perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH DENSITAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L ) TUMPANGSARI SECARA ADDITIVE SERIES DENGAN KACANG TANAH (Arachis hipogeae L) TERHADAP HASIL
SKRIPSI Oleh : MAYER NUGROHO UTAMA H 0107017 Fakultas Pertanian UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH DENSITAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L ) TUMPANGSARI SECARA ADDITIVE SERIES DENGAN KACANG TANAH (Arachis hipogeae L) TERHADAP HASIL yang dipersiapkan dan disusun oleh
MAYER NUGROHO UTAMA H 0107017
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 31 Agustus 2012 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Tim Penguji
Ketua
Anggota I
Anggota II
Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS
Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP.
Ir. Sri Hartati, MP.
NIP 19590711198403002
NIP 19480426 1976091001
NIP. 195705201980032002
Surakarta, Desember 2012 Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. NIP 195602251986011001 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan karunia, nikmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Densitas Tanaman Jagung (Zea Mays L ) Tumpangsari Secara Additive Series dengan Kacang Tanah (Arachis Hipogeae L) Terhadap Hasil”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian UNS. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dr. Ir. Pardono, MS selaku Ketua Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS Selaku Dosen Pembimbing Utama 4. Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP selaku Dosen Pembimbing Pendamping. 5. Ir. Sri Hartati, MP selaku Dosen Pembahas. 6. Dr. Ir. Subagya, M.S selaku Dosen Pembimbing Akademik. 7. Bapak dan Ibu tercinta atas doa dan motivasinya. 8. Teman-teman Agronomi 2007 yang membantu dalam segala hal. 9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan karya ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Surakarta, September 2012 Penulis commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................viii RINGKASAN .................................................................................................... ix SUMMARY .......................................................................................................... xi I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 A. Latar Belakang ........................................................................................ 1 B. Perumusan Masalah …………………………………………………. 3 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5 A. Tumpangsari............................................................................................ 5 B. Jagung...................................................................................................... 7 C. Kacang Tanah ......................................................................................... 9 D. Tumpangsari Kacang Tanah Dengan Jagung ..................................... 11 E. Hipotesis ................................................................................................. 15 III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 16 A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 16 B. Bahan dan Alat Penelitian ..................................................................... 16 C. Rancangan Penelitian ............................................................................ 16 D. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 17 E. Variabel Pengamatan ............................................................................. 19 F. Analisis Data .......................................................................................... 20 commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH DENSITAS TANAMAN JAGUNG (Zea mays L ) TUMPANGSARI SECARA ADDITIVE SERIES DENGAN KACANG TANAH (Arachis hipogeae L) TERHADAP HASIL 1) Mayer Nugroho Utama 2), Supriyono 3), Djoko Purnomo 4)
Abstrak Penelitian bertujuan untuk untuk mengetahui densitas ideal tumpangsari jagung pada kacang tanah tanpa menurunkan hasil kacang tanah. Penelitian di dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Januari di Pusat Penelitian Lahan Kering Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, Kecamatan Jumanto, Kabupaten Karanganyar. Penelitian disusun dalam RAKL dengan menggunakan faktor tunggal berupa jarak tanam yaitu monokultur jagung (40 cm x 60 cm) dan monokultur kacang tanah (20 cm x 20 cm), jarak tanam jagung dalam pertanaman kacang tanah 20 cm x 60 cm, 40 cm x 60 cm, 60 cm x 60 cm, 80 cm x60 cm dan 120 cm x 60 cm, dan masing-masing jarak tanam diulang 4 kali. Variabel penelitian meliputi jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, berat 100 biji, bobot biji per tanaman, produksi biji, biomassa tanaman kacang tanah, tinggi tanaman untuk kacang tanah, sedangkan untuk jagung meliputi diameter batang tanaman, bobot biji per tanaman, produksi biji, berat segar brangkasan per tanaman. Analisis data dilakukan dengan uji F pada taraf 5% dan apabila beda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil tanaman kacang tanah tumpangsari secara additive series diantara tanaman jagung dengan jarak tanam 60 x 60 cm (1,9 ton/ha), 60 x 80 cm (1,6 ton/ha), 120 x 60 cm (1,8 ton/ha) tidak menurunkan hasil biji (monokultur kacang tanah 20 x 20 cm adalah sebesar 2,0 ton/ha). selain itu, hasil tanaman jagung tumpangsari secara additive series diantara tanaman kacang tanah dengan jarak tanam 60 x 60 (5,9 ton/ha), dan 120 x 60 cm (6,6 ton/ha) ternyata tidak lebih rendah di banding tanaman monokultur jagung dengan jarak tanam 40 x 40 cm (6,5 ton/ha). Tumpangsari jagung dengan jarak tanam 120 cm x 60 cm (6,6 ton/ha) bahkan lebih tinggi daripada kontrol.
Kata kunci : Tumpang sari, jarak tanam, hasil kacang tanah dan jagung 1) Disampaikan pada seminar hasil penelitian ketinggian media sarjana Jurusan/Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2) Mahasiswa Jurusan/Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H 0107017 3) Pembimbing Utama 4) Pembimbing Pendamping
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permintaan biji jagung di Indonesia akan terus meningkat sejalan dengan jumlah penduduk dan jenis produk berbahan baku jagung yang terus bertambah. PT Monsanto (2002) memproyeksikan permintaan jagung pada tahun 2005 sebesar 18,354 juta ton dan pada tahun 2010 sebesar 33,903 juta ton. Pada periode tahun 1990 – 2000 konsumsi jagung di Indonesia meningkat dengan laju rata-rata 7,21 persen per tahun, tetapi laju peningkatan produksi lebih rendah, rata-rata 4,0 persen per tahun. Akibatnya, sampai dengan tahun 2000 Indonesia masih harus impor jagung lebih kurang 3,2 juta ton. Impor jagung diperkirakan masih akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Selain jumlah, kebutuhan jagung di Indonesia juga belum dapat dipenuhi dari segi waktu maupun mutu (Ditjen Tanaman Pangan, 2006) Disamping itu kacang tanah juga merupakan salah satu tanaman kacangkacangan yang banyak dibutuhkan dalam menu makanan sehari-hari dan bahan baku industri. Konsumsi kacang tanah semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan kebutuhan gizi,diversifikasi pangan dan peningkatan kapasitas industri pangan dan pakan ternak. Kesinambungan produksi bahan baku kedua komoditas tersebut akan dapat dicapai antara lain dengan (1) mengatur pola tanam sesuai keadaan iklim di wilayah pengembangan dan (2) mengintensifkan penggunaan lahan melalui sistem bertanam ganda (multiple cropping); diantaranya dengan tumpang sari (intercropping). Indonesia memiliki wilayah dengan tipe iklim yang luas, mulai dari iklim tropik basah hingga kering sehingga memungkinkan penanaman jagung dan kacang tanah yang berkesinambungan. Di berbagai daerah baik di Pulau Jawa maupun luar Jawa telah terdapat sekitar 1,03 juta hektar tanaman jagung di lahan
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
kering, tumpang sari dengan tanaman lain juga masih memungkinkan untuk memperluas areal (Suwarto, 2005). Tumpang sari (intercropping) oleh Francis (1986) diartikan sebagai menanam dua atau lebih jenis tanaman secara bersamaan di lahan yang sama. Intensifikasi tumpang sari terjadi dalam hal pemanfaatan waktu dan ruang tumbuh. Dalam tumpang sari dapat terjadi interaksi kompetisi antartanaman selama atau di sebagian periode pertumbuhannya. Tumpang sari adalah kegiatan penanaman dua jenis tanaman atau lebih di lahan dan waktu yang bersamaan dengan alasan utama adalah untuk meningkatkan produktivitas per satuan luas lahan (Francis, 1986 dan Sullivan, 2003). Ketika dua atau lebih jenis tanaman tumbuh bersamaan akan terjadi interaksi, masing-masing tanaman harus memiliki ruang yang cukup untuk memaksimumkan kerjasama (cooperation) dan meminimumkan kompetisi (competition). Oleh karena itu, dalam tumpang sari perlu dipertimbangkan berbagai hal yaitu (1) pengaturan jarak tanam, (2) populasi tanaman, (3) umur panen tiap- tiap tanaman, dan (4) arsitektur tanaman (Sullivan, 2003). Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisanbarisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsari dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh pertumbuhan dan produksi secara optimal. Kesuburan tanah mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari persaingan (penyerapan hara dan air) pada satu petak lahan antar tanaman. Pada pola tanam tumpangsari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal. Pola tanam tumpangsari merupakan salah satu upaya antisipasi adanya hama penyakit tidak lain adalah untuk mengurangi resiko serangan hama maupun penyakit. Sebaiknya ditanam tanam-tanaman yang mempunyai hama maupun penyakit berbeda, atau tidak menjadi inang dari hama maupun penyakit tanaman lain yang ditumpangsarikan. Sistem tanam tumpangsari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpangsari antara lain: 1) akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun penyerapan sinar matahari), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas, 4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal dan 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah (Warsana 2009).
