PENGARUH PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH TERHADAP AKUNTABILITAS PUBLIK PADA PEMERINTAH KABUPATEN GORONTALO ABSTRAK OLEH: MERLIN A. GALA SI AKUNTANSI Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penerapan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntabilitas publik pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Jumlah populasi dari penelitian ini sebanyak 82 responden dan Sampel dari penelitian ini sebanyak 40 responden yang tersebar pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kabupaten Gorontalo. Data diambil dari kuesioner yang disebarkan kepada responden dan yang terkumpul sebanyak 35 kuesioner sedangkan 5 kuesioner tidak terkumpul. Berdasarkan 35 kuesioner yang terkumpul hanya 30 kuesioner yang dapat diolah sedangkan 5 diantaranya tidak dapat diolah karena tidak lengkap jawaban. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntablitas publik (X) berpengaruh positif terhadap akuntabilitas publik (Y). Koefisien determinasi atau angka R square adalah sebesar 31,4 % dan sisanya sebesar 68,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo hendaknya mempertahankan maupun meningkatakan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah di daerahnya sehingga dapat tercapai akuntabilitas publik yang lebih baik.
Kata Kunci: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Akuntabilitas Publik
I.
PENDAHULUAN Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat terutama
dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan suatu upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih 1
leluasa dan bertanggungjawab untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, dan potensi daerah sendiri. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, diperlukan sistem akuntansi keuangan daerah yang baik, karena sistem akuntansi keuangan daerah merupakan pendukung terciptanya pengelolaan keuangan daerah yang accountable, efisien dan efektif. Untuk dapat menerapkan sistem akuntansi keuangan daerah secara baik harus dipenuhi beberapa hal yang merupakan syarat penerapan sistem akuntansi keuangan daerah. Dengan demikian, dalam sistem akuntansi keuangan daerah terdapat serangkaian prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh yang ditujukan untuk menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan baik pihak intern maupun pihak ekstern Pemerintah Daerah untuk mengambil keputusan ekonomi (Zayadi, 2010). Menurut Darise (2008: 41) prosedur yang dimaksud yaitu dimulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Dalam penerapan sistem akuntansi keuangan daerah ini, harus berdasarkan pada standar akuntansi pemerintahan yang berbasis akrual yaitu dengan Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010. Menurut Ahyani (2007: 35) yang dikutip oleh Halim dan Kusufi (2012: 52) mengungkapkan bahwa penerapan basis akrual memberikan hasil yang lebih baik dan memberikan keuntungan untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan
keuangan
pemerintah
dalam
rangka
akuntabilitas
publik.
Pemerintah Kabupaten Gorontalo belum menerapkan SAP terbaru sejak tanggal diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, dan baru akan mulai menerapkannya. Menurut Halim dan Kusufi (2012: 53) apabila kita bergerak dari basis kas ke basis akrual, maka akan makin banyak tujuan laporan keuangan yang dapat dipenuhi, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan basis akrual, informasi yang dapat diperoleh dari basis-basis yang lain dapat juga disediakan. Masalah berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Gorontalo harus diperhatikan, karena masih kurangnya akuntabilitas terhadap masyarakat terutama pada pelaporan keuangannya. Tuntutan akuntabilitas telah
2
menjadi masalah yang disuarakan mahasiswa maupun masyarakat awam kepada pemerintah Kabupaten Gorontalo. Masalah tersebut muncul karena masih banyaknya persoalan yang dihadapi pemerintah yang belum dapat diselesaikan seperti kurangnya pembangunan, perbaikan jalan dan lain-lain. Akuntabilitas
dapat
diartikan
sebagai
bentuk
kewajiban
