1
PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L. )
HASANUDDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
2
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul :
“PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L. )” merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2009
Hasanuddin NRP A351040021
3
ABSTRACT HASANUDDIN. Effect of Ripeness and Storage Period on Seed Viability of Jatropha curcas L. Under the supervision of ENDANG MURNIATI and ENY WIDAJATI Physic nut (Jatropha curcas L.) plant is an alternative source of energy newly developed. The growth of the plant on a large scale requires excellent or high quality seeds in the right quantity and time. A good growth is determined by the quality of seeds being used. The high quality of seeds can be physiologically examined directly on germination and indirectly by observing chemical changes in the seeds. With these in mind, this study was conducted in two separate experiments examining various aspects comprehensively. The objectives of the study were (1) to identify the physiological and biochemical changes in the maturity process of seeds and (2) to examine the effect of maturity and storage period on the seed viability physic nut (Jatropha curcas L.). The seeds of physic nut IP-1P for this study were taken from the Parent Garden of physic nut Pakuwon, Sukabumi, West Java. The criteria of the seeds were based on the day after anthesis (DAA). After seeds were harvested, they were extracted manually and dried to the seed moisture content of 8 – 9 % in the Laboratory of Seed Science and Technology, IPB. The variable which were observed are the weight of dry seeds and moisture content were examined with an oven method, the total chlorophyll and carotenoid were analyzed with the Sims and Gamon method, the fat content was determined with the Soxhlet method and the free fatty acid with titration using KOH, as well as testing the potential viability and vigor of seeds by a planting method. The research results showed that the physiological maturity of physic nut seed IP-1P reached 57 DAA with the following criteria: the color of pericarp is brownish yellow, soft, and easily-hand-opened and the color of the seeds were black. The physiological maturity of 57 DAA was supported by the maximum dry weight, germination percentage, growing rate, and first count germination as well as the minimum value of chlorophyll. There was a close negative relationship between total chlorophyll and germination percentage, growing rate and first count germination. In the storage period of 4 months with the room temperature of 25 – 28 0C and RH 46 – 80 % and the seed moisture content of 7.91 – 8.69 %, the viability of physic nut seed IP-1P with the maturity of 52 – 57 DAA was still high, i.e. 90 %. Keywords: Jatroba curcas L., storage period, ripeness, physiological maturity, chlorophyll and viability
4
RINGKASAN HASANUDDIN. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Dibawah bimbingan ENDANG MURNIATI dan ENY WIDAJATI Tanaman jarak pagar merupakan salah satu sumber bahan baku energi alternatif yang baru untuk dikembangkan. Pengembangan jarak pagar pada skala areal yang luas, membutuhkan bahan tanam berupa benih yang unggul dan bermutu, tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat. Pertumbuhan bibit yang baik ditentukan oleh mutu benih yang digunakan. Benih yang bermutu tinggi sangat menentukan viabilitas dan vigor yang baik. Salah satu faktor yang menentukan viabilitas dan vigor benih adalah saat panen yang tepat dimana benih mencapai masak fisologi. Penilaian mutu benih secara fisiologi dapat diuji secara langsung berdasarkan pengecambahan di lapangan dan tidak langsung berdasarkan perubahan-perubahan biokimiawi pada benih. Mutu benih juga menentukan toleransi lamanya benih dapat di simpan selama proses. Benih jarak pagar merupakan salah satu benih yang berkadar lemak tinggi, pada umumnya benih yang berkadar lemak tinggi akan cepat mengalami kemunduran. Proses kemunduran terjadi akibat hidrolisis lemak menjadi asam lemak yang dapat menurunkan viabilitas benih. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan dua percobaan secara terpisah, yang mengkaji dari berbagai segi secara menyeluruh. Tujuan penelitian ini adalah; (1). Untuk mengetahui perubahan-perubahan fisiologi dan biokimia selama proses pemasakan pada benih jarak pagar, (2). Mengkaji pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap viabilitas benih jarak pagar. Benih jarak pagar IP-1P yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon Sukabumi, Jawa Barat. Kriteria benih yang digunakan berdasarkan perubahan warna kulit buah dan hari setelah antesis. Setelah pemanenan buah jarak pagar, selanjutnya diekstraksi secara manual dan benih dikering-anginkan selama ± 3 hari di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, sampai mencapai kadar air 8-9%. Untuk mengetahui perubahan fisiologi dan biokimiawi selama proses pemasakan digunakan lima tingkat kemasakan benih (hari setelah antesis) sementara yang mengkaji pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan selama 4 bulan digunakan tiga tingkat kemasakan benih (hari setelah antesi) berdasarkan hasil dari pengamatan percobaan satu. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot kering benih dan kadar air menggunakan metode oven, analisis total klorofil dan karotenoid menggunakan metoda Sims dan Gamon (2002), menentukan kandungan lemak dengan metode Soxhlet dan asam lemak bebas dengan titrasi menggunakan KOH, serta menguji viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih dengan metode penanaman. Rancangan yang digunakan pada percobaan 1 adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari lima tingkat kemasakan benih sebagai faktor tunggal yaitu K1; hijau tua (42 HSA), K2; kuning kehijauan (47 HSA), K3; kuning penuh (52 HSA), K4; kuning kecolkatan (57 HSA), dan K5; coklat penuh (62 HSA) yang diulang tiga kali sehingga terdapat 15 satuan percobaan, sementara pada percobaan 2 rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi ( Split-plot Design) yang terdiri dari dua faktor, yaitu faktor periode
5
simpan sebagai faktor utama yaitu: P0; (kontrol), P1; (1 bulan), P2; (2 bulan), P3; (3 bulan), dan P4; (4 bulan). Faktor kedua sebagai anak petak adalah tingkat kemasakan yaitu K2; kuning kehijauan (47 HSA), K3; kuning penuh (52 HSA),dan K4; kuning kecolkatan (57 HSA) yang diulang tiga kali sehingga diperoleh 45 satuan percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada percobaan 1 masak fisiologi benih jarak pagar IP-1P diduga mulai pada tingkat kemasakan 47 HSA dengan kriteria warna kulit buah hijau kekuningan dan mencapai maksimum pada tingkat kemasakan 57 HSA dengan kriteria warna kulit buah kuning kecoklatan, kulit buah tidak keras, mudah dibuka dengan tangan dan biji bewarna hitam. Masak fisiologi benih jarak pagar maksimum pada 57 HSA didukung oleh maksimumnya nilai berat kering benih (BKB), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT ) dan first count germination (FCG) serta minimumnya nilai klorofil. Dari hasil uji korelasi dan regresi terdapat hubungan yang erat secara negatif antara total klorofil benih dengan nilai daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan first count germination, hal ini mengindikasikan bahwa pengujian secara biokimiawi benih dengan melihat kandungan klorofil pada benih jarak pagar IP-1P berpotensi untuk menentukan tingkat masak fisiologi pada benih jarak pagar. Sementara hasil percobaan 2 menunjukkan bahwa pada periode simpan 4 bulan dengan suhu ruang simpan 25 – 28 0 C dan RH 46 – 80 % serta kadar air 7.91 – 8.69 % viabilitas benih jarak pagar IP-1P pada tingkat kemasakan 52-57 HSA masih tinggi sebesar 90%. Kata kunci: Jarak pagar (Jatropha curcas L.), periode simpan, tingkat kemasakan, masak fisiologi, klorofil dan Viabilitas.
6
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
7
PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L. )
HASANUDDIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2010
8
Judul Tesis Nama NRP
: Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) : Hasanuddin : A351040021
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Endang Murniati, M.S. Ketua
Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.
Tanggal Ujian: 29 Desember 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus: 03 Pebruari 2010
9
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.S.
10
PRAKATA Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas tuafik dan hidayah-Nya maka tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 sampai Februari 2009 ini ialah panen dan pascapanen, dengan judul Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Selama menjalani studi, penelitian dan penulisan tesis ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Endang Murniati, M.S. dan Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. Sebagai komisi pembimbing dan Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.S. sebagai dosen penguji luar komisi atas bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga penulis berhasil menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Pimpinan dan Staf Proyek BPPS DIKTI 2004, Bapak Rektor Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Dekan Fakultas Pertanian dan Bapak Bupati Daerah Tingkat II kab.Aceh Besar atas bantuan dan dorongan selama penulis menempuh pendidikan Sekolah Program Pascasarjana di IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Institut Pertanian Bogor, khususnya Ibu Yetty Kustinah dan bibik Asih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan terutama Ir.Syamsuddin, MSi., M.Sayuthi, SP.MP, Ir.Nurbaiti, MSi, Yurnalis, SP.MSi., Ir.Said Imran AK, Sunazarsyah (Alm), seluruh anggota FORKUP Unsyiah dan seluruh anggota Ikatan Keluarga Mahasiswa Pascasarjana Aceh (IKAMPA) atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. Penghargaan dan ucapan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada orang tuaku dan mertua tercinta, isteri dan anak-anaku tercinta, kakanda beserta keponakanku yang tersayang dan seluruh iparku atas bantuan, dorongan dan doa selama penulis menempuh pendidikan Sekolah Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Semoga tesis ini bermanfaat baik bagi penulis sendiri, maupun yang berminat dalam penanganan benih tanaman industri, khususnya dalam mendapatkan informasi masak fisiologi dan penyimpanan benih jarak pagar (Jatropha curcas L.). Bogor, Januari 2010. Hasanuddin
11
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 5 Agustus 1972, dari Ibu Saudah dan Ayah Hamzah (Alm). Penulis anak ke 6 dari 6 bersaudara. Pada tanggal 27 September 1998 menikah dengan Isma Indrajayati, S.Si, saat ini telah dikaruniai tiga orang anak
yaitu
Naurah
Nazhifah (Naurah, 8 tahun), M. Irsyad Arkan
(Arkan, 5 tahun), Najla Humairah (Najla 5 bulan). Pendidikan Sekolah Dasar lulus pada tahun 1985 di SD Negeri Teladan Lamnyoung Banda Aceh, Sekolah Menengah Pertama lulus tahun 1988 di SMP Neg. Darussalam Banda Aceh dan Sekolah Menengah Tingkat Atas di SMA Neg. Darussalam Banda Aceh lulus tahun 1991. Sarjana Pertanian di Program Studi Agronomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh diselesaikan pada tahun 1996. Sejak Tahun 1999 sampai sekarang penulis bekerja sebagai dosen di Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Agronomi, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan sumber dana berasal dari BPPS DIKTI, Pemerintah Daerah Tingkat II Aceh Besar dan Beasiswa Nanggroe Aceh Darussalam (BBNAD).
12
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………….....
xi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………....
xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang ………………………………………………………….....
1
Tujuan Penelitian ………………………………………………………......
4
Hipotesis …………………………………………………………………...
4
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar ……………………………………………………...
5
Indikasi Perubahan Morfologi, Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya dengan Viabilitas dan Vigor Benih…………….. A. Perubahan Morfologi dan Fisiologi Selama Proses Pemasakan Benih..
10 10
B. Perubahan Biokimia (Klorofil dan Karotenoid) Selama Proses Pemasakan Benih………………………………………………………
12
Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih…………………………………………………………....
14
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ………………………………………………………...
19
Bahan dan Alat ………………………………………………………….....
19
Metode Penelitian ……………………………………………………….....
19
Pelaksanaan Penelitian ………………………………………………….....
22
Pengamatan ………………………………………………………………..
26
HASIL DAN PEMBAHASAN Indikasi Perubahan Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya dengan Viabilitas dan Vigor Benih…………………………
31
A. Pengaruh Tingkat Kemasakan Terhadap Beberapa Tolok Ukur Fis iologi...................................................................................................
32
B. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih Terhadap Beberapa Indikasi Biokimia………………………………………………………………..
34
13
C. Hubungan Total Lemak dan Asam Lemak Bebas dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Jarak Pagar………….................
37
D. Hubungan Total Klorofil Benih dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih……………………………………………..
38
E. Hubungan Total Karotenoid Benih dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih…………………………...............................
40
Pengaruh Per iode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Jarak Pagar……………………………………………….
41
Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Tolok Ukur Vigor Kekuatan Tumbuh …………………………………….
42
Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Tolok Ukur Biokimiawi Benih ………………………………………….....
44
Hubungan Kandungan Asam Lemak Bebas dengan Tolok Ukur DB, KCT , T50 dan FCG Selama Periode Simpan Pada Benih Jarak Pagar…………....
46
Pengaruh Faktor Tunggal Tingkat Kemasakan Benih Terhadap Viabilitas Potensial, Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT ) dan Vigor Biokimia (Vbiok) Benih Jarak Pagar …………………………………….................................
47
Pengaruh Faktor Tunggal Periode Simpan Benih Terhadap Kadar Air, Viabilitas Potensial, Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT ) dan Vigor Biokimia (Vbiok) Benih Jarak Pagar ……………………………………………….....
50
SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………..............
57
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...
58
LAMPIRAN ……………………………………………………………………..
63
14
DAFTAR TABEL Halaman
1
2
3
4
5
6 7
8
9
10
11
12
Kisaran dan rata-rata suhu serta kelembaban relatif ruang simpan selama penyimpanan benih jarak pagar………………………………………………
25
Rekapitulasi analisis ragam indikasi perubahan fisiologi dan biokimia selama pemasakan benih jarak pagar………………………………..............
32
Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur fisiologis benih jarak pagar……………………………………………….................................
33
Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur biokimiawibenih jarak pagar………………………………………….........................................
36
Hubungan total lemak dan asam lemak bebas terhadap tolok ukur viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar……..........................
37
Hubungan total klorofil dengan viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar IP-1P…...................................................................
38
Hubungan total karotenoid dengan viabilizas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar IP-1P……………………………...........................
40
Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh periode simpan (P) dan tingkat kemasakan (K) serta interaksinya (KxP) terhadap parameter viabilitas potensial, VKT dan Vbiok benih jarak pagar…………………............................
42
Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh (%/etmal)………………………………....................
43
Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur kadar lemak total (%)…………………………………….......................
44
Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur asam lemak bebas (%)………………………………….........................
46
Hubungan kandungan asam lemak bebas dengan VP dan VKT selama periode simpan jarak pagar IP-1P..................................................................................
47
15
13
14
15
16
17
Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap daya berkecambah dan FCG benih jarak pagar IP-1P………........................................................................
48
Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap kandungan karotenoid benih jarak pagar pada tiga tingkat kemasakan benih………....................................
49
Pengaruh periode simpan benih terhadap kadar air dan viabilitas potensial (VP) benih jarak pagar………...........................................................................
51
Pengaruh periode simpan benih terhadap vigor kekuatan tumbuh benih (VKT ) benih jarak pagar…………….................................................................
52
Pengaruh periode simpan benih terhadap vigor biokimia (V biok) benih jarak pagar……………..............................................................................................
55
16
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Bunga jantan dan betina tanaman jarak pagar .................................................
7
2
Buah jarak pagar yang masak tidak serentak...................................................
8
3
Biji jarak pagar dan bagian-bagiannya.............................................................
8
4
Morfologi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.)......................................
9
5
Berbagai kemasakan buah jarak pagar IP-1P yang berbeda…………............
20
6
Tiga tingkat kemasakan buah jarak pagar IP-1P………………………..........
21
7
Bagan alir pelaksanaan penelitian....................................................................
23
8
Penyimpanan benih jarak pagar pada suhu kamar……………………...........
25
9
Struktur kecambah normal benih jarak pagar………………………..............
27
10
Hubungan total klorofil dengan daya berkecambah benih jarak pagar IP-1P..
39
11
Hubungan total klorofil dengan KCT benih jarak pagar IP-1P…………..........
39
12
Hubungan total klorofil dengan FCG benih jarak pagar IP-1P………...........
40
13
Reaksi hidrolisis lemak (Ketaren 2008)……………………………………...
45
17
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1
Deskripsi jarak pagar IP – 1P………………………………………..............
64
2
Alat Spektrofotometer Tipe UV – 1201...........................................................
65
3
Diagram metode soxhlet……………………………………………..............
66
4
Rangkaian alat soxhlet……………………………………………….............
67
5
Analisis ragam pengaruh daya berkecambah terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………………………………………..................................
68
Analisis ragam pengaruh berat kering benih terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………………………………………..................................
68
Analisis ragam pengaruh kecepatan tumbuh terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………………………………………..................................
68
Analisis ragam pengaruh T50 terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………………………………………………………………….............
68
9
Analisis ragam pengaruh FCG terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………………………………………………………………….............
69
10
Analisis ragam pengaruh total lemak terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar……………………………………………………........................
69
Analisis ragam pengaruh ALB terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………………………………………………………….........................
69
12
Analisis ragam pengaruh total klorofil terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar…………………………………………………............................
69
13
Analisis ragam pengaruh total karotenoid terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar……………………………………………………..............
6
7
8
11
14
15
16
17
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan, periode simpan dan interaksinya terhadap KCT benih jarak pagar.................................................... Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan, periode simpan dan interaksinya terhadap kandungan total lemak benih jarak pagar.................... Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan, periode simpan dan interaksinya terhadap kandungan asam lemak bebas benih jarak pagar................................................................................................................. Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap kadar air benih jarak pagar...............................................................................
70
70
70
71
71
18
18
19
20
21
22
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap daya berkecambah benih jarak pagar................................................................
71
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap T50 benih jarak pagar........................................................................................
72
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap FCG benih jarak pagar.......................................................................
72
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap total karotenoid benih jarak pagar....................................................................
72
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap total klorofil benih jarak pagar.........................................................................
