bertahan hidup pada lingkungan alaminya tergantung pada sifat benih itu sendiri dan lingkungan sekitarnya. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan hidup untuk waktu yang lama (Schmidt, 2000). Beberapa hal yang berhubungan dengan penyimpanan benih rekalsitran dan intermediet menurut Schmidt (2000), yaitu : 1. Peka pengeringan Kadar air terendah yang aman adalah 60-70% untuk beberapa jenis rekalsitran ekstrim dan 12-14% untuk beberapa jenis intermediate. 2. Peka suhu rendah 3. Metabolisme aktif pada saat penyebaran 4. Tanpa dormansi Menurut King dan Roberts (1979) dalam Schmidt (2000), sifat rekalsitran yang rumit membatasi manipulasi kondisi penyimpanan dan membuat potensi penyimpanan sangat terbatas, sekalipun dalam kondisi terbaik. Oleh sebab itu, benih harus disimpan pada rentang kelembaban dan suhu yang sempit. Prinsip penting dalam penyimpanan benih rekalsitran adalah penyimpanan sesingkat mungkin. Kondisi penyimpanan sebaiknya ditujukan untuk :
9 •
Mencegah pengeringan
•
Menekan kontaminasi mikroba
•
Mencegah perkecambahan
•
Memelihara persediaan oksigen yang memadai
2.6. Wadah Simpan Benih Kondisi tempat penyimpanan benih tergantung pada sifat benih. Jika benih disimpan dengan kadar air relatif tinggi (10-12%) pada suhu kamar, proses metabolisme masih berlangsung. Panas dan air yang dihasilkan oleh respirasi (baik dari benih itu sendiri atau organisme lainnya) harus disingkirkan dengan ventilasi. Oleh karena itu, kantong atau kotak kedap udara kurang baik digunakan atau sebaiknya benih disimpan dalam kantong kain (katun, karung) yang memiliki ventilasi udara yang baik. Kantong yang tembus udara dapat digunakan untuk penyimpanan jangka pendek jika kelembaban udara rendah (Schmidt, 2000). Menurut
Tompsett
(1992)
dalam
Schmidt
(2000),
benih
aktif
bermetabolisme sehingga kotak dengan ventilasi atau pertukaran udara sangat diperlukan. Karung goni, katun dan lain-lain cocok untuk penyimpanan benih intermediate dengan kadar air relatif rendah tetapi kurang baik untuk benih rekalsitran pada kadar air tinggi. Menurut Stubsgaard (1992) dalam Schmidt (2000), wadah benih harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1. Kedap udara Kedap udara dapat diperoleh dengan menggunakan karet penyekat atau bahan lainnya. Karet cenderung rusak jika lama dipakai dan kering sehingga tidak kedap udara lagi. Penggunaan pelumas dapat memperpanjang umur karet. 2. Mudah mengisi, mengosongkan dan membersihkan Lubang
yang
kecil
akan
menyulitkan
pengisian,
pembersihan
dan
pengosongan. Oleh karena itu, harus dipilih wadah dengan lubang yang besar untuk memudahkan pekerjaan. 3. Volume yang memadai Penentuan volume wadah terutama ditentukan oleh ukuran benih dan jumlah benih yang perlu diambil dalam penyimpanan, jika sejumlah kecil benih perlu
10 diambil secara rutin maka akan lebih baik membagi menjadi lot benih ke dalam ukuran-ukuran kecil sebelum dimasukkan ke wadah. 4. Cukup kuat dan terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak Wadah penyimpanan dapat digunakan berulang kali jika terbuat dari bahan yang kuat. Kotak kaleng harus dilindungi dari karat. Bahan gelas harus cukup tebal. Kantong plastik umumnya digunakan di dalam wadah yang lebih kuat.
2.7. Viabilitas Benih Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang ditunjukkan melalui gejala metabolisme dan gejala pertumbuhannya. Viabilitas benih dapat dicerminkan oleh dua informasi yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Selama penyimpanan, viabilitas benih diharapkan dapat dipertahankan tetapi tidak dapat ditingkatkan karena daya berkecambah benih menurun sebanding dengan waktu penyimpanan (Sadjad, 1972). Berdasarkan standar daya kecambah yang telah ditetapkan oleh International Seed Testing Association (ISTA, 1993) dalam Poulsen (1994), kriteria kecambah normal adalah : 1. Akar tumbuh dan berkembang dengan baik, termasuk akar primer dan sekunder. 2. Jaringan pembuluh berkembang dengan baik dan tidak terdapat kerusakan. 3. Plumula tumbuh dalam koleoptil, yang panjangnya lebih dari setengah koleoptil atau telah tersembul keluar dari koleoptil. Plumula harus tumbuh dengan utuh serta berwarna hijau. 4. Kecambah kelihatan sehat atau tidak ada kerusakan yang berat, baik oleh cendawan maupun bakteri. Kriteria kecambah abnormal adalah : 1. Tidak ada akar primer maupun akar sekunder. 2. Tidak ada plumula dalam koleoptil ataupun plumula tumbuh tetap pendek atau panjangnya hanya setengah dari koleoptil atau kurang. 3. Plumula rusak atau daunnya membelah-belah. 4. Tumbuh kecambah : etiolasi, pucat dan busuk. 5. Seluruh bagian kecambah berwarna putih.
11 2.8. Vigor Benih Menurut Sadjad (1980), vigor benih adalah benih yang mempunyai kekuatan tumbuh tinggi dan daya simpan yang baik. Kekuatan tumbuh benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi tanaman berproduksi normal dalam kondisi lapangan yang kurang optimum atau di atas normal dalam kondisi lapangan optimum. Sedangkan daya simpan benih diartikan kemampuan benih untuk disimpan selama periode simpan yang wajar dalam kondisi yang suboptimum atau berkemampuan lebih bila kondisi simpan optimum. Vigor benih yang tinggi dicirikan oleh daya simpan yang lama, tahan terhadap hama dan penyakit, cepat dan merata tumbuhnya dan mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan yang suboptimum.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan, Bogor. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan mulai April sampai dengan Juli 2005. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah benih suren (T. sureni), sedangkan areal pengunduhan benih berasal dari tegakan suren milik masyarakat di Cianjur, Jawa Barat pada bulan Mei 2005. Media perkecambahan berupa campuran tanah dengan pasir dengan perbandingan 1 : 1. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah wadah simpan berupa aluminium foil, kantong terigu, besek, bak kecambah, oven, desikator, dan timbangan analitik. 3.3. Metode Penelitian Metode penelitian ini meliputi kegiatan penanganan dan pengujian benih. Tahap-tahap pengujian benih disajikan pada Gambar 4. Pengunduhan Benih
Ekstraksi dan Seleksi
Analisis Kemurnian
Pengukuran Kadar Air
Penentuan Berat 1000 butir
Penyimpanan
Pengecambahan
Gambar 4. Bagan Prosedur Pengujian Benih
13 3.3.1. Ekstraksi dan Seleksi Benih Ekstraksi benih merupakan prosedur pelepasan dan pemisahan benih secara fisik dari struktur buah yang menutupinya. Ekstraksi dilakukan secara manual dengan cara menjemur buah di bawah sinar matahari dan mengeluarkan benih dari buahnya. Benih-benih yang telah dikeluarkan dari buahnya kemudian dilakukan seleksi yaitu, pemisahan benih dari kotoran-kotoran serta memilih benih-benih yang bermutu fisik yang baik.
3.3.2. Analisis Kemurnian Tujuan dari analisis kemurnian adalah untuk mengetahui persentase dari komposisi benih murni, spesies/jenis lain dan kotoran benih dari contoh yang diuji sehingga menggambarkan komposisi dari kelompok benih. Benih murni adalah segala macam biji-bijian yang berasal dari satu jenis yang sedang diuji. Termasuk dalam kategori benih murni adalah benih mengkerut, benih belah atau rusak dengan ukuran lebih besar dari setengah ukuran asli. Benih tanaman lain adalah biji dari semua jenis yang tidak termasuk ke dalam jenis yang diuji. Kotoran lain adalah semua bahan yang bukan biji utuh, biji hampa, sekam, pasir, dll. Cara kerja analisis kemurnian yaitu, dengan membagi contoh kiriman secara bertahap sampai didapat contoh kerja paling sedikit 2.500 benih atau dengan cara menimbang 100 butir benih kemudian dikalikan 25 sehingga didapat berat minimum contoh kerja (ISTA, 1993). Benih-benih tersebut kemudian diletakkan di atas meja kemurnian untuk memisahkan komponen benih murni, benih tanaman lain dan kotoran benih dari contoh kerja dengan bantuan pinset atau spatula. Menimbang masing-masing komponen dengan timbangan analitik. Penghitungan persen tiap komponen adalah sebagai berikut :
K 1 x100% K +K +K 1 2 3 K 2 % Benih tanaman lain = x100% K +K +K 1 2 3 % Benih murni =
14 % Kotoran benih =
K
3 x100% K +K +K 1 2 3
Keterangan : K1 : Berat benih murni K2 : Berat benih tanaman lain K3 : Berat kotoran benih
3.3.3. Pengukuran Kadar Air Benih Pengukuran kadar air benih dilakukan pada dua kondisi yaitu sebelum dan sesudah penyimpanan benih. Metode yang digunakan yaitu dengan cara langsung menggunakan oven temperatur rendah (konstan). Menggunakan temperatur 103±1°C dan dikeringkan selama 17±1 jam. Periode pengeringan dimulai pada waktu oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Setelah pengeringan, contoh benih sebanyak 3 ulangan masing-masing 5 gram beserta cawannya disimpan dalam desikator selama 30-45 menit untuk pendinginan kemudian benih ditimbang beserta wadahnya (ISTA, 1993). Kadar air dihitung dalam persen berat yang dinyatakan melalui rumus :
Kadar Air (%) =
M −M 2 3 × 100% M −M 2 1
Keterangan : M1 : Berat cawan beserta tutupnya M2 : Berat cawan dengan tutup dan isinya sebelum dikeringkan dalam oven M3 : Berat cawan dengan tutup dan isinya setelah dikeringkan Benih tanaman hutan dapat dibedakan ke dalam benih kecil dan benih besar. Benih kecil apabila jumlah/kg >5.000 butir, dan benih besar apabila jumlah/kg <5.000 butir. Setelah diketahui kelompok benih tersebut kemudian dilakukan pengujian kadar air awal. Pengujian kadar air menggunakan 3 ulangan sehingga nilai kadar air ketiga ulangan itu harus dibandingkan. Jika selisih dari ketiga nilai kadar air itu tidak masuk batas toleransi seperti pada Tabel 1, maka uji diulang lagi.
