1
PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN BENIH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L). Verdc.) PADA RUANG SIMPAN AC DAN KAMAR
NONI HUSNAYATI A24060048
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
iii
RINGKASAN NONI HUSNAYATI. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdc.) pada Ruang Simpan AC dan Kamar. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS. Kacang bogor dikenal sebagai tanaman legum yang memiliki sifat toleran terhadap lahan miskin hara dan kekeringan serta memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar produktivitas kacang bogor bisa optimal adalah dengan menyediakan benih kacang bogor yang bermutu. Pengadaan benih bermutu tinggi dilakukan mulai dari tahap produksi, pemanenan, pengolahan, penyimpanan hingga distribusi harus dilakukan dengan teknik yang tepat. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh tingkat kemasakan benih, ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdc.). Penelitian ini dilaksanakan mulai April sampai November 2010 di Laboratorium
Ilmu
dan
Teknologi
Benih,
Departemen
Agronomi
dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Penelitian terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama adalah penyimpanan pada ruang AC, sedangkan percobaan kedua adalah penyimpanan pada ruang kamar. Masing-masing percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah tingkat kemasakan benih dengan tiga taraf yaitu benih kacang bogor yang dipanen pada umur 119 hari setelah tanam (HST) (M1), benih yang dipanen pada umur 122 HST (M2), dan benih yang dipanen pada umur 125 HST (M3). Faktor kedua adalah periode simpan yang terdiri atas tujuh taraf, yaitu 0 bulan (P0), 1 bulan (P1), 2 bulan (P2), 3 bulan (P3), 4 bulan (P4), 5 bulan (P5), dan 6 bulan (P6). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemasakan dan periode simpan mempengaruhi viabilitas dan vigor benih kacang bogor selama penyimpanan baik pada ruang simpan AC maupun kamar. Viabilitas dan vigor benih menurun setelah disimpan 1 bulan pada kedua kondisi ruang simpan.
iv
Pada penyimpanan di ruang AC, benih yang dipanen pada umur 119 HST mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 2 bulan. Benih yang dipanen pada umur 122 HST mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga 3 bulan, sedangkan benih yang dipanen pada umur 125 HST masih mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 4 bulan. Pada penyimpanan di ruang kamar, benih yang dipanen pada umur 119 HST hanya mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 2 bulan. Benih yang dipanen pada umur 122 HST dan 125 HST masih mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 4 bulan.
The Effect of Seed Maturity Level and Storage Period on Seed Viability and Vigor of Bambara Groundnut (Vigna subterranea L.) Stored at Air-Conditioned and Ambient Room. NONI HUSNAYATI. Supervision Prof. Dr. Ir. SATRIYAS ILYAS, MS. ABSTRACT The objectives of these experiments were to study the effect of seed maturity level and storage period on seed viability and vigor of bambara groundnut (Vigna subterranea L.) stored either at air-conditioned or ambient rooms. The experiments were conducted at the Laboratory of Seed Science and Technology, IPB Darmaga, from April until November 2010. There were two parallel experiments conducted both using completely randomized design with two factors, and three replications. The first factor was the seed maturity consisted of three levels: seeds were harvested at ± 49 days after flowering (daf), ± 52 daf, and ± 55 daf. The second factor was storage period consisted of seven levels: 0, 1, 2, 3, 4, 5, and 6 months. The results showed that level of seed maturity and storage period affected seed viability and vigor during storage either at air-conditioned or ambient room. The highest vigor (speed of germination) was shown by seed maturity level of ± 55 daf after 3 months storage period in air-conditioned room. After 2 months storage in ambient room, seeds with a level maturity of ± 55 daf also showed the highest viability and vigor. Seeds stored at air-conditioned room were able to maintain viability and vigor for up to storage period of 5 months except for seeds harvested at 52 daf only up to 4 months. At ambient room, seeds were only able to maintain viability and vigor for up to storage period of 2 months, except at the level of maturity ± 55 daf seeds were still able to maintain the viability and vigor until storage period of 4 months. Keywords: physiological seed maturity, seed storability
2
PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN BENIH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L). Verdc.) PADA RUANG SIMPAN AC DAN KAMAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
NONI HUSNAYATI A24060048
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
i
Judul
: PENGARUH
TINGKAT
KEMASAKAN
BENIH
DAN
PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdc.) PADA RUANG SIMPAN AC DAN KAMAR Nama
: NONI HUSNAYATI
NRP
: A24060048
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS NIP. 19590225 198203 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP.19611101 198703 1 003
Tanggal lulus:
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 5 Agustus 1987. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan H. Waridi Hendrianto dan Hj. Sugianti. Tahun 1999 penulis lulus dari SD Sori T. Pada Mulia Padang Sidempuan, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SLTPN 5 Medan. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN 5 Medan pada tahun 2005. Tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB, pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswi di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh studi di IPB penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi mahasiswa. Tahun 2006/2007 penulis aktif dalam organisasi Ikatan Keluarga Muslim TPB Divisi Syiar dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat IPB. Tahun 2007 – 2010 penulis juga aktif dalam organisasi Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian pada Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) dan KAMMI Daerah Bogor. Tahun 2008 penulis mengikuti kegiatan Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) di bidang Pemberdayaan Masyarakat dan lolos mendapat dana. Selain itu, tahun 2008-2010 penulis juga menjadi asisten pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan tahun 2010 penulis menjadi asisten pada mata kuliah Dasardasar Teknologi Benih.
iii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan kenikmatan, rahmat dan kekuatan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhirat kelak. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan kesabaran selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, Ayah dan Ibu, serta seluruh keluarga tercinta atas segala dukungannya baik moril maupun materil selama penulis melaksanakan studi di IPB. 2. Dr. Ir. Sandra A. Azis, MS selaku pembimbing akademik penulis atas bimbingan yang diberikan selama penulis menyelesaikan studi di IPB. 3. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, MS dan Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS selaku penguji. 4. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura 43 atas kebersamaan selama menyelesaikan studi di IPB. 5. Teman-teman JELITA, terima kasih banyak penulis ucapkan atas perhatian,
motivasi,
nasehat,
dan
dukungannya
selama
penulis
menyelesaikan studi di IPB. 6. Teman-teman di Wisma Pondok AMMI dan Al-Iffah atas dukungan dan kebersamaannya selama ini. 7. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian dan penulisan laporan penelitian ini. Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi yang memerlukan. Bogor, Juli 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Hipotesis.............................................................................................................. 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3 Botani Kacang Bogor .......................................................................................... 3 Viabilitas dan Vigor Benih ................................................................................. 4 Tingkat Kemasakan Benih .................................................................................. 5 Penyimpanan Benih ............................................................................................ 7 BAHAN DAN METODE ..................................................................................... 10 Tempat dan Waktu ............................................................................................ 10 Rancangan Percobaan ....................................................................................... 10 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 14 Percobaan I ........................................................................................................ 14 Percobaan II. ..................................................................................................... 21 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 31 Kesimpulan ....................................................................................................... 31 Saran .................................................................................................................. 31 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32 LAMPIRAN .......................................................................................................... 35
v
DAFTAR TABEL
Teks Nomor 1
2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12
Halaman Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air (KA), Daya Berkecambah (DB), Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN), Kecepatan Tumbuh (KCT), dan Laju Pertumbuhan Kecambah (LPK)………….
16
Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Kadar Air dan Kecepatan Tumbuh………………………...
17
Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah…………………………………………………...……
19
Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Bobot Kering Kecambah Normal…………………………………………..
20
Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah……………………………...……………..
21
Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan (C) dan keras (K) pada Ruang AC……………………………………………………...
21
Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air (KA), Daya Berkecambah (DB), Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN), Kecepatan Tumbuh (KCT), dan Laju Pertumbuhan Kecambah (LPK)………….
23
Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah (DB) dan Kecepatan Tumbuh (KCT)…
24
Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah…………………………….......…………..
25
Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Bobot Kering Kecambah Normal ………………………………………..…
26
Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Kadar Air……………………………………………………………….…..
28
Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan (C) dan Keras (K) pada Ruang Simpan Kamar…………………………………………
28
vi
Lampiran Nomor 1 2 3
4 5
6 7 8
9 10
11
Halaman Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air pada Ruang Simpan AC……………………..
37
Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Daya Berkecambah pada Ruang Simpan AC………….
37
Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Bobot Kering Kecambah Normal pada Ruang Simpan AC…………………………………………………………………….
37
Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kecepatan Tumbuh pada Ruang Simpan AC…………...
38
Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah pada Ruang Simpan AC…………………………………………………………………….
38
Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air pada Ruang Simpan Kamar………………….
38
Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Daya Berkecambah pada Ruang Simpan Kamar……….
39
Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Bobot Kering Kecambah Normal pada Ruang Simpan Kamar…………………………………………...…………………….
39
Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kecepatan Tumbuh pada Ruang Simpan Kamar……….
39
Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah pada Ruang Simpan Kamar…………………………………………………………………
40
Persentase Jumlah Benih Abnormal pada Ruang Simpan AC dan Kamar………………………………………………………………....
39
vii
DAFTAR GAMBAR
Teks Nomor 1 2
Halaman Benih Kacang Bogor yang Terserang Cendawan a. A. niger b. A. flavus…………………………………………………………... a. Benih Terserang Hama b. Callosobruchus sp. …………………...
31 32
Lampiran Nomor
Halaman
1
Rata-rata Suhu Bulanan……………………………………………..
39
2
Rata-rata RH Bulanan……………………………………………….
