PENGARUH POHON PENAUNG LEDA (Eucalyptus deglupta Bl.) DAN SUREN (Toona sureni Merr.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOPI (Coffea arabica L.)
R. ALFYANI FATHURROHMAH
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pohon Penaung Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan Suren (Toona sureni Merr.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kopi (Coffea arabica L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 R. Alfyani Fathurrohmah NIM E44100084
ABSTRAK R. ALFYANI FATHURROHMAH. Pengaruh Pohon Penaung Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan Suren (Toona sureni Merr.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kopi (Coffea arabica L.). Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO. Perum Perhutani BKPH Banjaran, KPH Bandung Selatan mengembangkan agroforestri kopi di bawah tegakan. Agroforestri kopi ini menggunakan beberapa jenis pohon penaung, antara lain leda dan suren. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan pengaruh pohon penaung leda (E. deglupta) dan suren (T. sureni) terhadap pertumbuhan dan produksi kopi (C. arabica). Parameter yang diamati adalah parameter pertumbuhan dan produksi kopi. Parameter pertumbuhan yang diamati yaitu diameter pangkal dan tinggi kopi, sedangkan parameter produksi yang diamati yaitu jumlah cabang produktif, jumlah tandan tiap cabang, jumlah buah tiap tandan, dan berat buah kopi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji-t parameter pertumbuhan, leda dan suren memiliki pengaruh yang sama terhadap diameter kopi dan pengaruh yang berbeda terhadap tinggi kopi. Tinggi kopi di bawah pohon penaung suren (170.58 cm) lebih besar dibandingkan dengan tinggi kopi di bawah pohon penaung leda (151.56 cm). Leda memberikan produksi kopi yang lebih baik dibandingkan dengan suren. Berdasarkan hasil uji-t, parameter jumlah cabang produktif dan berat buah kopi memiliki nilai yang berbeda nyata. Jumlah cabang produktif dan berat buah kopi di bawah pohon penaung leda lebih besar dibandingkan dengan kopi di bawah pohon penaung suren. Hasil produksi kopi dengan pohon penaung leda lebih besar (3 127.17 kg/ha) daripada suren (1 173.74 kg/ha). Kata kunci: agroforestri kopi, pertumbuhan, pohon penaung, produksi
ABSTRACT R. ALFYANI FATHURROHMAH. The Influence of the Shade Tree Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) and Suren (Toona sureni Merr.) on the Growth and Production of Coffee (Coffea arabica L.). Supervised by NURHENI WIJAYANTO. Agroforestry of coffee in Perum Perhutani BKPH Banjaran, KPH Bandung Selatan was established. Coffee were planted under E. deglupta and T. sureni. The difference of species shade tree may give influence on the growth and production of coffee. The purpose of this research was to compare the influence of shade tree E. deglupta and T. Sureni on the growth and production of coffee (C. arabica). The growth parameters of coffee consisting of diameter and height, while the production parameters of coffee consisting of productive branch, bunches of branch, fruit of bunches, and coffee cherries weight. The result of ttest showed that diameter of coffee was not significantly different. Height of coffee was significantly affected by the species of shade tree. The average height coffee under T. Sureni (170.58 cm) greater than the height coffee under E. deglupta (151.56 cm). However, leda provide better coffee production compared to suren. Based on the result of t-test, the number of productive branches and
coffee cherries weight have significantly different values. The number of productive branches and coffee cherries weight under leda bigger than coffee under suren. Production of coffee under leda (3 127.17 kg/ha) greater than suren (1 173.74 kg/ha). Keywords: agroforestry of coffee, growth, production, shade tree
PENGARUH POHON PENAUNG LEDA (Eucalyptus deglupta Bl.) DAN SUREN (Toona sureni Merr.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOPI (Coffea arabica L.)
R. ALFYANI FATHURROHMAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pengaruh Pohon Penaung Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan Suren (Toona sureni Merr.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kopi (Coffea arabica L.) Nama : R. Alfyani Fathurrohmah NIM : E44100084
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Maret 2014 ini ialah agroforestri, dengan judul Pengaruh Pohon Penaung Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan Suren (Toona sureni Merr.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kopi (Coffea arabica L.). Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya, Bapak Supriyatna Dinuri selaku ketua LMDH Rahayu Tani, dan pihak Perum Perhutani KPH Bandung Selatan. Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman satu bimbingan: Kumala, Yahayu, Rummi, dan Pak Dino, serta teman-teman Silvikultur 47: Fajar, Aurum, Nurel, Ade, Arina, dan teman-teman yang lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Kritik serta saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan pengembangan lebih lanjut. Harapan penulis ialah semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan bermasyarakat.