15 Tabel 1. Daftar Toleransi Kadar Air Benih
Jumlah Benih/kg
Kadar Air Awal 12-25% 0,5% 0,8%
<12% 0,3% 0,4%
>5.000 <5.000
>25% 0,5% 2,5%
3.3.4. Penentuan Berat 1000 butir Penentuan berat 1000 butir dapat dipergunakan untuk mengetahui jumlah benih per kg dari suatu jenis yang dapat dijadikan standar dalam perencanaan kebutuhan benih untuk persemain maupun penanaman. Berat 1000 butir benih adalah berat benih 1000 butir yang dinyatakan dalam satuan gram. Cara kerja penentuan berat 1000 butir yaitu dengan cara menghitung benih dengan jumlah 100 butir sebanyak 8 ulangan kemudian masing-masing ditimbang dalam gram. Hasil penimbangan tersebut kemudian dihitung nilai keragaman (S2), simpangan baku (S) dan koefisien keragaman (CV).
CV(%) = Simpangan
S x
× 100%
Baku (S) =
S2
n (∑ x 2 ) − (∑ x)2 Keragaman (S2 ) = n (n − 1) Keterangan : CV (%) : koefisien keragaman x : nilai rata-rata penimbangan berat 100 butir benih n : banyaknya ulangan penimbangan berat 100 butir benih Jika koefisien keragaman (CV) >4% maka benih dihitung lagi 100 butir sebanyak 8 ulangan sehingga jumlah ulangan menjadi 16 ulangan (ISTA). Menurut ISTA (1993) dalam Poulsen (1994) perhitungan berat 1000 butir adalah sebagai berikut : Berat 1000 butir benih = ∑ berat dari 8 ulangan × 1,25
Berat 1000 butir benih = ∑ berat dari 16 ulangan × 0,625
16
3.3.5. Penyimpanan Benih Benih disimpan dengan menggunakan tiga wadah simpan yaitu, wadah simpan besek, wadah simpan aluminium foil serta wadah simpan kantong terigu. Pada setiap periode simpan dengan tingkat kadar air benih 11,38% dan kadar air benih 5,64% serta tiga wadah simpan terdiri atas unit percobaan 100 benih dengan 3 kali ulangan. Setiap periode simpan dua minggu dilakukan uji perkecambahan dan pengukuran kadar air benih setelah penyimpanan. Penyimpanan dilakukan pada ruang ber-AC dengan suhu 18-20°C dengan kelembaban (RH) 40-50%.
3.3.6. Pengecambahan Pengecambahan benih dilakukan pada bak kecambah dengan media campuran pasir dan tanah dengan perbandingan 1 : 1 yang telah disangrai. Benih ditabur pada media bak kecambah. Setelah benih ditabur, dilakukan penyiraman dan pengamatan perkecambahan setiap hari. Pengamatan dilakukan selama 14 hari setelah benih ditabur.
3.3.7. Analisis Data 3.3.7.1. Daya Berkecambah Daya berkecambah adalah tolak ukur untuk peubah viabilitas potensial benih. Daya berkecambah menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih pada kondisi lingkungan tertentu (Sutopo, 2000).
% Daya berkecambah =
∑ Kn x100% ∑B
3.3.7.2. Vigor Benih Vigor benih ditentukan berdasarkan jumlah benih yang tumbuh normal dibagi dengan jumlah kecambah kumulatif (Sutopo, 1985). Vigor benih dihitung dengan rumus :
% Vigor benih =
∑ Kn ∑K
x100%
17 3.3.7.3. Keserempakan Perkecambahan (Kst)
Ditentukan berdasarkan jumlah kecambah yang muncul pada saat puncak perkecambahan terjadi.
% KST =
∑ Km x100% ∑B
3.3.7.4. Batas 50% (T 50%) Perkecambahan
T 50% adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% perkecambahan relatif.
3.3.7.5. Batas 80% (T 80%) Perkecambahan
T
80% adalah
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 80% perkecambahan
relatif. Keterangan : ∑Kn : Jumlah kecambah normal yang tumbuh ∑B : Jumlah benih yang ditanam ∑K : Jumlah kecambah kumulatif ∑Km : Jumlah kecambah terbanyak yang muncul 3.3.8. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 2 x 3 x 5. Faktor yang diuji yaitu: 2 tingkat kadar air, 3 tingkat wadah simpan dan 5 tingkat periode simpan. Masingmasing kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Tiap unit percobaan terdiri atas 100 benih. Faktor-faktor yang diuji adalah : 1. Kadar air benih A0 : kadar air 11,38% A1 : kadar air 5,64% 2. Wadah simpan B0 : besek B1 : aluminium foil B2 : kantong terigu
18 3. Periode simpan C0 : penyimpanan 0 minggu C1 : penyimpanan 2 minggu C2 : penyimpanan 4 minggu C3 : penyimpanan 6 minggu C4 : penyimpanan 8 minggu
Tabel 2. Rancangan Percobaan Pengaruh Kadar Air Awal, Wadah dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas Benih Suren (T. sureni Merr.) TINGKAT KADAR AIR BENIH
11,38 % (Kondisi benih segar/Kontrol) (A0)
5,64 % (A1)
WADAH SIMPAN
Besek (Kontrol) (B0) Aluminium Foil (B1) Kantong Terigu (B2) Besek (Kontrol) (B0) Aluminium Foil (B1) Kantong Terigu (B2)
PERIODE SIMPAN (Minggu) 0 (C0)
2 (C1)
4 (C2)
6 (C3)
8 (C4)
A0B0C0 A0B0C1
A0B0C2
A0B0C3 A0B0C4
A0B1C0 A0B1C1
A0B1C2
A0B1C3 A0B1C4
A0B2C0 A0B2C1
A0B2C2
A0B2C3 A0B2C4
A1B0C0 A1B0C1
A1B0C2
A1B0C3 A1B0C4
A1B1C0 A1B1C1
A1B1C2
A1B1C3 A1B1C4
A1B2C0 A1B2C1
A1B2C2
A1B2C3 A1B2C4
Model Rancangan Percobaan : Model umum rancangan acak lengkap pola faktorial tersebut adalah : Yijkl = μ + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + δijkl Keterangan : : 1, 2 i j : 1, 2, 3 k : 0, 1, 2, 3, 4 l : 1, 2, 3 Yijkl : Nilai pengamatan ulangan ke-l pada tingkat kadar air benih ke-i, wadah simpan ke-j, serta periode simpan ke-k. μ : Nilai rata-rata umum Ai : Tingkat kadar air benih ke-i Bj : Wadah simpan ke-j Ck : Periode simpan ke-k
19 (AB)ij
: Pengaruh interaksi antara tingkat kadar air benih ke-i dengan wadah simpan ke-j (AC)ik : Pengaruh interaksi antara tingkat kadar air benih ke-i pada periode simpan ke-k (ABC)ijk : Pengaruh interaksi antara tingkat kadar air benih ke-i dengan wadah simpan ke-j dan perode simpan ke-k δijkl : Pengaruh galat percobaan periode simpan ke-k, wadah simpan ke-j, tingkat kadar air benih ke-i, ulangan ke-l. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 10 (Santoso, 2001) dan minitab 14 (Gaspersz, 1994). Untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh perlakuan terhadap kadar air dilakukan uji lanjut Tukey dan pengaruh perlakuan terhadap wadah dan periode simpan dilakukan uji lanjut Duncan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sifat Fisik 4.1.1. Kadar Air Awal
Kadar air merupakan salah satu faktor penting selama penyimpanan dan penanganan benih. Kadar air menentukan aktifitas fisiologis dan biokimia benih. Oleh karena itu, penentuan kadar air benih menjadi suatu faktor penting pada kegiatan penanganan benih (Stubsgaard, 1990 dalam Poulsen, 1994). Dari hasil perhitungan berat benih sebelum dan setelah dioven diperoleh kadar air awal benih suren 11,38%. Hasil pengukuran kadar air benih suren disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Pengujian Kadar Air Benih Suren (T. sureni) Kadar Air
Kadar Air Awal/Segar (%) Kadar Air Setelah Diturunkan (%) Keterangan :
1
Ulangan ( x ±s) 2
3
Rata-rata ( x ±s)
11,62±0,08
11,36±0,17 11,16±0,38
11,38±0,06
5,80±0,35
5,43±0,28
5,64±0,04
x : rata-rata pengukuran
5,68±0,09
S : simpangan baku
Pada pengujian kadar air awal benih suren diperoleh kadar air awal/segar 11,38%. Selanjutnya untuk penyimpanan, kadar air awal tersebut diturunkan dengan menggunakan desikator vakum menjadi 5,64%. Kompresor menyerap kadar air benih dalam desikator, sehingga berat benih menjadi turun. Penurunan kadar air dengan cara menghitung target berat yang sesuai dengan kadar air 5,64%. Pada penelitian ini, penurunan kadar air menjadi 5,64% dengan desikator vakum membutuhkan waktu 5 jam. Hasil penelitian Djam’an (2000) terhadap benih suren diperoleh kadar air segar 15,79%. Perbedaan kadar air awal ini dapat disebabkan oleh waktu pengunduhan yang berbeda. Pada penelitian ini, benih suren diunduh pada bulan Mei yang memiliki kondisi tidak terjadi hujan/musim kering sehingga kadar air benih menjadi rendah. Sedangkan pada penelitian Djam’an (2000), pengunduhan benih suren dilakukan pada bulan Maret.
21
4.1.2. Analisis Kemurnian
Tujuan dari analisis kemurnian adalah untuk menentukan komposisi benih melalui berat contoh yang diuji (Poulsen, 1994). Berdasarkan pengujian analisis kemurnian dengan cara seleksi terhadap benih suren diperoleh kemurnian benih 94,17%. Pada pengujian analisis kemurnian ini tidak ditemukan benih tanaman lain tetapi hanya berupa kotoran benih sebesar 5,83%. Hasil pengujian analisis kemurnian benih suren dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Kemurnian Benih Suren (T. sureni) Jenis Contoh Uji Benih murni Kotoran benih
Berat (g) 24,30 1,51
Berat (%) 94,17 5,83
Dalam pedoman standarisasi mutu benih menurut Balai Teknologi Perbenihan (2000), kemurnian benih dapat menjadi salah satu kriteria untuk menentukan mutu fisik benih. Semakin besar persentase kemurnian benih maka mutu fisik benih tersebut semakin baik. Oleh karena itu, benih suren pada penelitian ini dengan kemurnian 94,17% dan kotoran benih 5,83% memiliki mutu fisik yang baik.
4.1.3. Berat 1000 Butir Benih
Tujuan uji ini adalah untuk menentukan berat 1000 butir benih. Uji ini bermanfaat untuk menghitung jumlah benih per kg yang merupakan informasi penting pada persemaian dan target jumlah bibit (Poulsen, 1994). Hasil perhitungan uji ini diperoleh informasi berat 1000 butir benih suren adalah 8,10 gram. Untuk itu, dapat diperkirakan jumlah per kilogram benih suren ada1ah 123.408 benih. Gambar benih dan buah suren disajiakan pada Gambar 5 dan 6.