39
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kacang bogor merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang belum terlalu dikenal di Indonesia. Menurut Linneman dan Ali (1993) di daerah asalnya, Afrika Barat, tanaman kacang bogor telah mendapat banyak perhatian dengan banyaknya penelitian yang mengungkap bahwa bambara groundnut adalah pangan yang menjanjikan tetapi tidak begitu diperhatikan. Redjeki (2007) menyatakan bahwa kandungan gizi kacang bogor diantaranya protein 20.75 %, karbohidrat 59.93 %, lemak 5.88 %, air 10.43 %, dan abu 3.03 %. Kacang bogor juga dikenal sebagai tanaman legum yang memiliki sifat toleran terhadap lahan miskin hara dan kekeringan. Pada kondisi lingkungan suboptimal dapat menghasilkan 0.77 ton biji kering/ha, sedangkan pada kondisi lingkungan tumbuh optimal dapat menghasilkan 4 ton/ha biji kering (Redjeki, 2007). Di kalangan petani, kacang bogor masih belum terlalu populer dan hanya dijadikan tanaman sampingan saja. Hal ini disebabkan produktivitas kacang bogor yang masih tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya maksimal untuk pengembangan kacang bogor yang cukup potensial ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar produktivitas kacang bogor bisa optimal adalah dengan menyediakan benih kacang bogor yang bermutu. Pengadaan benih bermutu tinggi dilakukan mulai dari tahap produksi, pemanenan, pengolahan, penyimpanan hingga distribusi harus dilakukan dengan teknik yang tepat. Pemanenan yang tepat merupakan salah satu kunci untuk mendapatkan vigor awal benih yang tinggi. Pada saat masak fisiologis, vigor benih memiliki vigor maksimum. Oleh karena itu, sedapat mungkin pemanenan benih dilakukan sedekat mungkin dengan saat tercapainya saat masak fisiologis (Mugnisjah et al., 1994). Penyimpanan adalah suatu upaya untuk mempertahankan mutu benih agar tetap tinggi hingga saat benih siap tanam. Penyimpanan dipengaruhi oleh faktor internal (kadar air sebelum dan sesudah penyimpanan, vigor awal, kebersihan, tingkat kerusakan mekanis) dan lingkungan simpan (biotik dan abiotik (RH, suhu, dan gas)).
2
Hasil penelitian Waemata dan Ilyas (1989) menunjukkan setelah disimpan selama 12 pekan, benih buncis varietas lokal Bandung yang dipanen tepat pada saat masak fisiologis yaitu 30 hari setelah berbunga (HSB) menunjukkan rata-rata daya berkecambah dan kecepatan tumbuh tertinggi dibandingkan rata-rata daya berkecambah dan kecepatan tumbuh benih yang dipanen sebelum masak fisiologis (27 HSB) dan benih yang dipanen sesudah masak fisiologis (33 HSB). Selain itu, kelembaban relatif ruang simpan 60 % -65 % merupakan lingkungan yang paling optimum untuk menyimpan benih buncis varietas lokal Bandung selama 12 pekan. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh tingkat kemasakan benih dan periode simpan terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdc.) pada ruang simpan AC dan kamar. Hipotesis 1. Tingkat kemasakan benih 122 HST pada ruang simpan AC dapat mempertahankan viabilitas dan vigor benih kacang bogor lebih lama dibandingkan tingkat kemasakan benih 119 HST dan 125 HST. 2. Tingkat kemasakan benih 122 HST pada ruang simpan kamar dapat mempertahankan viabilitas dan vigor benih kacang bogor lebih lama dibandingkan tingkat kemasakan benih 119 HST dan 125 HST.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kacang Bogor Kacang bogor termasuk jenis tanaman legum eksotik. Kacang bogor memiliki banyak kemiripan dengan kacang tanah tetapi sebagai tanaman pangan berbeda dari segi komposisi bijinya. Kacang bogor memiliki kandungan minyak yang rendah, tetapi kaya pati (karbohidrat) dan protein. Nama Bambara groundnut diambil dari daerah yang bernama Bambara di Mali dan berasal dari Afrika Barat dimana kadang-kadang ditemukan tumbuh liar. Kacang bogor memiliki batang yang pendek dan melengkung, tangkai daunnya panjang dan daunnya tebal sehingga tanaman kacang bogor ini terlihat seperti seikat daun lebat yang muncul hampir berasal dari satu titik di tanah. Bunganya berwarna kuning pucat dan polongnya berada dalam tanah (Masefield et al., 1969). Linneman dan Ali (1993) menyatakan bahwa perkecambahan hipogeal dari tanaman kacang bogor yang dibudidayakan biasanya memakan waktu 7 sampai 15 hari, sedangkan perkecambahan dari tanaman kacang bogor liar seperti varietas spontanea yang tidak menentu dan lambat; 26-31 hari hingga tak terbatas. Benih kacang bogor sangat beragam warnanya: putih, krem, kuning, merah, ungu, cokelat atau hitam; pewarnaan (corak) juga beragam, burik, bergaris, dan lainlain. Menurut Masefield et al. (1969) benih kacang bogor berwarna merah, putih, hitam atau berbintik-bintik dan memiliki hilum berwarna putih. Benihnya keras dan harus direndam atau dipecahkan terlebih dahulu sebelum dimasak. Kacang bogor mulai berbunga 30 hingga 55 hari setelah tanam dan mungkin berlanjut hingga tanaman mati. Kacang bogor yang bergenotip genjah mencapai tahap mature saat 90 hari setelah tanam, sedangkan tanaman yang berumur panjang mungkin memerlukan 150 hari atau lebih. Hal ini berarti musim mempengaruhi waktu yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai masak fisiologis (Linneman dan Ali, 1993). Tanaman kacang bogor telah memasuki fase generatif pada umur 42 HST. Pada 56 HST 75 % populasi tanaman kacang bogor telah berbunga, dan 100 % populasi tanaman kacang bogor berbunga pada 70 HST. Biji untuk dijadikan benih dapat dipanen pada umur 122 HST (Hamid, 2009).
4
Viabilitas dan Vigor Benih Menurut Sadjad (1980) secara umum pengujian benih mencakup pengujian daya berkecambah atau daya tumbuh dan pengujian vigor. Pengujian daya berkecambah memberikan informasi tentang kemungkinan tanaman berproduksi normal dalam kondisi lapang dan lingkungan yang serba normal atau optimum. Pengujian vigor mencakup dua hal yaitu pengujian kekuatan tumbuh dan pengujian daya simpan. Vigor
adalah
sejumlah
sifat-sifat
benih
yang
mengindikasikan
pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan seragam pada cakupan kondisi lapang yang luas. Cakupan vigor benih meliputi aspek-aspek fisiologis selama proses perkecambahan dan perkembangan kecambah. Vigor benih bukan merupakan pengukuran sifat tunggal, tetapi merupakan sejumlah sifat tunggal yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubungan dengan penampilan suatu lot benih berikut: a. Kecepatan dan keserempakan daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah. b. Kemampuan munculnya titik tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan. c. Kemampuan benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan (Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2004). Menurut Byrd (1968) kekuatan kecambah umumnya didefinisikan sebagai suatu ukuran kemampuan potensial benih untuk berkecambah, tumbuh dengan cepat dan menghasilkan kecambah-kecambah normal pada variasi keadaan yang tidak menguntungkan. Meskipun kekuatan kecambah sangat susah untuk didefinisikan secara tepat, kekuatan kecambah kurang lebih merupakan suatu ukuran potensial benih untuk tumbuh di lapang atau kemampuannya untuk mempertahankan daya berkecambah pada kondisi penyimpanan yang berlainan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan berkecambah benih yaitu: 1. Umur benih, begitu benih menua, deteriorasi berlangsung dan dapat mengurangi kekuatan kecambah. 2. Kemasakan, benih-benih yang kurang berisi dan tidak masak selalu lebih rendah kekuatan kecambahnya.
5
3. Susunan genetik, sudah sejak lama ditetapkan bahwa galur murni, varietas dan hibrida sangat beraneka ragam dalam kekuatan kecambahnya. 4. Jumlah kerusakan, benih yang banyak mengalami kerusakan mekanik atau kerusakan oleh insekta biasanya jauh lebih rendah kekuatan kecambahnya. 5. Jumlah organisme penyakit yang ada, benih yang diinfestasi atau diinfeksi oleh organisme penyakit biasanya sangat rendah kekuatan kecambahnya. 6. Perlakuan benih, benih yang mendapat perlakuan fungisida biasanya menghasilkan kecambah-kecambah yang lebih kuat. 7. Tipe panen, benih yang dipanen dengan tangan selalu menghasilkan kecambah yang lebih kuat daripada benih yang sama yang dipanen dengan mesin. 8. Keadaan lingkungan sebelum panen, keadaan lapang yang buruk sejak saat benih mencapai bobot kering maksimum sampai panen dapat menurunkan kekuatan kecambah potensial. Panen yang ditangguhkan juga dapat memberikan akibat yang buruk terhadap kekuatan kecambah. 9. Keadaan lingkungan setelah panen (penyimpanan), viabilitas benih dan kekuatan kecambah menurun dengan cepat pada kondisi penyimpanan yang buruk. Makin tinggi kelembaban nisbi dan temperatur, makin cepat penurunan daya berkecambah dan kekuatan berkecambah. Tingkat Kemasakan Benih Mugnisjah et al. (1994) menyatakan bahwa tingkat kemasakan benih dapat mempengaruhi viabilitas benih. Benih yang terlalu muda atau terlalu tua biasanya bervigor rendah. Pemanenan pada saat yang tepat merupakan salah satu kunci untuk mendapatkan vigor awal benih yang tinggi. Pada saat masak fisiologis vigor benih memiliki vigor maksimum. Oleh karena itu, sedapat mungkin pemanenan benih dilakukan sedekat mungkin dengan saat tercapainya saat masak fisiologis. Pemanenan pada saat masak fisiologis pada kedelai, kacang tanah, dan sebagainya mengalami kendala karena masih tingginya kadar air benih, hal mana justru dapat berakibat
panen
maupun
pengolahan/pengeringan benih tidak dilakukan dengan cermat.