Bogor, November 2014 R. Alfyani Fathurrohmah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODOLOGI
2
Waktu dan Tempat
2
Alat dan Bahan
2
Prosedur Penelitian
2
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Kopi Produksi Kopi SIMPULAN DAN SARAN
5 6 7 11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
12
RIWAYAT HIDUP
13
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Hasil pengukuran parameter pertumbuhan kopi rata-rata Hasil uji-t parameter pertumbuhan kopi Hasil pengukuran persen penutupan tajuk dan intensitas cahaya Hasil pengukuran suhu dan kelembaban Hasil pengukuran parameter produksi kopi rata-rata Hasil uji-t parameter produksi kopi Hasil analisis tanah Hasil pengukuran serasah
6 6 7 7 8 8 9 10
DAFTAR GAMBAR 1 Petak contoh pengambilan data 2 Produksi kopi pada kedua jenis pohon penaung (kg/ha)
3 9
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan hutan yang dialihgunakan menjadi lahan pertanian menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialihgunakan menjadi lahan usaha lain, seperti pertanian. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih guna lahan tersebut. Hairiah et al. (2003) menyebutkan bahwa agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan terpadu, yang memiliki aspek sosial dan ekologi, dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan), baik secara bersama-sama atau bergiliran. Agroforestri merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang diyakini banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan (Widianto et al. 2003). Agroforestri memiliki banyak keuntungan. Agroforestri memiliki beberapa fungsi dan peran yang menyerupai hutan baik dalam aspek biofisik, sosial maupun ekonomi. Bagi Perum Perhutani agroforestri digunakan sebagai salah satu cara untuk mengurangi penjarahan hutan oleh masyarakat desa sekitar hutan melalui program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). PHBM ini menguntungkan masyarakat juga pihak Perhutani dalam pengelolaan hutan. Perum Perhutani BKPH Banjaran, KPH Bandung Selatan mengembangkan agroforestri kopi di bawah tegakan. Pengembangan ini diharapkan dapat mengurangi penjarahan hutan dengan pemanfaatan tanaman kopi. Kopi merupakan tanaman yang memerlukan sedikit cahaya dalam pertumbuhannya, sehingga diperlukan suatu tanaman penaung untuk kopi tumbuh dan berproduksi secara optimal. Tegakan suren dan leda di BKPH Banjaran, KPH Bandung Selatan, berpotensi untuk dimanfaatkan ruang di bawah tegakannya dengan menanam kopi. Namun, penanaman kopi di bawah tegakan leda dan suren perlu dikaji lebih lanjut. Salah satu aspek yang menarik untuk dikaji yaitu melihat pengaruh dari pohon penaung leda dan suren terhadap pertumbuhan dan produksi kopi. Perumusan Masalah Pemanfaatan ruang di bawah tegakan hutan leda dan suren dengan menanaminya dengan komoditi perkebunan berupa kopi tentu saja menimbulkan interaksi antara komoditi perkebunan dan kehutanan tersebut. Bertolak dari pemikiran tersebut dalam penelitian ini dimunculkan masalah tentang bagaimana pengaruh pohon penaung leda dan suren terhadap pertumbuhan dan produksi kopi.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan pengaruh pohon penaung leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan suren (Toona sureni Merr.) terhadap pertumbuhan dan produksi kopi (Coffea arabica L.).
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap pihak LMDH Rahayu Tani dan Perum Perhutani mengenai pertumbuhan dan produksi kopi di bawah pohon penaung leda dan suren, serta memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai pola kombinasi agroforestri kopi, suren, dan leda.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai dengan Maret 2014 di BKPH Banjaran, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten. Lokasi yang dipilih yaitu lahan agroforestri kopi-leda dan kopi-suren. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tally sheet, alat tulis, kamera, tali rafia, patok, pita ukur, meteran, densiometer, lux meter, termometer, ring tanah, golok, plastik, timbangan, dan komputer. Bahan yang digunakan adalah kopi arabika (klon sigarar utang) berumur 12 tahun. Prosedur Penelitian Penentuan lokasi penelitian Lokasi penelitian yang digunakan yaitu lahan agroforestri kopi dengan pohon penaung leda dan lahan agroforestri kopi dengan pohon penaung suren. Lokasi tersebut dipilih dengan memperhatikan kondisi yang homogen antara kedua lahan, dimana kedua lahan berada pada ketinggian dan kemiringan yang sama, serta tanaman kopi dan pohon penaung memiliki umur serta jarak tanam yang sama pula. Tanaman kopi berumur 12 tahun dan pohon penaung 6 tahun. Jarak tanam kopi sebesar 2.5 m x 2.5 m, sedangkan jarak tanam pohon penaung sebesar 5 m x 5 m.