B. Perumusan Masalah Kacang tanah merupakan tanaman C3 sehingga sampai dengan batas tertentu pengurangan penyinaran tidak menurunkan hasil. Penyinaran penuh dengan intensitas yang tinggi justru menyebabkan fotorespirasi sehingga hasil fotosintat menurun. Tumpang sari jagung secara tidak langsung dapat mengurangi penyinaran terhadap kacang tanah sehingga sampai batas tertentu keberadaan jagung tidak menurunkan hasil kacang tanah. Tanaman jagung merupakan jenis tanaman dengan sistem perakaran dalam, sedangkan kacang tanah memiliki sistem perakaran yang dangkal, sehingga persaingan untuk memperoleh unsur hara dan air antara jagung dengan kacang tanah jika kedua tanaman ini di tanam secara tumpang sari akan lebih kecil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Persaingan nantinya akan banyak terjadi pada sistem penyebaran akarnya yang sejenis. Tajuk tanaman antara dua tanaman ini juga berbeda sehingga memperkecil terjadinya kompetisi dalam memperoleh cahaya matahari. Dengan menggunakan sistem tumpang sari secara additive series (penambahan) diharapkan dapat meningkatkan kualitas produksi tanaman jagung dan juga kacang tanah dimana kacang tanah merupakan tanaman yang bila diberikan naungan atau pengurangan penyinaran tidak menurun hasilnya. Sehingga dengan sistem tumpang sari secara deret penambahan (additive series) dapat dihasilkan lebih dari satu komoditas tanaman untuk di produksi, dalam hal ini jagung dan kacang tanah sebagai tanaman pendamping. Bahkan tumpang sari yang dilakukan antara jagung pada pertanaman kacang tanah me miliki beberapa keuntungan yaitu : menekan serangan hama jagung, memberi tambahan gizi, memelihara kesuburan tanah, dapat memberikan tambahan pendapatan dan produksi. Rumusan masalah yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Apakah tumpangsari jagung secara deret penambahan pada pertanaman kacang tanah berpengaruh teradap pertumbuhan dan hasil kedua tanaman? 2. Apakah tumpangsari jagung dan kacang tanah bersifat komplementer?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui densitas tumpang sari jagung yang tidak menurunkan hasil kacang tanah. 2. Mempelajari hubungan tanaman jagung dan kacang tanah dalam sistem tumpangsari untuk memperoleh hasil yang optimum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tumpangsari Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisanbarisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. (Warsana, 2009). Dalam sistem pola tanam tumpangsari terdapat berbagai macam sistem dalam pola tanamnya. Penggolongan sistem pola tanam tumpangsari antara lain : 1. Mixed Cropping merupakan penanaman jenis tanaman campuran yang ditanam dilahan yang sama, pada waktu yang sama atau dengan jarak/interval waktu tanam yang singkat, dengan pengaturan jarak tanam yang sudah ditetapkan dan populasi didalamnya sudah tersusun rapi. Kegunaan sistem ini dalam substansi pertanian adalah untuk mengatur lingkungan yang tidak stabil dan lahan yang sangat variable, dengan penerapan sistem ini maka dapat melawan/menekan terhadap kegagalan panen total. Pada lingkungan yang lebih stabil dan baik total hasil yang diperoleh lebih tinggi pada lahan tersebut, sebab sumber daya yang tersedia seperti cahaya, unsur hara, nutrisi tanah dan air lebih efektif dalam penggunaannya (Beets, 1982 dalam blog mahasiswa Universitas Sriwijaya). 2. Relay Cropping merupakan sistem pola tanam dengan penanaman dua atau lebih tanaman tahunan. Dimana tanaman yang mempunyai umur berbuah lebih panjang ditanam pada penanaman pertama, sedang tanaman yang ke-2 ditanam setelah tanaman yang pertama telah berkembang atau mendekati panen. Kegunaan dari sistem ini yaitu pada tanaman yang ke dua dapat melindungi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
lahan yang mudah longsor dari hujan sampai selesai panen pada tahun itu (del Castillo, 1994 dalam blog mahasiswa Universitas Sriwijaya). 3. Strip Cropping/Inter Cropping adalah sistem format pola tanam dengan penanaman secara pola baris sejajar rapi dan konservasi tanah dimana pengaturan jarak tanamnya sudah ditetapkan dan pada format satu baris terdiri dari satu jenis tanaman dari berbagai jenis tanaman. Kegunaan sistem ini yaitu biasanya digunakan pada tanaman yang mempunyai umur berbuah lebih pendek, sehingga dalam penggolahan tanah tidak sampai membongkar lapisan tanah yang paling bawah/bedrock, sehingga dapat menekan penggunaan waktu tanam (Beets, 1982 dalam blog mahasiswa Universitas Sriwijaya). 4. Multiple Cropping merupakan sistem pola tanam yang mengarahkan pada peningkatan produktivitas lahan dan melindungi lahan dari erosi. Teknik ini melibatkan tanaman percontohan, dimana dalam satu lahan tumbuh dua atau lebih tanaman budidaya yang mempunyai umur sama serta pertumbuhan dari tanaman tersebut berada pada lahan dan waktu tanam yang sama, dalam satu baris tanaman terdapat dua atau lebih jenis tanaman (del Castillo, 1994 dalam blog mahasiswa Universitas Sriwijaya) Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsari dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh pertumbuhan dan produksi secara optimal. Kesuburan tanah mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari persiangan (penyerapan hara dan air) pada satu petak lahan antar tanaman. Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relative dangkal. (Warsana, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
B. Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya) (Anonim,2012) Tanaman jagung termasuk Class monocotyledone, ordo graminae, familia graminaceae, genus zea, species Zea mays L ( Insidewinme, 2007) dan merupakan tanaman berumah satu (monoecious), bunga jantan (staminate) terbentuk pada malai dan bunga betina (tepistila) terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi masih dalam satu tanaman (Subandi, 2008). Jagung tergolong tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan baik pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat tanaman jagung sebagai tanaman C4, antara lain daun mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi rendah, efisien dalam penggunaan air (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae
yang
mempunyai
batang
tunggal,
meski
terdapat
kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu. Hasil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
dan bobot biomas jagung yang tinggi akan diperoleh jika pertumbuhan tanaman optimal. Untuk itu diperlukan pengelolaan hara, air, dan tanaman dengan tepat. Pengelolaan hara dan tanaman yang mencakup pemupukan (waktu dan takaran), pengairan, dan pengendalian gulma harus sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman. Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Anonim, 2012). Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung adala tanah gembur dan subur karena tanah ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asalkan dapat mengelolanya dengan baik. Tanah dengan tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhan jagung. Kemasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung berkisar antara 5.6-7,5. Sushu optimum untuk pertumbuhan jagung berkisar antara 24-300C, sedangkan suhu optimum untuk pembungaan dan pemasakan berkisar antara 20-320C. Tanaman ini tumbuh baik pada curah hujan 100-125 mm/bulan dengan distribusi tahunan merata. Untuk memperoleh hasil yang baik, tanaman jagung menghendaki keadaaan air yang cukup terutama pada fase pembungaan hingga pemasakan biji (Anonim, 2012) C. Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman polongpolongan atau legum kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Republik Rakyat Cina dan India merupakan penghasil kacang tanah terbesar dunia. Tanaman ini adalah satu di antara dua jenis tanaman budidaya (yang lainnya adalah "kacang bogor", Voandziea subterranea) yang buahnya mengalami pemasakan di bawah permukaan tanah. Jika buah yang masih muda terkena cahaya, proses pematangan biji terganggu (Adisarwanto dkk. 1993) Sebagai tanaman budidaya, kacang tanah terutama dipanen bijinya yang kaya protein dan lemak. Biji ini dapat dimakan mentah, direbus (di dalam polongnya), digoreng, atau disangrai. Di Amerika Serikat, biji kacang tanah diproses menjadi semacam selai dan merupakan industri pangan yang menguntungkan. Produksi minyak kacang tanah mencapai sekitar 10% pasaran minyak masak dunia pada tahun 2003 menurut FAO. Selain dipanen biji atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