Gambar 5. Benih Suren (T. sureni)
Gambar 6. Buah Suren (T. sureni)
22
4.2. Sifat Fisiologis
Penyimpanan terhadap benih suren (T. sureni) dilakukan selama 8 minggu dan setiap 2 minggu dilakukan pengujian perkecambahan. Hasil pengamatan perkecambahan diperoleh data persentase daya berkecambah, persentase vigor, persentase keserempakan perkecambahan, batas 50% perkecambahan dan batas 80% perkecambahan. Selanjutnya untuk melakukan sidik ragam, data hasil pengamatan daya berkecambah, vigor dan keserempakan perkecambahan ditransformasikan ke dalam Arcsin
% kecambah normal dan rekapitulasi hasil
sidik ragam dari kelima parameter di atas disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam terhadap Parameter yang Diamati (P ≤ 0,05 dan P ≤ 0,01) Nilai P Sumber Kadar Air ( A ) Wadah Simpan ( B ) Periode Simpan ( C ) A*B A*C B*C A*B*C
Derajat bebas 1 2 4 2 4 8 8
DB VIGOR ** 0,000 0,011* ** 0,000 0,009** 0,000** 0,000** 0,072ns 0,140ns 0,000** 0,584ns 0,001** 0,266ns 0,982ns 0,490ns
KST 0,000** 0,000** 0,000** 0,049* 0,001** 0,005** 0,063ns
T 50% 0,086ns 0,363ns 0,000** 0,313ns 0,002* 0,151ns 0,162ns
T 80% 0,036* 0,309ns 0,000** 0,761ns 0,003* 0,429ns 0,964ns
Keterangan : *). Berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% **). Berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 95% ns ). Berpengaruh tidak nyata pada selang kepercayaan 95% P : Nilai F-hitung DB : Daya berkecambah KST : Keserempakan perkecambahan T 50% : Batas 50% perkecambahan normal dari seluruh benih yang ditanam pada t (hari) T 80% : Batas 80% perkecambahan normal dari seluruh benih yang ditanam pada t (hari) Tabel 5 menyajikan pengaruh faktor perlakuan kadar air, wadah simpan, periode simpan, interaksi kadar air dengan wadah simpan, interaksi kadar air dengan periode simpan, interaksi wadah simpan dengan periode simpan dan interaksi ketiga faktor terhadap parameter yang diamati yaitu, daya berkecambah,
23
vigor, keserempakan perkecambahan, batas 50% perkecambahan (T 50%) dan batas 80% perkecambahan (T 80%). 4.2.1. Kadar Air Benih
Hasil pengamatan daya berkecambah benih suren pada perlakuan kadar air awal 11,38% dengan periode simpan 0 minggu mempunyai daya berkecambah 81,00% sedangkan pada kadar air 5,64% dengan periode simpan 0 minggu daya berkecambah 76,67%. Dari kedua kondisi kadar air tersebut, benih suren mulai berkecambah rata-rata pada hari ke-6 dan ke-7. Hasil uji Tukey pengaruh perlakuan kadar air benih terhadap daya
Daya Berkecambah (%)
berkecambah disajikan pada Gambar 7.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
70 60 50 40 30
59.67a
51.27b
20 10 0
A0 2A1 Gambar 3. Histogram1Hasil Uji Tukey Pengaruh Kadar Air Benih A0 : Kadar Air 11,38% terhadap Daya Berkecambah Kadar Air Benih Suren (T. sureni). A1 : Kadar Air 5,64%
Gambar 7. Histogram Hasil Uji Tukey Pengaruh Kadar Air Benih terhadap Daya Berkecambah Benih Suren (T. sureni) Pada Gambar 7 ditunjukkan bahwa benih suren dengan kadar air awal 11,38% (A0) dengan rata-rata daya berkecambah 59,67% berbeda nyata dengan kadar air 5,64% (A1) yang memiliki rata-rata daya berkecambah 51,27%. Selain berpengaruh terhadap daya berkecambah, kadar air juga berpengaruh nyata terhadap vigor. Gambar 8 menyajikan pengaruh perlakuan kadar air benih terhadap vigor.
Vigor (%)
24
100 99 98 97 96 95 94 93 92 91 90
95.40a
94.55b
A0 1
A1 2
A0 : Kadar Air 11,38% A1 : Kadar Air 5,64%
100 99 98 97 96 95 94 93 92 91 90
Kadar Air
Gambar 8. Histogram Hasil Uji Tukey Pengaruh Kadar Air Benih terhadap Vigor Benih Suren (T. sureni) Hasil uji Tukey pada Gambar 8 menunjukkan benih suren yang disimpan pada kadar air awal 11,38% (A0) memiliki vigor 95,40% berbeda nyata dengan benih yang disimpan pada kadar air 5,64% (A1) dengan vigor 94,55%. Hal ini membuktikan benih suren yang disimpan dengan kadar air awal 11,38% mempertahankan vigor lebih tinggi daripada benih suren yang disimpan dengan kadar air 5,64%. Pengaruh
perlakuan
kadar
air
benih
terhadap
keserempakan
Keserempakan Perkecambahan (%)
perkecambahan benih suren disajikkan pada Gambar 9.
25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10
22.58a
18.45b
A0
A1
1
A0 : Kadar Air 11,38% A1 : Kadar Air 5,64%
25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10
2
Kadar Air
Gambar 9. Histogram Hasil Uji Tukey Pengaruh Kadar Air Benih terhadap Keserempakan Perkecambahan Benih Suren (T. sureni)
25
Gambar 9 menunjukkan hasil uji Tukey benih suren yang disimpan pada kadar air awal 11,38% (A0) memiliki keserempakan perkecambahan 22,58% berbeda nyata dengan benih yang disimpan pada kadar air 5,64% (A1) dengan keserempakan perkecambahan 18,45%. Hal ini membuktikan penyimpanan benih suren pada kadar air awal 11,38% lebih baik daripada disimpan dengan kadar air benih 5,64%. Kadar air benih selain berpengaruh terhadap daya berkecambah, vigor dan keserempakan perkecambahan juga berpengaruh nyata terhadap parameter batas 80% perkecambahan. Gambar 10 menyajikan pengaruh perlakuan kadar air benih
Batas 80 % Perkecambahan (Hari)
terhadap batas 80% perkecambahan benih suren. 15 14 13 12
13.33a
13.00b
A0
A1
11 10
A0 : Kadar Air 11,38% A1 : Kadar Air 5,64%
15 15 14 14 13 13 12 12 11 11 10
Kadar Air
Gambar 10. Histogram Hasil Uji Tukey Pengaruh Kadar Air Benih terhadap Batas 80% Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) Hasil pengamatan terhadap rata-rata batas 80% perkecambahan benih suren tercapai pada hari ke-13 sampai hari ke-14. Akan tetapi batas 80% perkecambahan hanya tercapai pada perlakuan penyimpanan dengan kadar air awal 11,38% (A0) dengan kadar air 5,64% (A1) pada periode simpan 0 minggu. Hasil uji Tukey pada Gambar 6 menunjukkan bahwa benih suren yang disimpan pada kadar air awal 11,38% (A0) memiliki batas 80% perkecambahan 13,33 berbeda nyata dengan benih suren dengan kadar air 5,64% (A1) yang mencapai batas 80% pada hari ke-13. Menurut Stubsgaard (1990) dalam Poulsen (1994), kadar air merupakan salah satu faktor penting selama penyimpanan dan penanganan benih. Kadar air menentukan aktifitas fisiologis dan biokimia benih. Oleh karena itu, penentuan
26
kadar air benih menjadi suatu faktor penting pada kebanyakan kegiatan penanganan benih. Pada penelitian ini dilakukan pengujian kadar air awal benih suren. Kadar air awal diperoleh sebesar 11,38% (A0). Kadar air tersebut lebih rendah daripada hasil penelitian Djam’an (2000) terhadap benih suren dengan kadar air awal 15,79%. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu pengunduhan benih yang berbeda. Pada penelitian ini pengunduhan benih suren dilakukan pada bulan Mei dengan kondisi tidak terjadi hujan atau musim kering sehingga kadar air benih menjadi rendah. Begitu juga pengaruhnya dengan parameter keserempakan perkecambahan dan batas 80% perkecambahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Robert (1973) dalam Syamsuwida (2002), kelompok benih rekalsitran apabila disimpan dalam
waktu yang lama tidak dapat diturunkan kadar airnya karena mempercepat penurunan viabilitas benih.
4.2.2. Wadah Simpan
Pada penelitian ini penyimpanan benih suren (T. sureni) dilakukan dengan menggunakan 3 macam wadah simpan yaitu, besek (B0), aluminium foil (B1) dan kantong terigu (B2). Pengaruh wadah simpan terhadap daya berkecambah benih
Daya Berkecambah (%)
suren disajikan pada Gambar 11.
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
55.17b
58.34a
52.90c
B0
B1 2
B2 3
1 B0 : Wadah Simpan Besek B1 : Wadah Simpan Alumunium Foil B2: Wadah Simpan Kantong Terigu
65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Wadah Simpan
Gambar 11. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Wadah Simpan terhadap Daya Berkecambah Benih Suren (T. sureni)
27
Gambar 11 menunjukkan bahwa wadah simpan benih suren berupa aluminium foil (B1) dengan rata-rata daya berkecambah 58,34% berbeda nyata dengan wadah simpan besek (B0) maupun kantong terigu (B2) yang memiliki ratarata daya berkecambah masing-masing 55,17% dan 52,90%. Hal ini membuktikan bahwa wadah simpan aluminium foil (B1) mempertahankan daya berkecambah benih suren lebih tinggi daripada wadah simpan jenis lain. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa wadah simpan berpengaruh sangat nyata terhadap vigor benih suren. Pengaruh wadah simpan terhadap vigor
Vigor (%)
disajikan pada Gambar 12.
100 99 98 97 96 95 94 93 92 91 90
96 95 94 93 92
95.23a
95.41a 94.28b
91 90
B01 B0 : Wadah Simpan Besek
B1 2
B1 : Wadah Simpan Alumunium Foil B2: Wadah Simpan Kantong Terigu
B2 3
Wadah Simpan
Gambar 12. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Wadah Simpan terhadap Vigor Benih Suren (T. sureni) Hasil uji Duncan pada Gambar 12 menunjukkan benih suren yang disimpan dengan wadah simpan besek (B0) memiliki rata-rata vigor 95,23% tidak berbeda nyata dengan benih yang disimpan dengan wadah simpan aluminium foil (B1) dengan rata-rata vigor 95,41%. Akan tetapi, berbeda nyata dengan benih suren yang disimpan dengan wadah simpan kantong terigu (B2) memiliki rata-rata vigor 94,28%. Hal ini membuktikan wadah simpan aluminium foil dan besek dapat mempertahankan vigor benih suren. Wadah
simpan
benih
suren
selain
berpengaruh
terhadap
daya
berkecambah dan vigor, juga berpengaruh sangat nyata terhadap keserempakan perkecambahan. Pengaruh wadah simpan terhadap keserempakan perkecambahan disajikan pada Gambar 13.
