PENGAMANAN PRODUKSI PADI TAHUN 2003 1 Nur Khoiriyah Agustin dan Nizwar Syafa’at Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor 16161
PENDAHULUAN Sektor pertanian Indonesia masih terkonsentrasi pada produksi beras. Beras masih dipandang menjadi komoditas strategis mengingat usahatani padi melibatkan lebih dari 2 juta keluarga petani dan pola konsumsi pangan masyarakat masih didominasi oleh beras. Sementara itu, diversifikasi pangan baik diversifikasi produksi maupun konsumsi masih belum berkembang seperti yang diharapkan. Sejak tahun 1990-an produksi padi secara nasional menunjukkan gejala ketidakstabilan dan ada gejala kemandegan dalam produktivitas. Fluktuasi produksi padi nasional tersebut selain akan mempengaruhi stabilitas pangan nasional, dampaknya juga dapat bersifat multidimensional dengan kemungkinan dampak politis dan sosial yang cukup luas. Dengan demikian ketersediaan beras menjadi faktor penting dalam mempertahankan ketahanan pangan nasional. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memprediksi neraca ketersediaan beras nasional tahun 2003 yang dipengaruhi oleh sisi produksi dan permintaan beras. Skenario yang dilakukan untuk menganalisis neraca ketersediaan beras tersedia lebih difokuskan pada sisi produksi, terutama seberapa jauh variabel luas panen dan produktivitas memiliki peranan terhadap perkembangan produksi padi nasional tersebut. Hal ini penting dilakukan sebagai upaya perumusan kebijakan ke depan untuk mengantisipasi kecukupan pangan nasional. METODOLOGI PENELITIAN Perkembangan produksi padi pada dasarnya dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu: perkembangan luas panen dan produktivitas. Proyeksi luas panen dan produktivitas dilakukan dengan analisis time series, dengan asumsi sejumlah perubahan per periode waktunya adalah konstan. Model yang digunakan adalah model rata-rata persentase pertumbuhan yang konstan, formulasi rumus matematik adalah sebagai berikut: Yt = Y0 (1 + g)t 1
Makalah disampaikan dalam Seminar Rutin yang diadakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor, pada tanggal 14 Februari 2003.
1
Keterangan: Yt = Produktivitas pada saat t Y0 = Produktivitas pada saat t = 0 g
= rata-rata persentase pertumbuhan yang diestimasi
Untuk mengestimasi nilai g maka data time series yang digunakan ditransformasikan kedalam bentuk natural logaritma, sehingga persamaan transformasi regresinya menjadi: Ln Yt = ln Y0 + t ln (1 + g) Model yang sama juga digunakan untuk memproyeksikan luas panen. Proyeksi produksi padi merupakan hasil perkalian dari proyeksi luas panen dan produktivitas. Sedangkan proyeksi permintaan dihitung dengan menjumlahkan total kebutuhan permintaan langsung oleh rumah tangga dengan total permintaan antara. Proyeksi permintaan langsung oleh rumah tangga dihitung berdasarkan konsumsi per kapita dikalikan dengan jumlah penduduk, sedangkan proyeksi permintaan antara dihitung menggunakan rasio nilai transaksinya terhadap konsumsi rumah tangga yang diturunkan dari Tabel Input-Output. Dengan demikian proyeksi kebutuhan beras nasional dapat dihitung dari selisih antara proyeksi produksi dengan proyeksi total permintaan. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN KONSUMSI PADI INDONESIA Perkembangan Produksi Dari Grafik 1 terlihat bahwa lonjakan kenaikan dan penurunan produktivitas relatif lebih tajam dibandingkan dengan perubahan luas panen. Hal ini mengingat bahwa perubahan produktivitas dipengaruhi oleh banyak unsur, baik dari segi kondisi lahan (kesuburan dan jenis irigasinya), teknis budidaya usahatani padi, dan penanganan pasca panennya dan pengolahan hasil, penggunaan bibit atau varitas padi, pengolahan tanah, waktu dan dosis pemupukan, ketersediaan air irigasi, pola tanam yang digunakan, intensitas serangan hama dan organisme pengganggu tanaman (OPT). Sedangkan perubahan luas panen kemungkinan disebabkan oleh perubahan iklim, konversi lahan pertanian ke nonpertanian, persaingan antar komoditas pertanian, dan dinamika harga input-output usahatani padi. Pada tahun 1973 terjadi penurunan produktivitas yang sangat tajam, namun kemudian terjadi lonjakan kenaikan produktivitas yang tajam hingga sekitar pertengahan tahun 1980-an. Hal ini berkaitan dengan program swasembada beras yang dicanangkan