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban secara periodik (Stanbury, 2003) Febriani (2011: 5). Akutabilitas publik yang seharusnya dibangun dalam pandangan para pakar sebagaimana dikutip oleh Callahan (2007) Febriani (2011: 6) adalah akuntabilitas publik yang tidak hanya ditujukan secara internal (pemerintah atasan saja) tetapi juga ditujukan kepada para pemangku kepentingan lainnya seperti masyarakat. Dengan diterapkannya sistem akuntansi keuangan daerah diharapkan akuntabilitas publik dapat tercapai dengan efektif dan efisian sehingga pemerintah dapat mempertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan pada akhirnya dapat mengalokasikan dana yang tersedia untuk dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerah. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali mengenai sistem akuntansi keuangan daerah terutama bagaimana bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada masyarakat yang berjudul Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Akuntabilitas Publik pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh terhadap akuntabilitas publik pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntabilitas publik pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo. II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
3
2.1.1.1 Pengertian Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Menurut Darise (2008: 41) bahwa sistem akuntansi keuangan daerah adalah serangkaian proses atau prosedur, yang dimulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Sedangkan menurut Hariyanto (2007: 10) yang dikutip oleh Sukmana dan Anggarsari (2009: 578) sistem akuntansi keuangan daerah yaitu serangkaian secara sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah. Definisi-definisi dari proses atau prosedur dalam sistem akuntansi keuangan daerah, yang dimulai dari pencatatan, penggolongan, peringkasan transaksi sampai dengan pelaporan keuangan adalah sebagai berikut (Rahayu dan Astuti, 2007: 133) dalam Elfira (2010: 47): 1. Pencatatan dalam akuntansi keuangan daerah selama ini diartikan dengan pembukuan atau pengolahan data transaksi ekonomi tersebut melalui penambahan dan atau pengurangan atas sumber daya yang ada. 2. Penggolongan adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengelompokkan setiap data transaksi agar memudahkan dalam menjurnal. 3. Peringkasan Transaksi adalah transaksi-transaksi yang sudah dicatat dan digolongkan dalam menjurnal yang diringkas dan dibukukan dalam rekeningrekening buku besar. 4. Pelaporan Keuangan adalah menyajikan informasi yang telah digolonggolongkan ke dalam bentuk laporan keuangan. 2.1.1.2 Sistem Pencatatan Dalam ilmu akuntansi terdapat sistem pencatatan. Adanya sistem pencatatan disebabkan oleh salah satu tahap dalam akuntansi, yaitu tahap pencatatan. Sistem pencatatan dalam akuntansi, yaitu single entry dan double entry. Menurut Darise (2008: 28) sistem pencatatan single entry sering disebut juga dengan sistem tata buku tunggal. Dalam sistem ini, pencatatan transaksi dilakukan dengan mencatat satu kali transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan buku kas umum dan transaksi yang berakibat
4
berkurangnya kas akan dicatat pada sisi pengeluaran buku kas umum. Pencatatan semacam itu disebut pembukuan. Sistem tersebut merupakan sebagian kecil dari akuntansi. Dalam akuntansi terdapat sistem pencatatan yang disebut dengan sistem pencatatan double entry. Menurut Darise (2008: 29) sistem pencatatan double entry inilah yang sering disebut akuntansi. Karena pemerintah daerah sudah harus membuat laporan keuangan dalam bentuk neraca, laporan realisasi anggaran, dan arus kas maka akuntansi keuangan daerah sudah harus menggunakan sistem pencatatan double entry atau berpasangan, artinya setiap transaksi ekonomi dicatat dua kali. Pencatatan dengan sistem ini disebut dengan istilah menjurnal. Dalam pencatatan tersebut ada sisi debet dan kredit. Sisi debet terletak di sebelah kiri sedangkan sisi kredit terletak disebelah kanan. Setiap pencatatan harus menjaga keseimbangan antara debet dan kredit. Menurut Mahmudi (2007: 57) sistem pembukuan tunggal (single entry) merupakan sistem pencatatan akuntansi paling lama yang diterapkan selama berabad-abad sejak jaman kerajaan Mesir dan Babilonia. Namun, seiring dengan kemajuan ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem tersebut menjadi tidak memadai lagi. Terjadi perubahan dari sistem pembukuan tunggal mulai ditinggalkan oleh banyak negara. Pengaplikasian pencatatan transaksi dengan sistem double entry dilakukan karena sistem pembukuan berpasangan ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1. Laporan keuangan yang dihasilkan lebih mudah untuk dilakukan audit 2. Pelacakan antara bukti transaksi, catatan, dan keberadaan kekayaan, utang, dan ekuitas organisasi lebih mudah dilakukan 3. Pengukuran kinerja dapat dilakukan secara lebih komprehensif 4. Keadaan aset dan utang piutang dapat diketahui secara lebih akurat 2.1.1.3 Basis Pencatatan Akuntansi Menurut Darise (2008: 38) basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basis akuntansi merupakan prinsipprinsip akuntansi yang menentukan kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian
5
harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basis akuntansi ini berhubungan dengan waktu kapan pengukuran dilakukan. Basis akuntansi pada umumnya ada dua, yaitu basis kas dan basis akrual. Menurut Mahmudi (2007: 58) basis kas merupakan dasar pencatatan akuntansi yang paling tua. Basis kas mengakui dan mencatat transaksi pada saat kas diterima atau dikeluarkan. Sedangkan basis akrual yaitu mengakui transaksi keuangan pada saat terjadinya, yaitu ketika sudah menjadi hak atau kewajibannya meskipun belum diterima atau dikeluarkan kasnya. Menurut Muindro (2008: 29) akuntansi basis kas yaitu penerapan akuntansi kas, pendapatan diterima pada saat kas diterima, dan pengeluaran dicatat pada saat dikeluarkan. Sedangkan pengaplikasian accrual basis dalam akuntansi sektor publik pada dasarnya untuk menentukan cost services dan charging for services, yaitu untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan yang dibebankan kepada publik. Akuntansi berbasis akrual membedakan antara penerimaan kas dan hak untuk mendapatkan kas, serta pengeluaran kas dan kewajiban untuk membayarkan kas di periode mendatang. 2.1.2 Akuntabilitas Publik Mardiasmo (2002: 20) mengatakan bahwa akuntabilitas publik adalah kewajiban
pihak
pemegang
amanah
(agent)
untuk
memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah
(principal)
yang
memiliki
kewenangan
untuk
meminta
pertanggungjawaban tersebut. Menurut Turner and Hulme (1997) yang dikutip oleh Mardiasmo (2002: 21) akuntabilitas merupakan konsep yang kompleks yang lebih sulit mewujudkannya dari pada memberantas korupsi. Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa dimensi. Ellwood (1993) yang dikutip oleh Mardiasmo (2002: 21), menjelaskan terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu:
6
1. Akuntabilitas kejujuran dan Akuntabilitas hukum (accountability for probity and llegality) 2. Akuntabilitas proses (proccess accountability) 3. Akuntabilitas program (program accountability) 4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability) Berdasarkan empat dimensi akuntabilitas di atas, diuraikan sebagai berikut: 1. Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) dan Hukum (legal accountability) Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. 2. Akuntabilitas proses (proccess accountability) Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi. 3. Akuntabilitas program (program accountability) Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. 4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability) Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. 2.1.3 Hubungan
Sistem
Akuntansi
Keuangan
Daerah
Terhadap
Akuntabilitas Publik Nurani (2006: 101) dalam Febriani (2011: 47) menerangkan bahwa akuntabilitas publik akan tercapai dengan dilaksanakannya Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yang baru sesuai dengan paradigma good governance. Sistem akuntansi keuangan daerah berdasarkan PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan
7
Keuangan Daerah sebagai substansi usaha-usaha untuk meningkatkan akuntabilitas daerah dan transparansi melalui pembangunan sistem akuntansi keuangan daerah. Selain itu, PP tersebut juga merupakan peraturan pelaksana dari undang-undang yang komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) dari paket reformasi regulasi keuangan negara khusunya mengenai penerapannya di pemerintahan daerah yang mencakup tentang perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan keuangan daerah, dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Oleh karena itu, khusus mengenai akuntansi di pemerintahan daerah sistem akuntansi keuangan daerah merupakan bagian dari akuntabilitas publik. 2.2
Kerangka Berpikir Pemerintah daerah selain merupakan lembaga politik juga berperan sebgai
lembaga ekonomi. Sebagai lembaga ekonomi, pemerintah memerlukan jasa akuntansi yang pada saat ini disebut dengan sistem akuntansi keuangan daerah. Menurut Darise (2008: 41) bahwa sistem akuntansi keuangan daerah dimulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan. Sistem akuntansi keuangan daerah ini merupakan langkah-langkah pemerintah daerah untuk menghasilkan informasi akuntansi yang digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Adapun sistem pencatatan dalam akuntansi, yaitu single entry dan double entry. Lembaga pemerintah daerah sampai dengan sekarang ini menggunakan double entry dalam pencatatan maupun dalam pelaporan keuangan. Selain menggunakan sistem double entry, pemerintah daerah juga menerapkan basis akuntansi. Menurut Mahmudi (2007: 58) basis kas merupakan dasar pencatatan akuntansi yang paling tua. Basis kas mengakui dan mencatat transaksi pada saat kas diterima atau dikeluarkan. Sedangkan basis akrual yaitu mengakui transaksi keuangan pada saat terjadinya, yaitu ketika sudah menjadi hak atau kewajibannya meskipun belum diterima atau dikeluarkan kasnya. Menurut Halim dan Kusufi (2012: 53) apabila kita bergerak dari basis kas ke basis akrual, maka akan makin banyak tujuan laporan keuangan yang dapat dipenuhi. Dalam penelitian ini pemerintah Kabupaten Gorontalo belum sepenuhnya menggunakan basis akrual,