3 Pembuatan petak Petak pengamatan yang dibuat yaitu petak persegi berukuran 20 m x 20 m sebanyak 5 buah untuk pengamatan pertumbuhan dan produksi kopi, serta petak persegi berukuran 1 m x 1 m untuk pengamatan serasah. Petak pengamatan serasah ditempatkan di dalam petak 20 m x 20 m, masing-masing sebanyak dua buah dan ditempatkan di ujung tengah plot secara berseling. Pemilihan bentuk serta penempatan petak didasarkan pada keterwakilan data yang akan diambil dan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian. Berikut gambar petak pengambilan data (Gambar 1). 100 m
20 m
Keterangan: = plot pengukuran serasah Gambar 1 Petak contoh pengambilan data (Hairiah dan Rahayu 2007) Metode pengumpulan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Proses pengumpulan data primer yaitu melalui pengukuran langsung di lapangan. Data primer yang dikumpulkan meliputi parameter pertumbuhan kopi, parameter produksi kopi, intensitas cahaya, suhu dan kelembaban, sifat fisik dan kimia tanah, serta persen penutupan tajuk pohon penaung. Data sekunder yang dikumpulkan berupa informasi mengenai lokasi penelitian meliputi data letak dan luas lahan, pola penggunaan lahan, dan sejarah pengelolaan lahan. Data sekunder ini berfungsi sebagai data pendukung untuk data primer. Proses pengumpulan data sekunder yaitu melalui wawancara dengan pihak LMDH Rahayu Tani dan petugas lapang, selaku pengelola lahan, serta studi pustaka. Pengukuran pertumbuhan kopi Parameter pertumbuhan kopi yang diukur yaitu diameter pangkal dan tinggi kopi. Diameter pangkal yaitu diameter setinggi 0.5 meter dari permukaan tanah. Pengukuran dilakukan secara purposive sampling, dimana jumlah tanaman kopi yang diukur tiap petak (20 m x 20 m) sebanyak 60 tanaman kopi, sehingga total tanaman kopi yang diukur yaitu sebanyak 300 untuk masing-masing pola agroforestri.
4 Pengukuran produksi kopi Produksi kopi diukur melalui taksasi. Taksasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperkirakan produksi yang akan dihasilkan pada periode atau musim panen tertentu. Kegiatan taksasi meliputi pengukuran karakter agronomi kopi dan perhitungan berat buah segar. Adapun karakter agronomi kopi yang diukur antara lain: jumlah cabang produktif, jumlah tandan tiap cabang, dan jumlah buah tiap tandan. Jumlah cabang produktif dihitung dari banyaknya cabang yang berbuah dalam satu tanaman kopi. Pengukuran dilakukan secara purposive sampling, dimana jumlah tanaman kopi yang digunakan untuk pengamatan karakter agronomi kopi yaitu sebanyak 10 tanaman tiap petak (20 m x 20 m), sedangkan untuk perhitungan berat buah sebanyak 3 tanaman tiap petak. Pengukuran produksi kopi dilakukan melalui pemanenan buah, selanjutnya buah ditimbang untuk mengetahui rata-rata berat buah per pohon. Pengukuran persen penutupan tajuk pohon penaung Pengukuran penutupan tajuk dilakukan dengan menggunakan densiometer pada jarak 30 cm - 45 cm dari badan dengan ketinggian sejajar lengan. Masingmasing kotak dihitung persentase bayangan langit yang dapat tertangkap pada cermin dengan pembobotan. Terbuka penuh memiliki bobot 4 (100%), bobot 3 (75%), bobot 2 (50%), bobot 1 (25 %), dan bobot 0 (tidak ada bayangan langit yang bisa dilihat). Data pengukuran masing-masing titik selanjutnya dijumlahkan dan merupakan nilai pada titik. Bobot rata-rata pada masing-masing pola agroforestri dihitung dengan rumus: Ti =
1,04
Keterangan: Ti : Keterbukaan tajuk Tn : Bobot pada masing-masing titik pengukuran N : Jumlah titik pengukuran 1,04 : Faktor koreksi Persentase penutupan tajuk (T) pada masing-masing lokasi dihitung dengan rumus: T = 100-Ti (Supriyanto dan Irawan 2001). Pengukuran intensitas cahaya Pengukuran intensitas cahaya matahari dilakukan dengan menggunakan lux meter. Bagian lux meter yang peka terhadap cahaya diarahkan pada pantulan datangnya cahaya, besarnya intensitas cahaya dapat dilihat pada skala. Pengukuran pada masing-masing lokasi dilakukan di empat titik yaitu di setiap arah mata angin. Lux meter bekerja dengan sensor cahaya. Layar penunjuknya akan menampilakn tingkat pencahayaan pada titik pengukuran.