polongnya, kacang tanah juga dipanen hijauannya (daun dan batang) untuk makanan ternak atau merupakan pupuk hijau. Tanaman ini merupakan herba monocious, menjalar sampai tegak dengan tingghi berkisar antara 15-70 cm. Perakarannya terdiri atas satu kar tunggang yang tumbuh baik disertai akar lateral yang banyak dan mampu menembus sampai kedalaman 2 m. Tanaman ini tidak mempunyai rambut akar, tetapi mempunyai bintil-bintil akar yang berfungsi sebagai penambat nitrogen. Batang utama berasal dari epikotil yang berisi kaping biji di kedua sisi pada dua buku pertama. Percabangan dimorfik dengan cabang-cabang vegetatif dan cabangcabang reproduktif yang memendek. Semua cabang vegetatif mempunyai daun sisik yang disebut katafil dan letaknya berhadapan dengan buku kedua dari cabang itu. Cabang-cabang vegetative sekunder atau tersier akan muncul dari cabang-cabang vegetatif primer. Daun-daun yang berada padabatang utama tersusun spiraldengan filotaksis 2/5, daun-daun tersebut akan beranak daun empt helai (tetrafoliet) terdiri atas dua pasang yang saling berhadapan, berbentuk bulat telur terbalik (Rahmat, 2003). Bunga terbentuk satu-satu baik dari ketiak katafil maupun di ketiak daun biasa pada cabang vegetatif. Pada beberapa forma, pembungaan tersebut berada pada buku yang lebih tinggi pada batang utama. Masing-masing pembungaan akan memiliki satu sampai lima kuntum bunga. Bunga duduk tersusun atas sejumlah hifantium berbentuk tabung yang panjangnya 4-6 cm. Hifantium adalah gabungan bagian pangkal kelopak, mahkota, dan tabung sari. Bagian atas hifantium menyanggaa cuping-cuping yang melebar dari kelima lembar kelopak dan mahkota. Warna mahkota bervariasi dari kuning coklat sampai jinga merah. Tangkai sari berjumlah sepuluh, bakal bunga terletak diatas (superior ovary) yang terdiri atas satu daun bunga duduk dan berisi 1-6 bakal biji. Setelah terjadi pembuahan, dibagian pangkal bakal buah muncul suatu bentukkan yang mirip tangkai yang disebut ginofor. Ginofor ini tumbuh ke arah tanah dengan mmbawa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
bakal buah pada bagian ujungnya yang kemudian akan mengeras menjadi topi pelindung, sementara gonofor tersebut akan tumbuh menembus tanah. Panjang ginofor tersebut tergantung pada jarak awal bunga itu dari tanah tetapi tidak akan lebih dari 15 cm. Setelah mencapai tanah ginofor akan berkembang membentuk buah setelah ujung ginofor membengkak dengan cepat. Buah yang telah tua tersebut dinamakan polong. Kacang tanah memerlukan tanah yang gembur dan cukup kering untuk pertumbuhannya karena polongnya berkembang dlam tanah dan perlu pencabutan pada saat panen. Namun demikian, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang lebih berat. Untuk pertumbuhan yang optimal, pH tanah hendaknya berkisar antara 5,5-6,5. Suhu rata-rata optimum untuk pertumbuhan adalah 30o dan pertumbuhan akan terhenti pada suhu 15oC. Curah hujan antara 500 mm sampai 600 mm yang cuckup tersebar merata selama musim pertumbuhan akar dapat memberikan hasil yang memuaskan (Judjadi dan Supriati, 2010) D. Tumpang sari Jagung dengan Kacang Tanah Sistem tumpangsari yang dilakukan pada penelitian ini merupakan sitem tumpangsari secara additive series (deret penambahan) dimana tanaman pokok ditanam dengan jarak tanam normal kemudian secara bertahap disisipi tanaman sela, sehingga tentu saja diperoleh hasil tambahan. Pada sistem tumpangsari akan terjadi interaksi antar tanaman komponen tumpangsari, sebagai reaksi tanaman
terhadap
lingkungan yang berubah karena kehadiran
tanaman
lainnya. Kompetisi antara dua tanaman akan terjadi apabila tanaman tersebut tumbuh
berdekatan
sedangkan
unsur-unsur
utama
yang dibutuhkan
tersedia dalam jumlah terbatas (Midmore, 1993). Jika unsur utama tersebut berada dalam jumlah yang cukup, maka pertumbuhan tanaman tidak akan dipengaruhi, sehingga peristiwa ini disebut interfensi non-kompetitif. Kalau salah satu faktor tumbuh tersebut berada dalam keadaan terbatas, tanaman yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
lebih tinggi kemampuannya dalam menyerap unsur hara yang jumlahnya terbatas, akan tumbuh lebih baik dibandingkan tanaman lainnya, keadaan ini disebut interferensi kompetitif. Tanaman komponen sistem tumpangsari ada yang
mampu mengeksploitasi
faktor-faktor
tumbuh yang tersedia dengan
cara yang berbeda atau satu tanaman dapat menolong tanaman yang lainnya dengan cara mensuplai salah mensuplai
sebagian
N
satu
faktor
(misalnya
kacang-kacangan
yang dihasilkan melalui fiksasi N kepada tanaman
bukan kacang). Peristiwa ini disebut interferensi tambahan (komplementer) (Dahono, 1984 dalam thesis Universitas Udayana). Haryadi (1991) menyatakan interaksi mungkin saja muncul melalui cara lainnya, bahan beracun yang dikeluarkan oleh akar salah satu bahan tanaman atau dihasilkan mempengaruhi
oleh
daya berkecambah
dekomposisi dan
residu
pertumbuhan
salah
satunya
tanaman
yang
ditumpangsarikan disebut allelopathi. Substansi kimia yang dilepas satu tanaman mungkin menghalangi tanaman lainnya diluar yang melepaskan substansi itu atau mungkin lebih kuat untuk menghalangi tanaman penghasil tanaman itu sendiri. Substansi beracun mungkin dilepaskan yang mungkin diubah menjadi substansi aktif oleh beberapa mikroorganisme. Tipe dan kuantitas allelokimia yang dihasilkan akan bervariasi tergantung pada lingkungan dan genetis yang melingkupi tanaman itu. Tanaman akan dapat tumbuh dan memberikan hasil yang sesuai dengan yang
diharapkan
apabila
syarat
tumbuh
tanaman
tersebut
dipenuhi.
Cahaya merupakan salah satu unsur iklim penting yang diperlukan tanaman dalam proses fotosintesis sehingga akan mempengaruhi penyediaan asimilat pada organ-organ tertentu pada tanaman. Setiap kelompok tanaman memiliki sekumpulan ciri khas berbeda, baik ditinjau dari fisiologi maupun anatomi. Kompetisi terhadap faktor tumbuh yang jumlahnya terbatas pada system tumpangsari dapat diperkecil dengan pemilihan jenis tanaman, pengaturan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
jarak tanam, waktu tanam, populasi tanaman, dan perhatian terhadap tinggi serta umur tanaman yang ditumpangsarikan (Midmore, 1993). Syarat tanaman yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam sistem tumpangsari adalah tanaman yang mempunyai tipe pertumbuhan yang pendek, mahkota daun kecil, tidak banyak cabang, umur genjah, tahan terhadap serangan hama dan penyakit,
hasil
tinggi dan
tidak peka
terhadap
lamanya
penyinaran matahari. Sifat tipe pertumbuhan pendek, mahkota daun kecil dan tidak banyak cabang merupakan sifat sistem tumpangsari karena dikombinasikan
tanaman
yang dapat yang
menunjang penyusunan
bersifat
seperti
ini
apabila
sedikit menghalangi sinar matahari tanaman di bawahnya
(Thahir dan Hadmadi, 1985). Pada
sistem monokultur
tanaman tersebut populasi
per
satuan
populasi luas,
tanaman merupakan jumlah
sedangkan pada sistem tumpangsari
tanaman adalah jumlah keseluruhan tanaman (kombinasi semua
tanaman) dalam satu areal. Peningkatan hasil per satuan luas adalah sejalan dengan peningkatan
populasi,
sedangkan
hasil
per
individu
tanaman
menurun karena adanya kompetisi air, unsur hara dan cahaya matahari. Keberhasilan
sistem tumpangsari berdasarkan aspek biologis ditentukan oleh
pemilihan jenis tanaman yang
sesuai.