2
oleh pemerintah saat itu sehingga produktivitas dipacu melalui penggunaan input modern (benih unggul, pupuk kimia, pestisida) serta alat dan mesin pertanian. Periode inilah yang dinamakan terjadinya revolusi hijau di Indonesia. Kemudian laju kenaikan produktivitas ini mulai melambat hingga pertengahan tahun 1990-an, dan turun pada tahun 1998 saat terjadi krisis ekonomi namun meningkat kembali hingga tahun 2000-an. Sedangkan penurunan luas panen yang terjadi pada beberapa titik tahun, yaitu 1972, 1982, 1987, 1991, 1994, 1997, dan 2001, linier dengan terjadinya perubahan iklim atau fenomena El Nino/La Nina. 14.00
50.00
45.00 Produktivitas
12.00 40.00
Luas Panen, Produksi
10.00
35.00
30.00 8.00 Luas Panen (Juta Ha) 25.00
Produksi (10 juta ton) Produktivitas (kw/ha)
6.00 20.00
15.00
4.00
10.00 2.00 5.00
0.00
0.00 1969
1971
1973
1975
1977
1979
1981
1983
1985
1987
1989
1991
1993
1995
1997
1999
2001
Tahun
Grafik 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi di Indonesia, 1969-2002
Program pemerintah sangat penting dalam penentuan kebijakan peningkatan produksi padi nasional. Berbagai program peningkatan produksi padi dari tahun 1958 hingga tercapainya swasembada beras pada tahun 1984, antara lain adalah (Wahyuni dan Indraningsih, 2003): Program Padi Sentra (1958), Bimas (1965), Inmas (1968), Bimas Gotong Royong (1969), Insus (1979). Sementara itu, program peningkatan produksi padi pascapencapaian swasembada beras adalah : Supra Insus (1987), SUTPA (1994), Inbis (1997), Gema Palagung (1998), Corporate Farming (2000), Program Ketahanan Pangan (2000), dan Program Pengelolaan Tanaman Terpadu (2001). Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa selama 30 tahun terakhir produktivitas lebih berperan dalam meningkatkan produksi padi di Indonesia, yaitu sebesar 56,5 persen, bila dibandingkan dengan peranan luas panen yang hanya 43,5 persen. Peranan produktivitas terhadap peningkatan produksi ini lebih menonjol lagi pada saat program swasembada beras ini berjalan, yaitu mempunyai pengaruh sebesar 62,1 persen terhadap produksi padi. Peningkatan produktivitas pada masa program ini berjalan lebih banyak difokuskan pada komoditas padi sawah irigasi teknis, dibandingkan padi pada agroekosistem lain (sawah irigasi sederhana/pedesaan, sawah tadah hujan, dan ladang/ tegalan).
3
Tabel 1. Pertumbuhan dan Peranan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi di Indonesia, Sebelum dan Setelah Program Swasembada Beras Keterangan 1969 - 2002 Pertumbuhan per tahun (%/th) Peranan terhadap pertumbuhan produksi (%) 1969 - 1984 Pertumbuhan per tahun (%/th) Peranan terhadap pertumbuhan produksi (%)
Padi Padi sawah Padi ladang Luas Produk- Luas Produk- Luas ProdukProduksi Produksi Produksi panen tivitas panen tivitas panen tivitas 1.30
2.99
43.5 1.12
2.94
37.9
1985-2002 Pertumbuhan per tahun (%/th) 1.11 Peranan terhadap 70.9 pertumbuhan produksi (%) Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
1.56
1.69
1.54
56.5
50.6
1.83
1.59
62.1
49.9
0.45
1.21
29.1
76.2
3.05
3.18
1.59
1.51
-0.28
49.4
-15.3
1.59
-1.48
50.1
482.1
0.38
0.21
23.8
13.1
1.84
2.12 115.3
-0.31
1.18 -382.1
1.64
1.43 87.0