73
19
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanfaatan tanaman jarak pagar di Indonesia semakin berkembang semenjak terjadinya krisis energi pada tahun 2005. Meningkatnya harga BBM dunia telah membuat Indonesia perlu mencari sumber bahan baku alternatif baru yang potensial untuk dikembangkan. Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar nabati adalah tanaman jarak pagar yang bersifat non edible oil. Biji jarak dapat menghasilkan minyak sebagai bahan baku biodiesel yang telah diujicobakan pada beberapa kendaraan dan hasilnya menunjukkan bahwa biodiesel dapat didegradasi secara biologis empat kali lebih cepat dibandingkan bahan bakar diesel minyak bumi, yaitu mencapai 98% dalam tiga minggu. Akibat biodegradasi secara biologis, emisi dan bau tidak sedap dapat dikurangi (Alamsyah, 2006). Secara agronomis, tanaman jarak pagar ini dapat beradaptasi dengan lahan maupun agroklimat di Indonesia, bahkan tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kering (curah hujan < 500 mm per tahun) maupun pada lahan dengan kesuburan rendah (lahan marjinal dan lahan kritis) (Hariyadi, 2005). Namun demikian pengadaan bahan tanam merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan. Bahan tanam jarak pagar dapat berasal dari stek, kultur jaringan dan benih. Benih masih merupakan alat perkembangbiakan tanaman yang utama dalam pengembangan tanaman jarak pagar. Perbanyakan tanaman dengan menggunakan benih biasanya menghasilkan batang dan perakaran yang kuat serta umur tanaman lebih lama (Sudjindro dan Andikadarsih, 2007). Mutu benih ditentukan oleh mutu fisik, mutu genetik dan mutu fisiologi. Berbagai tolok ukur telah dikembangkan untuk memberikan penilaian terhadap mutu fisiologi suatu lot benih, baik dengan penilaian langsung terhadap gejala perkecambahan maupun secara tidak langsung terhadap berbagai aktivitas metabolisme (biokimiawi) dan kondisi benih yang mempengaruhi mutu benih. Benih yang bermutu tinggi sangat menentukan viabilitas dan vigor yang baik. Salah satu faktor yang menentukan viabilitas dan vigor benih adalah saat panen yang tepat dimana benih mencapai masak fisiologi. Hasil penelitian Adikadarsih dan Hartono (2007) menunjukkan benih jarak pagar yang berasal
20
dari klon NTB dipanen pada saat buah berwarna kuning atau lebih dari 50% telah berwarna kuning kehitaman atau telah berumur 45 sampai 55 hari setelah anthesis menghasilkan vigor dan daya berkecambah yang paling baik. Hasnam dan Hartati (2006), masak fisiologi buah jarak ditandai dengan; kulit buah berwarna kuning bila dibuka biji di dalamnya berwarna hitam berkilat. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Utomo (2007), bahwa masak fisiologi buah jarak dari Pakuwon (IP-1P) tercapai mulai umur 52-57 HSA, dengan kriteria kulit buah kuning sampai kuning kecoklatan. Pada saat itu viabilitas yang ditunjukkan oleh daya berkecambah 85-88 %, vigor yang ditunjukkan oleh kecepatan tumbuh benih 6.56-7.07 %KN/etmal, berada pada kondisi maksimum, dan kadar air mulai menurun 40.98 – 35.33 %. Perubahan warna pada buah jarak pagar selama fase pemasakan dari warna hijau ke warna kuning dan selanjutnya menjadi warna coklat disebabkan adanya pigmen yang tergradasi di membran selama proses tersebut. Klorofil yang berperan penting dalam proses fotosintesis, dan karoten yang berperan melindungi klorofil sebagai pigmen tidak hanya terdapat pada daun, tetapi juga ditemukan di dalam buah dan biji. Beberapa penelitian membuktikan adanya klorofil dan karotenoid di dalam biji. Menurut Suhartanto (2002) selain klorofil a dan b, benih tomat muda (30-40 HSB) juga mengandung karotenoid (neoxanthine, violaxanthine, lutein, zeaxanthine dan ß-caroten). Karotenoid merupakan antioksidan yang mampu bereaksi dengan triplet-klorofil untuk menghasilkan triplet-karoteniod dan ini merupakan proses yang efektif untuk mencegah terbentuknya singlet-oksigen.(Cogdell,1988 dalam Suhartanto, 2002). Selanjutnya Gross (1991) menambahkan bahwa karotenoid berfungsi sebagai pigmen tambahan dalam proses fotosintesis dan melindungi klorofil dari kerusakan akibat oksidasi oleh O2 saat tingkat penyinaran tinggi (Gross, 1991). Hasil penelitian Sinuraya (2007) menunjukkan total karotenoid benih cabai rawit varietas Sulawesi meningkat dengan bertambahnya kemasakan dan mencapai maksimum pada umur panen 50 HSBM (0.30 mg/g), dimana masak fisiologi tercapai, kemudian pada tingkat kemasakan selanjutnya kandungan karotenoid benih
menunjukkan
penurunan,
hal
yang
sama
juga
dibuktikan
oleh
Prasetyantiningsih (2006) pada benih jagung manis. Suhartanto (2003)
21
menjelaskan bahwa saat benih tomat mencapai masak fisiologi, maka kadar klorofil benih minimal. Suhartanto (2003) juga menyimpulkan bahwa klorofil dibutuhkan dalam pembentukan benih, namun sangat tidak diharapkan dalam tahap
pemasakan.
Adanya klorofil
dalam
tahap
pemasakan
tampaknya
berhubungan erat dengan rendahnya mutu benih, khususnya daya simpannya. Sadjad (1993) mengatakan tidak semua benih begitu selesai diproses kemudian ditanam. Benih perlu melampaui apa yang disebut periode simpan. Pada periode penyimpanan, benih akan mengalami kemunduran viabilitas. Viabilitas benih tersebut tidak dapat ditingkatkan atau dikembalikan ke viabilitas semula, namun hanya dapat dipertahankan agar viabilitasnya tidak mengalami kemunduran. Menurut Hambali et al. (2006), benih jarak pagar memiliki kandungan lemak yang tinggi antara 40 sampai 50%. Asam lemak yang terkandung dalam benih jarak yaitu; asam oleat (43.2%), asam linoleat (34.3%), asam palmitat (14.2%), dan asam stearat (6.9%). Masalah yang sering dihadapi benih berkadar lemak tinggi adalah menurunnya viabilitas benih selama penyimpanan. Hasil penelitian Kusmarya (2007) menunjukkan bahwa persentase kadar lemak total pada benih jarak pagar mengalami penurunan yang nyata selama penyimpanan, terutama setelah benih disimpan 2 bulan. Sebaliknya, persentase asam lemak bebas mengalami peningkatan. Delouche (1983) menyatakan bahwa kemunduran benih telah terjadi sesaat setelah benih mencapai masak fisiologi dan kemunduran benih berjalan terus sampai benih mengalami kematian. Salah satu ciri dari kemunduran benih dengan kandungan lemak yang tinggi adalah akumulasi asam lemak. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa perubahan suhu dan kelembaban yang tinggi selama masa penyimpanan benih jarak pagar akan menurun viabilitas benihnya sampai dibawah 50 % setelah disimpan selama 15 bulan (Heller, 1996). Sementara hasil penelitian Jepsen et al, (2004) di Kalahari Sand yang menggunakan benih yang dipanen pada bulan Juni 2002 menunjukkan daya berkecambah benih yang tetap tinggi yaitu 97,6 % hingga bulan april tahun berikutnya. Sehubungan dengan hal tersebut perlu penelitian lebih lanjut mengenai indikasi yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kemasakan benih dilihat
22
dari mutu fisiologi baik secara langsung maunpun tidak langsung (biokimiawi) serta hubungannya dengan periode simpan pada benih jarak pagar. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : Percobaan I: Mengetahui perubahan-perubahan fisiologi dan biokimia selama proses pemasakan benih dan mencari alternatif tolok ukur lain sebagai indikator untuk menentukan tingkat masak fisiologi benih. Percobaan II: Mengetahui pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap viabilitas benih jarak pagar ( Jatropha curcas L.)
Hipotesis Percobaan I: 1. Kandungan karotenoid benih jarak pagar maksimum pada saat masak fisiologi. 2. Kandungan klorofil benih jarak pagar minimum pada saat masak fisiologi. 3. Ada hubungan yang erat antara karotenoid dan klorofil benih dengan tolok ukur masak fisiologi lainnya seperti daya berkecambah, berat kering benih, First Count Germination (FCG), kecepatan tumbuh dan T50 Percobaan II: 1. Tingkat kemasakan benih dan periode simpan berpengaruh terhadap viabilitas benih jarak pagar. 2. Terdapat interaksi antara tingkat kemasakan dan periode simpan benih jarak pagar. Semakin mendekati masak fisiologi benih ( pada rentang 47-57 HSA) semakin tinggi viabilitas dan vigor benih dan semakin lama benih dapat disimpan.
23
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah. Tanaman jarak pagar dibawa ke Indonesia dan di tanam paksa pada pemerintahan Jepang yang bijinya dijadikan bahan bakar minyak (BBM) oleh tentara Jepang. Tanaman ini termasuk kedalam famili Euphorbiaceae, merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh dan menyebar di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini terbukti dengan berbagai nama daerah diberikan untuk jarak pagar seperti nawaih (NAD), jirak (Sumatera Barat), kalake pagar (Sunda), jarak gundul (Jawa), jarak pageh (Nusa Tenggara), paku kase (Timor), bindalo (Sulawesi) (Prihandana dan Hendroko, 2006). Minyak jarak pagar selain sebagai bahan baku biodiesel juga digunakan sebagai bahan baku farmasi dan industri kosmetika. Menurut Alamsyah (2006), semua bagian tanaman jarak pagar telah digunakan sejak lama dalam pengobatan tradisional. Minyaknya digunakan sebagai pembersih perut (pencahar), mengobati penyakit kulit dan untuk penyakit rematik. Sari pati cairan rebusan daunnya digunakan sebagai obat batuk dan antiseptik pasca melahirkan. Bahan yang berfungsi meredakan luka dan peradangan juga telah diisolasi dari bagian tanaman jarak pagar. Berbagai ekstrak dari biji dan daun jarak pagar menunjukkan sifat antimoluska, antiserangga, dan anti jamur. Salah satu produk bahan baku kosmetika seperti yang diutarakan oleh Hambali (2007), bahwa pemanfaatan minyak jarak pagar dapat diolah menjadi sabun apique, transparan dan sabun krim karena mampu memberikan efek positif terhadap kulit, terutama bila ditambahkan gliserin pada formula sabun tersebut. Selanjutnya Rivaie et al. (2006), menyatakan ampas biji jarak pagar (seed cake) sebagai hasil samping dari pengolahan biji jarak menjadi minyak jarak kasar (crude jatropha oil) merupakan sumber pupuk organik yang potensial. Hasil penelitian menunjukkan ampas dari biji jarak pagar mengandung N (4.44%), P (2.09%), dan K (1.68%). Manfaat secara ekologi tanaman jarak pagar yang disebut sebagai tanaman pioner, tanaman penahan erosi, dan tanaman yang dapat mengurangi kecepatan angin. Akar lateralnya yang menyebar di permukaan tanah, jika ditanam bersama
24
tanaman akar wangi atau serai wangi akan mampu melindungi tanggul kecil dari kerusakan erosi akibat aliran air permukaan. Upaya penghijaun dengan jarak pagar sangat bermanfaat untuk menyerap polusi udara. Kemampuan jarak pagar menyerap gas karbondioksida dari atmosfer cukup tinggi, sebesar 1,8 kg/kg bahan kering tanaman (Prihandana dan Hendroko 2006). Jarak pagar dapat tumbuh luas di daerah tropis dan sub-tropis. Menurut Okabe dan Somabhi (1989) tanaman jarak pagar yang ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir memberikan hasil produksi tertinggi. Selanjutnya Jones dan Miller (1992) mengemukakan bahwa meskipun jarak pagar terkenal dapat tumbuh di tanah berkerikil, berpasir, dan berliat tetapi di tanah tererosi berat pertumbuhannya kerdil. Bila perakarannya sudah cukup berkembang jarak pagar dapat toleran terhadap kondisi tanah yang kurang subur, namun demikian tanaman jarak pagar apabila di tanam pada pH 5.5-6.5, suhu 11-38 oC dan ketinggian 01700 m dpl akan tumbuh dan berproduksi dengan baik (Heller, 1996). Henning (2004) menyatakan tanaman jarak pagar membutuhkan curah hujan paling sedikit 600 mm per tahun untuk tumbuh baik dan jika curah hujan kurang dari 600 mm per tahun tidak dapat tumbuh, kecuali dalam kondisi tertentu seperti di kepulauan Cape Verde meski curah hujan hanya 250 mm tetapi kelembaban udaranya sangat tinggi. Tanaman jarak pagar berbentuk pohon perdu dengan tinggi mencapai 5 7 meter, dan bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, berbentuk silindris dan bergetah. Tanaman ini mampu hidup sampai berumur 50 tahun. Daun jarak pagar berupa daun tunggal, berwarna hijau muda sampai hijau tua, permukaan bawah lebih pucat daripada bagian atasnya. Bentuk daun menjari (5 sampai 7 sudut) dengan panjang 6 cm dan lebar 15 cm yang tersusun secara selang- seling. Panjang tangkai daun sekitar 4 sampai 15 cm (Prihandana dan Hendroko, 2006). Bunga jarak pagar tersusun dalam rangkaian (inflorescence), biasanya terdiri atas 100 bunga atau lebih, persentase bunga betina 5 sampai 10 %. Bunga memiliki 5 sepal dan 5 petal yang berwarna hijau kekuningan atau coklat kekuningan. Bunga jantan mempunyai 10 tangkai sari yang tersusun dalam dua lingkaran masing-masing berisi lima tangkai sari yang menyatu berbentuk tabung. Bunga betina lebih besar dari bunga jantan terdiri atas ovari yang beruang 3
25
sampai 5 lokul yang masing-masing berisi satu bakal biji. Bunga betina membuka 1-2 hari lebih dahulu dari bunga jantan dengan jangka pembungaan 10-15 hari per infloresensia. Bunga jarak pagar menyerbuk dengan bantuan serangga; bunga menghasilkan nektar yang mudah terlihat dan harum sehingga dihinggapi oleh serangga-serangga (Hasnam, 2006). Menurut Utomo (2007) lama fase berbunga dalam satu malai adalah 14-21 hari. Pada jarak pagar jumlah bunga betina dan hermaprodit dalam satu malai sangat sedikit. Bentuk bunga jantan dan betina dapat di lihat pada Gambar 1. Buah jarak pagar berupa buah kotak berbentuk bulat telur, berdiameter 2 sampai 4 cm. Berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika sudah masak. Pembentukan buah membutuhkan waktu selama 90 hari dari pembungaan sampai buah masak. Buah jarak pagar masak tidak serentak. Di satu rangkaian akan terdapat bunga, buah muda, serta buah yang sudah kering, buah terbagi menjadi tiga
ruang yang masing-masing berisi satu biji (Prihandana dan Hendroko,
2006). Gambar 2 menunjukkan tingkat masak buah jarak yang tidak serentak.
Bunga Jantan
Bunga Betina
( Sumber: Info Tek Jarak Pagar 2006) Gambar 1 Bunga jantan dan betina tanaman jarak pagar
26
(Sumber: Info Tek Jarak Pagar 2006) Gambar 2 Buah jarak pagar yang masak tidak serentak Biji jarak pagar berbentuk bulat lonjong, berwarna coklat kehitaman. Panjang biji 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang terdiri dari 60 % berat endoperm dan 40 % berat testa. Endosperm biji jarak pagar mengandung sekitar 40 sampai 50 % minyak sehingga dapat diekstrak menjadi minyak jarak yang memiliki komposisi trigliserida yang mengandung asam lemak oleat (43.2%), asam linoleat (34.3%), asam palmitat (14.2%) dan asam stearat (6.9%) (Hambali et al., 2006). Gambar 3 menunjukkan biji jarak pagar dan bagian-bagiannya. Secara umum deskripsi jarak pagar IP-1P terlampir pada Lampiran 1.
A
B
C
D
E
Keterangan: (A); caruncle, (B); testa, (C); endosperma, (D); poros embrio (E);kotiledon. Gambar 3 Biji jarak pagar dan bagian-bagiannya.
27
Secara umum morfologi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat di lihat pada Gambar 4.
( Sumber: Heller 1996) Keterangan: a = tandan bunga b = batang c = daun d = bunga betina e = bunga jantan
f = penampang melintang buah g = buah h = penampang membujur buah i = biji
Gambar 4 Morfologi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.)
28
Indikasi Perubahan Morfologi, Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya Dengan Viabilitas dan Vigor Benih. Sadjad (1980) menyatakan bahwa informasi tentang viabilitas dan vigor benih dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Indikasi langsung diamati berdasarkan kinerja pertumbuhan masing – masing struktur tumbuh kecambah atau bibit. Indikasi tidak langsung melalui pendekatan enzimatis dengan tidak memperhatikan fenomena pertumbuhan tetapi hanya gejala metabolisme saja. Selanjutnya Sadjad (1993) menambahkan adanya indikasi yang didasarkan pada sifat fisik benih dengan tolok ukur daya hantar listrik dan indikasi yang didasarkan pada aspek biokimia ini termasuk dalam kategori indikasi tidak langsung. A. Perubahan Morfologi dan Fisiologi Selama Proses Pemasakan Benih Tahap perkembangan benih dapat dibagi tiga yaitu tahap perkembangan embrio, tahap akumulasi cadangan makanan (disebut juga tahap pemasakan benih) dan tahap pematangan benih. Tahap perkembangan embrio ditandai dengan pembagian sel yang cepat setelah fusi seksual dan diakhiri dengan embrio yang hampir terbentuk seluruhnya. Tahap akumulasi cadangan makanan ditandai dengan adanya peningkatan cadangan makanan benih karena adanya translokasi cadangan makanan yang dibuat di dalam bagian tanaman yang hijau kepada benih melewati funikulus. Tahap terakhir adalah pematangan benih dimana benih mulai mengering atau mengalami desikasi. Lapisan gabus terbentuk pada dasar benih yang akan memutus hubungan dengan tanaman induk, menutup pasokan air dan membentuk suatu titik lemah yang memudahkan benih masak rontok (Pranoto et al.,1990). Hasil penelitian Utomo (2007) di kebun jarak Pakuwon pada provenan Lampung secara morfologi menunjukkan bahwa pada saat buah berumur 37 HSA buah masih berwarna hijau, kulit buah masih keras, biji berwarna putih, ukuran buah satu dengan yang lain masih belum seragam ada yang terlihat sudah besar dan ada yang kecil. Buah berumur 42 HSA berwarna hijau tua, kulit buah masih keras, warna kecoklatan sudah terlihat dibagian ujung biji, sedikit lebih tua, ukuran biji sudah relatif sama antara satu dengan yang lain. Buah berumur 47 HSA kulitnya berwarna hijau kekuningan, bagian tengah biji sudah berwarna
29
kecoklatan dan bagian ujung sudah terlihat kehitaman, kekerasan buah sedikit berkurang. Buah berumur 52 HSA kulitnya berwarna kuning, biji berwarna hitam mengkilat, kulit buah tidak keras, mudah dibuka dengan tangan dan saat buah berumur 57 HSA kulit buah berwarna kuning kehitaman, biji berwarna hitam. Hasil penelitian lainnya menunjukkan, benih jarak pagar yang berasal dari klon NTB dipanen pada saat buah berwarna kuning atau lebih dari 50% telah berwarna kuning kehitaman atau telah berumur 45 sampai 55 hari setelah anthesis menghasilkan vigor dan daya berkecambah yang paling baik. Cara panen individu berdasarkan kulit buah merupakan cara panen buah yang paling efektif dilakukan (Adikadarsih dan Hartono, 2007). Delouche (1983) menyatakan bahwa proses kemasakan benih mencakup perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi yang berlangsung sejak fertilisasi sampai bakal benih masak menjadi benih yang siap panen. Selama proses pemasakan benih, terjadi perubahan-perubahan tertentu dalam bakal benih dan bakal buah yang meliputi perubahan ukuran benih, kadar air, berat kering, dan vigor benih. Pada fase pertumbuhan biji kadar air dan berat basah meningkat pesat karena terjadi histodiferensiasi, sampai biji mencapai matang morfologi. Sebaliknya berat kering biji meningkat pesat pada fase penghimpunan makanan, sedangkan penambahan berat basah dan kadar air biji mulai melambat. Pada fase pemasakan umumnya kadar air mulai berkurang, demikian juga berat basah. Akan tetapi berat kering terus bertambah sampai masak fisiologi tercapai dimana berat kering mencapai maksimum ( Kermode 1990). Selama periode masak fisiologi benih, perubahan secara fisiologi pada benih jarak pagar IP-1P meliputi penurunan kadar air, maksimumnya berat kering benih dan meningkatnya persentase daya berkecambah dimana masak fisiologi benih tercapai pada umur 52 – 57 HSA (Utomo 2007). Perubahan yang sama juga terjadi pada jenis tanaman lainnya seperti yang ditunjukkan oleh Ratnasari (1996) bahwa kacang tanah varietas Biawak dan Komodo mencapai tingkat masak fisiologi pada panen 85 hari setelah tanam. Perlakuan umur panen berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas benih kacang tanah, terutama saat penentuan masak fisiologi, yang dijabarkan dengan tolok ukur daya berkecambah maksimum, kecepatan tumbuh maksimum, bobot kering benih maksimum, dan
30
bobot 1000 butir maksimum. Selanjutnya Prihatiningsih (2001) menyatakan bahwa kadar air benih padi sangat nyata dipengaruhi oleh umur panen. Mulai dari umur panen 21 sampai 36 HSB, kadar air benih padi menurun (35.72 – 24.44%) karena perubahan tekstur gabah dari kesusuan, keadaan setengah cair kemudian padat berisi. B.
