PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.)
RIKA RUSTIKA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pohon Induk, Naungan dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dari kutipan karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Mei 2008
Rika Rustika E14202025
RINGKASAN RIKA RUSTIKA. E14202053. Pengaruh Pemberian Naungan dan Perlakuan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.). Dibimbing oleh Dr. Ir. Iskandar. Z. Siregar, M.For, Sc. dan Dharmawati. F. Djam’an. Suren merupakan jenis andalan Jawa Barat yang ditengarai mulai langka keberadaannya (Kurniawaty 2006), sehingga diperlukan suatu upaya budidaya diantaranya dengan mencoba beberapa perlakuan yang tepat untuk memacu pertumbuhan semai suren. Suren belum diperbanyak secara luas, namun demikian mengingat kegunaan dari jenis kayu ini, tidak tertutup kemungkinan untuk dikembangkan secara luas di masa mendatang. Selain itu, suren memiliki potensi untuk digunakan sebagai salah satu jenis tanaman rehabilitasi lahan terdegradasi. Namun saat ini, informasi mengenai pembibitan guna pengadaan bibit suren berkualitas dirasa masih kurang. Dalam rangka pengadaan informasi teknik-teknik pembibitan suren, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian pupuk dan naungan terhadap mutu jenis bibit suren (Toona sinensis Roem.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon suren terhadap perlakuan pupuk dan naungan. Penelitian dirancang dalam dua percobaan, pada Percobaan 1 rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot design) dengan petak utama adalah naungan dan anak petak adalah pemberian pupuk. Setiap kombinasi diulang sebanyak tiga kali dengan unit percobaan masing-masing adalah 20 unit, sehingga jumlah keseluruhan yang diamati sebanyak 960 bibit. Variabel yang diamati adalah pertambahan tinggi, pertambahan diameter, Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA) dan indeks mutu bibit suren. Pada Percobaan 2, rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor yaitu pohon induk. Pohon induk yang digunakan sebanyak 10 pohon, dengan ulangan tiga kali dan masing-masing ulangan terdiri dari 10 unit pengamatan, sehingga jumlah keseluruhan unit pengamatan pada Percobaan 2 adalah 300 unit. Variabel yang diamati pada Percobaan 2 yaitu pertambahan tinggi dan diameter semai suren. Data yang diperoleh dari Percobaan 1 dan 2 dianalisis dengan bantuan program Costat versi 6.303. Hasil sidik ragam pada Percobaan 1 menunjukkan bahwa, pemberian naungan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter bibit suren. Hasil uji Duncan memperlihatkan, pemberian tanpa naungan berbeda nyata dengan pemberian naungan terhadap pertambahan tinggi dan diameter bibit suren. Menurut Gardner (1991), cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan batang, sedangkan menurut Daniel et al. (1987), cahaya berpengaruh langsung pada pertumbuhan pohon melalui intensitas, kualitas dan lama penyinaran. Analisis sidik ragam terhadap pemberian pupuk menunjukkan bahwa, pemberian pupuk mempengaruhi Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA) dan Indeks Mutu Bibit (IMB) suren. Berdasarkan uji Duncan, pemberian pupuk kandang memberikan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan pemberian pupuk lainnya. Sedangkan interaksi antara perlakuan naungan dan
perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter bibit suren. Menurut Hakim et al. (1986) pupuk kandang memiliki ciri lambat bereaksi karena sebagian besar zat makanan harus mengalami perubahan terlebih dahulu sebelum diserap oleh tanaman, pupuk kandang memiliki efek residu, yaitu hanya dapat berangsur – angsur bebas sehingga tersedia bagi tanaman secara terus-menerus dan pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tanah dan menambah bahan organik tanah. Pada Percobaan 2, faktor pohon induk memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter semai suren. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa, pohon induk M 10 berbeda nyata dengan pohon induk lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Buana (2007) dilaporkan bahwa pohon induk memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel pertambahan tinggi dan diameter serta Nisbah Pucuk Akar pada tanaman Khaya (Khaya anthoteca C. DC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan naungan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan pertambahan diameter bibit suren. Perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA) dan indeks mutu bibit suren. Perlakuan tanpa naungan merupakan perlakuan yang merupakan perlakuan yang paling baik untuk meningkatkan pertambahan tinggi dan diameter bibit suren. Perlakuan pupuk kandang memberikan hasil yang paling baik dalam meningkatkan Berat Kering Total (BKT) dan pohon suren no. 10 merupakan pohon yang memiliki kualitas benih yang baik diantara pohon yang lainnya
Kata kunci: Suren (Toona sinensis Roem.), naungan, pupuk.
PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Rika Rustika E14202053
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi
Nama
: Pengaruh Pohon Induk, Naungan dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.) : Rika Rustika
NRP
: E14202053
Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua,
Anggota,
Dr.Ir.Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc NIP : 131 878 498
Dra. Dharmawati. F. Djam’an NIP : 710 020 186
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr. NIP : 131 578 788
Tanggal .....................................................
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 24 Juli 1984 sebagai putri pertama pasangan Enang mulyana dan Tini Rustini. Pada tahun 1990 penulis masuk di SDN Ceger 1. Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri dan melanjutkan pendidikan di SLTP Siliwangi Bogor sampai tahun 1999. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 8 Bogor pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana (S1) di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis pernah aktif dalam sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Forest Management Student Club (FMSC) Periode 2003-2004. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Silvikultur untuk progam sarjana tahun ajaran 2006/2007. Selain itu, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Umum Kehutanan (PUK) dilaksanakan di Sancang dan Kamojang. Sedangkan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) dilaksanakan di KPH Indramayu. Pada bulan Mei sampai Juli 2007 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada Lokasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif (RHLP) di Kecamatan Sukaresmi, Cianjur, Jawa Barat. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Pohon Induk, Naungan dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.)” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M. For. Sc. dan Dra. Dharmawati F. Djam’an.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pohon Induk, Naungan dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.)”. Skripsi ini disusun sebagai laporan penelitian yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor. Dalam penelitian ini ingin diketahui pengaruh pohon induk, naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren. Penelitian ini dilakukan atas dasar semakin meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan akan bahan baku industri kayu, maka dituntut semakin besarnya penyediaan kayu. Hal tersebut mendorong timbulnya perambahan hutan, penebangan liar dan eksploitasi hutan secara besarbesaran yang dapat mengancam kelestarian hutan. Dalam upaya mengatasi hal tersebut salah satu kegiatan yang dapat dikembangkan adalah pembangunan hutan rakyat, namun saat ini informasi mengenai pembibitan jenis-jenis tanaman hutan rakyat masih terbatas, oleh karena itu dilakukan peneitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak, Ibu dan adik-adik atas doa, dukungan dan pengertiannya. Ungkapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Dr.Ir.Iskandar Z.Siregar, M.For.Sc selaku pembimbing I, Ibu Dra. Dharmawati F. Djam’an selaku pembimbing II, Ibu Istie Sekartining Rahayu, S.Hut.M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan serta Bapak Ir. Rachmad Hermawan M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Selain itu, penulis juga ucapkan terima kasih rekan-rekan BDH 39, BDH 40, alumni SMU N 8 Bogor atas pengertian dan dukungannya serta semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan tugas akhir ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran untuk menjadikannya lebih sempurna. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................i DAFTAR TABEL ...................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR................................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .....................................................................................1 1.2 Tujuan ..................................................................................................2 1.3 Manfaat ................................................................................................2 1.4 Hipotesis................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi kayu suren (Toona sinensis Roem.) ....................................3 2.2 Pertumbuhan Tanaman ........................................................................5 2.3 Toleransi Tanaman terhadap Naungan..................................................6 2.4 Peranan Unsur Hara Bagi Tanaman......................................................9 2.5 Media Tanam ........................................................................................12 2.5.1 Tanah...........................................................................................14 2.5.2 Pasir.............................................................................................16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Percobaan 1 Pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai Suren (Toona sinensis Roem.) ...............................................................17 3.1.1 Tempat dan Waktu ........................................................................17 3.1.2 Bahan dan Alat..............................................................................17 3.1.3 Metode Kerja.................................................................................17 3.1.3.1 Persiapan media, ekstraksi dan seleksi benih...................18 3.1.3.2 Pengecambahan................................................................18 3.1.3.3 Penyapihan .......................................................................18 3.1.3.4 Pemeliharaan....................................................................18 3.1.3.5 Pengumpulan data ............................................................19
ii
3.1.4 Rancangan percobaan ...................................................................19 3.2 Percobaan 2 Pengaruh naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.)......................................................20 3.2.1 Tempat dan Waktu ........................................................................20 3.2.2 Bahan dan Alat..............................................................................20 3.2.3 Metode Kerja.................................................................................20 3.2.3.1 Persiapan media, ekstraksi dan seleksi benih...................21 3.2.3.2 Pengecambahan................................................................21 3.2.3.3 Penyapihan .......................................................................21 3.2.3.4 Pemeliharaan....................................................................22 3.2.3.5 Pengumpulan data ............................................................22 3.2.4 Rancangan percobaan ...................................................................24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Persemaian Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor......................................................................................26 4.1.1 Iklim ..............................................................................................26 4.1.2 Tanah.............................................................................................26 4.1.3 Topografi dan Ketinggian .............................................................26 4.2 Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor.......27 4.2.1 Sejarah...........................................................................................27 4.2.2 Organisasi dan tugas pokok ..........................................................27 4.2.3 Visi, misi dan program utama .......................................................27 4.2.4 Sarana dan Prasarana.....................................................................28 4.3 Stasiun Penelitian Nagrak ......................................................................28 4.3.1 Prospektus .....................................................................................28 4.3.2 Letak dan luas ...............................................................................29 4.3.3 Sarana dan prasarana.....................................................................29 BAB V HASIL dan PEMBAHASAN 5.1 Hasil .......................................................................................................30 5.1.1 Percobaan 1 Pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai
iii
Suren (Toona sinensis Roem.) .....................................................30 5.1.2 Percobaan 2 Pengaruh naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.)..............................................32 5.1.2.1 Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.)....................................................33 5.1.2.2 Pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) ................................................................36 5.1.2.3 Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) ...........38 5.2 Pembahasan............................................................................................40 5.2.1 Percobaan 1 Pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai Suren (Toona sinensis Roem.) .....................................................40 5.2.2 Percobaan 2 Pengaruh naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.)..............................................41 5.2.2.1 Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.)....................................................41 5.2.2.2 Pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) ................................................................42 5.2.2.3 Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) ...........44 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ..........................................................................................46 6.2 Saran......................................................................................................46 BAB VI DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Informasi besaran intensitas cahaya yang digunakan pada tanaman Kehutanan ........................................................................................... ....7 2. Pupuk yang beredar di pasaran dan hara yang dikandungnya ............. ....11 3. Takaran dan jenis pupuk serta jenis media untuk bibit beberapa jenis Tanaman kehutanan ............................................................................. ....12 4. Kandungan hara beberapa jenis limbah organik .................................. ....13 5. Limbah organik sebagai media pembibitan yang memenuhi kriteria Indeks mutu bibit ................................................................................. ....14 6. Media dan perlakuan pupuk yang digunakan dalam percobaan 1 ....... ....19 7. Sidik ragam pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai suren pada umur 4 bulan................................................................................ ....31 8. Uji lanjut Duncan faktor pohon induk terhadap tinggi semai suren (Toona sinensis Roem.)..............................................................................31 9. Uji lanjut Duncan faktor pohon induk terhadap diameter semai suren (Toona sinensis Roem.) ............................................................................32 10. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh naungan dan perlakuan pupuk serta interaksinya terhadap tinggi, diameter, BKT, NPA, dan Indeks Mutu Bibit suren .................................................................................. ....33 11. Pengaruh naungan terhadap rerata pertambahan tinggi bibit suren pada 3 BST dan 4 BST ................................................................................. ....33 12. Pengaruh naungan terhadap rerata pertambahan diameter bibit suren pada 1 BST, 2 BST, dan 4 BST ................................................................34 13. Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Berat Kering Total (BKT) bibit suren pada 4 BST .......................................................................................36 14. Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Nisbah Pucuk Akar (NPA) bibit suren pada 4 BST................................................................................................37
15. Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Indeks Mutu Bibit (IMB) suren pada 4 BST................................................................................................37 16. Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk terhadap rerata pertambahan diameter bibit suren pada 2 BST dan 4 BST .............38
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Penampakan suren (pohon, cabang bunga, irisan lintang bunga, benih, dan rangkaian buah ...................................................................................4 2. Toona sinenssis Roem. di hutan rakyat.....................................................5 3. Jaringan meristem tanaman.......................................................................6 4. Penyusun tanah .........................................................................................15 5. Bagan prosedur penelitian percobaan 1 ....................................................17 6. Bagan prosedur penelitian percobaan 2 ....................................................23 7. Grafik pengaruh naungan terhadap pertumbuhan tinggi bibit suren.........34 8. Grafik pengaruh naungan terhadap pertumbuhan diameter bibit suren ....35 9. Pertumbuhan bibit suren di lapangan pada perlakuan tanpa naungan ......35 10. Pertumbuhan bibit suren pada perlakuan tanpa naungan dan pupuk ........39 11. Pohon suren bagian pucuk dan batang ......................................................40
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Rekapitulasi pengukuran cahaya...............................................................51 2. Rekapitulasi data pengukuran diameter bibit suren ..................................52 3. Rekapitulasi data pengukuran tinggi bibit suren.......................................54 4. Rekapitulasi data NPA, BKT dan IMB suren ...........................................56 5. Tabel perhitungan statistic analisis covariance .........................................57 6. Hasil pengukuran kadar air pada 10 pohon induk.....................................61 7. Data tinggi dan diameter pohon induk ......................................................61
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, baik langsung maupun tidak langsung. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan akan bahan baku industri kayu, maka dituntut semakin besarnya penyediaan kayu. Hal ini mendorong timbulnya perambahan hutan, penebangan liar, dan eksploitasi hutan secara besarbesaran yang dapat mengancam kelestarian hutan. Dalam upaya mengatasi hal tersebut salah satu kegiatan yang dapat dikembangkan adalah pembangunan hutan rakyat. Jenis pohon yang dapat diusahakan untuk hutan rakyat adalah jenis pohon yang memiliki hasil lainnya selain kayu sebagai hasil utama. Hal tersebut mendorong prioritas pemilihan pada jenis-jenis pohon yang memberikan banyak kegunaan. Menurut Suryandari dan Puspitojati (2003) dalam Risasmoko (2006) suren merupakan salah satu jenis pohon yang dapat dikembangkan untuk pembangunan hutan rakyat. Suren memiliki nilai ekonomi tinggi, daur pendek dan disukai oleh masyarakat untuk bahan bangunan. Suren merupakan jenis andalan Jawa Barat yang ditengarai mulai langka keberadaannya (Kurniawaty et al. 2006), sehingga diperlukan suatu upaya perbanyakan dengan mencoba beberapa perlakuan pupuk yang tepat untuk pertumbuhan semai suren. Sofyan dan Islam (2006) menyatakan bahwa saat ini suren belum banyak dibudidayakan secara luas, namun demikian mengingat kegunaan dari jenis kayu ini, tidak tertutup kemungkinan untuk dikembangkan secara luas di masa mendatang. Selain itu, suren juga memiliki potensi untuk digunakan sebagai salah satu jenis tanaman rehabilitasi lahan terdegradasi. Informasi mengenai teknik silvikultur jenis ini pada tingkat pembibitan maupun penanaman pada tingkat lapang masih sangat terbatas. Kegiatan pembibitan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan hutan rakyat dimana
2
keberhasilan kegiatan penanaman sangat berkaitan erat dengan keberhasilan pada tingkat pembibitan di persemaian (Sofyan dan Islam 2006). Dalam rangka pengadaan informasi jenis perlakuan pupuk dan naungan yang sesuai bagi pertumbuhan semai suren, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian pupuk dan naungan terhadap mutu jenis bibit suren (Toona sinensis Roem.).
