PENGARUH PERLAKUAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS BENIH JAGUNG (Zea mays L.) The Influence of Invigoration Treatment Into Corn Seed Viabilitation (Zea mays L.) Zaki Zuruki Halaf1) Juusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Darul Zumani2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] fitri kurniati3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Jln. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tasikmalaya 46115 Tlp: (0265) 330634 Fax: (0265) 325812 Website: www.unsil.ac.id E-mail:
[email protected] ABSTRACT This research goals is to look for the best invigoration treatment in upgrading corn seed viabilitation. The experiment was conducted in The Production Laboratory of Agriculture Faculty of Siliwangi University In Tasikmalaya with the area height of 358 metre above sea level. Started in May until June 2016. The experiment method that is used in this experiment was experiment method which used group random project and repeated four times with eight factors consisted of : A (without treatment), B (soaked control Aquadest), C (Matriconditioning chaff ash), D (Matriconditioning sawdust), E (Matriconditioning vermiculite), F (Osmoconditioning PEG), G (Osmoconditioning MgSO4), H (Osmoconditioning kitchen salt). To know the experiment result, data tested by F test which is continued by contras ortogonal test. The experiment result showed that invigoration treatment influential to corn viabilitation which had experienced deterioration which was shown by getting more bud percentage, growth sudden, budding speed, root lenght, bud height, bud dry weight and electrical laying down capacity. The best among invigoration treatment enhancing viability of corn was matriconditioning invigoration treatment sawdust Keyword: Corn, Invigoration, Viabilitation, Matriconditioning, Osmoconditioning. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mencari perlakuan invigorasi yang paling baik dalam meningkatkan viabilitas benih jagung. Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya dengan ketinggian tempat 358 m dpl. Mulai bulan Mei –Juni 2016. Metode percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dan diulang empat kali dengan delapan faktor terdiri dari : A (tanpa perlakuan), B (Kontrol yang direndam Aquadest), C (Matriconditioning abu sekam), D (Matriconditioning serbuk gergaji), E (Matriconditioning vermikulit), F (Osmoconditioning PEG), G (Osmoconditioning
MgSO4), H (Osmoconditioning Garam Dapur). Untuk mengetahui hasil penelitian, data diuji dengan uji F yang dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan invigorasi berpengaruh terhadap viabilitas jagung yang sudah mengalami deteriorasi yang ditunjukan oleh meningkatnya persentase kecambah, keserempakan tumbuh, kecepatan berkecambah, panjang akar, tinggi kecambah, bobot kering kecambah dan daya hantar listrik. Dari semua perlakuan invigorasi, bahan yang paling baik dalam meningkatkan viabilitas benih jagung adalah perlakuan invigorasi Matriconditioning yaitu serbuk gergaji. Kata kunci : Jagung, Invigorasi, Viabilitas, Matriconditioning, Osmoconditioning PENDAHULUAN Sasaran Kementerian Pertanian dalam cakupan pembangunan tahun 2015-2019 adalah Pencapaian swasembada padi, jagung dan kedelai serta peningkatan produksi gula dan daging, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan komoditas bernilai tambah dan berdaya saing dalam memenuhi pasar ekspor dan substitusi impor, penyediaan bahan baku bioindustri dan bioenergi, peningkatan pendapatan keluarga petani, serta akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik. Dengan sasaran strategis tersebut, maka Kementerian Pertanian menyusun dan melaksanakan Strategi Utama Penguatan Pembangunan Pertanian untuk Kedaulatan Pangan (P3KP) meliputi peningkatan ketersediaan dan pemanfaatan lahan, peningkatan infrastruktur dan sarana pertanian, pengembangan dan perluasan logistik benih / bibit, penguatan kelembagaan petani, pengembangan dan penguatan pembiayaan, pengembangan dan penguatan bioindustri dan bioenergi, serta penguatan jaringan pasar produk pertanian (Kementrian Pertanian, 2015). Benih bermutu ialah benih yang telah dinyatakan sebagai benih yang berkualitas tinggi (benih unggul) dan berasal dari tanaman unggul. Benih yang berkualitas tinggi itu memiliki daya tumbuh lebih dari Sembilan puluh persen dengan ketentuan memiliki viabilitas dan kemurnian yang tinggi, warna terang tidak kusam, ukuran normal, bernas dan tidak terlalu kering. (Ance G. Kartasapoetra, 2003). Menurut Copeland dan Mc Donald (2001), viabilitas benih dapat diukur dengan tolok ukur daya berkecambah (germination capacity). Perkecambahan benih adalah muncul dan berkembangnya
struktur terpenting dari embrio benih serta kecambah tersebut menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal pada kondisi lingkungan yang menguntungkan. Viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolik dan memiliki enzim yang dapat mengkatalis reaksi metabolik yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah.Kemunduran benih atau seed deterioration dapat diartikan sebagai turunnya mutu, sifat atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya kekuatan kecambah dan jeleknya pertanaman serta hasil. (Ance G. Kartasapoetra ,2003) Invigorasi benih ialah perlakuan yang diberikan terhadap benih sebelum penanaman dengan tujuan memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan kecambah.Beberapa perlakuan invigorasi benih juga digunakan untuk menyeragamkan pertumbuhan kecambah dan meningkatkan laju pertumbuhan kecambah. (Fauziah Koes dan Ramlah Arief, 2010). Walaupun cara ini belum memberikan hasil yang konsisten, untuk hal tersebut penelitian pengaruh invigorasi terhadap viabilitas benih jagung perlu dilakukan. METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Produksi Fakultas Pertanian, Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Penelitian dimulai pada bulan Mei sampai Juni 2016.
