PENGARUH ADOPSI AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL TERHADAP AKUNTABILITAS KEUANGAN DAERAH SE JAWA – BALI
TESIS Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: BINTI MUCHSINI NIM: S4307050
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PENGARUH ADOPSI AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL TERHADAP AKUNTABILITAS KEUANGAN DAERAH SE JAWA – BALI
Disusun oleh Binti Muchsini NIM: S4307050
Telah disetujui Pembimbing Pada tanggal:
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak NIP. 19520610 198803 1 002
Drs. Agus Budiatmanto, M.Si., Ak NIP. 19591216 199003 1 001
Mengetahui: Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Dr. Bandi, M.Si., Ak NIP. 19641120 199103 1 002
PENGARUH ADOPSI AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL TERHADAP AKUNTABILITAS KEUANGAN DAERAH SE JAWA – BALI
Disusun oleh: BINTI MUCHSINI NIM: S4307050
Telah disetujui Tim penguji Pada tanggal:
Ketua
: Dra. Y Anni Aryani, M.Prof.Acc., Ph.D., Ak. ..................................
Sekretaris
: Dr. Bandi, M.Si., Ak.
...................................
Anggota
: Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak
...................................
Drs. Agus Budiatmanto, M.Si., Ak
...................................
Mengetahui: Direktur PPs UNS
Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D
Dr. Bandi, M.Si., Ak
NIP. 19570820 198503 1 004
NIP. 19641120 199103 1 002
PERNYATAAN
Nama
: Binti Muchsini
NIM
: S4307050
Program Studi
: Magister Akuntansi
Konsentrasi
: Akuntansi Sektor Publik
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Pengaruh Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual Terhadap Akuntabilitas Keuangan Daerah se Jawa-Bali” adalah betulbetul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh atas tesis tersebut.
Surakarta, 23 Januari 2010 Yang menyatakan,
Binti Muchsini
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis dengan judul “Pengaruh Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual Terhadap Akuntabilitas Keuangan Daerah Se Jawa Bali” ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini bukan hasil dari jerih payah sendiri, akan tetapi banyak pihak yang membantu. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga selesainya Tesis ini. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah berkenan memberikan bantuan kepada peneliti berupa Beasiswa Unggulan Diknas dalam menyelesaikan studi di program studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.
3. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret dan selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta memotivasi penulis dalam penyusunan tesis. 4. Dr. Bandi, M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret. 5. Bapak Drs. Agus Budiatmanto, M.Si., Ak., selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu dan segala kemudahan serta kesabaran mengarahkan dalam penyusunan tesis. 6. Bapak Ibu Dosen beserta staf di Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bimbingan keilmuan, khususnya dalam disiplin Ilmu Akuntansi.
Surakarta, Januari 2010 Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL DALAM...................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN TESIS.............................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................
iv
KATA PENGANTAR....................................................................................
v
DAFTAR ISI...................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL...........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
x
ABSTRAK......................................................................................................
xi
ABSTRACT....................................................................................................
xii
BAB I
BAB
BAB
BAB
PENDAHULUAN.........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................
1
B. Perumusan Masalah..................................................................
9
C. Tujuan Penelitian......................................................................
13
D. Manfaat Penelitian...................................................................
13
E. Sistematika Penulisan...............................................................
14
II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
16
A. Landasan Teori.........................................................................
16
B. Kerangka Pikir Penelitian.........................................................
43
III METODOLOGI PENELITIAN.............................................
44
A. Desain Penelitian......................................................................
44
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel................
44
C. Data dan Sumber Data.............................................................
45
D. Definisi dan Pengukuran Operasional Variabel.......................
46
E. Analisis Data............................................................................
48
IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN............................
51
A. Deskripsi Data..........................................................................
51
B. Hasil Analisis Data.................................................................
54
Halaman C. Pembahasan...............................................................................
63
V PENUTUP..................................................................................
67
A. Kesimpulan................................................................................
67
B. Keterbatasan, Implikasi dan Saran............................................
68
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
71
LAMPIRAN....................................................................................................
74
BAB
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Elements Compliance Index.......................................................
Tabel 2.
Elemen Accounting Index........................................................... 22
Tabel 3.
Jumlah Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2006 dan 2007....
Tabel 4.
Sampel Penelitian....................................................................... 52
Tabel 5.
Hasil Uji Statistik Dekriptif ...................................................... 53
Tabel 6.
Hasil Uji Normalitas................................................................... 55
Tabel 7.
Hasil Uji Normalitas................................................................... 56
Tabel 8.
Hasil Analisis Regresi Sederhana dengan Variabel Dependen OROE.......................................................................................
Tabel 9.
Tabel 12.
56
57
Hasil Analisis Regresi Sederhana dengan Variabel Dependen CR..............................................................................................
Tabel 11.
51
Hasil Analisis Regresi Sederhana dengan Variabel Dependen ROA..........................................................................................
Tabel 10.
19
59
Hasil Analisis Regresi Sederhana dengan Variabel Dependen LA..............................................................................................
60
Rekapitulasi Hasil Pengujian Hipotesis.....................................
62
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Elemen Accounting Index...................................................
74
Lampiran 2.
Opini BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah...
76
Lampiran 3.
Hasil Uji Normalitas...........................................................
80
Lampiran 4.
Hasil Perhitungan Regresi Sederhana.................................
84
Lampiran 5.
Adopsi Akuntansi Akrual 2006 – 2007..............................
87
Lampiran 6.
Perhitungan Akuntabilitas Keuangan Daerah.....................
88
ABSTRAK Binti Muchsini, S.Pd. NIM: S4307050
PENGARUH ADOPSI AKUNTANSI BERBASIS AKRUALTERHADAP AKUNTABILITAS KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH SE JAWA BALI. Penelitian ini dilakukan dengan motivasi bahwa salah satu faktor yang masih harus ditingkatkan untuk meningkatkan akuntabilitas adalah tingkat adopsi terhadap suatu inovasi dalam hal ini adopsi akuntansi basis akrual dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pengaruh adopsi akuntansi berbasis akrual dengan ukuran pemerintah daerah terhadap total operating revenue to operating expense (OROE). (2) Pengaruh adopsi akuntansi berbasis akrual dengan ukuran pemerintah daerah terhadap return on assets (ROA). (3) Pengaruh adopsi akuntansi berbasis akrual dengan ukuran pemerintah daerah terhadap current ratio (CR). (4) Pengaruh adopsi akuntansi berbasis akrual dengan ukuran pemerintah daerah terhadap long term liabilities to total assets (LA). Penelitian ini menggunakan data sekunder. Populasi penelitian ini adalah seluruh laporan keuangan daerah (LKPD) yang disusun oleh pemerintah daerah se Jawa – Bali tahun 2006-2007. Sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana. Dari hasil analisis data dapat disimpulkan: (1) Adopsi akuntansi berbasis akrual tidak berpengaruh terhadap OROE. (2) Adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh negatif terhadap ROA. (3) Adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh positif terhadap CR. (4) Adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh negatif terhadap LA. Implikasi dari penelitian ini adalah: (1) perlu perbaikan standar dan sosialisasi yang lebih intens mengenai implementasi akuntansi berbasis akrual di sektor publik. (2) akuntabilitas keuangan kita juga masih buruk, sehingga banyak hal yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan diantaranya mencakup sistem pembukuan, sistem aplikasi teknologi komputer, inventarisasi aset dan utang, jadwal waktu penyusunan laporan keuangan dan pemeriksaan serta pertanggungjawaban anggaran, quality assurance atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah oleh pengawas intern dan sumber daya manusia. Kata kunci: adopsi akuntansi berbasis akrual, total operating revenue to operating expense, return on assets, current ratio, long term liabilities to total assets.
ABSTRACT Binti Muchsini, S.Pd. NIM: S4307050 THE INFLUENCE OF ADOPTION ACCRUAL ACCOUNTING TOWARD FINANCIAL ACCOUNTABILITY IN JAVA-BALI. The study aims to investigate: (1) the influence of adoption accrual accounting toward total operating revenue to operating expense (OROE), (2) the influence of adoption accrual accounting toward return on assets (ROA), (3) the influence of adoption accrual accounting toward current ratio (CR), and (4) the influence of adoption accrual accounting toward long term liabilities to total assets (LA). This research uses the secondary data. Population of this research is financial statement municipality (LKPD) of Jawa – Bali 2006 – 2007. Sampel is taken by using purposive sampling, therefore the number of the sample of this research is 78 financial statement. Technique of data analysis in this research is regression analysis. The conclusions of this research are: (1) the adoption of accrual accounting no affect significantly to OROE, (2) the adoption of accrual accounting affect significantly to ROA, (3). the adoption of accrual accounting affect significantly to CR, and (4) the adoption of accrual accounting no affect significantly to LA. The Implications of this research are: (1) KSAP should improve standar and socialication for implementation accrual of accounting, because from this research level adoption accrual of accounting is less. (2) The local goverment should improve to accounting sistem, aplication computer technology system, inventaritation assets and liabilities, time complete financial statement system, quality assurance of financial statement and human resourch.