5 Pengukuran suhu dan kelembaban Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan di setiap lokasi pengamatan, menggunakan termometer bola basah dan termometer bola kering. Termometer bola basah adalah termometer ukur biasa yang dibasahi dengan menggunakan kain kasa pada bagian ujungnya. Kedua termometer ini digantung pada ranting pohon. Termometer bola kering digunakan untuk perhitungan suhu, sedangkan termometer bola basah digunakan untuk pengukuran kelembaban dengan membandingkan nisbah data pada termometer bola kering. Pengukuran dilakukan pada pagi (07.00-08.00), siang (12.00-13.00), dan sore (16.00-17.00) hari. Setiap pengukuran dilakukan tiga kali pengulangan dan dilakukan setiap 10 menit sekali selama 30 menit. Pengukuran dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Pengambilan sampel dan analisis tanah Pengambilan sampel tanah menggunakan metode systematic sampling (SyS). Pengambilan sampel tanah melalui dua metode, yaitu metode tanah terusik dan metode tanah utuh (tidak terusik). Contoh tanah terusik diambil menggunakan golok sedalam 0-20 cm. Contoh tanah terusik diambil guna mengukur sifat kimia tanah meliputi pH, KTK, serta kandungan nutrisi berupa C-organik, N, P tersedia, K, dan unsur hara lain, sedangkan contoh tanah tidak terusik diambil guna mengukur sifat fisik tanah seperti tekstur, bobot isi, porositas, dan air tersedia. Contoh tanah tidak terusik diambil menggunakan ring tanah. Kedua sampel tanah ini diambil pada lima titik tempat di dalam petak yang masing-masing dapat mewakili kondisi tanah pada petak pengamatan. Selanjutnya tanah dianalisis di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Analisis Data Data hasil pengukuran di lapangan dibuat ke dalam bentuk tabel agar mudah diolah dan dianalisa. Data diolah menggunakan analisis statistik berupa uji sebaran t atau uji-t menggunakan software SPSS16. Uji-t digunakan untuk membandingkan dua peubah dalam satu populasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN BKPH Banjaran, KPH Bandung Selatan membudidayakan kopi dengan sistem agroforestri. Kopi merupakan tanaman yang membutuhkan pohon penaung selama fase hidupnya untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal. Tanaman penaung merupakan salah satu aspek budi daya yang mempunyai peranan penting dalam sistem pengelolaan tanaman kopi. Tanaman penaung dapat mengontrol iklim mikro, menahan angin, dan menjaga tanaman kopi dari intensitas curah hujan yang tinggi. Selain itu, tanaman penaung juga menghasilkan serasah yang dapat menjaga tanah dan membantu ketersediaan hara tanah.