Menurut
Mugnisjah
rendahnya
dan
vigor
Setiawan
benih
(1990)
apabila
panen
penanganan
terlambat
dapat
menyebabkan
6
perkecambahan atau vigor benih yang rendah akibat deraan cuaca yang merusak seperti hujan dan kekeringan. Jadi, terlambat panen, yang seharusnya tidak perlu terjadi setelah benih masak, berkontribusi cukup berarti pada kemunduran benih. Tingkat kemasakan dan kondisi simpan mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan. Benih buncis varietas lokal Bogor memiliki viabilitas maksimal jika dipanen pada 34 HSB karena pada saat itu benih mencapai masak fisiologis. Benih buncis mengalami peningkatan viabilitas hingga periode simpan 4 bulan dan masih dapat dipertahankan hingga 6 bulan meski sudah menurun (Sundari, 2005). Setyorini (1992) menyatakan bahwa terdapat pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap viabilitas benih kacang tanah. Benih kacang tanah varietas Gajah yang dipanen saat masak fisiologis yaitu 100 hari setelah tanam (HST) mempunyai bobot kering kecambah normal lebih tinggi dibanding benih yang dipanen sebelum masak fisiologis (90 HST) dan setelah lewat masak fisiologis (105 HST). Menurut Maemunah dan Nuraeni (2006) semakin lama benih nangka disimpan maka waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah semakin lama. Daya berkecambah, pemunculan kecambah dan kandungan cadangan makanan akan menurun sejalan dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Benih nangka yang berada pada tingkat masak fisiologis (warna buah kuning cerah) mampu untuk disimpan lebih lama (6 minggu) dibandingkan dengan benih nangka yang buahnya berwarna hijau kekuningan dan kuning kecoklatan. Benih kacang panjang dapat dipanen pada tingkat masak fisiologis yang diduga dicapai pada stadia 10 dan 11. Pada stadia tersebut kualitas benih maksimum, dicerminkan dari maksimumnya vigor benih (30.16 % kecambah normal per etmal, pada stadia 11), daya berkecambah (97.33 %, pada stadia 11) dan bobot kering benih (4.90 g, pada stadia 10). Setelah itu, vigor benih dan daya berkecambah menurun (Suryawati, 1984). Hasil percobaan Sari (2004) menunjukkan bahwa tingkat kemasakan berpengaruh nyata terhadap viabilitas benih cempaka kuning (Michelia champaca L.). Selain itu, Yuniawati (1997) menjelaskan bahwa tingkat kemasakan
7
berpengaruh terhadap vigor kekuatan tumbuh dengan tolok ukur kecepatan tumbuh dan keserempakan tumbuh pada benih bayam. Masak fisiologis benih jambu mete dicapai pada saat benih mencapai umur ± 39 hari setelah antesis yang ditandai dengan bobot kering, daya berkecambah, vigor benih dan bibit maksimum. Benih yang dipanen saat masak fisiologis yang disimpan selama periode konservasi dapat menghasilkan viabilitas benih yang paling baik. Lamanya periode konservasi mempengaruhi viabilitas benih. Semakin lama periode konservasi (3 bulan) benih semakin mundur (Nastiti, 1996). Penyimpanan Benih Dalam proses produksi benih, penyimpanan merupakan tahap kegiatan yang tidak bisa dihilangkan. Benih yang telah selesai dibersihkan dan dikemas selalu memerlukan penyimpanan dari mulai beberapa hari sampai beberapa bulan, sebelum akhirnya benih tersebut sampai ke tangan petani. Masalah dalam penyimpanan benih seringkali merupakan kendala utama yang menghambat penyediaan benih bermutu. Daya berkecambah dan vigor benih dapat menurun dengan cepat selama penyimpanan, terutama di daerah-daerah tropika basah sepeti di Indonesia (Nugraha, 1992). Benih bersifat higroskopis (mudah menyerap air) dan selalu berusaha mencapai kondisi equilibrium dengan lingkungannya. Apabila ruangan tempat penyimpanan benih mempunyai kadar air yang lebih tinggi daripada kadar air benih, maka benih akan menyerap air dari udara sehingga kadar air benih juga meningkat. Suhu penyimpanan dan kadar air benih merupakan faktor penting yang mempengaruhi masa hidup benih. Harrington dalam kaidahnya (yang disebut Thumb rules) menyatakan bahwa setiap kenaikan suhu penyimpanan sebesar 50C dan setiap kenaikan 1 % kadar air benih, maka masa hidup benihnya diperpendek setengahnya (Justice dan Bass, 2002). Hasil penelitian Murniati et al. (2008) pada benih pepaya menyatakan bahwa kadar air benih selama penyimpanan mengalami perubahan-perubahan yang nyata, berfluktuasi dan berkesetimbangan dengan lingkungannya pada kisaran 9.3 % - 11.3 %. Perubahan kadar air disebabkan benih disimpan pada
8
ruang kamar dengan fluktuasi suhu udara berkisar 28.50C – 320C dan kelembaban nisbi udara antara 66.5 % - 89 %. Penyimpanan benih kedelai hitam dalam kantong plastik maupun kaleng pada suhu rendah (200C – 230C) dan tinggi (270C – 290C) sampai 6 bulan masih mempunyai daya tumbuh dan vigor yang tinggi (> 90 %), hanya pada suhu tinggi sudah mulai menurun menjadi 80 % dan berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan benih kedelai kuning. Pada kedelai kuning dalam kantong plastik maupun kaleng setelah disimpan selama 6 bulan, daya tumbuh dan vigor benihnya masih tinggi (> 80 %) pada suhu rendah, sedangkan pada suhu tinggi telah menurun (< 80 %) setelah disimpan 2 bulan dan pada akhir penyimpanan daya tumbuh turun sampai 41 %. Hal ini disebabkan adanya perubahan kadar air benih telah naik sekitar 1 % dari kadar air awal mulai bulan keempat penyimpanan, perbedaan ini sangat berpengaruh terhadap kualitas benih (Purwanti, 2004). Menurut Sadjad (1980) ada tiga sifat (selain genetik) yang dapat mempengaruhi mutu fisiologi benih selama periode simpan. Pertama, benih yang disimpan masih melakukan proses pernapasan yang menghasilkan panas, air, dan CO2. Panas dan kelembaban yang meninggi mengakibatkan benih semakin aktif bermetabolisme. Akhirnya benih kehilangan energi untuk tumbuh. Apalagi bila keadaan demikian dapat dinikmati oleh hama dan penyakit. Kotoran benih, benih yang terkupas atau pecah akan lebih lagi dapat mendorong kehidupan jasad mikro dalam periode simpan itu. Jasad mikro itu memproses metabolisme pula. Keadaan dalam lingkungan simpan itu semakin buruk. Kesemuanya akan lebih mempercepat kerusakan atau kemunduran benih. Kedua, benih bersifat higroskopis. Karenanya benih melakukan keseimbangan dengan udara di sekitarnya dan mengabsorbsi air bila udara lembab. Hal ini mendorong proses metabolisme dalam benih dan benih akhirnya kehilangan energi yang mestinya disimpan untuk pertumbuhannya. Ketiga, benih memiliki difusibilitas termal yang rendah. Artinya kemampuannya meneruskan panas dengan jalan konduktif adalah rendah. Akibatnya, bila terjadi kenaikan suhu di suatu tempat tertentu dalam ruang simpan benih, panas itu tidak cepat dipencarkan ke segala jurusan dan akhirnya akan terdapat hot spot dan bila cukup lembab dan banyak cendawan menyerang, proses moulding terjadi di tempat itu.
9
Dalam kemasan benih yang dilengkapi dengan desikan, benih berkadar air tinggi pun melakukan keseimbangan kadar air untuk mencapai kadar air yang lebih rendah. Selama penyimpanan benih (ortodoks) kadar air ingin dipertahankan rendah dengan memperhatikan prinsip keseimbangan kadar air. Penggunaan desikan yang dicampurkan dengan benih atau secara terpisah di dalam kemasan benih diharapkan dapat mempertahankan kadar air benih agar tetap rendah selama penyimpanan. Oleh karena itu, jenis dan keragaan fisik bahan desikan yang digunakan dapat mempengaruhi efektivitasnya untuk mempertahankan daya simpan benih. Penggunaan desikan secara tercampur dengan benih telah dilaporkan kurang baik dibandingkan dengan penggunaannya secara terpisah untuk benih padi (Mugnisjah et al.,1994). Semakin lama benih disimpan semakin bertambah tua sel-sel dalam benih. Proses penuaan pada kedelai kuning yang disimpan pada suhu tinggi nampak dipercepat dibanding kedelai hitam, sehingga kebocoran membran sel-sel benih semakin tinggi dan permeabilitas sel juga menurun. Hal ini nampak pada penurunan daya tumbuh dan vigor benihnya menjadi 41 % setelah disimpan selama 6 bulan dan berbeda nyata dengan kedelai hitam yang masih tinggi yaitu > 90 %. Kerusakan membran sel akibat deteriorasi akan mempengaruhi keadaan embrio dan kotiledon yang sebagian besar terdiri atas karbohidrat, protein dan lemak yang berguna untuk pertumbuhan awal benih (Purwanti, 2004). Untuk mempertahankan viabilitas benih kedelai dalam suhu kamar selama 8-10 bulan bahkan mungkin lebih, dapat dilakukan dengan menerapkan tiga langkah praktis, yaitu: (1) hasilkan benih dengan vigor awal yang tinggi melalui penanaman pada musim dan lokasi yang tepat, (2) segera keringkan benih sampai kadar air yang aman untuk penyimpanan, yaitu < 11 %, dan (3) pertahankan agar selama penyimpanan kadar air benih selalu berada dalam batas aman (selalu di bawah 11 %) (Nugraha dan Wahyuni, 1998).
10
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai April sampai November 2010 di Laboratorium
Ilmu
dan
Teknologi
Benih,
Departemen
Agronomi
dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Rancangan Percobaan Penelitian terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama adalah penyimpanan pada ruang AC, sedangkan percobaan kedua adalah penyimpanan pada ruang kamar. Masing-masing percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah tingkat kemasakan benih dengan tiga taraf yaitu benih kacang bogor yang dipanen pada umur 119 hari setelah tanam (HST) (M1), benih yang dipanen pada umur 122 HST (M2), dan benih yang dipanen pada umur 125 HST (M3). Faktor kedua adalah periode simpan yang terdiri atas tujuh taraf yaitu 0 bulan (P0), 1 bulan (P1), 2 bulan (P2), 3 bulan (P3), 4 bulan (P4), 5 bulan (P5), dan 6 bulan (P6). Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 63 satuan percobaan baik pada percobaan pertama maupun kedua. Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Keterangan : = pengamatan pada tingkat kemasakan benih taraf ke-i, periode simpan taraf ke-j dan ulangan ke-k = nilai rataan umum = pengaruh tingkat kemasakan benih = pengaruh periode simpan = komponen interaksi dari tingkat kemasakan benih dan periode simpan = pengaruh acak yang menyebar normal. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F. Jika terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata, dianalisis lanjut menggunakan uji DMRT pada taraf 5 %.
