PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SURVIVAL RATE BENIH IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh : Marwa, Heru Salamet, dan Hariyano Abstrak Pakan adalah nama umum yang digunakan untuk menyebutkan makanan yang dimanfaatkan atau dimakan oleh hewan termasuk ikan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya, sehingga pakan yang diberikan harus mengandung kadar nutrisi yang memadai baik dalam jumlah dan kandungan nutrisinya, banyaknya pakan yang diberikan dalam bak pemeliharaan benih perlu diatur agar tidak berlebihan karena dapat memberikan dampak, baik terhadap kualitas pakan maupun lingkungan hidup benih itu sendiri jika tidak segera dikonsumsi. Oleh karena itu, pengaturan frekuensi pemberian pakan perlu dilakukan agar pakan yang diberikan dapat termanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan mandarin. Pada kegiatan ini dilakukan pemeliharaan benih ikan mandarin dengan frekuensi pemberian pakan (A1) 1x sehari; (A2) 2 x sehari; dan (A3) 3x sehari. Hasil yang diperoleh menunjukan, frekuensi pemberian pakan 3x sehari menghasilkan laju pertumbuhan benih ikan mandarin terbesar, tetapi tingkat kelangsungan hidup tertinggi dihasilkan oleh benih yang diberi pakan dengan frekuensi 1x sehari. Kata Kunci: Frekuensi Pakan, Benih Ikan Mandarin.
EFFECT OF FEEDING FREQUENCY TO THE GROWTH AND SURVIVAL RATE OF MANDARIN FISH FRY (Synchiropus splendidus) By : Marwa, Heru Salamet, Hariyano, dan Ramlan ABSTRACT Feed is the general name used to describe foods that utilized or eaten by animals including fish for survival and growth, so that the feed should contain adequate levels of nutrients in both the amount and nutritional content, the amount of feed given in tubs fry fish culture needs to be regulated so as not to overdo it because it can have an impact both on the quality of feed and fry fish the environment itself if not consumed immediately. Therefore, feeding frequency setting needs to be done so that the feed can be utilized optimally for the growth and survival of mandarin fish fry. Culture activities performed on the mandarin fish fry with feeding frequency ( A1 ) 1 times a day; ( A2 ) 2 times a day; and ( A3 ) 3 times a day. The results obtained show , 3 times a day feeding frequency resulted in the growth rate of the largest mandarin fish fry, but the highest survival rate of fish fry produced by fed with frequency 1 times a day. Keywords : Frequency of feed , Mandarinfish fry.
I. 1.1.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Balai Budidaya Laut Ambon sudah melakukan kegiatan pembenihan ikan mandarin dan berhasil dalam pemijahannya. Pemijahan ikan ini berhasil dilakukan secara massal dengan hasil capaian yaitu dengan induk sebanyak 300 ekor (jantan 150 ekor dan betina 150 ekor) dapat menghasilkan telur ratarata 4.200 butir setiap hari (Gani dan Bugis, 2012), selanjutnya dikemukakan bahwa, dengan jumlah induk yang terbatas dan teknologi yang sederhana dapat memproduksi ribuan benih ikan mandarin, dan untuk produksi benih yang optimal, selain dari peningkatan produksi telur juga harus dibarengi dengan peningkatan kelangsungan hidup larva maupun benih. Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah lingkungan dan makanan. Pakan adalah nama umum yang digunakan untuk menyebutkan makanan yang dimanfaatkan atau dimakan oleh hewan termasuk ikan untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Menurut Effendie (1997), Faktor dari luar yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan dan suhu perairan, selanjutnya Marwa (2009) mengatakan bahwa makanan sangat berperan dalam pertumbuhan yaitu untuk menyediakan bahan mentah bagi proses metabolisme guna menghasilkan sel-sel baru untuk jaringan, otot dan organ yang sedang tumbuh. Sehingga untuk mencapai laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang optimal, perlu diperhatikan pakan yang diberikan. Oleh karena itu pakan yang diberikan harus mengandung kadar nutrisi yang memadai baik dalam jumlah dan kandungan nutrisinya. Selain kandungan nutrisi, pakan yang diberikan juga sangat tergantung pada tingkatan stadia ikan (benih, juvenil maupun dewasa) yang dibudidayakan (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Perubahan ikan secara morfologi diantaranya adalah lebar bukaan mulut dan ukuran tubuh ikan yang semakin besar pada stadia benih membuat ukuran dan jumlah pakan yang dibutuhkan oleh ikan mandarin semakin bertambah besar pula, karena kebutuhan energi untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup semakin besar, dengan demikian Jumlah pakan yang harus diberikan semakin banyak pula. Banyaknya pakan yang diberikan dalam bak pemeliharaan benih perlu diatur agar tidak berlebihan karena dapat memberikan dampak, baik terhadap kualitas pakan maupun lingkungan hidup benih itu sendiri jika tidak segera dikonsumsi. Pakan yang dikonsumsi oleh benih ikan mandarin adalah jenis pakan hidup yang umumnya telah diberi pengkayaan fitoplankton dan multivitamin sebelum diberikan sebagai pakan. Jika waktu pemberiannya tidak diatur dengan baik dan diberikan dalam jumlah yang berlebihan maka fungsi bioenkapsulasi pada pakan hidup tersebut akan berkurang atau hilang sama sekali karena nutrisi yang diperoleh pada saat pengkayaan digunakan sendiri untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat berada dalam bak pemeliharaan benih dan tidak termakan dalam waktu yang relatif lama, sehingga kualitas pakan yang dikonsumsi oleh benih ikan mandarin menjadi lebih rendah yang dapat berakibat pada pertumbuhan benih tidak terjadi secara optimal. Oleh karena itu, pengaturan frekuensi pemberian pakan perlu dilakukan agar pakan yang diberikan dapat termanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan mandarin. 1.2.