Hal ini dipengaruhi oleh implementasi program Panca Usahatani yang mengeksploitasi penggunaan input modern dan teknis budidaya usahatani yang sangat berkaitan erat untuk meningkatkan produktivitas padi, terutama padi sawah, serta introduksi alat dan mesin pertanian dalam rangka mendukung program swasembada beras tersebut. Ditinjau dari segi biofisik, di negara-negara produsen beras, termasuk Indonesia, teridentifikasi telah terjadinya deteriorasi kesuburan tanah yang dikenal sebagai tanah sakit (soil sickness) yang disebabkan oleh intensifikasi secara terus menerus (Fagi et al., 2002). Ke depan program yang cenderung mengeksploitasi lahan kurang relevan untuk dilakukan mengingat hal tersebut akan mempercepat degradasi sumberdaya alam serta mengancam keberlanjutannya. Bila lahan pertanian diintrodusir dengan penggunaan input secara terus menerus dan berlebihan, maka lahan pertanian akan mengalami kejenuhan dan akibatnya produksi malah akan menurun. Apalagi dengan issu lingkungan yang berkembang akhir-akhir ini dan mulai berkembangnya trend produk-produk organik yang ramah lingkungan, maka penggunaan input-input pertanian sebaiknya dilakukan sesuai dengan ambang batas lingkungan. Untuk itu kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas sebaiknya harus memperhatikan daya dukung lahan dan keberlanjutannya. Kebalikan dengan fenomena saat program swasembada beras berjalan, maka laju pertumbuhan produksi padi pascaprogram ini malah menurun, menjadi sebesar 1,56 persen (1985 – 2002). Peranan luas panen terhadap pertumbuhan produksi menjadi lebih menonjol pada pascaswasembada beras, yaitu sebesar 70,9 persen, sedangkan peranan produktivitas terhadap pertumbuhan produksi hanya sebesar 29,1 persen. Dengan demikian aspek luas panen lebih berperanan penting dalam peningkatan produksi padi nasional pasca program swasembada beras ini, dan ke depan 4
diperkirakan peranan aspek luas panen ini juga masih menonjol. Faktor-faktor yang menjadi penyebab turunnya laju pertumbuhan produktivitas padi setelah swasembada beras, antara lain disebabkan oleh: terobosan teknologi yang memungkinkan peningkatan produktivitas usahatani padi pascaintroduksi varietas padi IR-64, semakin sulit diwujudkan sehingga terjadi pelandaian pertumbuhan produktivitas usahatani padi. Pelandaian pertumbuhan produktivitas usahatani tersebut lebih cepat terjadi di Jawa karena upaya intensifikasi pada masa sebelumnya lebih difokuskan di Jawa. Di samping itu Pemerintah juga dihadapkan pada masalah dana untuk membiayai berbagai program peningkatan produksi padi akibat berakhirnya masa boom minyak. Tercapainya swasembada beras dijadikan momentum untuk mengubah kebijakan pembangunan menjadi pembangunan ekonomi yang lebih berorientasi pada pasar ekspor untuk meningkatkan cadangan devisa (Irawan et al., 2002). Perkembangan Konsumsi Permintaan suatu komoditas dapat berupa permintaan akhir (final demand) maupun permintaan antara (intermediate demand). Permintaan akhir merujuk pada permintaan untuk konsumsi akhir atau konsumsi langsung oleh rumah tangga dan pemerintah, sedangkan permintaan antara merupakan masukan (intermediate input) dalam proses produksi komoditas lain. Permintaan antara untuk komoditas padi ini antara lain adalah: penggunaan gabah untuk benih, pakan ternak serta industri di bidang pangan lainnya. Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun, konsumsi per kapita beras nasional mengalami fluktuasi. Awal tahun 1980-an konsumsi beras meningkat pesat karena tingginya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan pergeseran pola konsumsi beras meluas pada daerah-daerah yang tadinya berpola pangan nonberas (Tabel 2). Hal ini mendorong kenaikan kebutuhan beras yang tinggi. Sejak 10 tahun terakhir ini pemerintah menerapkan program diversifikasi pangan untuk mengubah pola dan selera sebagian besar masyarakat dari kebiasaan mengkonsumsi beras. Program diversifikasi pangan tersebut dirasakan belum berjalan seperti yang diharapkan. Tabel 2. Perkembangan Konsumsi Beras di Indonesia, 1968-1995 Tahun Konsumsi ( x 1000 Ton) Konsumsi per kapita (kg/tahun) 1968 10725 96,50 1973 14703 118,00 1978 17264 123,40 1983 22707 145,20 1988 26075 150,00 1990 28037 153,60 1994 28778 149,72 1995 29315 152,13 Sumber: Neraca Bahan Makanan Indonesia, Badan Pusat Statistik