Perubahan Biokimiawi (Klorofil dan Karotenoid) Selama Proses Pemasakan Benih. Viabilitas dan vigor benih dapat dideteksi dengan mengukur perubahan-
perubahan secara biokimiawi yang terjadi selama masa pemasakan benih. Sampai saat ini sudah banyak indikator biokimiawi yang dapat digunakan untuk mendeteksi viabilitas dan vigor benih diantaranya adalah kandungan klorofil dan akumulasi karotenoid. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari indikasi biokimia sebagai penentu masak fisiologi pada berbagai jenis tanaman. Hasil penelitian Suhartanto (2003) menunjukkan bahwa kandungan klorofil pada benih tomat berkorelasi negatif dengan daya berkecambahnya. Masak fisiologis yang dicerminkan oleh daya berkecambah mencapai maksimum pada saat kandungan klorofil mencapai minimum. Mutu benih sangat ditentukan oleh tingkat kemasakan benih tersebut, sehingga dapat dikatakan juga bahwa kandungan klorofil benih juga menentukan mutu benih tersebut. Kwong (1991) menunjukkan bahwa benih yang masih hijau memiliki daya berkecambah yang rendah, namun kemampuan berkecambah benih-benih tersebut meningkat bila dikecambahkan dalam media yang mengandung nutrisi. Hasil penelitian
Almela, et al.(1996)
pada cabai varietas Negral menunjukkan bahwa pada saat proses pemasakan buah terjadi perubahan komposisi klorofil dan total karotenoid. Kandungan klorofil pada buah berwarna hijau dan setengah masak masih tinggi dan pada saat buah mencapai masak fisiologi kandungan klorofil berkurang hanya tinggal sekitar 14%nya. Sementara
total karotenoid meningkat sejalan dengan peningkatan
stadia kemasakan, hal yang sama diduga juga terjadi pada benih seiring dengan perubahan warna pada buah. Menurut Bewley dan Black (1994) kandungan karoten berhubungan erat dengan pembentukan klorofil. Pembentukan klorofil dalam perkembangan benih
31
sangat dipengaruhi oleh asam absisat (ABA) dan giberelin (GA). Benih tomat yang defisien GA memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi dibanding dengan tetuanya, sedangkan benih yang defisien ABA memiliki kandungan klorofil paling rendah, hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya hubungan proses biosintesis ABA, GA, dan klorofil. (Suhartanto, 2003). Karotenoid berfungsi sebagai pigmen membantu menyerap cahaya dalam proses fotosintesis juga berguna untuk melindungi tanaman. Fungsi dasar ßkaroten adalah untuk melindungi kloroplas dari kerusakan fotooksidatif, meskipun karotenoid tidak stabil saat diekspos pada cahaya, oksigen, atau suhu tinggi (Bosland dan Votava, 1999). Selanjutnya Cogdell, 1988 dalam Suhartanto 2002 menyatakan bahwa karotenoid merupakan antioksidan yang mampu bereaksi dengan triplet-klorofil untuk menghasilkan triplet-karoteniod dan ini merupakan proses yang efektif untuk mencegah terbentuknya singlet-oksigen. Didalam benih berlemak, antioksidan berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas akibat proses oksidasi lipid yang berlangsung terus-menerus secara alamiah atau mempertahankan kadar radikal bebas dalam taraf yang tidak bebahaya dalam benih. Bila terjadi penurunan aktivitas antioksidan, maka radikal bebas yang terbentuk tidak dapat dinetralisir, dan bereaksi dengan molekul di sebelahnya yang dapat mengakibatkan kerusakan sel sehingga terjadi deteriorasi benih (Siregar 2004). Beberapa hasil penelitian tentang kemungkinan kandungan karotenoid pada berbagai tingkat kemasakan dan hubungannya dengan viabilitas benih seperti yang ditunjukkan oleh Prasetyatiningsih (2006) pada benih jagung manis bahwa total karotenoid berhubungan sangat erat dengan daya berkecambahnya, bobot 1000 butir, KCT serta bobot kering benih. Selanjutnya hasil penelitian Sinuraya (2007) juga menjelaskan bahwa total karotenoid benih cabai rawit varietas Rama berhubungan sangat erat dengan nilai daya berkecambah, bobot kering benih, bobot 1000 butir dan KCT , dimana masak fisiologi tercapai pada umur panen 50 – 55 HSBM. Hasil penelitian Prasetyatiningsih dan Sinuraya menyimpulkan bahwa tolok ukur total karotenoid dapat digunakan sebagai indikasi biokimiawi tingkat kemasakan jagung manis varietas lokal Manise dan cabai rawit varietas Rama.
32
Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Salah satu faktor yang mempengaruhi vigor awal benih adalah tingkat masak fisiologi benih. Panen yang dilakukan sebelum masak fisiologi akan menghas ilkan benih yang kurang bermutu. Jika pemanenan ditangguhkan dan benih dibiarkan pada tanaman setelah matang, sebagian akan hilang karena rontok, rebah, dimakan serangga atau burung dan benih yang tersisa di tanaman akan cepat mundur viabilitasnya akibat deraan cuaca. Pemanenan benih pada tingkat kemasakan yang tepat (masak fisiologi) sangatlah penting dalam mendapatkan tingkat mutu benih yang tinggi dan daya simpan yang panjang. Pemanenan yang dianjurkan adalah pada saat vigor maksimum (daya tumbuh maksimum), bobot kering benih maksimum, penurunan kadar air benih (sampai mencapai kadar air keseimbangan) dan peningkatan perkecambahan (Pranoto et al.,1990) Menurut Heydecker (1977) perbedaan tingkat kemasakan benih akan menyebabkan perbedaan vigor dalam satu lot benih. Masak fisiologi diartikan sebagai suatu keadaan yang harus dicapai oleh benih sebelum keadaan optimum untuk panen benih dimulai (Suseno, 1980). Beberapa ahli mengungkapkan kriteria kemasakan benih dapat diketahui dari perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi yang terjadi pada buah. Mugnisjah dan Setiawan (1990) menyatakan tanda-tanda kunci dalam pematangan dan pemasakan benih meliputi perubahan kadar air benih, ukuran benih dan bobot kering benih. Secara umum Delouche (1983) menggambarkan daya berkecambah dan ukuran benih telah maksimum sebelum tercapai masak fisiologi. Berat kering dan vigor benih setelah lewat fase masak fisiologi akan menurun secara perlahanlahan tetapi kadar air benih menurun secara cepat hingga tercapai keseimbangan dengan kondisi dilapangan pertanaman. Masak fisiologi pada benih tanaman tahunan dapat ditelaah dari perubahan warna buah atau biji, bau, kekerasan kulit buah atau benih dan rontoknya buah atau benih dari pohon induk Menurut Ilyas (2004) pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat masak fisiologis benih tercapai, ditandai dengan vigor, daya berkecambah dan berat kering benih maksimum, dimana kadar air benih masih tinggi. Rata-rata kadar air
33
benih tipe ortodoks saat masak fisiologi adalah 30-50 %. Tetapi memanen pada saat kadar air benih masih tinggi sulit dilakukan secara mekanis. Biasanya panen ditunda sampai kadar air benih 20-30 % (masak panen). Keuntungan memanen pada saat yang tepat adalah untuk mengurangi kerusakan akibat cuaca, kerusakan mekanis,
kehilangan
akibat
rontok,
kerusakan
akibat
insek
dan
tikus,
memaksimumkan hasil dan mutu benih. Benih yang dipanen masih muda atau terlampau tua akan mengalami kerusakan membran yang lebih banyak dibandingkan dengan benih yang dipanen pada saat masak fisiologi. Hasil penelitian Saenong (1986) menunjukkan bahwa benih kedelai yang dipanen terlambat atau terlalu cepat akan mengalami kerusakan mekanis lebih banyak dan akibatnya akan memiliki vigor awal benih yang lebih rendah. Adikadarsih dan Hartono (2007) menunjukkan benih jarak pagar yang berasal dari klon NTB dipanen pada saat buah berwarna kuning atau lebih dari 50% telah berwarna kuning kehitaman atau telah berumur 45 sampai 55 hari setelah anthesis menghasilkan vigor dan daya berkecambah yang paling baik. Hasil penelitian Utomo (2007) dikebun jarak Pakuwon Sukabumi, menyatakan bahwa benih jarak pagar mencapai masak fisiologi pada umur 52 – 57 HSA dengan kriteria pada 52 HSA biji berwarna hitam mengkilat, kulit buah tidak keras, mudah dibuka dengan tangan dan berumur 57 HSA biji berwarna hitam kusam Hasnam dan Hartati (2006), menyatakan untuk memperoleh benih jarak yang bermutu tinggi, panen buah dilakukan pada saat benih telah mencapai masak fisiologi, pada jarak pagar ditandai dengan buah telah berwarna kuning bila dibuka biji didalamnya telah berwarna hitam berkilat. Benih yang sudah mencapai masak fisiologi akan menghasilkan viabilitas dan vigor yang baik sehingga benih dapat disimpan pada kurun waktu yang lebih panjang. Menurut Byrd (1983), tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin. Selama proses penyimpanan, benih secara alami akan mengalami kemunduran viabilitas sejalan dengan berlangsungnya waktu penyimpanan. Agrawal (1980) menyatakan bahwa mempertahankan viabilitas dan vigor benih tetap tinggi dari
34
mulai panen hingga penanaman adalah hal yang paling penting dalam menangani benih. Benih tidak akan berguna jika selama penanaman gagal memberikan pertumbuhan yang baik. Penyimpanan yang baik merupakan suatu keharusan dalam produksi benih. Selanjutnya Justice dan Bass (1994) mengemukakan tujuan dari penyimpanan benih adalah untuk: (1.) Menjaga agar benih dapat mempertahankan energi dan daya berkecambahnya selama jangka waktu antara pengumpulan hingga penyebarannya di persemaian, (2.) Melindungi benih dari kerusakan yang diakibatkan oleh hama dan penyakit, (3.) Persediaan benih bila terjadi saat-saat dimana produksi benih kurang. Menurut Ilyas (2004) selama penyimpanan, benih mengalami penurunan mutu (deteriorasi) yang disebabkan oleh faktor abiotik seperti RH dan suhu tinggi serta faktor biotik seperti aktivitas mikroba (cendawan, bakteri, virus), insek, kutu, tikus dan sebagainya. Masalah penyimpanan benih berkaitan erat dengan kemunduran benih. Kemunduran benih adalah jatuhnya mutu fisiologis yang menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih yang menyebabkan menurunnya viabilit as benih. Kemunduran benih berlangsung secara kronologis selama proses penyimpanan. Gejala kemunduran fisiologis benih diantaranya adalah perubahan pada warna biji, mundurnya perkecambahan, meningkatnya kecambah abnormal. Gejala biokimia seperti terjadinya perubahan dalam aktivitas enzim, laju respirasi, peningkatan asam lemak, dan berkurangnya persediaan cadangan makanan (Copeland dan McDonald, 2001). Jarak pagar menghasilkan biji yang terdiri dari 60% berat endosperm dan 40% berat testa. Endosperm jarak pagar mengandung kadar lemak yang tinggi terutama asam lemak oleat (43.2%), asam linoleat (34.3%), asam palmitat (14.2%) dan asam stearat (6.9%) (Hambali et al., 2006). Beberapa penelitian yang mengkaji benih-benih dengan kandungan lemak yang tinggi telah membuktikan bahwa benih-benih tersebut tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang panjang. Kurniasari (1993) menyatakan bahwa benih kacang tanah mempunyai daya berkecambah kurang dari 60% setelah disimpan 16 minggu. Syamsuddin (1998) melaporkan hal yang sama, bahwa pada benih gmelina (Gmelina arborea Roxb) total lemak semakin menurun yang diikuti dengan meningkatnya kandungan asam lemak bebas setelah disimpan selama 3
35
bulan. Kusmarya (2007) menyatakan bahwa persentase asam lemak bebas (ALB) pada benih jarak pagar mengalami peningkatan seiring dengan menurunnya persentase kadar lemak total (KLT) selama penyimpanan. Peningkatan mulai terlihat pada periode simpan 1 sampai 2 bulan, dan selanjutnya konstan pada periode simpan 3 bulan. Salah satu teori tentang kemunduran benih adalah terjadinya oksidasi lemak pada benih-benih yang berkadar air rendah serta terjadinya denaturasi lipoprotein membran. Winarno (1992) menyatakan peningkatan asam lemak bebas selama penyimpanan disebabkan oleh terjadinya proses otooksidasi, akibat adanya radikal bebas yang memotong ikatan rangkap dari lemak menjadi asam lemak bebas. Radikal bebas adalah sebuah atom atau kumpulan atom-atom yang memiliki elektron yang tidak berpasangan, sehingga dapat bereaksi dengan memberikan elektron pada mole kul-molekul didekatnya, yang mengakibatkan kerusakan biologis. Kerusakan sel seringkali diakibatkan oleh radikal hidroksil dibandingkan radikal superoksida, namun sel mempunyai pertahanan dengan melibatkan senyawa scavenger (antioksidan) yang bereaksi dengan radikal bebas superoksida untuk membentuk oksigen. Menurut Freisleben (2002), terdapat 3 tahap pembentukan radikal bebas, yaitu: inisiasi, propagasi dan terminasi, sehingga ada tiga reaksi yang dapat mengendalikan pembentukan radikal bebas ini, yaitu: pencegahan atau penghambatan terbentuknya radikal bebas dan penghentian propagasi serta memperbaiki kerusakan radikal. Tahap – tahap reaksi oksidasi meliputi inisiasi, propagasi dan terminasi sebagai berikut: Inisiasi
: RH ?
R* + H*
Propagasi
: R* + O2 ? ROO* ROO* + RH ? R* + ROOH
Dimana RH
= Lemak tidak jenuh
ROO* = Peroksida radikal R*
= Asam lemak radikal
Terminasi: R* + R* R* + ROO* ROO* + ROO*
36
Aktivitas penghambatan antioksidan dalam reaksi oksidasi berdasarkan keseimbangan reaksi oksidasi reduksi. Molekul antioksidan akan bereaksi dengan radikal bebas (R*) dan membentuk molekul yang tidak reaktif (RH) sehingga reaksi berantai pembentukan radikal bebas dapat dihentikan. Stuckey (1972) mengemukakan bahwa antioksidan dikenal sebagai zat yang memperlambat reaksi oksidatif oleh radikal bebas dan melindungi lemak dari kerusakan tersebut. Efek perlindungan antioksidan ini dihubungkan dengan sumbangan elektron atau hidrogen pada lemak sehingga radikal bebas tidak dapat berikatan dengan ikatan rangkap pada lemak tersebut.
37
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 sampai Januari 2009, di Laboratorium Pendidikan Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium RGCI Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB dan Laboratorium Ketahanan Pangan Dua di PAU IPB serta rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Lewikopo IPB. Bahan dan Alat Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jarak pagar IP-1P dari berbagai tingkat kemasakan yang di ambil dari kebun induk jarak pagar di Pakuwon, Parungkuda Sukabumi Jawa Barat. Pasir steril sebagai media perkecambahan, beberapa senyawa kimia untuk analisis karotenoid, klorofil, total lemak dan asam lemak bebas; heksana teknis, Indikator phennolftalein, Benzena: Alkohol(1:1), quartz sand, heksana, aseton, KOH 5% dalam Me-OH, air bebas ion, CH3 COOH 5%, Na2SO4 anhidrat, serta bahan penunjang lainnya. Peralatan yang di gunakan terdiri dari: centrifuge, oven, seperangkat alat soxhlet, vortex, water bath, spektrofotometer, serta peralatan Laboratorium Standar. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua percobaan secara terpisah yaitu : Percobaan I : Indikasi Perubahan Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya Dengan Viabilitas dan Vigor Benih. Perubahan fisiologi dan biokimia pada lima tingkat kemasakan benih yang diamati selama proses pemasakan, berdasarkan ciri morfologi buah dan hari setelah antesis, merujuk pada Utomo (2007) yaitu: 1. K1 = warna buah hijau tua (42 HSA), 2. K2 = warna buah hijau kekuningan (47 HSA), 3. K3 = warna buah kuning merata (52 HSA), 4. K4 = warna buah kuning kecoklatan (57 HSA), 5. K5 = warna buah coklat kehitaman (62 HSA).
38
Lima tingkat kemasakan benih berdasarkan ciri morfologi kulit buah dapat dilihat pada Gambar 5.
K1
K2
K3
K4
K5
Keterangan: (K1); hijau tua, (K2); hijau kekuningan, (K3); kuning merata, (K4); kuning kecoklatan, (K5); coklat kehitaman. Gambar 5 Berbagai kemasakan buah jarak pagar IP-1P yang berbeda. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ni i adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari lima tingkat kemasakan buah sebagai faktor tunggal, setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Analisis statistika yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak kelompok sebagai berikut:
Yij = µ + Ki +ßj + eij. Keterangan: Yij = Respon pengamatan pada tingkat kemasakan benih ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum Ki = Pengaruh tingkat kemasakan benih ke-i ?j = Pengaruh kelompok ke-j eij = Pengaruh acak pada tingkat kemasakan benih pada ke-i dan ulangan ke-j Data hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA), apabila sidik ragam hasil pengolahan data menunjukkan adanya pengaruh perlakuan, akan dilakukan uji lanjut dengan metode Duncan Multiple Range Test (DRMT) pada taraf nyata 5%. Untuk melihat hubungan antara karotenoid dan klorofil dengan tolok ukur masak fisiologi benih dilakukan analisis regresi korelasi.