11
Sumber Benih Benih kacang bogor diperoleh dari petani di Kampung Cieurih, Desa Ancaen, Jampang Kulon, Kabupaten Sukabumi. Benih dipanen dalam tiga tahap (6, 9, 12 April 2010) dengan tiga tingkat kemasakan yang berbeda, yaitu kacang bogor yang berumur ± 119 HST sebagai tingkat kemasakan I, kacang bogor yang berumur ± 122 HST sebagai tingkat kemasakan II, dan kacang bogor yang berumur ± 125 HST sebagai tingkat kemasakan III. Kacang bogor dipanen saat 90 % daun menguning. Kacang bogor yang digunakan sebagai benih memiliki warna polong cokelat tua, sedangkan kulit benihnya sebagian besar berwarna hitam dan krem. Pengeringan Setelah dipanen, benih (dalam polong) dikeringkan secara alami yaitu dihamparkan di atas alas jemur di bawah sinar matahari. Lamanya pengeringan 10 hari selama ± 5 – 6 jam setiap harinya hingga kadar air benih mencapai kisaran 11.2 % - 12.2 %. Setelah dikeringkan, benih diekstraksi secara manual. Penyimpanan Benih dimasukkan dalam wadah kaleng berukuran volume 5945.1 ml yang di dalamnya terdapat desikan yaitu kapur tohor. Desikan diletakkan dalam gelas plastik berukuran volume 310 ml yang ditutup dengan kain kasa. Penggunaan desikan ini bertujuan untuk menyerap uap air di udara sehingga kadar air benih tetap aman selama dalam penyimpanan. Setiap kaleng berisi benih 82.5 g dan kapur tohor 49.5 g. Penyimpanan dilakukan di ruang AC antara suhu 230C – 260C dengan RH 51 % - 62 % dan ruang kamar antara 270C – 300C dengan RH antara 65 % - 81 %. Penyimpanan benih dilakukan selama 6 bulan dan pengamatan dilakukan setiap bulan (0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 bulan) terhadap kadar air benih, viabilitas dan vigor benih. Pengujian Kadar Air Benih Pengujian kadar air benih dilakukan setiap periode simpan selesai. Pengujian kadar air menggunakan metode langsung. Tiap ulangan dari masing-
12
masing perlakuan diambil 5 g benih kacang bogor lalu dioven pada suhu ± 1050C selama ± 17 jam (ISTA, 2009). Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Pengujian viabilitas dan vigor benih dilakukan dengan mengecambahkan 25 butir benih kacang bogor untuk tiap ulangan dari masing-masing perlakuan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode UKDdp. Pengamatan 1. Daya Berkecambah (%) Pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal pada pengamatan hitungan pertama (hari ke-7) dan kedua (hari ke-14) (Wongvarodom and Naulkong, 2006). Rumus : Σ KN I + Σ KN II DB (%) =
x 100% Σ benih yang ditanam
Keterangan: KN I = Jumlah kecambah normal pada hitungan I KN II = Jumlah kecambah normal pada hitungan II 2. Kecepatan Tumbuh (%/etmal) Pengamatan dilakukan setiap hari, dihitung berdasarkan persentase pertambahan kecambah normal setiap hari atau etmal pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum. Adapun rumusnya sebagai berikut : tn KCT = 0 Keterangan : t
= waktu pengamatan
tn = waktu akhir pengamatan N = pertambahan % kecambah normal setiap waktu pengamatan
13
3. Bobot Kering Kecambah Normal (mg) Semua kecambah normal pada hitungan terakhir (14 HST) yang sudah dibuang kotiledonnya, dikering-oven pada suhu 60oC selama 3 hari, kemudian ditimbang. Adapun rumusnya sebagai berikut : BKKN = M1-M0 Keterangan : M1 = Bobot kecambah normal + amplop yang sudah dikering-oven M0 = Bobot amplop 4. Laju Pertumbuhan Kecambah Pengamatan laju pertumbuhan kecambah dihitung dengan membagi bobot kering kecambah normal dengan jumlah kecambah normal yang dikeringkan. BKKN (mg) LPK = Σ Kecambah normal 5. Kadar Air Benih Pengujian dilakukan dengan mengeringkan 5 g benih kacang bogor pada oven suhu ± 1050C selama ± 17 jam. Adapun rumusnya sebagai berikut : (M2-M3) KA =
x 100% (M2-M1)
Keterangan : KA = Kadar air benih M1 = Berat cawan M2 = Berat cawan + benih sebelum dioven M3 = Berat cawan + benih setelah dioven
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kacang Bogor pada Ruang Simpan AC Berdasarkan rekapitulasi hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) dapat diketahui bahwa kadar air dipengaruhi oleh faktor tunggal periode simpan dan interaksi antara tingkat kemasakan dan periode simpan. Daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal dipengaruhi oleh tingkat kemasakan dan periode simpan. Kecepatan tumbuh dipengaruhi oleh tingkat kemasakan, periode simpan dan interaksi antara tingkat kemasakan dan periode simpan, sedangkan laju pertumbuhan kecambah hanya dipengaruhi oleh faktor tunggal tingkat kemasakan dan periode simpan. Tabel 1. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air (KA), Daya Berkecambah (DB), Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN), Kecepatan Tumbuh (KCT), dan Laju Pertumbuhan Kecambah (LPK) Tolok Ukur KA DB BKKN KCT LPK
Uji F M tn ** ** ** **
P ** ** ** ** **
M*P ** tn tn * tn
KK (%) 6.59 12.17 14.15^ 13.14 12.40^
Keterangan: tn=tidak nyata, *=nyata pada taraf 5 %, **=nyata pada taraf 1 %, KK = koefisien keragaman, ^ = hasil transformasi dengan rumus √(y + 0.5) (Mattjik dan Sumertajaya, 2006)
Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Kadar Air dan Vigor Benih Benih pada ketiga tingkat kemasakan menunjukkan penurunan vigor selama penyimpanan. Benih yang dipanen pada umur 119 HST mengalami penurunan vigor setelah melewati periode simpan 1 bulan, sedangkan benih dengan tingkat kemasakan 122 HST menunjukkan penurunan vigor setelah disimpan lebih dari 3 bulan. Hal ini ditunjukkan oleh tolok ukur kecepatan tumbuh yang semakin menurun pada saat periode simpan 4, 5, dan 6 bulan (Tabel
15
2). Benih dengan tingkat kemasakan 125 HST mengalami penurunan vigor setelah disimpan lebih dari 4 bulan. Kadar air mengalami penurunan setelah penyimpanan 1 atau 2 bulan kemudian kembali meningkat setelah benih mengalami periode simpan lebih dari 3 bulan. Kadar air yang rendah pada periode simpan kurang dari 3 bulan dapat disebabkan oleh desikan yang masih berfungsi dengan baik, sedangkan setelah melewati periode simpan 3 bulan diduga fungsi desikan berkurang. Selain itu, kelembaban udara ruang simpan juga menyebabkan nilai kadar air yang meningkat dan berfluktuasi. Selama penyimpanan benih, pada awalnya kelembaban udara masih rendah pada periode simpan 1, 2, dan 3 bulan, masing-masing 57 %, 51 %, dan 50 %. Selanjutnya periode simpan 4, 5 dan 6 bulan, kelembaban udara meningkat, masing-masing 54 %, 60 % dan 60 %. Soejadi et al. (2001) menyatakan bahwa peningkatan kadar air benih beberapa genotipe padi terjadi karena kadar air benih menuju keseimbangan dengan kelembaban relatif udara di sekitarnya. Tabel 2. Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Kadar Air dan Kecepatan Tumbuh Tingkat Kemasakan 119 HST 122 HST 125 HST
Periode Simpan (bulan) 0 1 2 3 4 5 6 -------------------------------- Kadar air (%) ----------------------------12.20Aa 9.04Bb 5.09Db 7.42Ca 8.64Bab 8.78Ba 8.80Bb 11.43Ab 11.51Aa 7.46CDa 7.78Ca 7.96Cb 6.86Db 9.48Ba 11.57Aab 8.40Bb 8.29Ba 6.44Cb 9.34Ba 8.18Ba 9.23Ba ------------------------- Kecepatan tumbuh (%/etmal) ------------------
119 HST 122 HST 125 HST
11.4Aa 8.9Ab 10.9Aa
7.1Ba 6.4BCa 6.1BCa
7.5Ba 5.9Ca 7.3Ba
6.3Ba 7.5Ba 7.8Ba
6.5Ba 6.1Ca 7.6Ba
6.5Ba 4.0Db 6.0BCa
3.3Ca 3.5Da 4.7Ca
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada baris yang sama atau huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.
Benih yang dipanen pada umur 119 HST mengalami penurunan kecepatan tumbuh setelah periode simpan 1 bulan. Penurunan vigor ini tidak berbeda nyata mulai periode simpan 1 bulan hingga periode simpan 5 bulan. Hal yang sama juga terjadi pada benih dengan tingkat kemasakan 125 HST. Benih dengan tingkat
16
kemasakan 122 HST mengalami penurunan vigor setelah 1 bulan dan tidak berbeda nyata hingga periode simpan 3 bulan. Pada periode simpan 6 bulan, benih dengan tingkat kemasakan 119 HST dan 125 HST menunjukkan nilai kecepatan tumbuh yang sangat rendah dan berbeda nyata dengan periode simpan lain, sedangkan benih yang dipanen pada umur 122 HST memiliki nilai kecepatan tumbuh yang rendah setelah melewati periode simpan 4 bulan. Waemata dan Ilyas (1989) menyatakan bahwa benih buncis yang dipanen saat masak fisiologis (30 HSB) belum mengalami penurunan vigor kekuatan tumbuh dan viabilitas potensialnya setelah disimpan 12 minggu, sedangkan benih yang dipanen sebelum dan sesudah masak fisiologis (27 dan 33 HSB) sudah menurun vigor kekuatan tumbuhnya walaupun baru disimpan 4 minggu. Benih yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi dapat dikatakan sebagai benih bervigor tinggi. Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa benih vigor menunjukkan nilai kecepatan tumbuh yang tinggi, karena benih itu berarti berkecambah cepat pada waktu yang relatif lebih singkat. Benih yang kurang vigor akan berkecambah normal untuk jangka waktu yang lebih lama. Benih dengan tingkat kemasakan 125 HST yang telah disimpan selama 3 bulan memiliki persentase kadar air yang rendah dan berbeda nyata dibandingkan kadar air pada umur simpan lain. Perlakuan ini ternyata juga memiliki nilai kecepatan tumbuh yang tinggi. Tinggi atau rendahnya kadar air dapat disebabkan oleh kondisi ruang simpan. Menurut Purwanti (2004) laju kenaikan kadar air benih kedelai pada suhu rendah berlangsung lebih lambat daripada suhu tinggi. Oleh karena itu pada suhu rendah, aktivitas enzim terutama enzim respirasi dapat ditekan, sehingga perombakan cadangan makanan dan proses deteriorasi dapat ditekan. Matinya sel-sel meristematis, habisnya cadangan makanan dan degradasi enzim dapat diperlambat sehingga viabilitas dan vigor masih tinggi. Benih dengan tingkat kemasakan 119 HST dan 125 HST memiliki nilai kecepatan tumbuh yang tidak berbeda nyata (Tabel 2). Meskipun demikian, benih dengan tingkat kemasakan 125 HST memiliki rata-rata kecepatan tumbuh yang lebih tinggi (7.2 %/etmal) dibandingkan benih dengan tingkat kemasakan 119 HST (6.9 %/etmal). Berdasarkan tingginya nilai kecepatan tumbuh pada benih
17
dengan tingkat kemasakan 125 HST dapat diduga bahwa benih kacang bogor mencapai masak fisiologis saat 125 HST. Suryawati (1984) mengemukakan bahwa benih kacang panjang dapat dipanen pada tingkat masak fisiologis yang diduga dicapai pada stadia 10 dan 11. Pada stadia tersebut kualitas benih maksimum, dicerminkan dari maksimumnya vigor benih, daya berkecambah, dan bobot kering benih. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Tingkat
kemasakan
memberikan
pengaruh
nyata
terhadap
daya
berkecambah. Benih yang dipanen pada umur 119 HST mampu disimpan hingga 2 bulan. Hal ini dapat dilihat dari nilai daya berkecambah yang masih tinggi, yaitu 80 %. Benih dengan tingkat kemasakan 122 HST mampu disimpan hingga 3 bulan (daya berkecambah 82.5 %), sedangkan benih yang dipanen pada umur 125 HST mampu disimpan lebih lama lagi hingga 4 bulan (daya berkecambah 85.3 %). Benih tanaman pangan masih dikatakan layak untuk dijadikan benih ketika memiliki daya berkecambah ≥ 80 %. Tabel 3. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah Tingkat Kemasakan 119 HST 122 HST 125 HST --------------- % ------------0 94.7 85.3 94.7 1 66.7 70.7 70.7 2 80.0 69.3 80.0 3 69.3 82.7 84.0 4 72.0 69.3 85.3 5 72.0 49.3 64.0 6 40.0 42.7 54.7 b b Rata-rata tingkat kemasakan 70.7 67.0 76.2a Periode Simpan (bulan)
Rata-rata periode simpan 91.6a 69.4cd 76.4bc 78.7b 75.5bc 61.8d 45.8e
Keterangan: angka rata-rata periode simpan atau rata-rata tingkat kemasakan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.