Keywords: adoption of accrual accounting, total operating revenue to operating expense, return on assets, current ratio, long term liabilities to total assets.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Reformasi keuangan daerah telah terjadi ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22, Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25, Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah. Salah
satu
semangat
reformasi
keuangan
daerah
adalah
dilakukannya
pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah daerah dan penilaian kinerja keuangan daerah agar dapat diketahui sejauh mana pemerintah daerah mampu melaksanakan keuangannya. Menurut Fanani, Mudyanti & Affandi (2008) konflik yang dapat timbul pada sektor publik adalah kadar pengungkapan informasi laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan berharap dapat memperoleh semua informasi yang mereka butuhkan dari laporan keuangan. Laporan keuangan memuat informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundangan. Laporan keuangan pemerintah harus menyediakan informasi yang dapat dipakai
oleh
pengguna
laporan
keuangan
untuk
menilai
akuntabilitas
pemerintahan dalam membuat keputusan ekonomi, sosial dan politik. Dalam Vivanews (2008) diungkapkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai akuntabilitas keuangan daerah belum menunjukkan perbaikan sama sekali. Selama empat tahun sejak 2004-2007 tidak ada perubahan berarti. Kondisi buruk ini, dapat dilihat dari persentase Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian dan Wajar Dengan Pengecualian. Bahkan selama kurun waktu 2004-2007 tersebut nilainya semakin menurun setiap tahun. Persentase Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 2004 yang mendapat penilaian Wajar Tanpa Pengecualian, dari semula 7 persen menjadi 5 persen pada 2006 dan satu persen pada 2007. Sebaliknya, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dengan opini Tidak Memberi Pendapat semakin meningkat dari 2 persen pada 2004 menjadi 17 persen pada 2007. Untuk periode yang sama opini Tidak Wajar naik dari 3 persen menjadi 19 persen. Akuntabilitas diartikan sebagai hubungan antara pihak yang memegang kendali dan mengatur entitas dengan pihak yang memiliki kekuatan formal atas pihak pengendali tersebut. Menurut Solihin (2007) akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atau keterangan. Melalui prinsip ini, suatu proses pengambilan keputusan atau kinerja dapat dimonitor, dinilai, dan dikritisi. Dalam hal ini dibutuhkan juga pihak ketiga yang accountable untuk memberikan penjelasan atau alasan yang masuk akal terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan dan hasil usaha yang diperoleh sehubungan
dengan pelaksanaan suatu tugas dan pencapaian suatu tujuan tertentu. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, akuntabilitas pemerintah tidak dapat diketahui tanpa pemerintah memberitahukan kepada rakyat tentang informasi sehubungan dengan pengumpulan sumber daya dan sumber dana masyarakat beserta penggunaannya. Menurut Epstein (1984) dalam Chan dan Gao (2007) menyatakan bahwa kurangnya informasi untuk warga negara maka tidak mungkin ada komunikasi dengan pemerintah, hal inilah alasan utama mengapa akuntabilitas pemerintahan dibutuhkan. Oleh karena itu komunikasi yang bagus memegang peranan yang penting dalam akuntabilitas pemerintahan untuk pelayanan publik. Salah satu cara untuk mengkomunikasikan adalah melaporkan kinerja keuangan pemerintahan. Menurut Ammon (2007) Serangkaian pengukuran kinerja keuangan yang baik merupakan alat penting untuk membangun akuntabilitas. Nilai pada pengukuran kinerja yang dilaporkan secara luas untuk tujuan akuntabilitas. Chan & Gao (2007) menyatakan bahwa pengukuran kinerja akan membantu meningkatkan akuntabilitas publik. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan. Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja keuangan secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial, sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat terbatas sehingga secara teoretis belum ada kesepakatan yang bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio
keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan meskipun terdapat perbedaan kaidah pengakuntansiannya dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta. Dalam rangka mewujudkan tujuan diatas, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menegaskan bahwa setiap instansi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus menerapkan akuntansi berbasis akrual yang dimulai tahun anggaran 2008. Penerapan akuntansi berbasis akrual merupakan salah satu reformasi dibidang akuntansi pemerintahan. Menurut PSAP 01 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Menurut Cudia (2008) metode akrual mencatat pendapatan dan beban dalam satu periode akuntansi dimana dengan mempertimbangkan saat diperoleh dan terjadi. Hara (2006) mengemukakan bahwa basis akrual adalah metode akuntansi superior untuk sumber ekonomi pada beberapa organisasi. Hasil basis akrual dalam pengukuran akuntansi berdasarkan substansi dan kejadian, bukan ketika kas diterima atau dibayarkan, disamping itu juga meningkatkan relevansi, netralitas, timelines, completeness, comparability. Menurut Mustofa (2006) ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh atas penerapan basis akrual, baik bagi pengguna laporan (user) maupun bagi pemerintah sebagai penyedia laporan keuangan. Manfaat tersebut antara lain: a) dapat menyajikan laporan posisi keuangan pemerintah dan perubahannya, b)
memperlihatkan akuntabilitas pemerintah atas penggunaan seluruh sumber daya, c) menunjukkan akuntabilitas pemerintah atas pengelolaan seluruh aktiva dan kewajibannya yang diakui dalam laporan keuangan, d) memperlihatkan bagaimana pemerintah mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya, e) memungkinkan user untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah dalam medanai aktivitasnya dan dalam memenuhi kewajiban dan komitmennya, f) membantu user dalam pembuatan keputusan tentang penyediaan sumber daya ke atau melakukan bisnis dengan entitas, g) user dapat mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal biaya pelayanan, efisiensi dan penyampaian pelayanan tersebut. Menurut Cohen (2007) tingkat kesalahan spesifikasi sumber daya dengan akuntansi basis kas lebih besar untuk kasus biaya dibandingkan dengan pendapatan. Dalam penelitianya juga menemukan hubungan hasil keuangan yang menarik. Koefisien korelasi antara hasil keuangan basis akrual dan kas yang dihitung di bawah beberapa ukuran alternatif adalah rendah. Jadi, ukuran kinerja keuangan di bawah dua basis akuntansi yang berbeda tidak memberikan informasi yang sama untuk penilaian kinerja keuangan meskipun menurut dugaan berhubungan dengan variable yang sama. Dengan adanya kandungan informasi dari dua basis akuntansi yang berbeda, pengambilan keputusan dan pengukuran kinerja atas dasar informasi akuntansi basis kas menyesatkan. Menurut Beechy (2007) Basis kas memungkinkan para manajer untuk menyembunyikan hasil operasi yang benar dan posisi keuangan yang benar pada organisasi dengan manipulasi arus kas. Menurut Diamond (2002) dengan sistem
akuntansi akrual akan lebih komprehensif dan tidak overstate. FEE (2006) menyatakan bahwa akuntansi akrual untuk pemerintahan memberikan gambaran yang lebih realistik mengenai kinerja dalam hal pendapatan yang diperoleh dan sumber yang dikonsumsi dalam satu periode. Hal ini akan lebih sulit kalau menggunakan akuntansi kas karena hanya mencatat penerimaan dan pengeluaran kas pada satu periode. Menurut Lundqvist (2003) Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) berkomentar bahwa keuntungan pengakuan basis kas adalah terkait dengan menilai dampak ekonomi jangka pendek dan kepatuhan terhadap keterbatasan pembelanjaan, kemampuan informasi kas dalam mengambil keputusan pada stewardship dan posisi keuangan terbatas sebab meniadakan phisik dan kewajiban dan asset keuangan. Basis kas tidak memberikan judgement atas kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi dan efisiensi.
Menurut Tudor dan Mutiu (2007) akuntansi akrual mengukur pendapatan sekarang lebih akurat dibanding metoda kas. Hal ini berarti bahwa neraca merupakan estimasi yang lebih akurat mengenai posisi keuangan. Informasi sekarang yang akurat mempermudah dalam memprediksi posisi keuangan dan pendapatan masa depan.
Menurut Champoux (2006) Walaupun akuntansi akrual disukai oleh sektor swasta untuk beberapa dekade, namun secara relatif baru-baru ini pemerintah nasional itu mulai untuk dengan serius mempertimbangkan memanfaatkan ukuran akrual untuk penganggaran dan pelaporan keuangan. Alasan memanfaatkan
akuntansi akrual, karena secara umum sistem akrual dilihat sebagai cara meningkatkan transparansi anggaran, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk menghitung asset jangka panjang dan kewajiban, dan juga sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi pemerintah melalui manajemen berbasis kinerja. Penelitian ini dilakukan dengan motivasi bahwa faktor yang masih harus ditingkatkan untuk meningkatkan akuntabilitas adalah tingkat adopsi terhadap suatu inovasi dalam hal ini adopsi akuntansi basis akrual dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. Secara konseptual akuntansi berbasis akrual dipercaya dapat menghasilkan informasi yang lebih akuntabel dan transparan dibandingkan dengan akuntansi berbasis kas. Akuntansi berbasis akrual mampu mendukung terlaksanakannya perhitungan biaya pelayanan publik dengan lebih wajar. Nilai yang dihasilkan mencakup seluruh beban yang terjadi, tidak hanya jumlah yang telah dibayarkan. Dengan memasukkan seluruh beban, baik yang sudah dibayar maupun yang belum dibayar, akuntansi berbasis akrual dapat menyediakan pengukuran yang lebih baik, pengakuan yang tepat waktu, dan pengungkapan kewajiban di masa mendatang. Dalam rangka pengukuran kinerja, informasi berbasis akrual dapat menyediakan informasi mengenai penggunaan sumber daya ekonomi yang sebenarnya. Oleh karena itu, akuntansi berbasis akrual merupakan salah satu sarana pendukung yang diperlukan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas pemerintah (KSAP, 2006). Penelitian Beechy (2007)
mengungkapkan bahwa laporan keuangan dengan basis akrual lebih baik untuk akuntabilitas dan transparansi. Steccolini (2004) mengadakan penelitian analisis empiris yang bertujuan memperoleh pemahaman yang baik mengenai peranan annual report sebagai media akuntabilitas untuk stakeholders dalam konteks reformasi pemerintahan lokal di Italia. Hasilnya sangat meragukan atas peran nyata annual report sebagai media akuntabilitas untuk stakeholders pemerintah lokal di Italia. Berdasarkan perbedaan pendapat ahli tersebut penelitian ini ingin menguji pengaruh adopsi akuntansi akrual terhadap akuntabilitas keuangan daerah, penelitian ini dikembangkan berdasarkan penelitian Beechy (2007). Perbedaan dengan penelitian acuan adalah dalam penelitain Beechy (2007) menggunakan variabel full accrual basis dalam kaitannya dengan peningkatan akutabilitas, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan level adopsi akuntansi berbasis akrual
Windels &
Cristiaens (2007) yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan berpedoman pada SAP. Alasan menggunakan level adopsi akuntansi berbasis akrual adalah bahwa di Indonesia sedang dalam tahap pengimplementasian akuntansi pemerintah dengan dasar akrual basis, sehingga bukti-bukti empiris terkait dengan implementasi tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana implementasi akuntasi berbasis akrual yang dilaksanakan pada pemerintah daerah dan untuk mengetahui pengaruh level adopsi tersebut terhadap akuntabilitas keuangan daerah.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengadakan penelitian dengan judul: “PENGARUH
ADOPSI
AKUNTANSI
BERBASIS
AKRUAL
TERHADAP
AKUNTABILITAS KEUANGAN DAERAH SE JAWA–BALI”.
B. Perumusan Masalah Akuntansi berbasis akrual merupakan salah satu sarana pendukung yang diperlukan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas pemerintah (KSAP, 2006). Penelitian Beechy (2007) mengungkapkan bahwa laporan keuangan dengan basis akrual lebih baik untuk akuntabilitas dan transparansi. Menurut Mustofa (2006) ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh atas penerapan basis akrual, baik bagi pengguna laporan (user) maupun bagi pemerintah daerah sebagai penyedia laporan keuangan. Manfaat penerapan basis akrual bagi pemerintah daerah adalah memperlihatkan akuntabilitas atas penggunaan seluruh sumber daya dan menunjukkan akuntabilitas pemerintah atas seluruh aktiva dan kewajibannya yang diakui dalam laporan keuangan. Akuntabilitas atas penggunaan seluruh sumber daya keuangan terkait dengan efisiensi. Menurut Mardiasmo (2005) efisiensi adalah pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa efisiensi mengacu pada rasio terbaik antara output dengan input (biaya). Dengan kata lain akuntabilitas atas penggunaan sumber daya
keuangan dapat diukur dengan rasio efisiensi. Rasio efisiensi menurut Cohen (2006) adalah total operating revenue to operating expense (OROE). Semakin besar total operating revenue dibanding total operating expense, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu pemerintah daerah. Sedangkan akuntabilitas atas pengelolaan
seluruh aktiva dan
kewajibannya hal ini terkait dengan profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas. Rasio profitabilitas menurut Cohen (2006) diukur dengan Return on Assets (ROA) rasio ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ROA mengindikasikan bahwa dengan memanfaatkan aktivanya semaksimal mungkin, pemerintah daerah mampu menghasilkan surplus yang tinggi. Rasio likuiditas menurut Cohen (2006) diukur dengan current ratio (CR) rasio ini menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajiban lancar dengan aktiva lancar yang dimiliki. Dengan demikian semakin tinggi CR menunjukkan bahwa aktiva lancarnya semakin tinggi yang berarti pemerintah daerah tidak mengalami kesulitan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. Rasio solvabilitas menurut Cohen (2006) dengan long term liabilities to total assets (LA) rasio ini menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi seluruh utang jangka panjangnya dengan total aktiva yang dimiliki. Dengan demikian semakin rendah rasio LA semakin bagus kinerja pemerintah daerah tersebut. Barrett (2004) mengemukakan bahwa adopsi akrual di sektor publik secara positif meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan pembiayaan program dan pelayanan yang lebih baik yang disediakan oleh pemerintah. Steccolini
(2004) mengadakan penelitian analisis empiris yang bertujuan memperoleh pemahaman yang baik mengenai peranan annual report sebagai media akuntabilitas untuk stakeholders dalam konteks reformasi pemerintahan lokal di Italia. Hasilnya sangat meragukan atas peran nyata annual report sebagai media akuntabilitas untuk stakeholders pemerintah lokal di Italia. Di Indonesia sedang dalam tahap pengimplementasian akuntansi pemerintah dengan dasar akrual basis, sehingga bukti-bukti empiris terkait dengan implementasi tersebut sangat dibutuhkan untuk mengatahui sejauh mana implementasi akuntasi berbasis akrual yang dilaksanakan pada pemerintah daerah dan untuk mengetahui pengaruh level adopsi tersebut terhadap akuntabilitas keuangan daerah. Atas dasar permasalahan yang ada pada hasil penelitian terdahulu, masalah dalam penelitian adalah belum adanya (sepanjang pengamatan peneliti) penelitian tentang pengaruh adopsi akuntansi berbasis akrual terhadap akuntabilitas keuangan daerah. Oleh karena itu pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap OROE? 2. Apakah adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap ROA? 3. Apakah adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap CR? 4. Apakah adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap LA?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris bahwa: 1. terdapat pengaruh yang signifikan antara adopsi akuntansi berbasis akrual dengan OROE, 2. terdapat pengaruh yang signifikan antara adopsi akuntansi berbasis akrual dengan ROA, 3. terdapat pengaruh yang signifikan antara adopsi akuntansi berbasis akrual dengan CR, dan 4. terdapat pengaruh yang signifikan antara adopsi akuntansi berbasis akrual dengan LA.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat pada pihak-pihak berikut ini. 1. Bagi Pemerintah Daerah Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pemerintah agar dapat mengetahui sejauh mana implementasi akuntansi berbasis akrual di pemerintah daerah dan menyediakan bukti empiris terkait dengan pengaruh adopsi akuntansi berbasis akrual terhadap akuntabilitas keuangan daerah sehingga dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah mengenai komponenkomponen yang perlu diadopsi lebih lanjut untuk memperbaiki kondisi laporan keuangan yang selama ini disusun oleh pemerintah
daerah, yang selama ini menunjukkan akuntabilitas keuangan derah semakin buruk.