6 Parameter Pertumbuhan Kopi Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik pertambahan jumlah sel, volume, dan bobot. Seluruh ciri pertumbuhan dapat diukur, cara pengukuran yang biasa digunakan adalah pengukuran volume atau massa (Salisbury dan Ross 1995). Pengukuran pertumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran volume dengan cara mengukur diameter dan tinggi kopi. Tabel 1 menunjukkan rata-rata diameter kopi di bawah pohon penaung leda lebih besar daripada ratarata diameter kopi di bawah pohon penaung suren. Namun berbeda halnya dengan tinggi. Rata-rata tinggi kopi di bawah pohon penaung leda lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tinggi kopi di bawah pohon penaung suren. Tabel 1 Hasil pengukuran parameter pertumbuhan kopi rata-rata Parameter Agf1 Agf2 Diameter (cm) 4.82 Tinggi (cm) 151.56
4.68 170.58
Agf1: agroforestri kopi-leda, Agf2: agroforestri kopi-suren
Pertumbuhan kopi di bawah pohon penaung leda dan suren dibandingkan dengan pengujian statistik berupa uji-t. Uji-t atau uji sebaran t merupakan salah satu pengujian untuk menguji dua peubah yaitu pertumbuhan kopi di bawah pohon penaung leda dan suren. Hasil uji-t dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Hasil uji-t parameter pertumbuhan kopi Parameter Nilai Sig. (hasil uji-t) Diameter (cm) tn Tinggi (cm) * *=nilai sig.<0.05 berbeda nyata, tn=nilai sig.>0.05 tidak berbeda nyata
Diameter merupakan salah satu parameter yang dapat dilihat dalam pertumbuhan suatu tanaman. Berdasarkan hasil uji-t pada Tabel 2, parameter diameter memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Artinya, pohon penaung leda dan suren memberikan pengaruh yang sama terhadap diameter kopi. Hal ini diduga karena diameter kopi mengalami pertumbuhan yang lambat dengan riap diameter yang kecil, sehingga kedua jenis pohon penaung memberikan pengaruh yang sama terhadap diameter kopi. Perbedaan diameter kopi untuk masing-masing pohon penaung pun memiliki selisih angka yang kecil. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pohon penaung leda ataupun suren tidak berpengaruh terhadap diameter kopi. Tinggi juga merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang sering diamati selain diameter. Berdasarkan hasil uji-t pada Tabel 2, parameter tinggi kopi memiliki nilai yang berbeda nyata. Artinya pohon penaung leda dan suren memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tinggi kopi. Perbedaan ini dapat dilihat pada Tabel 1. Rata-rata tinggi kopi di bawah pohon penaung suren lebih besar dibandingkan dengan rata-rata tinggi kopi di bawah pohon penaung leda. Perbedaan hasil pertumbuhan tinggi kopi di bawah pohon penaung leda dan suren disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain: suplai makanan (nutrisi), suplai air, suplai oksigen, suhu, cahaya, dan hormon pertumbuhan. Selain itu faktor genetik
7 dan bahan tanaman juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno 1995). Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah intensitas cahaya. Intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses fotosintesis. Hasil pengukuran intensitas cahaya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil pengukuran persen penutupan tajuk dan intensitas cahaya Agroforestri Persen penutupan tajuk (%) Intensitas cahaya (101 LUX) Agf1 51.13 438.75 Agf2 30.20 755.69 Agf1: agroforestri kopi-leda, Agf2: agroforestri kopi-suren
Intensitas cahaya yang tertinggi terdapat pada pola agroforestri dengan pohon penaung suren (755.69 x 101 Lux). Semakin besar intensitas cahaya matahari maka pertumbuhan juga semakin cepat. Hal ini disebabkan karena cahaya matahari berpengaruh terhadap laju fotosintesis dari suatu tanaman. Daniel et al. (1987) menyebutkan bahwa intensitas cahaya mempengaruhi laju fotosintesis. Bertambahnya intensitas cahaya, maka bertambah pula fotosintesis neto. Hasil dari fotosintesis berupa photosintat yang akan membantu pertumbuhan tanaman. Intensitas cahaya matahari dipengaruhi oleh tutupan tajuk. Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa persentase penutupan tajuk suren lebih kecil dibandingkan leda. Semakin kecil tutupan tajuk maka intensitas cahaya yang masuk akan semakin besar. Perbedaan intensitas cahaya ini diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perbedaan pertumbuhan tinggi kopi. Besarnya intensitas cahaya pada pola Agf2 menyebabkan pertumbuhan tinggi kopi yang lebih baik pada pola agroforestri dengan pohon penaung suren. Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu tanaman karena berpengaruh terhadap proses fotosintesis. Hasil pengukuran suhu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengukuran suhu dan kelembaban Agroforestri Suhu (oC) Agf1 19.83 Agf2 20.83