Tujuan Tujuan dari perekayasaan ini adalah mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup (SR) benih ikan mandarin (Synchiropus splendidus). II. 2.1.
BAHAN DAN METODE Waktu Dan Tempat Kegiatan ini dilakukan pada bulan April – Juli 2013, di semi outdoor ikan hias.
2.2.
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan
No.
Alat dan Bahan
1.
Kontainer Plastik
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tanggo Selang Benang Ember Gayung Air Laut Air Tawar
8.
Pakan Hidup
9.
Fitoplankton
10. 11.
Plankton Net Alat hitung Zooplankton Ikan Mandarin
12.
Spesifikasi
Jumlah
Vol. 80 L
3 bh
Diameter ¼ “
2M
Rotifer dan Nauplii Artemia Nannochloropsis sp., Cocholithopore sp. Ukuran 80 mikron 1 unit Ukuran 2,5 – 4 mm
300 ekor
Kegunaan Wadah pemeliharaan benih. Peralatan kerja. Siphon kotoran. Peralatan kerja. Peralatan kerja. Media pemeliharaan benih. Membersihkan peralatan kerja. Pakan benih ikan Mandarin. Bahan pengkayaan rotifer. Menyaring pakan hidup Menghitung kepadatan pakan Objek pengamatan
2.3.
Cara Kerja Kegiatan ini bersifat eksperimen dengan cara mengamati perkembangan benih ikan mandarin yang dipelihara dengan frekuensi pemberian pakan hidup yang berbeda. Untuk memperoleh data pertumbuhan dan tingkat kelulusan hidup benih ikan mandarin, dilakukan beberapa tahapan seperti di bawah ini: a.)
Persiapan Kegiatan ini dilakukan di semi indoor ikan hias BBL Ambon. Diawali dengan mempersiapkan bahan uji berupa benih ikan mandarin yang diperoleh dari hasil pemijahan secara alami di BBL Ambon. Benih dimasukkan kedalam 3 buah kontainer plastik volume 80 liter yang diisi 65 liter air laut. Setiap kontainer ditebar benih sebanyak 100 ekor. b.)
Pemeliharaan Benih Pemeliharaan benih dilakukan dengan cara sebagai berikut. Benih dipelihara dengan sistem sirkulasi air terbuka, penyiphonan dilakukan saat dasar wadah pemeliharaan kotor dan pencucian wadah dilakukan setiap 3 hari sekali. Pakan diberikan setiap hari dengan perlakuan frekuensi pemberian sebagai berikut: A1. 1 kali sehari A2. 2 kali sehari A3. 3 kali sehari Pemberian pakan diberikan dalam jumlah yang sama dan jenis pakan (rotifer dan nauplii aertemia) disesuaikan dengan lebar bukaan mulut.
c.)
Pengambilan Data Data yang diperoleh dari kegiatan ini adalah berupa panjang total benih setiap 2 minggu untuk mengetahui laju pertumbuhan dan jumlah benih pada awal dan akhir pemeliharaan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup benih. 2.4.
Analisa Data
1.
One Way ANOVA Untuk menguji hipotesis adanya pengaruh frekuensi pembenian pakan terhadap laju pertumbuhan benih ikan mandarin, digunakan analisis data One Way Analysis Of Variance (one way ANOVA) yang diolah dengan program Excell. 2. Laju Pertumbuhan Mutlak (Absolute Growth Rate) Perhitungan laju pertumbuhan Mutlak lebih instruktif dibanding ukuran yang lain, di mana pada saat pertumbuhan terjadi secara linier (Fuiman and Werner, 2002). Model tersebut adalah:
Lt2 - Lt1 AGR = t2 – t1
Dimana :
3.