2. Bagi User
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh bukti empiris terkait pengimplementasian akuntansi berbasis akrual yang dapat menyediakan informasi mengenai penggunaan sumber daya ekonomi yang sebenarnya. Oleh karena itu, akuntansi berbasis akrual merupakan salah satu sarana pendukung yang diperlukan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas pemerintah sehingga dapat digunakan user dalam hal pengambilan keputusan tentang penyediaan sumber daya ke atau melakukan bisnis dengan entitas . E. Sistematika Penulisan Bagian selanjutnya penelitian ini disusun sebagai berikut: BAB II
:
LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan mengenai tinjauan pustaka, reviu
penelitian
penelitian
dan
terdahulu,
pengembangan
penelitian. BAB III
:
kerangka
METODOLOGI PENELITIAN
pikir
hipotesis
Bab ini menjelaskan mengenai ruang lingkup penelitian, populasi dan sampel serta teknik pengambilan sampel penelitian, variabel dan pengukuran
variabel
penelitian,
data
dan
sumber data serta teknik pengambilan data penelitian dan model penelitian serta analisis data. BAB IV
:
ANALISIS DATA Bab
ini
menjelaskan
mengenai
hasil
pengumpulan data dan analisis data serta pembahasan atas hasil analisis data. BAB V
:
PENUTUP Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan, keterbatasan, saran dan implikasi penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori 1. Akuntansi Berbasis Akrual Menurut PSAP 01 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Menurut Cudia (2008) metode akrual mencatat pendapatan dan beban dalam satu periode akuntansi dimana dengan mempertimbangkan
saat
diperoleh
dan
terjadi.
Hara
(2006)
mengemukakan bahwa basis akrual adalah metode akuntansi superior untuk sumber ekonomi pada beberapa organisasi. Hasil basis akrual dalam pengukuran akuntansi berdasarkan substansi dan kejadian, bukan ketika kas diterima atau dibayarkan, disamping itu juga meningkatkan relevansi, netralitas, timelines, completeness, comparability. Menurut Mustofa (2006) Akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis
akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa-peristiwa lain diakui dan dicatat dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam periode laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas atau ekuivalen kas diterima atau dibayarkan. Akuntansi berbasis akrual ini banyak dipakai oleh institusi sektor non publik dan lembaga lain yang bertujuan mencari keuntungan. International Monetary Fund (IMF) sebagai lembaga kreditur menyusun Government
Finance Statistics (GFS) yang di dalamnya menyarankan kepada negara-negara
debiturnya untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual dalam pembuatan laporan keuangan. Alasan penerapan basis akrual ini karena saat pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya. Jadi basis akrual ini menyediakan estimasi yang tepat atas pengaruh kebijakan pemerintah terhadap perekonomian secara makro. Selain itu basis akrual menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat, termasuk transaksi internal, in-kind transaction, dan arus ekonomi lainnya. Menurut Lundqvist (2003) Basis akrual adalah basis akuntansi dimana transaksi dan peristiwa lain dicatat ketika terjadi (dan tidak hanya ketika kas tau ekuivalennya diterima atau dibayarkan). Oleh karena itu, transaksi dan peristiwa dicatat dalam arsip akuntansi dan dituangkan dalam laporan keuangan periode yang bersangkutan. Unsur-Unsur akuntansi akrual adalah asset, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan biaya. (IFAC, Glossary of Defined Terms).
2. Akuntansi Berbasis Kas Menurut PSAP 01 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Cudia (2008) mengemukakan bahwa akuntansi kas mencatat pendapatan ketika diterima dan mencatat beban ketika dibayarkan. Menurut Baharuddin dan Sinaga
(2006) jika digunakan basis kas maka tidak ada piutang dari pendapatan karena pendapatan diakui hanya pada saat kas diterima.
Basis kas ini dapat mengukur kinerja keuangan pemerintah yaitu untuk mengetahui perbedaan antara penerimaan kas dan pengeluaran kas dalam suatu periode. Basis kas menyediakan informasi mengenai sumber dana yang dihasilkan selama satu periode, penggunaan dana dan saldo kas pada tanggal pelaporan. Akuntansi berbasis kas ini tentu mempunyai kelebihan dan keterbatasan. Kelebihan-kelebihan akuntansi berbasis kas adalah laporan keuangan berbasis kas memperlihatkan sumber dana, alokasi dan penggunaan sumber-sumber kas, mudah untuk dimengerti dan dijelaskan, pembuat laporan keuangan tidak membutuhkan pengetahuan yang mendetail tentang akuntansi, dan tidak memerlukan pertimbangan ketika menentukan jumlah arus kas dalam suatu periode. Sementara itu keterbatasan akuntansi berbasis kas adalah hanya memfokuskan pada arus kas dalam periode pelaporan berjalan, dan mengabaikan arus sumber daya lain yang mungkin berpengaruh pada kemampuan pemerintah untuk menyediakan barang-barang dan jasajasa saat sekarang dan saat mendatang; laporan posisi keuangan (neraca) tidak dapat disajikan, karena tidak terdapat pencatatan secara double entry; tidak dapat menyediakan informasi mengenai biaya pelayanan(cost of service) sebagai alat untuk penetapan harga (pricing), kebijakan kontrak publik, untuk kontrol dan evaluasi kinerja (Mustofa, 2006). 3. Level Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual Pengenalan akuntansi akrual merupakan perubahan signifikan pada tradisi manajemen sektor publik. Guthrie (1998) menyatakan bahwa adopsi akuntansi
akrual memerlukan adanya perubahan teknologi informasi dan budaya departemen/organisasi. Adopsi terhadap praktek baru memerlukan adaptasi. Menurut Windels & Christiaens (2007) untuk memfokuskan pada adopsi terhadap perubahan akuntansi menggunakan accounting index. Accounting index dibangun berdasarkan konsep compliance index yang digunakan Christiaens (1999) untuk menguji reformasi akuntansi pada kotamadya. Menurut Christiaens (1999) compliance index terdiri dari 66 elemen. Elemen-elemen tersebut disajikan dalam tabel dibawah ini: Tabel 1. Elements Compliance Index Item 1. Timeliness
Measure Qt
Completeness 2. Stocks disclosed 3. Doubtfuldebtors recorded 4. Debtor taxes disclosed 5. Provisions disclosed 6. Educational staff: salaries equals subsidies
D D D D D
Valuation 7. No Starting value certain assets
D
Tabel 1 (Lanjutan) Item
Measure
Cut - off 8. Deffered charges disclosed 9. Deffered income disclosed 10. Accrued charges disclosed 11. Accrued income disclosed
D D D D
Classification 12. Sign assets correct 13. Sign liabilities correct 14. Sign Profit/Loss Account correct
D D D
15. G/L account 62401 applied
D
Compensation 16. amounts receivable within one year 17. debts falling due within one year 18. trades creditors 19. taxation, salaries and social security 20. other amounts payable 21. accruals/defferal
D D D D D D
Mechanical accuracy 22. reconiliation results 23. reconciliations reserves 24. investment subsidies 25. accumulated depreciations 26. promised subsidies 27. redemption loans 64=765 28. redemption loans 665 =74 29. invoices in suspense 30. subsidies 270/274 31. loans agreed 275
D D D D D D D D D D
Disclosure 32. valuation rules disclosed 33. fixed assets movements schedule 34. adjusments capital 35. details and statements of loans 36. details investment 37. details accruals deferrals 38. details III.25 and IV.27 39. details amounts receivable 40. details capital and reserves
D D D D D D D D D
Tabel 1 (Lanjutan) Item 41. details granted subsidies 42. details creditors 43. capital gain/loss disposal fixed assets 44. details P/L account:costs 45. details P/L account: revenues 46. trial balance 47. contingencies disclosed
Measure D D D D D D D
48. previous year figures
D
Formalistic requirements 49. statement 173X tax 50. statement cadastral revenues 51. statement deferred appropriations (Form T) 52. statement decreed claims receivable 53. Mod. 15A 54. Mod. 15BC 55. Mod. 15D 56. Mod. 15E 57. Mod. 15F 58. summary budgetary result and accounting result 59. reconciliation budgetary/financial accounting 60. comparison budget-budgetary account Adequacy and usefulness 61. guidelines annual accounts 62. analysis budgetary accounts 63. analysis annual accounts 64. pictorial, graphical presentations 65. different colours 66. page consecutively numbered. Sumber : Christiaens (1999)
D D D D D D D D D D D D
D D D D D D
Menurut Windels & Christiaens (2007) accounting index yang dimodifikasi dari penelitian Christiaens (1999) terdiri dari 9 komponen utama yang mencakup 90 elemen. Komponen-komponen tersebut terdiri dari completeness, valuation, cut-off, classification, mechanical accuracy, time lines, adequacy and usefulness, formalistic requirement, disclosure. Dalam penelitian ini level adopsi akuntansi berbasis akrual diukur dengan memodifikasi elements of compliance index (Christiaens, 1999) dan elements of accounting index (Windels & Christiaens, 2007) yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan berpedoman pada SAP dan datanya dapat di akses atau tersedia di Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Elemen Accounting index disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2.
Elemen Accounting Index Komponen
Ukuran
Completeness 1.
Persediaan diungkapkan
D
2.
Exceptional cost/revenue dicatat
D
3.
Piutang Pajak diungkapkan
D
4.
Gaji Pegawai sama dengan subsidi
D
Valuation 5.
Tidak ada nilai awal dalam menentukan aset
D
6.
akrual/deferal pada neraca awal
D
Classification 7.
Klasifikasi aset benar
D
8.
Klasifikasi Utang benar
D
9. Klasifikasi subsidi benar
D
10. Simbol total aset dan kewajiban positif
D
Mechanical accuracy 11. Rekonsiliasi Modal
D
12. Rekonsiliasi Cadangan
D
13. Rekonsiliasi kas dari kontribusi pemerintah daerah
D
14. Rekonsiliasi Cash Flow
D
15. Rekonsiliasi Persediaan
D
Disclosure 16. Aturan penilaian diungkapkan
D
Tabel 2 (Lanjutan)
Komponen
Ukuran
17. Skedul Mutasi Aktiva tetap diungkapkan
D
18. Perubahan Ekuitas diungkapkan
D
19. Pinjaman diungkapkan secara detail
D
20. Investasi diungkapkan secara detail
D
21. Akrual deferal diungkapkan secara detail
D
22.
Sejumlah piutang diungkapkan secara detail
D
23.
Ekuitas dan cadangan diungkapkan secara detail
D
24.
Subsidi yang diterima diungkapkan secara detail
D
25.
Kreditur diungkapkan
D
26.
Keuntungan/kerugian penjualan aktiva tetap
D
27.
Biaya diungkapkan secara detail
D
28.
Pendapatan diungkapkan secara detail
D
29.
Figur tahun sebelumnya
D
Formalistic requirements 30.
Gambaran Umum Laporan tahunan
D
31.
Deskripsi Laporan tahunan
D
32.
Keuangan Laporan tahunan
D
33.
Skema aliran keuangan
D
34.
Pengundangan secara resmi diungkapkan
D
Adequacy and Usefulness 35.
Petunjuk annual accounts
D
36.
Analisis akun anggaran
D
37.
Analisis annual accounts
D
38.