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pohon induk, pemberian naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.).
1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi mengenai teknologi pembibitan suren (Toona sinensis Roem.).
1.4 Hipotesis Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah pohon induk, pemberian naungan dan beberapa jenis pupuk mampu meningkatkan pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kayu Suren (Toona sinensis Roem.) Suren (Toona sinensis Roem.) adalah salah satu jenis pohon kehutanan dari kelompok Dicotyledone yang termasuk ke dalam divisi Angiospermae, ordo Archichlamydae dan family Meliaceae yang mempunyai ciri khas : daun besar dan bersirip, tersusun spiral, sering mengelompok di ujung ranting. Bunga kecil dan biasanya bunga bagian ujung berkelamin betina sedangkan yang lainnya jantan. Pohon suren memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, diantaranya di daerah sunda disebut Kibeureum atau Suren, di daerah Kerinci disebut Ingu, di Madura disebut Soren, di Sumba disebut Horeni atau Linu. Di Halmahera orang mengenalnya dengan nama Huru (Heyne 1987). Pohon ini berbatang besar dan berbanir dibagian bawahnya. Pohonnya dapat mencapai tinggi 40 m dan diameter sampai 200 cm. Kulit batangnya beralur dangkal, berwarna merah, berbau seperti kayu cendana. Batangnya mengeluarkan getah yang berbau seperti bawang putih dan merica. Tajuknya agak ramping setengah kerucut dan berdaun lebat. Perakarannya bercabang dan terdapat dekat permukaan tanah (Heyne 1987). Menurut Martawijaya et al. (1989) suren dapat tumbuh pada tanah kering dan tanah yang lembab dan subur, umumnya di daerah pegunungan pada ketinggian 1200 m dari permukaan laut. Jenis ini hidup pada iklim yang agak kering dengan tipe curah hujan A – C (Schimdt-Ferguson). Pohon suren biasanya ditanam sebagai tanaman pinggir jalan dan baik untuk hutan tanaman. Tumbuhnya cepat dan pada tanah yang basah biasanya tidak pernah menggugurkan daun. Pada penanaman monokultur suren biasanya diserang oleh hama penggerek tetapi bila pohon ini ditanam bersama pohon buah – buahan dan palma atau sebagai tanaman pelindung di perkebunan, serangan hama dapat dikurangi (Martawijaya 1977). Di alam, suren tumbuh dengan bijinya yang bersayap dan disebarkan oleh angin, karena bijinya ringan, maka penanaman langsung tidak dianjurkan karena kemungkinan besar bijinya akan hanyut sehingga perlu disemaikan terlebih dahulu
4
(Martawijaya 1977). Buah suren tersusun seperti malai yang panjangnya dapat mencapai 1 m, setiap malai terdiri dari 100 buah. Buah berupa kapsul lonjong dan terdiri dari 5 ruang, setiap ruang terdri dari 6–9 benih. Benih suren bersayap pada salah satu ujungnya. Panjang benih 3-6 mm, lebarnya 2-4 mm dan berwarna coklat. Setiap kilogram benih terdiri dari kurang lebih 64.000 benih. Pohon suren berbunga dan berbuah pada bulan Desember-Februari atau April-September, ketika buah masak dapat ditandai dengan gugurnya daun (Djam’an 2002). Menurut Martawijaya et al. (1989), kayu suren dapat digunakan untuk papan pada bahan bangunan perumahan, juga untuk peti, kotak cerutu dan kayu lapis, sedangkan untuk meubel mungkin terlalu lunak dan ringan. Menurut Djam’an (2002) beberapa bagian pohon terutama kulit dan akar sering dipergunakan untuk ramuan obat tradisional yaitu diare. Kulit dan buahnya dapat digunakan untuk minyak atsiri. Pohon ini juga ditanam sebagai sekat bakar, penghijauan atau tanaman hias, daunnya untuk sayur atau untuk bahan pewarna kuning atau merah. Gambar 1 dan 2 menunjukan beberapa bagian dari pohon suren (Toona sinensis Roem.).
Gambar 1 Suren (Toona sinensis Roem.) (1). Penampakan pohon, (2). Cabang bunga, (3). Irisan lintang bunga, (4). Rangkaian buah, (5). Benih. (Sumber : Lemmmens et al. 1995 dalam Djam’an 2002).
5
Gambar 2 Toona sinensis Roem. di hutan rakyat, Cianjur, Jawa Barat, Indonesia. (Sumber Djam’an 2002). 2.2 Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan tanaman adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan
perubahan ukuran tanaman dimana semakin besar dan juga
menentukan hasil tanaman, atau suatu proses yang dilakukan tanaman hidup pada lingkungan tertentu dan dengan sifat-sifat tertentu untuk menghasilkan kemajuan perkembangan dengan menggunakan faktor lingkungan (Sitompul & Guritno 1995). Menurut Kramer dan Kozlowsky (1960), pertumbuhan tanaman adalah hasil akhir dari interaksi berbagai proses fisiologis. Ada tiga daerah pertumbuhan pada pohon, yaitu: meristem apikal, kambium primer, dan kambium sekunder (kambium gabus). Pertumbuhan tinggi terjadi pada daerah meristem apikal dan pertumbuhan pada daerah ini biasanya digolongkan sebagai pertumbuhan primer. Pertumbuhan pada meristem lateral menghasilkan peningkatan dalam diameter dan pertumbuhan pada daerah ini disebut sebagai pertumbuhan sekunder. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa, letak pertumbuhan adalah dalam meristem ujung, lateral dan interkalar (yang ada di antara jaringan yang
6
berdiferensiasi). Pertumbuhan ujung cenderung menghasilkan pertambahan panjang, pertumbuhan lateral menghasilkan pertambahan lebar. Suatu meristem interkalar yang terspesialisasi, terletak antara dua jaringan yang sebelumnya sudah terdiferensiasi pada organ tertentu, seperti antara buku dengan ruas atau antara helai daun dengan pelepah daun. Untuk lebih jelas mengenai meristem ujung, lateral dan interkalar, berikut ini disajikan Gambar 3.
Gambar 3 Meristem tanaman. (Gardner et al. 1991). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tanah, iklim dan tanaman itu sendiri yang semuanya saling berkaitan erat satu sama lainnya. Pertumbuhan tanaman yang baik dapat dicapai bila faktor-faktor tersebut seimbang dan menguntungkan. Bila salah satu faktor tidak seimbang dengan faktor lain, faktor ini dapat menekan atau menghentikan pertumbuhan tanaman. Iklim turut mempengaruhi kondisi tanah, kekurangan curah hujan akan menyebabkan tanah menjadi terlalu kering untuk pertumbuhan suatu tanaman (Nyakpa et al 1988).
2.3 Toleransi Tanaman Terhadap Naungan Cahaya mempunyai peranan yang besar dalam proses fisiologi tanaman, dalam hal fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, penutupan dan pembukaan stomata, serta berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan (Taiz & Teiger 1991). Cahaya adalah salah satu faktor yang sangat penting yang menentukan pertumbuhan tanaman. Klorofil mengabsorbsi energi cahaya dengan panjang gelombang antara 0,4-0,75 micron, yang memungkinkan tumbuhan untuk memproduksi makanannya (Weaver & Clements 1966). Cahaya dalam bentuk
7
intensitas cahaya berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman secara langsung melalui proses fotosintesis, pembukaan stomata dan sintesis klorofil. Pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan diferensiasi sel dinyatakan pada pertumbuhan tinggi, perubahan ukuran dan struktur dari batang dan daun (Kramer & Kozlowski 1960). Secara tidak langsung intensitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan melalui proses transpirasi (Daubenmire 1967). Pada intensitas cahaya yang tinggi akan meningkatkan laju evapotranspirasi tanaman, sehingga proses kehilangan air akan semakin cepat. Hal ini berakibat serapan unsur hara yang bergerak bersama gerakan air kapiler (serapan secara kinetik) akan ikut terhambat (Hakim et al 1986). Peranan naungan disamping mengurangi kecepatan angin dan laju transpirasi, juga mengurangi laju evaporasi air dari permukaan tanah karena daya evaporasi udara yang menimbulkan kompetisi dalam pengambilan air dan nutrisi (Daubenmire 1967). Respon tanaman terhadap intensitas cahaya berbeda-beda, tanaman yang hidup pada kondisi ternaungi akan menunjukkan gejala etiolasi (Salisbury & Ross 1995). Berikut ini disajikan Tabel 1 yang berisikan informasi yang diambil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai besaran intensitas cahaya terhadap tanaman kehutanan. Tabel 1 Informasi besaran intensitas cahaya yang digunakan pada tanaman kehutanan Tanaman
Intensitas Cahaya Ringan Sedang Berat
Pustaka
Alat yang digunakan
Hopea mengarawan
17423
8427
634
Romdin 2006
Lux meter
Cempaka hutan
3838
2663
2019
Kurniawaty 2003
Lux meter
30,8 ± 2,1
Tjondronegoro 1985
Tube solarimeter
Shorea pinanga dan Shorea leprosula
70,5 ± 4,7 48,8 ± 2,0
Weaver dan Clements (1966) berpendapat bahwa toleransi adalah kemampuan tanaman untuk bertahan hidup, tumbuh dan berkembang di bawah naungan. Berdasarkan tingkat toleransinya terhadap naungan, tumbuhan dibagi atas jenis toleran (shade demanding species) dan intoleran (light demanding species). Jenis
8
toleran merupakan jenis tumbuhan yang hanya hidup di tempat naungan berat, sedangkan jenis intoleran merupakan jenis tumbuhan yang hanya dapat hidup di tempat terbuka. Meskipun demikian banyak jenis tumbuhan memiliki selang toleransi yang lebar terhadap faktor cahaya yang tinggi, sehingga dikenal sebagai jenis semi toleran (Daubenmire 1967). Toleransi naungan berbeda-beda menurut umur pohon dan kondisi lingkungan. Pohon-pohon cenderung memperlihatkan toleransi naungan pada waktu muda. Pada tapak yang lebih baik (subur), pohon-pohon lebih tahan terhadap naungan daripada tapak yang miskin hara. Pertumbuhan tanaman muda cenderung lebih cepat pada pohon intoleran daripada pohon toleran bilamana keduanya ditanam di bawah cahaya penuh. Sesudah tahap semai, pohon toleran tumbuh cepat pada daerah terbuka dibandingkan dengan di bawah naungan. Secara fisiologis, jenis pohon toleran dan intoleran ini dibedakan berdasarkan perilaku fotosintesisnya. Jenis-jenis pohon toleran mencapai kapasitas efisiensi fotosintesis pada intensitas cahaya dan titik kompensasi cahaya yang lebih rendah daripada jenis-jenis yang toleran (Daniel et al 1987). Sifat toleransi naungan atau toleransi cahaya pada jenis tanaman tinggi adalah akibat dari suatu adaptasi habitat yang bersifat genetik. Jenis yang toleran cahaya dapat bersifat toleran naungan pada keadaan intensitas cahaya yang rendah tapi tidak sebaliknya. Di bawah keadaan cahaya yang lebih tinggi, jenis-jenis yang toleran naungan tidak menunjukkan peningkatan laju fotosintesis yang sama dengan jenisjenis yang toleran cahaya. Bahkan jenis-jenis itu kadang-kadang memperlihatkan gejala-gejala kerusakan akibat penyinaran dan mekanisme fotosintesisnya terhambat (Bjorkman dan Holmgren 1963 dalam Soerianegara 1991). Daniel et al. (1987) secara morfologis membedakan jenis toleran dan intoleran sebagai berikut : 1. Jenis-jenis toleran mempunyai tajuk dan penutup yang lebih tebal dan lebih rapat dibandingkan dengan jenis intoleran. 2. Pertumbuhan tinggi dalam umur muda cenderung lebih cepat pada pohonpohon intoleran daripada jenis-jenis toleran.
9
3. Pemangkasan cabang sendiri pada jenis-jenis intoleran lebih cepat dibandingkan jenis-jenis toleran. 4. Jenis-jenis toleran mempunyai kerapatan batang yang lebih tinggi. 5. Daun pada jenis toleran memiliki jaringan parekima bunga karang yang lebih banyak, sedangkan jenis-jenis intoleran mempunyai jaringan palisade yang lebih banyak.
2.4 Peranan Unsur Hara Bagi Tanaman Unsur hara yang dibutuhkan tanaman beraneka ragam. Sedikitnya ada 60 jenis unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Dari sekian banyak unsur hara yang dibutuhkan tersebut, sebanyak 16 unsur atau senyawa diantaranya merupakan unsur hara yang mutlak dibutuhkan tanaman untuk mendukung petumbuhannya. Kekurangan unsur hara bisa menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu, menimbulkan penyakit dan bisa menyebabkan tanaman mati. Dari 16 unsur hara, tiga diantaranya tidak terlalu bermasalah karena ketersediaannya di alam melimpah. Ketiga unsur tersebut adalah Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O), ketiganya dapat diperoleh bebas dari udara. Kebutuhan air dapat diperoleh dari tanah dan dari air penyimpanan (Parnata 2004). Sedangkan 13 unsur hara mineral lainnya atau sering juga disebut sebagai unsur hara esensial. Unsur hara ini sangat diperlukan tanaman dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Jika jumlahnya kurang mencukupi, terlalu lambat tersedia atau tidak diimbangi oleh unsur-unsur lain akan menyebabkan pertumbuhan terganggu (Novizan 2002). Ke-13 unsur hara ini adalah unsur hara yang diperoleh tanaman dari tanah. Unsur hara ini dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang terdiri dari Nitrogen (N), Fosfor (F), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg). Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit. Unsur hara mikro ada tujuh, yaitu Besi (Fe), Klor (Cl), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Boron (Bo) dan Molebdenum (Mo) (Novizan 2002).