Dengan nilai daya berkecambah tertinggi memperkuat dugaan bahwa tingkat kemasakan 125 HST telah memasuki fase masak fisiologis. Hasil penelitian Waemata dan Ilyas (1989) menunjukkan bahwa benih buncis varietas
18
lokal Bandung yang dipanen tepat pada saat masak fisiologis yaitu 30 hari setelah berbunga (HSB) menunjukkan rata-rata daya berkecambah dan kecepatan tumbuh tertinggi dibandingkan rata-rata daya berkecambah dan kecepatan tumbuh benih yang dipanen sebelum masak fisiologis (27 HSB) dan benih yang dipanen sesudah masak fisiologis (33 HSB). Periode simpan juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya berkecambah.
Daya
berkecambah
menurun
nyata
setelah
mengalami
penyimpanan 1 - 6 bulan. Benih yang telah disimpan selama 3 bulan menunjukkan daya berkecambah yang paling tinggi dibandingkan periode simpan lain walaupun tidak berbeda nyata dengan umur simpan 2 bulan dan 4 bulan. Namun, setelah melewati masa simpan 4 bulan daya berkecambah benih menurun. Menurut Sundari (2005) tingkat kemasakan dan kondisi simpan mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan. Benih buncis varietas lokal Bogor memiliki viabilitas maksimum jika dipanen pada 34 HSB karena pada saat itu benih mencapai masak fisiologis. Benih buncis mengalami peningkatan viabilitas hingga periode simpan 4 bulan dan masih dapat dipertahankan hingga 6 bulan meski sudah menurun. Tabel 4. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Bobot Kering Kecambah Normal Tingkat Kemasakan Rata-rata 119 HST 122 HST 125 HST periode simpan ------------------- (g) ---------------0 1.98 1.67 2.04 1.90a 1 1.19 1.01 1.22 1.14c 2 2.11 1.33 1.67 1.70ab 3 1.77 1.28 1.39 1.48bc 4 1.65 1.05 1.40 1.37bc 5 1.94 0.68 0.97 1.20c 6 0.41 0.36 0.45 0.40d Rata-rata tingkat kemasakan 1.58a 1.05c 1.31a Periode Simpan (bulan)
Keterangan: angka rata-rata periode simpan atau rata-rata tingkat kemasakan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.
Tabel 4 menunjukkan bahwa bobot kering kecambah normal dipengaruhi oleh tingkat kemasakan dan periode simpan. Benih dengan tingkat kemasakan 119 HST memiliki nilai bobot kering kecambah normal tertinggi tetapi tidak berbeda
19
nyata dengan tingkat kemasakan 125 HST. Benih yang disimpan selama 2 bulan memiliki nilai rata-rata bobot kering kecambah normal yang tidak berbeda nyata dengan periode simpan 3 dan 4 bulan. Nilai rata-rata bobot kering kecambah normal mulai menurun pada periode simpan 5 hingga 6 bulan. Nilai bobot kering kecambah normal yang menurun disebabkan karena benih mengalami kemunduran. Hasil penelitian Nastiti (1996) menunjukkan bahwa masak fisiologis benih jambu mete ditandai dengan bobot kering, daya berkecambah, vigor benih, dan vigor bibit maksimum. Benih jambu mete yang dipanen pada saat masak fisiologis disimpan selama periode konservasi dapat menghasilkan vigor benih yang tinggi (indeks vigor 8.45 % (0 bulan), 6.67 % (1 bulan), 2.87 % (2 bulan), dan 2.02 % (3 bulan)). Lamanya periode konservasi mempengaruhi viabilitas benih, semakin lama periode konservasi (3 bulan) benih semakin mundur. Tabel 5. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah Tingkat Kemasakan 119 HST 122 HST 125 HST ----------- (mg) --------0 83.68 78.2 86.09 1 71.16 57.19 68.28 2 105.00 77.25 85.64 3 99.68 61.72 65.35 4 89.01 60.40 66.72 5 108.00 55.05 60.74 6 38.61 32.60 35.43 a b Rata-rata tingkat kemasakan 85.02 60.34 66.89b Periode Simpan (bulan)
Rata-rata periode simpan 82.66ab 65.55b 89.29a 75.58ab 72.04ab 74.60ab 35.55c
Keterangan: angka rata-rata periode simpan atau rata-rata tingkat kemasakan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.
Periode simpan dan tingkat kemasakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan kecambah (Tabel 5). Nilai laju pertumbuhan kecambah tertinggi ditunjukkan oleh tingkat kemasakan 119 HST dan berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 122 HST dan 125 HST. Penyimpanan selama 2 bulan hingga 5 bulan mampu mempertahankan viabilitas dan vigor benih agar tetap baik. Benih menunjukkan penurunan laju pertumbuhan kecambah setelah disimpan 6 bulan,
20
sedangkan pada peubah bobot kering kecambah normal penurunan bobot terjadi setelah penyimpanan 5 bulan (Tabel 4). Dilihat secara keseluruhan, nilai semua peubah pengamatan mengalami fluktuasi. Saat penyimpanan 1 bulan, viabilitas dan vigor benih mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh persentase kecambah abnormal pada tingkat kemasakan 119 HST, 122 HST, dan 125 HST sangat tinggi pada periode simpan 1 bulan masing-masing 7.33 %, 6 %, dan 6 % (Tabel lampiran 11). Persentase benih keras juga sudah cukup tinggi saat periode simpan 1 bulan (4 %). Semakin lama periode simpan maka persentase benih keras semakin rendah (Tabel 6). Ilyas (2010) menyatakan bahwa benih keras (hard seeds) adalah benih yang impermeabel terhadap air. Benih keras banyak dijumpai pada benih Leguminosae berukuran kecil. Benih keras gagal mengimbibisi air selama 2 atau 3 minggu, periode yang cukup untuk uji daya berkecambah. Pada benih keras tertentu sulit dibedakan apakah penghambatan penyerapan air atau penghambatan mekanis untuk berkembangnya embrio sebagai penyebab dormansi. Pada periode simpan 0 dan 1 bulan benih sudah mulai diserang cendawan dan persentase cendawan semakin tinggi setelah periode simpan 4 bulan (Tabel 6). Menurut Darma (2003) penurunan daya berkecambah benih selama penyimpanan disebabkan oleh aktivitas fisiologis benih dan cendawan patogen yang merusak benih. Semakin lama waktu penyimpanan maka semakin tinggi pula perkembangan cendawan. Tabel 6. Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan (C) dan Keras (K) pada Ruang AC Periode Simpan (bulan) 0 1 2 3 4 5 6
119 HST C K 0 1.33 0 4 2.67 1.33 10.67 2.67 8 1.33 9.33 0 9.33 0
122 HST C K 2.67 1.33 2.67 2.67 10.67 2.67 9.33 1.33 9.33 1.33 20 0 16 1
125 HST C 0 1.33 5.33 2.67 6.67 12 8.67
K 1.33 4 2.67 1.33 0 1.33 0
21
Setelah benih disimpan selama 2 bulan, persentase adanya cendawan semakin tinggi, terutama pada tingkat kemasakan 122 HST. Hal ini sejalan dengan nilai semua peubah viabilitas dan vigor benih yang tergolong rendah. Tingkat kemasakan 125 HST memiliki persentase serangan cendawan yang lebih rendah dibanding tingkat kemasakan yang lain. Pada penyimpanan suhu AC benih tidak terserang hama, hanya diserang oleh cendawan saja. Cendawan menyerang benih terutama saat proses perkecambahan. Bila dilihat dari rata-rata persentase serangan cendawan (Tabel 6), serangan cendawan pada tingkat kemasakan 119 HST mencapai 5.71 %, sedangkan pada tingkat kemasakan 122 HST dan 125 HST masing-masing mencapai 10.09 % dan 5.23 %. Serangan cendawan ini dapat disebabkan oleh kondisi ruang perkecambahan yang mendukung pertumbuhan cendawan, seperti suhu dan kelembaban ruang simpan. Suhu dan kelembaban ruang simpan relatif tidak konstan sehingga benih harus selalu menyesuaikan kadar airnya dengan kelembaban sekitar. Sundari (2005) mengemukakan bahwa kondisi suhu dan kelembaban ruang simpan yang berubah-ubah menyebabkan benih selalu melakukan keseimbangan dengan kelembaban lingkungan. Jika benih disimpan di ruang ini dalam waktu lama maka akan meningkatkan kadar air. Benih yang memiliki kadar air tinggi akan lebih mudah terserang cendawan sehingga vigornya cepat menurun. Percobaan II. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kacang Bogor pada Ruang Simpan Kamar Hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 7) menunjukkan kadar air hanya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan dan periode simpan saja. Daya berkecambah dipengaruhi oleh tingkat kemasakan, periode simpan dan interaksi antara tingkat kemasakan dan periode simpan. Seperti halnya kadar air, bobot kering kecambah normal hanya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan dan periode simpan. Kecepatan tumbuh dipengaruhi oleh tingkat kemasakan, periode simpan, dan interaksi antara keduanya, sedangkan laju pertumbuhan kecambah hanya dipengaruhi oleh periode simpan saja.