Penyajian dengan gambar dan grafik
D
39.
Penyajian dengan warna yang berbeda
D
40.
Menomori Halaman dengan teratur
D
4. Akuntabilitas Keuangan Daerah Akuntabilitas merupakan salah satu unsur pokok perwujudan good governance yang saat ini sedang diupayakan di Indonesia. Pemerintah diminta untuk melaporkan hasil dari program yang telah dilaksanakan sehingga masyarakat dapat menilai apakah pemerintah telah bekerja dengan ekonomis, efisien dan efektif (Sadjiarto, 2000). Menurut Solihin (2007) akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atau keterangan. Melalui prinsip ini, suatu proses pengambilan keputusan atau kinerja dapat dimonitor, dinilai, dan dikritisi. Akuntabilitas juga menunjukkan adanya traceableness yang berarti dapat
ditelusuri sampai ke bukti dasarnya, serta reasonableness yang berarti dapat diterima secara logis. Laporan keuangan pemerintah harus menyediakan informasi yang dapat dipakai
oleh
pemerintahan
pengguna dalam
laporan
membuat
keuangan
keputusan
untuk ekonomi,
menilai
akuntabilitas
sosial dan
politik.
Akuntabilitas diartikan sebagai hubungan antara pihak yang memegang kendali dan mengatur entitas dengan pihak yang memiliki kekuatan formal atas pihak pengendali tersebut. Dalam hal ini dibutuhkan juga pihak ketiga yang accountable untuk memberikan penjelasan atau alasan yang masuk akal terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan dan hasil usaha yang diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas dan pencapaian suatu tujuan tertentu. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, akuntabilitas pemerintah tidak dapat diketahui tanpa pemerintah memberitahukan kepada rakyat tentang informasi sehubungan dengan pengumpulan sumber daya dan sumber dana masyarakat beserta penggunaannya. Menurut Kim (2008 : 2) mendefinisikan akuntabilitas sebagai berikut: Accountability is basically the obligation to perform as expected or bear the consequences of failure. Accountability is also defined as, “A is accountable to B when A is obliged to inform B about A’s actions or decisions”. Dengan kata lain akuntabilitas adalah kewajiban yang pada dasarnya melaksanakan seperti yang diharapkan atau membawa konsekuensi terhadap suatu kegagalan. Akuntabilitas juga dapat digambarkan seperti “A dikatakan akuntabel kepada B ketika A berkewajiban memberi informasi pada B tentang tindakan atau keputusan A.
Menurut Barrett (2004) akuntabilitas merupakan hubungan berdasarkan kewajban untuk menunjukkan, meninjau ulang dan mempertanggungjawabkan kinerja, yang hasilnya sesuai harapan yang telah disepakati. Budiardjo dalam Krina (2003) mendefinisikan akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances sistem). Lembaga pemerintahan yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif (MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers yang semakin penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar keempat. Guy Peter dalam Krina (2003) menyebutkan adanya 3 tipe akuntabilitas yaitu: (1) akuntabilitas keuangan, (2) akuntabilitas administratif, dan (3) akuntabilitas kebijakan publik. Menurut Sadjiarto (2000) akuntabilitas dapat dipandang dari berbagai perspektif. Dari perspektif akuntansi, American Accounting Association menyatakan bahwa akuntabilitas suatu entitas pemerintahan dapat dibagi dalam empat kelompok. a. Sumber daya financial. b. Kepatuhan terhadap aturan hukum dan kebijaksanaan administratif. c. Efisiensi dan ekonomisnya suatu kegiatan.
d. Hasil program dan kegiatan pemerintah yang tercermin dalam pencapaian tujuan, manfaat dan efektivitas. Sedangkan dari perspektif fungsional, akuntabilitas dilihat sebagai suatu tingkatan dengan lima tahap yang berbeda yang diawali dari tahap yang lebih banyak membutuhkan ukuran-ukuran obyektif (legal compliance) ke tahap yang membutuhkan lebih banyak ukuran-ukuran subyektif . Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut. a. Probity and legality accountability Hal ini menyangkut pertanggungjawaban penggunaan dana sesuai dengan anggaran yang telah disetujui dan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (compliance). b. Process accountability Dalam hal ini digunakan proses, prosedur, atau ukuran-ukuran dalam melaksanakan kegiatan yang ditentukan (planning, allocating and managing). c. Performance accountability Pada level ini dilihat apakah kegiatan yang dilakukan sudah efisien (efficient and economy). d. Program accountability Di sini akan disoroti penetapan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan tersebut (outcomes and effectiveness). e. Policy accountability Dalam tahap ini dilakukan pemilihan berbagai kebijakan yang akan diterapkan atau tidak (value).
Menurut Supriyono (2000) akuntabilitas sangat terkait dengan kinerja institusi pemerintah. Akuntabilitas kinerja merupakan pertimbangan dalam membuat kebijakan dan program, mengukur hasilnya atau hasil dibandingkan dengan standarnya. Sistem akuntabilitas kinerja menyediakan kerangka kerja untuk mengukur
hasil (tidak hanya
mengukur
proses atau beban
kerja) dan
mengorganisasikan informasi sehingga dapat digunakan secara efektif oleh pemimpin-pemimpin politik, pengambil keputusan dan manajer program. Sistem ini memberikan informasi kepada pembuat kebijakan dan manajer program, sehingga dapat mencapai keberhasilan. Sistem ini juga menyediakan informasi yang berguna bagi penyedia program, konsumen pelayanan, dan publik.
Dalam penelitian ini menggunakan konsep akuntabilitas kinerja dalam mengukur akuntabilitas keuangan daerah. Menurut Solihin
(2007)
akuntabilitas kinerja adalah perwujudan suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. Adapun indikator minimal akuntabilitas adalah sebagai berikut. a. Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan. b. Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan. c. Adanya output dan outcome yang terukur. Manajemen
suatu
organisasi
dapat
dikatakan
sudah
akuntabel apabila dalam pelaksanaan kegiatannya telah memenuhi
persyaratan: 1) menentukan tujuan yang tepat, 2) mengembangkan standar yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan, 3) Secara efektif mempromosikan
penerapan
pemaikaian
standar,
4)
mengembangkan standar organisasi dan operasi secara ekonomis dan efesian. Tujuan merupakan suatu yang ingin dicapai dalam suatu kerangka waktu (timeframe) tertentu. Sesuatu yang ingin dicapai itu sudah tentu berhubungan dengan maksud didirikannya organisasi, atau dengan kata lain tujuan berkaitan erat dengan alasan keberadaan organisasi. Kemudian dalam upaya untuk menentukan apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak, perlu dibuat suatu standar mengenai tingkat pencapaian yang dikehendaki. Ini berarti diperlukan suatu tolok ukur untuk menentukan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai tujuan yang ditetapkan sejak awal.
5. Hubungan Pengukuran Kinerja dengan Akuntabilitas Serangkaian pengukuran kinerja keuangan yang baik merupakan alat penting untuk membangun akuntabilitas. Nilai pada pengukuran kinerja yang dilaporkan secara luas untuk tujuan akuntabilitas (Ammons, 2007). Chan & Gao (2007) menyatakan bahwa pengukuran kinerja sebagai alat dalam meningkatkan akuntabilitas. Penelitian Chan & Gao (2007) mengindikasikan bahwa akuntabilias seharusnya berorientasi pada hasil, tujuan akuntabilitas adalah untuk
meningkatkan kinerja, secara khusus output dan outcomes. Dalam praktek, implementasi pengukuran kinerja di pemerintahan lokal Cina mengarahkan ke akuntabilitas. Epstein (1984) dalam Chan & Gao (2007) menyatakan bahwa kurangnya informasi untuk warga negara maka tidak mungkin ada komunikasi dengan pemerintah, hal inilah alasan utama
mengapa
akuntabilitas pemerintahan dibutuhkan. Oleh karena itu komunikasi yang bagus memegang peranan yang penting dalam akuntabilitas pemerintahan untuk pelayanan publik. Salah satu cara untuk mengkomunikasikan adalah melaporkan
kinerja
pemerintahan
dan
proses
annual
budget
dan
menempatkan pencapaian tujuan dibawah pengawasan publik. Menurut Ryan, Robinson, & Grigg (2000) pengukuran kinerja berarti menilai akuntabilitas. Menurut Cohen (2006) salah satu tujuan mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu pemerintah daerah. Dalam konsep akuntabilitas diketahui bahwa salah satu indikator akuntabilitas keuangan daerah adalah tercapainya efisiensi dalam suatu kegiatan. Ada beberapa rasio yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah. Dalam penelitian ini menggunakan pengukuran kinerja keuangan yang dikemukakan oleh Cohen (1999), yaitu rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio struktur modal, dan rasio kinerja. Kloot & Martin (2000) menyimpulkan bahwa kinerja keuangan berhubungan sangat erat dengan strategi jangka panjang, dan manajemen
kinerja keuangan penting untuk keberlangsungan jangka panjang dalam kontek pengurangan revenue dan peningkatan harapan komunitas. Dengan kata lain kinerja keuangan berhubungan erat dengan akuntabilitas keuangan suatu pemerintahan.
6. Hubungan Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual dengan Akuntabilitas Keuangan Daerah Basis akuntansi yang dianut dalam penyajian laporan keuangan akan mempengaruhi penilaian kinerja keuangan. Basis akuntansi yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan ada dua yaitu basis akrual dan basis kas. Menurut PSAP 01 basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Sedangkan basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Menurut Mardiasmo (2006) cash basis mempunyai kelebihan antara lain
mencerminkan
informasi
yang
riil
dan
obyektif.
Sedangkan
kelemahannya antara lain kurang mencerminkan kinerja yang sesungguhnya. Teknik akuntansi berbasis accrual dinilai dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih komprehensif dan relevan untuk pengambilan keputusan. Dalam PSAK 01 Perusahaan harus menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali laporan arus kas. Sedangkan PSAP 01 basis akuntansi
yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Basis akuntansi yang digunakan pada PP 24 Tahun 2005 tersebut adalah basis kas untuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan; basis akrual untuk aset, kewajiban dan ekuitas, atau secara keseluruhan dikenal sebagai basis “cash toward accrual”. Sementara itu pasal 70 ayat 2 Ketentuan Peralihan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, menetapkan bahwa pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual diterapkan selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2008. Menurut Cohen (2007) tingkat kesalahan spesifikasi sumber daya dengan akuntansi basis kas lebih besar untuk kasus biaya dibandingkan dengan pendapatan. Dalam penelitianya juga menemukan hubungan hasil keuangan yang menarik. Koefisien korelasi antara hasil keuangan basis akrual dan kas yang dihitung di bawah beberapa ukuran alternatif adalah rendah. Jadi, ukuran kinerja keuangan di bawah dua basis akuntansi yang berbeda tidak memberikan informasi yang sama untuk penilaian kinerja keuangan meskipun menurut dugaan berhubungan dengan variable yang sama. Dengan adanya
kandungan informasi dari dua basis akuntansi yang berbeda,
pengambilan keputusan dan pengukuran kinerja atas dasar informasi akuntansi basis kas menyesatkan.
Menurut Beechy (2007) basis kas memungkinkan para manajer untuk menyembunyikan hasil operasi yang benar dan posisi keuangan yang benar pada organisasi dengan manipulasi arus kas. Menurut Diamond dalam Champoux (2006) dengan sistem akuntansi akrual akan lebih komprehensif dan tidak overstate. FEE (2006) menyatakan bahwa akuntansi akrual untuk pemerintahan memberikan gambaran yang lebih realistik mengenai kinerja dalam hal pendapatan yang diperoleh dan sumber yang dikonsumsi dalam satu periode. Hal ini akan lebih sulit kalau menggunakan akuntansi kas karena hanya mencatat penerimaan dan pengeluaran kas pada satu periode. Menurut Cooperation
Lundqvist and
(2003)
Development
Organisation (OECD)
for
Economic
berkomentar
bahwa
keuntungan pengakuan basis kas adalah terkait dengan menilai dampak
ekonomi
jangka
pendek
dan
kepatuhan
terhadap
keterbatasan pembelanjaan, kemampuan informasi kas dalam mengambil keputusan pada stewardship dan posisi keuangan terbatas sebab meniadakan phisik dan kewajiban dan asset keuangan. Basis kas tidak memberikan judgement atas kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi dan efisiensi. Menurut Tudor & Mutiu (2007) akuntansi akrual mengukur pendapatan sekarang lebih akurat dibanding metoda kas. Hal ini berarti bahwa neraca merupakan estimasi yang lebih akurat mengenai
posisi
mempermudah
keuangan. dalam
pendapatan masa depan.