39
Percobaan II: Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Jarak Pagar. Rancangan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split-plot Design) yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama sebagai petak utama adalah periode simpan benih (P). Faktor kedua sebagai anak petak adalah tingkat kemasakan benih (K), seperti yang terlihat pada Gambar 6. Faktor pertama sebagai petak utama adalah periode simpan benih (P) terdiri atas lima taraf ,yaitu: 1. P0 = periode simpan 0 bulan, 2. P1 = periode simpan 1 bulan, 3. P2 = periode simpan 2 bulan, 4. P3 = periode simpan 3 bulan, 5. P4 = periode simpan 4 bulan. Faktor kedua sebagai anak petak adalah tingkat kemasakan benih (K) terdiri atas tiga taraf yaitu : 1. K2 = warna buah hijau kekuningan (47 HSA), 2. K3 = warna buah kuning merata (52 HSA), 3. K4 = warna buah kuning kecoklatan (57 HSA),
( K2)
(K3)
(K4)
Keterangan: K2 ( 47 HSA), K3 (52 HSA), K4 (57 HSA) Gambar 6 Tiga tingkat kemasakan buah jarak pagar IP-1P.
40
Secara keseluruhan terdapat 15 kombinasi perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh 45 satuan percobaan, setiap satuan percobaan terdiri atas 25 butir benih. Model matematika dari rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
Yijk = µ + Pi + KK( Pi ) +GI + Aj + (PA)ij + GII.
Keterangan: Yijk
= nilai pengamatan pada perlakuan penyimpanan ke-i, tingkat kemasakan ke-j, dan ulangan ke-k.
µ
= nilai rataan umum hasil pengamatan.
Pi
= pengaruh perlakuan periode simpan ke-i.
Kk(Pi) = pengaruh ulangan ke-k dan periode simpan taraf ke-i. GI
= galat interaksi antara periode simpan dan ulangan.
Aj
= pengarugh perlakuan tingkat kemasakan ke-k
(PA)ij = pengaruh interaksi perlakuan periode simpan taraf ke-i dan faktor tingkat kemasakan taraf ke-j. GII
= pengaruh galat percobaan.. Jika dalam analisis ragam ternyata perlakuan yang diberikan menunjukkan
pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan uji nilai tengah nilai tengah dengan menggunakan metode Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Untuk melihat hubungan antara karotenoid dan klorofil dengan tolok ukur periode simpan benih dilakukan analisis regresi korelasi.
Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan di lapang, laboratorium dan rumah kaca. Percobaan di lapang menyangkut pemanenan buah, sortasi dan ekstraksi buah sebagai materi dalam penelitian. Kegiatan di laboratorium meliputi pengujian kadar air benih, bobot kering benih, penyimpanan benih, uji total klorofil, total karotenoid, kandungan lemak total dan kandungan asam lemak bebas. Pengecambahan serta pengamatan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, T50, First Count Germination (FCG) dilakukan di rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Lewikopo, Bogor. Secara skematis tahapan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
41
Percobaan I Penentuan lima taraf kemasakan buah berdasarkan warna Buah (Utomo, 2007) Pemanenan buah Ekstraksi, pembersihan, pengeringan
Sortasi Benih Benih Homo gen Indikasi Tingkat Kemasakan Buah (Percobaan I) Indikasi Fisiologi Pengujian KA,DB, KCT, FCG dan Berat Kering benih.
Indikasi Biokimia Analisis Klorofil, Karoten, KLT dan ALB
Analisis Data
Percobaan II
Hasil Pengamatan tingkat kemasakan buah dari percobaan I. Digunakan 3 tingkat kemasakan pada percobaan II
Benih disimpan ( 0, 1, 2, 3, dan 4 bln) Indikasi Fisiologi, Pengujian KA, DB, KC T, T5 0, FCG dan Berat Kering benih
Indikasi Biokimia, Analisis Klorofil, Karoten, KLT dan ALB Analisis Data
Hasil yang diperoleh informasi tentang daya simpan benih jarak pagar dari ketiga tingkat kemasakan benih.
Gambar 7 Bagan alir pelaksanaan penelitian
42
Percobaan I. Kegiatan di lapang. Kegiatan awal yang dilakukan di lapang adalah pemanenan buah pada lima tingkat kemasakan berdasarkan ciri morfologi buah dari hasil penelitian Utomo (2007). Pemanenan buah dilakukan di kebun induk jarak pagar Pakuwon Sukabumi Jawa Barat. Buah yang diambil dari pohon yang sehat dan kuat dengan umur tanaman ± 4 tahun. Buah yang dipanen langsung dipisahkan menurut tingkat kemasakan yaitu ; K1 = warna buah hijau tua (42 HSA), K2 = warna buah hijau kekuningan (47 HSA), K3 = warna buah kuning merata (52 HSA), K4 = warna buah kuning kecoklatan (57 HSA), K5 = warna buah coklat kehitaman (62 HSA). Selanjutnya buah diekstraksi dengan cara manual dan dikeringanginkan pada tempat yang teduh sampai kadar air mencapai 9 – 10 %. Benih dari hasil ekstraksi dan dipisahkan secara fisik antara bagus dengan yang jelek dan benih yang tergores atau pecah kulitnya tidak digunakan dalam penelitian ini.
Kegiatan di Laboratorium. Analisis kadar klorofil dan karotenoid benih dilaksanakan di Laboratorium RGCI (Research Group on Crop Improvement) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Analisis kandungan total lemak serta asam lemak bebas dilaksanakan di Laboratorium Ketahanan Pangan Dua (PAU) Institut Pertanian Bogor.
Percobaan II. Tingkat kemasakan benih jarak yang digunakan pada percobaan ini berdasarkan hasil analisis data pada percobaan satu yaitu tiga tingkat kemasakan K2; 47 HSA, K3; 52 HSA dan K4; 57 HSA untuk selanjutnya disimpan selama 4 bulan. Benih disimpan dengan cara dimasukkan dalam plastik sealer dan diletakkan dalam wadah penyimpanan dari bok plastik yang dialasi dengan kertas merang dan diatasnya ditutup lagi dengan keranjang plastik, wadah yang diperlukan sebanyak tiga wadah simpan (Gambar 8). Kadar air benih pada saat
43
awal penyimpanan berkisar 9.50 – 11.31%, penyimpanan benih dilakukan pada suhu ruang
Laboratorium Pendidikan Ilmu dan Teknologi Benih IPB dengan o
suhu 25-28 C dan RH 46- 80 %. Periode simpan ditentukan dari; 0, 1, 2, 3 dan 4 bulan. Kisaran suhu dan kelembaban relatif ruang simpan selama penyimpanan disajikan pada Tabel 1.
Tabel
1 Kisaran dan rata-rata suhu serta kelembaban relatif ruang simpan selama penyimpanan benih.
Periode simpan ( Bulan) 0–1 1–2 2–3 3–4
Suhu (0C) Kisaran 25.0 – 28,1 25.1 – 27.9 25.1 – 28.0 25.1 – 28.7
A
Keterangan:
Rata-rata 26.3 26.3 26.1 26.7
Kelembaban relatif (%) Kisaran Rata-rata 61.7 – 80.7 72.6 60.0 – 80.7 71.2 58.7 – 80.0 71.4 46.0 – 82.4 72.8
B
(A) Benih dalam plastik sealer yang diletakkan dalam bok plastik. (B) Penyimpanan benih dalam bok plastik.
Gambar 8 Penyimpanan benih jarak pagar pada suhu kamar. Pada setiap periode simpan yang telah ditentukan, kegiatan di Laboratorium selanjutnya sama pada percobaan I kecuali bobot kering benih tidak dilakukan lagi pada percobaan II ini.
44
Penanaman (Percobaan I dan II). Perlakuan praperkecambahan dilakukan dengan merendam benih dengan air biasa selama 12 jam, setelah 6 jam pertama air diganti selanjutnya setelah 12 jam benih ditiriskan ± 1jam. Pengecambahan dilakukan di rumah kaca dalam boks plastik dengan media pasir dan dilakukan pengamatan dengan tolok ukur yang telah ditentukan.
Pengamatan 1. Pengujian Ka dar Air. Pengujian kadar air benih dihitung dengan metode langsung menggunakan oven 103 ± 2 0C selama 17 ± 1 jam. Jumlah benih yang diuji sebanyak 5 butir. Pengukuran kadar air benih menggunakan rumus sebagai berikut (ISTA. 2004).
KA= (M 2 − M3)X
100 (M2 − M1)
Dimana : KA M1 M2 M3
= kadar air benih = berat wadah kosong dalam gram = berat wadah dan benih sebelum pengovenan = berat wadah dan benih setelah pengovenan
2. Daya Berkecambah Sebanyak 25 butir dari setiap satuan percobaan ditanam dalam boks plastik dengan media pasir. Pengamatan daya berkecambah dihitung berdasarkan pengamatan kecambah normal yang diamati pada 9 dan 14 HST (Gambar 9). Tipe perkecambahan jarak pagar adalah epigeal, maka perkecambahan normalnya adalah : kecambah tumbuh sehat, hipokotil tumbuh normal dengan panjang 2-4 kali dari panjang benih, akar adventif minimal ada 4 dan akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar yang banyak serta minimal sudah tumbuh satu plumula (Wulandari, 2008). Daya berkecambah dapat dihitung dengan rumus :
45
? KN hitungan I + KN hitungan II DB = ------------------------------------------ X 100% ? benih yang ditanam A B E
C D
Sumber Wulandari (2008) Keterangan: (A) kotiledon, (B) plumula, (C) hipokotil,(D) akar adventif, (E) endosperm membungkus kotiledon.
Gambar 9 Struktur kecambah normal benih jarak pagar
3. Bobot Kering Benih. Bobot kering benih diukur dengan mengeringkan benih sebanyak 25 butir benih dalam oven 60 0 C selama 3 x 24 jam kemudian ditimbang bobotnya. Pengukuran dilakukan tiga ulangan untuk setiap satuan percobaan.
4. Kecepatan tumbuh Kecepatan tumbuh (KCT) dihitung berdasarkan total pertambahan persentase kecambah normal (Sadjad et al. 1999), dengan menggunakan rumus: tn
KCT = ∑ 0
N t
Keterangan : t = Waktu pengamatan N = Pertambahan %KN setiap waktu pengamatan tn = Jumlah hari pengamatan terakhir.
46
5. First Count Germination (FCG) First Count Germination ditentukan dengan menghitung persentase
jumlah
kecambah normal pada pengamatan pertama perkecambahan yaitu 9 HST. Pengukuran First Count berdasarkan Copeland dan McDonald (2001) dengan rumus : ? benih berkecambah pada hitungan pertama FCG = -------------------------------------------------------X 100% ? benih yang ditanam 6. T50 T50 merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% total permunculan kecambah. Pengamatan dilakukan sejak hari pertama hingga hari terakhir terhadap kecambah yang mulai muncul kepermukaan media tanam.Satuan yang digunakan adalah hari. Pengukuran nilai T50 berdasarkan Khan (1992) dengan rumus :
T50 (hari) =
∑ TiXi ∑ Xi
Keterangan: Ti
= Waktu ke-i yang dibutuhkan untuk perkecambahan
Xi
= Jumlah kecambah waktu ke-i
7. Analisis kandungan klorofil dan Karotenoid. Penetapan kandungan klorofil dan karotenoid dilakukan berdasarkan metoda Sims and Gemon (2002), dengan prosedur sebagai berikut : Benih jarak pagar sebanyak 0.2 – 0.5 g yang sudah dihaluskan menggunakan mortar dengan quartz sand. Klorofil kemudian diekstrak dengan menambahkan 4 ml aceton 85% : Tris 1% pH 8 (85:15). Selanjutnya dikocok dengan vortex dan dicentrifuge pada 6000 rpm selama 5 menit, langkah ini diulang 2 – 3 kali. Kemudian ambil 1 ml dari supernatan dan ditera hingga 3 ml aceton : Tris. Absorban larutan tersebut diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang masing – masing pigment dengan spektro fotometer ( lampiran 2). Penghitungan kandungan klorofil dan karotenoid dapat di cari dengan rumus Sims dan Gamon (2002) :
47
{[0.01373×A663] –[0.000897×A537]–[0.003046×A647] } 12 ×100 Chl a(µmol/g) = -----------------------------------------------------------------------------Berat sampel (g) { [0.02405×A647] – [0.004305×A537] –[ 0.005507×A663] }12 ×100 Chl b(µmol/g)= -----------------------------------------------------------------------------Berat sampel (g)
{ A470 – [( 17.1 × Tot.Chl) – (9.479 ×Anth)]} ×12 / 119.26 Total karoten (µmol/g) = ------------------------------------------------------------ ×100 Berat sampel (g) Keterangan : A470, 537, 647, 663 Tot. Chl Anth
= Nilai serapan sampel pada pembacaan panjang gelombang 470, 537, 647, 663 nm = Total klorofil = Nilai anthosianin.
9. Penetapan kadar lemak dan asam lemak bebas. Penentuan kadar lemak Penetapan
kandungan
lemak
kasar
menggunakan
alat
Soxhlet
(Apriyantono et al.1989). Prosedurnya adalah sebagai berikut: Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet yang digunakan, dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya di dalamnya di masukkan batu didih dan ditimbang (X g). Contoh sebanyak 5 g benih dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring rangkap dua. Contoh tersebut di masukkan dalam alat ekstraksi Soxhlet, kemudian di pasang kondensor di atasnya, sedangkan labu lemak berada di atasnya. Pelarut petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak sebanyak 50 ml, sesuai dengan ukuran Soxhlet. Refluks dilakukan selama enam jam sampai pelarutnya yang turun kembali ke labu lemak berwarna putih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan pelarutnya ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105
0
C selama dua jam. Setelah dikeringkan sampai
beratnya konstan, selanjutnya didinginkan dalam desikator, dan labu lemak berikut batu didihnya di timbang (Y g). Berat lemak kasar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
48
(Y- X) g lemak Kadar Lemak Total = ----------------------- X 100% Berat contoh Penentuan Asam lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas (ALB) dilakukan dengan cara titrasi. Lemak hasil ekstraksi, di timbang 1 g kemudian di masukkan kedalam labu erlenmeyer dan di tambahkan 25 ml larutan alkohol : benzen (1:1). Selanjutnya di tambah satu tetes indikator phennolftalein dan dititrasi dengan KOH 0.1 N. Titrasi dihentikan jika terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Kandungan asam lemak bebas dapat di hitung dengan rumus :
V.KOH x N.KOH x BM as.lemak ALB (%) = ------------------------------------------ x 100% Bobot sampel (g) x 1000 Keterangan: V.KOH
= Volume KOH yang dibutuhkan
N.KOH
= Normalitas KOH
BM asam oleat = 282 Metode dan rangkaian soxhlet dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.
49
HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I Indikasi Perubahan Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya Dengan Viabilitas dan Vigor Benih.
Kondisi Umum Pengecambahan
tanaman
jarak
pagar
dilakukan
di
rumah
kaca
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Leuwikopo IPB, Bogor. Banyaknya pohon-pohon yang sudah besar di sekitar rumah kaca menyebabkan terhalangnya cahaya matahari pada tanaman selain itu kondisi atap rumah kaca yang bocor pada saat musim penghujan juga diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Rata- rata suhu di rumah kaca selama penelitian pada siang hari 35 0C dan sore hari 32 0C, sementara RH pada siang hari 40,9% dan sore hari 43.3%. Menurut Prihandana dan Hendroko (2006) kisaran suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak pagar adalah 20 – 26 0C, pada daerah dengan suhu di atas 35 0C atau lebih rendah dari 15 0C akan menghambat pertumbuhan dan menurunkan kadar minyak dalam biji serta mengubah komposisinya. Percobaan ini hanya berlangsung selama 14 hari setelah tanam karena benih yang tersisa tidak berkecambah lagi dan kondisi struktur seluruh kecambah telah berkurang keragamannya. Rata – rata benih mulai berkecambah pada umur 3 hari setelah tanam. Rekapitulasi analisis ragam hasil uji F indikasi perubahan fisiologi dan biokimia selama pemasakan benih terhadap beberapa tolok ukur meliputi Daya Berkecambah (DB), Berat Kering Benih (BKB), Kecepatan Tumbuh (KCT ), T50 , First Count Germination (FCG), Kandungan Lemak Total (KLT), Asam Lemak Bebas (ALB), Total Klorofil dan Total Karotenoid disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan rekapitulasi analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat kemasakan benih berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah, bobot kering benih,
first count germination,
kadar lemak total, kadar asam lemak
bebas, dan untuk tolok ukur KCT , T50, total klorofil serta total karotenoid tidak berpengaruh nyata. Sidik ragam untuk masing – masing tolok ukur ditampilkan di Lampiran 5 – 13.
50
Tabel 2 Rekapitulasi analisis ragam indikasi perubahan fisiologi dan biokimia selama pemasakan benih. Tolok Ukur
Tingkat Kemasakan
Daya Berkecambah (%) Bobot Kering Benih (g) T50 (hari) Kecepatan Tumbuh (%KN/etmal) First Count Germination (%) Kadar Lemak Total (%) Kadar Asam Lemak Bebas (%) Total Karotenoid (µmol/g) Total Klorofil (µmol/g)
* * tn tn * * * tn tn
Koefisien Keragaman (%) 15.58 3.48 14.12 17.84 19.88 1.98 12.09 6.03 14.23
Keterangan : tn = Tidak nyata. * = Nyata pada taraf uji 5%
A. Pengaruh Tingkat Kemasakan terhadap Beberapa Tolok Ukur Fisiologi. Pemanenan benih pada tingkat kemasakan yang tepat (masak fisiologi) sangatlah penting dalam mendapatkan tingkat mutu benih yang tinggi dan daya simpan yang panjang. Ilyas (2004) menyatakan bahwa pemanenan benih sebaiknya dilakukan pada saat masak fisiologis benih tercapai, ditandai dengan vigor, daya berkecambah dan berat kering benih maksimum, dimana kadar air benih masih tinggi. Delouche (1983) menyatakan bahwa proses kemasakan benih mencakup perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi yang berlangsung sejak fertilisasi sampai bakal benih masak menjadi benih yang siap panen. Selama proses pemasakan benih, terjadi perubahan-perubahan tertentu dalam bakal benih dan bakal buah yang meliputi perubahan ukuran benih, berat kering, dan vigor benih. Perubahan secara
fisiologi
selama proses pemasakan benih diamati
dengan tolok ukur bobot kering benih, viabilitas potens ial (Vp) berdasarkan tolok ukur daya berkecambah dan vigor kekuatan tumbuh (VKT ) berdasarkan tolok ukur KCT , T50, dan FCG. Hasil uji lanjut
viabilitas potensial dan vigor kekuatan
tumbuh benih jarak pagar pada lima tingkat kemasakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai daya berkecambah mencapai 80% dengan kriteria warna buah kuning kecoklatan, berbeda nyata dengan tingkat kemasakan benih 42 HSA dengan nilai daya
51
berkecambah 57 % dengan kriteria warna buah hijau tua namun tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 47, 52 dan 62 HSA. Copeland dan Mcdonald (2001) menyatakan bahwa beberapa jenis benih dapat berkecambah hanya beberapa hari setelah pembuahan, jauh sebelum masak fisiologinya tercapai. Walaupun benih yang belum masak fisiologi sudah bisa berkecambah, namun vigor benihnya rendah dan kecambahnya lebih lemah dibandingkan dengan benih yang sudah mencapai masak fisiologi.