AGR Lt1 Lt2 t1 t2
= = = = =
Laju Pertumbuhan Mutlak Panjang pada waktu t1 (mm) Panjang pada waktu t2 (mm) Waktu Pengukuran ke-1 Waktu Pengukuran ke-2
Kelangsungan Hidup (SR) Survival Rate (SR) benih dihitung dengan menggunakan Formula: Jumlah Benih Akhir Survival Rate (SR)
=
x 100% Jumlah Benih Awal
III. 3.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Berdasarkan hasil pemeliharaan benih ikan mandarin dengan frekuensi pakan berbeda, diperoleh data pertumbuhan seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Pertumbuhan Panjang Total Benih Ikan Mandarin dengan Frekuensi Pakan Berbeda. Panjang Total Waktu (mm) (minggu) 1x sehari 2x sehari 3x sehari 0 3,50 3,25 3,15 2 6,00 6,60 5,91 4 8,41 8,74 8,97 6 10,87 11,60 11,78 8 13,02 14,00 14,38 Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada akhir kegiatan, panjang total benih tertinggi diperoleh pada perlakuan frekuensi pakan 3x sehari dengan panjang total 14,38 mm, kemudian secara berturut-turut diikuti oleh perlakuan 2x sehari dan 1x sehari yaitu 14,00 mm dan 13,02 mm.
Panjang Total (mm)
15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2
1x sehari 2x sehari 3x sehari
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Waktu (minggu)
Gambar 1. Grafik Petumbuhan Benih Ikan Mandarin dengan Frekuensi Pakan Berbeda. Survival rate (SR) benih yang diperoleh menunjukkan hal yang bertolak belakang dengan panjang total, yang mana SR tertinggi diperoleh pada frekuensi 1x sehari yaitu 77% kemudian secara berturutturut diikuti oleh 2x sehari (72%) dan 3x sehari (52%). Tabel 3. Jumlah Benih ikan mandarin. Frekuensi Pakan
Uraian 1x sehari
2x sehari
3x sehari
Jumlah awal (ekor)
100
100
100
Jumlah Akhir (ekor)
77
72
52
3.2. PEMBAHASAN 3.2.1. Pertumbuhan Ikan memerlukan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya, Makanan sangat berperan dalam pertumbuhan yaitu menyediakan bahan mentah untuk proses metabolisme guna menghasilkan sel-sel baru untuk jaringan, otot dan organ yang sedang tumbuh. Oleh karena itu, benih ikan mandarin yang diberi pakan hidup dengan frekuensi pakan berbeda mengalami pertumbuhan yang ditandai dengan pertambahan ukuran panjang total benih namun berdasarkan analisis sidik ragam, menunjukkan nilai Fhit < Ftab (0,05) yang berarti bahwa pertumbuhan benih ikan mandarin yang diberi pakan dengan frekuensi berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda. Hal ini diduga karena walaupun frekuensi pakan yang diberikan berbeda, tetapi mempunyai jumlah yang sama pada ketiga perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diberikan mempunyai kandungan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan benih ikan mandarin. Tetapi berdasarkan hasil yang diperoleh diakhir kegiatan menunjukkan bahwa panjang total benih yang dipelihara dengan frekuensi pemberian pakan 3x sehari mempunyai panjang total yang lebih besar daripada 2x sehari dan 1x sehari. Perbedaan panjang total benih pada akhir kegiatan diasumsikan karena pakan hidup yang digunakan untuk pemeliharaan terlebih dahulu ditampung dan diberi pengkayaan fitoplankton, sehingga benih yang diberi pakan 1x sehari langsung diberikan secara keseluruhan pada pagi hari dan apabila ada pakan (rotifer/naupli artemia) yang tidak/belum termakan pada pagi hari akan tetap bertahan hidup dalam bak pemeliharaan benih tanpa makanan sampai sore hari, dan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pemeliharaan, aktivitas, dan pertumbuhan, maka rotifer/naupli artemia tersebut akan