Keserempakan Perkecambahan (%)
28
25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10
20.60b
B0 1
B0 : Wadah Simpan Besek B1 : Wadah Simpan Alumunium Foil B2: Wadah Simpan Kantong Terigu
22.00a
18.93c
B 2
B2 3
25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10
Wadah Simpan
Gambar 13. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Wadah Simpan terhadap Keserempakan Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) Gambar 13 merupakan hasil uji Duncan penyimpanan benih suren dengan wadah simpan besek (B0) yang memiliki rata-rata keserempakan perkecambahan 20,60% berbeda nyata dengan benih yang disimpan dengan wadah simpan aluminium foil (B1) dengan rata-rata keserempakan perkecambahan 22,60% maupun benih suren dengan wadah simpan kantong terigu (B2) yang memiliki rata-rata keserempakan perkecambahan 18,93%. Hal ini membuktikan bahwa penyimpanan benih suren dengan wadah simpan aluminium foil akan lebih baik daripada wadah simpan besek maupun kantong terigu. Menurut Byrd (1983), penyimpanan benih dapat dilakukan pada kondisi wadah simpan kedap uap air atau resisten terhadap kelembaban dengan cara mengeringkan benih sampai kadar air yang rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suripatty dan Maai (1994) di Puslitbang Bioteknologi LIPI Cibinong dari Juni sampai dengan Agustus 1993, wadah simpan aluminium foil mampu memperpanjang masa dormansi benih P. pinnata. Alumunium foil dapat menahan kelembaban ruang simpan sehingga
kelembaban relatif cukup tinggi dan fluktuasi suhu dapat dikurangi. Kelembaban relatif yang tinggi menyebabkan pengeluaran kadar air benih relatif kecil, sehingga masa dormansi benih dapat diperpanjang. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Djam’an (2000), wadah simpan berupa bak plastik terbuka dapat mempertahankan rata-rata daya berkecambah benih suren 56,60% dengan periode simpan sampai 5 bulan.
29
Hal ini dapat disebabkan oleh kadar air benih suren yang lebih tinggi yaitu, 15,79% daripada kadar air benih pada penelitian ini yaitu 11,38%. 4.2.3. Periode Simpan
Hasil pengamatan perkecambahan benih suren (T. sureni) terhadap parameter daya berkecambah, bahwa benih yang disimpan pada periode simpan 0 minggu (C0) memiliki rata-rata daya berkecambah tertinggi 79,72% dan berbeda nyata dengan penyimpanan benih suren dengan periode simpan 2 sampai 8 minggu. Pengaruh periode simpan terhadap daya berkecambah benih suren
Daya Berkecambah (%)
disajikan pada Gambar 14. 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15
79.72a
70.95b
64.33c 41.00d
C0 1
C1 2
85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15
C2 C3 3 4 Periode Simpan (Minggu)
21.33e C4 5
C0 : 0 Minggu C1 : 2 Minggu C2 : 4 Minggu C3 : 6 Minggu C4 : 8 Minggu
Gambar 14. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah Benih Suren (T. sureni) Gambar 15 menyajikan pengaruh perlakuan periode simpan terhadap vigor
Vigor (%)
benih suren.
100 99 98 97 96 95 94 93 92 91 90 89 88 87 86 85
97.57a
97.25a 96.11b
92.61c 90.70d
C0
1
C1
C2
C3
2 3 4 Periode Simpan (M inggu)
C4
100 99 98 97 96 95 94 93 92 91 90 89 88 87 86 85
5
C0 : 0 Minggu C1 : 2 Minggu C2 : 4 Minggu C3 : 6 Minggu C4 : 8 Minggu
Gambar 15. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Periode Simpan terhadap Vigor Benih Suren (T. sureni)
30
Hasil uji Duncan Gambar 15 menggambarkan penyimpanan benih suren pada periode simpan 0 minggu (C0) memiliki rata-rata vigor 97,57% tidak berbeda nyata dengan benih yang disimpan pada periode simpan 2 minggu (C1) dengan rata-rata vigor 97,25%. Akan tetapi, berbeda nyata dengan penyimpanan benih suren dengan periode simpan 4 sampai 8 minggu. Vigor benih suren pada periode simpan 0 minggu memiliki rata-rata vigor tertinggi meskipun tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 2 minggu, sehingga benih suren dengan periode simpan sampai 2 minggu dapat mempertahankan vigor benih suren lebih tinggi. Pengaruh periode simpan terhadap keserempakan perkecambahan benih
Keserempakan Perkecambahan (%)
suren disajikan pada Gambar 16.
35
35
30
30
25
25
20 15
20
30.72a 28.00b
10
10
13.34d
5 0
15
22.67c 7.83e
C0 1
C1 2
C2 C3 3 4 Periode Simpan (Minggu)
C4 5
5 0
C0 : 0 Minggu C1 : 2 Minggu C2 : 4 Minggu C3 : 6 Minggu C4 : 8 Minggu
Gambar 16. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Periode Simpan terhadap Keserempakan Perkecambahan Benih Suren (T. sureni). Gambar 16 menunjukkan bahwa benih suren yang disimpan dengan periode simpan 0 minggu (C0) memiliki rata-rata keserempakan perkecambahan 30,72% berbeda nyata dengan periode simpan 2 sampai 8 minggu. Dengan demikian, benih suren akan mencapai keserempakan perkecambahan tertinggi pada saat benih tidak dilakukan penyimpanan (0 minggu). Gambar 17 menyajikan pengaruh perlakuan periode simpan terhadap batas 50% perkecambahan benih suren.
Batas 50% Perkecambahan (Hari)
31
14
14
13
13
12
13.00b
12
12.00b 11
11
11.28bc 10.44c
10
C01
10 C12 C23 Periode Simpan (Minggu)
C34
C0 : 0 Minggu C1 : 2 Minggu C2 : 4 Minggu C3 : 6 Minggu C4 : 8 Minggu
Gambar 17. Histogram Hasil Uji Duncan Pengaruh Periode Simpan terhadap Batas 50% Perkecambahan Benih Suren (T. sureni). Hasil uji Duncan Gambar 17 menunjukkan bahwa penyimpanan benih suren pada periode simpan 0 minggu (C0) mencapai rata-rata batas 50% perkecambahan 10,44 hari tidak berbeda nyata dengan periode simpan 2 minggu (C1). Akan tetapi, berbeda nyata dengan periode simpan 4 minggu (C2) dan 6 minggu (C3) yaitu, batas 50% perkecambahan dicapai pada hari ke-12 dan ke-13. Bahkan pada periode simpan 8 minggu (C4) batas 50% perkecambahan tidak tercapai sampai akhir pengamatan. Faktor periode simpan benih suren selain berpengaruh terhadap daya berkecambah,
vigor,
perkecambahan
juga
keserempakan berpengaruh
perkecambahan sangat
nyata
dan
terhadap
batas
50%
batas
80%
perkecambahan. Hasil pengamatan terhadap rata-rata batas 80% perkecambahan benih suren tercapai pada hari ke-13 sampai hari ke-14. Akan tetapi, batas 80% perkecambahan hanya tercapai pada perlakuan periode simpan 0 minggu (C0). Setelah benih suren disimpan 2 sampai 8 minggu, batas 80% perkecambahan tidak tercapai. Hasil pengamatan perkecambahan benih suren terhadap parameter daya berkecambah, vigor, keserempakan perkecambahan, batas 50% perkecambahan dan batas 80% perkecambahan, bahwa benih suren yang disimpan dengan periode simpan lebih lama relatif memiliki nilai yang semakin menurun terhadap parameter tersebut. Hal ini terjadi karena penyimpanan benih mengakibatkan proses respirasi karbohidrat yang berlangsung terus di dalam benih sehingga sejumlah
kalori
telah
dilepaskan.
Akibatnya
kekurangan
energi
untuk
32
menumbuhkan embrio. Di samping itu dapat juga dipengaruhi oleh lemak, protein dan air. Semakin lama benih disimpan maka kemampuan berkecambahnya menurun karena energi dalam benih terurai (Sutopo, 1984 dalam Suripatty, 1993). Menurut Byrd (1983), benih sebagai individu hidup mengalami proses kemunduran sebanding dengan bertambahnya waktu sehingga viabilitas dan vigornya menurun bahkan benih tersebut dapat mengarah pada kematian.
4.2.4. Pengaruh Interaksi Kadar Air Benih dengan Wadah Simpan
Hasil sidik ragam menunjukkan interaksi tingkat kadar air benih dengan wadah simpan hanya memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap parameter keserempakan perkecambahan. Pengaruh perlakuan interaksi kadar air benih dengan wadah simpan terhadap keserempakan perkecambahan benih suren disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Interaksi Kadar Air Benih dengan Wadah Simpan terhadap Keserempakan Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) Interaksi Keserempakan Perkecambahan (%) A0B0 23,54a A0B1 24,07a A0B2 20,13b A1B0 17,67b A1B1 19,93b A1B2 17,73b (Keterangan : nilai keserempakan perkecambahan yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan nilai yang lain pada α=5% )
Tabel 6 merupakan hasil uji Tukey pengaruh interaksi kadar air benih dengan wadah simpan terhadap keserempakan perkecambahan menunjukkan bahwa benih suren pada kadar air awal 11,38% (A0) dengan wadah simpan besek (B0) memiliki rata-rata keserempakan perkecambahan 23,54%. Nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan benih suren dengan wadah simpan aluminium foil (B1) dengan rata-rata keserempakan perkecambahan 24,07%, namun berbeda nyata dengan wadah simpan kantong terigu (B2) yang memiliki rata-rata keserempakan perkecambahan 20,13%.
33
Benih suren pada kadar air 5,64% (A1) dengan wadah simpan besek (B0) memiliki rata-rata keserempakan perkecambahan 17,67% tidak berbeda nyata dengan wadah simpan aluminium foil (B1) maupun wadah simpan kantong terigu (B2) dengan rata-rata keserempakan perkecambahan 19,93% dan 17,73%. Akan tetapi, berbeda nyata dengan benih pada kadar air awal 11,38% dengan wadah simpan besek (B0) maupun aluminium foil (B1). Dengan demikian, kombinasi perlakuan kadar air awal 11,38% (A0) dengan wadah simpan aluminium foil (B1) memberikan kombinasi terbaik terhadap keserempakan perkecambahan benih suren. Peranan wadah simpan sangat penting dalam melindungi benih. Menurut Copelan (1976) dalam Yulianti (2000), wadah simpan berperan terutama dalam menjaga kestabilan kadar air benih, dengan demikian wadah simpan harus tertutup rapat. Wadah simpan juga berfungsi untuk melindungi benih terhadap gangguan binatang dan hama serta mencegah terjadinya pertukaran uap air. Menurut Byrd (1983), bila benih disimpan dalam wadah kedap uap air maka kadar airnya harus diturunkan sehingga kemunduran benih tidak akan berlangsung dengan cepat dibandingkan penyimpanan terbuka. Keserempakan perkecambahan ditentukan berdasarkan jumlah benih yang berkecambah pada saat puncak perkecambahan terjadi. Parameter ini dapat menjadi salah satu tolak ukur vigor atau ukuran kemampuan potensial benih untuk berkecambah (Byrd, 1983).
