Pertumbuhan Jagung pada Tanah Gambut
PEMBERIAN TANAH MINERAL PADA TANAH GAMBUT TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) ( The Growth of Maize in Mineral Fortified Peat Moss) Yulinar Zubaidah1), Burhanuddin2), dan Hafshah1) 1)
BPTP Sumatera Barat
2) Fakultas Pertanian Universitas Andalas
ABSTRACT Research to study the effect of mineral soil to peat moss soil on the growth of maize has been cariied out at the green house and Soil Laboratory of Faculty of Agriculture, Andalas University Padang. The experiment used Completely Randomized Design with four treatment and four replicates. The treatments were dose of Ultisol Soil i.e. 0, 20, 40, and 60 t/ha that was added to the peat moss. The peat moss with soprik corrosion level was gained from Ketaping, Padang Pariaman and the Ultisol soil was from Experimental Station of the Faculty of Agriculture, Andalas University Padang. Rockphosphate fertilizer was added to the potting mixture at 225 kg/ha, before incubation for four weeks. Results showed that 60 t/ha (375 g/pot) Ultisol treatment increased soil pH by 0.16; exchangeable Al by 0.5 me/100 g; and exchangeable K, Na, and Ca by 0.26 me/100 g, 0.51 me/100g, and 2,25 me/100g, consecutively. Cation exchange capasity decreased by 13.54, C-organik by 2.93%, and P-avalaible by 13.63 ppm. The treatment of 60 t/ha Ultisol resulted in the highest plant height. Key word : mineral soil, peat moss soil and corn.
PENDAHULUAN
U
paya peningkatan produksi jagung melalui intensifikasi dan ekstensifikasi saat ini sangat penting artinya, karena kebutuhan akan komoditas ini sebagai bahan pangan, bahan baku industri dan pakan ternak, setiap tahunnya terus meningkat (Soedaryanto, dkk, 1988). Sekitar 52 % dari bahan baku pakan ternak bersumber dari jagung (Puslitbangtan, 2002). Produksi jagung dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan jagung secara keseluruhan, sehingga pemerintah perlu mengimpor jagung. Untuk mengurangi impor jagung, pemerintah berusaha membuka lahanlahan baru, terutama lahan gambut. Pemanfaaatan lahan gambut untuk usaha pertanian harus dengan hati-hati sekali. Strategi yang tepat akan menyelamatkan gambut sebagai Sumber Daya Alam yang sangat dibutuhkan untuk masa mendatang (Radyagukguk, 1989). Kendala-kendala yang dijumpai pada lahan gambut, berbeda dari lahan-lahan bakau gambut (tanah mineral) seperti penurunan permukaan, sifat mengerut
ISSN 1979-0228
tak balik, terjadinya cat clay, keasaman tanah, salinitas, perluapan air pasang, tingkat kematangan gambut, daya hantar hidrolik horizontal yang membesar tetapi daya hantar vertical yang kecil dan kandungan unsur mineral rendah yaitu < 35 % (Anderson, 1981; Cit Radyagukguk, 1989). Pengelolaan gambut untuk tanaman pangan seperti usaha pertanaman jagung, dihadapkan pada kendala rendahnya pH tanah (3,0 – 4,5), tingkat kesediaan unsur N, P, K, Ca dan unsur mikro rendah. KTK lahan gambut tergolong tinggi, tetapi basa sangat rendah. Keadaan ini menyebabkan unsur hara sulit tersedia bagi tanaman, terutama unsur makro (N, P, K, Ca, Mg). Tingginya kandungan bahan organik pada tanah gambut menyebabkan unsur Cu, Zn, Fe dan Mn, ketersediaannya sangat rendah bagi tanaman jagung, karena sebagian unsur-unsur tersebut terikat pada bahan organik (Soepardi, 1975; Foth, 1988; Ton, 1981 dan Hardjowigeno, 1987). Walaupun demikian pemanfaatan lahan gambut untuk masa mendatang sangat potensial, terutama untuk usaha pertanian dan perkebunan.