Tumpangsari
serealia
dengan
kacang-kacangan sangat umum dilakukan karena disamping diversifikasi tanaman
yang
ideal
(masing-masing sebagai
sumber
karbohidrat
dan
protein nabati), kacang-kacangan mempunyai keperluan terbatas terhadap air, hara, cahaya dan kemampuan adaptasi serta kemampuan menambat N
dari
udara
Kemampuan masukan
melalui
simbiosis
kacang-kacangan
N dari luar
menambat
dengan N
seperti pupuk buatan
1993).
commit to user
bakteri Rhizobium sp.
dari
udara mengakibatkan
dapat ditekan (Midmore,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Pemilihan tipe tanaman juga penting diperhatikan disamping penggunaan jarak tanam dan waktu tanam yang tepat. Tanaman tipe C4
memerlukan
matahari penuh, sementara tipe tanaman C3 memerlukan lama penyinaran lebih pendek dan tahan naungan (Asyiardi dan Nurnayetti, 1995). Tumpangsari jagung (C4) dengan kacang-kacangan (C3) memberikan pengaruh yang komplementer bagi pertumbuhan kedua jenis tanaman tersebut.
Hal
itu disebabkan oleh
kombinasi tipe tanaman yang ideal, juga karena postur tanaman jagung yang lebih tinggi sedangkan tanaman kacang-kacangan lebih pendek dan tahan terhadap naungan.
Sistem tumpangsari
juga dapat
menekan
serangan
penyakit tanaman. Infeksi penyakit peanut stripe virus (PSTV) terendah ditemukan pada tumpangsari dengan kombinasi 4 & 5 baris tanaman jagung diantara tanaman utama kacang tanah yaitu berturut-turut 4,6 %, dan 3,64 % dan berbeda nyata dibandingkan dengan infeksi penyakit
tersebut pada
tanaman monokultur yang mencapai 25,5 % ( Hasanuddin dkk, 1994). Tumpangsari merupakan
salah
satu
bentuk
pengaturan
tanaman
dalam sistem per tanam. Salah satu metode untuk mengembangkan
pola
tanam lahan kering adalah pola tumpangsari atau intercropping. Menurut Tahir (1974) tanaman tumpangsari adalah penanaman dua atau lebih
tanaman
pada sebidang tanah yang sama. Sistem tumpangsari memiliki beberapa keuntungan apabila tumpangsari itu menggunakan tanaman yang berbeda pada
tinggi
tanaman,
serta
umur
seminimal mungkin akan terjadi
tanaman. Kompetisi
sinar matahari
apabila satu tanaman memiliki
struktur
daun yang tegak, sedangkan tanaman yang lain memiliki struktur daun horizontal (Trendbath, 1974). Tumpangsari antar tanaman jagung dan kacang tanah merupakan salah satu dari sistem tumpangsari dengan pola per tanaman yang ideal, karena pemilihan jenis tanaman atau tipe tanaman komponen tumpangsari yang ideal. Tumpangsari
jagung
dengan
commit to user
kacang
tanah
sudah
banyak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
dilakukan lebih
dan
tinggi
sistem
hasil penelitian menunjukkan bahwa keuntungan diperoleh
monokultur
Udayana,
2003;
pada sistem tumpangsari
masing-masing tanaman Winerungan,
yang
dibandingkan
pada
(Suprapto,
2002;
tersebut
2003; Swastirahminingsih, 2004). Sistem
tumpangsari jagung dengan kacang tanah lebih menguntungkan 2-3 kali bila dibandingkan dengan sistem monokulturnya (Subandi dkk., 1998). Tanaman kacang tanah dapat ditanam di sela-sela tanaman jagung. Pada awal pertumbuhan kacang tanah belum ternaungi tetapi pada periode berikutnya akan terjadi kompetisi terhadap cahaya antara jagung dan kacang tanah. Walaupun demikian kacang tanah berperan sebagai sumber protein nabati, relatif tahan naungan dan dapat memperbaiki kesuburan tanah (Wihardjaka dan Suprapto, 2000). Sebagian besar (75 %) unsur hara N yang digunakan tanaman kacang tanah berasal dari udara melalui fiksasi N (Vest et al. 1973).
D. Hipotesis 1. Diduga jarak tanam tumpang sari jagung secara deret penambahan 120 cm x 60 cm tidak menurunkan hasil kacang tanah. 2. Diduga jarak tanam jagung tumpang sari jagung secara deret penambahan 60 cm x 60 cm memberikan hasil gabungan tertinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada musim hujan di bulan Oktober sampai Desember tahun 2011 bertempat di Pusat Penelitian Lahan Kering Fakultas Pertanian
Universitas
Sebelas Maret
Surakarta,
Kecamatan
Jumantono,
Kabupaten Karanganyar. Tempat Penelitian dilaksanakan terletak pada 7030’ LS dan 110050’ BT dan dengan ketinggian tempat 180 m dpl dan jenis tanah alvisol.
B. Bahan dan Alat 1.
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Benih Jagung hibrida Pioner 21 dan kacang tanah varietas unggul domba b. Pupuk Urea, SP36, KCL untuk tanaman jagung, sedangkan untuk tanaman kacang tanah menggunakan pupuk organik (kotoran sapi) 10 ton/ha.
2.
Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : cangkul, tugal, papan nama, rol meter/penggaris, sprayer, ember, rafia, timbangan, oven, alat tulis, kamera.
C. Cara Kerja Penelitian 1. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan satu faktor perlakuan. Perlakuan diulang empat kali. Perlakuan kerapatan jagung ditanam secara additive series pada kacang tanah. Sebagai kontrol ditambah 2 petak per blok yang berupa monokultur jagung 1 petak dan kacang tanah 1 petak. Pada tiap blok masing-masing perlakuan diletakkan secara acak, perlakuan adalah sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
J0a : Kontrol/tanaman monokultur kacang tanah atau 25 juta tan / ha J0b : Kontrol/tanaman monokultur jagung atau 4.166.667 tan/ha J1 : Kerapatan tumpangsari jagung 20 x 60 cm atau 8.333.333 tan/ha J2 : Kerapatan tumpangsari jagung 40 x 60 cm atau 4.166.667 tan/ha J3 : Kerapatan tumpangsari jagung 60 x 60 cm atau 2.777.778 tan/ha J4 : Kerapatan tumpangsari jagung 80 x 60 cm atau 2.083.333 tan/ha J5 : Kerapatan tumpangsari jagung 120 x 60 cm atau 1.388.888 tan/ha Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. 2. Pelaksanaan Penelitian a. Persiapan lahan Pengukuran lahan dilakukan per petak tanah. Setelah itu lahan dibersihkan dari sisa tanaman, barulah pengolahan tanah dilakukan dua minggu
sebelum
tanam.