menggunakan energi yang ada dalam tubuhnya. Dengan demikian, nutrisi yang diperoleh pada saat pengkayaan digunakan sendiri oleh rotifer/naupli artemia sehingga pada sore hari kandungan nutrisinya telah berkurang. Dengan kata lain, kualitas pakan yang dikonsumsi pada siang dan sore hari telah menurun. Berbeda dengan benih yang diberi pakan 3x sehari, pakan yang diberikan setiap pemberian mempunyai kandungan nutrisi yang baik karena diambil dari bak pengkayaan sehingga dari segi kandungan nutrisi lebih berkualitas daripada frekuensi 1x dan 2x sehari, karena selain jumlah makanan, untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan, kualitas makanan dalam hal ini adalah kandungan nutrisi sangat berpengaruh. Hal ini dibuktikan dengan melihat nilai laju pertumbuhan mutlak benih ikan mandarin yang diberi pakan dengan frekuensi 3x sehari (0,20 mm/hari) lebih besar daripada rekuensi 2x dan 1x sehari yang secara berturut-turut adalah 0,19 mm/hari dan 0,17 mm/hari. 3.2.2. Survival Rate (SR) Tingginya SR benih yang dipelihara dengan frekuensi pakan 1x diduga karena adanya persaingan ruang akibat kepadatan yang tinggi, yang dapat meningkatkan stress pada benih. menurut Sadovy et. al., (2004) ikan mandarin akan mengeluarkan lendir yang berbau tidak menyenangkan dan rasanya pahit, dikatakan pula bahwa mereka juga mempunyai lapisan pada kulitnya yang memproduksi dan mengeluarkan racun. Sekresi tersebut digunakan untuk menjauhkan diri dari predator atau pesaing lainnya. Diduga akibat stress dengan kepadatan yang tinggi dan penanganan benih ketika penyiphonan atau pembersihan wadah pemeliharaan, sehingga benih ikan mandarin mengeluarkan banyak lendir yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup benih dalam wadah pemeliharaan. Jumlah benih yang diberi pakan 1x lebih banyak bertahan hidup karena ukuran benih yang lebih kecil dari perlakuan lainnya sehingga sehingga pada luasan areal yang sama, lebih banyak benih yang dapat tertampung bila dibandingkan dengan benih yang berukuran lebih besar pada perlakuan 2x dan 3x sehari. Sadovy et. al., (2004) mengemukakan bahwa ikan mandarin mempunyai pergerakan yang lamban, pemalu dan kebanyakan pasif. Sifat pasif dari ikan mandarin inilah yang membuat ikan ini membutuhkan luasan area tertentu untuk dapat mempertahankan hidupnya, terkait dengan ruang gerak dan volume media pemeliharaan untuk batas toleransi terhadap pengaruh lendir yang dikeluarkan. Frekuensi 3x sehari mempunyai ukuran benih yang lebih besar sehingga membutuhkan ruang yang lebih luas untuk masing-masing individu, oleh karena itu, pada luasan area yang sama hanya dapat menampung lebih sedikit benih. Dengan demikian perlu diketahui padat penebaran benih yang terbaik untuk memperoleh tingkat kelangsungan hidup tertinggi bagi benih ikan mandarin. Selain daripada itu, faktor suhu sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup benih, dimana pada pemeliharaan benih ikan mandarin ini, terjadi fluktuasi suhu pada siang dan malam (27 – 300C), namun untuk meminimalkan hal tersebut dilakukan pemeliharaan sistem sirkulasi terbuka. Dan fluktuasi suhu tersebut diduga sebagai salah satu penyebab ikan menjadi stres yang dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mengakibatkan kematian. IV. 4.1.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil yang di peroleh, maka dapat disimpulkan bahwa frekuensi pemberian pakan 3x sehari menghasilkan laju pertumbuhan benih ikan mandarin yang terbesar, tetapi tingkat kelangsungan hidup yang tertinggi dihasilkan oleh benih yang diberi pakan dengan frekuensi 1x sehari.
4.2.
Saran Memperhatikan hasil yang diperoleh maka disarankan melakukan percobaan untuk mengetahui padat penebaran benih ikan mandarin guna menekan tingkat stress pada benih sehingga dapat meningkatkan SR benih ikan mandarin.
DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta Effendie , I. M. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Fuiman, L. A. and Werner R.G. 2002. Fishery Science The Unique Contributions of Early life stages. Blackwell Science Ltd. Oxford. Gani, A. dan Bugis, C. 2012. Pembenihan ikan Mandarin. Laporan Tahunan 2012 BBL Ambon. Ambon. Marwa. 2009. Pengaruh substitusi pakan buatan dengan Kuning telur terhadap perkembangan larva kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Tesis. Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Pattimura. Ambon Sadovy, Y., J. Randall, M. Raotto. 2004. Skin structure in six dragonet species (Gobiesociformes; Callionymidae): interspecific differences in glandular cell types and mucus secretion. Journal of Fish Biology, 66: 1411-1418.