Tabel 3 Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur fisiologis benih jarak pagar. Tingkat Kemasakan 1. 42 HSA 2. 47 HSA 3. 52 HSA
DB 57.33b 77.33ab 72.00ab
Tolok Ukur BKB KCT 13.33b 8.99 13.63b 11.69 b 13.69 11.44
4. 57 HSA 5. 62 HSA
80.00a 58.67ab
14.85a 13.61b
12.33 8.88
T50 3.25 2.67 2.70
FCG 54.67b 68.00b 66.67b
2.65 2.72
73.33a 56.00b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT), KA = Kadar Air (%), DB = Daya Berkecambah (%), BKB = Bobot Kering Benih (g), KCT = Kecepatan Tumbuh (%KN/etmal), T50 = Waktu untuk mencapai 50 persen perkecambahan total (hari), FCG = First Count Germination (%).
Pada tingkat kemasakan 57 HSA bobot kering benih maksimum sebesar 14.85 g yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47, 52 dan 62 HSA, pada tingkat kemasakan 62 HSA bobot kering benih menurun kembali dan tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47 dan 52 HSA. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ningrum (1994) bobot kering benih makadamia maksimum pada stadia umur 147 HSB sebesar 12.42 g dimana tercapainya masak fisiologi dan pada stadia umur 197 HSB bobot kering benih menurun kembali sebesar 6.75 g. Roberts (1972) menyatakan bahwa bobot kering benih yang makin menurun sejalan dengan menurunnya vigor benih adalah sebagai akibat metabolisme di dalam benih yang menurun. Tabel 3 menunjukkan bahwa secara statistik nilai KCT dan T50 tidak berbeda nyata pada semua tingkat kemasakan namun demikian dari angka
52
menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai KCT sebesar 12.33 %KN/etmal dan perkecambahan untuk mencapai 50% (T50) yang singkat ditunjukkan pada tingkat kemasakan 57 HSA (2.65 hari) dimana masak fisiologi tercapai. Selanjutnya baik KCT maupun T50 mengalami penurunan kembali pada stadia tingkat kemasakan berikutnya (62 HSA). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Waemata dan Ilyas (1986) juga menunjukkan bahwa vigor kekuatan tumbuh benih buncis dengan tolok ukur kecepatan tumbuh maksimum saat masak fisiologi tercapai, kemudian mengalami penurunan pada saat stadia kemasakan selanjutnya. Salah satu tolok ukur vigor benih yang menggambarkan kemampuan benih tumbuh di lapang adalah First Count Germination (FCG). Pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai FCG mencapai maksimum sebesar 73.33 % yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47, 52 dan 67 HSA, selanjutnya nilai FCG menurun kembali pada tingkat kemasakan 62 HSA dan tidak berbeda nyata dengan 42, 47, 52 dan 62 HSA. Nilai FCG yang ditunjukkan pada tingkat kemasakan benih 52 HSA (73.33%) mengindifikasikan bahwa kemampuan tumbuh benih tersebut di lapang paling tinggi bila dibandingkan dengan benih yang dipanen pada tingkat kemasakan lainnya. Kolasinska, et al. (2000) menunjukkan bahwa persentase kecambah normal pada pengamatan pertama (first count) berhubungan lebih erat dengan kemampuan benih berkecambah di lapang dibandingkan dengan persentase kecambah pada akhir pengamatan (final count). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mulai dari tingkat kemasakan 47 HSA benih jarak pagar IP-1P sudah mulai masak fisiologi dan maksimum pada tingkat kemasakan 57 HSA.
B. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih terhadap Beberapa Indikasi Biokimia. Secara biokimiawi proses pemasakan benih di tandai dengan perubahan bentuk dan struktur pada benih selama proses pemasakan. Perubahan – perubahan yang terjadi diantaranya penurunan kadar lemak dan meningkatnya asam lemak bebas, selanjutnya menurunnya kandungan klorofil dan meningkatnya karotenoid selama proses pemasakan benih.
53
Selama proses pemasakan benih, total lemak secara perlahan akan terhidrolisis oleh enzim lipase dan menghasilkan asam lemak bebas, sehingga jumlahnya semakin berkurang dengan meningkatnya kemasakan pada benih. Tabel 4 menunjukkan pada tingkat kemasakan 62 HSA nilai total lemak terendah sebesar 39.05% yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42 – 52 HSA dan pada tingkat kemasakan 42 – 57 HSA secara statistik tidak berbeda nyata. Sementara asam lemak bebas menunjukkan pada tingkat kemasakan 42 HSA nilai terendah sebesar 0.16% berbeda nyata dengan 47 – 62 HSA. Selanjutnya asam lemak bebas terus meningkat secara tidak nyata sampai pada tingkat kemasakan 62 HSA. Seiring dengan meningkatnya kemasakan benih, nilai kandungan klorofil semakin menurun, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata pada semua tingkat kemasakan, namun dari angka yang diperoleh pada tingkat kemasakan 57 HSA
nilai klorofil 0.90µmol/g terendah bila dibandingkan dengan tingkat
kemasakan lainnya dimana masak fisiologi tercapai (Tabel 4). Hasil penelitian Suhartanto (2003) menunjukkan bahwa kandungan klorofil pada benih tomat berkorelasi negatif dengan daya berkecambahnya. Masak fisiologis yang dicerminkan oleh daya berkecambah mencapai maksimum pada saat kandungan klorofil mencapai minimum. Mutu benih sangat ditentukan oleh tingkat kemasakan benih tersebut, sehingga dapat dikatakan juga bahwa kandungan klorofil benih juga menentukan mutu benih tersebut. Tabel 4 menunjukkan bahwa secara statistik nilai total karotenoid tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap tingkat kemasakan. Total karotenoid berbanding terbalik dengan total klorofil pada benih jarak pagar. Nilai total karotenoid secara tidak nyata menunjukkan peningkatan secara perlahan dari tingkat kemasakan 42 – 62 HSA. Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan secara kimiawi khususnya total karotenoid selama proses pemasakan benih pada jarak pagar terus berlangsung dan belum dapat dipastikan nilai maksimum yang tepat, yang dapat dijadikan sebagai indikasi masak fisiologi benih. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Prasetyatingsih (2006) pada benih jagung dan Sinuraya (2007) pada benih cabai rawit yang menunjukkan
54
bahwa nilai total karotenoid
meningkat sejalan dengan kemasakan dan
maksimum pada masak fisiologi, setelah itu total karotenoid benih menurun.
Tabel 4 Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur biokimiawi benih jarak pagar. Tingkat Kemasakan 1. 42 HSA 2. 47 HSA 3. 52 HSA 4. 57 HSA 5. 62 HSA
KLT
Tolok Ukur Tot.klorofil(µmol/g)*
Tot.karotenoid (µmol/g)**
0.16
c
1.69 (1.46)
231.1 (2.36)
0.22
b
1.45 (1.39)
282.1 (2.45)
ab
1.12 (1.26) 0.90 (1.18) 0.96 (1.20)
285.1 (2.45) 319.7 (2.50) 462.6 (2.60)
ALB a
41.81
a
41.25
a
40.82 40.57ab 39.05b
0.24 0.25ab 0.28a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT), KLT = Kadar Lemak (%), ALB = Asam Lemak Bebas (%), (*)=Data di dalam kurung adalah data transformasii (X + 0.5) , (**)=Data di dalam kurung adalah data transformasi Log(x).
Gross (1991) menyatakan bahwa pada tanaman yang memproduksi banyak karotenoid pada saat pemasakannya, kloroplas dirubah menjadi kromoplas dan disertai dengan perubahan jenis karotenoid. Proses disintegrasi kloroplas terjadi secara perlahan-lahan disertai dengan hilangnya klorofil yang terdapat dalam kloroplas. Setelah grana tilakoid berpisah, karotenogenesis dimulai dengan biosintesis karotenoid dalam kromoplas yang baru. Pada fase inilah karotenoid menjadi struktur yang dominan. Selanjutnya Britton (1976) menambahkan bahwa pada beberapa jenis buah – buahan, proses pemasakan disertai dengan sintesis yang kompleks dari karotenoid yang terkandung didalamnya seperti perubahan kloroplas menjadi kromoplas. Klorofil yang mendominasi saat buah masih berwarna hijau akan diubah menjadi kromoplas yang mengandung banyak karotenoid. Proses ini biasanya terjadi pada buah yang mengalami perubahan warna saat pemasakannya. Penurunan kadar lemak total dan peningkatan asam lemak bebas selama proses pemasakan benih dari 42 – 62 HSA merupakan salah satu petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan adanya aktivitas antioksidan. Karotenoid merupakan salah satu pigmen dalam benih yang berfungsi sebagai antioksidan
55
yang mampu bereaksi dengan triplet-klorofil untuk menghasilkan tripletkarotenoid dan ini merupakan proses yang efektif untuk mencegah terbentuknya singlet-oksigen pada saat perombakan total lemak menjadi asam lemak bebas, sehingga proses pembentukan asam lemak bebas pada benih selama pemasakan dapat dinetralisir (Cogdell dalam Suhartanto, 2002). Meningkatnya kandungan karotenoid secara tidak nyata pada benih jarak pagar selama proses pemasakan pada penelitian ini diduga sangat berhubungan dengan proses evolusi seperti yang diutarakan oleh (Cogdell dalam Suhartanto, 2002). C. Hubungan Total Lemak dan Asam Lemak Bebas dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Jarak Pagar. Tabel 5 menunjukkan persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara total lemak dan asam lemak bebas dengan tolok ukur BKB, DB, T50, KCT dan FGC vigor benih. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang sangat kecil baik pada total lemak maupun kandungan asam lemak bebas terhadap tolok ukur BKB, DB, T50, KCT dan FCG. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakterandalan tolok ukur yang standar dalam menerangkan keragaman nilai total lemak dan kandungan asam lemak bebas sehingga total lemak dan asam lemak bebas tidak berhubungan dengan tolok ukur BKB, DB, T50, KCT dan FCG. Tabel 5
Tolok Ukur
Hubungan total lemak dan asam lemak bebas terhadap tolok ukur viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar. Total Lemak Persamaan garis
Kand.Asam lemak bebas (R2)
Persamaan garis
(R2)
BKB
Y= 40.564 + 0.0100 X
0.005tn
Y= 0.3126 - 0.0061 X
0.003tn
DB
Y= 38.053 +0.0383 X
0.233tn
Y= 0.1985 + 0.0005 X
0.022tn
T50
Y= 45.065 - 1.5589 X
0.283tn
Y= 0.3727 - 0.0510 X
0.197tn
KCT
Y= 37.756 + 0.2759 X
0.288tn
Y= 0.2240 + 0.0015 X
0.005tn
FCG
Y= 37.552 + 0.0494 X
0.315tn
Y= 0.2061 + 0.0004 X
0.012tn
Keterangan : tn = tidak nyata R2 = koefisien determinasi
56
D. Hubungan Total Klorofil Benih dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Rekapitulasi analisis regresi dan korelasi, persamaan garis, nilai koefisien korelasi ( r ) dan koefisien determinasi ( R2 ) pada tolok ukur viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih terhadap total klorofil pada benih jarak pagar disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 menggambarkan total klorofil benih jarak pagar berkorelasi dengan viabilitas potensial pada tolok ukur daya berkecambah benih dengan nilai koefisien korelasi (r) -0.733 dan vigor kekuatan tumbuh benih dengan tolok ukur kecepatan tumbuh (KCT ) dan first count germination (FCG) yang mempunyai nilai koefisien korelasi (r) -0.760 dan -0.773 yang sangat nyata, hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara total klorofil benih dengan DB, KCT dan FCG bekorelasi secara negatif dimana semakin rendah nilai klorofil maka nilai DB, KCT dan FCG semakin tinggi.
Nilai koefisien determinasi (R2) pada tolok ukur DB sebesar
0.5377, KCT sebesar 0.5772 dan FCG sebesar 0.597 yang sangat nyata, sementara nilai koefisien determinasi (R2) untuk tolok ukur BKB dan T50 sangat kecil antara 0.002 – 0.210 dan tidak nyata, sehingga total klorofil benih jarak pagar tidak berhubungan nyata dengan tolok ukur BKB dan T50.
Tabel 6 Hubungan total klorofil dengan viabilitas dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar IP-1P. Tolok Ukur
Persamaan Garis
Koefisien Korelasi ( r )
Koefisien Determinasi (R2)
BKB DB T50 KCT FCG
Y = -2.001 - 0.569 X Y = 3.175 - 0.0282 X Y= - 0.5980 + 6515 X Y= 3.244 - 0.1893 X Y= 3.392 - 0.0330 X
-0.044tn -0.733** 0.458tn -0.760** -0.773**
0.002 0.538 0.210 0.577 0.597
Keterangan :
R2 tn **
= Koefisien determinasi (%) = Tidak nyata = Sangat nyata pada taraf 1%.
Gambar 10 - 12 menunjukkan hubungan total klorofil dengan tolok ukur masak fisiologi benih ( DB, KCT dan FCG ).
57
Total Klorofil (U mol/g)
3 2.5
y = -0.033x + 3.3291 R2 = 0.597
2 1.5 1 0.5 0 30
40
50
60
70
80
90
Nilai FCG (%)
Gambar 10 Hubungan total klorofil dengan daya berkecambah benih jarak pagar IP-1P selama proses pemasakan benih.
Total Klorofil (U mol/g)
3 2.5
y = -0.1893x + 3.2462 R2 = 0.5772
2 1.5 1 0.5 0 6
7
8
9
10
11
12 13
14
15
Nilai KCT (%/etmal) Gambar 11
Hubungan total klorofil dengan KCT benih jarak pagar IP-1P selama proses pemasakan benih.
58
Total Klorofil (U mol/g)
3 2.5
y = -0.033x + 3.3291 2
R = 0.597
2 1.5 1 0.5 0 30
40
50
60
70
80
90
Nilai FCG (%)
Gambar 12 Hubungan total klorofil dengan FCG benih jarak pagar IP-1P selama proses pemasakan benih.
E. Hubungan Total Karotenoid Benih dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Tabel 7 menunjukkan persamaan garis dan koefisien determinasi ( R2 ) pada tolok ukur viabilitas potensial dan vigor benih terhadap total karotenoid pada benih jarak pagar.
Tabel 7 Hubungan total karotenoid dengan viabilitas potensial dan vigor benih jarak pagar IP-1P. Tolok Ukur BKB DB T50 KCT FCG Keterangan :
Persamaan Garis Y= Y= Y= Y= Y=
414.06-8.6065 X 373.37-1.1081 X 0.0167-28.829 X 358.49-5.7786 X 353.60-0.8906 X
Koefisien Determinasi (R2) 0.0016 tn 0.0337 tn 0.0167 tn 0.0219 tn 0.0177tn
tn = Tidak nyata
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hubungan total karotenoid dengan masing - masing tolok ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan first count germination nilai koefisien determinasi (R2) yang sangat kecil pada semua tolok
59
ukur standar yang digunakan. Hal ini mengindikasikan bahwa tolok ukur BKB, DB, T50, KCT dan FCG tidak berhubungan dengan keragaman nilai kandungan karotenoid benih jarak pagar IP-1P. Berdasarkan efisiensi waktu, tolok ukur yang biasa digunakan untuk menentukan masak fisiologi mempunyai kelemahan dalam menentukan waktu panen benih dengan tepat. Tolok ukur daya berkecambah benih, bobot kering benih, kecepatan tumbuh benih, waktu mencapai 50% perkecambahan dan first count germination membutuhkan waktu beberapa hari dalam penentuannya, sementara tolok ukur kadar air benih lebih cepat namun sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Total klorofil pada benih jarak pagar sangat erat hubungannya dengan viabilitas potensial dan vigor benih terutama dengan tolok ukur DB, KCT dan FCG, hal ini mengindikasikan bahwa total klorofil pada benih jarak pagar IP1P berpotensi digunakan sebagai tolok ukur baru
untuk mendeteksi masak
fisiologis benih. Percobaan II
Pengaruh Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Jarak Pagar. Kondisi Umum
Penyimpanan benih dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Ilmu dan Teknologi Benih IPB. Benih di simpan selama 0 sampai 4 bulan pada suhu ruang berkisar 25-28 o C dan RH 46 - 80 %. Benih di kemas dalam plastik seal dengan kadar air benih 9,50 – 11,31 % pada saat awal penyimpanan. Benih di tanam di rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Bogor. Benih ditanam pada boks – boks plastik dan diletakkan dalam rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, sehingga asumsinya kebutuhan cahaya dapat tercukupi dan merata. Hama yang menyerang diantaranya adalah semut dan lalat, penyakit yang menyerang adalah busuk kecambah dan jamur. Berdasarkan rekapitulasi analisis ragam pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa perlakuan periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur yang digunakan kecuali pada tolok ukur total klorofil hanya berpengaruh
60
nyata. Perlakuan tingkat kemasakan benih berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur KCT , KLT, ALB dan total karotenoid, pengaruh yang nyata ditunjukkan oleh DB dan FCG sementara tolok ukur KA, T50 dan total klorofil tidak berpengaruh nyata. Analisis ragam untuk masing – masing tolok ukur ditampilkan di Lampiran 14 – 22. Interaksi antara perlakuan periode simpan dan tingkat kemasakan benih jarak pagar berpengaruh sangat nyata terhadap KCT , KLT dan ALB. Sementara tolok ukur KA, DB, T50, FCG, total karotenoid dan klorofil tidak nyata ( Tabel 8).