Pengolahan
tanah
dilakukan
dengan
menggunakan cangkul. Pencangkulan dilakukan dua kali dengan interval satu minggu, kemudian digemburkan dan diratakan. Hal tersebut dilakukan agar tanah menjadi gembur, mudah untuk ditanami serta remah sehingga perakaran dapat mudah untuk menembus tanah. Tanah dicangkul sedalam 25-30 cm, kemudian dibuat blok sebanyak 4 buah serta membuat petakan sebanyak 28 petak dengan ukuran petak 240 cm x 300 cm. b. Penanaman Penanaman kacang tanah dilakukan bersamaan dengan penanaman jagung yaitu pada awal bulan Oktober. Dalam satu petakan terdapat dua komoditas tersebut dengan kerapatan tumpangsari sesuai perlakuan serta jarak tanam kacang tanah sebesar 20 cm x 60 cm. Penanaman dilakukan dengan memasukkan biji kedalam lubang yang dibuat menggunakan tugal. Setiap lubang tanam dimasukkan 2 buah benih. Saat tumbuh 2 tanaman maka disisakan 1 buah tanaman sampai panen. Dilakukan penyulaman saat ada tanaman yang mati saat proses pertumbuhan. Sistem penanaman pada penelitian ini dilakukan dengan tumpang sari secara deret
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
penambahan (additive series) yaitu sistem penanaman tumpang sari dengan metode dimana tanaman pokok dalam hal ini kacang tanah tetap ditanam tetapi disisipi atau ditambah dengan jenis tanaman yang lain dalam hal ini jagung. c. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi : 1) Pemupukan diberikan saat awal tanam dengan pupuk organik dengan dosis 10 ton/ha. Untuk jagung dilakukan pemupukan urea, sp36 dan KCL dengan dosis 200 kg/ha. 2) Pengairan dilakukan saat tidak terjadi hujan dalam waktu yang cukup lama. Pengairan dilakukan dengan cara memasukan air ke dalam saluran diantara petakan. Pengairan dilakukan pada sore hari secara merata. 3) Penyulaman dilakukan saat terdapat tanaman yang mati atau tidak tumbuh pada umur satu minggu setelah tanam, dengan cara mengambil tanaman tepi secara putaran. Penjarangan dilakukan pada saat yang sama dengan penyulaman, dengan menyisakan satu tanaman yang sehat untuk setiap lubangnya. 4) Penyiangan yang dilakukan ketika terdapat gulma yang mengganggu tanaman sehingga menimbulkan kompetisi terhadap tanaman tersebut. d. Pemanenan Pemanenan atau pemungutan hasil kacang tanah dilakukan saat tanaman telah memasuki fase generatif ketika polong sudah tua, dengan tanda-tanda warna polong berwarna coklat tua dengan kondisi hampir merata pada semua polong dalam satu tanaman. Selain itu daun-daunnya sudah menguning atau gugur. Untuk jagung panen dilakukan ketika biji sudah mengeras. 3. Variabel Pengamatan a. Kacang tanah :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
1) Tinggi tanaman Tinggi tanaman diukur secara manual dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan setiap minggu sampai panen. 2) Jumlah polong per tanaman Jumlah
polong per tanaman
dihitung
secara
manual.
Perhitungan dilakukan setelah tanaman dipanen pada tanaman sampel. 3) Jumlah biji per polong Jumlah biji per polong dihitung secara manual. Perhitungan dilakukan setelah tanaman dipanen pada sampel. 4) Berat 100 biji Berat 100 biji yang dihitung menggunakan timbangan. Penimbangan tersebut dilakukan setelah tanaman panen pada sampel. 5) Berat biji per tanaman Berat biji pertanaman dilakukan dengan cara menimbang biji yang dihasilkan tiap tanaman sampel. Penimbangan dimulai setelah tanaman panen dan dijemur. 6) Hasil biji per petak Hasil biji per petak dihitung dengan cara menimbang tanaman sampel yang telah dipanen per petak dan dibersihkan terlebih dahulu. 7) Berat kering brangkasan per tanaman Hasil brangkasan per tanaman dihitung dengan cara mengoven terlebih dahulu kemudian menimbang tanaman sampel yang telah dipanen dan dibersihkan. b. Jagung 1) Diameter batang Pengukuran diameter dilakukan sama seperti pengukuran tinggi tanaman. 2) Berat biji per tanaman
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Hasil tongkol per tanaman dihitung secara manual pada sampel yang telah ditentukan. Perhitungan dimulai setelah jagung dipanen. 3) Hasil biji per petak Hasil biji per petak dihitung dengan cara menimbang tanaman sampel yang telah dipanen per petak dan dibersihkan terlebih dahulu. 4) Berat segar brangkasan per tanaman Hasil
brangkasan
per
tanaman
dihitung dengan
cara
menimbang tanaman sampel yang telah dipanen dan dibersihkan. 4. Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam berdasarkan uji F taraf 5%
dan apabila terdapat beda nyata dilanjutkan
dengan uji DMRT taraf 5%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kacang Tanah (Arachis hipogaea L.) 1. Tinggi Tanaman Kacang Tanah Tinggi tanaman merupakan tolok ukur yang menjadi awal dari pengamatan, karena tinggi tanaman menjadi ukuran dalam mengetahui jumlah sinar matahari yang didapat oleh tanaman. Selain itu tinggi tanaman merupakan hal yang paling mudah diamati
Gambar 1. Purata diameter batang kacang tanah (Arachis hipogaea L. Keterangan : KJa : Kacang Tanah Monokultur/ kontrol, KJ1 : jarak tanam tumpangsari jagung 20 cm x 60 cm, KJ2 : jarak tanam tumpangsari jagung 40 cm x 60 cm, KJ3 : jarak tanam tumpangsari jagung 60 cm x 60 cm, KJ4 : jarak tanam tumpangsari jagung 80 cm x 60 cm, KJ5 : jarak tanam tumpangsari jagung 120 cm x 60 cm. Tinggi tanaman dipengaruhi oleh pengaturan jarak tanam yang dilakukan, pengaruhnya terlihat pada hasil pertumbuhan tanaman. Pengaturan jarak tanam erat kaitannya dengan produksi yang akan dicapai. Jarak tanam yang tidak teratur akan memungkinkan terjadi kompetisi terhadap cahaya matahari, unsur hara, air dan diantara individu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
tanaman, sehingga pengaturan jarak tanam yang sesuai dapat mengurangi terjadinya kompetisi terhadap faktor-faktor tumbuh tanaman (Aribawa, et al. 2007) Tinggi tanaman yang tertinggi adalah pada perlakuan jarak tanam 20 x 60 cm sedangkan tinggi tanaman terendah terjadi pada jarak tanam 120 x 60 cm. Ukuran tajuk tanaman yang semakin besar membutuhkan jarak tanam yang semakin renggang untuk mencegah terjadinya overlapping yang akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi terhadap cahaya matahari (Syafruddin dan Saidah, 2006). Jarak tanam rapat menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada jarak tanam renggang. Hal tersebut mencerminkan bahwa pada jarak tanam rapat terjadi kompetisi dalam penggunaan cahaya yang mempengaruhi pula pengambilan unsur hara, air dan udara (Wahid, 1988). Kompetisi cahaya terjadi apabila suatu tanaman menaungi tanaman lain atau apabila suatu daun memberi naungan pada daun lain. Tanaman yang saling menaungi akan berpengaruh pada proses fotosintesis. Dengan demikian tajuk-tajuk tumbuh kecil dan kapasitas pengambilan unsur hara serta air menjadi berkurang. Disamping itu, jarak tanam rapat akan memperkecil jumlah cahaya yang dapat mengenai tubuh tanaman, sehingga aktifitas auksin meningkat dan terjadilah pemanjangan sel-sel. Akibat lebih jauh terlihat pada jumlah cabang yang terbentuk. Jarak tanam rapat, kesempatan membentuk internodia/ruas menjadi berkurang. karena unsur hara dan air. Sebaliknya jarak tanam renggang, penerimaan intensitas cahaya menjadi besar dan memberikan kesempatan pada tanaman untuk tuimbuh kearah menyamping. Dengan demikian akan