Informasi
memprediksi
sekarang posisi
yang
keuangan
akurat dan
Menurut Champoux (2006) walaupun akuntansi akrual disukai oleh sektor swasta untuk beberapa dekade, namun secara relatif baru-baru ini pemerintah nasional itu mulai untuk dengan serius mempertimbangkan
memanfaatkan
ukuran
akrual
untuk
penganggaran dan pelaporan keuangan. Alasan memanfaatkan akuntansi accrual, karena secara umum sistem akrual dilihat sebagai cara
meningkatkan
transparansi
anggaran,
terutama
dalam
kaitannya dengan kemampuan untuk menghitung asset jangka panjang dan kewajiban, dan juga sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi pemerintah melalui manajemen berbasis kinerja. Menurut Mardiasmo (2006) beberapa negara telah mereformasi akuntansi sektor publik mereka, terutama perubahan dari cash basis menjadi accrual basis. New Zealand merupakan contoh sukses dalam menerapkannya. Namun, beberapa kasus menunjukkan bahwa perubahan yang dilakukan tidak seluruhnya menjamin keberhasilan. Kasus di Italia menunjukkan bahwa perubahan tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap transparansi, efisiensi, dan efektivitas organisasi. Menurut Cohen (2007) ada beberapa paper yang melontarkan keraguan tentang keunggulan sistem akrual yang melebihi akuntansi kas yang bisa digunakan untuk sektor publik. Monsen (2002) secara umum tidak sama antara pendapatan dan hubungannya dengan beban di sektor publik dengan sektor privat. Dengan demikian akuntansi akrual terhadap pendapatan dan beban dalam sektor
privat belum tentu dapat diterapkan di sektor publik. Guthrie (1998) mengemukakan
bahwa
perubahan
dari
penggunaan
laporan
berdasarkan kas menjadi laporan berdasarkan akrual memfokuskan pada output dan outcome yang efektif dan efisien, namun kenyataannya laporan akuntansi memfokuskan pada input. Outcome tidak
mudah
diukur
melalui
penggunaan
laporan
keuangan
berdasarkan akrual daripada laporan keuangan berdasarkan kas. Menurut Wyk (2007) salah satu hambatan dalam perubahan laporan keuangan di Afrika Selatan adalah perubahan dari akuntansi kas menjadi akuntansi akrual. Berdasarkan survey dalam studi ini mengungkapkan
bahwa
departemen
pemerintah
masih
menggunakan akuntansi kas. Sistem informasi akuntansi saat ini terlihat tidak cocok untuk akuntansi akrual. Responden memberikan penilaian yang jelek terhadap kefektifan laporan keuangan sektor publik, dan menilai lambat terhadap perubahan sistem ini. Cudia (2008) mengemukakan bahwa akuntansi kas digunakan untuk tujuan melaporkan pajak dan akuntansi melaporkan
keuangan.
Beberapa
SMEs
akrual untuk tujuan menyajikan
laporan
keuangan utamanya untuk kewenangan pajak, bukan untuk investasi dan pengambilan keputusan kredit, sehingga memilih metode kas.
Manfaat akuntansi akrual telah didokumentasikan dengan baik di dalam beberapa paper penelitian. Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut. a. mendukung manajemen kinerja. b. memfasilitasi manajemen keuangan yang lebih baik.
c. memperbaiki pengertian akan biaya program. d. memperluas dan meningkatkan informasi alokasi sumber daya. e. meningkatkan pelaporan keuangan. f. memfasilitasi dan meningkatkan manajemen asset. Menurut Mustofa (2006) ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh atas penerapan basis akrual, baik bagi pengguna laporan (user) maupun bagi pemerintah sebagai penyedia laporan keuangan. Manfaat tersebut antara lain : a. dapat
menyajikan
laporan
posisi
keuangan
pemerintah
dan
perubahannya, b. memperlihatkan akuntabilitas pemerintah atas penggunaan seluruh sumber daya, c. menunjukkan akuntabilitas pemerintah atas pengelolaan seluruh aktiva dan kewajibannya yang diakui dalam laporan keuangan, d. memperlihatkan bagaimana pemerintah mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya, e. memungkinkan user untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah dalam medanai aktivitasnya dan dalam memenuhi kewajiban dan komitmennya, f. membantu user dalam pembuatan keputusan tentang penyediaan sumber daya ke atau melakukan bisnis dengan entitas, dan g. user dapat mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal biaya pelayanan, efisiensi dan penyampaian pelayanan tersebut.
Kim (2008) mengemukakan bahwa terkait dengan akuntabilitas publik, beberapa negara sekarang ini mengambil inisiatif untuk meningkatkan pertanggungjawaban publik melalui reformasi sektor publik karena merupakan salah satu nilai yang paling dasar pada tata kelola demokrasi. Beberapa Negara bertujuan untuk memperbaiki demokrasi, pertumbuhan ekonomi, keamanan nasional, efisiensi dan keadilan, perbaikan kualitas kehidupan. Dalam rangka pengukuran kinerja, informasi berbasis akrual dapat menyediakan informasi mengenai penggunaan sumber daya ekonomi yang sebenarnya. Oleh karena itu, akuntansi berbasis akrual merupakan salah satu sarana pendukung yang diperlukan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas pemerintah (KSAP, 2006). Penelitian Beechy (2007) mengungkapkan bahwa laporan keuangan merupakan aspek akuntabilitas. Laporan keuangan dengan basis akrual lebih baik
untuk
akuntabilitas
dan
transparansi.Menurut
Guthrie
(1998)
berdasarkan bukti empirik bahwa implementasi akuntansi akrual dapat menyediakan pengukuran yang lebih akurat. Barrett (2004) mengemukakan bahwa adopsi akrual di sektor publik secara
positif
meningkatkan
efisiensi,
efektivitas,
akuntabiltas
dan
pembiayaan program dan pelayanan yang lebih baik yang disediakan oleh pemerintah. Akuntansi akrual dapat menghasilkan kualitas informasi yang lebih baik untuk pengambilan keputusan dan mekanisme akuntabilitas. Dengan demikian implementasi akrual dapat meningkatkan akuntabilitas.
Steccolini (2004) mengadakan penelitian analisis empiris yang bertujuan memperoleh pemahaman yang baik mengenai peranan annual report sebagai media akuntabilitas untuk stakeholders dalam konteks reformasi pemerintahan lokal di Italia. Hasilnya sangat meragukan atas peran nyata annual report sebagai media akuntabilitas untuk stakeholders pemerintah lokal di Italia. 7. Pengembangan Hipotesis. a. Pengaruh Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual terhadap OROE.
Menurut Mardiasmo (2005) efisiensi adalah pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa efisiensi mengacu pada rasio terbaik antara output dengan input (biaya). Dengan kata lain akuntabilitas atas penggunaan sumber daya keuangan dapat diukur dengan rasio efisiensi. Rasio efisiensi menurut Cohen (2006) adalah total operating revenue to operating expense (OROE). Semakin besar total operating revenue dibanding total operating expense, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu pemerintah daerah. Dalam rangka mengadopsi akuntansi berbasis akrual pencatatan pembayaran atas piutang pajak tahun lalu dengan basis kas dicatat sebagai pendapatan periode saat ini, hal ini akan menambah besarnya pendapatan periode ini. Tetapi secara akrual tidak boleh dicatat sebagai pendapatan periode ini karena transaksi ini akan berpengaruh terhadap besarnya aktiva lancar yaitu berkurangnya piutang pajak dan manambah rekening kas. Jadi pencatatan dengan basis akrual pendapatan periode ini akan cenderung lebih kecil dibanding dengan pencatatan dengan
basis kas. Demikian juga dengan pencatatan biaya, biaya depresiasi, biaya kerugian atas piutang yang tidak tertagih, biaya kerugiannya lainnya. Biayabiaya tersebut dalam akuntansi berbasis kas tidak dicatat sedangkan di dalam basis akrual biaya-biaya tersebut seharusnya dicatat. Hal ini akan berpengaruh biaya dengan basis akrual cenderung dicatat lebih besar daripada biaya dengan basis kas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan dengan basis akrual dicatat cenderung lebih kecil sedangkan biaya dicatat cenderung lebih besar. Dengan kata lain, dengan semakin tinggi pemerintah daerah mengadopsi akuntanti berbasis akrual, maka rasio OROE juga akan semakin turun. Hal ini mengindikasikan efisiensi pemerintah daerah semakin berkurang. Berdasarkan logika teori tersebut di atas, maka hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap OROE b. Pengaruh Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual terhadap ROA. Akuntabilitas atas pengelolaan seluruh aktiva ditunjukkan dengan rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas menurut Cohen (2006) diukur dengan return on assets (ROA) rasio ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ROA mengindikasikan bahwa dengan memanfaatkan aktivanya
semaksimal
mungkin,
pemerintah
menghasilkan surplus yang semakin tinggi.
daerah
mampu
Menurut Cohen (2007) dalam rangka mengadopsi akuntansi berbasis akrual pencatatan pembayaran atas piutang pajak tahun lalu dengan basis kas dicatat sebagai pendapatan periode saat ini, hal ini akan menambah besarnya pendapatan periode ini. Tetapi secara akrual tidak boleh dicatat sebagai pendapatan periode ini karena transaksi ini akan berpengaruh terhadap besarnya aktiva lancar yaitu berkurangnya piutang pajak dan manambah rekening kas. Jadi pencatatan dengan basis akrual pendapatan periode ini akan cenderung lebih kecil dibanding dengan pencatatan dengan basis kas. Demikian juga dengan pencatatan biaya, biaya depresiasi, biaya kerugian atas piutang yang tidak tertagih, biaya kerugiannya lainnya. Biaya-biaya tersebut dalam akuntansi berbasis kas tidak dicatat sedangkan di dalam basis akrual biaya-biaya tersebut seharusnya dicatat. Hal ini akan berpengaruh biaya dengan basis akrual cenderung dicatat lebih besar daripada biaya dengan basis kas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan dengan basis akrual dicatat cenderung lebih kecil sedangkan biaya dicatat cenderung lebih besar. Hal ini akan berakibat terhadap surplus yang dihasilkan akan cenderung lebih rendah, sehingga ROA yang dihasilkan cenderung rendah. Jadi dengan mengadopsi akuntansi berbasis akrual akan berakibat pada rendahnya ROA. Berdasarkan logika teori tersebut di atas, maka hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H2 : Adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap ROA.
c. Pengaruh Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual terhadap CR. Rasio likuiditas menurut Cohen (2006) diukur dengan current ratio (CR) rasio ini menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajiban lancar dengan aktiva lancar yang dimiliki. Dengan demikian semakin tinggi CR menunjukkan bahwa aktiva lancarnya semakin tinggi yang berarti pemerintah daerah tidak mengalami kesulitan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. Dengan melakukan pencatatan berbagai rekening akrual misalnya
piutang, persekot/biaya dibayar dimuka dan
akun akrual yang lain kedalam neraca terutama dalam aktiva lancar, maka CR akan semakin tinggi. Berdasarkan logika teori tersebut di atas, maka hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H3 : Adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap CR
d. Pengaruh Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual terhadap LA. Akuntabilitas atas pengelolaan seluruh aktiva dan kewajibannya ditunjukkan dengan rasio solvabilitas. Rasio solvabilitas menurut Cohen (2006) dengan long term liabilities to total assets (LA) rasio ini
menunjukkan
kemampuan
pemerintah
daerah
dalam
memenuhi seluruh utang jangka panjangnya dengan total aktiva yang dimiliki. Dalam rangka mengadopsi akuntansi berbasis akrual perlu melakukan pencatatan atas piutang, persekot/biaya dibayar
dimuka dan akun akrual yang lain. Dengan mencatat akun piutang, persekot/biaya dibayar dimuka dan akun akrual yang lain nilai aktiva yang disajikan dalam necara cenderung lebih besar dari pada dengan pencatatan basis kas. Dengan demikian nilai aktiva berbasis akrual pencatatannya cenderung lebih besar sehingga akan mengakibatkan rasio LA akan turun, jadi semakin tinggi dalam
mengadopsi akuntansi
berbasis
akrual
akan
mengakibatkan rasio LA rendah. Berdasarkan logika teori tersebut di atas, maka hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H4 : Adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap LA
B. Kerangka Pikir Penelitian Di Indonesia penyusunan laporan keuangan sedang dalam tahap pengimplementasian akuntansi pemerintah dengan dasar akrual basis, sehingga bukti-bukti empiris terkait dengan implementasi tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana implementasi akuntasi berbasis akrual (level adopsi akuntansi berbasis akrual) yang dilaksanakan pada setiap pemerintah daerah dan untuk mengetahui pengaruh level adopsi tersebut terhadap
akuntabilitas
keuangan
daerah
terutama
akuntabilitas
atas
penggunaan seluruh sumber daya finansial dan akuntabilitas atas pengelolaan seluruh aktiva dan kewajibannya Penelitian ini akan menguji pengaruh adopsi akuntansi berbasis akrual terhadap akuntabilitas keuangan daerah se Jawa Bali, dimana variabel independen (ADOPSI) adalah adopsi akuntansi berbasis akrual, Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah akuntabilitas keuangan daerah yang diukur dengan OROE, ROA, CR, LA.