Tabel 8 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh periode simpan (P) dan tingkat kemasakan (K) serta interaksinya (KxP) terhadap parameter viabilitas potesial, VKT , VDS dan (Vbiok) benih jarak pagar . Tolok Ukur Kadar Air (%) Daya Berkecambah (%)
Perlakuan K tn *
P ** **
KxP tn tn
Kecepatan Tumbuh (%/etmal) T50 (hari)
** tn
** **
** tn
First Count Germination (%) Kadar Lemak Total (%) Kadar Asam Lemak Bebas (%)
* ** **
** ** **
tn ** **
Total Karotenoid (µmol/g) Total Klorofil(µmol/g)
** tn
** *
tn tn
Keterangan: tn = Tidak nyata * = Nyata pada taraf uji 5% ** = Sangat nyata pada taraf uji 1%
Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Tolok Ukur Vigor Kekuatan Tumbuh Vigor kekuatan tumbuh dapat dilihat dari tolok ukur kecepatan tumbuh. Menurut Sadjad (1993) tolok ukur kecepatan tumbuh (KCT ) mengindikasikan VKT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. Tabel 9 menunjukkan bahwa pada penyimpanan 0 dan 1 bulan, KCT benih pada semua tingkat kemasakan menunjukkan nilai yang sama. Selanjutnya pada
61
periode simpan 2 bulan, KCT benih pada tingkat kemasakan 52 HSA memiliki persentase tertinggi sebesar 14.94 %KN/etmal, disusul oleh benih pada tingkat kemasakan 57 HSA sebesar 14.67 %KN/etmal, dan yang rendah pada tingkat kemasakan 47 HSA sebesar 13.44 %KN/etmal. Hal yang sama dengan nilai yang berbeda juga terjadi pada periode simpan 3 dan 4 bulan. Perbedaan nilai KCT benih terutama pada periode simpan 4 bulan antara tingkat kemasakan 47 HSA dengan 52 dan 57 HSA mengin dikasikan adanya perbedaan vigor.
Tabel 9 Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh (%KN/etmal) Periode Simpan (Bulan) 0 1 2 3 4
Tingkat Kemasakan Benih 47 HSA 52 HSA 11.69g 11.44g efg 12.54 12.54efg 13.44def 14.94abc bcde 14.17 15.77a ef 13.23 15.51ab
57 HSA 12.22fg 14.13cde 14.67abcde 15.57ab 14.89abcd
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT)
Persentase KCT benih dari ketiga tingkat kemasakan menunjukkan peningkatan seiring dengan semakin lama periode simpan dan menunjukkan pengaruh yang nyata. Pada tingkat kemasakan 47 HSA nilai KCT mengalami peningkatan, terutama setelah benih di simpan selama 3 bulan yang berbeda nyata dengan 0 bulan simpan selanjutnya pada periode simpan 4 bulan nilai KCT benih secara tidak nyata menurun kembali, hal yang sama juga terjadi pada tingkat kemasakan 52 HSA. Sementara pada tingkat kemasakan 57 HSA mulai periode simpan 1 bulan sudah menunjukkan peningkatan nilai KCT benih, peningkatan terus berlanjut sampai pada periode simpan 3 bulan, selanjutnya pada periode simpan 4 bulan terjadi penurunan kembali namun tidak berbeda nyata. Meningkatnya nilai KCT pada ketiga tingkat kemasakan setelah benih disimpan 1 bulan mengindikasikan bahwa benih jarak pagar mengalami masa after- ripening. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Jepsen et al.,(2004) yang menyatakan bahwa benih jarak pagar yang baru dipanen mengindikasikan adanya
62
after-ripening, hal yang sama juga dinyatakan oleh Hasnam (2006) dan Kusmarya (2007). Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Tolok Ukur Biokimiawi Benih Benih jarak pagar menghasilkan kadar lemak yang cukup tinggi, yaitu sekitar 40.57 – 41.25 %. Tabel 10 menunjukkan persentase kadar lemak total pada awal penyimpanan adalah sama. Semakin lama periode simpan kadar lemak total dari setiap tingkat kemasakan semakin menurun dan menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada periode simpan 1 bulan penurunan total lemak mulai terlihat pada tingkat kemasakan 57 HSA sebesar 37.55 % yang berbeda nyata dengan 47 HSA sebesar 39.97 %. Sementara antara 57 dengan 52 HSA tidak berbeda nyata demikian juga antara 52 dengan 47 HSA. Hal yang sama juga terjadi pada periode simpan 2 bulan. Penurunan kadar lemak total terus berlanjut sampai pada periode simpan 4 bulan, dimana kadar lemak total terendah ditunjukkan oleh 57 HSA (18.96%) dan 52 HSA (20.41%) yang berbeda nyata dengan 47 HSA (33.71%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase kandungan lemak total menurun seiring dengan semakin meningkatnya kemasakan benih dan semakin lamanya periode simpan. Penurunan kadar lemak total pada penelitian ini juga terjadi pada benih dengan kadar lemak tinggi lainnya seperti yang dilaporkan oleh Vivantar i (1994) pada benih wijen (Sesamum indikum L.) yang sudah disimpan selama 6 bulan dan penelitian Syamsuddin (1998) pada benih
gmelina yang
sudah disimpan 4 bulan.
Tabel 10 Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur kadar lemak total (%) Periode Simpan (Bulan) 0 1 2 3 4
Tingkat Kemasakan Benih 47 HSA 52 HSA 41.25a 40.57a ab 39.97 38.87bc dc 38.16 37.22de e 36.31 36.18e f 33.71 20.41g
57 HSA 40.82a 37.55cde 36.90de 35.86e 18.98g
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT)
63
Tabel 11 menunjukkan bahwa pada 0 dan 1 bulan penyimpanan kandungan asam lemak bebas tidak berbeda nyata dari setiap tingkat kemasakan, akan tetapi dengan semakin lama periode simpan kandungan asam lemak bebas semakin meningkat. Pada periode simpan 2 bulan kandungan asam lemak bebas meningkat pada 57 HSA yang berbeda nyata dengan 52 dan 47 HSA. Peningkatan asam lemak bebas yang sangat signifikan terlihat pada periode simpan 3 bulan yang berbeda nyata pada setiap tingkat kemasakan. Peningkatan kandungan asam lemak bebas terus berlanjut sampai periode simpan 4 bulan, dimana asam lemak bebas tertinggi pada tingkat kemasakan 57 HSA sebesar 2.51% yang berbeda nyata dengan 52 dan 47 HSA. Ketaren (2008) menyatakan bahwa salah satu penyebab kerusakan lemak yang ada di dalam jaringan adalah adanya enzim yang dapat menghidrolisis lemak. Semua enzim yang termasuk golongan lipase, mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida), sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Demikian juga menurut Pomeranz (1992) dan Priestly (1986), melaporkan bahwa lemak biji-bijian dapat dipecah oleh lipase menjadi asam lemak bebas dan gliserol, terutama jika suhu dan kadar air bahan tinggi. Asam lemak bebas merupakan indeks kerusakan biji-bijian yang mengandung
lemak
selama
penyimpanan.
Selanjutnya
Ketaren
(2008)
menambahkan bahwa lemak dari suatu bahan bisa rusak dan terurai melalui proses hidrolisis. Pada reaksi hidrolisis, lemak akan dirubah menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol (Gambar 13).
O
H 2 C − O − C − R1 H 2C − OH O O HC − O − C − R2 + 3 H 2 O → HC − OH + 3 R − C − OH O H 2 C − O − C − R3 H 2 C − OH trigliseri da
air
gliserol
asam lemak
Gambar 13 Reaksi hidrolis is lemak (Ketaren 2008)
64
Tabel 11 Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur asam lemak bebas (%) Periode Simpan (Bulan) 0 1 2 3 4
Tingkat Kemasakan Benih 47 HSA 52 HSA f 0.22 0.24f ef 0.28 0.29ef ef 0.33 0.36e 0.57d 0.75c c 0.78 0.79c
57 HSA 0.25f 0.32ef 0.62d 2.30b 2.51a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT)
Penurunan kadar lemak total dan meningkatnya asam lemak bebas pada tingkat kemasakan yang berbeda selama periode simpan, mengindikasikan bahwa setiap lot benih mempunyai tingkat metabolisme yang berbeda, seperti yang diutarakan oleh Heydecker (1977) bahwa perbedaan tingkat kemasakan benih akan menyebabkan perbedaan vigor dalam satu lot benih. Berdasarkan Tabel 10 dan 11, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan total lemak dan peningkatan asam lemak bebas selama periode simpan paling cepat terjadi pada tingkat kemasakan 57 HSA disusul 52 HSA dan terakhir 47 HSA.
Hubungan Kandungan Asam Lemak Bebas dengan Tolok Ukur DB, KCT , T50 dan FCG Selama Periode Simpan Pada Benih Jarak Pagar. Tabel 12 menunjukkan bahwa persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara kandungan asam lemak bebas dengan tolok ukur VP dan VKT . Nilai koefisien determinasi yang sangat kecil (0 – 0.16) pada kandungan asam lemak bebas, menjelaskan selama periode simpan tidak ada hubungan yang erat antara tolok ukur VP dan VKT dengan kandungan asam lemak bebas. Hal ini menjelaskan bahwa bila tolok ukur biokimia (perubahan asam lemak pada benih) dihubungkan dengan tolok ukur fisiologi benih, maka dapat dikatakan bahwa perubahan asam lemak tidak berkorelasi dengan tolok ukur fisiologi benih. Pada akhir periode simpan, nilai DB dan FCG masih sangat baik.
65
Tabel 12 Hubungan kandungan asam lemak bebas dengan VP dan VKT selama periode simpan jarak pagar IP-1P. Koefisien Determinasi (R2)
Tolok Ukur
Persamaan Garis
DB
Y = - 1.9441 + 0.0293 X
0.1613 tn
T50
Y=
0.9309 - 0.0658 X
0.0019 tn
KCT
Y=
- 0.4816 + 0.3396 X
0.0476 tn
FCG
Y=
- 1.1307 + 0.0211 X
0.1281 tn
Keterangan :
tn = Tidak nyata.
Hasil penelitian ini berbeda dengan dengan hasil penelitian Kusmarya (2007) yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan asam lemak bebas secara nyata pada benih jarak pagar mulai umur simpan 2 - 3 bulan sebesar (21.15 - 21.46%) yang diikuti menurunnya tingkat VP dan VKT secara nyata juga. Perbedaan ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik, lokasi dan perlakuan benih serta lot benihnya yang berbeda.
Pengaruh Faktor Tunggal Tingkat Kemasakan BenihTerhadap Viabilitas Potensial, Vigor kekuatan Tumbuh Benih (VKT) danVigor Biokimiawi (Vbiok) Benih Jarak Pagar. Tingkat kemasakan benih jarak pagar yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tolok ukur DB, FCG dan total karotenoid. Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap viabilitas potensial, vigor kekuatan tumbuh benih (VKT ) dan vigor biokimiawi (Vbiok) benih jarak pagar ditunjukkan pada Tabel 13 dan 14.
Viabilitas Potensial dan Vigor Kekuatan Tumbuh. Sadjad (1993) menyatakan bahwa viabilitas potensial benih dapat dideteksi dengan beberapa pendekatan. Pendekatan yang paling lazim adalah melalui pendekatan fisiologi yaitu dengan mengamati kemampuan berkecambah suatu lot benih. Salah satu tolok ukur yang dapat menunjukkan parameter viabilitas potensial benih adalah daya berkecambah.
66
Tabel 13 Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap daya berkecambah dan FCG benih jarak pagar IP-1P. Tingkat Kemasakan 1. 47 HSA 2. 52 HSA 3. 57 HSA
Tolok Ukur Daya berkecambah (%) First count germination (%) b 87.73 82.93b 91.20ab 88.80a a 92.53 90.13a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT).
Tabel 13 menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya tingkat kemasakan pada benih, persentase nilai daya berkecambah semakin meningkat. Pada tingkat kemasakan 47 HSA daya berkecambah sebesar 87.73% berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 52 HSA
tidak
(91.20%), peningkatan daya
berkecambah berlanjut sampai pada 57 HSA sebesar 92.53% yang berbeda nyata dengan 47 HSA namun tidak berbeda nyata dengan 52 HSA. Persentase First Count Germination (FCG) merupakan salah satu tolok ukur vigor benih yang menggambarkan kemampuan tumbuh benih dilapang. Pada tingkat kemasakan 57 dan 52 HSA nilai FCG tertinggi yang berbeda nyata dengan 47 HSA. Menurut Kolasinska et al. (2000) menyatakan bahwa persentase kecambah normal pada pengamatan pertama (first count) berhubungan lebih erat dengan kemampuan benih berkecambah dilapang dibandingkan dengan persentase kecambah pada akhir pengamatan (final count). Hal ini mengindikasikan bahwa pada tingkat kemasakan 52 dan 57 HSA menunjukkan kemampuan tumbuh benih dilapang paling tinggi bila dibandingkan dengan benih yang dipanen pada tingkat kemasakan 47 HSA. Walaupun terjadi peningkatan DB dan FCG yang sangat signifikan pada 57 HSA akan tetapi pada tingkat kemasakan 47 HSA benih jarak pagar IP-1P sudah mencapai viabilitas dan vigor diatas 80 %. Hal ini menunjukkan bahwa mulai tingkat kemasakan 47 HSA buah jarak pagar IP-1P sudah dapat dipanen untuk dijadikan benih sesuai dengan pernyataan dari Dirjenbun (2006) yang menyebutkan bahwa nilai daya berkecambah yang baik pada benih jarak pagar adalah =80%. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Adikadarsih dan Hartono (2007) menyatakan benih jarak pagar yang dipanen pada saat buah berwarna kuning atau
67
lebih dari 50% telah berwarna kuning kehitaman atau telah berumur 45-55 HSA menghasilkan vigor dan daya berkecambah yang paling baik.
Vigor biokimia benih ( Vbiok ). Sadjad et al, (1999) mengemukakan bahwa membahas vigor benih juga dapat dikaitkan bagaimana unsur-unsur biokimiawi dan genetik yang berpengaruh atau berdampak pada tingkat vigor seperti dampak perlakuan etanol terhadap unsur- unsur biokimia pada berbagai enzim, asam lemak bebas. Seperti penjelasan pada percobaan I bahwa selama proses pemasakan benih, kandungan karotenoid berhubungan erat dengan kandungan klorofil. Tabel 14 menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA terjadi peningkatan total karotenoid sebesar 281.81 µmol/g yang berbeda nyata dengan 47 dan 52 HSA, namun antara tingkat kemasakan 47 dengan 52 HSA tidak berbeda nyata
Tabel 14 Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap kandungan karotenoid benih jarak pagar pada tiga tingkat kemasakan benih. Tingkat Kemasakan
Tolok Ukur Total klorofil(µmol/g)* Total karotenoid (µmol/g)**
1. 47 HSA
0.8687 (1.15)
216.38 (2.31b)
2. 52 HSA
0.7080 (1.08)
228.44 (2.33b)
3. 57 HSA
0.6867 (1.08)
281.81 (2.43a)
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yangsama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT). (*)=Data di dalam kurung adalah data transformasi (X + 0.5) , (**)=Data di dalam kurung adalah data transformasi Log(x).
Klorofil dan karotenoid sangat berhungan dengan asam absisat (ABA) dan giberelin (GA). ABA dan GA sangat berperan dalam perkembangan benih (Bewley dan Black, 1994). Suhartanto (2003) menambahkan bahwa benih tomat yang defisien GA memilik i kandungan klorofil yang lebih tinggi dibanding dengan tetuanya, sedangkan benih yang defisien ABA memiliki klorofil yang paling rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya hubungan proses biosintesis ABA, GA dan klorofil. Defisiensi GA setelah terjadinya hambatan dalam tahap
68
spesifik pada biosintesis GA akan meningkatkan pigmentasi, baik klorofil maupun karotenoid. Maluf et al, (1997) menyatakan bahwa mutan benih jagung yang mengalami defisien ABA juga akan mengalami defisien klorofil dan karotenoid. Mutan ini memiliki ekspresi geranil-geranil pirofosfat sintase yang rendah. Enzim tersebut bertanggung jawab dalam proses sintesis geranil-geranil pirofosfat klorofil dan karotenoid yang merupakan prekusor ABA. Menurut Copeland dan McDonald (2001) ABA merupakan salah satu jenis inhibitor yang menghambat perkecambahan pada benih. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA persentase total karotenoid sangat tinggi. Karotenoid sebagai prekursor ABA dalam benih, maka jumlah ABA juga bertambah seiring dengan meningkatnya karotenoid dalam benih yang berperan sebagai inhibitor untuk melindungi sel dalam benih akibat perombakan cadangan makanan selama pemasakan benih dalam benih, selain itu diduga salah satu penyebab terjadinya after ripening pada benih jarak pagar adalah adanya ABA yang menghambat perkecambahan pada benih.
Pengaruh Faktor Tunggal Periode Simpan BenihTerhadap Kadar Air, Viabilitas Potensial, Vigor kekuatan Tumbuh (VKT) danVigor Biokimiawi (Vbiok) Benih Jarak Pagar. Byrd (1983) menyatakan tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin. Selama proses penyimpanan, benih secara alami akan mengalami kemunduran viabilitas sejalan dengan berlangsungnya waktu penyimpanan. Periode simpan benih jarak pagar yang berbeda menyebabkan pengaruh yang nyata terhadap semua tolok ukur yang digunakan. Menentukan periode simpan yang tepat untuk benih jarak pagar merupakan salah satu tujuan dari penelitian ini. Daya simpan merupakan prakiraan waktu benih mampu untuk disimpan. Daya simpan merupakan parameter lot benih dalam satuan waktu untuk suatu periode simpan. Periode simpan ialah kurun waktu simpan benih, dari benih siap disimpan sampai benih siap ditanam (Sadjad et. al, 1999).
69
Kadar Air Benih (KA). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan dan kemunduran benih selama periode simpan adalah kadar air. Kadar air yang tinggi memberikan peluang yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangan cendawan. Direktorat Jendral Perkebunan dan Hasnam (2007) menetapkan salah satu persyaratan mutu benih jarak pagar yaitu kadar airnya berkisar 7 – 9 %. Pada penelitian ini rata-rata kadar air benih setelah disimpan 1- 4 bulan sebesar 7.91 – 8.69 %. Tabel 15 menunjukkan pengaruh kadar air benih selama periode simpan dari 0 sampai 4 bulan penyimpanan. Kadar air benih sebelum simpan terlihat sangat tinggi (10.47 %) yang berbeda nyata dengan 1 sampai 4 bulan periode simpan. Penurunan kadar air yang sangat signifikan mulai terlihat pada periode simpan 1 bulan sebesar 7.91%, selanjutnya kadar air benih konstan
sampai
periode simpan 4 bulan. Hal ini menunjukkan telah terjadi kadar air keseimbangan dengan ruang simpan yaitu 7.91 - 8.69%. Saenong (1986) menyatakan bahwa pada umumnya kadar air keseimbangan benih berlemak lebih rendah daripada benih bertepung pada kondisi kelembaban relatif dan suhu yang sama.