5
Dengan mencermati perkembangan konsumsi beras per kapita/tahun menunjukkan bahwa sejak pertengahan tahun 1990-an ada indikasi penurunan konsumsi beras per kapita, meskipun konsumsi beras secara kumulatif menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. PROSPEK KEBUTUHAN BERAS TAHUN 2003 Proyeksi Produksi Padi Proyeksi produksi padi dilakukan dengan melihat pertumbuhan luas panen dan produktivitas padi. Dari Grafik 1 terlihat bahwa pada tahun-tahun awal (1969 sampai pertengahan tahun 1980-an) perkembangan produktivitas mengalami lonjakan kenaikan dan penurunan yang begitu tajam. Bila dilakukan proyeksi berdasarkan tahun-tahun tersebut maka dikhawatirkan hasilnya akan bias. Untuk itu proyeksi dilakukan berdasarkan perkembangan luas panen dan produktivitas sekitar 15 tahun terakhir yang relatif lebih smooth, dengan asumsi bahwa sejumlah perubahan per periode waktunya, seperti: perubahan iklim, kesuburan lahan, dan kondisi sosial ekonomi dianggap konstan. Dengan pertumbuhan luas panen padi sebesar 1,03 persen dan pertumbuhan produktivitas sebesar 0,25 persen, maka diperkirakan produksi padi Indonesia tahun 2003 adalah sekitar 53,54 juta ton, atau mengalami kenaikan sebesar 1,94 juta ton (3,76 persen) bila dibandingkan dengan produksi padi tahun 2002 (Tabel 3 dan Grafik 2). Kenaikan produksi padi tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh kenaikan luas panen, yaitu dari sekitar 11,6 juta hektar pada tahun 2002 menjadi sebesar 12,11 juta hektar pada tahun 2003 atau naik sebesar 465.633 hektar (4,00%). Sedangkan produktivitas mengalami penurunan sebesar 44,33 ku/ha pada tahun 2002 menjadi 44,23 ku/ha pada tahun 2003, atau hanya turun sekitar 0,10 ton/ha (0,23%). Penurunan produktivitas ini diindikasikan disebabkan oleh penggunaan varietas padi unggul yang ditanam saat ini mempunyai potensi genetis yang terbatas. Di samping itu faktor iklim La Nina ditengarai juga mempengaruhi ketersediaan air irigasi yang dapat menjadi penghambat peningkatan produktivitas tanaman padi. Sementara itu, adanya kecenderungan meningkatnya harga-harga input dan relatif stagnannya harga gabah kurang memberikan insentif pada petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Untuk itu ekstensifikasi pertanian hendaknya mulai diarahkan ke areal-areal potensial di luar Jawa mengingat lahan di Jawa semakin sempit untuk penggunaan sektor pertanian. Keberhasilan meningkatkan produksi padi melalui perluasan areal tanam sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah dan masyarakat pertanian dalam mendayagunakan sumberdaya lahan rawa. Potensi lahan rawa ini mendapat luasan 33,4 juta ha, yang terdiri lahan pasang surut 20,7 juta ha dan lahan lebak 13,4 juta ha (Wijaya, Adhi, 2000). Hal ini harus diikuti dengan pembangunan jaringan irigasi yang mendukung kebutuhan air irigasi sawah yang disertai dengan rekomendasi usahatani yang sesuai dengan daerah setempat (spesifik lokasi). Di samping itu, juga dapat 6
dilakukan melalui ekstensifikasi vertikal melalui peningkatan intensitas tanam pada lahan sawah irigasi. Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi di Indonesia, Tahun 1988 – 2003
Tahun 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002*
Luas panen (ha)
Padi Produksi (ton)
Produktivitas (ku/ha)
10138155
41676170
41,11
10521207
44725582
42,51
Padi sawah ProProdukduksi tivitas (ton) (ku/ha) 44,05 8925374 39316072 45,24 9364956 42371324
10502357
45178751
43,02
9377514
42825267