4.2.5. Pengaruh Interaksi Kadar Air Benih dengan Periode Simpan
Hasil sidik ragam menunjukkan interaksi kadar air benih dengan periode simpan berpengaruh sangat nyata (α=5%) terhadap daya berkecambah dan keserempakan perkecambahan, sedangkan terhadap batas 50% dan 80% perkecambahan berpengaruh nyata. Pengaruh interaksi kadar air benih dengan periode simpan terhadap daya berkecambah, keserempakan perkecambahan, batas 50% dan 80% perkecambahan benih suren disajikan pada Tabel 7.
34
Tabel 7. Pengaruh Interaksi Kadar Air Benih dengan Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah, Keserempakan Perkecambahan dan Batas 50% Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) Interaksi
Daya Berkecambah (%)
Keserempakan Perkecambahan (%)
A0C0 A0C1 A0C2 A0C3 A0C4 A1C0 A1C1 A1C2 A1C3 A1C4
80,56a 75,78b 68,11c 47,11e 26,78g 78,89ab 66,11c 60,55d 34,89f 15,89h
31,89a 32,56a 24,44b 14,56d 9,44f 29,55b 23,45c 20,89c 12,11f 6,22g
Batas 50% Perkecambahan (hari) 10,55b 10,78b 12,00b 13,00a 10,33b 11,78b 12,00b -
(Keterangan : angka-angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (α=5%) dengan nilai yang lain) Tabel 7 menunjukkan interaksi kadar air awal 11,38% (A0) dengan periode simpan 0 minggu (C0) memiliki rata-rata daya berkecambah 80,56% berbeda nyata dengan periode simpan 2 sampai 8 minggu, tetapi tidak berbeda nyata dengan interaksi kadar air benih 5,64% (A1) dengan periode simpan 0 minggu (C0). Pada interaksi kadar air 5,64% (A1) dengan periode simpan 0 minggu (C0) rata-rata daya berkecambah 78,89% berbeda nyata dengan periode simpan 2 minggu (C1) sampai 8 minggu (C4). Menurut Sutopo (1993), daya berkecambah benih sangat ditentukan oleh kadar air yang dikandung oleh benih, hal ini sangat berkaitan dengan mutu benih, sehingga benih yang akan disimpan sebaiknya memiliki kandungan air yang optimal, dimana benih tersebut dapat disimpan lama tanpa mengalami penurunan viabilitas benih. Interaksi kadar air awal 11,38% (A0) dengan periode simpan 0 minggu (C0) memiliki rata-rata keserempakan perkecambahan 31,89% tidak berbeda nyata dengan periode simpan 2 minggu (C1) memiliki keserempakan perkecambahan 32,56%, tetapi berbeda nyata dengan periode simpan 4 minggu (C2) sampai 8 minggu (C4). Hal ini membuktikan bahwa benih suren pada kadar air awal 11,38% dengan periode simpan sampai 2 minggu memberikan kombinasi
35
perlakuan terbaik karena masih memperlihatkan rata-rata keserempakan perkecambahan yang tinggi yaitu 32,56%. Pada interaksi kadar air benih 5,64% (A1) dengan periode simpan 0 minggu (C0) memiliki rata-rata keserempakan perkecambahan 29,55% berbeda nyata dengan periode simpan 2 minggu (C1) sampai 8 minggu (C4). Pada kadar air benih 11,38% (A0) dan 5,64% (A1) dengan periode simpan 0 minggu (C0), benih suren rata-rata mencapai batas 50% perkecambahan 10,55 hari dan 10,33 hari. Pada periode simpan C4, batas 50% perkecambahan tidak tercapai sampai akhir pengamatan. Menurut Byrd (1983), benih sebagai individu hidup mengalami proses kemunduran sebanding dengan bertambahnya waktu sehingga viabilitas benih menurun bahkan benih tersebut dapat mengarah pada kematian. Kadar air adalah faktor penting selama penyimpanan dan penanganan benih. Kadar air menentukan aktifitas fisiologis dan biokimia benih. Selain itu, air diperlukan untuk melemahkan kulit benih dan menghidrolisis cadangan makanan (Stubsgaard, 1990 dalam Poulsen, 1994).
4.2.6. Pengaruh Interaksi Wadah Simpan dengan Periode Simpan
Hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh interaksi wadah simpan dengan periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap parameter daya berkecambah dan keserempakan perkecambahan. Pengaruh interaksi wadah simpan dengan periode simpan terhadap daya berkecambah dan keserempakan perkecambahan benih suren disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Interaksi Wadah Simpan dengan Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah dan Keserempakan Perkecambahan Benih Suren Interaksi
Daya Berkecambah (%)
B0C0 B0C1 B0C2 B0C3 B0C4 B1C0 B1C1 B1C2 B1C3
78,84a 69,50b 64,17c 42,50d 20,84g 80,34a 73,17b 67,67bc 44,17d
Keserempakan Perkecambahan (%) 32,50a 24,84b 24,84b 13,67d 7,17e 30,33a 31,17a 23,84b 14,34d
36
Tabel 8. (lanjutan) Interaksi
Daya Berkecambah (%)
B1C4 B2C0 B2C1 B2C2 B2C3 B2C4
26,33f 80,00a 70,17b 61,17c 36,34e 16,83g
Keserempakan Perkecambahan (%) 10,33e 29,34b 28,00b 19,33c 12,00d 6,00e
(Keterangan : angka-angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (α=5%) dengan nilai yang lain) Tabel 8 di atas merupakan hasil uji Duncan yang menggambarkan interaksi wadah simpan besek (B0) dengan periode simpan 0 minggu (C0) memiliki rata-rata daya berkecambah 78,84 % tidak berbeda nyata dengan wadah simpan aluminium foil (B1) maupun kantong terigu (B2) pada periode simpan 0 minggu (C0) dengan rata-rata daya berkecambah masing-masing 80,34% dan 80,00%, serta tidak berbeda nyata sampai periode simpan 4 minggu. Pengaruh interaksi wadah simpan besek (B0) dengan periode simpan 0 minggu (C0) memiliki rata-rata keserempakan perkecambahan 32,50% berbeda nyata dengan periode simpan 2 sampai 8 minggu, tetapi tidak berbeda nyata dengan wadah simpan aluminium foil (B1) pada periode simpan 0 minggu (30,33%) dan 2 minggu (31,17%). Dengan demikian, rata-rata daya berkecambah terhadap interaksi wadah simpan dan periode simpan tidak berbeda nyata dengan wadah simpan besek maupun kantong terigu sampai periode simpan 4 minggu. Akan tetapi, wadah simpan aluminium foil (B1) pada periode simpan 2 minggu (C1) mempertahankan nilai keserempakan perkecambahan tetap tinggi yaitu 31,17%. Hal ini sesuai dengan penelitian Suripatty dan Maai (1994), aluminium foil dapat menahan kelembaban relatif cukup tinggi sehingga fluktuasi suhu dapat dikurangi. Kelembaban relatif tinggi menyebabkan pengeluaran kadar air benih relatif kecil sehingga masa dormansi benih dapat diperpanjang. Hasil penelitian Djam’an (2000), benih suren dengan wadah simpan bak plastik terbuka dalam ruang AC (suhu 18-20°C dengan kelembaban 40-50%) dapat disimpan sampai 5 bulan dengan daya berkecambah mencapai 56,60%. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh faktor kadar air benih yang berbeda.
37
4.3. Kondisi Perkecambahan
Pengamatan perkecambahan dilakukan terhadap kecambah yang tumbuh normal. Menurut Poulsen (1994), kategori kecambah normal adalah kecambah utuh dengan semua struktur penting (akar, batang, kotiledon, kuncup terminal) yang lengkap, sehat dan berkembang sempurna. Kecambah abnormal adalah kecambah yang menunjukkan abnormalitas yaitu, warna yang tidak lazim, mengkilap, terbelah, patah, kerdil, terpilin dan sebagian strukturnya hilang. Hasil pengamatan kecambah normal dan abnormal suren dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Kecambah normal (A) dan abnormal (B) Benih Suren (T. sureni) Pengamatan pertumbuhan kecambah benih suren pada perlakuan kadar air awal 11,38% (A0) dan 5,64% (A1) dengan wadah simpan besek (B0), aluminium foil (B1) dan kantong terigu (B2) pada periode simpan 8 minggu (C4) (A0B0C4, A0B1C4, A0B2C4, A1B0C4, A1B1C4, A1B2C4) dapat dilihat pada Gambar 19.
A0B0C4
A1B0C4
A0B1C4
A1B1C4
A0B2C4
A1B2C4
Gambar 19. Pertumbuhan kecambah benih suren (T. sureni) pada perlakuan kadar air awal 11,38% (A0) dan 5,64% (A1) dengan wadah simpan besek (B0), aluminium foil (B1) dan kantong terigu (B2) pada periode simpan 8 minggu (C4) (A0B0C4, A0B1C4, A0B2C4, A1B0C4, A1B1C4, A1B2C4).
38
4.4. Implikasi Sifat Fisik-Fisiologis Benih Suren terhadap Penanganan dan Pengadaan Benih 4.4.1. Penanganan Benih Suren
Untuk memperoleh benih suren yang masak fisiologis khususnya di daerah Cianjur, maka pengunduhan benih dilakukan pada bulan Maret sampai Mei dengan ditandai oleh pohon yang menggugurkan daun. Buah suren yang telah masak memiliki warna coklat kehitaman tetapi kulit buahnya tidak sampai merekah. Menurut Sadjad (1980) dalam Djam’an (2000), pengunduhan benih dilakukan pada saat musim masak buah yaitu, benih sudah mencapai kondisi penimbunan bahan makanan dan berat kering maksimum sehingga benih telah mengalami masak fisiologis. Ekstraksi benih suren lebih praktis dilakukan dengan cara menjemur buah yang telah masak di bawah sinar matahari ±2-3 jam sehingga kulit buah suren akan membuka. Untuk memisahkan benih suren dengan kulit buahnya dilakukan dengan cara menampi dan menyeleksi benih-benih yang bermutu fisik baik. Benih bermutu fisik baik ditandai oleh benih yang bersayap pada salah satu ujungnya, memiliki kotiledon, berwarna coklat, tidak tercampur dengan benih tanaman lain dan kotoran benih. Pengujian kadar air awal diperoleh kadar air benih suren 11,38%. Selanjutnya penyimpanan dengan kadar air tersebut menggunakan wadah simpan kedap uap air berupa aluminium foil sehingga menghasilkan viabilitas benih suren lebih tinggi daripada penyimpanan dengan kadar 5,64% menggunakan wadah simpan besek terbuka maupun kantong terigu. Jika benih suren disimpan dengan kadar air 11,38% menggunakan wadah simpan aluminium foil maka rata-rata daya kecambahnya dapat dipertahankan sampai 70,33% dengan periode simpan sampai 4 minggu. Akan tetapi, rata-rata daya kecambahnya menurun menjadi 50,33% setelah benih suren disimpan sampai periode simpan 6 minggu.