25
Jerami Volume 2 No. 1, Januari - April 2009
Untuk melihat seberapa jauh berpengaruh pemberian tanah mineral pada tanah gambut terhadap perubahan kimia tanah dan pertumbuhan jagung.
BAHAN DAN METODA Penelitian dilaksanakan di Rumah Kawat Fakultas Pertanian Unand dan Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Unand Padang. Penelitian di rancang dalam bentuk acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, yaitu A. Tanpa pemberian tanah Ultisol, B. Pemberian Ultisol 20 ton/ha (125 g/pot), C. Pemberian Ultisol 40 ton/ha (250 g/pot), D. Pemberian Ultisol 60 ton/ha(357 g/pot). Tanah gambut yang digunakan adalah tanah gambut dengan tingkat pelapukan saprik dari daerah Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman setebal 100 cm. sebelum diambil tanah gambut dibersihkan terlebih dahulu. Tanah Ultisol diambil dari Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Limau Manis Padang pada kedalaman 0 – 20 cm. sebelum digunakan tanah dikeringanginkan dan diayak dengan ayakan 2 mm. Masing-masing tanah dimasukkan 2,5 kg setara kering mutlak kedalam polibag. Sebelumnya terlebih dahulu ditambahkan pupuk Rockfosfat sebagai pupuk dasar dengan takaran 225 kg/ha (4,218 g/pot) dan diaduk rata. Kemudian tanah disiram dengan air sampai kapasitas lapang, ditutup plastik hitam dan diinkubasi selama 4 minggu. Pupuk Urea diberikan dengan takaran 300 kg/ha (5,625 g/pot), 100 kg/ha Kal (1,875 g/pot), Cu3 kg/ha, (CuSo4, 5H2O (0,056 g/pot) dan Boron 2 kg/ha, Na2B4O7 10H2O (0,037 g/pot)), semuanya sebagai pupuk Cu dan Boron (B) diberikan dalam bentuk larutan dan diberikan 2 kali yaitu 2/3 waktu tanam dan 1/3 bagian lagi pada waktu tanaman berumur 30 hari. Pupuk KCl, Cu dan B diberikan sehari sebelum tanam. Sebelum tanam benih jagung terlebih dahulu direndam dengan Rhidomil 30 WP dengan takaran 5 g/kg benih. Penanaman jagung dilakukan setelah inkubasi, sebanyak 3 biji/pot dan setelah umur 2 minggu ditinggalkan 1 batang setiap potnya. Pencegahan hama dan penyakit dengan memakai Lebaycide 2 cc/l air dan Dithane M45 2 g/l air. Panen jagung dilakukan umur 8 minggu.
26
Peubah yang diamati adalah: analisis tanah awal (pH H2O, C-organik, P-tersier, kation tertakar Ca, Mg, K dan Na, Al dan KTK tanah), analisis setelah inkubasi (pH H2O, Al kation tertukar Ca, Mg, K dan Na, Al dan KTK, Corganik, P-tersier), tinggi tanaman selama 8 minggu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa pH H2O tanah gambut 3,46 (masam) dan tanah ultisol 4,0 (masam). Rendahnya pH tanah pada tanah gambut disebabkan oleh asam-asam organik yang dihasilkan selama proses pelapukan, sedangkan pada tanah ultisol rendahnya pH tanah disebabkan kation basanya yang sangat rendah, sehingga tanah di dominasi oleh H+. (Foth, 1988 dan Soegiman, 1982.) bahan organik kedua jenis tanah tinggi, begitu juga dengan N-total. Basa-basa tertukar baik pada tanah gambut maupun ultisol berkisar rendah sampai sangat rendah. KTK pada tanah gambut sangat tinggi dan pada ultisol sangat rendah walau C organik tinggi.C/N pada tanah ultisol tergolong sangat tinggi (31,3) dan ini menunjukkan pelapukan bahan organik belum sempurna seperti pada tanah gambut dengan dengan C/N sangat tinggi (41,65). Hal tersebut menyebabkan pada tanah ultisol KTK rendah walau bahan organik tinggi. Persediaan sama–sama sedang dan kalium tentukan berkisar dari rendah sampai sangat rendah (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Analisis awal Tanah Gambut dan Ultisal. Jenis Analisis