8
karena masih menggunakan basis kas menuju akrual. Hal ini mengakibatkan informasi keuangan yang diberikan akan terbatas di masa lalu maupun di masa depan. Adanya tuntutan-tuntutan terhadap akuntabilitas publik, maka diperlukan sistem akuntansi keuangan daerah yang baik, sehingga dapat tercapai akuntabilitas publik tersebut. Mardiasmo (2002: 20) mengatakan bahwa akuntabilitas publik adalah kewajiban
pihak
pemegang
amanah
(agent)
untuk
memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah
(principal)
yang
memiliki
kewenangan
untuk
meminta
pertanggungjawaban tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut: Dasar Teori: 1. Sistem akuntansi keuangan daerah adalah serangkaian proses atau prosedur, yang dimulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (Darise, 2008: 41). 2. Sistem akuntansi keuangan daerah yaitu serangkaian secara sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah (Hariyanto, 2007: 10). 3. Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2002: 20).
Penelitian Terdahulu: 1. Pengaruh penerapan sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas publ ik (Febriani, 2011). 2. Sistem akuntansi keuangan daerah berperan dalam mewujudkan akuntabilitas laporan keuangan daerah (Firmansyah, 2008).
Nurani (2006: 101) menyatakan bahwa akuntabilitas publik akan tercapai dengan dilaksanakannya Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yang baru sesuai dengan paradigma good governance.
Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Akuntabilitas Publik
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Akuntabilitas Publik
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
9
2.3
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diungkapkan di atas, maka
peneliti memberikan hipotesis yaitu diduga terdapat Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Akuntabilitas Publik. III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian Agar penelitian dapat berjalan dengan baik dan sistematis, maka diperlukan
suatu desain penelitian. Menurut Efferin dkk (2008: 48) desain penelitian (research design) adalah merupakan framework dari suatu penelitian ilmiah. Dengan menyusun suatu desain penelitian, peneliti pada dasarnya membuat arahan tentang berbagai hal yang harus dilakukan dalam upaya untuk melakukan suatu penelitian ilmiah. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat digambarkan desain penelitian sebagai berikut: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (X)
Akuntabilitas Publik (Y)
Gambar 2: Desain Penelitian 3.2
Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
penerapan sistem akuntansi keuangan daerah (variabel independen), dengan variabel dependen adalah akuntabilitas publik. 3.3
Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Menurut Sugiyono (2012: 193) data primer
merupakan sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu
10
benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Dalam penelitian ini data primer yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada responden. 3.4
Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis data regresi linier sederhana.
Penggunaan teknik ini, karena dalam penelitian hanya digunakan satu variabel terikat dan satu variabel independen. Model yang akan dibentuk sesuai dengan tujuan penelitian (Sugiyono, 2012: 270) adalah sebagai berikut: YΜ = a + b X 3.5
Pengujian Asumsi Klasik
3.5.1 Uji Normalitas Pengujian asumsi normalitas tersebut dengan melakukan pengujian terhadap hipotesis sebagai berikut (Murtaji, 2013: 43): π»π : Data variabel dependen berdistribusi normal π»π : Data variabel dependen tidak berdistribusi normal. Ξ± :5% Kriteria uji : Tolak π»π jika nilai signifikansi yang diperoleh kecil dari Ξ±, terima π»π dalam hal lainnya. 3.6
Pengujian Hipotesis Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan menjadi hipotesis statistik
sebagai berikut: π»π : Ξ² = 0, Penerapan sistem akuntansi keuangan tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas publik. π»π
: Ξ² β 0, Penerapan sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh terhadap akuntabilitas publik.