Berdasarkan uraian di atas kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual
Akuntabilitas Keuangan Daerah: Rasio Efisiensi (OROE) Rasio Pemanfaatan Aktiva (AT) Rasio Likuiditas (CR) Rasio Solvabilitas (LA)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian
ini menggunakan data
sekunder. Data diperoleh
dari
download hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) pada website www.bpk.go.id. Penelitian ini bertujuan menguji hipotesis (hypothesis testing) yaitu menguji hipotesis yang telah dirumuskan di awal. Penelitian ini merupakan penelitian poleed. Penelitian poleed adalah penelitian yang menggabungkan antara times series dan cross section. Times series adalah penelitian yang menggunakan dimensi satu waktu sedangkan cross section adalah penelitian yang menggunakan beberapa objek penelitian.
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh laporan keuangan daerah (LKPD) yang disusun oleh pemerintah daerah se Jawa - Bali dan dipulikasi melalui website www.bpk.go.id. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
pada penelitian ini
menggunakan purposive sampling, karena teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam populasi yang sudah diketahui
sebelumnya.. Penelitian ini menggunakan kriteria pengambilan sampel seperti berikut ini:
a. Laporan keuangan pemerintah daerah yang diterbitkan pada tahun 2006 dan 2007 dan dipublikasikan dalam situs resmi BPK. b. Laporan keuangan pemerintah daerah se Jawa Bali tahun 2006 dan 2007 yang mencantumkan data dan informasi untuk pengukuran dan analisis variabel penelitian. c. Laporan keuangan pemerintah daerah yang diterbitkan pada tahun 2006 dan 2007 dengan opini audit wajar tanpa pengecualian, wajar tanpa pengecualian dengan bahasa atau paragrap penjelas maupun wajar dengan pengecualian.
C. Data dan Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder (secondary data) yaitu teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah teknik pengumpulan data dari basis data. Data sekunder tersebut adalah data Laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2006 dan 2007 yang disusun berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP). Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari catatan atau basis data baik berupa hardcopy maupun softcopy yang diperoleh dari website resmi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
D. Definisi dan Pengukuran Operasional Variabel 1. Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah adopsi akuntansi berbasis akrual yang terdiri dari completeness, valuation, classification,
mechanical
accuracy, disclosure, formalistic requirements dan Adequacy and Usefulness. Dalam mengukur variabel ini menggunakan elements of compilance/accounting index (Christiaens, 1999) yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan berpedoman pada SAP dan datanya dapat diakses dan tersedia di Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Masing-masing elemen diukur secara dikotomi. 2. Variabel Dependen Variabel dalam penelitian ini adalah akuntabilitas keuangan daerah. Salah satu alat untuk menilai akuntabilitas keuangan daerah adalah pengukuran kinerja keuangan daerah. Dalam penelitian ini pengukuran kinerja keuangan daerah menggunakan indikator pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah yang dikemukakan oleh Cohen (2006) yang terdiri dari: a. Rasio Efisiensi Operating revenues to Operating Expense merupakan perbandingan antara jumlah pendapatan operasi dengan jumlah belanja operasi dalam satu
periode tertentu. Menurut Cohen (2006) formula yang digunakan untuk menghitung rasio ini adalah sebagai berikut: OROE = Total Operating Revenues Operating Expense
b. Rasio Profitabilitas Return on Assets merupakan perbandingan antara surplus dengan jumlah assets dalam satu periode tertentu. Menurut Cohen (2006) formula yang diagunakan untuk menghitung rasio ini adalah sebagai berikut: ROA = Net Surplus/Deficit Total Assets
c. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio yaitu perbandingan antara jumlah harta lancar yang dimiliki pemerintah dengan jumlah total utang lancarnya. Rasio ini menggambarkan kemampuan pemerintah dalam menjamin utang lancar dengan harta lancar pemerintah daerah. Menurut Cohen (2006) formula yang diagunakan untuk menghitung rasio ini adalah sebagai berikut: CR = Currnet Assets Current Liabilities
d. Rasio Solvabilitas Long term liabilities to total assets merupakan indikator keuangan yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi seluruh utang jangka panjangnya dengan total aktiva yang dimiliki. Menurut
Cohen (2006) formula yang diagunakan untuk menghitung rasio ini adalah sebagai berikut: LA = Long Term Liabilities Total Assets
E. Analisis Data Teknik
analisa
data
adalah
cara
yang
digunakan
dalam
mengolah data yang telah dikumpulkan dalam penelitian untuk membuktikan hipotesis yang diajukan. Analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Uji Asumsi Klasik Dalam penelitian yang menggunakan analisis regresi diperlukan beberapa
asumsi
yang
harus
dipenuhi,
yakni
uji
normalitas,
multikolinieritas, autokorelasi, dan heterokedaktisitas. Namun karena dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana maka uji asumsi klasik yang digunakan hanya uji normalitas saja. Menurut Siswandari (2002) uji normalitas dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah sampel diambil dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dengan kata lain uji normalitas digunakan untuk menguji apakah residu yang diperoleh bterdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnof Test dengan mencari nilai ρ-value. Apabila
nilai
probabilitas
melebihi
taraf
signifikansi
yang
ditetapkan yaitu 0,05 maka data yang dijadikan dalam penelitian ini
berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai probabilitas kurang dari 0,05 maka data yang dijadikan dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal. Untuk uji normalitas, hipotesis yang akan diuji adalah: H0: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
2. Uji Hipotesis Analisis
yang
penulis
gunakan
dalam
menguji
hipotesis
penelitian ini adalah Analisis regresi. Persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut: a. Hipotesis satu: Adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap OROE. OROE = β0 + β1ADOPSI + e Keterangan: OROE
= Operating Revenue to Operating Expense
ADOPSI = Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual
(1)
b. Hipotesis dua: Adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap ROA ROA = β0 + β1ADOPSI + e
(2)
Keterangan: AT
= Assets Turnover
ADOPSI = Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual
c. Hipotesis tiga: Adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap CR CR = β0 + β1ADOPSI + e
(3)
Keterangan: CR
= Current Ratio
ADOPSI = Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual
d. Hipotesis empat : Adopsi akuntansi berbasis akrual berpengeruh terhadap LA LA = β0 + β1ADOPSI + e Keterangan: LA
= Long Term Liabilities to Total Assets
ADOPSI = Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual
(4)
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data 1. Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel Data ini diperoleh dari catatan atau basis data baik berupa hardcopy maupun softcopy yang diperoleh dari website resmi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kotamadya Se Jawa Bali. Dalam penelitian ini periode observasi yang digunakan yaitu tahun anggaran 2006 dan 2007. Jumlah laporan keuangan yang menjadi obyek penelitian disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 3. Jumlah Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2006 dan 2007 Provinsi
Tahun Anggaran 2006 5
Tahun Anggaran 2007 5
Jawa Barat
25
25
Jawa Tengah
34
29
Jawa Timur
37
38
Banten
6
6
Bali
9
9
117
112
Daerah Istimewa Yogyakarta
Total Sumber: www.bpk..go.id
Sampel dalam penelitian ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Berdasarkan kriteria pengambilan sampel yang telah ditetapkan, jumlah sampel penelitian dan observasi dalam penelitian ini dapat disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 4. Sampel Penelitian Keterangan
Total
Pemerintah Daerah Se Jawa Bali 2006-2007
229
Pemeritah daerah yang tidak dilaporkan laporan keuangannya dalam HAPSEM I periode 2006 - 2007
(7)
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Se Jawa Bali yang mempunyai opini tidak wajar dan opini disclamer.
(54)
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Se Jawa Bali yang datanya tidak lengkap
(85)
Total Sampel
83
Sumber: www.bpk..go.id
Dalam penelitian ini, agar dapat memenuhi asumsi normalitas untuk dilakukan uji parametrik, maka langkah pertama adalah membuang outlier yaitu lima pemerintah daerah (Kabupaten Sumedang, Kabupaten Blora, Kabupaten Kudus, Kabupaten Situbondo, dan Kota Denpasar) sehingga untuk analisa lebih lanjut menggunakan 78 laporan keuangan pemerintah daerah.
2. Deskripsi Statistik Deskripsi statistik merupakan penjelasan atau gambaran masing-masing variabel yang terkait dalam penelitian ini. Deskripsi statistik masing-masing variabel dalam penelitian ini diuraikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 5. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Variabel
N
Min
Max
Mean
Std. Dev
ADOPSI
78
16
31
23,78
3,073
ROA
78
0,01784
0,50910
0,1121458
0,06846884
CR
78
1,90176
629,50837
71,802528
108,646745
LA
78
0,00003
0,02645
0,0027474
0,00428088
OROE
78
1,15975
1,82366
1,4113772
0,15128078
Keterangan: ADOPSI = Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual ROA
= Return on Assets
CR
= Current Ratio
LA
= Long Term Liabilities toTotal Assets
OROE
= Operating Revenue to Operating Expenses
Sumber: hasil pengolahan data
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa responden (N) ada 78 pemerintah daerah, dari 78 responden ini pemerintah daerah dengan level adopsi akuntansi berbasis akrual terkecil (minimum) adalah 16 dan level adopsi akuntansi berbasis akrual terbesar (maksimum) adalah 31 dari 40 butir komponen accounting index. Rata-rata level adopsi akuntansi berbasis akrual dari 78 pemerintah daerah adalah 23,78 dengan standar deviasi 3,037. Dari 78 responden ini pemerintah daerah dengan rasio ROA terkecil (minimum) adalah 0,01784 dan tertinggi (maksimum) adalah 0,50910. Rata-rata rasio ROA dari 78 pemerintah daerah adalah 0,1121458 dengan standar deviasi 0,06846884. Rasio Likuiditas yang dihitung dengan rasio CR diperoleh hasil bahwa rasio CR yang terkecil adalah 1,90176 dan yang tertinggi adalah 629,50837. Rata-rata rasio CR dari 78 pemerintah daerah adalah 71,802528 dengan standar deviasi 108,646745. Rasio LA terkecil (minimum) adalah 0,00003 dan tertinggi (maksimum) adalah 0,02645. Rata-rata rasio LA dari 78 pemerintah daerah adalah 0,0027474 dengan standar deviasi 0,00428088. Sedangkan rasio OROE memiliki nilai terkecil 1,15975 dan tertinggi 1,82366. Rata-rata rasio OROE adalah 1,4113772 dengan standar deviasi 0,15128078.
B. Hasil Analisis Data 1. Uji Prasyarat Analisis
Dalam penelitian yang menggunakan analisis regresi linier sederhana uji asumsi yang harus dipenuhi, yakni uji normalitas dengan menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnof Test.