Nilai
Kriteria
Tanah Gambut pH H2O C Organik % N-total % C/N Bahan Organik % P-tersedia ppn
3,46 31,78 0,76 41,65 54,80 27,47
Sangat masam Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sedang
Kation tertukar K-dd me/100 g Na-dol me/100 g Mg-dd me/100g Ca-dd me/100 g KTK me/100 g Al-dd me/100 g Kejenuhan basa % Kejenuhan Al %
0,24 0,40 1,90 5,58 68,22 0,80 11,91 8,97
Rendah Sedang Sedang Sedang Sangat tinggi Sangat rendah Rendah
ISSN 1979-0228
Pertumbuhan Jagung pada Tanah Gambut
Jenis Analisis Ultisol pH H2O C-organik % N-Totol % C/N P-tersedia ppm P-potensial ppm
Nilai
Kriteria
4,0 4,70 0,15 31,30 10,89 7,37
Sangat masam Tinggi Rendah Sangat tinggi Sedang Sangat rendah
Kation tertukar Ca-dd me/100 g 0,12 Sangat rendah Mg-dd me/100 g 0,52 Rendah K-dd me 100 g 0,03 Sangat rendah Na-dd me 100 g 0,12 Rendah Al-dd me 100 g 3,51 KTK me/100 g 4,55 Sangat rendah +) Term of refercuce Tipe A. Lembaga penelitian Tanah proyek Penelitian menunjang Transmigrasi P3MT Departemen Pertanian.
Tabel 2. Hasil Analisis pH H2O Setelah Inkubasi Perlakuan Pemberian Tanah Ultisol ton/ha 0 20 40 60
pH H2O 3.64 3.73 3.73 3.80
Dari Tabel 2 terlihat bahwa penambahan tanah ultisol dari 0 ke 20 kg/ha menaikkan pH tanah 0,09 unit. Penambahan tanah mineral (ultisol) 60 ton/ha, pH tanah meningkat menjadi 3,80 dan ini berarti naik 0,14 unit, walau pH ini masih tergolong sangat asam. Dari Tabel 1 terlihat bahwa pH H2O tanah Ultisol (pH H2O4) lebih tinggi dari pH H2O tanah gambut pH H2O 3,46 ada sumbangan sedikit basa dengan penambahan tanah ultisol. pH tanah sangat dipengaruhi oleh kejenuhan basa. Bila kejenuhan basa meningkat maka pH akan naik. Bila ion–ion Ca++ dan Mg++ dilepaskan kelarutan tanah, maka ia dapat dipetukarkan dengan ion– ion H+, sehinggs ion H+ terikat dan pH akan naik (Soegiman, 1982).
Pada tanah gambut pH erat hubungannya dengan jumlah hidrogen yang dapat diperlukan. Sumber keasaman ini berasal dari asam organik (gugus karboksik dan fenol) yang mengalami disosiasi dengan melepaskan ion H+ (Foth, 1998) Tabel 3. Al – dd dan kejenuhan Al setelah inkubasi Perlakuan Pemberian Tanah Ultisol ton/ha 0 20 40 60
Al-dd (me/100 g)
Kejenuhan Al (%)
1.10 1.29 1.53 1.60
6.68 r 10.87 r 13.23 s 15.18 s
Keterangan : r : rendah; s : sedang
Hasil analisis Al-dd dan kejenuhan Al (Tabel 3) terlihat bahwa penambahan tanah ultisol menaikkan kandungan Al dapat ditukar dan kejenuhan Al. Kejenuhan Al dan Al-dd tanah gambut 8.97% dengan Al-dd 0.80. Penambahan tanah ultisol sampai 60 ton/ha menaikan Al-dd menjadi 1,6 dengan kejenuhan Al 15,18 %. Tanah ultisol adalah tanah dengan pH rendah, kandungan Al dapat diperkirakan tinggi dan kandungan Ca dan Mg (Sanchez, 1976, Burman dan Dai, 1976). Bila dihubungkan pendapat para ahli dan hasil yang didapat, penambahan tanah ultisol pada tanah gambut akan menaikkan Al-dd dan kejenuhan Al. Terjadinya peningkatan Al–dd pada tanah campuran lebih cenderung disebabkan oleh Al– dd tanah ultisol lebih tinggi dibandingkan tanah gambut, sehingga tanah campuran gambut dan ultisol Al-dd nya lebih tinggi dari tanah gambut karena sumber mineral – mineral pada tanah gambut adalah rendah, sehingga Al-dd tanah gambut jauh lebih rendah dari tanah ultisol (Harjowigeno, 1989).