10
Pupuk adalah semua bahan yang diberikan kepada tanah dengan maksud memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Pupuk dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu pupuk alam (pupuk organik) dan pupuk buatan (pupuk anorganik). Pupuk alam atau pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan, manusia, seperti pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, dan sebagainya. Sedangkan pupuk buatan atau pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat di dalam pabrik (Setyamidjaya 1986). Pemupukan adalah usaha pemberian pupuk yang bertujuan mengubah persediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil yang diperoleh (Sarief 1985). Pemupukan bertujuan untuk memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan zat-zat kepada tanah yang langsung atau tidak langsung dapat mengembangkan bahan makanan kepada tanaman. Kegiatan pemupukan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi, waktu, dan cara aplikasinya. Jenis pupuk yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan, sehingga diperlukan metode diagnosis yang benar agar unsur yang ditambahkan hanya yang dibutuhkan oleh tanaman dan yang kurang di dalam tanah. Konsentrasi, waktu, dan cara alokasi harus tepat agar tidak merugikan dan berefek merusak lingkungan akibat konsentrasi yang salah dalam waktu dan cara aplikasinya (Soepardi 1983). Ada banyak jenis pupuk yang beredar di pasaran, berikut disajikan Tabel 2 yang memberikan informasi mengenai beberapa contoh jenis pupuk yang beredar di pasaran beserta kandungan hara didalamnya.
11
Tabel 2 Pupuk yang beredar di pasaran dan hara yang dikandungnya. Jenis Pupuk Pupuk Organik : 1. Super Natural (SNN) kristal
Kandungan
Nutrition 20% N, 15% PO43-, 20% K, 25% bahan kering padat, 12% kadar air dan 6% lainlain. 2. Pokon Organic Mineral 6% N (dalam bentuk organik, amonium dan nitrat), 12% P, 4% K dan 45% bahan kering. 3. Kompos organik Green 0,82% N, 0,66% p, 0,83% K, 0,06% Na, World 1,67% Ca, 0,32% Mg, 25163 ppm Fe, 29730 ppm Al, 614 ppm Mn, 52 ppm Cu, 120 ppm Zn, 30% air. 4. Effective Microorganism 4 Mengandung mikroorganisme fermentasi (EM4) dan sintetik yang terdiri dari bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), Actinomycetes sp., Streptomycetes sp. dan ragi (yeast)
Pupuk Anorganik: 45-46% N 1. Urea 48-54% P dalam bentuk P2O5 2. TSP (Triple Superphospat) 3. NPK (Nitrogen Phosphate Kadar 15:15:15, 15-15-6-4, 12-12-7-2 Kalium)
Bentuk Padat
Padat
Padat
Cair
Padat Padat Padat
Sumber: Marsono dan Sigit 2001
Pertumbuhan bibit di persemaian sangat dipengaruhi oleh tersedianya unsur hara yang seimbang di dalam media bibit. Pemupukan di persemaian dilakukan sesuai dengan jenis media dan jenis bibitnya. Beberapa hasil penelitian pemupukan di persemaian terhadap beberapa jenis pohon dapat dilihat pada Tabel 3.
12
Tabel 3 Takaran dan jenis pupuk serta jenis media untuk bibit beberapa jenis pohon Jenis tanaman
Media
Acacia mangium
Tanah + Pasir
Jenis pupuk -
TSP NPK
Takaran - 1,14 g/pot - 1 g/pot 1g+2g 50 g/kg tanah 200 g/kg tanah 0,74 g/bibit
Podsolik merah kuning Kapur + NPK Latosol Pupuk kandang Latosol Pupuk kandang Paraserianthes falcataria Podsolik merah kuning NPK Latosol + Bahan NPK 200 g/m3 tanah organik Pinus merkusii Podsolik merah kuning NPK 300 g/ m3 tanah + Bahan organik Swietenia macrophylla Podsolik merah kuning NPK 1 g/kg tanah Shorea pinanga Latosol NPK 0,86 g/bibit Shorea leprosula Latosol NPK 0,5 g/bibit * Pupuk kandang yang digunakan harus sudah matang. Sumber: Hendromono et al. 2006 Eucalytus urophylla
2.5 Media Tanam Salah satu faktor terpenting dari lingkungan hidup tanaman adalah lingkungan tempat tumbuhnya yang lebih dikenal dengan nama media tanam. Dalam pertumbuhan tanaman diperlukan media tanam yang sesuai dengan jenis tanaman yang ditanam baik di lapangan maupun di rumah kaca. Media tanam yang menggunakan tanah sebagai media tanam sangat dipengaruhi oleh jenis tanah yang akan digunakan. Menurut Soepardi (1983), pada prinsipnya media tanam harus mampu memberikan dukungan bagi kelangsungan hidup tanaman seperti aerasi yang baik, tempat akar, mampu menahan air dan menyediakan hara bagi pertumbuhan tanaman Suatu media yang baik harus mendukung pertumbuhan tanaman dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) dapat dijadikan tempat berpijak tanaman; (2) mampu mengikat air dan unsur hara; (3) mempunyai drainase dan aerasi yang baik; (4) dapat mempertahankan kelembaban di sekitar akar tanaman; (5) tidak menjadi sumber penyakit bagi tanaman serta (6) mudah didapat dan harganya relatif murah (Agoes 1994). Terdapat dua jenis media dalam budidaya tanaman, yaitu campuran tanah (soil mixes) yang mengandung tanah alami dan campuran tanpa tanah (soillness mixes)
13
yang tidak sedikitpun mengandung tanah alami. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai media tanam dapat berupa bahan organik (seperti gambut, sisa-sisa kayu, humus, pupuk kandang, limbah pertanian dan limbah rumah tangga) dan bahan anorganik (seperti pasir, vermikulit dan lain-lain). Semua bahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai media tunggal atau campuran tanah (soil mixes) maupun campuran tanpa tanah (soilness mixes) (Adams et al. 1993). Berikut ini, merupakan daftar dari beberapa jenis media tanam yang telah digunakan dalam penelitian tanaman kehutanan, yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kandungan hara beberapa jenis limbah bahan organik Media Tanah Sabut kelapa Arang sekam padi Sabut kelapa + Arang sekam padi Tanah + Sabut kelapa Tanah + Arang sekam padi Tanah + Sabut kelapa + Arang sekam padi Sabut kelapa sawit Sekam padi Sabut kelapa sawit + Sekam padi Tanah + Sabut kelapa sawit + Sekam padi Serbuk gergaji Serbuk gergaji + Sabut kelapa Gambut Gambut + Sabut kelapa Gambut + Serbuk gergaji Sumber: Kurniawaty 2007.
PH (H2O)
C (%)
N (%)
P mg/100g
K mg/100g
5,6 5,9
3,36 35,03
0,33 1,93
19 182
7,73
1,5
0,11
137 41 26,97 ppm
Rasio Karbon/Nitrogen (%) 10,18 18,15
0,24
13,64
6,4
17,7
0,91
184
39
19,45
5,1 5,8
4,71 4,69
0,24 0,34
129 136
31 78
19,63 13,79
5,9
5,11
0,73
209
106
7,00
5,1 5,3
26,55 19,27
2,32 1,82
1313,4 1558,56
384,4 1007,7
11,44 10,59
4,56
34,95
1,78
1418,07
422,2
19,63
4,57
19,17
1,28
1171,35
170,76
14,98
5,23
3,99
0,42
19,71
5,09
9,50
5,07
32,1
0,58
-
-
55,34
5,04 4,97 6,61
4,72 9,27 5,64
0,5 1,03 0,48
10,54 24,75 29,8
10,88 21,76 18,52
9,44 9,00 11,75
Selain itu, disajikan pula beberapa hasil penelitian pemanfaatan limbah organik sebagai media pembibitan yang memenuhi kriteria indeks mutu bibit, pada beberapa tanaman hutan dengan umur berbeda, yang tercantum pada Tabel 5.
14
Tabel 5 Limbah organik sebagai media pembibitan yang memenuhi kriteria indeks mutu bibit No
1
2
3
Jenis dan Umur
Mahoni 4 Bulan
Mindi 5 Bulan
Suren 5 Bulan
Media a. Tanah + Sekam padi + Sabut kelapa sawit (1:1:1) b. Sekam padi + Sabut kelapa sawit (1:1) a. Tanah + Arang sekam padi (1:1) b. Sabut kelapa + Arang sekam padi (1:1) a. Tanah + Sabut kelapa + Arang sekam padi (1:1:1) b. Sabut kelapa + Arang sekam padi (1:1)
Pterigota Gambut + Sabut alata kelapa (1:1) 4 Bulan Kesambi Tanah + Kompos 5 5 Bulan (1:2) Mimba Tanah + Kompos 6 5 Bulan (1:2) Sumber : Kurniawaty 2007. 4
Persen Hidup (%)
Tinggi (cm)
Diameter (mm)
IMB
Berat Kering (g)
27,03
3,05
0,15
2,38
27,17
3,12
0,13
2,20
98
23,37
2,15
0,06
-
98
8,75
1,13
0,01
-
94
25,14
2,97
0,12
1,15
86
8,75
1,84
0,09
0,47
-
22,14
3,47
0,22
2,23
70
21,508
2,048
0,38
1,87
100
10,600
1,381
0,14
0,54
-
-
2.5.1 Tanah Tanah adalah hasil pengalihan bahan mineral dan bahan organik yang berlangsung di daratan bumi dibawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu yang sangat panjang dan mewujud sebagai suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi teraktifkan (Schroeder 1984 dalam Notohadiprawiro 1998). Tanah tersusun dari empat bahan utama, yaitu: bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya masing-masing berbeda untuk setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman lahan kering (bukan sawah) umumnya
15
mengandung 45 % (volume), bahan mineral, 5 % bahan organik, 20-30 % udara dan 20-30 % air (Hardjowigeno 2003). Untuk lebih mengetahui struktur penyusun tanah, di bawah ini disajikan Gambar 4.
Gambar 4 Penyusun tanah. (Sumber Hardjowigeno 2003). Bahan mineral dalam tanah berasal dari pelapukan batu-batuan. Oleh karena itu, susunan mineral di dalam tanah berbeda-beda sesuai dengan susunan mineral batubatuan yang dilapuk. Untuk bahan organik dalam tanah, terdiri dari bahan organik kasar dan halus atau humus, sedangkan air yang terdapat di dalam tanah karena ditahan atau diserap oleh masa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air atau karena keadaan drainase yang kurang baik (Hardjowigeno 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa tanah merupakan medium alam untuk pertumbuhan tanaman. Tanah menyediakan unsur hara sebagai makanan tanaman untuk pertumbuhannya. Unsur hara diperoleh akar tanaman dan melalui daun diubah menjadi persenyawaan organik seperti karbohidrat, lemak, dan protein yang sangat berguna bagi tanaman. Fungsi tanah dalam peningkatan produksi adalah : 1). Sebagai unsur hara bagi tumbuh-tumbuhan, 2). Sebagai matriks tempat akar tanaman berjangkar dan air tersimpan, tempat unsur hara dan air ditambahkan (Syarief 1985). Fungsi tanah dalam meningkatkan produksi tergantung dari kesuburan tanah itu sendiri. Tanah dikatakan subur apabila tata air, udara dan unsur hara dalam keadaan cukup, seimbang dan sesuai dengan tuntutan tanaman. Kesuburan tanah ini meliputi kesuburan fisik, kimiawi dan kesuburan biologi tanah karena semuanya menunjukkan tingkat kesuburan tanah secara keseluruhan (Fakuara et al, 1988).