Tabel 15
Pengaruh periode simpan benih terhadap kadar air dan viabilitas potensial (VP) benih jarak pagar.
Periode Simpan 0 1 2 3 4
bulan bulan bulan bulan bulan
Keterangan:
Kadar air (%) 10.47a 7.91b 7.94b 8.34b 8.69b
Tolok Ukur Daya berkecambah (%) 76.44c 89.78b 93.33ab 97.33a 95.56ab
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT).
Viabilitas potensial (VP) Tabel 15 menunjukkan pada periode simpan 0 bulan nilai daya berkecambah masih rendah (76.44%). Setelah benih di simpan 1 bulan, mulai terjadi peningkatan nilai daya berkecambah yang sangat signifikan sebesar 89.78% yang tidak berbeda nyata dengan periode simpan 2 dan 4 bulan.
70
Selanjutnya persentase daya berkecambah terus meningkat tidak nyata
dan
mencapai maksimum pada periode simpan 3 bulan (97.33%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa benih jarak pagar IP-1P yang disimpan sampai 4 bulan dengan suhu ruang berkisar 25-28 oC dan RH 46 - 80 % mempunyai persentase daya berkecambah di atas 90%. Hasil observasi di Kebun Percobaan Muktiharjo tentang daya simpan benih jarak pagar, menunjukkan bahwa penyimpanan benih pada kadar air sekitar 7 %, dalam wadah kaleng/blek tertutup rapat, hasil pengujian Daya Berkecambah (DB) pada bulan ke-12 masih dapat mencapai 90 % (Yoga 2007).
Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) Benih yang vigornya tinggi merupakan dambaan oleh setiap petani karena benih yang vigornya tinggi tidak hanya ditentukan oleh kemampuan benih tumbuh secara normal pada lingkungan yang suboptimum tatapi juga mempunyai daya simpan yang panjang untuk ditanam pada musim selanjutnya. Vigor daya simpan ialah suatu parameter vigor benih yang ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk disimpan dalam keadaan suboptimum. Vigor benih selama penyimpanan dapat dilihat dari tolok ukur T50 dan FCG (Sadjad et al.,1999).
Tabel 16 Pengaruh periode simpan benih terhadap vigor kekuatan tumbuh benih (VKT ) benih jarak pagar. Periode Simpan 0 1 2 3 4 Keterangan:
bulan bulan bulan bulan bulan
Tolok Ukur T50 (Hari) First count germination (%) 3.60a 69.33b ab 3.44 87.55a 3.15c 92.44a d 2.69 95.55a bc 3.24 91.56a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT).
Tabel 16 menunjukkan waktu untuk mencapai 50% total perkecambahan (T50) pada periode simpan 2 bulan mulai mengalami peningkatan yang berbeda nyata dengan 0, 1 dan 3 bulan simpan, sementara tidak berbeda nyata dengan
71
periode simpan 4 bulan. Peningkatan T50 terus berlanjut sampai pada periode simpan 3 bulan sebesar (2.69 hari) yang berbeda nyata dengan periode simpan 0, 1, 2 dan 4 bulan selanjutnya pada periode simpan 4 bulan T50 mengalami penurunan kembali yang tidak berbeda nyata dengan 1 dan 2 bulan, namun berbeda nyata dengan 0 dan 4 bulan. Sementara nilai First Count Germination (FCG) juga mengalami peningkatan selama periode simpan, sebelum simpan (0 bulan) nilai FCG masih rendah (63.33%), selanjutnya meningkat mencapai maksimum pada periode simpan 3 bulan sebesar 95.55% walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan periode simpan 1, 2 dan 4 bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vigor benih jarak pagar IP-1P sampai pada periode simpan 4 bulan masih tinggi. Hasil pengamatan tolok ukur fisiologi pada benih jarak pagar selama periode simpan menunjukkan bahwa meningkatnya nilai DB, KCT , T50 dan FCG yang sangat signifikan pada periode simpan 1 bulan mengindikasikan adanya after- ripening pada benih jarak pagar selama 1 bulan. After- ripening termasuk tipe innate dormansi yang membutuhkan waktu penyimpanan kering tertentu. Dormansi pada benih tersebut akan hilang sendirinya setelah disimpan pada suhu dan waktu tertentu tanpa perlakuan apapun. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Kusmarya (2007) bahwa benih jarak pagar mengalami after- ripening selama 1 bulan. Jepsen et al. (2004) menyebutkan bahwa benih-benih jarak pagar yang baru dipanen mengindikasikan adanya after-ripening. Hasil penelitian Hasnam dan Mahmud (2006) menyatakan bahwa benih-benih jarak pagar yang baru dipanen mengalami dormansi, yang ditandai dengan rendahnya daya berkecambah benih. Heller (1996) menambahkan bahwa benih jarak pagar memiliki sifat “ innate dormansi” yaitu dormansi primer yang berasal dari dalam benih itu sendiri. Namun tidak sama halnya dengan hasil penelitian Sinaga (2008) yang menunjukkan tidak ada masa after- ripening pada benih jarak pagar dari berbagai provenan dan improved population yang diujikan hal ini didukung oleh nilai DB pada kontrol diatas 80%, hasil yang sama pada benih jarak pagar juga dibuktikan oleh Worang (2008). Perbedaan ini diduga adanya pengaruh faktor lingkungan berupa panjang hari, kelembaban, nutrisi mineral, suhu dan waktu panen yang berbeda (Copeland dan McDonald, 2001).
72
Baskin dan Baskin (2001) menyatakan variasi perkecambahan dapat terjadi pada beberapa spesies benih yang dipanen dari tempat yang sama dalam tahun yang berbeda. Demikian juga hasil penelitian Santika (2006) bahwa biji padi yang dipanen pada musim kering memiliki masa dormansi yang lebih pendek dibanding dengan benih yang dipanen pada musim hujan.
Vigor biokimia benih ( Vbiok ). Benih yang merupakan benda hidup selama periode simpan akan selalu beradaptasi dengan lingkungannya. Selama masa penyimpanan benih berespirasi dan bermetabolisme sehingga terjadinya perubahan-perubahan bahan kimia dalam benih. Perubahan secara biokimia benih dapat ditinjau dari total kandungan klorofil dan total kandungan karotenoid yang
terjadi pada benih jarak pagar
selama periode simpan. Selama periode simpan total klorofil (Tabel 17) mengalami penurunan sampai pada periode simpan 4 bulan yang berbeda nyata dengan 0 dan 1 bulan simpan dan tidak berbeda nyata dengan 2 dan 4 bulan simpan. sementara nilai total klorofil 0 sampai 3 bulan simpan menurun secara tidak nyata, hal ini mengindikasikan bahwa selama masa penyimpanan proses degradasi klorofil pada benih jarak pagar terus berlanjut seperti halnya yang dilaporkan oleh Suhartanto (2003) pada benih tomat, degradasi klorofil pada benih tomat terus berlanjut meskipun benih sudah dikeringkan. Degradasi klorofil pada benih selama periode simpan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya temperatur, cahaya dan kelembaban. Selanjutnya Suhartanto (2003) menambahkan bahwa benih tomat yang di simpan pada ruang simpan cahaya merah menurun klorofilnya tetapi pada ruang simpan gelap klorofil relatif tetap dan daya simpan pada cahaya merah lebih baik bila dibandingkan ruang gelap. Diduga klorofil dari benih dapat menjadi sumber radikal bebas yang dapat mempengaruhi viabilitas benih. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa karoten merupakan antioksidan yang terdapat pada biji-bijian, merupakan turunan senyawa isoprenoid, termasuk didalamnya karotenoid. Prekursor vitamin A yaitu ß-karoten merupakan karotenoid yang paling banyak dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi. Prekursor utama pembentukan karotenoid adalah asam mevalonat.
73
Tabel 17
Pengaruh periode simpan benih terhadap vigor biokimiawi (Vbiok) benih jarak pagar.
Periode Simpan 0 1 2 3 4
bulan bulan bulan bulan bulan
Keterangan:
Tolok Ukur Total klorofil(µmol/g).* 0.99 (1.21a) 0.95 (1.19a) 0.73 (1.10ab) 0.60 (1.04ab) 0.49 (0.99b)
Total karotenoid (µmol/g)**. 167.43 (2.22c) 191.15 (2.28bc) 216.78 (2.32b) 295.61 (2.47a) 340.08 (2.52a)
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DRMT), (*)=Data di dalam kurung adalah data transformasi (X + 0.5) , (**)=Data di dalam kurung adalah data transformasi Log(x).
Pada Tabel 17 jelas terlihat bahwa kandungan karotenoid terus mengalami peningkatan selama periode simpan. Pada awal penyimpanan 0 bulan total karotenoid
hanya 167.43 µmol/g dan mulai periode simpan 2 bulan total
karotenoid mulai terlihat peningkatannya yang tidak berbeda nyata
dengan 1
bulan simpan. Selanjutnya peningkatan terus berlanjut sampai pada periode simpan 4 bulan (340.08 µmol/g) yang berbeda nyata dengan 0 sampai dengan 3 bulan penyimpanan. Meningkatnya asam lemak bebas pada benih jarak pagar selama periode simpan diikuti dengan peningkatan total karotenoid. Selama proses penyimpanan pada benih jarak pagar diduga terjadi proses perombakan lipid menjadi asam lemak bebas oleh enzim lipase yang tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk perkecambahan benih. Sadjad et. al,. (1999) menyatakan bahwa enzim lipoksigenase berperan dalam proses peroksidasi lemak. Enzim ini tetap aktif dalam benih walaupun benih dalam keadaan kering (kadar air dibawah 8%). Proses peroksidasi komponen lemak, terutama asam linoleat dan asam linolenat dalam membran menyebabkan kebocoran membran sel makin membesar. Untuk menetralisir proses peroksidasi komponen lemak menjadi asam lemak dalam benih maka sel berusaha melindungi kerusakan membran akibat proses tersebut dengan melibatkan senyawa scavenger yang bereaksi dengan radikal bebas superoksida untuk membentuk oksigen. Hasil penelitian Pinzino (1999) menyatakan bahwa pada benih Wheat mengandung lutein, suatu karotenoid yang
74
bertindak sebagai penangkap radikal (scavenger). Antioksidan adalah senyawa scavenger yang berfungsi mencegah pembentukan radikal bebas, sehingga secara teori dapat menurunkan laju kemunduran benih dan meningkatkan daya simpan benih (Siregar, 2004). Pada penelitian ini diduga peningkatan karotenoid selama proses penyimpanan dapat melindungi kerusakan membran sel akibat dari hidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas. Hal ini yang diduga menyebabkan viabilitas benih masih tetap tinggi walaupun sudah di simpan selama 4 bulan.
75
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Percobaan I. Masak fisiologi benih jarak pagar dari provenan Lampung (IP-1P) tercapai mulai pada tingkat kemasakan 47 HSA dan maksimum pada 57 HSA dengan kriteria warna kulit buah kuning kecoklatan, kulit buah tidak keras, mudah dibuka dengan tangan dan biji bewarna hitam kusam. Maksimum tercapainya masak fisiologi pada 57 HSA didukung dengan maksimumnya nilai BKB, DB dan FCG serta minimumnya nilai klorofil dan KA. Total klorofil berpotensi digunakan untuk menentukan tingkat masak fisiologi pada benih jarak pagar IP-1P yang berhubungan erat dengan tolok ukur DB, KCT dan FCG
yang umum digunakan untuk menentukan tingkat masak
fisiologi.
Percobaan II. Sebagai bahan tanam berupa benih jarak pagar IP-1P pada tingkat kemasakan 52 – 57 HSA sudah dapat dijadikan sebagai benih, hal ini didukung oleh nilai VP dan VKT diatas 85%. Pada periode simpan 4 bulan, dengan kondisi suhu ruang 25 – 28 0 C dan RH 46 – 80 % dan kadar air 7.91 – 8.69 %, viabilitas benih jarak pagar IP-1P masih baik diatas 90%, hal ini menunjukkan bahwa dengan kondisi tersebut benih dapat disimpan selama 4 bulan.
Saran
Perlu dipelajari lebih lanjut tentang pengaruh kandungan klorofil dan karotenoid serta viabilitas benih dengan periode simpan lebih dari 4 bulan simpan.
76
DAFTAR PUSTAKA Adikadarsih R, Hartono J. 2007. Pengaruh kemasakan buah terhadap mutu benih jarak pagar (Jatropha curcas L). Di dalam : Status teknologi tanaman jarak pagar Jatropha curcas L. Prosiding Lokakarya II ; Bogor; Badan penelitian dan pengembangan pertanian; Pusat penelitian dan pengembangan perkebunan. Vol 2: 143-148. Agrawal RL. 1980. Seed Technology. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi. 685 p. Almela L, Fernandez-Lopez JA, Candela ME, Egea C, Alcazar MD. 1996. Change in pigments, chlorophylase activity, and chloroplast ultrastructure in repening pepper for paprika. J. Agric. Food. Chem. 44(7):1704-1711. Alamsyah AN. 2006. Biodiesel Jarak Pagar Bahan bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. Depok: P.T. AgroMedia Pustaka ; 115 halaman. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarwati., Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Petunjuk praktikum. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Baskin CC, Baskin JM. 2001.Seed “ Ecology, Biogeography, and Evolution of Dormancy and Germination”. Academic Press.London. 666 p. Bewley JD, Black M. 1994. Seed, Physiology of Development and Germination (Second Edition). New York and London : Plenum Press. Bosland PW, Votava EJ. 1999. Peppers: Vegetable and Spice Capsicum. CABI Publishing. New York: 204 p. Britton G. 1976. Biossynthesis of Caroteniods. Pp 262-327. In: Googwin T. W. (ed.) Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: AcademicPress. Byrd HW. 1983. Pedoman Teknologi Benih. terjemahan. PT. Pembimbing Masa. Jakarta. 79 hal. Copeland LO, McDonald MB. 2001. Principle of Seed Science and Technology. 4th edition. Kluwer Academic Publishers. London. 467 hal. Delouche JC.1983. Seed Maturation. Reference on Seed Operation for Workshop on secondary Food Crop Seed. Mississippi, pp: 1-2. [Dirjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2006. Pedoman Mutu Benih Jarak Pagar Sistem dan Prosedur Pembangunan Sumber Benih dan Peredaran Benih Jarak Pagar.Jakarta: Dirjenbun. Freisleben HJ. 2002. Free radicals and antioxidant network. Di dalam: Freisleben HJ dan Deisinger B, editor. Free radicals-related diseases and antioxidants in Indonesia. Makalah Simposium. Gross J. 1991. Carotenoids. Pp 75-278. In Pigments in Vegetables. Van Nostrand Rienhold. New York.
77
Hambali E, Suryani A, Hariyadi D, Hanafie A. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar Swadaya.131 halaman. Hambali E. 2006. Diversifikasi produk olahan jarak pagar (Jatropha curcas L.) Makalah Dalam Lokakarya –II. Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar. Tanggal 29 Nopember 2006. LPPM- IPB. Bogor. Hariyadi. 2005. Budidaya tanaman jarak (Jatropha curcas Linn.) Sebagai Bahan Alternatif Biofuel. Makalah dalam Fokus Grup Diskusi (FGD) Pemanfaatan Lahan Kritis di Daerah untuk Penyediaan Bahan Baku Biofuel Sebagai Sumber Energi Alternatif Pada Deputi Bidang Pengembangan SITEKNAS. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Tanggal 14-15 September 2005. 6 hal. Hasnam. 2007. Pengelolaan Kebun Induk untuk Produksi Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pelatihan Pembangunan Kebun Induk Jarak Pagar. Puslitbang Perkebunan. Hasnam. 2006. Info Tek Jarak Pagar.Volume 1, Nomor 4, Maret 2006. ISSN 1907-1647. Bogor :Puslitbang. Hasnam, Hartati. 2006. Penyediaan benih unggul harapan jarak pagar, Jatropha curcas L. Makalah dalam Status teknologi budidaya jarak pagar Jatropha curcas L. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Jakarta Tanggal 11-12 April. 13 hal. Hasnam, Mahmud Z. 2006. Panduan Perbenihan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Puslitbang Perkebunan. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. Departemem Pertanian. Bogor. Heller J. 1996. Physic Nut, Jatropha curcas L. Promoting The Concervation and Use of Underutilized and Negleted Crops 1. International Plant Genetic Resoursce Institute. Rome.66p. Henning RK. 2004. The Jatropha System. Economy and Dissemination Strategy. International Conference of Renewable 2004. Germany: Bonn 1-4 2004. Heydecker W, Coolbear P. 1977. Seed Treatments for improved performancesurvey and attempted prognosis. Seed Sci. and Technol. 5: 353-425. Ilyas S. 2004. Ilmu Benih. Diktat Kuliah. Departemen Agronomi. IPB. Bogor. Info Tek. 2006. Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.). Volume 2, Nomor 3, Maret 2006. ISSN 1907-1647. Bogor : Puslitbang. ISTA. 2004. International Rules For seed Testing. Proc. Int. Seed Testing Association 31 (1) Wageningen. 333 p. Jepsen J, Joker D, 2004. Jatropha curcas L. www.dfsc.dk. 20 Juni 2009. Jones N, Miller J H. 1992. Jatropha curcas . A multipurpose spesies for problematic sites. The World Bank. Asia Technical Departement. Agricultural Divis ion. . Justice OL, Bass LN. 1994. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta :Rajawali Press. 446 hal.
78
Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Jakarta: Universitas Indonesia (UI – Press). 315 hal. Kermode AR. 1990. Regulatory mechanism involved in the transition from seed development to germination. Critical Rev. Plant Sci. 9(2) : 155-195. Khan AA. 1992. Preplant Physiological Seed Conditioning. pp 131 -181. In. Janick J. (ed.).Horticulture Review. NewYork: Wiley and Sons Inc. Kolasinska K, Szyrmer J, Dul S. 2000. Relationship between laboratory seed quality tests a and field emergence of common bean seed. Crop. Sci. 40: 470-475. Kurniasari D. 1993. Pengaruh komposisi gas dan kondisi simpan benih terhadap viabilitas benih kacang tanah (Arachis hypogaea) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kusmarya A. 2007. Pengaruh umur pohon induk dan umur simpan terhadap viabilitas benih jarak pagar (Jatropha curcas L.) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. . Kwong FY. 1991. Research need in the production of high quality seeds. http://books.google.Co. 20 Juni 2009. Maluf MP, Saab IN, Wurtzel ET, Sach MM. 1997. The vivaparous 12 maize mutant is deficient is abscisic acid, carotenoid and chlorophyll synthesis. J. Exp. Bot. 48: 1259 – 1268 p. Mugnisjah W, Setiawan A. 1990. Pengantar Produksi Benih. Jakarta : Rajawali Press. 610 hal. Ningrum SI. 1994. Studi fenologi serta pengaruh tingkat kemasakan, kondisi awal dan lama konservasi terhadap viabilitas benih makadamia (Makadamia integrifolia Maiden & Betch) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Okabe T, Somabhi M. 1989. Eco-physiological studies on drought tolerant crops suited to the Northeast Thailand. Technical Paper No.5 . Agricultural Development Research Center in Northeast Thailand. Moe Din Daeng, Khon Kaen 40000, Thailand. Pinzino C. 1999. Aging, free radicals and antioxidants in Wheat seeds. J. Agric. Food Chem. 47: 1333-1339. Pomeranz Y. 1992. Biological, Functional, and Nutritive Changes of Cereal Grains and Their Product. St. Paul: American of Cereal Chemist Inc.55 141 hal. Pranoto HS, Mugnisjah WQ, Murniati E. 1990. Biologi Benih. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Bogor: Institut Pertanian Bogor . 138 hal. Prasetyantiningsih GW. 2006. Kemungkinan karotenoid sebagai indikator tingkat masak fisiologi benih jagung (Zea mays saccharata Sturt.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Priestley DA. 1986. Seed Aging. London : Cornell University Press. 433 p.