Kelembaban (%) 90 73
Agf1: agroforestri kopi-leda, Agf2: agroforestri kopi-suren
Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 4 pola Agf2 memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan pola Agf1. Menurut Siswoputranto (1993) kopi arabika menghendaki suhu harian antara 15oC–24oC dan dengan suhu di atas 25oC kegiatan fotosintesis tumbuhannya akan menurun dan akan berpengaruh langsung pada hasil kebun. Jadi, pada suhu tersebut kopi mampu tumbuh dengan baik. Parameter Produksi Kopi Naungan merupakan salah satu upaya untuk menahan laju intensitas curah hujan atau penyinaran matahari yang terlalu tinggi. Manfaat naungan terhadap pembentukan buah kopi dijelaskan oleh Winaryo et al. (1991) yaitu tingkat persaingan buah yang lebih tinggi pada kopi tanpa naungan dalam hal asimilasi
8 menyebabkan biji kopi tidak tumbuh maksimum. Akibatnya ukuran biji kopi tanpa naungan lebih kecil dibandingkan ukuran biji kopi yang mendapat naungan. Di lain pihak tajuk naungan yang terlalu rapat menjadi faktor penghambat fotosintesis. Selain desain/pola agroforestri, faktor lain seperti pemeliharaan memegang peranan penting bagi produktivitas kopi. Salah satu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di lahan agroforestri kopi ini yaitu pemangkasan. Pohon penaung dan pemangkasan adalah dua aspek penting yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kopi. Tujuan dasar pemangkasan adalah menciptakan lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan kopi sehingga kopi dapat menghasilkan produktivitas yang optimal. Pengukuran produksi kopi dilakukan melalui kegiatan taksasi. Hal ini karena tidak adanya data yang dimiliki oleh pihak LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) mengenai produksi kopi pada kedua lahan agroforestri. Taksasi produksi merupakan kegiatan memperkirakan produksi yang akan dihasilkan pada periode atau musim panen tertentu. Parameter yang diukur yaitu karakter agronomi kopi (jumlah cabang produktif, jumlah tandan per cabang, jumlah buah per tandan) dan berat buah. Tabel 6 menunjukkan hasil pengukuran parameter karakter agronomi dan berat buah kopi. Tabel 5 Hasil pengukuran parameter produksi kopi rata-rata Parameter Agf1 ∑ cabang produktif 20 ∑ tandan/cabang 12 ∑ buah/tandan 5 Berat buah/pohon (g) 1 954.48
Agf2 13 11 5 733.59
Agf1: agroforestri kopi-leda, Agf2: agroforestri kopi-suren
Parameter produksi kopi ini selanjutnya dibandingkan dengan pengujian statistik berupa uji-t. Uji-t atau uji sebaran t merupakan salah satu pengujian untuk menguji dua peubah yaitu produksi kopi di bawah pohon penaung leda dan suren. Hasil uji-t dapat dilihat dalam Tabel 6. Tabel 6 Hasil uji-t parameter produksi kopi Parameter ∑ cabang produktif ∑ tandan/cabang ∑ buah/tandan Berat buah/pohon (g)
Nilai Sig. (hasil uji-t) * tn tn *
*=nilai sig.<0.05 berbeda nyata, tn=nilai sig.>0.05 tidak berbeda nyata
Hasil uji-t pada Tabel 6 parameter produksi yang memiliki nilai sig. kurang dari 0.05 yaitu jumlah cabang produktif dan berat buah. Nilai sig. yang kurang dari 0.05 memiliki arti bahwa parameter jumlah cabang produktif dan berat buah kopi di bawah pohon penaung leda berbeda nyata dengan kopi di bawah pohon penaung suren. Perbedaan ini dapat dilihat dari hasil pengukuran parameter produksi kopi pada Tabel 6, dimana rata-rata jumlah cabang produktif dan berat buah pada pola Agf1 lebih besar dibandingkan dengan Agf2. Hal ini
9 dapat disimpulkan bahwa pohon penaung yang paling baik untuk parameter produksi jumlah cabang produktif dan berat buah adalah leda. Perbandingan hasil produksi kopi di kedua jenis pohon penaung Produksi kopi (kg/ha)
4000 3000
3 127,17
Leda
2000 1 173,74
Suren
1000 0
Pohon penaung
Gambar 2 Produksi kopi pada kedua jenis pohon penaung (kg/ha) Produksi kopi di kedua lahan agroforestri tergolong besar, yaitu lebih dari 1 000 kg/hektar. Berdasarkan hasil pengukuran, perkiraan produksi kopi dengan pohon penaung leda memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan suren (Gambar 2). Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi seperti: jenis pohon penaung, faktor lingkungan, kegiatan pemeliharaan yang tepat, serta kualitas tempat tumbuh. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi kopi adalah unsur hara. Tanah merupakan perantara penyedia faktor unsur hara. Hasil analisis tanah dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis tanah Analisis Tanah Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Permeabilitas (cm/jam) Porositas (%) pH C-Organik (%) N-Total (%) KTK (me/100 gr)