16
2.5.2 Pasir Pasir adalah butir-butir primer tanah dari fraksi tanah halus yang berukuran 50µ-2mm, pada umumnya adalah kuarsa, sehingga secara kimia bersifat tidak aktif dan merupakan mineral primer yang mengandung unsur hara tidak banyak berarti ditinjau dari segi penyediaan unsur hara secara langsung bagi tanaman. Pasir memiliki butiran-butiran yang berukuran lebih besar, maka setiap gramnya mempunyai luas yang lebih kecil, sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Pasir tahan terhadap erosi karena butir-butir yang kasar tersebut memerlukan lebih banyak tenaga untuk mengangkut. Selain itu pasir juga memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi dan aerasi yang lebih baik dibandingkan dengan tanah sehingga dapat digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno 2003).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Percobaan 1 Pengaruh Pohon Induk Terhadap Pertumbuhan Semai Suren (Toona sinensis Roem.) 3.1.1 Tempat dan Waktu Percobaan 1 dilakukan di kebun percobaan laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan dilakukan pengamatan selama lima bulan. 3.1.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam percobaan 1 yaitu benih suren (Toona sinensis Roem.) yang berasal dari areal pengunduhan benih tegakan suren di Desa Mangunkerta Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Pohon induk yang diunduh yaitu sebanyak 10 pohon, data mengenai tinggi dan diameter pohon induk tercantum dalam Lampiran 7. Benih ini diunduh dengan cara memanjat pohon yang menggunakan bantuan alat berupa tali dan sepatu khusus untuk memanjat. Buah yang diunduh harus yang sudah matang dengan ciri-ciri berwarna coklat kehitam-hitaman. Alat yang digunakan yaitu kaliper, penggaris dan alat tulis. 3.1.3 Metode Kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan 1 disajikan pada Gambar 5. Benih
Perkecambahan
Penyapihan
Pemeliharaan
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Analisis Data
Gambar 5 Bagan prosedur penelitian pada percobaan 1
18
3.1.3.1 Persiapan media, ekstraksi dan seleksi benih Media yang digunakan dalam percobaan 1 ini terdiri dari tanah dan kompos (1:1). Media ini dimasukkan ke dalam polybag dengan ukuran 15 x 20 cm. Ekstraksi benih merupakan prosedur pelepasan dan pemisahan benih secara fisik dari struktur buah yang menutupinya. Ekstraksi dilakukan secara manual dengan cara menjemur buah di bawah sinar matahari hingga buah tersebut pecah dan mengeluarkan benih dari buahnya atau dengan cara memukul-mukul buah hingga buah tersebut pecah. Adapun buah yang digunakan yaitu buah yang telah matang dengan ciri-ciri buah tersebut telah berwarna coklat kehitam-hitaman. Benih- benih yang telah dikeluarkan dari buahnya kemudian dilakukan seleksi yaitu, pemisahan benih dari kotoran-kotoran serta memilih benih-benih yang bermutu fisik baik yaitu benih yang tidak kopong dan berlubang. Seleksi benih ini dilakukan dengan cara menyaring benih menggunakan saringan khusus. Benih yang telah diseleksi, kemudian dikecambahkan dalam media kecambah berupa pasir. Benih yang telah berkecambah, dipindahkan ke media sapih atau media semai yang telah disiapkan. 3.1.3.2 Pengecambahan Pengecambahan benih dilakukan menurut nomor pohon induk sehingga terdapat 10 bak kecambah. Media yang digunakan pada perkecambahan yaitu media tanah dan pasir. Benih ditabur pada media bak kecambah. Setelah benih ditabur dilakukan penyiraman dan pengamatan setiap hari. Pengamatan dilakukan selama 7 hari setelah benih ditabur. 3.1.3.3 Penyapihan Benih suren umumnya telah berakar dengan baik sekitar tujuh sampai 14 hari setelah perkecambahan. Benih yang telah berakar disapih ke dalam polybag berukuran 15 x 20 cm. Penyapihan ini dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mengurangi laju evapotranspirasi bibit yang disapih. 3.1.3.4 Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyemprotan fungisida, dan penyiangan gulma secara rutin. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan menggunakan
19
embrat/sprayer, tujuan dari penyiraman adalah untuk menjaga kelembaban bibit. Penyemprotan fungisida dilakukan untuk memberantas penyakit yang menyerang tanaman, penyemprotan dilakukan setiap dua minggu sekali. Penyemprotan yang dilakukan pada bagian tanaman yang diserang dapat menggunakan Azodin 15 WSC (dosis 2 ml/ltr) atau Atabron 50 EC, Nogos 50 EC dan Dursban 20 EC (dosis 0,5 ml/ltr). 3.1.3.5 Pengumpulan Data Data yang diambil dari percobaan ini hanya pertambahan diameter dan tinggi bibit suren yang dilakukan setiap satu bulan sekali. 3.1.4
Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan pada Percobaan 2 yaitu Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Adapun model rancangan yang digunakan menurut Mattjik (2000) adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + τi + εij Dimana i = 1, 2, ...t dan j = 1, 2, ...r Yij
= Pengamatan pada pohon ke-i dan ulangan ke-j
μ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh pohon ke-i = μi - μ
εij
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang
diamati dilakukan sidik ragam. Selanjutnya apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan taraf 5% untuk mengetahui perbedaan nyata atau tidak nyata setiap taraf perlakuan yang diberikan. Analisis atau pengolahan data hasil pengamatan dibantu dengan menggunakan program Costat versi 6.303.
20
3.2 Percobaan 2 Pengaruh Naungan dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sinensis Roem.) 3.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Persemaian Stasiun Penelitian Nagrak, Balai Litbang Teknologi Perbenihan Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari sampai September 2006. 3.2.2 Bahan dan Alat Benih yang digunakan dalam percobaan 2 berasal dari tempat yang sama pada Percobaan 1. Media yang digunakan untuk perkecambahan adalah pasir sedangkan media pembibitan berupa campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1. Alat – alat yang digunakan pada penelitian adalah bak kecambah, polybag ukuran 12 x 15 cm, penggaris, Lux meter, Thermohygro meter, Kaliper, timbangan analitik, kamera, alat tulis dan shadding net untuk naungan. 3.2.3
Metode Kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan 1 disajikan pada Gambar 6. Benih
Media Kecambah
Seleksi Benih
Perkecambahan
Media Sapih
Seleksi Perkecambahan
Penyapihan Pemeliharaan Pengumpulan Data
Data Utama
Data Penunjang Analisis Data
Gambar 6 Bagan prosedur penelitian pada percobaan 1
21
3.2.3.1 Persiapan Media, Ekstraksi dan Seleksi Benih Media yang digunakan dalam percobaan 2 terdiri dari media kecambah dan media sapih atau media semai yang berupa tanah dan campuran antara tanah dan pasir (1:1). Media yang digunakan telah melalui pengayakan untuk mendapatkan tekstur media yang halus dan seragam, sehingga lebih kompak dan tidak mudah mengalami pemadatan. Media yang telah disiapkan ditempatkan pada polybag (12 cm x 15 cm) untuk kegiatan penyapihan bibit. Ekstraksi benih merupakan prosedur pelepasan dan pemisahan benih secara fisik dari struktur buah yang menutupinya. Ekstraksi dilakukan secara manual dengan cara menjemur buah di bawah sinar matahari hingga buah tersebut pecah dan mengeluarkan benih dari buahnya atau dengan cara memukul-mukul buah hingga buah tersebut pecah. Adapun buah yang digunakan yaitu buah yang telah matang dengan ciri-ciri buah tersebut telah berwarna coklat kehitam-hitaman. Benih- benih yang telah dikeluarkan dari buahnya kemudian dilakukan seleksi yaitu, pemisahan benih dari kotoran-kotoran serta memilih benih-benih yang bermutu fisik baik yaitu benih yang tidak kopong dan berlubang. Seleksi benih ini dilakukan dengan cara menyaring benih menggunakan saringan khusus. Benih yang telah diseleksi, kemudian dikecambahkan dalam media kecambah berupa pasir. Benih yang telah berkecambah, dipindahkan ke media sapih atau media semai yang telah disiapkan. 3.2.3.2 Pengecambahan Pengecambahan benih dilakukan pada bak kecambah dengan media tanah dan pasir. Benih ditabur pada media bak kecambah. Setelah benih ditabur dilakukan penyiraman dan pengamatan perkecambahan setiap hari. Pengamatan dilakukan selama 7 hari setelah benih ditabur. 3.2.3.3 Penyapihan Benih suren umumnya telah berakar dengan baik sekitar tujuh sampai 14 hari setelah perkecambahan. Benih yang telah berakar disapih ke dalam polybag berukuran 12 x 15 cm. Penyapihan ini dilakukan pada pagi atau sore hari untuk
22
mengurangi laju evapotranspirasi bibit yang disapih. Media yang digunakan untuk penyapihan disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Media dan perlakuan pupuk yang digunakan dalam penelitian Media (1:1) Perlakuan Pupuk Dosis Tanah : Pasir Pupuk Urea 1g Tanah : Pasir Pupuk Urea 3g Tanah : Pasir Pupuk Urea 5g Tanah : Pasir Pupuk TSP 1g Tanah : Pasir Pupuk TSP 3g Tanah : Pasir Pupuk TSP 5g Tanah : Pasir Pupuk Kandang 1:1:1
Pada saat penyapihan harus dihindarkan terjadinya kerusakan pada sistem perakaran yaitu dengan mencungkilnya dengan alat semacam sendok dan menyertakan media yang terikat pada akar untuk ditanamkan ke dalam polybag. 3.2.3.4 Pemeliharaan Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyemprotan fungisida, dan penyiangan gulma secara rutin. Penyiraman dilakukan dua kali sehari dengan menggunakan embrat/sprayer, tujuan dari penyiraman adalah untuk menjaga kelembaban bibit. Penyemprotan fungisida dilakukan untuk memberantas penyakit yang menyerang tanaman, penyemprotan dilakukan setiap dua minggu sekali. Penyemprotan yang dilakukan pada bagian tanaman yang diserang dapat menggunakan Azodin 15 WSC (dosis 2 ml/ltr) atau Atabron 50 EC, Nogos 50 EC dan Dursban 20 EC (dosis 0,5 ml/ltr). 3.2.3.5 Pengumpulan Data •
Tinggi bibit Pengukuran tinggi bibit dilakukan setelah penyapihan dan selama pengamatan berlangsung (empat bulan). Tinggi awal diukur setelah penyapihan, setelah itu pengukuran tinggi bibit dilakukan setiap satu bulan sekali. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
penggaris dimulai dari pangkal batang
sampai titik tumbuh tunas pucuk bibit. •
Diameter bibit
23
Pengukuran diameter bibit dilakukan setelah penyapihan dan selama pengamatan berlangsung (empat bulan). Diameter awal diukur setelah penyapihan, setelah itu pengukuran diameter bibit dilakukan setiap satu bulan sekali. Diameter bibit diukur satu sentimeter di atas pangkal batang dengan menggunakan kaliper. •
Berat Kering Total (BKT) Berat Kering Total (BKT) menunjukkan suatu pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi BKT maka semakin baik pertumbuhannya. Pengukuran BKT dilakukan dengan mengukur berat kering pucuk dan berat kering akar bibit. Bagian akar dan pucuk dipisahkan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan. Setelah itu dimasukkan ke dalam oven selama 48 jam dengan suhu 700C, lalu ditimbang untuk memperoleh data berat kering (pucuk dan akar). BKT diperoleh dengan menjumlahkan secara langsung berat kering bagian pucuk dan berat kering bagian akar.
•
Nisbah Pucuk Akar (NPA) Nisbah Pucuk Akar (NPA) menunjukkan kemampuan suatu bibit untuk hidup di lapangan. Pengukuran NPA diperoleh dari hasil perhitungan antara berat kering pucuk dan berat kering akar. Pengukuran ini dilakukan bersamaan dengan pengukuran BKT. NPA diperoleh dari hasil perbandingan antara berat kering pucuk dengan berat kering akar. NPA menunjukkan pertumbuhan dan ketahanan hidup suatu tanaman di lapangan dengan nilai berkisar antara 1-3. Untuk mengukur NPA digunakan rumus : Nisbah Pucuk Akar (NPA) =
•
Berat Kering Tajuk Berat Kering Akar
Indeks Mutu Bibit Indeks Mutu Bibit dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas bibit. Makin tinggi angka indeks mutu bibit menandakan bahwa bibit makin tinggi mutu morfologinya. Untuk menghitung indeks mutu bibit, digunakan rumus : Berat Kering Tajuk + Berat Kering Akar Indeks Mutu Bibit = Tinggi bibit (cm) Berat Kering Tajuk ( gr ) + Diameter bibit (cm) Berat Kering Akar ( gr )
24
• Lingkungan : 1. Cahaya Pengamatan cahaya dilakukan selama satu minggu dengan mengukur intensitas cahaya pada waktu pagi, siang dan sore hari yaitu pada pukul 09.00, 12.00 dan 15.00 dengan menggunakan lux meter. 2. Suhu dan Kelembaban Sama halnya seperti pengamatan cahaya, pengamatan suhu dan kelembaban juga dilakukan selama satu minggu dengan pengukuran yang dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari yaitu pada pukul 09.00, 12.00 dan 15.00 dengan menggunakan thermohygro meter. 3.2.4
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam percobaan 1 adalah Rancangan
Petak Terbagi (Split plot design) dengan dasar acak kelompok yang diulang tiga kali. Petak utama adalah naungan yang terdiri dari dua taraf yaitu A0 = tanpa naungan, dan A1 = dengan naungan (30%). Sebagai anak petak ialah perlakuan pupuk dengan delapan perlakuan yaitu: B0= tanpa pupuk (kontrol), B1= pupuk urea 1 g, B2= urea 3 g, B3= urea 5 g, B4= pupuk TSP 1 g, B5= TSP 3 g, B6= TSP 5 g,dan B7= pupuk kandang. Setiap unit percobaan terdiri dari 20 polybag sehingga secara keseluruhan terdapat 960 polybag. Khusus untuk perlakuan pupuk kandang, pupuk yang digunakan yaitu pupuk kotoran kerbau yang tersedia dalam kemasan. Pupuk tersebut dicampurkan terlebih dahulu dengan media tanah dan pasir (1:1:1) sebelum ditanami kecambah suren sedangkan untuk perlakuan pupuk Urea dan TSP masing – masing pupuk diberikan setelah kecambah berusia empat minggu. Model rancangan percobaan yang digunakan (Gaspersz 1994) adalah sebagai berikut : Yijk = µ + Kk + Ai + δik + Bj + (AB)ij + εijk ;
25
Keterangan : Yijk
= Nilai pengamatan (respons) pada kelompok ke-k yang memperoleh taraf ke-i dari faktor A (naungan) dan taraf ke-j dari faktor B (pemupukan).
µ
= Nilai rata – rata yang sesungguhnya
Kk
= Pengaruh aditif dari kelompok ke-k
Ai
= Pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor A
δik
= Pengaruh galat yang muncul pada taraf ke-i dari faktor A dalam kelompok ke-k, sering disebut galat petak utama (galat a)
Bj
= Pengaruh aditif dari taraf ke-j dari faktor B
(AB)ij = Pengaruh inetraksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B εijk
= Pengaruh galat pada kelompok ke-k yang memperoleh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B, sering disebut sebagai galat anak petak (galat b) Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang
diamati dilakukan sidik ragam. Selanjutnya apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan taraf 5% untuk mengetahui perbedaan nyata atau tidak nyata setiap taraf perlakuan yang diberikan. Analisis atau pengolahan data hasil pengamatan dibantu dengan menggunakan program Costat versi 6.303.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Persemaian Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor 4.1.1 Iklim Berdasarkan data iklim selama 10 tahun (1995-2005) yang direkam oleh stasiun klimatologi Dramaga, suhu rata-rata tertinggi dari kawasan ini terjadi pada bulan Juni sebesar 26,5 0C dan terrendah terjadi pada bulan Februari sebesar 24 0C. Kelembaban relatif rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 81%. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September sebesar 1174,2 mm dan curah hujan terrendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 9,8 mm. Menurut klasifikasi SchmidtFerguson, kawasan ini beriklim basah (tipe hujan A), dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3940 mm/tahun (Departemen Kehutanan 1994). 4.1.2 Tanah Tanah berjenis Latosol coklat kemerahan. Bahan induknya berupa tuf volkam intermedier yang dicirikan dengan lapisan setebal 150-167 cm. Di bawah lapisan ini terdapat lapisan lain yang warna dan teksturnya dapat dikatakan sama dengan tanah di atas lapisan bahan induk. Reaksi tanah masam sampai sedang (pH 5,0-6,0), kadar C organik dan N sedang pada lapisan atas, rendah sampai sedang pada lapisan bawah, kadar P2O5 sangat tinggi, sedangkan K2O sangat rendah di semua lapisan. Keenuhan basa rendah dan permeabilitas sedang, yaitu 4,31 cm/jam pada lapisan atas dan 0,22 cm/jam pada lapisan bawah (Departemen Kehutanan 1994). 4.1.3 Topografi dan Ketinggian Bentuk wilayah adalah agak datar sampai agak berombak dengan kelerengan 06% dan berada pada ketinggian 244 mdpl (Departemen Kehutanan 1994).
27
4.2. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Bogor 4.2.1. Sejarah BPPTP berawal dari Proyek Perbenihan Kehutanan tahun 1988 dan kemudian ditingkatkan menjadi Balai Teknologi Perbenihan (BTP) melalui Keputusan Menteri Kehutanan (Menhut) No. 100/Kpts-II/1984 dan merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Dalam rangka reorganisasi Departemen Kehutanan tahun 1991, BTP ditetapkan menjadi UPT Badan Litbang Kehutanan melalui Keputusan Menhut No. 170/Kpts-II/1991. Perkembangan organisasi selanjutnya, BTP diubah menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan (Balai Litbang Benih) sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. 6182/Kpts-II/2002. 4.2.2. Organisasi dan Tugas Pokok Balai Litbang Benih adalah UPT Badan Litbang Kehutanan dengan tugas pokok melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang teknologi perbenihan tanaman yang dipimpin oleh seorang Kepala Balai (Eselon III a). Susunan organisasi Balai Litbang Teknilogi Perbenihan terdiri dari : Seksi Perencanaan dan Evaluasi, Seksi Publikasi dan Diseminasi, Sub Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga, dan Kelompok Jabatan Fungsional. 4.2.3. Visi, Misi dan Program Utama Mengacu kepada visi dan misi Badan Litbang Kehutanan maka visi Balai Litbang Benih adalah Dengan Kebersamaan Mencapai Yang Terbaik. Untuk mencapai visi tersebut, maka ditetapkan misi sebagai berikut : •
Meningkatkan penguasaan IPTEK perbenihan tanaman hutan
•
Meningkatkan pemanfaatan informasi dan teknologi hasil litbang perbenihan tanaman hutan untuk para pengguna Program Utama Balai Litbang Benih adalah :
•
Penemuan dan penguasaan teknologi terapan penanganan benih (teknik produksi, pengujian, penyimpanan), Uji coba/demplot, kegiatan persemaian, pembibitan dan pembiakan vegetatif.
28
•
Eksplorasi benih, uji coba/demplot, introduksi jenis dan pembangunan kebun benih dan kebun pangkas.
•
Standarisasi pengujian mutu benih dan rancang bangun/rekayasa peralatan penanganan benih.
•
Peningkatan kegiatan social forestry
•
Peningkatan kualitas SDM dan sarana prasarana litbang
•
Pembangunan informasi dan jaringan kerja
•
Pembudayaan dan pemasyarakatan hasil IPTEK melalui beragam kegiatan diseminasi (publikasi, seminar, lokakarya, alih teknologi, temu lapang, dan kegiatan sejenis lainnya).
4.2.4. Sarana dan Prasarana Balai Litbang Benih didukung sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan penelitian, yaitu : •
Laboratorium penyimpanan benih, yang dilengkapi Dry Cold Storage (DCS), Cold Storage (CS) dan Conditioning Room
•
Laboratorium pengujian benih, yang dilengkapi dengan alat utuk pengujian kadar air benih, pemurnian dan perkecambahan
•
Rumah kaca seluas 156 m2 (Bogor dan Parung Panjang)
•
Stasiun Penelitian di Parung Panjang, Rumpin dan Nagrak.
4.3. Stasiun Penelitian Nagrak (SP Nagrak) 4.3.1 Prospektus Salah satu fungsi Balai Penelitian Teknologi Perbenihan adalah untuk mendukung pengelolaan sarana uji coba dan perakitan teknologi serta uji coba tehnik perbenihan. Stasiun Penelitian Nagrak merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan fungsi diatas. Melalui kegiatan di stasiun ini akan dapat diperoleh teknologi mengenai persilangan terkendali, produksi stek dan pengelolaan limbah pertanian sebagai media pembibitan. Ketiga macam teknologi tersebut diarahkan untuk menunjang terwujudnya hutan berproduktivitas tinggi dalam bentuk Hutan Klon (Clonal Forestry)
29
4.3.2 Letak dan Luas Stasiun Penelitian Nagrak terletak di Desa Nagrak (sebelah timur Kota Bogor), Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor sekitar 10 km dari Kota Bogor. Stasiun Penelitian Nagrak memiliki luas satu ha, dengan ketinggian tempat 200 meter diatas permukaan laut dan curah hujan 2500 mm/tahun. Stasiun Penelitian Nagrak merupakan salah satu tempat pelaksanaan penelitian Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Dalam jangka panjang lokasi ini diarahkan untuk dapat berfungsi sebagai percontohan mengenai persilangan terkendali, kebun pangkas dari biji hasil persilangan terkendali, kebun pangkas dari klon teruji, kebun pangkas tanaman langka, tanaman andalan dan tanaman cepat tumbuh (asal biji biasa), teknik perakaran dan pemeliharaan stek, teknik persemaian dan pembibitan. Selain itu, stasiun penelitian juga difungsikan sebagai kebun pangkas untuk menghasilkan teknologi vegetatif (cangkok, okulasi, grafting, dan stek). Uji coba pengelolaan kebun pangkas sedang dilaksanakan pada jenis Ulin (Eusideroxylon zwageri), Pulai (Alstonia scholaris), Pinus (Pinus merkusii), Ramin (Gonystylus bancanus), Mahoni (Swietenia macrophylla), Hopea (Hopea odorata), Benuang Bini (Octomeles sumatrana), Merbau (Intsia bijuga), Jelutung (Dyera costulata), Mimba (Azadirachta indica), Sentang (Azadirachta excelsa) dan Jabon (Anthocephalus cadamba). 4.3.3 Sarana penunjang Sarana penunjang yang ada di Stasiun Penelitian Nagrak meliputi rumah perakaran stek model BTP ADH-1, persemaian permanen, ruang pembuatan kompos, ruang pencampuran media, sumber air, rumah tinggal pengelola kebun, kantor dan gudang beserta alat-alat yang menunjang seluruh kegiatan di Stasiun Penelitian Nagrak.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa suhu antara perlakuan dengan menggunakan naungan dan tanpa menggunakan naungan berkisar antara 200C sampai dengan 320C pada pagi hari, 250C sampai dengan 360C pada siang hari dan 250C sampai dengan 320C pada sore hari. Begitu juga sama halnya dengan kelembaban, kelembaban pada perlakuan tanpa naungan dan dengan menggunakan naungan berkisar antara 55% sampai dengan 90% pada pagi hari, 50% sampai dengan 85% pada siang hari dan 55% sampai dengan 80% pada sore hari. Nilai tersebut tidak terpaut jauh, hal tersebut dikarenakan lokasi pengamatan antara perlakuan naungan saling berdampingan sehingga besarnya nilai suhu dan kelembaban tidak berbeda jauh. Intensitas cahaya pada perlakuan dengan menggunakan naungan memiliki nilai paling rendah pada sore hari yaitu 225 lux sedangkan intensitas cahaya yang paling tinggi pada siang hari yaitu 15270 lux. Perlakuan tanpa naungan memiliki nilai intensitas cahaya paling rendah pada pagi hari dengan intensitas sebesar 494 lux sedangkan intensitas paling tinggi terjadi pada siang hari dengan intensitas cahaya sebesar 13570 lux. Semakin tinggi nilai intensitas cahaya maka semakin besar cahaya yang dapat diserap oleh tanaman sehingga dapat meningkatkan proses fisiologi tanaman. 5.1.1
Percobaan 1: Pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai suren (Toona sinensis Roem.) Benih yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Mangunkerta
Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian tempat ± 800 meter diatas permukaan laut dan luas populasi dasar sebesar lima hektar. Benih yang digunakan berasal dari pohon yang ditanam pada tahun 1976. Lahan tersebut merupakan lahan pertanian yang ditanami sayur-sayuran dan rempahrempah seperti sawi, cabe, tomat, dan kapolaga.
31
Hasil sidik ragam pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai suren (Toona sinensis Roem.) disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Sidik ragam pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai suren pada umur 4 bulan Peubah
Faktor pohon
KK (%)
Tinggi Diameter
7,30 ** 5,78 **
11,42 15,22
Keterangan : **= Berpengaruh sangat nyata pada selang kepercayaan 95 %, KK= Keragaman
Koefisien
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa, faktor pohon induk berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter semai suren. Untuk mengetahui perbedaan nyata antar pohon terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter dilakukan uji Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 8 dan 9. Tabel 8 Uji lanjut Duncan faktor pohon terhadap tinggi semai suren (Toona sinensis Roem.) No.
n
Pohon Induk
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
10 9 8 7 1 6 5 4 2 3
Rata - rata tinggi (cm)
20,83 a 18,70 ab 17,65 ab 17,11 b 17,04 b 16,40 bc 16,29 bc 13,52 cd 12,58 cd 11,41 d
Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
32
Tabel 9 Uji lanjut Duncan faktor pohon terhadap diameter semai suren (Toona sinensis Roem.) No.
n
Pohon Ke-
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
10 5 9 8 1 4 6 7 3 2
Rata - rata tinggi (mm)
1,63a 1,36ab 1,33ab 1,30 bc 1,13 bcd 1,07 cd 1,00 d 0,93 d 0,90 d 0,90 d
Tabel 8 dan 9 memperlihatkan bahwa, pohon induk M 10 memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter semai suren jika dibandingkan dengan pohon yang lain. 5.1.2 Percobaan 2: Pengaruh pemberian naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Hasil analisis data menunjukkan bahwa pemberian naungan dan
pupuk
memberikan hasil yang berbeda pada setiap variabel yang diamati. Variabel pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi bibit, diameter bibit, Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA), dan Indeks Mutu Bibit (IMB). Rekapitulasi hasil pengukuran dari variabel tinggi, diameter, BKT, NPA, dan IMB dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 4. Tabel 10 menunjukkan bahwa faktor naungan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi bibit suren pada umur 3 BST dan 4 BST, sedangkan terhadap diameter bibit suren faktor naungan memberi pengaruh yang nyata pada 1 BST, 2 BST, dan 4 BST. Perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang sangat nyata pada BKT, NPA, dan Indeks Mutu Bibit suren. Interaksi antara naungan dan perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap diameter 2 BST dan 4 BST.
33
Tabel 10 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh naungan dan perlakuan pupuk serta interaksinya terhadap tinggi, diameter, BKT, NPA, dan Indeks Mutu Bibit suren F hitung Peubah Tinggi (1 BST) Tinggi (2 BST) Tinggi (3 BST) Tinggi (4 BST) Diameter (1 BST) Diameter (2 BST) Diameter (3 BST) Diameter (4 BST) BKT NPA IMB
Naungan (N)
Pupuk (P)
NxP
0,21tn 1,42tn 19,41* 34,70* 48* 81* 5,77tn 579,23* 0,61tn 2,09tn 3,37tn
1,77tn 0,92tn 1,99tn 2,22tn 0,36tn 1,32tn 1,33tn 0,71tn 4,04** 4,94** 6,21**
0,87tn 1,34tn 0,92tn 1,22tn 1,05tn 3,94* 1,50tn 3,33* 0,62tn 2,09tn 1,01tn
Koefisien Keragaman (%) 11,59 19,85 10,67 11,24 28,36 29,62 14,65 11,96 29,29 20,68 28,07
Keterangan: BKT=Berat Kering Total; NPA=Nisbah Pucuk Akar; IMB=Indeks Mutu Bibit; tn=tidak berbeda nyata; *=berbeda nyata (p< 0,05); **=berbeda sangat nyata; BST=Bulan Setelah Tanam
5.1.2.1 Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Naungan berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit suren pada 3 BST dan 4 BST. Untuk melihat perbedaan yang nyata setiap taraf perlakuan dilakukan uji lanjut Duncan yang hasilnya disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Pengaruh naungan terhadap rerata pertambahan tinggi bibit suren pada 3 BST dan 4 BST Perlakuan A0 A1
Rerata pertambahan tinggi (cm) pada3 BST 4 BST 15,77a 31,64a (37,25%) (53,15%) 11,49b 20,66b
Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Pada saat bibit mencapai umur 4 BST diketahui bahwa bibit suren tanpa naungan (A0) memberikan hasil yang lebih baik dengan rerata tinggi sebesar 31,64 cm atau meningkatkan rerata tinggi sekitar 53,15% dibanding dengan perlakuan menggunakan naungan (A1).
34
Untuk lebih mengetahui pengaruh naungan yang diberikan terhadap pertambahan tinggi bibit suren dapat dilihat pada Gambar 7. Pada gambar tersebut dapat diamati bahwa perlakuan tanpa naungan (A0) pertambahan tinggi bibit suren lebih besar dibanding perlakuan dengan naungan (A1). 40,00 35,00
A0
Tinggi (cm )
30,00 25,00
A1
20,00
A0
15,00
A1
10,00
A1 A0
5,00
A0 A1
A0 A1 0,00 0 BST
1 BST
2 BST
3 BST
4 BST
Umur Bibit (Bulan)
Gambar 7 Grafik pengaruh naungan terhadap pertumbuhan tinggi bibit suren (Toona sinensis Roem.). Ket: A0= tanpa naungan, A1=dengan naungan. Untuk variabel diameter bibit, perlakuan naungan pada 1 BST, 2 BST, dan 4 BST memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter bibit suren namun tidak berpengaruh nyata pada 3 BST. Sedangkan perlakuan naungan terhadap variabel Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA), dan indeks mutu bibit tidak memberikan pengaruh yang nyata. Untuk mengetahui perbedaan yang nyata pada perlakuan naungan dilakukan uji lanjut Duncan yang disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Pengaruh naungan terhadap rerata pertambahan diameter bibit suren pada 1 BST, 2 BST, dan 4 BST Perlakuan A0 A1
Rerata pertambahan diameter (mm) pada1 BST 2 BST 4 BST 0,22ª 0,43ª 1,88ª (29,41%) (38,71%) (42,42%) 0,17b 0,31b 1,32b
Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Tabel 12 menunjukkan bahwa pada bibit suren berumur 4 BST, perlakuan tanpa naungan (A0) memberikan hasil yang lebih baik dengan rerata pertambahan
35
diameter bibit sebesar 0,188 cm atau mengalami peningkatan sebesar 42,42% dibanding dengan menggunakan naungan (A1). Untuk lebih mengetahui pengaruh naungan terhadap pertambahan diameter bibit suren dapat dilihat pada Gambar 8. Pada gambar tersebut dapat diamati bahwa perlakuan tanpa naungan (A0) memberikan pertambahan diameter bibit suren lebih besar dibanding perlakuan menggunakan naungan (A1). 3,00
A0 Diameter (mm)
2,50
A1
2,00
A0 A1
1,50 1,00
A0 A1
A1 A0
A0 A1
0,50 0,00 0 BST
1 BST
2 BST
3 BST
4 BST
Umur Bibit (Bulan)
Gambar 8 Grafik pengaruh naungan terhadap pertumbuhan diameter bibit suren (Toona sinensis Roem.). Ket: A0= tanpa naungan, A1=dengan naungan. Jika dilihat secara visual di lapangan (Gambar 9), bibit suren yang tidak diberi naungan memiliki penampilan fisik yang lebih tinggi dan besar dibanding dengan bibit suren yang diberi naungan.
(a) (b) Gambar 9 Pertumbuhan bibit suren di lapangan pada perlakuan tanpa naungan (a) dan perlakuan menggunakan naungan (b). (Sumber: Rustika 2006).
36
5.1.2.2 Pengaruh perlakuan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa, perlakuan pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel tinggi dan diameter bibit suren. Perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap Berat Kering Total (BKT), untuk mengetahui perbedaan yang nyata pada perlakuan pupuk terhadap Berat Kering Total (BKT) dilakukan uji lanjut Duncan yang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Berat Kering Total (BKT) bibit suren pada 4 BST Perlakuan B7 (Pupuk Kandang) B2 (Pupuk Urea 3 g) B1 (Pupuk Urea 1 g) B3 (Pupuk Urea 5 g) B4 (Pupuk TSP 1 g) B0 (Kontrol) B6 (Pupuk TSP 5 g) B5 (Pupuk TSP 3 g)
Rerata 0,8883a 0,7583ab 0,7517ab 0,7250ab 0,595bc 0,57bc 0,5683bc 0,38c
Pertambahan terhadap kontrol (%) 54,91 33,04 31,88 27,19 4,39 0 -0,30 -50
Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Pada
bibit suren umur 4 BST, terdapat empat perlakuan pupuk yang
memberikan hasil yang baik terhadap rerata BKT bibit suren. Namun diantara keempat perlakuan pupuk tersebut, pupuk kandang merupakan perlakuan yang memberikan hasil yang paling tinggi, yaitu 0,8883 g atau mengalami peningkatan terhadap kontrol sekitar 54,91%. Sedangkan perlakuan pupuk TSP 3 g (B5) memberikan hasil yang terburuk dengan rerata BKT 0,38 g atau mengalami penurunan terhadap kontrol sekitar 50%. Perlakuan pupuk juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap Nisbah Pucuk Akar (NPA), untuk mengetahui perbedaan yang nyata perlakuan pupuk terhadap NPA dilakukan uji lanjut Duncan yang disajikan pada Tabel 14.
37
Tabel 14 Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Nisbah Pucuk Akar (NPA) bibit suren pada 4 BST Perlakuan B4 (Pupuk TSP 1 g) B2 (Pupuk Urea 3 g) B0 (Kontrol) B7 (Pupuk Kandang) B3 (Pupuk Urea 5 g) B1 (Pupuk Urea 1 g) B6 (Pupuk TSP 5 g) B5 (Pupuk TSP 3 g)
Rerata 3,6483a 3,4700ab 2,8500bc 2,7417cd 2,5683cd 2,5050cd 2,4917cd 2,0817d
Pertambahan terhadap kontrol (%) 28,01 21,75 0 -3,8 -0,09 -12,10 -12,57 -26,95
Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa, bibit suren yang menghasilkan rerata NPA tertinggi adalah perlakuan pupuk TSP 1 g (B4) yaitu sebesar 3,6483 atau mengalami peningkatan terhadap kontrol sebesar 28,01%. Namun demikian, jika dilihat dari rerata NPA yang dihasilkan oleh perlakuan pupuk urea 3 g (B2) juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk TSP 1 g (B4) dengan rerata NPA sebesar 3,47 atau mengalami peningkatan terhadap kontrol sebesar 21,75%. Hasil terburuk, terdapat pada perlakuan pupuk TSP 3 g (B5) dengan rerata NPA sebesar 2,0817 atau mengalami penurunan terhadap kontrol sekitar 26,95%. Selain Berat Kering Total (BKT) dan Nisbah Pucuk Akar (NPA), perlakuan pupuk juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap Indeks Mutu Bibit (IMB) suren pada 4 BST. Untuk mengetahui perbedaan yang nyata setiap perlakuan pupuk terhadap Indeks Mutu Bibit, dilakukan uji lanjut Duncan yang disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Pengaruh perlakuan pupuk terhadap Indeks Mutu Bibit (IMB) suren pada 4 BST Perlakuan B7 (Pupuk Kandang) B2 (Pupuk Urea 3 g) B3 (Pupuk Urea 5 g) B1 (Pupuk Urea 1 g) B4 (Pupuk TSP 1 g) B0 (Kontrol) B6 (Pupuk TSP 5 g) B5 (Pupuk TSP 3 g)
Rerata 0,017a 0,009b 0,008b 0,008b 0,006bc 0,005bc 0,005bc 0,002c
Pertambahan terhadap kontrol (%) 240 80 60 60 20 0 0 -60
Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
38
Pada bibit suren umur 4 BST, perlakuan pupuk kandang (B7) memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan pupuk lainnya yaitu sebesar 0,017 atau mengalami peningkatan 240% terhadap kontrol. Sedangkan hasil yang paling buruk, terdapat pada perlakuan pupuk TSP 3 g (B5) dengan rerata IMB sebesar 0,002 atau mengalami penurunan 60% terhadap kontrol.
5.1.2.3 Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Interaksi antara perlakuan naungan dan perlakuan pupuk hanya berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit suren pada umur 2 BST dan 4 BST. Sedangkan pada pertambahan tinggi bibit, Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA), dan Indeks Mutu Bibit (IMB) interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk tidak berpengaruh nyata. Untuk mengetahui perbedaan yang nyata interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk terhadap rerata pertambahan diameter bibit suren pada 2 BST dan 4 BST Perlakuan Tanpa Naungan + Kontrol Tanpa Naungan + Pupuk Urea 1 gr Tanpa Naungan + Pupuk Urea 3 gr Tanpa Naungan + Urea 5 gr Tanpa Naungan + Pupuk TSP 1 gr Tanpa Naungan + Pupuk TSP 3 gr Tanpa Naungan + Pupuk TSP 5 gr Tanpa Naungan + Pupuk Kandang Dengan Naungan + Kontrol Dengan Naungan + Urea 1 gr Dengan Naungan + Urea 3 gr Dengan Naungan + Urea 5 gr Dengan Naungan + TSP 1 gr Dengan Naungan + Pupuk TSP 3 gr Dengan Naungan + TSP 5 gr Dengan Naungan + Pupuk Kandang
Rerata pertambahan diameter (mm) pada 2 BST 4 BST 0,38bc 1,84abcd 0,37bc 1,85abcd b 0,49 2,04abc bc 0,33 1,60def bc 0,36 2,10ab bc 0,35 1,76bcd 0,42bc 1,71cde a 0,73 2,15a bc 0,34 1,30fg bc 0,30 1,27fg bc 0,30 1,33fg bc 0,33 1,51defg bc 0,30 1,20g 0,41bc 1,33fg bc 0,29 1,37efg c 0,24 1,23g
Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%
39
Pada 2 BST, interaksi antara perlakuan tanpa naungan dan perlakuan pupuk kandang berbeda nyata dengan interaksi antara perlakuan yang lainnya. Interaksi perlakuan A0B7 (perlakuan tanpa naungan dan pupuk kandang) memberikan hasil rerata riap diameter yang paling baik yaitu 0,73 mm, sebaliknya hasil paling buruk terdapat pada interaksi antara perlakuan menggunakan naungan dan pupuk kandang (A1B7) dengan rerata riap diameter sebesar 0,24 mm. Pada 4 BST, terdapat lima interaksi antara perlakuan naungan dan perlakuan pupuk yang tidak berbeda nyata, namun interaksi antara perlakuan tanpa naungan dan pupuk kandang (A0B7) merupakan interaksi yang memberikan hasil rerata riap diameter yang paling baik, yaitu 2,15 mm. Sementara itu, hasil yang paling buruk terdapat pada interaksi antara perlakuan menggunakan naungan dan pupuk TSP 1 gr (A1B4) dengan rerata riap diameter sebesar 1,2 mm. Pada 4 BST ini juga diketahui bahwa kontrol (A0B0) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan A0B7 (tanpa naungan + pupuk kandang). Secara visual, bibit suren dengan perlakuan tanpa naungan dan pupuk kandang memiliki penampilan fisik yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai hal tersebut berikut disajikan Gambar 9.
Gambar 10 Pertumbuhan bibit suren pada perlakuan tanpa naungan dan perlakuan pupuk.
40
5.2
Pembahasan Secara
umum selama pelaksanaan penelitian (bulan Februari-September)
kondisi cuaca di tempat penelitian tergolong panas/kering, namun terkadang di selingi hujan dalam selang waktu satu kali dalam empat hari. Dari hasil pengukuran iklim mikro yang dilakukan pada unit pengamatan, diperoleh data rata-rata intensitas cahaya, suhu dan kelembaban udara sebagaimana tersaji dalam Lampiran 1.
5.2.1
Percobaan 1: Pengaruh pohon induk terhadap pertumbuhan semai suren (Toona sinensis Roem.) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa, faktor pohon induk memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter semai suren. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa, pohon induk M 10 memberikan hasil yang paling baik, sehingga diduga pohon induk M 10 memiliki kualitas genetik secara keseluruhan yang lebih baik daripada 9 pohon induk lainnya. Hasil yang didapat dari Percobaan 2 juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Buana (2007) yang menyatakan bahwa, faktor pohon induk berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai Khaya (Khaya anthoteca C. DC) pada variabel pertambahan tinggi dan diameter, serta Nisbah Pucuk Akar. Untuk lebih mengetahui bentuk terbaik dari pohon induk M 10, berikut disajikan Gambar 11.
Gambar 11 Pohon suren (Toona sinensis Roem.) bagian pucuk dan batang. (Sumber: Pramono 2006)
41
5.2.2 Percobaan 2: Pengaruh pemberian naungan dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) 5.2.2.1 Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Secara keseluruhan dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan naungan memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel pertambahan tinggi dan pertambahan diameter bibit suren. Tinggi dan diameter merupakan kriteria terhadap kualitas suatu bibit. Bibit yang berkualitas baik harus memenuhi kriteria tinggi dan diameter yang cukup. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan bibit dapat hidup di lapangan sangat ditentukan oleh kondisi fisiknya yang mencerminkan kondisi fisiologis suatu tanaman. Pengaruh nyata yang terjadi pada pertumbuhan suren dapat disebabkan oleh peranan cahaya sebagai sumber energi untuk reaksi-reaksi yang ada di dalam tanaman yang akan mempengaruhi proses pertumbuhan. Menurut Gardner et al(1991), cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan batang, sedangkan menurut Daniel et al. (1987), cahaya berpengaruh langsung pada pertumbuhan pohon melalui intensitas, kualitas dan lama penyinaran. Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa perlakuan tanpa naungan (A0) memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap pertambahan tinggi dan pertambahan diameter dibanding perlakuan dengan naungan. Hal ini menunjukkan bahwa suren memerlukan cahaya pada tahap awal pertumbuhannya. Pendapat tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawaty et al. (2006) yang menyatakan bahwa dalam pertumbuhannya suren sangat memerlukan cahaya sehingga ketika mendapatkan cahaya yang cukup untuk aktifitas fisiologisnya (0-40%) tanaman cenderung melakukan pertumbuhan ke samping (pertumbuhan diameter). Berpengaruhnya perlakuan tanpa naungan terhadap pertambahan tinggi dan diameter bibit suren, tidak lepas dari sifat toleransi bibit suren terhadap cahaya. Mengacu pada keterangan yang disebutkan maka dapat disimpulkan bahwa suren merupakan jenis pohon intoleran yaitu suatu jenis pohon yang tidak mampu bertahan dibawah naungan.
42
Menurut Daniel et al. (1987), toleransi adalah istilah kehutanan untuk menyatakan kemampuan relatif pohon untuk bersaing pada persaingan cahaya rendah dan perakaran tinggi. Kramer dan Kozlowski (1960) berpendapat bahwa toleransi erat kaitannya dengan pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan pohon, yang sering didefinisikan bahwa toleransi adalah kemampuan suatu jenis pohon dapat hidup di bawah naungan. Kemudian disebutkan bahwa jenis yang toleran adalah jenis pohon yang mampu bertahan hidup di bawah naungan, sedangkan yang tidak mampu bertahan hidup di bawah naungan disebut jenis intoleran. Sifat toleransi naungan atau toleransi cahaya pada beberapa jenis tanaman tinggi adalah akibat dari suatu adaptasi habitat yang bersifat genetik. Jenis yang toleran cahaya dapat bersifat toleran naungan pada keadaan intensitas cahaya yang rendah tetapi tidak sebaliknya. Di bawah keadaan cahaya yang lebih tinggi jenis-jenis yang toleran naungan tidak menunjukkan peningkatan laju fotosintesis yang sama dengan jenis-jenis
yang
toleran
cahaya.
Bahkan
jenis-jenis
itu
kadang-kadang
memperlihatkan gejala-gejala kerusakan akibat penyinaran dan mekanisma fotosintesisnya terhambat (Bjorkman dan Holmgren 1963 dalam Soerianegara 1991). Terhadap variabel Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA), dan Indeks Mutu Bibit (IMB) perlakuan naungan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini diduga karena perlakuan naungan yang diberikan mengakibatkan pertumbuhan lebih terkonsentrasi pada pemanjangan tunas. Sukaesih (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan yang terkonsentrasi pada pemanjangan batang ditujukan untuk memaksimumkan intensitas cahaya yang diterima dan untuk mempertahankan laju fotosintesis.
5.2.2.2 Pengaruh perlakuan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem. ) Pupuk adalah semua bahan yang diberikan kepada tanah dengan maksud memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Dari hasil sidik ragam
43
menunjukkan bahwa perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap Berat Kering Total (BKT), Nisbah Pucuk Akar (NPA), dan Indeks Mutu Bibit. Berat kering tanaman merupakan nilai biomassa suatu tanaman, semakin besar nilai biomassa maka semakin besar nilai biomassanya. Semakin besar nilai biomassa maka semakin baik pertumbuhannya. Hal ini dikarenakan tanaman selama masa hidupnya atau selama masa tertentu membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian – bagian tubuhnya. Produksi biomassa tersebut mengakibatkan pertambahan dapat diikuti dengan pertambahan ukuran lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Sitompul & Guritno 1995). Pada umur 4 BST, perlakuan pupuk kandang (B7) memberikan hasil yang paling baik terhadap BKT bibit suren. Hal ini diduga karena, pupuk kandang diberikan pada saat pengisian polibag sebelum kecambah suren dipindahkan dari bak kecambah ke dalam polibag sehingga memungkinkan tanah untuk menyerap pupuk lebih lama yang membuat tanah menjadi lebih subur dibandingkan dengan perlakuan pupuk yang lain. Menurut Hakim et al. (1986) pupuk kandang memiliki ciri lambat bereaksi karena sebagian besar zat makanan harus mengalami perubahan terlebih dahulu sebelum diserap oleh tanaman, pupuk kandang memiliki efek residu, yaitu hanya dapat berangsur – angsur bebas sehingga tersedia bagi tanaman secara terus-menerus dan pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tanah dan menambah bahan organik tanah. Pada variabel Nisbah Pucuk Akar, perlakuan pupuk TSP 1 gr (B4) memiliki nilai NPA yang paling besar dan perlakuan pupuk TSP 3 gr (B5) memiliki nilai yang paling kecil. Namun demikian, sebenarnya untuk pengukuran NPA perlakuan B5 (pupuk TSP 3 gr) merupakan perlakuan yang paling baik karena semakin mendekati angka 1 maka nilai NPA semakin baik. Bibit memiliki kemampuan tumbuh dan bertahan hidup yang baik terlihat dari nisbah pucuk akarnya berkisar antara 1-3. (Hendromono et al. 1986). Namun nilai tersebut tidaklah berlaku mutlak. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), nilai NPA yang tinggi dengan produksi biomassa total yang besar pada tanah yang subur, secara
44
tidak langsung menunjukkan bahwa akar yang relatif sedikit, cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang relatif besar dalam menyediakan air dan unsur hara. Sedangkan tanaman yang kekurangan air dan unsur hara akan berusaha membentuk akar yang lebih banyak yang memungkinkan tanaman untuk meningkatkan serapan sehingga pada akhirnya menghasilkan NPA yang rendah. Selain itu, NPA ini juga dipengaruhi oleh bibit itu sendiri, seperti dikatakan Gardner (1991) bahwa rasio pucuk akar dikendalikan oleh genetik. Beberapa penulis menyatakan bahwa bibit yang mempunyai perbandingan tajuk-akar terlalu tinggi mempunyai kemampuan hidup di lapang kering lebih rendah daripada bibit yang perbandingan tajuknya lebih rendah (Shown 1930; Edlin 1953; Karschon 1960; Knight 1978; Evans 1982 dalam Hendromono et al. 1986). Untuk variabel Indeks Mutu Bibit (IMB), perlakuan pupuk kandang (B7) dengan nilai IMB sebesar 0,017 memberikan hasil yang paling baik dibanding perlakuan pupuk lain. Namun nilai indeks mutu bibit tersebut tidak memenuhi syarat untuk tanaman yang siap ditanam di lapangan karena menurut Lackey dan Alm (1982) dalam Hendromono dan Durahim (2004) menyatakan bahwa bibit yang siap tanam di lapangan memiliki angka indeks mutu minimal 0,09. Hal ini dikarenakan usia bibit yang masih muda yaitu empat bulan yang batang dan akarnya belum tumbuh secara sempurna sehingga bibit belum siap ketika akan ditanam di lapangan. Kurniawaty et al. (2006) menyatakan bahwa pada umur lima bulan, bibit suren bisa ditanam di lapangan.
5.2.2.3 Pengaruh interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk terhadap pertumbuhan bibit suren (Toona sinensis Roem.) Sidik ragam menunjukkan bahwa, interaksi perlakuan naungan dan perlakuan pupuk hanya mempengaruhi variabel pertambahan diameter bibit suren pada 2 BST dan 4 BST sedangkan untuk variabel yang lain interaksi ini tidak berpengaruh secara nyata.
45
Berdasarkan uji lnjut Duncan, interaksi perlakuan tanpa naungan dan pupuk kandang memberikan hasil yang paling tinggi untuk pertambahan diameter pada umur 2 BST dan 4 BST. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan tanpa naungan dan perlakuan pupuk kandang merupakan kombinasi yang paling baik untuk variabel pertumbuhan diameter bibit suren jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk yang lain. Menurut Donahue (1979) dalam Sumarhani (1998) fungsi pupuk kandang selain dapat memperbaiki sifat kimia yaitu menyediakan unsur hara bagi tanah, selain itu pupuk kandang juga dapat memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Sifat fisik tanah, yaitu dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat air, memperbaiki struktur tanah menjadi remah, meningkatkan porositas tanah dan menjaga kelembaban. Sedangkan sifat biologi tanah yaitu, meningkatkan segala aktifitas mikro organisme tanah. Dengan demikian, sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah yang baik mendorong perkembangan akar yang lebih luas, sehingga pertumbuhan tanaman meningkat.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Perlakuan tanpa naungan (494-13570 lux) memberikan hasil yang paling baik untuk pertambahan tinggi dan pertambahan diameter bibit suren. 2. Perlakuan pupuk kandang memberikan hasil yang terbaik untuk Berat Kering Total (BKT) sebesar 0,89 dan Indeks Mutu Bibit (IMB) suren sebesar 0,017. Pupuk TSP 3 g (B5) memberikan hasil yang terbaik untuk Nisbah Pucuk Akar (NPA) sebesar 2,08. 3. Pohon induk M 10 memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan diameter semai suren. 4. Bibit suren yang terbaik dihasilkan dari perlakuan tanpa naungan dengan ratarata pertambahan tinggi sebesar 31,64 cm dan rata-rata diameter sebesar 1,88 mm. 6.2 Saran 1. Pada pembibitan suren di persemaian dianjurkan untuk menggunakan pupuk kandang (1:1) dan tanpa naungan. 2. Perlu dilakukannya uji keturunan terhadap pohon-pohon induk suren dari berbagai daerah di Indonesia mengingat luasnya penyebaran tanaman tersebut.
51
Lampiran 1. Tabel rekapitulasi pengukuran cahaya pada perlakuan naungan dan tanpa naungan
09.00 780 243 970 9250 8185 9735 8275
Cahaya 12.00 1265 15270 10530 12730 10675 12530 11735
09.00 1632 9860 2810 10530 3550 5735 7890
Cahaya 12.00 494 10230 1239 13570 12375 13270 12535
15.00 225 335 685 795 635 785 623
Naungan Kelembaban (%) 09.00 12.00 15.00 59 58 60 80 62 75 74 57 69 72 55 60 82 65 59 86 69 75 84 70 76
09.00 31 24 25 26 22 24 26
Suhu 12.00 31 35 29 32 28 29 28
15.00 31 30 27 26 26 27 26
15.00 521 750 82 975 1065 980 9735
Tanpa Naungan Kelembaban (%) 09.00 12.00 15.00 86 84 80 73 68 79 75 56 78 74 65 76 80 62 71 79 60 70 80 69 73
09.00 30 30 25 28 24 26 27
Suhu 12.00 29 32 33 32 29 30 31
15.00 28 29 28 29 27 28 29
Lampiran 2 Rekapitulasi pengukuran diameter bibit suren Naungan
Media Kontrol
UREA 1
Urea 3
Urea 5 Tanpa Naungan TSP 1
TSP 3
TSP 5 Pupuk Kandang
Ulangan
0 BST
1 BST
2 BST
3 BST
4 BST
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
0,07 0,07 0,08 0,07 0,08 0,08 0,08 0,08 0,08 0,07 0,08 0,08 0,07 0,07 0,08 0,07 0,08 0,08 0,07 0,08 0,08 0,07 0,08 0,08
0,09 0,09 0,09 0,10 0,09 0,09 0,09 0,10 0,10 0,09 0,09 0,09 0,09 0,10 0,09 0,09 0,09 0,09 0,10 0,09 0,10 0,10 0,10 0,09
0,11 0,11 0,12 0,12 0,11 0,11 0,10 0,12 0,14 0,10 0,11 0,11 0,11 0,12 0,11 0,11 0,11 0,11 0,12 0,11 0,12 0,17 0,13 0,15
0,17 0,21 0,18 0,22 0,21 0,17 0,20 0,20 0,20 0,18 0,18 0,16 0,20 0,19 0,16 0,19 0,18 0,20 0,20 0,19 0,17 0,21 0,22 0,19
0,27 0,25 0,25 0,29 0,24 0,25 0,24 0,28 0,32 0,23 0,23 0,25 0,27 0,30 0,28 0,24 0,26 0,26 0,25 0,25 0,24 0,30 0,30 0,28
Riap 1 (D0-D1) 0,02 0,02 0,03 0,03 0,02 0,02 0,02 0,03 0,03 0,02 0,02 0,02 0,01 0,03 0,02 0,03 0,02 0,01 0,03 0,02 0,03 0,04 0,03 0,02
Riap 2 (D2-D1) 0,03 0,03 0,05 0,05 0,04 0,03 0,03 0,05 0,07 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 0,03 0,04 0,04 0,03 0,05 0,04 0,04 0,10 0,05 0,07
Riap 3 (D3-D2) 0,09 0,14 0,10 0,15 0,13 0,09 0,13 0,13 0,12 0,11 0,10 0,09 0,12 0,12 0,08 0,12 0,11 0,11 0,13 0,12 0,09 0,14 0,14 0,11
Riap 4 (D4-D3) 0,20 0,18 0,17 0,21 0,17 0,17 0,17 0,20 0,24 0,16 0,15 0,17 0,20 0,23 0,20 0,16 0,19 0,18 0,18 0,17 0,16 0,23 0,22 0,20
52
(Lanjutan) Lampiran 2 Naungan
Media Kontrol
UREA 1
Urea 3
Urea 5 Dengan Naungan TSP 1
TSP 3
TSP 5 Pupuk Kandang
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
0 BST 0,08 0,08 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07 0,08 0,08 0,08 0,07 0,07 0,07 0,08 0,07 0,07 0,07 0,08 0,08 0,07 0,07
1 BST 0,08 0,09 0,08 0,08 0,08 0,08 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,08 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
2 BST 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,10 0,11 0,10 0,10 0,11 0,10 0,11 0,13 0,10 0,12 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10
3 BST 0,16 0,17 0,17 0,17 0,16 0,14 0,21 0,18 0,16 0,20 0,17 0,19 0,13 0,16 0,18 0,16 0,16 0,18 0,18 0,15 0,16 0,18 0,16 0,16
4 BST 0,19 0,22 0,22 0,21 0,19 0,19 0,20 0,23 0,20 0,23 0,22 0,23 0,17 0,20 0,22 0,19 0,21 0,22 0,23 0,20 0,20 0,21 0,19 0,19
Riap 1 (D0-D1) 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01 0,02 0,02 0,01
Riap 2 (D2-D1) 0,03 0,04 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 0,04 0,03 0,03 0,03 0,03 0,05 0,02 0,05 0,03 0,03 0,03 0,02 0,03 0,02
Riap 3 (D3-D2) 0,09 0,09 0,10 0,10 0,09 0,07 0,14 0,11 0,09 0,13 0,09 0,11 0,06 0,09 0,10 0,09 0,09 0,11 0,11 0,08 0,08 0,10 0,08 0,09
Riap 4 (D4-D3) 0,12 0,12 0,15 0,14 0,12 0,12 0,13 0,14 0,13 0,16 0,14 0,15 0,09 0,13 0,14 0,11 0,14 0,15 0,16 0,13 0,13 0,14 0,12 0,11
53
Lampiran 3 Rekapitulasi pengukuran tinggi bibit suren Naungan
Media Kontrol
UREA 1
Urea 3
Urea 5 Tanpa Naungan TSP 1
TSP 3
TSP 5 Pupuk Kandang
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
0 BST 2,58 2,44 2,68 2,60 2,51 2,51 2,61 2,52 2,51 2,85 2,33 2,69 2,43 2,42 2,59 2,49 2,49 2,81 2,81 2,41 2,57 2,63 2,41 2,75
1 BST 6,13 5,31 5,30 6,66 5,39 6,19 6,56 5,82 5,81 5,72 5,28 5,59 6,50 6,00 5,17 6,44 5,79 4,92 5,67 5,64 5,53 6,24 5,76 6,13
2 BST 8,33 7,47 7,61 9,16 7,07 7,27 8,23 8,23 12,06 7,08 7,54 7,22 8,71 7,71 7,09 8,57 8,06 7,25 8,03 7,50 7,68 8,32 12,71 8,22
3 BST 15,80 21,07 16,31 20,47 19,07 16,04 19,11 17,73 19,16 20,04 17,11 15,00 16,96 19,68 15,56 20,15 17,82 18,00 18,08 18,25 15,43 21,12 22,00 19,53
4 BST 34,75 35,91 28,65 38,83 26,64 29,62 33,92 39,93 35,36 28,62 30,80 31,39 39,98 41,63 28,73 33,19 38,98 29,72 34,51 34,28 28,76 38,17 42,78 37,53
Riap 1 (T0-T1) 3,58 3,10 2,84 4,13 2,96 3,76 4,02 3,29 3,14 2,94 2,58 2,94 4,06 3,59 2,58 3,96 3,38 2,16 3,05 3,34 3,16 3,69 3,31 3,33
Riap 2 (T2-T1) 5,73 5,09 4,95 6,63 4,64 4,88 5,65 5,70 9,54 4,33 5,24 4,54 6,27 5,29 4,54 6,05 5,64 4,34 5,41 5,20 5,10 5,78 10,25 5,43
Riap 3 (T3-T2) 13,20 18,67 13,68 17,94 16,64 13,65 16,49 15,20 16,61 17,29 14,81 12,31 14,52 17,26 13,01 17,63 15,41 15,08 15,46 15,93 12,85 18,57 19,51 16,74
Riap 4 (T4-T3) 32,18 33,51 26,02 36,29 24,21 27,23 31,30 37,40 32,85 25,87 28,48 28,69 37,55 36,91 26,18 30,68 36,56 26,79 31,85 31,96 26,19 35,59 40,29 34,74
54
(Lanjutan) Lampiran 3 Naungan
Media Kontrol