Tabel 4. Basa-basa yang dapat dipertukarkan dan kejenuhan basa setelah pemberian tanah mineral dan inkubasi Perlakuan Pemberian Tanah Ultisol ton/ha
K-dd Me/100g
Na-dd Me/100g
Ca-dd Me/100g
Md-dd Me/100g
KB %
0
0.24r
0.23r
6.05s
1.90s
17.25s
20
0.29r
0.46s
7.00s
1.91s
20.01s
40
0.40s
0.63s
7.77s
2.00s
25.10t
60
0.50s
0.74s
8.30s
2.35t
34.11t
Keterangan : r : rendah, s : sedang, t : tinggi
ISSN 1979-0228
27
Jerami Volume 2 No. 1, Januari - April 2009
Penambahan tanah ultisol (20 - 60 ton/ha) menaikkan K-dd, Na-dd, Ca-dd, Mg-dd dan kejenuhan basa (K.B). Terjadinya peningkatan basa–basa yang sangat diperlukan sejalan dengan peningkatan pH tanah yang berakibat terlepasnya kation–kation basa dari kompleks
adsorbsi tanah ultisal dan lama inkubasi juga menyebabkan kation–kation basa (Ca++, K+, Na+, dan Mg++) terurai dari bahan–bahan organik tanah gambut. Semuanya ini menyebabkan naiknya kejenuhan basa.
Tabel 5. Kapasitas Tukar Kation, C Organik, N total dan C/N Tanah setelah Pemberian Tanah Mineral Inkubasi Perlakuan Pemberian Tanah Ultisol ton/ha
KTK Tanah Ml/100g
C Organik
N Total
%
%
0
50.23st
39.60t
1.23t
32.32 t
20
48.02st
37.49t
1.05 t
35.70 t
40
43.92st
37.73t
1.28 t
29.47 t
60
36.69t
36.67t
1.09 t
33.64 t
C/N
Keterangan : t : tinggi, St : sangat tinggi
Dari Tabel 5 terlihat bahwa penambahan tanah ultisol 60 ton/ha secara umum menurunkan KTK tanah, C organik, N total tanah dan menaikkan C/N. Percampuran tanah gambut yang mempunyai KTK tinggi dengan tanah ultisol yang KTK tanah rendah, menyebabkan KTK tanah campuran persatuan berat tanah (gambut + ultisol) menjadi turun dibandingkan kandungan KTK tanah gambut. Dengan inkubasi akan menyebabkan terurainya kation–kation dari kompleks organik, sehingga terjadi penurunan kation–kation basa (Harjowigeno, 1989). Penurunan C organik tanah campuran lebih disebabkan penambahan tanah ultisol, karena perbedaan C organik tanah gambut dengan C organik tanah ultisol sangat besar. Sedangkan lama inkubasi belum mempengaruhi C organik tanah campuran, karena lebih besar dari C organik tanah gambut (31.78 %). Penambahan tanah ultisol cenderung menurunkan N total tanah, walau masih tergolong tinggi. Penurunan ini lebih disebabkan karena hilangnya sebagian N akibat proses dekomposisi bahan organik selama masa inkubasi. Menurut Supardi (1975) pada pH tanah dibawah 6, nitrogen (N) akan hilang sebagai Oksida Nitrit (NO2). Drainase yang buruk seperti pada tanah gambut akan menstimulir kehilangan nitrogen secara volatilasi. Disamping itu, kehilangan N lewat pendidihan pada tanah gambut juga cukup besar. C/N terjadi penurunan dengan pertambahan basa organik demikian pula dengan lama inkubasi dan ini sangat erat dengan proses dekomposisi yang terjadi selama masa inkubasi. 28
Table 6. P tersedia tanah setelah pemberian tanah mineral dan inkubasi Perlakuan Pemberian Tanah Ultisol ton/ha 0 20 40 60
P tersedia ppm 44.84t 42.23 t 43.61 t 31.21 t