Bahan dan Alat Percobaan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Benih Jagung varietas Arjuna yang telah mengalami deteriorasi dan media perkecambahan (porasi dan tanah dengan perbandingan 1 : 1). Bahan invigorasi osmoconditioning yaitu Larutan PEG 6000, MgSO4, dan garam dapur. Bahan invigorasi matriconditioning yaitu : serbuk gergaji, abu sekam dan vermikulit. Alat–alat yang digunakan adalah : neraca digital 311 g, gelas ukur, cangkir plastik ukuran 200 ml, masker, sarung tangan karet, saringan, hand sprayer, baki perkecambahan, meja, termometer maxmin, oven, conductivity meter, mistar 30 cm, Alat tulis, dan Kamera digital. Metode Percobaan Percobaan penelitian dilakukan dua tahap. Tahap pertama yakni uji daya kecambah, yang bertujuan untuk mengetahui daya kecambah benih jagung yang telah mengalami deteriorasi. Tahap kedua yakni perlakuan invigorasi, yang bertujuan untuk mencari perlakuan invigorasi yang paling baik dalam meningkatkan viabilitas benih padi gogo, yang kemudian di tanam dengan media tanah, porasi 1 : 1. Metode percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana dan diulang empat kali, sehingga diperoleh 32 petak percobaan, dengan perlakuan sebagai berikut:
F = Osmoconditioning (benih direndam dengan larutan PEG 6000 pada konsentrasi 5 % selama 6 jam) G = Osmoconditioning (benih direndam dengan larutan MgSO4 pada konsentrasi 5% selama 6 jam) H = Osmoconditioning (benih direndam dengan larutan garam dapur pada konsentrasi 5% selama 6 jam ) Rancangan Respon 1) Pengamatan Penunjang Pengamatan penunjang adalah pengamatan dimana data yang diperoleh dari hasil penelitian tidak dianalisis secara statistik dilakukan terhadap temperatur, dan organisme pengganggu tanaman. 2) Pengamatan Utama Pengamatan utama dilakukan terhadap parameter-parameter sebagai berikut : a. Persentase Daya Berkecambah. Pengamatan perkecambahan benih dilakukan setiap dua hari dari mulai tumbuh kecambah pertama sampai munculnya satu daun, Persentase perkecambahan dihitung dengan cara sebagai berikut : Daya Berkecambah =
b. Keserempakan Tumbuh Pengamatan keserempakan tumbuh dilakukan satu kali pada akhir pengamatan. Perhitungan keserempakan tumbuh ini berdasarkan pada kecambah normal kuat, menggunakan rumus sebagai berikut: Keserempakan Tumbuh =
A = tanpa perlakuan B = ontrol: benih yang direndam selama 6 jam dengan air C = Matriconditioning (benih direndam dalam campuran abu sekam : air dengan perbandingan 1 : 3 selama 6 jam) D = Matriconditioning : (benih direndam dalam campuran serbuk gergaji : air dengan perbandingan 1 : 3 selama 6 jam) E = Matriconditioning (benih direndam dalam campuran vermikulit : air dengan perbandingan 1 : 3 selama 6 jam)
Jumlah benih yang berkecambah normal x 100 % Jumlah benih yang dikecambahkan
Jumlah benih yang berkecambah normal kuat x 100 % Jumlah benih yang dikecambahkan
c. Kecepatan Tumbuh Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan jumlah penambahan kecambah setiap dua hari sampai munculnya satu daun berdasarkan rumus sebagai berikut: Kecepatan Berkecambah (hari) =
n1h1 + n2h2 + … . + nihi n1 + n2 + ⋯ + ni
Keterangan : ni : Σ benih yang berkecambah pada hari kei
hi : Σ hari yang diperlukan untuk mencapai jumlah kecambah ke-i d. Panjang Akar Primer Panjang akar diukur pada akhir pengamatan yaitu dengan cara mencabut kecambah yang tumbuh, lalu dicuci agar tidak ada media yang menempel, selanjutnya diukur panjang akarnya. e. Tinggi Kecambah Tinggi kecambah diukur dimulai dari atas permukaan media sampai titik tumbuh. Pengukuran tinggi kecambah dilakukan pada akhir percobaan terhadap sampel yang telah ditentukan. f. Bobot Kering Kecambah Penimbangan bobot kering kecambah dilakukan dengan cara membersihkan akar dari kotoran atau tanah, lalu kecambah dikeringkan dalam oven yang bersuhu 1050C selama 12 jam sampai mencapai bobot konstan. kemudian ditimbang. Pengamatan dilakukan pada akhir percobaan, yaitu 12 hari setelah tanam. g. Daya Hantar Listrik Daya hantar listrik diamati dengan alat conductivity meter. Benih sebanyak 5 g diambil secara acak, masing-masing direndam pada air bebas ion selama 24 jam dengan volume air 50 ml di dalam botol gelas, kemudian diukur dengan alat