4.4.2. Pengadaan Benih Untuk Penanaman
Untuk pembangunan hutan rakyat maka masyarakat harus memiliki persediaan bibit pada musim tanam dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu. Hutan rakyat merupakan persekutuan pepohonan pada lahan milik rakyat yang
39
ditanam, dipelihara dan dipungut hasilnya untuk memenuhi kebutuhan pemilik lahan. Oleh karena itu, masyarakat harus mampu memperkirakan kebutuhan bibit dan benih untuk penanaman. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian benih suren, maka dapat diperkirakan kebutuhan bibit dan benih untuk penanaman sebagai berikut : 1. Rata-rata kadar air awal benih adalah 11,38% 2. Rata-rata berat 1000 butir benih adalah 8,10 gram 3. Rata-rata jumlah benih per kilogram adalah 123.408 benih 4. Persentase kemurnian benih adalah 94,17% 5. Jika benih suren disimpan dengan kadar air 11,38% menggunakan wadah simpan aluminium foil dengan periode simpan sampai 4 minggu, maka persentase daya berkecambahnya 70,33%. 6. Persentase jadi bibit dalam polybag adalah 70% 7. Sulaman untuk bibit yang mati di lapangan adalah 20% Menurut ISTA kebutuhan benih/ha dihitung dengan rumus berikut :
∑ benih/ha =
∑ bibit/ha %DB × %K × ∑ benih/kg × %Jd
Keterangan : %DB : persentase daya berkecambah %K : persentase kemurnian %Jd : persentase bibit yang hidup Hasil pengujian dan perhitungan yang diperoleh maka untuk penanaman dengan jarak tanam 5x5 m2 membutuhkan bibit sebanyak 400 bibit/ha. Untuk itu, diperkirakan kebutuhan benih suren adalah 0,008 kg/ha. Perhitungan kebutuhan benih/ha untuk penanaman dapat dilihat pada Lampiran 6.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.
Penyimpanan benih suren dengan kadar air awal 11,38% memiliki viabilitas lebih tinggi daripada dilakukan penurunan kadar air menjadi 5,64%.
2.
Aluminium foil lebih baik daripada besek maupun kantong terigu untuk wadah simpan benih suren karena mampu mempertahankan viabilitas benih tetap tinggi. Wadah simpan aluminium foil (B1) memiliki daya berkecambah 58,34% dan keserempakan perkecambahan 22,60% lebih tinggi daripada wadah simpan besek (B0) dengan daya berkecambah 55,17% dan keserempakan perkecambahan 20,60% maupun wadah simpan kantong terigu (B2) dengan daya berkecambah 52,90% dan keserempakan perkecambahan 18,93%
3.
Kombinasi perlakuan kadar air awal 11,38% (A0) dengan wadah simpan aluminium
foil
(B1)
merupakan
kombinasi
paling
optimal
untuk
penyimpanan benih suren agar viabilitasnya tetap tinggi dengan rata-rata daya berkecambah 70,33%. 4.
Periode simpan benih suren yang semakin lama telah menurunkan viabilitas benih sehingga tidak dapat disimpan lebih dari 4 minggu agar viabilitasnya tetap tinggi karena setelah disimpan lebih dari 4 minggu daya berkecambah benih suren dengan wadah simpan besek (B0) sebesar 55,17%, wadah simpan aluminium foil (B1) 58,34% dan wadah simpan kantong terigu (B2) 52,90%.
5.
Berdasarkan kadar air awal benih suren 11,38% dan setelah disimpan sampai 4 minggu rata-rata daya berkecambahnya 70,33%, maka benih suren dapat dikategorikan ke dalam benih semi rekalsitran (kadar air awal 10-20%).
41
5.2. Saran
Saran hasil penelitian ini dan selanjutnya adalah : 1.
Untuk memperoleh viabilitas benih yang tinggi maka benih suren sebaiknya disimpan pada kadar air awal atau tanpa penurunan kadar air serta menggunakan wadah simpan kedap uap air.
2.
Untuk memperoleh benih suren yang masak fisiologis maka pengunduhan dilakukan pada saat pohon menggugurkan daun.
3.
Wadah simpan besek dapat menjadi alternatif lain karena tidak ada perbedaan signifikan dengan aluminium foil, murah dan mudah diperoleh.
4.
Perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan wadah simpan kedap uap air yang lebih murah dan praktis.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH). 1999. Tata Cara Pengujian Benih. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Bandung. Balai Teknologi Perbenihan. 2000. Pedoman Standarisasi Uji Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. Baker, F.S., T.W. Daniel dan J.A. Helms. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Terjemahan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Byrd, H.W. 1983. Pedoman Teknologi Benih. Terjemahan. PT Pembimbing Massa. Jakarta. Djam’an, F.D. 1998. Penanganan Benih Suren (Toona sureni Merr). Buletin Teknologi Perbenihan Vol. 5 No. 2 : 113-115. . 2000. Pengaruh Warna Buah dan Wadah Simpan terhadap Daya Berkecambah serta Potensi Produksi Benih Suren (Toona sureni Merr). Buletin Teknologi Perbenihan Vol. 7 No. 1 : 1-9. . 2002. Informasi Singkat Benih Toona sureni (Blume) Merr. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. Bogor. Gaspersz, V. 1994. Metode Rancangan Percobaan. Armico. Bandung. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Maai, R.R. dan B.A. Suripatty. 1994. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Benih Pometia pinnata Forst yang Disimpan dalam Kantong Aluminium Foil. Jurnal Penelitian Kehutanan Vol. II No. 2 : 23-25. Manan, S. 1976. Silvikultur. Proyek Peningkatan dan Pengembangan Perguruan Tinggi. IPB. Bogor. . 1978. Masalah Pembinaan Kelestarian Ekosistem Hutan. Perum Perhutani. Jakarta. Mandang, Y.I. dan I.K.N. Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan. Yayasan Prosea. Bogor. Martawijaya, A. dan I. Kartasujana. 1977. Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan JenisJenis Kayu Indonesia. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
43
Murti, D. 2000. Penggunaan Asam Benzoat Untuk Peningkatan Daya Simpan Benih Agathis loranthifolia Salisb. [Skripsi] Bogor : Fakultas Kehutanan IPB. Poulsen, K.M. 1994. Pengujian Benih. Indonesia Forest Seed Project. Indonesia. Sadjad, S. 1972. Kertas Merang Untuk Uji Viabilitas Benih di Indonesia. [Disertasi] Bogor : Fakultas Pertanian. IPB. . 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Kerjasama Lembaga Afiliasi IPB dan Proyek Pusat Perbenihan Kehutanan, Dir. Reboisasi dan Rehabilitasi. Dirjend. Kehutanan. Bogor. . 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Garsindo. Jakarta. Santoso, S. 2001. SPSS versi 10. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Elex Media Komputindo. Jakarta. Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Jakarta. Soetisna, U., E.S. Mulyaningsih dan S. Racmawati. 1994. Pengaruh Beberapa Media dan Waktu Penyimpanan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Matoa (Pometia pinnata). Jurnal Penelitian Kehutanan Vol. II No. 2 : 711. Sumarna, K. 2001. Deskripsi Empat Jenis Pohon untuk Pengembangan Hutan Rakyat. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Vol. 2 No. 1 : 11-21. Suripatty, B.A. dan R.R. Maai. 1993. Pengaruh Waktu dan Tempat Penyimpanan Terhadap Viabilitas Benih Pometia pinnata Forst. Jurnal Penelitian Kehutanan Vol. II No. 1 : 9-11. Suryandari, E.Y. dan T. Puspitojati. 2003. Sistem Pengelolaan hutan Rakyat : Keragaman dan Kelestarian. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Vol. 4 No. 2 : 89-98. Sutisna, U., T. Kalima dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan. Yayasan PROSEA. Bogor. Sutopo, L. 1985. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Syamsuwida, D. 2002. Metode Alternatif Penyimpanan Benih Rekalsitran. Buletin Teknologi Perbenihan Vol. 3 No. 2 : 209-220.
44
Tim Peneliti. 1991. Pengaruh Berbagai Aspek Fisiologis Terhadap Ragam Viabilitas Benih Berbagai Komoditas Kehutanan dan Pertanian Pada Berbagai Media Tumbuh dan Metode Uji. Laporan Penelitian. Jurusan Perbenihan Fakultas Politeknik Pertanian IPB. Bogor. Yulianti, B. dan E. Ismiati. 2000. Pengujian Daya Simpan Benih Khaya anthoteca pada Berbagai Periode dan Macam Wadah Simpan. Buletin teknologi Perbenihan Vol. 7 No. 2 : 32-41. Yuniarti. 2005. Pengaruh Tingkat Kemasakan Fisiologis, Periode Simpan Temporer dan Perlakuan Pendahuluan terhadap Viabilitas Benih Kepuh (Sterculia foetida Linn). [Skripsi] Bogor : Fakultas Kehutanan IPB.
LAMPIRAN
45
Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Kecambah Harian Benih Suren (T. sureni) I.
A0B0C0 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
5
10
2
0
0
0
0
0
0
0
6
9
38
8
13
6
2
0
0
0
0
1
34
10
11
7
2
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
3
2
11
35
9
9
5
4
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
1
0
0
0
0
0
0
0
3
7
32
21
9
5
2
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
3
12
35
11
14
6
2
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
1
6
17
30
13
10
0
3
0
0
0
0
2
II. A0B1C0 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel BJ
BK
Abnormal BM
III. A0B2C0 Hari Ke-
Ulangan 1
2
3
4
5
6
7
8
1
0
0
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
9
1
2
3
4
5
6
7
Benih Tidak Viabel
Abnormal
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
7
6
30
21
8
2
2
0
0
0
0
2
11
10
28
23
7
0
3
0
0
0
0
2
14
25
18
12
2
0
0
0
0
0
3
9
10
11
12
13
14
BR
IV. A1B0C0 Hari Ke-
Ulangan
8
Benih Tidak Viabel BJ
BK
Abnormal BM
1
0
0
0
0
0
0
6
4
9
28
13
7
6
2
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
12
9
7
34
12
3
0
2
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
11
18
26
7
5
8
1
0
0
0
0
3
V. A1B1C0 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
4
5
12
24
18
12
7
1
0
0
0
0
1
2
0
0
0
0
0
0
0
8
6
36
11
6
9
3
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
9
16
25
14
5
8
1
0
0
0
0
2
46
Lampiran 1. (lanjutan) VI. A1B2C0 Hari Ke-
Ulangan 1
2
3
4
5
6
7
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
1
2
3
4
5
6
7
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
Benih Tidak Viabel
8
9
10
5
14
20
9
18
6
11
Abnormal
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
31
8
0
3
1
0
0
0
0
1
33
12
2
0
0
0
0
0
0
3
9
29
6
8
9
2
0
0
0
0
3
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
0
6
11
7
30
6
11
3
0
0
0
0
2
4
10
8
34
9
5
5
2
0
0
0
0
1
0
7
9
7
31
8
10
3
0
0
0
0
2
I. A0B0C1 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
II. A0B1C1 Hari Ke-
Ulangan 1
2
3
4
5
6
1
0
0
2
0
0
3
0
7
8
0
0
0
0
0
12
0
0
0
0
3
14
0
0
0
0
0
0
8
1
2
3
4
5
6
7
8
1
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
Benih Tidak Viabel 9
12
13
14
BR
BJ
BK
Abnormal
10
11
BM
4
9
38
6
4
3
0
0
0
0
3
7
32
7
9
6
0
0
0
0
0
1
5
13
37
6
7
2
0
0
0
0
2
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
5
9
9
34
12
7
2
0
0
0
0
1
7
10
6
30
9
9
3
0
0
0
0
2
3
6
21
27
7
7
1
0
0
0
0
2
III. A0B2C1 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
IV. A1B0C1 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
2
10
9
20
14
7
4
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
4
9
9
16
11
9
3
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
0
8
18
18
10
8
2
0
0
0
0
1
3
47
Lampiran 1. (lanjutan) V. A1B1C1 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
0
0
0
0
0
0
0
5
8
22
2
0
0
0
0
0
0
0
4
9
12
3
0
0
0
0
0
0
0
7
11
9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
8
3
0
0
0
0
0
0
0
6
1
2
3
4
5
6
7
8
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
5
3
0
0
0
0
0
0
0
3
2
11
Abnormal
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
8
9
11
4
0
0
0
0
2
30
6
5
3
0
0
0
0
1
28
6
6
4
0
0
0
0
2
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
12
16
12
22
6
0
0
0
0
0
3
6
11
28
9
5
2
0
0
0
0
2
12
3
27
7
5
2
0
0
0
0
3
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
9
8
18
26
7
1
0
0
0
0
4
10
14
30
7
3
2
0
0
0
0
3
19
22
15
3
3
0
0
0
0
3
VI. A1B2C1 Hari Ke-
Ulangan
I.