Penambahan tanah mineral dari 0 – 60 ton/ha belum banyak merubah P tersedia tanah, malah terjadi sedikit penurunan (Tabel 6), tapi bila dibandingkan dengan P tersedia tanah gambut (27.40 ppm) dan p tersedia tanah Utisol (10.89 ppm) sudah terjadi peningkatan. Perubahan tanah tersedia pada tanah ultisol antara lain disebabkan: perubahan pH tanah (Tabel 2), kandungan liat tanah ultisol, kandungan bahan organik dan perubahan tata udara tanah. Peningkatan pH tanah (walau peningkatan tidak nyata) terjadi peningkatan P tersedia tanah yang mungkin berasal dari mineral–mineral temasuk P potensial tanah ultisol. Pertambahan tanah ultisol pada tanah gambut menyebabkan senyawa–senyawa Al, Fe yang mengikat P dalam bentuk Al-P atau FeP akan dikelat oleh asam–asam organik sehingga P pada tanah ultisol telah terlepas dan ini akan menaikkan P tersedia tanah. Adanya senyawa organik yang dihasilkan bahan organik tanah gambut, terutama asam fitik yang dapat menghalangi/mengurangi penyerapan P–bahan organik oleh sistem tanah, sehingga akan meningkatkan P tersedia tanah (Poerwidodo, 1992).
ISSN 1979-0228
Pertumbuhan Jagung pada Tanah Gambut
Tabel 7. Rata-rata tinggi tanaman selama 8 minggu Tinggi Tanaman (cm) minggu ke
Perlakuan Pemberian Tanah Ultisol ton/ha
2
3
4
5
6
7
8
0
32.22
38.52
41.05
41.65
41.77
41.77
41.77d
20
32.00
42.25
49.25
63.64
73.20
73.20
81.40c
40
38.68
50.60
54.80
67.38
110.05
110.05
136.75b
60
35.82
51.25
59.50
82.25
169.97
169.97
208.50a
Angka yang diikuti huruf kecil yang sam berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut DMNRT.
Pengukuran tinggi tanaman dari minggu ke 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan ke 8 (Tabel 7) memperlihakan bahwa penambahan tanah mineral (ultisol) menaikkan tinggi tanaman pada setiap pengukuran. Hasil analisis statistik pada pengukuran tinggi tanaman minggu ke 8 menunjukkan bahwa penambahan tanah mineral menaikkan tinggi tanaman secara nyata. Tinggi tanaman tertingi dicapai pada penambahan tanah ultisol 60 ton/h setinggi 208,50 cm dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Bila dihubungkan pertambahan tinggi tanaman dengan hasil analisis kimia tanah setelah masa inkubasi (4 minggu) terlihat bahwa penambahan tanah mineral pada tanah gambut menaikkan C organik tanah, N tanah, P tersedia dan kation tertukar dibandingkan tanah ultisol atau tanah gambut. Walaupun dari peningkatan pemberian tanah mineral terjadi penurunan pada C organik, N total dan P tersedia tanah, tapi masih tergolong tanah, karenba unsur–unsur tersebut sangat penting dalam pertumbuhan tanaman jagung. Bila terjadi kekurangan nitrogen, pertumbuhan jagung akan terhambat, tanaman akan kerdil dan tidak berkembang sempurna karena N sangat erat hubungannya dengan penggunaan karbohidat dalam tanaman. Jika persediaan cukup atau banyak, maka hasil fotosintesis sebahagian besar diubah menjadi protein dan asam nukleat yang digunakan untuk membentuk organ–organ seperti cabang, daun, maupun akar (Suardjono, et al., 1983 ; Hidayat, 1966). Tingginya P tersedia tanah menyebabkan tanaman tidak kekurangan Fosfor, karena P sangat dibutuhkan tanaman jagung sebagai bahan pembangun nukleoprotein yang sangat penting dalam pembentukan sel–sel baru, mengaktifkan pertumbuhan, perkembangan akar, pembuangan, pematangan buah dan berperan dalam memperbaiki kualitas hasil tanaman (Purwowidodo, 1992).