mempengaruhi
banyak
sedikitnya
cabang
yang
terbentuk
(Budiastuti, 2000). Persaingan antar tanaman menyebabkan masing-masing tanaman harus tumbuh lebih tinggi agar memperoleh cahaya lebih banyak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
(Salisbury dan Ross, 1992) dan pemanjangan batang pada tanaman sering menguntungkan dalam persaingan memperebutkan cahaya matahari. Kerapatan tanaman merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena penyerapan energi matahari oleh permukaan daun. Jika kondisi tanaman terlalu rapat dapat mempengaruhi perkembangan vegetatif dan hasil panen akibat menurunnya laju fotosintesa dan menurunnya perkembangan luas daun Mursito dan Kawiji (2007). Oleh karena itu dibutuhkan jarak tanam yang optimum untuk memperoleh hasil yang maksimum (Mayadewi, 2007). 2. Jumlah Polong Per Tanaman Jumlah polong pada tiap tanaman merupakan komponen hasil pokok bagi suatu tanaman. Jumlah polong yang terbentuk menunjukkan kemampuan menyerap unsur hara yang tersedia di dalam tanah. Hal tersebut disebabkan karena polong merupakan tempat untuk menyimpan cadangan makanan. Tabel 1. Rerata Jumlah Polong Per Tanaman Kacang Tanah (Arachis hipogaea L.) Perlakuan KJa (monukultur kacang tanah/ kontrol) KJ1 (jarak tanam jagung 20 cm x 60 cm) KJ2 (jarak tanam jagung 40 cm x 60 cm) KJ3 (jarak tanam jagung 60 cm x 60 cm) KJ4 (jarak tanam jagung 80 cm x 60 cm) KJ5 (jarak tanam jagung 120 cm x 60 cm)
Rerata 8,91b 6,41a 7,16ab 7,66ab 6,75a 8,58b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf tidak sama pada kolom rata-rata menunjukkan beda nyata pada uji Duncan 5% Berdasarkan tabel 1. dapat diketahui bahwa hasil polong isi pertanaman kacang tanah yang ditumpangsarikan dengan jagung menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Pada jarak 120 x 60 cm tidak menunjukkan penurunan hasil pada jumlah polong kacang jika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
dibandingkan dengan kontrol. Hasil terendah diperoleh pada jarak tanam 20 x 60 cm. hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi oleh penggunaan jarak tanam jagung. Semakin lebar jarak tanam yang diterapkan maka jumlah polong per tanaman semakin meningkat, sebaliknya jika jarak tanam jagung semakin rapat maka hasil yang di dapat kurang maksimal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maryanto dkk. (2002) yaitu jumlah polong pertanaman yang lebih tinggi didapat dari jarak tanaman yang lebih renggang dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih rapat. Penggunaan jarak tanam yang lebih lebar dalam tumpangsari jagung dan kacang tanah tidak menjadikan persaingan dalam perolehan cahaya matahari, karena jumlah populasi jagung yang sedikit sehingga kanopi jagung tidak menghalangi datangnya cahaya matahari pada kacang tanah untuk memperoleh cahaya yang cukup dalam proses fotosintesis. Kacang tanah berdasarkan tipe fotosintesisnya merupakan tanaman C3 dan cahaya mempengaruhi fotosintesis dan respirasi. Kanopi pada kacang tanah sangat responsif terhadap peningkatan intensitas cahaya matahari terutama pada saat pembungaan. Sehingga pada intensitas cahaya yang rendah pada saat pembungaan akan menghambat pertumbuhan vegetatif (Endang, 2010) Menurut Gardner (1991), unsur hara, air dan cahaya sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang dialokasikan dalam bentuk bahan kering selama fase pertumbuhan, kemudian pada akhir fase vegetatif akan terjadi penimbunan hasil fotosintesis pada organ – organ tanaman seperti batang buah dan biji. Berdasarkan pendapat di atas jelaslah bahwa semakin terpenuhinya kebutuhan air, unsur hara dan cahaya
matahari pada tanaman
maka
semakin
sempurna
pula
pembentukan polong tanaman kacang bogor. Jarak tanam jagung yang renggang memungkinkan unsure hara, air dan cahaya matahari dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
dialokasikan dengan baik sehingga jarak tanam jagung yang renggang menghasilkan jumlah polong per tanaman yang paling tinggi. 3. Jumlah Biji Per Polong Biji merupakan cadangan makanan serta dapat diperankan sebagai benih yang dapat dijadikan bahan tanam pada musim berikutnya. Faktor yang menentukan kualitas biji adalah jumlah substrat karbohidrat yang tersedia bagi metabolisme yang mendukung pertumbuhan awal tanaman. Hal ini menjadikan ukuran atau bobot biji sering dipakai sebagai tolok ukur untuk mendapatkan bahan tanam yang seragam (Sitompul dan Guritno cit. Dermawan, 2006). Tabel 2. Rerata Jumlah Biji Per Polong Tanaman Kacang Tanah (Arachis hipogaea L. ) Perlakuan KJa (monukultur kacang tanah/ kontrol) KJ1 (jarak tanam jagung 20 cm x 60 cm) KJ2 (jarak tanam jagung 40 cm x 60 cm) KJ3 (jarak tanam jagung 60 cm x 60 cm) KJ4 (jarak tanam jagung 80 cm x 60 cm) KJ5 (jarak tanam jagung 120 cm x 60 cm)
Rerata 3,05 2,75 2,92 2,85 2,92 2,84
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf tidak sama pada kolom rata-rata menunjukkan beda nyata pada uji Duncan 5% Dari hasil analisis ragam (lampiran 4.) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan tidak ada perbedaan yang mencolok pada jumlah biji per polong dari tiap-tiap perlakuan jarak tanam. Pada tabel 2 menunjukkan hasil tertinggi biji per polong tanaman didapatkan pada tanaman monokultur kacang tanah karena tidak terdapat persaingan mendapatkan unsur hara sehingga hasil fotosintat dapat maksimal dalam proses pengisian biji pada polong, sedangkan hasil terendah didapat pada jarak tanam 20 x 60 cm dengan hasil rata – rata 2,75
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
. Hal ini dikarenakan jarak tanam tersebut kurang sesuai dalam menghasilkan jumlah biji per polong yang maksimal. Hasil ini sesuai dengan hasil jumlah polong per tanaman dimana pada jarak tanam jagung yang sama menunjukkan hasil terendah. Jumlah biji per tanaman terbanyak dihasilkan jika kacang tanah ditanam pada jarak dalam baris tanam yang lebar, baik di tanam pada musim hujan maupun pada musim kemarau (Kadekoh, 2007). 4. Berat 100 Biji Berat 100 biji merupakan salah satu variabel yang menunjukkan jumlah bahan organik yang terdapat pada biji. Peubah pengamatan berupa berat 100 biji merupakan salah satu peubah yang berkaitan erat dengan hasil produksi suatu tanaman. Berat 100 biji yang semakin tinggi akan berakibat semakin banyak produksi yang didapat dan semakin baik jika biji dijadikan benih. Bobot 100 biji merupakan berat nisbah dari 100 butir benih yang dihasilkan oleh suatu jenis tanaman atau varietas. Salah satu aplikasi penggunaan berat 100 biji adalah untuk menentukan kebutuhan benih dalam satu hektar. Tabel 3. Rerata Hasil 100 Biji Tanaman Kacang Tanah (Arachis hipogaea ) (gram) Perlakuan KJa (monukultur kacang tanah/ kontrol) KJ1 (jarak tanam jagung 20 cm x 60 cm) KJ2 (jarak tanam jagung 40 cm x 60 cm) KJ3 (jarak tanam jagung 60 cm x 60 cm) KJ4 (jarak tanam jagung 80 cm x 60 cm) KJ5 (jarak tanam jagung 120 cm x 60 cm)
Berat 100 biji (g) 57,50b 44,30a 46,72a 50,96ab 49,41a 51,57ab