22
Tabel 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air (KA), Daya Berkecambah (DB), Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN), Kecepatan Tumbuh (KCT), dan Laju Pertumbuhan Kecambah (LPK) Tolok Ukur KA DB BKKN KCT LPK
Uji F M ** ** ** ** tn
P * ** ** ** *
M*P tn ** tn ** tn
KK (%) 14.23 13.79 17.16^ 15.79 29.80^
Keterangan: tn=tidak nyata, *=nyata pada taraf 5 %, **=nyata pada taraf 1 %, KK = koefisien keragaman, ^ = hasil transformasi dengan rumus √(y + 0.5) (Mattjik dan Sumertajaya, 2006)
Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Pengaruh nyata interaksi tingkat kemasakan dengan periode simpan ditunjukkan oleh daya berkecambah dan kecepatan tumbuh. Pada periode simpan 3 dan 5 bulan benih dengan tingkat kemasakan 119 HST dan 125 HST terserang hama hingga mencapai 90 %. Hasil pengamatan lebih lanjut diketahui bahwa hama yang menyerang benih adalah Callosobruchus sp. Menurut Gwekwerere (1995) benih kacang bogor cenderung diserang oleh Callosobruchus sp. Hama ini dapat menyebabkan penurunan kualitas, kuantitas dan viabilitas benih. Infestasi Callosobruchus sp. mulai terjadi di lapangan dan banyak kasus terjadi hingga di gudang
penyimpanan.
Kerusakan
embrio
terjadi
akibat
dimakan
oleh
Callosobruchus sp. yang mengganggu perkecambahan. Kualitas benih yang buruk juga berpengaruh terhadap pengurangan jumlah karbohidrat dan protein pada benih. Antar ketiga tingkat kemasakan benih memiliki nilai daya berkecambah dan kecepatan tumbuh yang tidak berbeda nyata hingga penyimpanan 2 bulan (Tabel 8). Jika dilihat secara keseluruhan, terjadi penurunan nilai pada semua peubah setelah mengalami periode simpan 4 dan 6 bulan. Viabilitas dan vigor benih menurun setelah melewati periode simpan 4 bulan dimana nilai daya berkecambah dan kecepatan tumbuh pada periode simpan 6 bulan lebih rendah dan berbeda nyata dengan periode simpan 2 dan 4 bulan.
23
Benih yang dipanen pada umur 119 HST mampu disimpan hingga 2 bulan. Hal ini dapat dilihat dari nilai daya berkecambah yang masih tinggi (80 %). Benih dengan tingkat kemasakan 122 HST memiliki nilai daya berkecambah < 80 % pada setiap periode simpan, kecuali periode simpan 0 bulan, sedangkan benih dengan tingkat kemasakan 125 HST masih mampu disimpan hingga 4 bulan (daya berkecambah 84 %). Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa benih tanaman
pangan
masih
dikatakan
layak
sebagai
benih
ketika
daya
berkecambahnya ≥ 80 %. Setelah benih disimpan selama 4 bulan, benih dengan tingkat kemasakan 125 HST memiliki nilai daya berkecambah dan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi (84 %; 8.1 %/etmal) dan berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 122 HST (70.7 %; 6.1 %/etmal) dan 119 HST (9.3 %; 1.1 %/etmal). Benih dengan tingkat kemasakan 119 HST yang disimpan selama 4 bulan memiliki nilai daya berkecambah dan kecepatan tumbuh yang rendah karena serangan cendawan yang tinggi (65.33 %) saat perkecambahan. Setelah 6 bulan, benih dengan tingkat kemasakan 125 HST masih memiliki daya berkecambah 56 %, sedangkan daya berkecambah benih dengan tingkat kemasakan 119 HST dan 122 HST sudah sangat rendah masing-masing 37.3 % dan 30.7 %. Hal yang sama juga terjadi pada nilai kecepatan tumbuh. Tingkat kemasakan 125 HST memiliki nilai kecepatan tumbuh yang lebih tinggi (5.1 %/etmal) dibandingkan tingkat kemasakan 119 HST (3 %/etmal) dan 122 HST (2.6 %/etmal). Hal ini menandakan bahwa benih dengan tingkat kemasakan 125 HST mampu untuk disimpan lebih lama karena memiliki nilai daya berkecambah dan kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dibandingkan tingkat kemasakan lainnya. Menurut Waemata dan Ilyas (1989) benih buncis yang dipanen pada 30 HSB (masak fisiologis) mampu untuk disimpan lebih lama hingga 12 pekan penyimpanan, vigor benihnya belum menurun secara nyata dibandingkan dengan benih yang dipanen 27 HSB (pra masak) dan 33 HSB (lewat masak) yang telah mengalami penurunan vigor yang nyata setelah disimpan selama 4 pekan. Selanjutnya Maemunah dan Nuraeni (2006) menunjukkan bahwa benih nangka yang berada pada tingkat masak fisiologis mampu untuk disimpan lebih lama.
24
Tabel 8. Pengaruh Interaksi antara Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Daya Berkecambah dan Kecepatan Tumbuh Tingkat Kemasakan
0
1
Periode Simpan (bulan) 2 3 4
5
6
--------------------------- Daya berkecambah (%) -----------------------119 HST 122 HST 125 HST
94.7Aa 86.7Aa 94.7Aa
49.3Ca 53.3Ca 66.7BCa
80Ba 76ABa 84ABa
-------
9.3Dc 70.7Bb 84ABa
-------
37.3Cb 30.7Db 56Ca
----------------------- Kecepatan tumbuh (%/etmal) -------------------119 HST 122 HST 125 HST
10.5Aa 9.4Aa 10.4Aa
5.3Ca 4.5Ca 6.4BCa
8.1Ba 6.9Ba 8.5ABa
-------
1.1Ec 6.1Bb 8.1Ba
-------
3Db 2.6Db 5.1Ca
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf kapital yang sama pada baris yang sama atau huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %. Data saat periode simpan 3 dan 5 bulan tidak ada karena benih terserang hama Callosobruchus sp.
Benih dengan tingkat kemasakan 125 HST memiliki nilai rata-rata yang tinggi dibandingkan tingkat kemasakan lainnya pada peubah daya berkecambah dan kecepatan tumbuh pada setiap periode simpan. Seperti pada pembahasan sebelumnya, benih dengan tingkat kemasakan 125 HST diduga telah mencapai masak fisiologis. Menurut Sadjad (1980) terdapat adanya hubungan antara tingkat kemasakan dengan vigor benih. Kemasakan benih dapat ditentukan berdasar vigornya yang maksimum. Pada saat itu benih telah mencapai masak fisiologis dan tepat untuk dipanen. Kartika dan Ilyas (1994) mengemukakan bahwa sebelum masak fisiologis, pembentukan struktur embrio belum sempurna serta akumulasi cadangan makanan dalam benih belum maksimum, sehingga vigor yang dihasilkan rendah. Benih yang dipanen setelah lewat masak fisiologis telah mengalami deteriorasi selama dibiarkan di lapang. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Tabel 9 menunjukkan laju pertumbuhan kecambah hanya dipengaruhi oleh perlakuan periode simpan. Benih yang disimpan setelah 4 bulan menunjukkan
25
nilai laju pertumbuhan kecambah yang tinggi, tetapi bila diamati langsung benih pada periode simpan ini (khusus benih tingkat kemasakan 119 HST) mengalami serangan hama dan cendawan yang tinggi saat perkecambahan sehingga daya berkecambahnya juga rendah (9.33 %). Oleh karena benih yang tumbuh menjadi kecambah normal sedikit, maka kompetisi antar kecambah juga rendah sehingga kecambah dapat tumbuh baik dan bobot kering kecambah juga menjadi tinggi. Tabel 9. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah Tingkat Kemasakan 119 HST 122 HST 125 HST ----------- (mg) ---------0 74.74 79.6 91.04 1 71.46 55.36 90.44 2 79.16 85.02 100.45 4 293.33 70.41 85.62 6 42.04 30 36.01 112.15 64.08 80.71 Rata-rata tingkat kemasakan Periode Simpan (bulan)
Rata-rata periode simpan 81.79a 72.42ab 88.21a 149.79a 36.01b
Keterangan: angka rata-rata periode simpan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.
Tingginya nilai laju pertumbuhan kecambah pada tingkat kemasakan 119 HST saat periode simpan 4 bulan diduga karena kecambah normal pada perlakuan tersebut berukuran lebih besar dibandingkan yang lain dan jumlah kecambah normal yang lebih sedikit (laju pertumbuhan kecambah tergantung dari bobot kering kecambah normal/jumlah kecambah normal itu sendiri). Jumlah kecambah normal yang sedikit menyebabkan benih tumbuh tanpa persaingan sehingga kecambah normal dapat berukuran lebih besar. Periode simpan lain yang menunjukkan hasil laju pertumbuhan kecambah tertinggi adalah periode simpan 2 bulan walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan periode simpan 0, 1, dan 4 bulan. Benih kacang bogor mencapai viabilitas dan vigor yang maksimum setelah disimpan selama 2 bulan. Setelah penyimpanan lebih dari 2 bulan terjadi penurunan daya berkecambah, kecepatan tumbuh (Tabel 8), dan laju pertumbuhan kecambah (Tabel 9) seiring bertambahnya lama penyimpanan. Hasil penelitian pada benih nangka menunjukkan semakin lama benih disimpan maka waktu yang
26
dibutuhkan untuk berkecambah semakin lama. Daya berkecambah, pemunculan kecambah dan kandungan cadangan makanan pada benih nangka cenderung menurun sejalan dengan bertambahnya waktu penyimpanan (Maemunah dan Nuraeni, 2006). Perlakuan tingkat kemasakan dan periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap peubah bobot kering kecambah normal. Periode simpan 2 bulan menunjukkan bobot kering kecambah normal tertinggi dan berbeda nyata dengan periode simpan lain kecuali kontrol (Tabel 10). Setelah 6 bulan simpan, viabilitas benih sudah sangat menurun dan berbeda nyata dengan periode simpan 4 bulan. Rendahnya nilai bobot kering kecambah normal pada periode simpan 6 bulan disebabkan benih mengalami kemunduran. Tabel 10. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Bobot Kering Kecambah Normal Tingkat Kemasakan Rata-rata 119 HST 122 HST 125 HST periode simpan ------------------ (g) -----------------0 1.77 1.73 2.15 1.88a 1 0.85 0.75 1.59 1.06b 2 1.58 1.62 2.16 1.79a 4 0.47 1.24 1.79 1.17b 6 0.39 0.24 0.52 0.38c Rata-rata tingkat kemasakan 1.01b 1.12b 1.64a Periode Simpan (bulan)
Keterangan: angka rata-rata periode simpan atau rata-rata tingkat kemasakan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.