Benih Tidak Viabel
Abnormal
A0B0C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
II. A0B1C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
4
7
9
20
25
4
2
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
8
7
18
23
9
3
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
6
8
14
7
27
8
2
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
6
4
12
18
22
3
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
4
3
14
9
25
11
1
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
0
11
7
8
20
12
5
0
0
0
0
2
3
III. A0B2C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal 1
48
Lampiran 1. (lanjutan) IV. A1B0C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
7
7
3
12
26
4
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
8
6
4
14
20
4
2
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
0
9
13
8
25
14
2
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
1
0
0
0
0
0
0
0
0
7
7
13
27
11
2
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
4
11
10
22
14
2
0
0
0
0
0
4
3
0
0
0
0
0
0
0
0
5
15
14
19
9
3
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
5
9
15
10
16
2
0
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
9
11
8
13
11
3
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
9
9
14
20
7
1
0
0
0
0
5
2
V. A1B1C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel BJ
BK
Abnormal BM
VI. A1B2C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
I. A0B0C3 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
0
0
0
0
0
0
0
0
6
2
0
0
0
0
0
0
0
0
9
3
0
0
0
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
Abnormal
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
10
7
18
9
2
0
0
0
0
7
14
15
2
0
0
0
0
0
3
10
8
12
14
0
1
0
0
0
0
3
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
0
6
5
0
11
17
12
2
0
0
0
0
0
0
5
9
4
15
10
4
0
0
0
0
2
0
0
7
14
9
16
4
1
0
0
0
0
4
4
II. A0B1C3 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal 4
49
Lampiran 1. (lanjutan) III. A0B2C3 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
0
0
0
0
0
0
0
0
4
2
0
0
0
0
0
0
0
0
7
3
0
0
0
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
1
2
3
4
1
0
0
0
2
0
0
0
3
0
0
1 1 2 3
Abnormal
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
12
7
13
10
0
0
0
0
0
3
5
12
10
5
3
0
0
0
0
3
7
5
9
11
2
2
0
0
0
0
4
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
0
0
6
8
4
10
4
3
0
0
0
0
3
0
0
7
5
6
13
6
2
0
0
0
0
2
0
0
0
4
5
4
12
7
2
0
0
0
0
3
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
0
0
0
0
0
8
2
9
13
2
1
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
7
5
12
14
2
2
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
5
7
4
11
8
2
0
0
0
0
3
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
10
11
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
7
5
13
1
2
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
11
12
1
1
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
3
5
3
8
8
3
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
6
5
8
1
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
7
5
10
2
0
0
0
0
2
IV. A1B0C3 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
V. A1B1C3 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel BJ
BK
Abnormal BM
VI. A1B2C3 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal 2
I. A0B0C4 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal 2
50
Lampiran 1. (lanjutan) II. A0B1C4 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
3
6
4
13
4
3
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
0
2
4
7
11
7
3
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
10
9
2
0
0
0
0
0
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
7
5
8
1
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
2
5
6
9
0
1
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
2
5
3
8
2
1
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
6
4
0
2
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
4
3
5
0
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
6
3
3
1
0
0
0
0
1
III. A0B2C4 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
IV. A1B0C4 Hari Ke-
Ulangan
V.
Benih Tidak Viabel
Abnormal
A1B1C4 Hari Ke-
Ulangan 6
7
8
Benih Tidak Viabel 9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
Abnormal
1
2
3
4
5
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
4
7
9
2
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
0
2
1
4
12
0
3
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
1
7
5
3
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
2
4
1
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
4
5
2
2
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
1
2
1
0
0
0
0
1
VI. A1B2C4 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
51
Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Kecambah Harian Kumulatif BEnih Suren (T. sureni) I. A0B0C0 Hari Ke-
Benih Tidak Viabel
Ulangan
Abnormal 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
5
15
53
61
74
80
82
0
0
0
0
1
2
0
0
0
0
0
0
0
6
15
49
59
70
77
79
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
4
7
18
53
62
71
76
80
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
3
10
42
63
72
77
79
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
3
15
50
61
75
81
83
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
1
7
24
54
67
77
77
80
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
2
9
15
45
66
74
76
78
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
11
21
49
72
79
79
82
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
9
23
48
66
78
80
80
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
6
10
19
47
60
67
73
75
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
12
21
28
62
74
77
77
79
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
11
29
55
62
67
75
76
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
4
9
21
45
63
75
82
83
0
0
0
0
1
2
0
0
0
0
0
0
0
8
14
50
61
67
76
79
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
9
25
50
64
69
77
78
0
0
0
0
2
II. A0B1C0 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
III. A0B2C0 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
IV. A1B0C0 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal 2
V. A1B1C0 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
52
Lampiran 2. (lanjutan) VI. A1B2C0 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
5
19
39
70
78
78
81
82
0
0
0
0
1
2
0
0
0
0
0
0
9
27
33
66
78
80
80
80
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
4
15
24
53
59
67
76
78
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
6
17
24
54
60
71
74
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
4
14
22
56
65
70
75
77
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
7
16
23
54
62
72
75
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
12
16
25
63
69
73
76
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
3
17
24
56
63
72
78
78
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
8
13
26
63
69
76
78
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
5
14
23
57
69
76
78
0
0
0
0
1
2
0
0
0
0
0
0
0
7
17
23
53
62
71
74
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
3
9
30
57
64
71
72
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
2
12
21
41
55
62
66
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
4
13
22
38
49
58
61
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
0
8
26
44
54
62
64
0
0
0
0
1
I. A0B0C1 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
II. A0B1C1 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
III. A0B2C1 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
IV. A1B0C1 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
53
Lampiran 2. (lanjutan) V. A1B1C1 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
5
13
35
43
52
63
67
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
4
13
25
55
61
66
69
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
7
18
27
55
61
67
71
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
12
28
40
62
68
68
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
8
14
25
53
62
67
69
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
6
18
21
48
55
60
62
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
1
0
0
0
0
0
0
0
0
9
17
35
61
68
69
0
0
0
0
4
2
0
0
0
0
0
0
0
5
15
29
59
66
69
71
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
3
5
24
46
61
64
67
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
4
11
20
40
65
69
71
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
8
15
33
56
65
68
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
6
14
28
35
62
70
72
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
6
10
22
40
62
65
65
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
4
7
21
30
55
66
67
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
0
11
18
26
46
58
63
0
0
0
0
2
VI. A1B2C1 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
I. A0B0C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel BJ
BK
Abnormal BM
II. A0B1C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal 3
III. A0B2C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal 1
54
Lampiran 2. (lanjutan) IV. A1B0C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
7
14
17
29
55
59
59
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
8
14
18
32
52
56
58
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
0
9
22
30
55
69
71
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
1
0
0
0
0
0
0
0
0
7
14
27
54
65
67
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
4
15
25
47
61
63
63
0
0
0
0
4
3
0
0
0
0
0
0
0
0
5
20
34
53
62
65
0
0
0
0
3
V. A1B1C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel BJ
BK
Abnormal BM
VI. A1B2C2 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
5
14
29
39
55
57
57
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
9
20
28
41
52
55
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
9
18
32
52
59
60
0
0
0
0
5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
6
16
23
41
50
52
0
0
0
0
4
2
0
0
0
0
0
0
0
0
9
16
30
45
47
47
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
3
13
21
33
47
47
48
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
4
16
23
36
46
46
0
0
0
0
4
2
0
0
0
0
0
0
0
0
7
12
24
34
39
42
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
2
9
14
23
34
36
38
0
0
0
0
4
I. A0B0C3 Ulangan
Hari Ke-
Benih Tidak Viabel
Abnormal