conductivity meter. Sebagai blanko digunakan air bebas ion yang juga telah disimpan di dalam botol-botol gelas selama 24 jam. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Penunjang 1) Temperatur Temperatur udara harian dalam rumah kaca selama percobaan memenuhi syarat tumbuh perkecambahan benih jagung yaitu berkisar 180C sampai 310C (Lampiran 3). Menurut Warisno (1998) temperatur optimum untuk perkecambahan benih jagung antara 210C sampai 300C. 2) Hama dan Penyakit Tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian berlangsung, tidak terjadi serangan hama dan penyakit selama proses perkecambahan. Pengamatan Utama 1) Persentase Kecambah Berdasarkan analisis statistik, perlakuan invigorasi berpengaruh nyata terhadap persentase kecambah (Lampiran 4.3, 5.2, 6.2, 7.2, 8.2). Data pengaruh perlakuan invigorasi terhadap persentase kecambah dapat dilihat pada (Tabel 7).
Tabel 7. Hasil Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Persentase Kecambah pada Pengamatan hari ke 3, 5, 7, 9 dan 11 Setelah Semai. Nilai F hitung pada hari KeSumber F 0.05 Keragaman 3 5 7 9 11 Ulangan 1,72 1,54 1,84 2,04 0,90 3,07 Perlakuan 14,70** 16,60** 18,97** 20,94** 18,11** 2,49 A vs (B, C, D, E, F, G, H) 44,42** 47,45** 58,14** 66,28** 50,06** 4,32 B vs (C, D, E, F, G, H) 2,20 2,62 3,38 3,63 3,73 4,32 (C, D, E) vs, (F, G, H) 48,69** 57,03** 61,21** 66,19** 62,28** 4,32 C vs (D, E) 2,32 2,45 3,08 2,71 2,52 4,32 D vs E 4,82* 5,72* 6,34** 7,15* 7,56* 4,32 F vs (G, H) 0,25 0,76 0,64 0,59 0,63 4,32 G vs H 0,19 0,15 0,03 0,01 0,03 4,32 Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras. ** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras
2) Keserempakan Tumbuh
Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan invigorasi berpengaruh nyata
terhadap keserempakan tumbuh (lampiran 9). Sehingga perlu dilakukan uji ortogonal
kontras. Data hasil uji lanjutan ortogonal kontras dapat dilihat pada Tabel 9
Tabel 9. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Keserempakan Tumbuh Jagung. Sumber Keragaman Fhitung F0,05 F0,01 6,41* Ulangan 3,07 4,87 20,65** Perlakuan 2,49 3,65 A vs (B, C, D, E, F, G, H) 54,04** 4,32 8,02 B vs (C, D, E, F, G, H) 3,34 4,32 8,02 (C, D, E) vs, (F, G, H) 77,31** 4,32 8,02 C vs (D, E) 2,14 4,32 8,02 D vs E 7,61* 4,32 8,02 F vs (G, H) 0,06 4,32 8,02 G vs H 0,05 4,32 8,02 Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras. ** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras 3) Kecepatan Berkecambah Berdasarkan analisis statistik perlakuan invigorasi tidak berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah
(Lampiran 10) Dengan demikian tidak dilakukan uji lanjutan ortogonal kontras. Data hasil uji varians dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Kecepatan Berkecambah Jagung. Sumber Keragaman Fhitung F0,05 2,43 Ulangan 3,07 6,26* Perlakuan 2,49 A vs (B,C,D,E,F,G,H) 32,78** 4,32 B vs (C,D,E,F,G,H) 0,05 4,32 (C,D,E) vs,(F,G,H) 9,11* 4,32 C vs (D,E) 0,16 4,32 D vs E 0,02 4,32 F vs (G,H) 0,12 4,32 G vs H 1,61 4,32 Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras. ** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras 4) Panjang Akar Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan invigorasi terhadap panjang akar menunjukkan perbedaan yang nyata
F0,01 4,87 3,65 8,02 8,02 8,02 8,02 8,02 8,02 8,02
(Lampiran 11), sehingga dilakukan uji lanjutan dengan ortogonal kontras. Data hasil uji lanjutan ortogonal kontras dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.