ISSN 1979-0228
KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan: 1. Pemberian tanah mineral pada tanah gambut sampai pada takaran 60 ton/ha mampu meningkatkan pH tanah sebesar 0.16, Al-dd 0.5 ml/100g, kation – kation basa K-dd 0.26 ml/100g, Na-dd 0.51 ml/100g, Ca – dd 2.25 ml/100g. 2. Pemberian tanah mineral sampai takaran 60 ton/ha menurunkan KTK tanah 13.54 ppm, C organik 2.93%, P tersedia 13.63 ppm. 3. Pemberian tanah mineral (0, 20, 40, 60 ton/ha) cenderung meningkatkan tinggi tanaman jagung.
DAFTAR PUSAKA Burman, P dan J. Dai, 1976, Research on Podzotik Soil in Central and North Lampung (Sumatera) and its bearing on Cltural Development in Peat and Padzo Soil and their potensial Agricultural in Indonesia Proc Bll. 3 Soil Research Intitute, Indonesia Foth, H.D, 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Diterjemahkan Oleh : Endang Dwi Purbayanti ; Dwi Retno Lukiwati, Rahayuning Tri Mulatsih Dan Editor, Sri Andani. B. Hudoyono, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Gajah Mada University Press Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Madyatama. Sarana Perkasa. Jakarta 220 hlm Hidayat A dan Rini Roslaini, 1996. Pengaruh Pemupkan N, P dan K pada pertumbuhan dan produksi bawang merah. Kultivar Sumenep. Jurnal HultikulturaVol 5 No. 5 adan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat
29
Jerami Volume 2 No. 1, Januari - April 2009
Penelitian dan Hartikultura. Jakarta
Pengembangan
Poerwowidodo, 1992. Telaah Kesuburan Tanah. PT Angkasa. Bandung Puslitbangtan, 2002. Mengurangi Impor Jagung dengan Intensifikasi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Radja Gukguk, B. dan Bambang Setiadi, 1989. Strategi Pemanfaatan Gambut di Indonesia Kasus Pertanian. Prosiding Seminar Tanah Gambut untuk Perluasan Pertanian. Fakutas Pertanian Islam Sumatera Utara – Medan Sanchez, A. Pedro, 1976. Properties and management of Soils in The Tropics. A Wiley-inter Science Publication. John Wiley and Sons. New York. Toronto Soegiman. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan The Nature and Properties of Soil. Bahtara Karya Aksara. Jakarta.
Sudaryanto, T.CH. Noekan dan F Kasyrno. 1988. Kedudukan komoditi Jagung dalam perekenomian Indonesia. Dalam Jagung. Hal 1-21. Puslitbangtan. Bogor. Soewarjono, Hendro, Soedomo dan Prasadjo, 1983. Budi daya Bawang Merah (Allium as Calonicum L) Sinar Baru. Bandung. 57 hal Term of Reference Tipe A. 1980. Pemetaan Tanah. Lembaga Penelitian Tanah. Proyek Penelitian Menunjang Transmigrasi P3MT. Departemen Pertanian Tan, K.H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Penerjemah Ir. Didiek Hajar Goenadi, Msc,Phd. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Penyunting Ir. Bostang Rodja Gukguk, Msc, Phd. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Gajah Mada University Press.
Soepardi, G. 1974. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
------------------------------oo0oo------------------------------
30
ISSN 1979-0228