II. A0B1C3 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
55
Lampiran 2. (lanjutan) III. A0B2C3 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
4
16
23
36
46
46
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
0
7
12
24
34
39
42
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
2
9
14
23
34
36
38
0
0
0
0
4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
6
14
18
28
32
35
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
0
7
12
18
31
37
39
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
0
4
9
13
25
32
34
0
0
0
0
3
IV. A1B0C3 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
V. A1B1C3 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
8
10
19
32
34
35
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
0
7
12
24
38
40
42
0
0
0
0
4
3
0
0
0
0
0
0
0
0
5
12
16
27
35
37
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
18
29
29
30
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
4
11
16
29
30
32
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
2
5
16
28
29
30
0
0
0
0
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
3
8
11
19
27
30
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
9
14
22
23
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
10
15
25
27
0
0
0
0
2
VI. A1B2C3 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
I. A0B0C4 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
56
Lampiran 2. (lanjutan) II. A0B1C4 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
3
9
13
26
30
33
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
0
2
6
13
24
31
34
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
16
25
27
27
0
0
0
0
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
9
14
22
23
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
2
7
13
22
22
23
0
0
0
0
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
2
7
10
18
20
21
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
9
13
13
15
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
5
8
13
13
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
0
1
3
9
12
15
16
0
0
0
0
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
BJ
BK
BM
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
6
13
22
24
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
7
19
19
22
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
10
15
18
0
0
0
0
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
BR
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
5
7
11
12
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
5
10
12
14
0
0
0
0
2
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
4
5
7
8
0
0
0
0
1
III. A0B2C4 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
IV. A1B0C4 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal 2
V. A1B1C4 Hari Ke-
Ulangan
Benih Tidak Viabel
Abnormal
VI. A1B2C4 Hari Ke-
Ulangan
Keterangan : BR : Benih rusak BK : Benih kosong
BJ : Benih terserang jamur BM : Benih mati
Benih Tidak Viabel BJ
BK
Abnormal BM
57
Lampiran 3. Pengukuran Kadar Air Benih Suren (T. sureni) Periode 0 Minggu 1
KA (%) 2
3
A0B0C0
11,62
11,36
11,16
11,38
A0B1C0
11,46
11,30
11,51
11,42
A0B2C0
11,54
11,03
11,93
11,50
A1B0C0
5,80
5,43
5,68
5,64
A1B1C0
5,11
5,99
5,79
5,64
A1B2C0
5,39
5,77
5,86
5,67
Jenis
Rata-Rata
Periode 2 Minggu Jenis
1
KA (%) 2
3
Rata-Rata
A0B0C1
11,83
11,02
11,17
11,34
A0B1C1
11,41
11,29
11,39
11,37
A0B2C1
11,74
11,22
11,63
11,53
A1B0C1
5,94
5,54
5,55
5,68
A1B1C1
5,67
5,56
5,64
5,63
A1B2C1
5,75
5,64
5,63
5,68
Periode 4 Minggu Jenis
1
KA (%) 2
3
Rata-Rata
A0B0C2
11,26
11,68
11,70
11,55
A0B1C2
11,73
11,11
11,26
11,37
A0B2C2
11,12
11,11
11,65
11,29
A1B0C2
5,34
5,83
5,57
5,58
A1B1C2
5,79
5,73
5,37
5,63
A1B2C2
5,36
5,39
5,72
5,49
KA 2
3
Periode 6 Minggu Jenis
1
Rata-Rata
A0B0C3
11,61
10,79
10,88
11,09
A0B1C3
11,67
11,03
11,38
11,36
A0B2C3
11,18
11,00
11,28
11,15
A1B0C3
5,65
5,43
5,18
5,42
A1B1C3
5,51
5,60
5,43
5,51
A1B2C3
5,64
5,34
5,50
5,49
58
Lampiran 3. (lanjutan) Periode 8 Minggu Jenis
1
KA 2
3
Rata-Rata
A0B0C4
10,83
10,75
10,70
10,76
A0B1C4
11,36
11,38
10,83
11,19
A0B2C4
10,90
10,69
10,82
10,81
A1B0C4
5,15
5,51
5,38
5,35
A1B1C4
5,54
5,61
5,57
5,57
A1B2C4
5,38
5,21
5,04
5,21
Lampiran 4. Analisis Kemurnian Benih Suren (T. sureni)
Berat benih murni (gram) Berat kotoran benih (gram) Berat total (gram) % Benih murni % Kotoran benih
24,30 1,51 25,81 94,17 5,83
Lampiran 5. Berat 1000 Butir Benih Suren (T. sureni) Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah Rata-rata Berat 1000 Butir Benih Jumlah Benih/Kg Keterangan : S2 = 0,0005
Berat Benih (gram) 0,8333 0,8333 0,8000 0,7692 0,8197 0,7937 0,8333 0,8000 6,4826 0,8103 8,1032 123.408
S = 0,0224
CV = 2,76%
59
Lampiran 6. Perhitungan Kebutuhan Benih Suren (T. sureni) untuk Penanaman
Diketahui : 8. Rata-rata kadar air awal benih adalah 11,38% 9. Rata-rata berat 1000 butir benih adalah 8,10 gram 10. Rata-rata jumlah benih per kilogram adalah 123.408 benih 11. Persentase kemurnian benih adalah 94,17% 12. Jika benih suren disimpan dengan kadar air 11,38% menggunakan wadah simpan aluminium foil dengan periode simpan sampai 4 minggu, maka persentase daya berkecambahnya 70,33%. 13. Persen jadi bibit dalam polybag adalah 70% 14. Sulaman untuk bibit yang mati di lapangan adalah 20% 15. Jarak tanam 5x5 m2 Perhitungan : ¾ ∑ bibit/ha =
10.000 m 2 = 400 bibit 5 × 5m 2
¾ ∑ sulaman 20% =
20 × 400bibit = 80 bibit 100
¾ Kebutuhan bibit/ha = 400 + 80 = 480 bibit ¾ Kebutuhan benih/ha :
Kebutuhan benih/ha = =
∑ kebutuhan bibit/ha %DB × %K × ∑ benih/kg × %Jd 480 bibit 0,7033 × 0,94 × 123.408 × 0,70
= 0,008 kg/ha Keterangan : %DB : persentase daya berkecambah %K : persentase kemurnian %Jd : persentase bibit yang hidup
60
Lampiran 7. Rekapitulasi Daya Berkecambah Benih Suren (T. sureni) A0
A1
C0
C1
C2
C3
C4
C0
C1
C2
C3
C4
B0
81,00
75,33
69,00
49,00
26,67
76,67
63,67
59,33
36,00
15,00
B1
80,67
77,33
70,33
50,33
31,33
80,00
69,00
65,00
38,00
21,33
B2
80,00
74,67
65,00
42,00
22,33
80,00
65,67
57,33
30,67
11,33
Lampiran 8. Rekapitulasi Vigor Benih Suren (T. sureni) A0
A1
C0
C1
C2
C3
C4
C0
C1
C2
C3
C4
B0
97,98
97,83
95,39
93,69
91,77
97,45
96,98
96,23
93,04
91,95
B1
97,18
97,48
96,80
93,88
93,33
98,76
97,64
95,57
91,97
91,51
B2
97,17
97,80
97,50
92,56
90,60
97,16
96,07
94,58
92,03
87,37
Lampiran 9. Rekapitulasi Keserempakan Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) A0
A1
C0
C1
C2
C3
C4
C0
C1
C2
C3
C4
B0
35,67
31,67
26,00
15,67
8,67
29,33
18,00
23,67
11,67
5,67
B1
32,33
35,67
25,00
16,00
11,33
28,33
26,67
22,67
12,67
9,33
B2
27,67
30,33
22,33
12,00
8,33
31,00
25,67
16,33
12,00
3,67
Lampiran 10. Rekapitulasi Batas 50% Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) A0
A1
C0
C1
C2
C3
C4
C0
C1
C2
C3
C4
B0
10,33
10,67
11,67
13,00
0
10,33
12,00
12,00
0
0
B1
10,33
10,67
12,00
13,00
0
10,67
11,67
11,67
0
0
B2
11,00
11,00
12,33
0,00
0
10,00
11,67
12,33
0
0
Lampiran 11. Rekapitulasi Batas 80 % Perkecambahan Benih Suren (T. sureni) A0
A1
C0
C1
C2
C3
C4
C0
C1
C2
C3
C4
B0
13,00
0
0
0
0
0
0
0
0
0
B1
13,50
0
0
0
0
0
0
0
0
0
B2
13,50
0
0
0
0
13,00
0
0
0
0
61
Lampiran 12. Sidik Ragam Daya Berkecambah Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: DB Source Type III Sum of df Mean Square Squares Corrected Model 43656,733 29 1505,405 Intercept 272295,872 1 272295,872 KA 1582,298 1 1582,298 Wadah 437,505 2 218,752 Periode 40205,773 4 10051,443 KA * Wadah 34,414 2 17,207 KA * Periode 276,607 4 69,152 Wadah * Periode 200,359 8 25,045 KA * Wadah * 11,877 8 1,485 Periode Error 375,667 60 6,261 Total 320922,000 90 Corrected Total 44032,400 89 a R Squared = ,991 (Adjusted R Squared = ,987)
F
Sig,
240,437 43490,024 252,718 34,938 1605,377 2,748 11,045 4,000 ,237
,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,072 ,000 ,001 ,982
F
Sig,
9,753 323270,662 6,933 5,056 57,762 2,033 ,717 1,290 ,941
,000 ,000 ,011 ,009 ,000 ,140 ,584 ,266 ,490
Lampiran 13. Sidik Ragam Vigor Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Vigor Source Type III Sum of df Mean Square Squares Corrected Model 698,213 29 24,076 Intercept 798060,977 1 798060,977 KA 17,117 1 17,117 Wadah 24,965 2 12,483 Periode 570,389 4 142,597 KA * Wadah 10,036 2 5,018 KA * Periode 7,079 4 1,770 Wadah * Periode 25,468 8 3,183 KA * Wadah * 18,583 8 2,323 Periode Error 148,122 60 2,469 Total 812716,380 90 Corrected Total 846,336 89 a R Squared = ,825 (Adjusted R Squared = ,740)
62
Lampiran 14. Sidik Ragam Keserempakan Perkecambahan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: KST Source Type III Sum of df Mean Square Squares Corrected Model 7819,906 29 269,652 Intercept 37111,777 1 37111,777 KA 349,197 1 349,197 Wadah 149,174 2 74,587 Periode 6581,969 4 1645,492 KA * Wadah 49,142 2 24,571 KA * Periode 157,441 4 39,360 Wadah * Periode 194,935 8 24,367 KA * Wadah * 123,167 8 15,396 Periode Error 464,583 60 7,743 Total 46148,000 90 Corrected Total 8284,489 89 a R Squared = ,944 (Adjusted R Squared = ,917)
F
Sig,
34,825 4792,911 45,098 9,633 212,512 3,173 5,083 3,147 1,988
,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,049 ,001 ,005 ,063
F
Sig,
22,079 1169,444 3,052 1,031 146,000 1,184 4,958 1,576 1,544
,000 ,000 ,086 ,363 ,000 ,313 ,002 ,151 ,162
Lampiran 15. Sidik Ragam Batas 50% Perkecambahan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: T50 Source Type III Sum of df Mean Square Squares Corrected Model 2497,156 29 86,109 Intercept 4560,831 1 4560,831 KA 11,902 1 11,902 Wadah 8,044 2 4,022 Periode 2277,594 4 569,398 KA * Wadah 9,232 2 4,616 KA * Periode 77,344 4 19,336 Wadah * Periode 49,167 8 6,146 KA * Wadah * 48,163 8 6,020 Periode Error 234,000 60 3,900 Total 7368,000 90 Corrected Total 2731,156 89 a R Squared = ,914 (Adjusted R Squared = ,873)
63
Lampiran 16. Sidik Ragam Batas 80% Perkecambahan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: T80 Source Type III Sum of df Mean Square Squares Corrected Model 763,833 29 26,339 Intercept 143,281 1 143,281 KA 38,044 1 38,044 Wadah 19,745 2 9,872 Periode 546,260 4 136,565 KA * Wadah 4,522 2 2,261 KA * Periode 145,042 4 36,260 Wadah * Periode 67,456 8 8,432 KA * Wadah * 19,685 8 2,461 Periode Error 494,667 60 8,244 Total 1381,000 90 Corrected Total 1258,500 89 a R Squared = ,607 (Adjusted R Squared = ,417)
F
Sig,
3,195 17,379 4,614 1,197 16,565 ,274 4,398 1,023 ,298
,000 ,000 ,036 ,309 ,000 ,761 ,003 ,429 ,964