Tabel 13. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Panjang Akar Jagung Sumber Keragaman Fhitung F0,05 F0,01 Ulangan 0,57 3,07 4,87 Perlakuan 6,30* 2,49 3,65 A vs (B,C,D,E,F,G,H) 0,69 4,32 8,02 B vs (C,D,E,F,G,H) 2,61 4,32 8,02 (C,D,E) vs,(F,G,H) 31,74** 4,32 8,02 C vs (D,E) 0,01 4,32 8,02 D vs E 6,63* 4,32 8,02 F vs (G,H) 0,68 4,32 8,02 G vs H 1,72 4,32 8,02 Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras. ** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras 5) Tinggi Kecambah Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan invigorasi menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap tinggi kecambah pada tiap pengamatan (Lampiran
12), sehingga perlu dilakukan uji lanjutan ortogonal kontras. Data hasil uji lanjutan ortogonal kontras dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini.
Tabel 15. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Tinggi Kecambah Jagung. Sumber Keragaman Fhitung F0,05 F0,01 Ulangan 0,39 3,07 4,87 Perlakuan 3,82* 2,49 3,65 A vs (B,C,D,E,F,G,H) 1,64 4,32 8,02 B vs (C,D,E,F,G,H) 0,85 4,32 8,02 (C,D,E) vs,(F,G,H) 11,50** 4,32 8,02 C vs (D,E) 0,22 4,32 8,02 D vs E 10,26** 4,32 8,02 F vs (G,H) 0,60 4,32 8,02 G vs H 1,64 4,32 8,02 Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras. ** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras 6) Bobot Kering Kecambah Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan invigorasi terhadap bobot kering kecambah menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata (Lampiran 13), sehingga dilakukan uji lanjutan dengan ortogonal kontras. Data hasil uji lanjutan ortogonal kontras dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Bobot Kering Kecambah Jagung Sumber Keragaman Fhitung F0,05 F0,01 Ulangan 0,76 3,07 4,87 Perlakuan 4,95* 2,49 3,65 A vs (B,C,D,E,F,G,H) 1,84 4,32 8,02 B vs (C,D,E,F,G,H) 0,25 4,32 8,02 (C,D,E) vs,(F,G,H) 6,58* 4,32 8,02 C vs (D,E) 0,97 4,32 8,02 D vs E 24,83** 4,32 8,02 F vs (G,H) 0,18 4,32 8,02 G vs H 0,02 4,32 8,02 Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras. ** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras 7) Daya Hantar Listrik Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan invigorasi menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap daya hantar
listrik (Lampiran 14), Sehingga perlu dilakukan uji lanjutan ortogonal kontras. Data hasil uji lanjutan ortogonal kontras dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini.