Nilai bobot kering kecambah normal tertinggi ditunjukkan oleh tingkat kemasakan 125 HST dan berbeda nyata dengan tingkat masak 119 HST dan 122 HST (Tabel 10). Pada tingkat kemasakan 125 HST diduga benih kacang bogor mencapai masak fisiologis sehingga benih memiliki cadangan makanan yang maksimum. Menurut Sadjad (1980) terdapat tiga fase dalam proses perkembangan dan pemasakan benih yaitu fase pertumbuhan, fase menghimpun bahan makanan, dan fase pemasakan. Benih pada akhir fase penimbunan bahan makanan mencapai tingkat kemasakan fisiologis dan bahan kering mencapai maksimum, pada saat itu pula benih memiliki vigornya yang maksimum. Selanjutnya Ilyas (2009) menambahkan bahwa mutu benih mencapai maksimum pada saat masak fisiologis
27
yang dicirikan oleh bobot kering benih maksimum karena cadangan makanan benih sudah terbentuk sempurna dan vigor benih maksimum. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa benih yang telah mencapai masak fisiologis memiliki cadangan makanan sempurna sehingga dapat menunjang pertumbuhan kecambah. Tingkat kemasakan 119 HST memiliki bobot kering kecambah normal yang rendah dibandingkan tingkat kemasakan yang lain walaupun tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 122 HST. Hal ini diduga karena pada saat 119 HST benih belum mencapai masak fisiologis. Kartika dan Ilyas (1994) menyatakan bahwa sebelum masak fisiologis, vigor benih dan bibit kacang jogo masih rendah, sedangkan setelah masak fisiologis vigor sudah menurun. Benih kacang jogo yang dipanen pada saat masak fisiologis (36 HSB) dapat menghasilkan vigor benih maksimum. Tabel 11. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan terhadap Kadar Air Periode Simpan (bulan) 0 1 2 4 6 Rata-rata tingkat kemasakan
Tingkat Kemasakan 119 HST 122 HST 125 HST ------------------- (%) ---------------------12.2 11.43 11.57 7.35 8.47 11.77 11.34 9.27 13.05 11.47 8.86 13.03 10.63 9.76 11.77 10.60b
9.56b
Rata-rata periode simpan 11.73a 9.20b 11.22a 11.12a 10.72a
12.24a
Keterangan: angka rata-rata periode simpan atau rata-rata tingkat kemasakan yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.
Tabel 11 menunjukkan bahwa kadar air benih dipengaruhi oleh tingkat kemasakan dan periode simpan. Kadar air benih berfluktuasi pada setiap periode simpan. Hal ini mungkin disebabkan suhu dan kelembaban ruang simpan kamar yang fluktuatif pula, sehingga benih harus selalu melakukan keseimbangan dengan lingkungannya. Kelembaban udara ruang simpan pada periode simpan 1 – 3 bulan berturut-turut 67 %, 65 % dan 57 %. Selanjutnya kelembaban udara meningkat hingga akhir periode simpan menjadi 67 %, 71 % dan 75 % setelah 4, 5 dan 6 bulan.
28
Benih yang telah disimpan selama 1 bulan menunjukkan persentase kadar air yang paling rendah dibandingkan periode simpan lain. Kadar air pada benih yang disimpan selama 2 hingga 6 bulan semakin meningkat. Rendahnya kadar air pada periode simpan 1 bulan disebabkan oleh desikan yang masih berfungsi dengan baik yang diletakkan dalam kaleng penyimpanan benih, sedangkan meningkatnya kadar air benih pada umur simpan selanjutnya diduga karena desikan tidak mampu berfungsi dengan baik lagi. Penggunaan desikan diharapkan dapat mempertahankan kadar air benih agar tetap rendah selama penyimpanan. Benih yang disimpan 1 bulan menunjukkan nilai viabilitas dan vigor yang rendah dibandingkan dengan periode simpan lain, kecuali periode simpan 6 bulan dimana benih sudah mengalami kemunduran. Seperti yang sudah dibahas di awal (pada penyimpanan ruang simpan AC), hal ini dapat disebabkan oleh persentase kecambah abnormal pada tingkat kemasakan 119 HST, 122 HST, dan 125 HST sangat tinggi pada periode simpan 1 bulan masing-masing 6.67 %, 8.67 %, dan 6.33 % dibandingkan periode simpan lain (Tabel lampiran 11). Tabel 12. Persentase Jumlah Benih yang Bercendawan (C) dan Keras (K) pada Ruang Simpan Kamar Periode Simpan 0 1 2 4 6
119 HST C K 0 1.33 14.67 9.33 2.67 2.67 65.33 0 25.33 0
122 HST C K 1.33 4 6.67 5.33 9.33 2.67 9.33 2.67 18.67 0
125 HST C 0 2.67 4 5.33 9.33
K 0 5.33 1.33 0 0
Seperti pada penyimpanan suhu AC, nilai semua peubah pengamatan juga mengalami fluktuasi pada penyimpanan suhu kamar. Ketika periode simpan 0 bulan, benih masih memiliki viabilitas yang tinggi. Setelah melewati masa simpan 1 bulan, benih mengalami penurunan viabilitas. Hal ini dapat disebabkan serangan cendawan. Kontaminasi oleh cendawan teramati saat proses perkecambahan benih. Cendawan yang mengkontaminasi adalah Aspergillus flavus dan Aspergillus niger. Karakteristik cendawan A. flavus adalah berwarna hijaukuning, sedangkan A. niger berwarna hitam.
29
Menurut Domsch et al. (1980) A. flavus biasanya ditemukan terutama di daerah tropis dan subtropis. Cendawan ini terdapat pada kacang tanah dan berasal dari benih setelah panen atau setelah penyimpanan. Cendawan ini ditemukan melalui penelitian terhadap kacang tanah pada berbagai jenis tanah.
a.
b.
Gambar 1. Benih Kacang Bogor yang Terserang Cendawan a. A. niger b. A. flavus Adanya gangguan hama dalam penyimpanan benih pada suhu kamar diduga karena suhu dan kelembaban penyimpanan yang cukup tinggi (270C – 300C, 58 % - 77 % RH) serta kadar air yang masih tinggi pula. Kadar air benih selama penyimpanan mengalami perubahan, berfluktuasi untuk menyeimbangkan dengan lingkungannya pada kisaran 9.2 % - 12.2 %. Menurut Kartika dan Ilyas (1994) pada kadar air tinggi, enzim-enzim dalam benih masih bekerja aktif yang menyebabkan tingginya laju respirasi, sehingga benih lebih cepat kehilangan energi. Kondisi demikian turut merangsang berkembangnya mikroorganisme yang mempercepat kemunduran benih. Pada tingkat kemasakan 119 HST, serangan cendawan terjadi hingga 14.67 % setelah disimpan 1 bulan, bahkan mencapai 65.33 % saat penyimpanan 4 bulan. Benih dengan tingkat kemasakan 125 HST memiliki tingkat serangan cendawan yang rendah dibandingkan tingkat kemasakan 119 HST dan 122 HST (Tabel 12). Adapun hama yang menyerang benih kacang bogor saat penyimpanan antara lain Callosobruchus sp. Aslam et al. (2006) menyatakan bahwa Callosobruchus sinensis yang dikenal sebagai "Dhora" adalah salah satu hama serangga yang paling merusak tanaman kacang-kacangan dalam penyimpanan.
30
b.
a.
Gambar 2. a. Benih Terserang Hama b. Callosobruchus sp. Callosobruchus sp. termasuk serangga dalam famili Bruchidae dan ordo Coleoptera dengan panjang serangga dewasa sekitar 2.5 mm – 3.5 mm, berwarna cokelat
kemerah-merahan
dengan
bercak
hitam
dan
putih
berbulu.
Callosobruchus sp. tersebar dimana-mana dari lapangan sampai ke tempat penyimpanan. Serangga ini meletakkan telurnya di luar polong, tetapi bila di dalam ruang simpan telur langsung diletakkan dalam biji dan ditutup dengan cairan. Jumlah telur mencapai 150 butir. Callosobruchus sp. dapat hidup selama 4-5 minggu dan berkembang biak dengan baik pada suhu 290C – 300C (Pracaya, 2008).
31
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Tingkat kemasakan dan periode simpan mempengaruhi viabilitas dan vigor benih kacang bogor selama penyimpanan baik pada ruang simpan AC maupun kamar. Viabilitas dan vigor benih menurun setelah disimpan 1 bulan pada kedua kondisi ruang simpan. Pada penyimpanan di ruang AC, benih yang dipanen pada umur 119 HST mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 2 bulan. Benih yang dipanen pada umur 122 HST mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga 3 bulan, sedangkan benih yang dipanen pada umur 125 HST masih mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 4 bulan. Pada penyimpanan di ruang kamar, benih yang dipanen pada umur 119 HST hanya mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 2 bulan. Benih yang dipanen pada umur 122 HST dan 125 HST masih mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode simpan 4 bulan. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi mutu benih kacang bogor terkait dengan kesehatan benih.