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf tidak sama pada kolom rata-rata menunjukkan beda nyata pada uji Duncan 5% Tabel 3. menunjukkan hasil berat 100 biji menunjukkan beda nyata. Berturut-urut hasil tertinggi dihasilkan pada tanaman kontrol, jarak tanam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
120 x 60 cm lalu 60 x 60 cm. Keadaan ini dipengaruhi oleh sedikitnya naungan oleh tanaman jagung, sehingga kacang tanah dapat memperoleh cahaya matahari yang cukup dalam proses fotosintesis dan tidak terjadi kompetisi dalam perolehan hara dalam tanah. Jarak tanam 60 x 60 cm dan 120 x 60 cm merupakan jarak tanam yang sesuai, dapat disimpulkan dari berat 100 biji yang dihasilkan menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu mencolok dari kontrol yang merupakan hasil tertinggi. Menurut Amin (2007), bahwa dalam baris penanaman ganda tercipta ruang yang cukup luas sehingga memungkinkan radiasi surya dapat diteima daun-daun kacang tanah. Hal ini berarti mendukung berlangsungnya
proses
fotosintesis
yang
berguna
dalam proses
pertumbuhan kacang tanah, sehingga akumulasi fotosintat dapat didistribusikan ke komponen hasil dan hasil biji kacang tanah. 5. Berat Biji Per Tanaman Berat biji merupakan salah satu indikator dalam penentuan keberhasilan dalam suatu pertanaman. Semakin berat hasil biji pertanaman maka semakin baik kualitas tanaman. Hasil biji per tanaman ditentukan dengan menimbang beratnya. Berat biji per tanaman merupakan berat keseluruhan biji yang di hasilkan oleh tanaman. Dengan diketahuinya hasil biji pertanaman, maka dapat diprediksikan hasil panen per satuan luas yang akan diperoleh dengan mengetahui populasi tanaman di lapang. Tabel 4. Rerata Berat Biji Per Tanaman Kacang Tanah (Arachis hipogaea ) (HST) Perlakuan KJa (monukultur kacang tanah/ kontrol) KJ1 (jarak tanam jagung 20 cm x 60 cm) KJ2 (jarak tanam jagung 40 cm x 60 cm) KJ3 (jarak tanam jagung 60 cm x 60 cm) KJ4 (jarak tanam jagung 80 cm x 60 cm) KJ5 (jarak tanam jagung 120 cm x 60 cm)
commit to user
Rerata 14,69b 8,91a 10,43a 11,83ab 11,14a 11,30a
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf tidak sama pada kolom rata-rata menunjukkan beda nyata pada uji Duncan 5% Berdasarkan tabel 4. dapat diketahui bahwa berat biji per tanaman menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Pada perlakuan kontrol menunjukkan hasil yang maksimal. Dan hasil terendah terendah didapat pada jarak tanam 20 x 60 cm. Berdasarkan tabel 4. jarak tanam 60 x 60 cm dan 120 x 60 cm menunjukkan hasil yang tinggi setelah tanaman monokultur karena jarak tanam ini merupakan jarak tanam yang cukup sesuai dalam menghasilkan berat biji pertanaman yang maksimal. Hasil ini diakibatkan oleh kerapatan tanaman sehingga memicu persaingan dalam penyerapan unusr hara tanaman, sehingga pada jarak tanam 20 x 60 cm yang merupakan jarak tanam yang paling rapat memberikan hasil yang terendah 6. Hasil Biji Per Petak Hasil pada tanaman berupa jumlah biji yang diperoleh per panen tanaman. Jumlah biji perpetak merupakan akumulasi dari jumlah biji per tanaman. Semakin tinggi jumlah biji per tanaman semakin tinggi pula jumlah biji per petak. Dengan melihat hasil biji per petak tanaman maka dapat diperoleh akumulasi hasil per hektar tanaman. Tabel 5. Produksi Biji ton per hektar Tanaman Kacang Tanah
Kacang tanah (Kc) monokultur 20 x 20 cm
Berat biji (g) per petak (7,2 m2) 1509,25b
Kc. dan jagung jarak tanam 20 x 60 cm
1135,00a
1,5
Kc. dan jagung jarak tanam 40 x 60 cm
1073,50a
1,3
Kc. dan jagung jarak tanam 60 x 60 cm
1486,00b
1,9
Kc. dan jagung jarak tanam 80 x 60 cm
1226,00ab
1,6
Perlakuan
commit to user
Taksiran hasil (ton/ha) 2,0
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Kc. dan jagung jarak tanam 120 x 60 cm
1304,75ab
1,8
Keterangan : Angka yang diikuti huruf tidak sama pada kolom sama menunjukkan beda nyata pada uji Duncan 5% Berdasarkan tabel 5. diketahu bahwa hasil biji per petak kacang tanah menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Diperoleh hasil perpetak tertinggi adalah pada monokultur 1509,25 g/m2 dan jarak tanam 60 x 60 cm yaitu 1486 g/m2. Peningkatan jumlah ini tidak terlepas dari pengaruh jarak tanam yang diterapkan, karena jika penanaman tanaman dalam tumpangsari membutuhkan jarak yang ideal dalam penanamannya sehingga dapat menguntungkan antara tanaman utama dan tanaman selanya. Akumulasi hasil per hektar tanaman kacang tanah dapat diambil berdasarkan hasil yang ditunjukkan dengan satuan g/m2 menjadi ton/Ha seperti tabel dibawah ini: Berdasarkan tabel 5 taksiran hasil (ton/ha) tertinggi adalah pada monokultur kacang tanah dan jarak tanam 60 x 60 cm yaitu dengan 2 ton/ha dan 1,9 ton/ha sedangkan hasil terendah adalah pada jarak tanam 40 x 60 cm dengan 1,3 ton/ha. 7. Berat Kering Brangkasan Per Tanaman Berat kering brangkasan tanaman dipengaruhi oleh berat segar brangkasan tanaman. Apabila berat segar tanaman rendah maka berat kering tanaman yang dihasilkan semakin rendah. Menurut Sitompul dan Guritno cit Supriono (2000), pengeringan bahan bertujuan untuk menghilangkan semua kandungan air bahan, dilakukan pada suhu yang relatif tinggi selama jangka waktu tertentu sampai mencapai berat kering yang konstan. Tabel 6. Pengamatan Brangkasan Kering Kacang Tanah (Arachis hipogae L.)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Perlakuan KJa (monukultur kacang tanah/ kontrol) KJ1 (jarak tanam jagung 20 cm x 60 cm) KJ2 (jarak tanam jagung 40 cm x 60 cm) KJ3 (jarak tanam jagung 60 cm x 60 cm) KJ4 (jarak tanam jagung 80 cm x 60 cm) KJ5 (jarak tanam jagung 120 cm x 60 cm)
Rerata (g) 18,64 18,22 17,63 18,81 18,12 15,74
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf tidak sama pada kolom rata-rata menunjukkan beda nyata pada uji Duncan 5% Berat brangkasan kering tanaman kacang tanah yang dihasilkan berdasarkan analisis ragam (lampiran 5.) adalah tidak berpengaruh nyata. Hasil terendah berdasarkan tabel 6. ditunjukkan pada jarak tanam 120 x 60 cm yaitu 15,74 g . Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman per satuan luas dan lebih menentukan pola pengaturan tanaman (plant arrangement) dalam luas areal tersebut. Posisi tanaman dalam barisan dan antar barisan menentukan tingkat kompetisi antar tanaman tersebut. Makin seimbang jarak dalam barisan dengan jarak antar barisan (equidistance), maka makin kecil persaingan tanaman terhadap faktor tumbuh. Populasi tanaman lebih menentukan kerapatan tanaman dalam luas areal tertentu. Populasi tanaman tertentu diperoleh dengan mengatur jumlah tanaman per lubang dan mengatur jarak tanam. Penelitian Wahid dkk. (1988) menunjukkan bahwa semakin rapat jarak tanam jagung menyebabkan semakin rendahnya jumlah polong kacang tanah produktif per rumpun dan semakin tinggi kerapatan tanaman, semakin rendah berat kering per tanaman (Tjitrosemito, 1998). B. Jagung (Zea mays L) 1. Diameter Batang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Diameter batang merupakan salah satu indikator untuk mengetahui pertumbuhan suatu tanaman. Semakin besar diameter batang suatu tanaman maka tanaman telah menunjukan pertumbuhannya.