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang akan kita gunakan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnof Test dengan mencari nilai ρ-value. Apabila nilai probabilitas melebihi taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05 maka data yang dijadikan dalam penelitian ini berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai probabilitas kurang dari 0,05 maka data yang dijadikan dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dalam penelitian ini dibagi menjadi dua. Hasil uji normalitas variabel adopsi akuntansi berbasis akrual, dan akuntabilitas keuangan daerah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Variabel
Signifikansi
Keterangan
ROA
0,339
Distribusi normal
CR
0,000
Distribusi tidak normal
LA
0,004
Distribusi tidak normal
OROE
0,892
Distribusi normal
Keterangan: ROA = Return on Assets CR = Current Ratio LA = Long Term Liabilities toTotal Assets OROE = Operating Revenue to Operating Expenses Sumber: hasil pengolahan data
Dari uji normalitas yang telah dilakukan diketahui bahwa variabel ROA dan OROE memiliki taraf signifikansi di atas 0,05 yaitu masing-masing (α/2) ROA (0,170) dan OROE (0,375). Dengan demikian nilai probabilitas variabel-variabel tersebut melebihi taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05 maka data yang dijadikan dalam penelitian ini berdistribusi normal, sedangkan variabel CR, dan LA tidak terdistribusi normal karena taraf signifikansinya di bawah 0,05. Dalam penelitian ini, agar dapat memenuhi asumsi normalitas untuk dilakukan uji parametrik, data variabel CR dan LA ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural. Hasil uji normalitas setelah dilakukan transformasi data dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Variabel CR LA
Signifikansi
Keterangan
0,593 0,653
Distribusi normal Distribusi normal
Keterangan: CR = Current Ratio LA = Long Term Liabilities toTotal Assets Sumber: hasil pengolahan data
2. Pengujian Hipotesis a. Pengaruh Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual terhadap Total Operating Revenue to Total Operating Expense (OROE) Pengaruh adopsi akuntansi berbasis akrual terhadap OROE disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Sederhana Dengan Variabel Dependen OROE
Source
Exp. Sign
(Constant)
Koef. B
F
Sig
1,560
ADOPSI
-
R Squared
0,015
Adjusted R Squared
0,002
-0,006
1,135
0,290
Keterangan: ADOPSI
= Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual yang diukur dengan accounting index
Sumber: hasil pengolahan data
Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi sederhana yang dibantu dengan program komputer untuk statistik, yaitu SPSS versi 17, diperoleh Fobservasi = 1,135 dengan taraf signifikansi 0,290 untuk variabel Adopsi. Hal ini berarti tidak ada pengaruh signifikan antara adopsi akuntansi berbasis akrual terhadap OROE b. Pengaruh Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual terhadap Return on Asset (ROA) Pengaruh antara adopsi akuntansi berbasis akrual terhadap ROA disajikan dalam tabel di bawah ini: Tabel 9. Hasil Analisis Regresi Sederhana Dengan Variabel Dependen ROA Source
Exp. Sign
(Constant) ADOPSI
F
Sig
0,234 -
R Square
0,053
Adjusted R Square
0,041
Keterangan:
Koef. B
-0,005
4,271
0,042**
ADOPSI
= Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual yang diukur dengan accounting index
** Signifikan pada α = 5% Sumber: hasil pengolahan data
Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi sederhana yang dibantu dengan program komputer untuk statistik, yaitu SPSS versi 17, tampak bahwa nilai Adjusted R square model sebesar 0,041. Artinya bahwa variabel independen adopsi akuntansi berbasis akrual
dapat
menjelaskan variabel dependen ROA secara linier sebesar 4,1%. Dengan kata lain 95,9% tidak dapat dijelaskan secara linier oleh adopsi akuntansi berbasis akrual. Dengan demikian maka variabel adopsi akuntansi berbasis akrual merupakan variabel yang relatif rendah untuk menjelaskan variabel ROA. Dari tabel di atas juga diperoleh Fobservasi = 4,271 dengan taraf signifikansi 0,042. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model yang dihasilkan adalah signifikan dan variabel ROA dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel adopsi akuntansi berbasis akrual dan interceptnya. Berdasarkan uji Anova dan Adjusted R square, maka model yang dihasilkan adalah: ROA = 0,234 – 0,005.ADOPSI
(1)
Berdasarkan model tersebut, makna yang dapat diambil bahwa penambahan Adopsi akan berpengaruh terhadap besarnya ROA yaitu ROA
akan berkurang 0,005 apabila Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual ditambahkan satu item. c. Pengaruh Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual terhadap Current Ratio (CR) Pengaruh interaksi antara adopsi akuntansi berbasis akrual terhadap CR disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Sederhana Dengan Variabel Dependen CR Source
Exp. Sign
(Constant)
Koef. B
F
Sig
0,798
ADOPSI
+
R Square
0,041
Adjusted R Square
0,028
0,033
3,222
0,077*
Keterangan: ADOPSI
= Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual yang diukur dengan accounting index
* Signifikan pada α = 10% Sumber: hasil pengolahan data
Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi sederhana yang dibantu dengan program komputer untuk statistik, yaitu SPSS versi 17, tampak bahwa nilai Adjusted R square model sebesar 0,028. Artinya bahwa variabel independen adopsi akuntansi berbasis akrual
dapat
menjelaskan variabel dependen CR secara linier sebesar 2,8%. Dengan kata lain 97,2% yang tidak dapat dijelaskan secara linier oleh adopsi
akuntansi berbasis akrual. Dengan demikian maka variabel adopsi akuntansi berbasis akrual merupakan variabel yang relatif rendah untuk menjelaskan variabel CR. Dari tabel di atas juga diperoleh Fobservasi = 3,222 dengan taraf signifikansi 0,077. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model yang dihasilkan adalah signifikan dan variabel CR dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel adopsi akuntansi berbasis akrual dan interceptnya. Berdasarkan uji Anova dan Adjusted R square, maka model yang dihasilkan adalah: CR = 0,798 + 0,033.ADOPSI
(2)
Berdasarkan model tersebut, makna yang dapat diambil bahwa penambahan Adopsi akan berpengaruh terhadap besarnya CR yaitu rasio CR akan bertambah 0,033 apabila Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual ditambahkan satu elemen accounting index.
d. Pengaruh Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual terhadap Long Term Liabilities to Total Asset (LA) Pengaruh interaksi antara adopsi akuntansi berbasis akrual terhadap LA disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Sederhana Dengan Variabel Dependen LA Source
Exp. Sign
(Constant) ADOPSI
Koef. B
F
Sig
-1,722 -
-0,049
5,545
0,021**
R Square
0,068
Adjusted R Square
0,056
Keterangan: ADOPSI
= Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual yang diukur dengan accounting index
** Signifikan pada α = 5% Sumber: hasil pengolahan data
Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi sederhana yang dibantu dengan program komputer untuk statistik, yaitu SPSS versi 17, tampak bahwa nilai Adjusted R square model sebesar 0,056. Artinya bahwa variabel independen adopsi akuntansi berbasis akrual
dapat
menjelaskan variabel dependen LA secara linier sebesar 5,6%. Dengan kata lain 94,4% yang tidak dapat dijelaskan secara linier oleh adopsi akuntansi berbasis akrual. Dengan demikian maka variabel adopsi akuntansi berbasis akrual merupakan variabel yang relatif rendah untuk menjelaskan variabel LA. Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh Fobservasi = 5,545 dengan taraf signifikansi 0,021. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model yang dihasilkan adalah signifikan dan variabel LA dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel adopsi akuntansi berbasis akrual dan interceptnya. Berdasarkan uji Anova dan Adjusted R square, maka model yang dihasilkan adalah: LA = -1,722 - 0,049.ADOPSI
(3)
Berdasarkan model tersebut, makna yang dapat diambil bahwa penambahan Adopsi akan berpengaruh terhadap besarnya LA yaitu rasio LA akan berkurang 0,049 apabila adopsi akuntansi berbasis akrual ditambahkan satu elemen accounting index.
Jika direkapitulasi hasil uji hipotesis pertama sampai hipotesis keempat adalah sebagai berikut. Tabel 12 Rekapitulasi Hasil Pengujian Hipotesis H1: OROE = β0 + β1ADOPSI + e H2: ROA = β0 + β1ADOPSI + e H3: CR = β0 + β1ADOPSI + e H4: LA = β0 + β1ADOPSI + e Hipotesis
Exp. Sing
H1 H2 H3 H4
+ -
Koef. B
tvalue
Fvalue
Sig
Adj. R Square
-0,006 -1,065 -0,005 -2,067 0,033 1,795 -0,049 -2,355
1,135 4,271 3,222 5,545
0,290 0,042** 0,077* 0,021**
0,002 0,041 0,028 0,056
Keterangan : ADOPSI = Adopsi Akuntansi Berbasis Akrual
ROA
= Total Operating Revenue to Total Operating Expense = Return on Assets
CR
= Current Ratio
LA
= Long Term Liabilities to Total Assets
OROE
** Signifikan pada α = 5%, * Signifikan pada α = 10%,
Sumber : Hasil Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa : 1. Adopsi akuntansi berbasis akrual secara statistik tidak berpengruh terhadap OROE
2. Adopsi akuntansi berbasis akrual secara statistik berpengruh negatif terhadap ROA. Hal ini mendukung hipotesis kedua yaitu adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap ROA. 3. Adopsi akuntansi berbasis akrual secara statistik berpengruh positif terhadap CR. Hal ini mrndukung hipotesis ketiga, yaitu adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap CR. 4. Adopsi akuntansi berbasis akrual secara statistik berpengruh positif terhadap LA. Hal ini mendukung hipotesis keempat yaitu adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh terhadap LA.
C. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana terlihat dalam pengujian hipotesis diatas, berikut ini dikemukakan pembahasan mengenai hasil penelitian. 1. Pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara adopsi akuntansi berbasis akrual terhadap total operating revenue to total operating expense. 2. Pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh negatif terhadap return on assets (ROA). Hasil pengujian ini mendukung hipotesis yang diajukan, rasio ini menunjukkan bahwa
semakin
tinggi
ROA
mengindikasikan
bahwa
dengan
memanfaatkan aktivanya semaksimal mungkin, pemerintah daerah mampu menghasilkan surplus yang semakin tinggi. Namun surplus yang tinggi belum menjamin kinerja pemerintah tersebut baik, karena dalam
pemerintah daerah yang memiliki jumlah surplus harus dikembalikan ke kas negara dan untuk periode berikutnya hanya diperbolehkan mengajukan anggaran sebesar realisasi tahun sebelumnya. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan pemerintah daerah karena tidak dapat memanfaatkan surplus yang mereka peroleh untuk membiayai pembangunan pada periode berikutnya. Dalam rangka mengadopsi akuntansi berbasis akrual pencatatan pembayaran atas piutang pajak tahun lalu dengan basis kas dicatat sebagai pendapatan periode saat ini, hal ini akan menambah besarnya pendapatan periode ini. Tetapi secara akrual tidak boleh dicatat sebagai pendapatan periode ini karena transaksi ini akan berpengaruh terhadap besarnya aktiva lancar yaitu berkurangnya piutang pajak dan manambah rekening kas. Jadi pencatatan dengan basis akrual pendapatan periode ini akan cenderung lebih kecil dibanding dengan pencatatan dengan basis kas. Demikian juga dengan pencatatan biaya, biaya depresiasi, biaya kerugian atas piutang yang tidak tertagih, biaya kerugiannya lainnya. Biaya-biaya tersebut dalam akuntansi berbasis kas tidak dicatat sedangkan di dalam basis akrual biaya-biaya tersebut seharusnya dicatat. Hal ini akan berpengaruh biaya dengan basis akrual cenderung dicatat lebih besar daripada biaya dengan basis kas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan dengan basis akrual dicatat cenderung lebih kecil sedangkan biaya dicatat cenderung lebih besar. Hal ini akan berakibat terhadap surplus yang
dihasilkan akan cenderung lebih rendah, sehingga ROA yang dihasilkan cenderung rendah. Jadi dengan mengadopsi akuntansi berbasis akrual akan berakibat pada rendahnya ROA. 3. Pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa adopsi akuntansi akuntansi berbasis akrual berpengaruh positif terhadap current ratio (CR). Hasil pengujian ini mendukung hipotesis yang diajukan, Dengan demikian semakin tinggi CR menunjukkan bahwa aktiva lancarnya semakin tinggi yang berarti pemerintah daerah tidak mengalami kesulitan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. Dengan melakukan pencatatan berbagai rekening akrual/deferal akrual misalnya piutang, persekot/biaya dibayar dimuka dan akun akrual yang lain kedalam neraca terutama dalam aktiva lancar, maka akan menambah besarnya aktiva lancar. Semakin besarnya aktiva lancar, maka CR akan semakin tinggi. 4. Pengujian
hipotesis
keempat
menunjukkan
bahwa
adopsi
akuntansi akrual berpengaruh negatif terhadap long term liabilities to total assets (LA). Hasil pengujian ini mendukung hipotesis yang diajukan, rasio ini menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi seluruh utang jangka panjangnya dengan total aktiva yang dimiliki Dalam rangka mengadopsi akuntansi berbasis akrual perlu melakukan pencatatan atas piutang, persekot/biaya dibayar dimuka dan akun akrual yang lain. Dengan mencatat akun piutang, persekot/biaya dibayar dimuka dan akun akrual yang lain nilai aktiva yang disajikan dalam necara cenderung lebih besar
dari
pada
dengan
pencatatan
basis
kas.