32
DAFTAR PUSTAKA Aslam, M., F. A. Shaheen and A. Ayyaz. 2006. Management of Callosobruchus chinensis Linnaeus in stored chickpea through interspecific and intraspecific predation by ants. World Journal of Agricultural Sciences 2(1): 85-89. Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2004. Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Laboratorium dan Metode Standar. Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan, Depok. 255 hal. Byrd, H.W. 1968. Pedoman Teknologi Benih. Terjemahan dari: Seed Technology Handbook. Penerjemah: E. Hamidin. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. 88 hal. Copeland, L.O. dan M. B. McDonald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. 4th edition. Kluwer Academic Publishers. London. 425p. Darma, I.G.K. Tapa. 2003. Some factors affecting seed viability of Leucaena leucocephala (Lmk. de Witt.). Trop. For. Manage J. IX (1): 27-36. Domsch, K.H., W. Gams, T. H. Anderson. 1980. Compendium of Soil Fungi. Volume I. Academic Press. 1264p. Gwekwerere, Y. 1995. Pests and diseases of bambara groundnut in Zimbabwe. Proceedings of the Workshop on Conservation and Improvement of Bambara Groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdc.). Zimbabwe [14–16 November 1995]. 78-80. Hamid, M.N. 2009. Menggali Potensi Genetik Tanaman Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 44 hal. Ilyas, S. 2009. Masak fisiologi benih. Training dan Seminar di PT. BISI Internasional. Kediri [9-10 Oktober 2009]. Ilyas, S. 2010. Dormansi benih: kasus pada padi dan kacang tanah. http://www.deptan.go.id/ditjentan/bbppmbtph_cimanggis. [25 April 2011]. International Seed Testing Association. 2009. International Rules for Seed Testing Edisi 2009. ISTA. Switzerland. Justice, O.L. dan L. N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 446 hal.
33
Kartika, E. dan S. Ilyas. 1994. Pengaruh tingkat kemasakan benih dan metode konservasi terhadap vigor benih dan bibit kacang jogo (Phaseolus vulgaris L.). Bul. Agron. 22(2): 44-59. Linneman, A.R., and S. A. Ali. 1993. Bambara groundnut. In: J.T. Williams (Ed). Pulses and Vegetables. Chapman and Hall. London. 247p. Maemunah, dan Nuraeni. 2006. Mutu benih nangka (Arthocarpus integra Merr.) pada berbagai tingkat kemasakan dan lama penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Perbenihan. Tadulako University Press. Palu [13-14 Agustus 2005]. 286-296. Masefield, G.B., S. G. Harrison, M. Wallis, B. E. Nicholson. 1969. The Oxford Book of Food Plants. Oxford University Press. London. 206p. Mattjik, A.A. dan I Made Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. 276 hal. Mugnisjah, W.Q. dan A. Setiawan. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali Press. Jakarta. 610 hal. Mugnisjah, W.Q., A. Setiawan, Suwarto, dan C. Santiwa. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 264 hal. Murniati, E., M. Sari, dan E. Fatimah. 2008. Pengaruh pemeraman buah dan periode simpan terhadap viabilitas benih pepaya (Carica papaya L.). Bul. Agron. 36(2): 139-144. Nastiti, M.G. 1996. Studi Perkembangan Bunga dan Buah Serta Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Metode Konservasi terhadap Viabilitas Benih Jambu Mente (Anacardium occidentale L.). Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 64 hal. Nugraha, U.S. 1992. Prosedur penelitian dalam konteks teknologi benih. Keluarga Benih Vol. 3(1). Nugraha, U.S. dan S. Wahyuni. 1998. Pengaruh kadar air benih dan jenis kemasan terhadap daya simpan benih kedelai pada suhu kamar. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 17(1): 59-67. Pracaya. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman secara Organik. Kanisius. Yogyakarta. 308 hal. Purwanti, S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai hitam dan kedelai kuning. Ilmu Pertanian Vol. 11(1): 22-31.
34
Redjeki, E.S. 2007. Pertumbuhan dan hasil tanaman kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) galur Gresik dan Bogor pada berbagai warna biji. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang dibiayai oleh Hibah Kompetitif. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor [1-2 Agustus 2007]. Sadjad, S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Pusat Perbenihan Kehutanan dan Institut Pertanian Bogor. 300 hal. Sadjad, S., E. Murniati dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. PT. Grasindo. Jakarta. 185 hal. Sari, N. 2004. Viabilitas Benih Cempaka Kuning (Michelia champaca L.) pada Beberapa Tingkat Kemasakan dan Pretreatment). Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 37 hal. Setyorini, N. 1992. Pengaruh Umur Panen dan Pembungaan terhadap Komponen Produksi dan Viabilitas Kacang Tanah (Arachis hypogea L.). Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 62 hal. Soejadi, U.S. Nugraha, dan Rajam. 2001. Evaluasi mutu benih beberapa genotipe padi selama penyimpanan. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 20(3): 17-23. Sundari, S.D. 2005. Pengaruh Periode Simpan, Jenis Kemasan dan Tingkat Kemasakan terhadap Viabilitas Benih Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Varietas Lokal Bogor. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 47 hal. Suryawati, A. 1984. Studi Fenologi, Penentuan Masak Fisiologi dan Pengaruh Pengeringan Buatan terhadap Viabilitas Benih Kacang Panjang (Vigna sinensis, (L) Savi, ex Hassk) no. 1019. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 60 hal. Waemata, S. dan S. Ilyas. 1989. Pengaruh tingkat kemasakan, kelembaban relatif ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas benih buncis (Phaseolus vulgaris L.) varietas lokal Bandung. Bul. Agron. 18(2): 27-34. Wongvarodom V., and S. Naulkong. 2006. Responses of bambara groundnut seed to accelerated aging. Kasetsart J. (Nat. Sci.). 40: 848-853. Yuniawati, D. 1997. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Metode Pengeringan terhadap Viabilitas dan Dormansi Benih Bayam (Amaranthus spp.). Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 62 hal.
35
LAMPIRAN
36
Tabel lampiran 1. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air pada Ruang Simpan AC Sumber M P M*P GALAT TOTAL
DB 2 6 12 40 62
JK 1.36 145.52 44.53 13.32 204.97
KT 0.68 24.25 3.71 0.33
Nilai F 2.05 72.85 11.15
Pr > F 0.1421 <.0001 <.0001
CV = 6.59 % Tabel lampiran 2. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Daya Berkecambah pada Ruang Simpan AC Sumber M P M*P GALAT TOTAL
DB 2 6 12 40 62
JK 890.41 11295.49 1538.03 3012.06 16785.27
KT 445.21 1882.58 128.17 75.3
Nilai F 5.91 25 1.7
Pr > F 0.0056 <.0001 0.103
CV = 12.17 % Tabel lampiran 3. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Bobot Kering Kecambah Normal pada Ruang Simpan AC sumber M P M*P GALAT TOTAL
DB 2 6 12 40 62
JK 0.44 3.2 0.39 0.98 5.28
KT 0.22 0.53 0.03 0.25
Nilai F 9.06 21.72 1.31
Pr > F 0.0006 <.0001 0.2496
CV = 14.15 % (transformasi)
37
Tabel lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kecepatan Tumbuh pada Ruang Simpan AC Sumber M P M*P GALAT TOTAL
DB 2 6 12 40 62
JK 15.01 214.21 21.9 31.38 283.07
KT 7.5 35.7 1.82 0.78
Nilai F 9.56 45.51 2.33
Pr > F 0.0004 <.0001 0.0228
CV = 13.14 % Tabel lampiran 5. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah pada Ruang Simpan AC Sumber M P M*P GALAT TOTAL
DB 2 6 12 40 62
JK 18.71 69.53 12.25 41.99 154.75
KT 9.35 11.59 1.02 1.05
Nilai F 8.91 11.04 0.97
Pr > F 0.0006 <.0001 0.4903
CV = 12.40 % (transformasi) Tabel lampiran 6. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kadar Air pada Ruang Simpan Kamar Sumber M P M*P GALAT TOTAL
DB 2 4 8 28 44
JK 54.74 33.5 32.18 66.09 202.53
KT 27.37 8.36 4.02 2.36
Nilai F 11.6 3.55 1.7
Pr > F 0.0002 0.0183 0.1414
CV = 14.23 %
38
Tabel lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Daya Berkecambah pada Ruang Simpan Kamar Sumber M P M*P GALAT TOTAL
DB 2 4 8 28 44
JK 3990.04 15246.22 7277.51 2241.42 28764.44
KT 1995.02 3811.56 909.69 80.05
Nilai F 24.92 47.61 11.36
Pr > F <.0001 <.0001 <.0001
CV = 13.79 % Tabel lampiran 8. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Bobot Kering Kecambah Normal pada Ruang Simpan Kamar Sumber M P M*P GALAT TOTAL
DB 2 4 8 28 44
JK 0.69 3.41 0.52 0.93 5.82
KT 0.34 0.85 0.07 0.93
Nilai F 10.33 25.68 1.97
Pr > F 0.0004 <.0001 0.0878
CV = 17.16 % (transformasi) Tabel lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Kecepatan Tumbuh pada Ruang Simpan Kamar Sumber M P Ul M*P GALAT TOTAL
DB 2 4 2 8 28 44
JK 39.07 237.85 0.79 63.65 28.47 369.82
KT 19.53 59.46 0.4 7.96 1.02
Nilai F 19.21 58.49 0.39 7.83
Pr > F <.0001 <.0001 0.3034 <.0001
CV = 15.79 %
39
Tabel lampiran 10. Sidik Ragam Pengaruh Tingkat Kemasakan (M) dan Periode Simpan (P) terhadap Laju Pertumbuhan Kecambah pada Ruang Simpan Kamar Sumber M P ul M*P GALAT TOTAL
DB 2 4 2 8 28 44
JK 20.11 113.1 28.4 72.58 194.29 428.47
KT 10.05 28.27 14.2 9.07 6.94
Nilai F 1.45 4.07 2.05 1.31
Pr>F 0.2519 0.01 0.1481 0.2801
CV = 29.80 % (transformasi) Tabel lampiran 11. Persentase Jumlah Kecambah Abnormal pada Ruang Simpan AC dan Kamar Ruang Simpan AC
Kamar
Tingkat Kemasakan M1 M2 M3 M1 M2 M3
0 1 2.67 1 1 2 1.33
1 7.33 6 6 6.67 8.67 6.33
Periode Simpan (bulan) 2 3 4 5 4 4.33 4.67 4.67 4.33 1.67 5 7.67 3 3 2 5.67 3.67 0 6.33 4.67 3 1.33 4.33 3 2.67 0 2.67 0
6 12.67 9.33 8.67 9.33 12.67 8.67
40
Suhu (0C)
Suhu Bulanan 35 30 25 20 15 10 5 0
29.5 27.8
29.3 27.6
28.7 26.6
28.2 27.3
28.1 27.3
27.3 24
AC SK
1
2
3
4
5
6
Periode Simpan (bulan) Gambar Lampiran 1. Rata-rata Suhu Bulanan
RH (%)
Kelembaban Bulanan 80 70 60 50 40 30 20 10 0
67 57
65 57 50
51
75
71
67
60
54
60
AC SK
1
2
3
4
5
6
Periode Simpan (bulan) Gambar Lampiran 2. Rata-rata RH Bulanan