Tabel 19. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Daya Hantar Listrik jagung. Sumber Keragaman Fhitung F0,05 F0,01 Ulangan 0,13 3,07 4,87 Perlakuan 20,93* 2,49 3,65 A vs (B,C,D,E,F,G,H) 124,17** 4,32 8,02 B vs (C,D,E,F,G,H) 2,98 4,32 8,02 (C,D,E) vs,(F,G,H) 12,87* 4,32 8,02 C vs (D,E) 1,08 4,32 8,02 D vs E 4,95* 4,32 8,02 F vs (G,H) 0,43 4,32 8,02 G vs H 0,06 4,32 8,02 Keterangan: * = berbeda nyata menurut Uji Ortogonal Kontras. ** = berbeda sangat nyata menurut Uji Ortogonal Kontras Menurut Rouhi et.al., (2011) perlakuan invigorasi serbuk memiliki daya pegang air yang tinggi hingga mampu melepaskan air untuk proses imbibisi secara perlahan sesuai kebutuhan benih untuk menambah tinggi kecambahnya. Sedangkan invigorasi osmoconditioning` tidak memiliki daya pegang air, air langsung masuk ke bagian membran sehingga proses imbibisi berlangsung cepat, hal ini dapat menyebabkan rusaknya membran benih. Sehingga perlakuan matriconditioning meningkatkan persentase kecambah jagung yang telah
mengalami deteriorasi lebih baik dibandingkan dengan perlakuan invigorasi osmoconditioning. Selanjutnya pada perlakuan invigorasi matriconditioning, benih mengalami proses imbibisi yang lebih terkontrol sehingga cairan masuk ke dalam benih berlangsung secara perlahan sampai terjadi keseimbangan. Imbibisi yang terkontrol ini memungkinkan benih mengoptimalkan faktor internalnya untuk memulai perkecambahan seperti pemulihan integritas membran, karena benih yang telah mengalami deteriorasi, membrannya mengalami kerusakan. Kerusakan membran
ini mengakibatkan kerusakan pada dinding sel sehingga terjadi kebocoran jika benih berimbibisi, hal ini tidak terjadi pada benih yang diberi perlakuan invigorasi osmoconditioning, sehingga perlakuan matriconditioning meningkatkan keserempakan tumbuh jagung yang telah mengalami deteriorasi lebih baik dibandingkan dengan perlakuan invigorasi osmoconditioning. Menurut (Agus Ruliyansyah, 2011) Terganggunya struktur membran akan menyebabkan berbagai perubahan metabolik. Hal ini dapat dikurangi dengan cara mengimbibisi benih terlebih dahulu pada konsentrasi yang mengurangi laju penyerapan air, sehingga dapat mendukung kecepatan berkecambah benih. Sehingga perlakuan matriconditioning meningkatkan kecepatan berkecambah jagung yang telah mengalami deteriorasi lebih baik dibandingkan dengan perlakuan invigorasi osmoconditioning. Perbedaan yang nyata pengaruh perlakuan invigorasi matriconditioning dengan perlakuan invigorasi osmoconditioning terhadap daya hantar listrik, karena semakin besar nilai daya hantar listrik maka tingkat kebocoran benih juga semakin besar, dengan demikian benih mengalami deteriorasi tercermin dari tingkat kebocoran suatu benih. Semakin tinggi deteriorasi benih maka tingkat kebocoran membran benih akan semakin meningkat juga dan begitu pula sebaliknya. Selama imbibisi benih yang memiliki struktur membran lemah melepaskan kolodial sitoplasmik ke medium imbibisi, kolodial dengan sifat elektrolit membawa sebuah muatan eletrik yang dapat dideteksi. Hal ini disebabkan benih akan membocorkan bahan-bahan yang dikandungnya, bahan-bahan yang dikeluarkan benih pada peristiwa tersebut antara lain K, Cl, gula dan asam amino. Oleh karena itu benih yang viabilitasnya rendah atau sudah mengalami deteriorasi nilai daya hantar listriknya semakin besar (Copel dan Mc Donald 2001).
KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlakuan invigorasi berpengaruh terhadap viabilitas jagung yang sudah mengalami deteriorasi. 2. Pengaruh perlakuan invigorasi matriconditioning serbuk gergaji memberikan hasil yang lebih baik, dapat dilihat dari selisih nilai rata-rata antara perlakuan serbuk gergaji dengan perlakuan kontrol pada persentase kecambah 56,25 persen, keserempakan tumbuh 25 persen, panjang akar 9 cm, tinggi kecambah 4,36 cm, bobot kering kecambah 5,46 g dan daya hantar listrik -361,75 µs. DAFTAR PUSTAKA Ance G Kartasapoetra. 2003. Teknologi Benih. Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta. Fauziah Koes dan Ramlah Arief. 2010. Invigorasi Benih. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Kementrian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2015-2019. Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Kanisius : Jogja. Copeland dan Mc Donald. 2001. Principle of Seed Science and Technology. 4th ed. Kluwer Academic.Publisher Massachusetts. Rudrapal, D., and S. Nakamura, 1988. The effect of hydration- dehydration pretreatment on egg plant and radish seed viability and vigour. Seed Sci. Technol., 16: 123–30. Agus Ruliyansyah. 2011. Peningkatan Performansi Benih Kacangan Dengan Perlakuan Invigorasi. Perkebunan dan Lahan Tropika ISSN: 2088-6381 J. Tek. Perkebunan & PSDL Vol 1, Juni 2011, hal 13-18