Pola Agf1 lempung liat berdebu 19.14 38.55 41.90 12.89 72.22 5.80 3.64 0.32 22.04
Agf2 Liat 19.63 41.33 39.04 7.21 67.57 5.60 3.02 0.27 21.28
Agf1: agroforestri kopi-leda, Agf2: agroforestri kopi-suren
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif berbagai partikel tanah dalam suatu massa tanah terutama perbandingan antara pasir, debu, dan liat. Tekstur tanah sangat penting dalam kaitannya dengan kapasitas menampung air dan udara tanah. Tekstur tanah pada kedua pola bersifat lempung liat berdebu dan liat, tergolong pada kelas tektur halus. Tanah dengan kelas tekstur halus mempunyai
10 luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi (Hardjowigeno 2007). Permeabilitas dan porositas pada pola Agf1 lebih besar dibandingkan dengan pola Agf2. Permeabilitas dan prositas tanah menunjukkan perbedaan besar pori-pori antara butir-butir tanah dan tingkat kemampuan tanah dalam meloloskan air. Hal ini menunjukkan bahwa tanah yang terdapat pada pola Agf1 memiliki kemampuan tanah yang lebih baik dalam meloloskan air dibandingkan dengan tanah pada pola Agf2, sehingga tanah pada pola Agf1 lebih mampu menyediakan air lebih baik untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi. Bahan organik pada analisis tanah pola Agf1 lebih besar dibandingkan dengan Agf2. Menurut Sutanto (2005), kandungan bahan organik biasanya diukur berdasarkan kandungan C-organik. Kandungan C-organik pada tanah pola Agf1 lebih besar dibandingkan dengan Agf2. Artinya tanah pada pola Agf1 memiliki kandungan organik yang lebih tinggi dibandingkan Agf2. Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan kopi mengandung bahan organik paling sedikit 3% (Najiyatidan Danarti 1999). Kedua pola memiliki tanah dengan kandungan bahan organik yang sesuai dengan syarat tersebut. Kedua pola juga memiliki pH yang tergolong agak masam. Najiyati dan Danarti (1999) menyebutkan bahwa kopi arabika menghendaki tanah yang agak masam yaitu pH sebesar 5–6.5. Kemasaman tanah (pH) memiliki fungsi untuk menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap oleh tanaman. Kedua pola memiliki tanah dengan pH yang sesuai dengan syarat tumbuh kopi arabika. Tabel 8 Hasil pengukuran serasah Agroforestri Agf1 Agf2
Tebal serasah (cm) 2.83 1.80
Agf1: agroforestri kopi-leda, Agf2: agroforestri kopi-suren
Salah satu hara makro yang disumbangkan oleh tanaman penaung melalui serasah yang dihasilkan adalah unsur Nitrogen (N). Nitrogen adalah salah satu unsur hara yang penting dan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produktivitas kopi (Soedradjad dan Syamsunihuri 2010). Kedua jenis pohon penaung memiliki laju dekomposisi serasah yang berbeda. Menurut Soedradjad dan Syamsunihuri (2010) semakin tinggi berat jenis suatu spesies laju dekomposisi serasahnya semakin lambat. Leda memiliki berat jenis sebesar 0.57 g/cm3 dan suren 0.39 g/cm3 (Seng 1964 dalam Muslich dan Sumarni 2008). Serasah leda lebih lama terdekomposisi karena berat jenisnya lebih besar dibandingkan dengan suren. Hal ini didukung oleh hasil pengukuran serasah dimana rata-rata tebal serasah pada pola Agf1 lebih tebal dibandingkan dengan pola Agf2 (Tabel 8). Namun, berdasarkan hasil analisis tanah pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kandungan N-total pada pola Agf1 lebih besar dibandingkan dengan pola Agf2. Artinya sumbangan N dari pohon penaung leda lebih tinggi. Hal ini diduga karena unsur hara yang terkandung pada serasah leda tidak mudah tercuci dan hilang oleh limpasan air tanah, walaupun laju dekomposisi serasahnya lebih lambat dibandingkan dengan serasah suren. Kapasitas Tukar Kation (KTK) sangat erat kaitannya dengan kesuburan tanah. Semakin tinggi KTK maka tanah semakin subur, karena mampu menjerat
11 dan menyediakan unsur hara yang lebih tinggi. Nilai KTK pada pola Agf1 lebih besar dibandingkan dengan Agf2. Artinya tanah pada lahan agroforestri kopi dengan pohon penaung leda lebih subur, dengan nilai C-organik dan N-total yang lebih besar pula. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab produksi kopi yang lebih baik di bawah pohon penaung leda dibandingkan dengan di bawah pohon penaung suren. Selain kualitas tempat tumbuh, jenis pohon penaung juga menjadi faktor yang mempengaruhi produksi kopi. Berdasarkan hasil pengukuran penutupan tajuk pada Tabel 3, pohon penaung suren memberikan tutupan tajuk yang lebih rendah dibandingkan dengan pohon penaung leda. Tutupan tajuk yang lebih rendah pada lahan agroforestri kopi dengan pohon penaung suren ini diduga menjadi penyebab produksi kopi yang lebih rendah pada lahan agroforestri kopi dengan pohon penaung suren. Tutupan tajuk yang rendah ini diduga menyebabkan kerontokan bunga akibat angin, sehingga buah kopi yang terbentuk menjadi lebih sedikit.