Dengan
mengadosi Akuntansi berbasis akrual, nilai aktiva akan menjadi lebih besar sehingga akan mengakibatkan rasio LA akan rendah, hal ini akan menimbulkan kesan bahwa pemerintah daerah mampu dalam membayar utang jangka panjangnya dengan memanfaatkan aktivanya.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara adopsi akuntansi berbasis akrual terhadap total operating revenue to total operating expense. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang pertama. 2. Pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh negatif terhadap return on assets (ROA). Hasil pengujian ini mendukung hipotesis yang diajukan, rasio ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ROA mengindikasikan bahwa dengan memanfaatkan aktivanya semaksimal mungkin, pemerintah daerah mampu menghasilkan surplus yang semakin tinggi. Namun surplus yang tinggi belum menjamin kinerja pemerintah tersebut baik, karena dalam pemerintah daerah yang memiliki jumlah surplus harus dikembalikan ke kas negara dan untuk periode berikutnya hanya diperbolehkan mengajukan anggaran sebesar tahun sebelumnya. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan pemerintah daerah karena tidak dapat memanfaatkan surplus yang mereka peroleh untuk membiayai pembangunan pada periode berikutnya. 3. Pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa adopsi akuntansi akuntansi berbasis akrual berpengaruh positif terhadap current ratio (CR). Hasil pengujian ini mendukung hipotesis yang diajukan, Dengan demikian semakin tinggi CR
menunjukkan bahwa aktiva lancarnya semakin tinggi yang berarti pemerintah daerah tidak mengalami kesulitan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. 4. Pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa adopsi akuntansi akrual berpengaruh negatif terhadap long term liabilities to total assets (LA). Hasil pengujian ini mendukung hipotesis yang diajukan, rasio ini menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi seluruh utang jangka panjangnya dengan total aktiva yang dimiliki. Dalam rangka mengadopsi akuntansi berbasis akrual pencatatan akun akrual yang terkait dengan aktiva adalah sangat
penting, karena akun akrual tersebut merupakan
kekayaan pemerintah daerah yang dapat digunakan untuk melunasi utang jangka panjangnya.
B. Keterbatasan, Implikasi dan Saran Penelitian ini dilakukan dengan beberapa keterbatasan penelitian sehingga dapat berpengaruh pada hasil penelitian. Adapun beberapa keterbatasan tersebut adalah: 1. Dalam mengukur level adopsi akuntansi berbasis akrual hanya menggunakan 40 elemen accounting index dari 66 elemen accounting index, hal ini dikarenakan beberapa elemen tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia yang berpedoman pada SAP dan data-data yang seharusnya diakses dari laporan profit/loss, trial balance belum tersedia di Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Namun diharapkan setelah pemerintah daerah menerapkan secara penuh basis akrualnya 26 elemen accounting index yang belum diteliti dapat dilakukan untuk penelitian berikutnya. 2. Dalam mengukur akuntabilitas keuangan daerah hanya melihat akuntabilitas atas sumber daya keuangan dan akuntabilitas atas pengelolaan seluruh aktiva dan kewajibannya saja, sehingga pengaruh adopsi akuntansi berbasis akrual terhadap
akuntabilitas keuangan daerah relatif kecil. Dengan demikian untuk penelitian berikutnya harus berhati-hati dalam memilih indikator pengukuran akuntabilitas keuangan daerah. 3. Dalam penelitian ini R Adjusted Square masing-masing hipotesis sangat rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa adopsi akuntansi berbasis akrual berpengaruh sangat kecil terhadap akuntabilitas keuangan daerah. Dengan demikian untuk penelitian berikutnya diharapkan menggunakan variabel independen yang lain, misalnya rendahnya kesadaran tentang akuntabilitas (low literacy percentage), kurangnya kemauan untuk menerapkan akuntabilitas (lack of will in enforcing accountability), kualitas pejabat/petugas (quality of officers), dan ketidak mampuan belajar organisasi (learning disabilities). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan implikasi saran sebagai berikut: 3. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa adopsi akuntansi berbasis akrual di tingkat Kabupaten/Kota masih relatif kecil, sehingga perlu adanya upaya yang lebih intens dari KSAP untuk dalam hal perbaikan standar dan sosialisasi mengenai implementasi akuntansi berbasis akrual di sektor publik sehingga dapat menjadi salah satu sarana pendukung yang diperlukan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas pemerintah. 4. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa akuntansi berbasis akrual berpengaruh negatif terhadap return on assets hal ini dikarenakan adanya suatu aturan yang mengharuskan adanya pengembalian surplus ke kas negara disamping itu pemerintah daerah hanya boleh mengajukan anggaran sebesar realisasi tahun
sebelumnya. Hal ini akan mengakibatkan adanya kecenderungan dari pemerintah daerah untuk menghabiskan surplus dengan kegiatan yang sebenarnya kurang bermanfaat. Dengan demikian hendaknya pemerintah pusat memberikan kebijakan mengenai pengelolaan surplus oleh pemerintah daerah. 5. Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan organisasi kepada
pihak
yang
memiliki
hak
atau
kewenangan
untuk
meminta
pertanggungjawaban atau keterangan. Semakin banyaknya laporan keuangan yang beropini tidak wajar dan disclaimer dari tahun ke tahun menandakan bahwa akuntabilitas keuangan kita juga masih buruk, sehingga banyak hal yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan diantaranya mencakup sistem pembukuan, sistem aplikasi teknologi komputer, inventarisasi aset dan utang, jadwal waktu penyusunan laporan keuangan dan pemeriksaan serta pertanggungjawaban anggaran, quality assurance atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah oleh pengawas intern dan sumber daya manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ammons, David N. 2007. Performance Masurement: A Tool For Accountability and Performance Improvement. The University of North California at Chapel Hill.1-12 Baharuddin, Syafri Adnan dan Sinaga, Jamason. 2006. Peningkatan Standar Akuntansi Internasional. Disajikan dalam Diskusi Akuntansi Sektor Publik Seri I 2006, yang diselenggarakan oleh IAI-Kompartemen Akuntan Sektor Publik di Jakarta pada tanggal 24 Januari 2006. Barrett, Pat. 2004. Financial Management in the Public Sector – How Accrual Accounting and Budgeting Enhances Governance and Accountability. CPA Forum. Beechy, T. H., 2007. Does Full Accrual Accounting Enhance Accountability?. The Innovation Journal: The Public Sector Innovation Journal, 12(3): 118 Champoux, M., 2006. Accrual Accounting in New Zealand and Australia: Issues and Solutions. Briefing Paper No. 27: 1-24 Chan, Hon S dan Gao, Jie. 2007. Putting The Cart Before the Horse: Accountability or Performance?. Department of Public and Social Administration City University. Hong Kong Christiaens, J., 1999. Financial Accounting Reform in Flemish Municipalities: An Empirical Investigation. Financial Accountability & Management. 15 (1): 0267-4424 Cohen, S. 2006. Indetifying the moderator factors of financial performance in Greek Municipalities. Annuall Conference. 5th. HFAA. Thessaonica. ________. 2007. How different are accrual accounting financial measures compared to cash accounting ones? Evidence from Greek Municipalities. Working paper, Athens University of Economics and Business. Cudia, Cynthia P., 2008. Application of Accrual and Cash Accounting: Implications for Small and Medium Enterprises in Metro Manila. DLSU Business & Economics Review. 17(1). 23-40 Fanani, Mudyanti, dan Affandi. 2008. Analisis Karakteristik Pejabat Penatausahaan Keuangan terhadap Etika Penyusunan Laporan Keuangan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Accounting Conference. 2nd. Depok. Federation Des Experts Comptables Europeens (FEE), 2006. Accrual Accounting for More Effective Public Policy. Guthrie, J., 1998. Application of Accrual Accounting in The Australian Public Sector – Rethoric or Reality?. Financial Accountability & Management, 14 (1): 1-18 Hara, T., 2006. A Review of the Double Entry Accounting System and Accrual Accounting in the Public Sector. Government Auditing Review. 13 (3): 115 Krina L. 2003. Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta Kim, Pan Suk. 2008. Enhancing Public Accountability through Public Sector Reform: a Perspective from Developing Countries. A draft prepared for delivery at National Taiwan University on May 8. KSAP, 2006. Memorandum Pembahasan Penerapan Basis Akrual Dalam Akuntansi Pemerintahan Di Indonesia. Jakarta. Lundqvist, K., 2003. Accrual Accounting Regulation in Central Governments A Comparative Study of Australia, Sweden and the United Kingdom. Statens Kvalitets- och kompetensråd/Försvarshögskolan. Mardiasmo. 2006. Pewujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance. Jurnal Akuntansi Pemerintah 2 (1): 1 – 17 Monsen, N., 2002. The Case for Cameral Accounting. Financial Accountability & Management, 18 (1): 25-38 Mustofa, H., 2006. Basis Akuntansi Pemerintahan. January 30. Available at http://abusyadza.wordpress.com/ Ryan, Robinson, Grigg. 2000. Financial Performance Indicators For Australian Local Governments. Accounting, Accountability and Performance 6 (2): 89-106. Sadjiarto, Arja. 2000. Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintahan. Jurnal Akuntansi & Keuangan. 2 (2):138-150 Siswandari. 2002. Statistika Terapan Bagi Para Peneliti. Surakarta: UNS Press.
Solihin. 2007. Penerapan Good Governance di Sektor Publik untuk Meningkatkan Akuntabilitas Kinerja Lembaga Publik. Available at http://www. slideshare.net/DadangSolihin/penerapan-good-gover-nance di-sektorpublik-untuk-meningkatkan-akuntabilitas-kinerja-lembaga-publik
Steccolini, I. 2004 ‘Is the Annual Report an Accountability Medium? An Empirical Investigation into Italian Local Governments’, Financial Accountability and Management, 20 (3): 327-350. Supriyono, B. 2000. Responsivitas dan Akuntabilitas Sektor Publik. http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/brapub/4Responsi vitas%2&%20Akuntabilitas%20Sektor%20Publik-Bambang%20Supri%85.pdf Tudor, Tiron A., dan A. Mutiu. 1990. Cash Versus Accrual Accounting In Public Sector. Studia Universitatis Babes Bolyai Oeconomica. Available at: http://ssrn.com/ Vivanews. 2008. Akuntabilitas Keuangan Daerah Masih Buruk. October 15. Available at http://bisnis.vivanews.com/news/read/2808 Windels, Paul & Christiaens, Johan., 2007. The Adoption Of Accrual Accounting In Flemish Public Centres For Social Welfare: Examining The Importance Of Agents Of Change. Working Paper. Wyk, HA. V., 2007. Is the transformation of public sector financial reporting in South Africa’s provincial governments on track?. Meditari Accountancy Research 15 (2): 65-75.