3.6.1 Uji T Uji t dilakukan dengan membandingkan antara t βππ‘π’ππ dengan t π‘ππππ. Untuk menentukan nilai t π‘ππππ ditentukan dengan tingkat signifikansi 5 % dengan derajat kebebasan df = (n-k-1) di mana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel. Oleh karena itu, kriteria pengujian yang dilakukan adalah: Jika t βππ‘π’ππ > t π‘ππππ (n-k-1) maka π»π ditolak
11
Jika t βππ‘π’ππ < t π‘ππππ (n-k-1) maka π»π diterima IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Uji Normalitas Data Hasil pengujian normalitas dengan menggunakan bantuan SPSS adalah
sebagai berikut: Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters
a.b
Most Extreme Differences
Akuntabilitas Publik 30 28.4245 5.07541 .218 .218 -.159 1.192 .117
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test disatribution is normal. b. Calculated from data. Sumber: Data olahan, 2013
4.2
Hasil Analisis Regresi Hasil analisis regresi dengan menggunakan bantuan SPSS adalah sebagai
berikut: Tabel 11: Hasil Analisis Regresi
Model 1. (Constant)
Coefficientsβ Unstandardized Coefficients B Std. Error 12.891 4.404
Sistem Akuntansi .615 .172 Keuangan Daerah a. Devendent Variabel: Akuntabilitas Publik Sumber: Data olahan, 2013
4.3
Standardized Coefficients Beta
.561
T 2.927
Sig .007
3.583
.001
Pengujian Model Regresi Hasil pengujian dengan menggukan SPSS adalah sebagai berikut: Tabel 12: Hasil Pengujian Model Regresi ANOVA π Model Sum Of df Mean Square Squares
12
F
Sig
1
Regression 234.883 1 234.883 Residual 512.152 28 18.291 Total 747.035 29 a. Predictors: (Constant), Sistem Akuntansi Keuangan Daerah b. Dependent Variable: Akuntabilitas Publik Sumber: Data Olahan, 2013
4.4
12.841
.001a
Pengujian Hipotesis Berdasarkan hasil analisis sebelumnya diketahui nilai t βππ‘π’ππ untuk variabel
penerapan sistem akuntansi keuangan daerah adalah sebesar 3,583. Sedangkan nilai t π‘ππππ pada tingkat signfikansi 5% dan derajat bebas 28 sebesar 2,048. Jika dibandingkan dengan nilai t βππ‘π’ππ yang diperoleh maka nilai t π‘ππππ masih lebih kecil dari t βππ‘π’ππ sehingga Ho ditolak. 4.5
Pembahasan Masalah akuntabilitas merupakan isu yang mengemukakan beberapa tahun
terakhir ini terutama sejak otonomi daerah diberlakukan. Secara konsep, akuntabilitas merupakan dasar dari pelaporan keuangan di pemerintahan. Bahkan menurut Mardiasmo (2004: 31), akuntabilitas adalah tujuan tertinggi pelaporan keuangan pemerintah. Lebih lanjut Mardiasmo (2004: 31) mengatakan bahwa akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktifitas dan kinerja finansial pemerintah daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Akuntabilitas publik
yang
seharusnya dibangun adalah
akuntabilitas publik yang tidak hanya ditujukan secara internal (pemerintah atasan saja) tetapi juga ditujukan kepada para pemangku kepentingan lainnya seperti masyarakat. Selain itu, mekanisme akuntabilitas publik juga tidak hanya ditujukan untuk mengukur kinerja, tetapi juga dapat memantau perilaku dari pejabat publik agar sesuai dengan etika dan aturan hukum yang berlaku. Dalam upaya untuk meningkatkan akuntabilitas publik, berbagai upaya berupa kebijakan, aturan, termasuk pengembangan sistem akuntansi keuangan daerah yang terarah dan sistematis. Sistem akuntansi keuangan daerah menurut definisi Darise (2008: 41) adalah serangkaian proses atau prosedur, yang dimulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian keuangan serta
pelaporan keuangan dalam
13
rangka
pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD. Dengan diterapkannya sistem akuntansi keuangan daerah diharapkan akuntabilitas publik dapat tercapai dengan efektif dan efisien sehingga pemerintah dapat mempertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan pada akhirnya dapat mengalokasikan dana yang tersedia untuk dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerah. Penelitian ini didasarkan pada pertimbangan pemikiran seperti yang dipaparkan di atas. Dari hasil analisis yang dilakukan sebelumnya diketahui bahwa terdapat pengaruh yang positif dari penerapan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntabilitas publik pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Hal ini didasarkan dari hasil pengujian dengan menggunakan uji-t yang memberikan hasil yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Koefisien regresi yang positif menunjukkan bahwa jika penerapan sistem akuntansi keuangan daerah semakin baik maka akan diikuti dengan peningkatan akuntabilitas publik pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Adapun besar pengaruh dari penerapan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntabilitas publik adalah sebesar 31,4% sedangkan sisanya sebesar 68,6% dipengaruhi oleh variabel lain. Dari hasil koefisien determinasi ini terlihat bahwa walaupun pengaruh dari persepsi mengenai sistem akuntansi keuangan daerah sudah cukup besar, namun pengaruh dari variabel lain juga cukup dominan. Ini berarti bahwa selain penerapan sistem akuntansi keuangan daerah, masih banyak hal lain yang mempengaruhi akuntabilitas publik. Sehingga kedepannya diperlukan pengawasan yang lebih ketat dan sosialisasi yang lebih intens agar akuntabilitas publik Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo dapat lebih ditingkatkan. Hasil penelitian ini membuktikan teori dari Nurani (2006: 101) yang menerangkan bahwa akuntabilitas publik akan tercapai dengan dilaksanakannya Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yang baru sesuai dengan paradigma good governance. Penelitian ini juga membuktikan berbagai penelitian terdahulu diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Febriani (2011) yang membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntabilitas publik pada Pemerintah Kota Cimahi. Penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2008) menunjukkan bahwa sistem
14
akuntansi keuangan daerah berperan dalam mewujudkan transparansi laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, namun demikian perannya belum cukup optimal. Sedangkan sistem akuntansi keuangan daerah berperan dalam mewujudkan akuntabilitas laporan keuangan daerah. 5.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui besarnya
pengaruh penerapan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntabilitas publik serta pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penerapan sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh positif terhadap akuntabilitas publik. Hal ini didasarkan dari hasil pengujian dengan menggunakan uji-t yang memberikan hasil yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan membandingkan t π‘ππππ maupun t βππ‘π’ππ menunjukkan bahwa nilai t βππ‘π’ππ sebesar 3,583 lebih besar dari nilai t π‘ππππ sebesar 2,048 dan koefisien determinasinya sebesar 0,314 (31,4%). 5.2
Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, dimana penerapan
sistem akuntansi keuangan daerah telah terbukti mempunyai pengaruh terhadap akuntabilitas publik, maka peneliti memberikan saran agar dapat mempertahankan maupun meningkatkan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah serta dilakukan pengawasan yang lebih ketat dan sosialisasi yang lebih intens sehingga untuk kedepannya dapat tercapai akuntabilitas publik yang lebih baik pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo. Selain itu juga, diharapkan kepada peneliti selanjutnya supaya meneliti variabel lain yang mempengaruhi akuntabilitas publik seperti kinerja anggaran maupun peraturan-peraturan yang berlaku. DAFTAR PUSTAKA Algifari. 2009. Analisis Regresi Teori, Kasus, dan Solusi. Yogyakarta: BPFE. Bastian, Indra. 2005. Akuntansi Sektor Publik suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. Darise, Nurlan. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: PT Indeks. 2009. Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta: PT Indeks. Febriani, Reny. 2011. Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Akuntabilitas Publik (Pada Pemerintah Kota Cimahi). Skripsi.
15
Halim, Abdul, Syam Khusufi, Muhammad. 2012. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta : Salemba Empat. Hasan, Iqbal. 2008. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Lanca, Murtaji. 2013. Pengaruh Penerapan Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010 Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Skripsi. Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mardalis. 2006. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi. 2004. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi. Renyowijoyo, Muindro. 2008. Akuntansi Sektor Publik Organiasi Non Laba. Jakarta: Mitra Wacana Media. Rochaety, dkk. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media. Singarimbun, Masri, Effendi, Sofian. 2006. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sukmana, Wawan, Anggarsari, Lia. 2009. Pengaruh pengawasan Intern dan Pelaksanaan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Akuntansi Keuangan Daerah. Jurnal. Umar, Husein. 2011. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Zayadi, Elfira Sari. 2010. Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) Pengaruhnya Terhadap Akuntabilitas Pendapatan Pajak Daerah (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung). Skripsi.
16