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil uji-t parameter pertumbuhan, antara pohon penaung leda dan suren memiliki pengaruh yang sama terhadap diameter kopi, akan tetapi memiliki pengaruh yang berbeda terhadap tinggi kopi. Tinggi kopi di bawah pohon penaung suren (170.58 cm) lebih besar dibandingkan dengan tinggi kopi di bawah pohon penaung leda (151.56 cm). Pohon penaung leda memberikan produksi kopi yang lebih baik dibandingkan dengan pohon penaung suren. Hal ini berdasarkan hasil uji-t bahwa parameter yang memiliki nilai yang berbeda nyata yaitu jumlah cabang produktif dan berat buah kopi. Jumlah cabang produktif dan berat buah kopi dengan pohon penaung leda lebih besar dibandingkan dengan kopi di bawah pohon penaung suren. Hasil produksi kopi dengan pohon penaung leda lebih besar (3 127.17 kg/ha) daripada suren (1 173.74 kg/ha). Saran 1. Perlu dilakukan uji unsur yang terkandung pada daun leda dan suren untuk mengetahui sumbangan hara yang dihasilkan oleh serasah dari kedua jenis pohon penaung tersebut. 2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai parameter pertumbuhan lain yaitu perakaran kopi, leda, dan suren. 3. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk membandingkan produksi kopi pada saat musim hujan dan musim kemarau.
12
DAFTAR PUSTAKA Daniel TW, Helms JA, Baker FS. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Marsono D, penerjemah; Soeseno OH, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Principles of Silviculture. Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestri. Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF). Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF). Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. Muslich M, Sumarni G. 2008. Standardisasi mutu kayu berdasarkan ketahanannya terhadap penggerek di laut. PPI Standardisasi 2008; 2008 Nov 25; Jakarta, Indonesia. Jakarta: Puslitbang BSN. hlm 1-14. Najiyati S, Danarti. 1999. Budidaya Kopi dan Penanganan Pasca Panen. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Plant Physiology 2nd Edition. Siswoputranto. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Yogyakarta (ID): Kanisius. Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Soedradjad R, Syamsunihuri A. 2010. Produktivitas tanaman penaung dalam memasok nutrien makro sistem agroforestri berbasis tanaman kopi. Seminar Nasional Ketahanan Pangan dan Energi; 2010 Jun 14; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta: UPN Yogyakarta. hlm 70-76. Supriyanto, Irawan US. 2001. Teknik Pengukuran Penutupan Tajuk dan Pembukaan Tajuk Tegakan dengan Menggunakan Spherical Densiometer. Bogor (ID): Seameo BIOTROP. Sutanto R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta (ID): Kanisius. Widianto, Hairiah K, Suharjitno D, Sardjono MA. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri. Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF). Winaryo AM, Nur, Soenaryo. 1991. Pengaruh kerapatan pohon penaung terhadap daya hasil kopi robusta berbatang ganda. Pelita Perkebunan. 7(3): 68-73.
13
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 12 Februari 1992 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan R. Hamidin dan Lies Nurlaela. Penulis merupakan lulusan SMA Negeri 11 Bandung (2010) dan pada tahun yang sama penulis masuk IPB melalui Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI) di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif sebagai anggota Divisi Scientific Improvement Tree Grower Community pada tahun 2011-2013 dan ketua Agroforestry Group Tree Grower Community pada tahun 2011-2013. Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Indramayu dan Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat (2012), Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2013) dan Praktek Kerja Profesi di PT. Bina Silva Nusa, Kalimantan Barat (2014). Selain itu penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Silvikultur dan Praktikum Pemantauan Kesehatan Hutan (2014). Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pohon Penaung Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan Suren (Toona sureni Merr.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kopi (Coffea arabica L.)” dibimbing oleh Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB.