1
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
PENGARUH PUPUK P (FOSFOR) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)
BIDANG KEGIATAN : PKM ARTIKEL ILMIAH (AI)
Diusulkan oleh: MAR’AH ( NIM. A24070123 / 2007 ) KHUSNUL KHOTIMAH ( NIM. A24080073 / 2008 ) HENDRA PRASETYA ( NIM. G14070025 / 2007 )
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
2
LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan
2. Bidang Kegiatan 3. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap b. NIM c. Jurusan d. Institut e. Alamat Rumah/No. Hp
f. Alamat email 4. Anggota Pelaksana Kegiatan 5. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap b. NIP c. Alamat Rumah/No. HP
: Pengaruh Pupuk P (Fosfor) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) : () PKM-AI ( ) PKM-GT : Mar’ah : A24070123 : Agronomi dan Hortikultura : Institut Pertanian Bogor : Jl. Anggrek nomor 4 Perumahan Dosen IPB, Kec. Darmaga, Kab. Bogor, Jabar, 16680 / 085717319907 :
[email protected] : 2 orang : Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si : 19630115 198811 1 002 : JL. Kemuning IV No. M II 10 Taman Cimanggu Bogor/08128778376.
Bogor, 23 Februari 2011 Menyetujui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Ketua Pelaksana Kegiatan
Dr. Ir. Agus Purwito, M. Sc, Agr NIP. 19611101 198703 1 003
Mar’ah NIM. A24070123
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Yonny Koesmaryono, MS NIP. 19581228 198503 1 003
Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si. NIP. 19630115 198811 1 002
ii
1
SURAT PERNYATAAN SUMBER PENULISAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, yaitu : 1. Nama : Mar’ah NIM : A24070123 Departemen : Agronomi dan Hortikultura Fakultas : Pertanian Universitas : Institut Pertanian Bogor Kedudukan : Ketua Pelaksana Kegiatan 2. Nama : Dr. Ir. Agus Purwito, M. Sc, Agr NIP : 19611101 198703 1 003 Jabatan : Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB Menyatakan bahwa karya yang berupa PKM-AI berjudul “Pengaruh Pupuk P (Fosfor) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) ” ini disusun berdasarkan hasil penelitian Mata Kuliah Ekologi Pertanian Tahun 2009. Penelitian telah dilaksanakan pada November - Januari 2009 dan bertempat di lahan ICDF Taiwan, desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk digunakan sebagaimana mestinya. Sekian dan terima kasih.
Bogor, 23 Februari 2011 Menyetujui Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB
Ketua Pelaksana Kegiatan
Dr. Ir. Agus Purwito, M. Sc, Agr NIP. 19611101 198703 1 003
Mar’ah NIM. A24070123
iii
1
PENGARUH PUPUK P (FOSFOR) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) Mar’ah, Khusnul Khotimah, Hendra Prasetya, Departemen Agronomi dan Holtikultura - Statistika, IPB, Bogor
ABSTRACT Soybean (Glycine max (L.) Merr.) is a leguminous plant which is prospective to be cultivated in Indonesia. But, Department of Agriculture (2007) stated that it’s national production was declined from 748.000 tons (in 2006) to 708.000 tons (in 2007). This can be caused by climate change and the availability of nutrients in the soil such as phosphor. The availability of phospor (P) is a major limiting factor on soybean’s growth and harvest. According to Sutejo (2002), phosphor could accelerate the growth of seedling roots, accelerate the flowering and the ripening of fruits as well as to increase grain production. The purpose of this research was to determine the effect of P fertilizer treatments on the production of large seed soybean with anjasmoro’s variety on dry land farming and water saturation. In addition, this study also aimed to determine the most appropriate dosage of fertilizers to be used in the soybean plant growth. The method was carried out an observation by using a differnece treatments of phosphor’s dosage. The fertilizer was consisting of : 0 kg (P0), 50 kg (P1), 100 kg (P2), 150 kg (P3), 200 kg (P4) kg P2O5/ha. The research result had shown that a good dosage of P fertilizer of a big seed soybean on dry farming is 50 kg P2O5/ha, whereas in water-saturated field is 100 kg P2O5/ha. Effect of P fertilizer was quite significant to the production component, which was indicated by the increase of the number of pod per plant (at harvest with the right dosage), branches, root wet weight, weight of 100 seeds, production per sample, and production per plot. But, it had no significant effect on plant height, number of nodules, and nodule weight. A good use of fertilizer P in the form of single SP-36 should be in dosage 0-50 kg/ha, while in medium and low potential fields it should be in dosage 50100 kg/ha and 100-150 kg/ha.
Keywords: soybean, phosphor, harvest, fertilizer dosage
ABSTRAK Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) tergolong tanaman polong yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Namun, Departemen Pertanian (2007) menyatakan bahwa produksi kedelai nasional mengalami penurunan dari 748.000 ton (tahun 2006) menjadi 708.000 ton (tahun 2007). Hal ini terjadi karena perubahan iklim dan kurang optimalnya ketersediaan unsur hara di dalam tanah seperti fosfor. Ketersediaan fosfor (P) merupakan faktor pembatas utama pada pertumbuhan dan produksi kedelai. Menurut Sutejo (2002), fosfor dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, serta meningkatkan produksi biji. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dosis pupuk P terhadap hasil produksi kedelai berbiji besar dengan varietas anjasmoro pada budidaya lahan kering dan jenuh air. Metode yang dilakukan adalah pengamatan langsung terhadap perlakuan dosis pupuk P yang berbeda. Dosis pupuk P terdiri atas : 0 kg (P0), 50 kg (P1), 100 kg (P2), 150 kg
2
(P3), 200 kg (P4) kg P2O5/ha. Hasil penelitian menunjukan bahwa dosis pupuk P yang tepat pada kedelai berbiji besar untuk budidaya kering adalah 50 kg P2O5/ha, sedangkan pada budidaya jenuh air adalah 100 kg P2O5/ha. Pupuk P berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai yang ditandai dengan meningkatnya jumlah polong isi per tanaman (saat panen pada dosis yang tepat), jumlah cabang, bobot basah akar, bobot 100 biji, produksi per sampel, dan produksi per plot. Akan tetapi, tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah bintil akar, dan bobot bintil akar. Pemberian pupuk P secara tunggal SP36 sebaiknya berdosis 0-50 kg/ha, sedangkan pada sawah berpotensi sedang dan rendah masing-masing dianjurkan berdosis 50-100 kg/ha dan 100-150 kg/ha. Kata kunci : kedelai, fosfor, hasil produksi, dosis pupuk
PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) tergolong tanaman polong yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Namun, Departemen Pertanian (2007) menyatakan bahwa produksi kedelai nasional mengalami penurunan dari 748.000 ton (tahun 2006) menjadi 708.000 ton (tahun 2007). Hal ini terjadi karena perubahan iklim dan kurang optimalnya ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Secara umum persyaratan panjang hari kedelai berkisar 11-16 jam dan optimal 14-15 jam. Lama penyinaran juga mempengaruhi jumlah buku, tinggi tanaman, lama masa pembungaan, masa pembungaan sampai masa pembentukan polong, dan pertumbuhan polong sampai pematangan (Baharsjah et al., 1985). Tanaman kedelai juga tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Penelitian budidaya kedelai ini dilakukan pada kondisi lahan jenuh air dan lahan kering. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kedelai adalah kebutuhan akan fosfor (P). Kedelai merupakan salah satu tanaman yang membutuhkan fosfat dalam jumlah besar. Ketersediaan P merupakan faktor pembatas utama pada pertumbuhan dan produksinya. Periode terbesar penggunaan P dimulai pada masa pembentukkan polong sampai kira-kira 10 hari sebelum biji berkembang penuh (Aksi Agraris Kanisius, 2000). Menurut Sutejo (2002), secara umum, fungsi dari P dalam tanaman dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji, serta dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui dosis pupuk P yang efektif untuk budidaya kedelai di lahan kering dan lahan jenuh air, sehingga efisiensi penggunaan pupuk P dapat dilakukan. Selain itu, juga agar dapat meminimalisir biaya yang akan dikeluarkan dalam budidaya kedelai.
3
TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dosis pupuk P terhadap hasil produksi kedelai berbiji besar dengan varietas anjasmoro pada budidaya lahan kering dan jenuh air.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November - Januari 2009 dan bertempat di lahan ICDF Taiwan yang berada di desa Cikarawang, Dramaga, Bogor. Metode penelitian yaitu dengan pengamatan langsung terhadap perlakuan dosis P yang berbeda. Bahan dan Alat Pada penelitian ini bahan yang digunakan meliputi kedelai berbiji besar dengan varietas anjasmoro dan pupuk fosfor dengan dosis berbeda-beda sebagai taraf perlakuan. Adapun alat yang digunakan adalah cangkul, kored, tali rapia, tugal, gunting, label, dan penggaris. Prosedur Penelitian Langkah awal penelitian yaitu menentukkan posisi jarak tanam dengan melihat posisi matahari. Di lapangan posisi matahari berada di bagian utara dengan memancarkan sinarnya ke arah selatan. Oleh karena itu, jarak tanam yang lebar mengarah ke utara. Kemudian pengaturan jarak tanaman dan membuat alur pupuk di samping alur tanam. Penanaman dilakukan dengan cara ditugal dengan dua biji kedelai per lubang dan disertai pemberian puradan. Pemupukan P dilakukan bersamaan dengan penanaman (Adisarwono, 2005). Lubang tanam dan lubang pupuk kemudian ditutup secara bersamaan. Selanjutnya, pengamatan dilakukan setiap minggu hingga tanaman tersebut berbunga 75%. Dosis pupuk P yang digunakan terdiri atas : 0 kg (P0), 50 kg (P1), 100 kg (P2), 150 kg (P3), 200 kg (P4) kg P2O5/ha. Selain itu, tanaman juga diberi pupuk kandang sebanyak 4 ton/ha, 2 ton kapur/ha, 100 kg KCL/ha yang disebar dan dicampur sedalam lapisan olah cangkul pada 2 minggu sebelum tanam. Ukuran petak adalah 4 x 5 meter. Sebagai pembanding, dilakukan penanaman kedelai pada budidaya jenuh air. Setiap petak akan dikelilingi oleh saluran air dengan lebar 30 cm dan kedalam 20 cm. Air irigasi akan diberikan sejak tanam sampai panen dengan ketinggian 10 cm dari permukaan tanah. Ukuran petak pada lahan jenuh air adalah 2 x 3 meter.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Berdasarkan data primer iklim untuk wilayah dramaga dan sekitarnya, suhu rata-rata selama penelitian berkisar antara 24-270C dengan suhu maksimum 270C, sedangkan suhu minimum 24,70C dengan curah hujan rata-rata pada bulan penelitian berkisar 25 mm/bulan dan jumlah hari hujan 9 hari pada bulan November 2008. Curah hujan tertinggi terjadi pada tanggal 15, yaitu 78,2 mm/hari, sedangkan curah hujan terendah, yaitu tidak adanya hujan yang terjadi sebanyak 12 hari. Selama penelitian berlangsung penyediaan air cukup, sehingga sangat mendukung pertumbuhan tanaman kedelai. Berdasarkan suhu di lahan penelitian, dapat diketahui adanya korelasi yang baik antara sifat dari kedelai (yang menginginkan suhu 22-270C) dengan suhu lapang. Tidak adanya hujan selama beberapa hari di bulan November tidaklah menjadi permasalahan besar karena curah hujan di Bogor sendiri mencapai lebih dari 3000 mm/tahun, sehingga air masih tetap tersedia untuk mendukung pertumbuhan kedelai. Persentase daya berkecambah benih kedelai rata-rata perlakuan P2 adalah 92,82 %. Benih dikatakan bermutu apabila memiliki daya berkecambah benih minimal 80% (Harwono et al., 2007). Benih yang ditanam berasal dari hasil penanaman di lahan jenuh air pasang surut di Palembang. Benih sebelum ditanam dicampurkan dengan inokulan bertujuan untuk merangsang inisiasi pembentukkan bintil akar. Fase pertumbuhan reproduktif kedelai dimulai dengan fase tanaman mulai berbunga ditandai dengan bunga mekar pertama kali, yaitu pada saat kedelai berumur 7 MST. Pemanenan dilakukan pada umur muda yaitu 9 MST dengan sample 6 tanaman contoh. Seharusnya pemanenan dilakukan pada saat 80% polong tanaman setiap petak berwarna kuning kecoklatan atau daun telah gugur. Secara umum hama yang menyerang pertanaman kedelai yaitu hama perusak daun seperti belalang (Oxya spp.) dan kumbang (Phaedonia inclusa Stall). Penyakit yang menyerang tanaman kedelai diantaranya virus mosaik dan karat daun kedelai, sedangkan gulma yang tumbuh disekitar tanaman kedelai diantaranya Digitaria adcendens, Axonopus compressus, dan Mimosa pudica. Tinggi Tanaman Setiap Minggu Grafik tinggi tanaman kedelai tiap MST menggambarkan bagaimana nilai tengah tiap perlakuan mengalami kenaikan secara bertahap. Pengaruh perbedaan dosis P terhadap tinggi tanaman kedelai kurang terlihat nyata (Gambar 1). Hal ini terlihat dari perbedaannya yang sedikit dari tiap perlakuan. Menurut Silalahi (2009), perlakuan pupuk P berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang, bobot basah akar, bobot 100 biji, produksi per sampel, dan produksi per plot. Akan tetapi, tidak nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah bintil akar, dan bobot bintil akar. Semakin sedikit dosis ternyata tidak menunjukkan bahwa pertumbuhan juga semakin lambat dan rendah, begitupun sebaliknya.
5
MST
Gambar 1. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman per MST pada lahan kering Keterangan: Series1: Perlakuan P0 Series2: Perlakuan P1 Series3: Perlakuan P2 Series4: Perlakuan P3 Series5: Perlakuan P4 Perlakuan pada lahan basah juga menggambarkan nilai yang sama dimana pengaruh dosis P terhadap pertumbuhan vegetatif kedelai tidak begitu nyata. Kondisi ini terlihat dari Gambar 2 yang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar garis.
MST
Gambar 2. Grafik pertumbuhan vegetatif kedelai pada lahan jenuh air Jumlah Daun Trifoliat Jumlah daun trifoliat semakin bertambah seiring bertambahnya umur tanaman. Kondisi ini terjadi pada semua perlakuan yang dicobakan. Grafik pertumbuhan daun trifoliat kedelai di atas (Gambar 3) menggambarkan bahwa pupuk P tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter jumlah daun trifoliate pada lahan yang kering. Kondisi ini terlihat dari perbedaan garis yang tidak signifikan.
6
MST
Gambar 3. Grafik jumlah daun trifoliate kedelai pada lahan kering Hal serupa juga ditunjukkan pada lahan jenuh air yang memberikan deskripsi yang sama. Gambar 4 menunjukkan bahwa garis nilai tengah dari jumlah daun trifoliat tiap perlakuan memiliki ragam yang relatif kecil. Adapun selisih nilai tengah dari lahan kering dan lahan jenuh air juga relatif sedikit.
MST
Gambar 4. Grafik jumlah daun trifoliate per MST pada lahan jenuh air Jumlah Cabang Pertanaman saat Panen Berdasarkan data jumlah cabang kedelai pada lahan kering (Gambar 5), dapat diketahui bahwa nilai tengah untuk karakter jumlah cabang produktif dari dosis yang dicobakan berkisar antara 1,6333-3,6333. Perlakuan dosis dengan nilai tengah terendah untuk karakter jumlah cabang produktif yaitu P3 ( 1,6333 cabang), sedangkan perlakuan dosis dengan nilai tengah tertinggi yaitu P3 (3.6333 cabang). Adapun pada lahan jenuh air, jumlah cabang per perlakuan mulai dari P0 sampai P4 menunjukkan penurunan jumlah cabang produktif. Tampilan diagram dapat dilihat pada Gambar 6).
7
Gambar 5. Jumlah cabang kedelai pada lahan kering
Grafik 6. Grafik jumlah cabang per perlakuan pada lahan jenuh air Jumlah Buku Produktif Pengamatan karakter jumlah buku produktif memberikan hasil rataan jumlah buku produktif berbeda tiap perlakuan dosis P pada lahan kering (Gambar 7). Perbedaan paling signifikan adalah pada perlakuan P3 dimana pada dosis 150 kg P2O5/ha memberikan rataan jumlah produktif paling rendah. Kondisi ini sangat berbeda nyata dengan apa yang terjadi di lahan jenuh air, dimana perlakuan P3 memiliki rataan jumlah buku tertinggi dari semua perlakuan yang dicobakan (Gambar 8).
Gambar 7. Grafik jumlah buku produktif tiap perlakuan pada lahan kering
8
1
2
3
perlakuan
Grafik 8. Grafik jumlah buku produktif pada lahan jenuh air Jumlah Polong Isi dan Jumlah Polong Total Pengaruh pupuk P pada berbagai perlakuan untuk karakter polong isi menunjukkan adanya perbedaan yang cukup terlihat dari grafik polong isi pada lahan kering. Perlakuan P1 mempunyai nilai rataan paling tinggi dibandingkan nilai lainnya (Gambar 9). Hal ini sesuai dengan rekomendasi pemberian pupuk P di lahan kering. Menurut Balitan (2011) Pupuk P diberikan dalam bentuk pupuk tunggal SP-36 diberikan dengan dosis 0 – 50 kg/ha. Namun, hasil menunjukan hal berbeda dengan percobaan pada lahan jenuh air. Pada lahan jenuh air nilai tertinggi didapat oleh perlakuan P2 walaupun nilai rataan hasilnya tidak berbeda jauh.
Grafik 9. Jumlah polong isi pada lahan kering
Grafik 10. Jumlah polong isi pada lahan jenuh air
4
5
9
Bobot Brangkasan Panen Bobot brangkasan pada percobaan lahan kering (Gambar 11) mempunyai ragam yang lebih besar dibandingkan dengan pada budidaya jenuh air (Gambar 12) dimana fluktuasi bobot brangkasan cenderung hampir sama. Jika dibandingkan antar perlakuan, maka jumlah bobot yang terbesar adalah pada perlakuan P0 sebesar 367 gram dengan rata-rata per tanaman 61,17 gram. Hal ini terjadi karena pupuk P tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif dan bobot brangkasan saat panen. Selain itu, pada perlakuan P0 jumlah bintil akar lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Gambar 11. Bobot brangkasan tiap perlakuan pada lahan kering
Gambar 12. Grafik brangkasan tiap perlakuan pada lahan basah
KESIMPULAN Dosis pupuk P yang tepat pada kedelai berbiji besar pada budidaya kering adalah 50 kg P2O5/ha, sedangkan pada budidaya jenuh air adalah 100 kg P2O5/ha. Pengaruh pupuk P yang cukup nyata terhadap komponen produksi adalah meningkatnya jumlah polong isi per tanaman saat panen pada dosis yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto, T. 2007. Kedelai: Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta.
10
Aksi Agraris Kanisius. 2000. Kacang Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Baharsjah, J.S, D. Suardi dan I. Las. 1985. Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan kedelai, hal 87-102. Dalam : S. Soemaatmadja, M. Ismunaji, Sumarno, M. Syam, S.O Manurung dan Yuswadi (Eds). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembanan Tanaman Pengan. Bogor. Balai Penelitian Tanah. 2011. Rekomendasi pemupukan tanaman kedelai pada Berbagai tipe penggunaan lahan. Departemen Pertanian. 2009. Data Statistik Pertanian. http://database.deptan.go.id/bdsp/hasil_kom.asp. [22 Februari 2011] Harwono, D., J.R. Hidajad, dan Suyamto. 2007. Kebutuhan dan Teknologi Produksi Benih Kedelai. Hal 383-415. Dalam : Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds).Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian. Bogor. Silalahi, H. 2009. Pengaruh Inokulum Rhizobium dan Pupuk Posfat terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merril). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. 99 hal. Sutejo, MM., Kartasapoetra, A.G., Satroatmodjo, R.D.S. 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.