UREA 1
Urea 3
Urea 5 Dengan Naungan TSP 1
TSP 3
TSP 5 Pupuk Kandang
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
0 BST 2,40 2,40 2,37 2,52 2,38 2,31 2,20 2,54 2,17 2,45 2,50 2,58 2,37 2,69 2,35 2,47 2,62 2,38 2,26 2,53 2,42 2,46 2,74 2,51
1 BST 5,86 5,16 5,71 6,06 5,74 5,91 6,01 5,31 6,11 6,11 5,67 5,59 5,77 5,27 5,81 6,26 6,10 6,59 5,69 6,03 5,67 5,93 5,11 5,75
2 BST 7,97 6,69 7,64 8,07 7,23 8,16 7,79 7,25 7,39 9,00 7,43 8,20 8,37 7,07 8,06 8,19 7,94 8,41 7,85 7,35 7,00 7,68 6,47 7,18
3 BST 12,97 12,67 15,50 14,46 12,20 11,54 14,71 13,85 12,43 16,29 13,35 16,93 13,29 12,23 16,14 14,37 13,09 15,44 13,82 12,54 14,20 15,29 13,20 14,50
4 BST 19,97 22,32 28,06 23,65 22,77 22,73 23,93 24,46 21,86 23,93 23,96 25,39 19,04 21,54 25,54 20,60 23,00 26,17 22,64 21,85 23,50 24,58 22,77 23,25
Riap 1 (T0-T1) 3,71 2,88 3,43 3,62 2,66 4,22 3,72 3,23 3,93 3,88 2,59 3,11 3,33 3,47 3,26 3,76 3,56 4,19 3,39 2,37 3,18 3,47 3,32 3,27
Riap 2 (T2-T1) 5,64 4,67 4,96 5,55 4,66 6,02 5,40 4,99 5,19 6,66 4,37 5,75 5,93 5,31 5,24 5,69 4,89 6,00 5,51 3,74 4,60 5,21 5,23 4,70
Riap 3 (T3-T2) 10,64 10,21 9,93 11,99 11,28 9,34 12,33 10,92 10,23 13,95 9,53 14,44 10,84 10,46 12,79 11,83 10,18 13,03 11,53 10,44 11,80 12,92 13,09 11,96
Riap 4 (T4-T3) 17,64 20,00 20,49 21,14 20,02 20,53 21,54 21,53 19,66 21,59 18,84 22,91 16,59 20,37 21,55 18,07 19,65 23,73 20,35 20,01 21,10 22,21 25,64 20,71
55
Lampiran 4 Rekapitulasi data NPA, BKT, dan IMB suren Naungan Media Ulangan 1 1 2 3 1 2 2 3 1 3 2 3 1 4 2 3 Tanpa Naungan 1 5 2 3 1 6 2 3 1 7 2 3 1 8 2 3
NPA 1,931 2,856 2,745 3,072 2,029 3,184 2,325 2,613 3,787 2,716 1,747 2,270 3,979 3,553 4,118 1,198 1,821 1,777 2,819 2,668 2,184 1,737 2,776 2,131
BKT 0,981 0,474 0,433 1,054 0,913 1,756 1,419 0,731 1,422 1,265 0,606 1,270 0,830 0,335 0,495 0,049 0,082 0,216 0,141 0,787 0,783 1,223 1,236 2,744
IMB 0,006 0,003 0,004 0,009 0,006 0,011 0,008 0,007 0,008 0,007 0,005 0,008 0,005 0,002 0,005 0,001 0,001 0,002 0,001 0,006 0,004 0,005 0,005 0,024
Naungan Media Ulangan 1 1 2 3 1 2 2 3 1 2 3 3 1 4 2 Dengan 3 Naungan 1 2 5 3 1 6 2 3 1 2 7 3 1 8 2 3
NPA 4,460 3,770 2,742 2,879 2,651 1,216 3,589 4,289 4,214 4,231 3,902 1,940 3,878 3,449 2,913 9,795 2,841 3,283 1,548 3,043 2,690 3,343 3,672 2,789
BKT 0,633 0,891 0,589 1,202 1,112 0,818 1,271 2,066 0,412 0,848 1,903 0,675 0,679 1,143 0,925 0,509 0,951 0,336 0,958 0,740 0,708 3,346 2,201 3,942
IMB 0,003 0,007 0,005 0,010 0,008 0,007 0,010 0,019 0,003 0,007 0,019 0,006 0,005 0,011 0,010 0,006 0,000 0,003 0,008 0,004 0,004 0,023 0,017 0,028
56
57
Lampiran 5 Tabel perhitungan statistic analisis covariance Tabel anova riap tinggi 1 Source df Type III SS MS ------------------------- -------- ----------- --------Main plots Blocks 2 2.440012792 1.2200064 Naungan 1 0.14586075 0.1458607 Main Plot Error 2 1.366442375 0.6832212<Media 7 1.85541425 0.2650592 Media * Naungan 7 0.909882917 0.1299833 Error 28 4.203558833 0.1501271<------------------------- -------- ----------- --------Total 47 10.92117192 Model
19 6.717613083 0.3535586
F P --------- ----- --1.7856683 .3590 ns 0.2134898 .6894 ns 1.7655652 .1343 ns 0.8658215 .5449 ns --------- ----- ---
2.3550617 .0193 *
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.61510002174 Root MSerror = sqrt(MSerror) = 0.38746238681 Mean Y = 3.34170833333 Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 11.59474% Tabel anova riap tinggi 2 Source df Type III SS MS ------------------------- -------- ----------- --------Main plots Blocks 2 1.578631625 0.7893158 Naungan 1 2.217080333 2.2170803 Main Plot Error 2 3.128833792 1.5644169<Media 7 7.560465583 1.0800665 Media * Naungan 7 10.993232 1.5704617 Error 28 32.90313792 1.1751121<------------------------- -------- ----------- --------Total 47 58.38138125 Model
19 25.47824333 1.3409602
F P --------- ----- --0.5045431 .6647 ns 1.4171928 .3560 ns 0.9191179 .5067 ns 1.3364357 .2706 ns --------- ----- ---
1.1411339 .3673 ns
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.4364104238 Root MSerror = sqrt(MSerror) = 1.08402586152 Mean Y = 5.461625 Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 19.848046%
Tabel anova riap tinggi 3 Source df Type III SS MS F P ------------------------- -------- ----------- ----------------- ----- --Main plots Blocks 2 12.30884317 6.1544216 0.5426173 .6482 ns Naungan 1 220.1976013 220.1976 19.414176 .0478 * Main Plot Error 2 22.68420817 11.342104<Media 7 29.46377692 4.209111 1.9907109 .0923 ns Media * Naungan 7 13.674191 1.9534559 0.9238924 .5033 ns Error 28 59.20252333 2.1143758<------------------------- -------- ----------- ----------------- ----- --Total 47 357.5311439 Model
19 298.3286206 15.701506
7.4260716 .0000 ***
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.83441296139 Root MSerror = sqrt(MSerror) = 1.45408934847 Mean Y = 13.6272083333 Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 10.670486%
58
(Lanjutan) Lampiran 5 Tabel anova riap tinggi 4 Source df Type III SS MS ------------------------- -------- ----------- --------Main plots Blocks 2 40.88437617 20.442188 Naungan 1 1446.208786 1446.2088 Main Plot Error 2 83.35367217 41.676836<Media 7 134.0354481 19.147921 Media * Naungan 7 74.08412781 10.583447 Error 28 241.7290677 8.633181<------------------------- -------- ----------- --------Total 47 2020.295478 Model
19
1778.56641 93.608758
F P --------- ----- --0.4904928 .6709 ns 34.700542 .0276 * 2.2179451 .0632 ns 1.2259035 .3219 ns --------- ----- ---
10.842905 .0000 ***
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.88034964672 Root MSerror = sqrt(MSerror) = 2.9382275249 Mean Y = 26.1501458333 Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 11.235989%
Tabel anova riap diameter 1 Source df ------------------------- -------Main plots Blocks 2 Naungan 1 Main Plot Error 2 Media 7 Media * Naungan 7 Error 28 ------------------------- -------Total 47 Model
Type III SS MS ----------- ---------
F P --------- ----- ---
3.75e-5 1.875e-5 3 .2500 ns 3e-4 3e-4 48 .0202 * 1.25e-5 6.25e-6<9.166667e-5 1.3095e-5 0.3606557 .9173 ns 2.666667e-4 3.8095e-5 1.0491803 .4207 ns 0.001016667 3.631e-5<----------- ----------------- ----- --0.001725
19 7.083333e-4 3.7281e-5
1.0267472 .4645 ns
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.41062801932 Root MSerror = sqrt(MSerror) = 0.00602573845 Mean Y = 0.02125 Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 28.356416%
Tabel anova riap diameter 2 Source df ------------------------- -------Main plots Blocks 2 Naungan 1 Main Plot Error 2 Media 7 Media * Naungan 7 Error 28 ------------------------- -------Total 47 Model
19
Type III SS MS ----------- ---------
F P --------- ----- ---
7.916667e-5 0.00151875 3.75e-5 0.00113125 0.003364583 0.003416667 ----------0.009547917
2.1111111 .3214 ns 81 .0121 *
0.00613125
3.9583e-5 0.0015187 1.875e-5<1.6161e-4 4.8065e-4 1.2202e-4<---------
3.227e-4
1.3243902 .2758 ns 3.9390244 .0041 ** --------- ----- ---
2.6445443 .0096 **
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.64215579315 Root MSerror = sqrt(MSerror) = 0.01104643877 Mean Y = 0.03729166667 Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 29.621735%
59
(Lanjutan) Lampiran 5 Tabel anova riap diameter 3 Source df ------------------------- -------Main plots Blocks 2 Naungan 1 Main Plot Error 2 Media 7 Media * Naungan 7 Error 28 ------------------------- -------Total 47 Model
Type III SS MS ----------- ---------
F P --------- ----- ---
0.002329167 0.0048 0.0016625 0.002225 0.0025 0.006675 ----------0.020191667
1.4010025 .4165 ns 5.7744361 .1382 ns
19 0.013516667
0.0011646 0.0048 8.3125e-4<3.1786e-4 3.5714e-4 2.3839e-4<---------
7.114e-4
1.3333333 .2719 ns 1.4981273 .2086 ns --------- ----- ---
2.9841645 .0043 **
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.66941807676 Root MSerror = sqrt(MSerror) = 0.01543997594 Mean Y = 0.10541666667 Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 14.646617%
Tabel anova riap diameter 4
Source df Type III SS MS F P ------------------------- -------- ----------- ----------------- ----Main plots Blocks 2 1.25e-5 6.25e-6 0.0967742 .9118 Naungan 1 0.037408333 0.0374083 579.22581 .0017 Main Plot Error 2 1.291667e-4 6.4583e-5<Media 7 0.001833333 2.619e-4 0.714866 .6601 Media * Naungan 7 0.008558333 0.0012226 3.3371243 .0103 Error 28 0.010258333 3.6637e-4<------------------------- -------- ----------- ----------------- ----Total 47 0.0582 Model
19 0.047941667 0.0025232
--ns ** ns * ---
6.8871692 .0000 ***
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.82373997709 Root MSerror = sqrt(MSerror) = 0.01914076925 Mean Y = 0.16 Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 11.962981%
Tabel anova Berat Kering Total Source df ------------------------- -------Main plots Blocks 2 Naungan 1 Main Plot Error 2 Media 7 Media * Naungan 7 Error 28 ------------------------- -------Total 47 Model
Type III SS MS ----------- ---------
F P --------- ----- ---
0.010929167 0.053333333 0.174479167 1.039958333 0.160366667 1.029325 ----------2.468391667
0.0626388 .9411 ns 0.6113433 .5162 ns
0.0054646 0.0533333 0.0872396<0.1485655 0.0229095 0.0367616<---------
19 1.439066667 0.0757404
4.0413216 .0035 ** 0.6231916 .7324 ns --------- ----- ---
2.0603112 .0401 *
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.58299770093 Root MSerror = sqrt(MSerror) = 0.19173316652 Mean Y = 0.65458333333 Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 29.290872%
60
(Lanjutan) Lampiran 5 Tabel anova Nisbah Pucuk Akar Source df ------------------------- -------Main plots Blocks 2 Naungan 1 Main Plot Error 2 Media 7 Media * Naungan 7 Error 28 ------------------------- -------Total 47 Model
Type III SS MS ----------- ---------
F P --------- ----- ---
0.895416667 2.091675 1.9982 11.556025 4.883425 9.34845 ----------30.77319167
0.4481116 .6906 ns 2.0935592 .2849 ns
19 21.42474167
0.4477083 2.091675 0.9991<1.6508607 0.6976321 0.3338732<---------
1.127618
4.9445737 .0010 *** 2.0895122 .0783 ns --------- ----- ---
3.3773838 .0018 **
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.69621448106 Root MSerror = sqrt(MSerror) = 0.57781763065 Mean Y = 2.79458333333 Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 20.676343%
Tabel anova Indeks Mutu Bibit Source df ------------------------- -------Main plots Blocks 2 Naungan 1 Main Plot Error 2 Media 7 Media * Naungan 7 Error 28 ------------------------- -------Total 47 Model
19
Type III SS MS ----------- ---------
F P --------- ----- ---
1.05e-5 1.333333e-4 7.916667e-5 8.525833e-4 1.386667e-4 5.49e-4 ----------0.00176325
0.1326316 .8829 ns 3.3684211 .2079 ns
5.25e-6 1.3333e-4 3.9583e-5<1.218e-4 1.981e-5 1.9607e-5<---------
0.00121425 6.3908e-5
6.2119004 .0002 *** 1.0103218 .4453 ns --------- ----- ---
3.259419 .0023 **
R^2 = SSmodel/SStotal = 0.68864313058 Root MSerror = sqrt(MSerror) = 0.00442799535 Mean Y = 0.007625 Coefficient of Variation = (Root MSerror) / abs(Mean Y) * 100% = 28.07207%
61
Lampiran 6 Hasil Pengukuran Kadar Air pada 10 Pohon Induk Pohon Kadar Air (%) 1 13,26 2 12,36 3 12,30 4 12,73 5 12,61 6 12,41 7 12,37 8 12,53 9 13,42 10 12,67 Lampiran 7 Data Tinggi dan Diameter Pohon Induk Suren (Toona sinensis Roem.) Tinggi Tinggi (T) Diameter Rasio Bebas Pohon LCR (%) (m) (D) (cm) TBC/T (%) Cabang (TBC) (m) 1 27 30 17 62 37 2 27 40,9 17 62 37 3 27 37,2 19 70 29 4 25 40 17 68 72 5 22 37,4 14 63 36 6 28 30 22 78 21 7 24 42 17 70 29 8 25 44 17 68 32 9 29 44 13 75 24 10 27 51 19 70 29