79
Prihatiningsih, 2001. Pengaruh waktu panen terhadap produksi dan mutu fisik gabah dan beras pada beberapa varietas padi (Oryza sativa L.) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 42 hal. Prihandana, Hendroko, 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. AgroMedia Pustaka. 78 hal.
Depok:
Ratnasari RH. 1996. Kemungkinan arginin sebagai indikasi tingkat kemasakan fisiologi benih kacang tanah (Arachis hygaea L.) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 42 hal. Rivaie AA, Allorerung D, Mahmud Z. 2006. Petunjuk teknis budidaya jarak pagar (Jatropha curcas L). Makalah dalam Status teknologi budidaya jarak pagar Jatropha curcas L. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Jakarta Tanggal 11-12 April. 8 hal. Roberts EH. 1972. Cytologycal, genetical, and metabolic changes associated with loss of viability. Chapmannd Hall Ltd. P.253-306. London. Sadjad S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Proyek Pusat Pembinaan Kehutanan Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi. Bogor: Lembaga Alfiliasi, Institut Pertanian Bogor. 320 hal. Sadjad S.1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta: Grasindo.143 hal Sadjad S. Murniati E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Jakarta: Grasindo. 185 hal. Saenong S.1986. Kontribusi vigor awal terhadap daya simpan benih jagung (Zea mays L.) dan kedelai (Gycine max L. Merr.) [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2.LukmanDR dan Sumaryono, penerjemah. Bandung: ITB Press- Wadsworth Publ.Co. Terjemahan dari: Plant Physiology. Santika A. 2006. Teknik pengujian masa dormansi padi (Oryza sativa L.). Bul.Teknik Pertanian.11(2):67-71. Sim DA, Gamon JA. 2002. Relationships between leaf pigment content and spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures and developmental stages. Remote Sensing of environment 81:337-354. Sinaga R. 2008. Penentuan periode after ripening benih jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada berbagai provenan dan improved population. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 50 hal. Sinuraya F. 2007. Indikator karatenoid untuk menentukan masak fisiologi benih cabai awit ( Capsicum frutescens L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Siregar AN. 2004. Perubahan fisiologi dan biokimiawi benih kacang tanah selama penyimpanan. [topik khusus]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
80
Stuckey BN.1972. Antioxidant as food stabilizers. In T. E. Furia. Handbook of Food Additives. CRC. Press Division of Chemical Rubber Co. Ohio. New York.771 p. Sudjindro, Adikadarsih S. 2007. Informasi viabilitas benih jarak pagar (Jatropha curcas L.) IP-1A Sebelum Penyimpanan. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balitbang. Suhartanto MR. 2003. Fluoresen klorofil benih: parameter baru penentuan mutu benih. Bul. Agron. 31(1): 26-30. Suhartanto MR. 2002. Chlorophyll in tomato sedd: Marker for seed performance?. Wageningen Universiteit. Wageningen. 150 p. Syamsuddin. 1998. Pengaruh kondisi simpan dan perlakuan osmoconditioning terhadap viabilitas benih gmelina (Gmelina arborea Roxb) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Utomo BP. 2007. Fenologi pembungaan dan pembuahan jarak pagar ( Jatropha curcas L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Vivantari ACGP.1994. Perubahan kandungan asam lemak benih wijen (Sesamum indicum L.) dan hubungannya dengan viabilitas dengan benih selama penyimpanan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 46 hal. Waemata S, Ilyas S. 1986. Pengaruh tingkat kemasakan, kelembaban relatif ruang simpan dan periode simpan terhadap viabilitas benih buncis (Phaseolus vulgaris L.). Bul. Agron. XVIII (2): 27-34. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta: Gramedia. 253 hal. Worang RL. 2008. Karakteristik hidratasi biji dan pengaruhnya terhadap perubahan mutu biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) [Disertasi] Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wulandari A. 2008. Penentuan kriteria kecambah normal yang berkorelasi dengan vigor bibit jarak pagar (Jatropha curcas L.) [Skripsi] Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yoga S. 2007. Info Tek Jarak Pagar.Volume 2, Nomor 5, Maret 2007. ISSN 1907-1647. Bogor : Puslitbang.
81
LAMPIRAN
82
Lampiran 1 Deskripsi jarak pagar IP – 1P
Deskripsi Jarak Pagar IP -1P IP – 1P
Asal
: Hasil seleksi massa populasi Lampung dan Jabar
Mulai berbunga
: ± 4 bulan setelah tanam atau 6 bulan setelah semai.
Bentuk daun
: Bulat dengan tulang daun menjari, permukaan daun bergelombang
Warna daun
: Hijau
Tangkai daun
: Umumnya pendek dan kaku.
Jmlh buah/ malai
: 10 -28.
Jmlh malai/ tnm
: > 5 pada panen pertama, tahun pertama.
Jmlh buah/ tnm
: > 50 pada panen pertama, tahun pertama.
Berat 1000 butir
: 700 – 850 gram.
Potensi produksi
: 0.25 -0.3 ton tahun I, 4 – 5 ton pada tahun kelima, dengan pemeliharaan optimal.
Kesesuaian daerah
: direkomendas ikan untuk daerah beriklim basah.
83
Lampiran 2
Alat Spektrofotometer Tipe UV-1201
B
A
C
D
Keterangan; A = Tempat media dalam wadah, B = Monitor, C = Printer, D = Card memori.
84
Lampiran 3 Diagram metode soxhlet
Labu lemak dioven, desikator, dimasukkan batu didih, ditimbang (x g)
Sebanyak 250 mi heksana teknis dimasukkan dalam labu lemak
Refulks dilakukan selama 6 jam ( 24 kali running)
Pelarut didestilasi dan ditampung
Labu lemak yang be risi lemak hasil ekstraksi dioven pada suhu 105o selama 2 jam, didesikator selama 30 menit
Labu lemak dan batu didih ditimbang (y g)
Persentase Kadar Lemak Total dapat dihitung dengan rumus:
(Y- X) g lemak Kadar Lemak Total = ----------------------- X 100% Berat contoh
85
Lampiran 4 Rangkaian alat soxhlet
A
B
C D Keterngan: A = Tabung destilasi, B = Tabung ekstraksi, C = Labu lemak, D = Aot plate.
86
Lampiran 5 Analisis ragam pengaruh daya berkecambah terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar Sumber Derajat Jumlah keragaman Bebas Kuadrat Perlakuan 4 1326.933333 Ulangan 2 642.133333 Galat 8 925.866667 Total 14 2894.933333 Kk = 15.58 %
Kuadrat Tengah 331.733333 321.066667 115.733333
F Hitung 2.87 2.77
Pr > F
0.0957 0.1216
Lampiran 6 Analisis ragam pengaruh berat kering benih terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar Sumber keragaman Perlakuan Ulangan Galat Total Kk = 3.48 % Lampiran 7
Sumber keragaman Perlakuan Ulangan Galat Total Kk =17.84 % Lampiran 8
Sumber keragaman Perlakuan Ulangan Galat Total Kk = 14.12 %.
Derajat Bebas 4 2 8 14
Jumlah Kuadrat 0.42500000 0.02164000 1.79456000 2.24120000
Kuadrat Tengah 0.10625000 0.01082000 0.22432000
F Hitung 0.47 0.05
Pr > F
0.0005 0.9532
Analisis ragam pengaruh kecepatan tumbuh terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar Derajat Bebas 4 2 8 14
Jumlah Kuadrat 31.19202667 8.86721333 28.97605333 69.03529333
Kuadrat Tengah 7.79800667 4.43360667 3.62200667
F Hitung
Pr > F
2.15 1.22
0.1653 0.3437
Analisis ragam pengaruh T50 terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar Derajat Bebas 4 2 8 14
Jumlah Kuadrat 0.76780000 0.10416000 1.25084000 2.12280000
Kuadrat Tengah 0.19195000 0.05208000 0.15635500
F Hitung
Pr > F
1.23 0.33
0.3717 0.7262
87
Lampiran 9
Sumber keragaman Perlakuan Ulangan Galat Total Kk = 19.87 %
Analisis ragam pengaruh FCG terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar Derajat Bebas 4 2 8 14
Jumlah Kuadrat 782.9333333 283.7333333 1284.266667 2350.933333
Kuadrat Tengah 195.7333333 141.8666667 160.533333
F Hitung
Pr > F
1.22 0.88
0.0076 0.4500
Lampiran 10 Analisis ragam pengaruh total lemak terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar Sumber keragaman Perlakuan Ulangan Galat Total Kk= 1.98 % Lampiran 11 Sumber keragaman Perlakuan Ulangan Galat Total Kk= 12.09 %
Derajat Bebas 4 2 8 14
Jumlah Kuadrat 12.84353333 0.17728000 5.19378667 18.21460000
Kuadrat Tengah 3.21088333 0.08864000 0.64922333
F Hitung
Pr > F
4.95 0.14
0.0265 0.8744
Analisis ragam pengaruh ALB terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar Derajat Bebas 4 2 8 14
Jumlah Kuadrat 0.02153333 0.00028000 0.00618667 0.02800000
Kuadrat Tengah 0.00538333 0.00014000 0.00077333
F Hitung
Pr > F
6.96 0.18
0.0102 0.8377
Lampiran 12 Analisis ragam pengaruh total klorofil terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar Sumber keragaman Perlakuan Ulangan Galat Total Kk= 14.23 %
Derajat Bebas 4 2 8 14
Jumlah Kuadrat 0.18066667 0.09904000 0.27389333 0.55360000
Kuadrat Tengah 0.04516667 0.04952000 0.03423667
F Hitung
Pr > F
1.32 1.45
0.3414 0.2909
88
Lampiran 13 Analisis ragam pengaruh total karotenoid terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar Sumber keragaman Perlakuan Ulangan Galat Total Kk= 6.03 %
Lampiran 14
Derajat Bebas 4 2 8 14
Kuadrat Tengah 0.02275667 0.03816667 0.02216667
F Hitung
Pr > F
1.03 1.72
0.4494 0.2388
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan dan interaksinya terhadap KCT benih jarak pagar
Sumber keragaman Periode Galat (I) Kemasakan Periode*Kemasakan Galat (II) Total Koreksi Kk = 5.88 %. Lampiran 15
Jumlah Kuadrat 0.09102667 0.07633333 0.17733333 0.34469333
Derajat Bebas 4 10 2 8 20 44
Jumlah Kuadrat 52.29652146 20.30587778 13.73194686 22.80806425 12.47490556 121.6173159
Kuadrat Tengah 13.07413037 2.03058778 6.86597343 2.85100803 0.62374278
F Hitung
Pr > F
19.91 3.11 10.46 4.34
0.0001 0.0203 0.0009 0.0041
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan dan interaksinya terhadap total lemak benih jarak pagar.
Sumber keragaman
Derajat Bebas Periode 4 Galat (I) 10 Kemasakan 2 Periode*Kemasakan 8 Galat (II) 20 Total koreksi 44 Kk = 2.60%
Jumlah Kuadrat 1510.163356 8.321178 128.711613 279.829431 16.608822 1943.644400
Kuadrat Tengah 377.540839 0.832118 64.355807 34.978679 0.830441
F Hitung
Pr > F
454.63 1.00 77.5 42.12
<.0001 0.4741 <.0001 <.0001
89
Lampiran 16
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan dan interaksinya terhadap total asam lemak bebas benih jarak pagar.
Sumber keragaman
Derajat Bebas Periode 4 Galat (I) 10 Kemasakan 2 Periode*Kemasakan 8 Galat (II) 20 Total koreksi 44 Kk = 9.08%
Jumlah Kuadrat 10.27812 0.0236 5.46569333 6.02830667 0.08280000 21.87852000
Kuadrat Tengah 2.56953 0.00236 2.73284667 0.75353833 0.0041400
F Hitung
Pr > F
620.66 0.57 660.11 182.01
<.0001 0.819 <.0001 <.0001
Lampiran 17 Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap kadar air benih jarak pagar Sumber keragaman
Derajat Jumlah Bebas Kuadrat Periode 4 40.04952444 Galat (I) 10 6.51202222 Kemasakan 2 1.58105333 Periode*Kemasakan 8 6.21416889 Galat (II) 20 23.11831111 Total koreksi 44 77.47508000 Kk = 12.40% Lampiran 18
Kuadrat Tengah 10.01238111 0.65120222 0.79052667 0.77677111
F Hitung
Pr > F
8.66 0.56 0.68 0.67
0.0003 0.8241 0.5161 0.7102
1.15591556
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap daya berkecambah benih jarak pagar
Sumber keragaman
Derajat Jumlah Bebas Kuadrat Periode 4 2505.244444 Galat (I) 10 437.333333 Kemasakan 2 184.177778 Periode*Kemasakan 8 370.488889 Galat (II) 20 608.000000 Total koreksi 44 4105.244444 Kk = 6.09%
Kuadrat Tengah 626.311111 43.733333 92.088889 46.311111 30.400000
F Hitung
Pr > F
20.6 1.44 3.03 1.52
<.0001 0.2341 0.0309 0.2112
90
Lampiran 19
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap T50 benih jarak pagar
Sumber keragaman Periode Galat (I) Kemasakan Periode*Kemasakan Galat (II) Total koreksi Kk = 9.47%
Derajat Bebas 4 10 2 8 20 44
Jumlah Kuadrat 4.28927556 1.18502222 0.21441778 0.58160444 1.86297778 8.13329778
Kuadrat Tengah 1.07231889 0.11850222 0.10720889 0.07270056 0.26126333
F Hitung
Pr > F
11.51 0.57 1.15 0.78
0.0001 0.7906 0.3364 0.6247
Lampiran 20 Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode terhadap FCG benih jarak pagar Sumber keragaman Periode Galat (I) Kemasakan Periode*kemasakan Galat (II) Total koreksi Kk = 7.47% Lampiran 21
Derajat Bebas 4 10 2 8 20 44
Jumlah Kuadrat 3920.355556 654.222222 440.177778 448.711111 849.777778 6313.244444
Kuadrat Tengah 980.088889 65.422222 220.088889 56.088889 42.488889
simpan
F Hitung
Pr > F
23.07 1.54 5.18 1.32
<.0001 0.1972 0.0154 0.2897
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap total karotenoid benih jarak pagar
Sumber keragaman
Derajat Bebas Periode 4 Galat (I) 10 Kemasakan 2 Periode*Kemasakan 8 Galat (II) 20 Total koreksi 44 Kk = 2.25 %.
Jumlah Kuadrat 0.58334222 0.03744444 0.11905333 0.03665778
Kuadrat Tengah 0.24583556 0.00374444 0.05952667 0.00458222
0.05642222 0.83292000
0.002282111
F Hitung
Pr > F
51.69 1.36 21.10 1.62
0.0001 0.2736 0.0001 0.1802
91
Lampiran 22
Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap total klorofil benih jarak pagar
Sumber keragaman Periode Galat (II) Kemasakan Periode*Kemasakan Galat (II) Total koreksi Kk = 14.82 %
Derajat Bebas 4 10 2 8 20 44
1. JUSTIFIKASI ANGGARAN Rincian Anggaran
Jumlah Kuadrat 0.35476889 0.22602222 0.05383111 0.30305778 0.53664444 1.47432444
Kuadrat Tengah 0.08869222 0.02260222 0.02691556 0.03788222 0.02683222
F Hitung
Pr > F
3.31 1.02 1.00 1.41
0.0311 0.4507 0.3845 0.2514
92
No I.
Jenis Pengeluaran
Satuan
Besaran/Harga (Rp)
Jumlah (Rp)
Peralatan 1. Bak pengecambah 2. Pasir Laut 3. Sprayer 4. Baskom plastik 5. Pisau 6. Lembaran plastik 7. Kertas label 8. Pinset 9. Keranjang plastik 10. Ayakan pasir
II Bahan Aus (Material Penelitian) Bahan Kimia 1. Benih Jarak (+ ongkos panen dan ekstrak ) 2. Kertas merang 3. Alumonium foil 4. Akuadest 5. Nitrogen cair
60 buah 80 Kg 2 buah 3 buah 3 buah 10 meter 2 pcs 5 buah 15 buah 1 buah
8.000 1000 75.000 20.000 6.000 5.000 3.000 15.000 15.000 50.000 Subtotal
480.000,80.000,150.000,60.000,18.000,50.000,6.000,75.000,225.000,50.000,1. 194.000,-
25 kg
15.000
375.000,-
3 kg 2 rol 20 lt 15 lt
18.000 30.000 5.000 17.000 Subtotal
54.000,60.000,100.000,255.000 844.000,-
III Pengeluaran lain 1. Analisis Klorofil di Lab. RGCI IPB
60 sampel
50.000
3.000.000,-
1. Analisis Karotenoid Lab. RGCI IPB
60 sampel
50.000
3.000.000,-
1. Analisis Total lemak di lab pangan IPB
60 sampel
250.000
15.000.000,-
2. Transportasi Pengambilan Benih
2 paket
150.000
300.000,-
3. Sewa lab Benih IPB 7 bulan
2 Unit
150.000
300.000, -
4. Sewa Rumah Kaca 7 bulan
1 Unit
100.000
100.000, -
5. Persiapan Media Pembibitan dan Media Tanam di R. Kaca
1 paket
300.000
300.000,-
6. Pemeliharaan Tanaman
4 bulan
150.000
600.000, -
7. Analisis Data
2 paket
500.000
1.000.000,-
8. Pembuatan Draft Disertasi
1 paket
1.500.000
1.500.000,-
9. Pertemuan/Seminar
1 paket
2.000.000
2.000.000,-
Subtotal
26.600.000,-
TOTAL
27.638.000,-