Gambar 2. Purata diameter batang jagung (Zea mays L.) Keterangan : JM : Kacang Tanah Monokultur/ kontrol, KJ1 : jarak tanam tumpangsari jagung 20 cm x 60 cm, KJ2 : jarak tanam tumpangsari jagung 40 cm x 60 cm, KJ3 : jarak tanam tumpangsari jagung 60 cm x 60 cm, KJ4 : jarak tanam tumpangsari jagung 80 cm x 60 cm, KJ5 : jarak tanam tumpangsari jagung 120 cm x 60 cm. Berdasarkan gambar 2, terlihat bahwa pertambahan diameter tanaman jagung terus menunjukan peningkatan. Namun tidak terlihat perbedaan yang mencolok dari tiap sampel tanaman dan tiap perlakuan jarak tanam. Dapat dilihat bahwasanya perlakuan monokultur jagung menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan jarak tanam yang lainnya. Diameter tanaman jagung monokultur sebesar 2,4 cm, jagung berjarak tanam 40 cm x 60 cm dan 60 cm x 60 cm sekitar 2,3 cm, dan jagung pada jarak tanam 20 cm x 60 cm, 40 cm x 60 cm, 120 cm x 60 cm berkisar 2,0 sampai dengan 2,2 cm. Diameter tanaman semakin kecil menunjukkan bahwa pada tanaman kerapatan tinggi terindikasi terjadi gangguan pertumbuhan karena kompetisi untuk memperoleh hara dan air.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Sedangkan batang berukuran besar menunjukkan kemampuan kompetisi tanaman baik antar tanaman jagung maupun dengan tanaman lain. 2. Berat Biji Per Tanaman Berat biji pertanaman dapat dilihat dari jumlah biji yang dihasilkan. Semakin tinggi tingkat produktivitas biji pada tanaman menunjukkan bahwa tanaman tersebut berkualitas baik dan layak untuk dibudidayakan. Tabel 7. Rerata Hasil Biji Per Tanaman Jagung (Zea mays L.) Perlakuan KJb (monukultur jagung/ kontrol) KJ1 (jarak tanam jagung 20 cm x 60 cm) KJ2 (jarak tanam jagung 40 cm x 60 cm) KJ3 (jarak tanam jagung 60 cm x 60 cm) KJ4 (jarak tanam jagung 80 cm x 60 cm) KJ5 (jarak tanam jagung 120 cm x 60 cm)
Rerata (g) 189,44 165,06 172,78 188,73 179,26 192,39
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf tidak sama pada kolom rata-rata menunjukkan beda nyata pada uji Duncan 5% Hasil analisis ragam berat biji pertanaman (lampiran 12) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa jarak tanam 120 x 60 cm memberikan hasil yang tertinggi dengan hasil 192,39 g, sedangkan hasil terendah ditunjukkan oleh jarak tanam 20 x 60 cm yaitu 165,06 g. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Suparsa (2004) Makin renggangnya jarak tanam jagung mengakibatkan meningkatnya berat biji jagung pertanaman dalam tumpangsari dengan kacang tanah. 3. Hasil Biji Per Petak Hasil biji per petak tanaman jagung adalah akumulasi hasil jagung per tanaman dalam satu petak lahan. Jumlah biji per petak jagung dapat dunakan untuk melihat jumlah biji per hektar tanaman jagung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Tabel 8. Produksi Biji Tanaman Jagung ton per hektar Berat biji (g)
Taksiran
per petak (7,2
hasil
m2)
(ton/ha)
Jagung (jg) monokultur 40 x 60 cm
4766,00b
6,5
Kc. dan jagung jarak tanam 20 x 60 cm
3208,00a
4,4
Kc. dan jagung jarak tanam 40 x 60 cm
3524,50a
4,8
Kc. dan jagung jarak tanam 60 x 60 cm
4307,50ab
5,9
Kc. dan jagung jarak tanam 80 x 60 cm
3546,00a
4,9
Kc. dan jagung jarak tanam 120 x 60 cm
4868,25b
6,6
Perlakuan
Keterangan : Angka yang diikuti huruf tidak sama pada kolom sama menunjukkan beda nyata pada uji Duncan 5% Berdasarkan tabel 8. diketahui bahwa hasil biji per petak jagung menunjukkan hasil yang beda nyata. Hasil biji per petak tertinggi dihasilkan pada jarak tanam 120 x 60 cm yaitu 4868,25 gram per petak dan hasil terendah adalah pada jarak tanam 20 x 60 cm yaitu 3208,00 gram per petak. Perolehan hasil tertinggi dalam biji per petak jagung dipengaruhi oleh hasil biji per tanaman jagung. Semakin tinggi hasil biji per tanaman maka hasil biji per petak akan semakin tinggi. Peningkatan jumlah ini dipengaruhi jarak tanam yang diterapkan. Jika jarak tanam semakin renggang maka hasil biji per petak yang dihasilkan akan semakin tinggi. Akumulasi perkiraan hasil per hektar tanaman jagung dapat diambil berdasarkan hasil yang ditunjukkan dengan satuan gr/m2 menjadi ton/Ha seperti tabel dibawah ini: Berdasarkan tabel 8. taksiran hasil (ton/ha) tertinggi adalah jarak tanam 60 x 60 cm yaitu dengan 6,6 ton/ha dan monokultur jagung dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
6,5 ton/ha sedangkan hasil terendah adalah pada jarak tanam 20 x 60 cm dengan 4,4 ton/ha. 4. Berat Segar Brangkasan Per Tanaman Berat segar brangkasan menunjukkan tingkat serapan air dan unsur hara oleh tanaman untuk metabolisme. Tabel 9. Rerata Berat Segar Tanaman Jagung (Zea mays L.) Perlakuan KJb (monukultur jagung/ kontrol) KJ1 (jarak tanam jagung 20 cm x 60 cm) KJ2 (jarak tanam jagung 40 cm x 60 cm) KJ3 (jarak tanam jagung 60 cm x 60 cm) KJ4 (jarak tanam jagung 80 cm x 60 cm) KJ5 (jarak tanam jagung 120 cm x 60 cm)
Rerata 221,17c 150,56a 166,28ab 201,36c 155,56a 189,76bc
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf tidak sama pada kolom rata-rata menunjukkan beda nyata pada uji Duncan 5% Perlakuan kerapatan tumpangsari jagung pada pertanaman kacang tanah menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hasil tertinggi diluar monokultur didapatkan pada jarak tanam 60 x 60 cm yaitu 201.36 gram, sedangkan hasil terendah didapat pada jarak tanam 20 x 60 cm dengan hasil 150.56 gram. Berdasarkan tabel 9. Menunjukkan bahwa jagung yang ditanam secara tumpangsari dengan kacang tanah menunjukkan adanya persaingan air. Persaingan tersebut sangat berimbas terhadap variabel berat segar brangkasan tanaman jagung. Pada tanaman monokultur, jagung memiliki ruang yang lebih lebar dan leluasa dalam menyerap air. Serapan air dan unsur hara yang tinggi mengakibatkan berat segar brangkasan tanaman juga semakin meningkat (Supriono, 2000).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Tanaman Kacang Tanah KJa
KJ1
KJ2
KJ3
KJ4
KJ5
94.74
97.88
96.33
91.07
91.59
86.01
8,91b
6,41a
7,16ab
7,66ab
6,75a
8,58b
3,05
2,75
2,92
2,85
2,92
2,84
57,50b
44,30a
46,72a
50,96ab
49,41a
51,57ab
14,69b
8,91a
10,43a
11,83ab
11,14a
11,30a
Tinggi tanaman (cm) Jumlah polong per tanaman Jumlah biji per polong Berat 100 biji (g) Berat biji per tanaman (g) Hasil biji
1509,25b 1135,00a 1073,50a 1486,00b 1226,00ab 1304,75ab
per petak
(2,0
(1,5
(1,3
(1,9
(1,6
(1,8
(g)
ton/ha)
ton/ha)
ton/ha)
ton/ha)
ton/ha)
ton/ha)
18,64
18,22
17,63
18,81
18,12
15,74
Berat kering brangkasan per tanaman (g)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Tabel 11. Rekapitulasi Hasil Tanaman Jagung KJa
KJ1
KJ2
KJ3
KJ4
KJ5
2.41
2.23
2.29
2.31
2.06
2.10
189,44
165,06
172,78
188,73
179,26
192,39
Diameter tanaman (cm) Berat biji per tanaman (g) Hasil biji
4766,00b 3208,00a 3524,50a 4307,50ab 3546,00a 4868,25b
per petak
(6,5
(4,4
(4,8
(5,9
(4,9
(6,6
(g)
ton/ha)
ton/ha)
ton/ha)
ton/ha)
ton/ha)
ton/ha)
221,17c
150,56a
166,28ab
201,36c
155,56a
189,76bc
Berat segar brangkasan per tanaman (g)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil tanaman kacang tanah tumpangsari secara additive series diantara tanaman jagung dengan jarak tanam 60 x 60 cm ( 1,9 ton/ha), 60 x 80 cm (1,6 ton/ha), 120 x 60 cm (1,8 ton/ha) tidak menurunkan hasil biji (monokultur kacang tanah 20 x 20 cm adalah sebesar 2,0 ton/ha).
2. Hasil tanaman jagung tumpangsari secara additive series diantara tanaman kacang tanah dengan jarak tanam 60 x 60 (5,9 ton/ha), dan 120 x 60 cm (6,6 ton/ha) ternyata tidak lebih rendah di banding tanaman monokultur jagung dengan jarak tanam 40 x 40 cm (6,5 ton/ha). Tumpangsari jagung dengan jarak tanam 120 cm x 60 cm (6,6 ton/ha) bahkan lebih tinggi daripada kontrol.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran sebagai berikut: Tanaman jagung dan kacang tanah dapat ditanam dengan tumpang sari secara additive series dengan jarak tanam 60 x 60 cm dan 120 x 60 cm.
commit to user