10281519
44688247
43,46
9168502
42330934
11103317
48240009
43,45
9799107
42413648
43,28
11012776
48181087
43,75
9806895
45558933
10733830
46641524
43,45
9493966
11438764
49744140
43,49
11569729
51101506
44,17
11140594
49377054
11730325
Luas panen (ha)
Luas panen (ha) 1212781
2360098
19,46
1156251
2354258
20,36
1124843
2353484
20,92
1113017
2357313
21,18
1304210
2826361
21,67
46,46
1205881
2622154
21,74
43959181
46,30
1239864
2682343
21,63
10081220 46805672
46,43
1357544
2938468
21,65
10251393 48188255
47,01
1318336
2913251
22,10
44,32
9881764
46591874
47,15
1258830
2785180
22,13
49236692
41,97
10475562 46482803
44,37
1254763
2753889
21,95
11963204
50866387
42,52
10794211 48201136
44,65
1168993
2665251
22,80
11608281
51179412
44,09
10442960 48511093
46,45
1165321
2668319
22,90
11500000
50461000
43,88
10419000 47896000
45,97
1081000
2565000
23,74
11641000
51604000
44,33
10484000 48828000
46,57
1157000
2776000
23,99
2849616
23,90
45,67 46,17
2003** 12106633 53544518 44,23 10914470 50694902 46,45 1192163 Sumber : Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia. Survey Pertanian, BPS. Keterangan: * Angka Ramalan III BPS ** Data 2003: proyeksi
Luas Panen, Produksi
Padi ladang ProProdukti duksi vitas (ton) (ku/ha)
60000000
45.00
50000000
44.00
40000000
43.00
30000000
42.00
Produktivitas
Luas Panen (Juta Ha) Produksi (Juta Ton) Produktivitas (Kw/ton)
20000000
41.00
10000000
40.00
0 1988
39.00 1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002 2003*
Tahun
Grafik 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi di Indonesia, 1988-2003
7
60000000
Produksi (Ton)
50000000
40000000
Produksi Total Padi Produksi Padi Sawah Produksi Padi Ladang
30000000
20000000
10000000
0 1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003*
Tahun
Grafik 3. Perkembangan Produksi Padi di Indonesia Tahun 1988 – 2003, menurut Jenis Padi
Proyeksi kenaikan produksi padi sebesar 1,94 juta ton sebagian besar disumbangkan oleh kenaikan produksi padi sawah sebesar 1,87 juta ton atau naik sebesar 3,82 persen bila dibandingkan tahun 2002, sedangkan padi ladang hanya menyumbangkan kenaikan produksi sebesar 73.616 ton atau naik 2,65 persen bila dibandingkan tahun 2002 (Tabel 3 dan Grafik 3). Artinya, produksi padi sawah yang mempunyai rata-rata share sekitar 94,69 persen terhadap produksi padi nasional dalam lima tahun terakhir ini masih menjadi andalan bagi peningkatan produksi padi. Untuk itu ke depan kebijakan peningkatan produksi padi nasional sangat terkait erat dengan peningkatan produksi padi sawah. Mengingat bahwa Pulau Jawa masih menjadi penyangga produksi padi sawah nasional pada sekitar 30 tahun terakhir, yaitu sekitar 61,65 persen dari total produksi padi sawah yang dihasilkan, maka peningkatan produksi padi sawah di Pulau Jawa ini sebaiknya lebih dititikberatkan pada peningkatan produktivitas karena keterbatasan lahan. Proyeksi Permintaan Beras Meskipun terjadi penurunan konsumsi perkapita, yaitu dari 119,80 kg/kapita/tahun pada tahun 2002 menjadi 118,90 kg/kapita/tahun pada tahun 2003, namun konsumsi langsungnya meningkat dari sekitar 25,80 juta ton pada tahun 2002 menjadi sekitar 25,98 juta ton pada tahun 2003 (Tabel 4). Hal ini disebabkan oleh pengaruh peningkatan penduduk yang lebih besar atau meningkat tajam, yaitu sebesar 215, 35 juta penduduk pada tahun 2002 menjadi 218,49 juta penduduk pada tahun 2003, dengan asumsi pertumbuhan penduduk sebesar 1,45 persen per tahun. Di samping itu permintaan antara untuk industri pangan maupun nonpangan diperkirakan juga meningkat dari 6,52 juta ton pada tahun 2002 menjadi 6,80 juta ton pada tahun 2003. Hal ini didasarkan dengan asumsi rasio permintaan beras untuk input antara yang diturunkan dari Tabel Input-Output diperkirakan sebesar 0.256 atau 18,8 persen
8
(Anonim, 2002). Dengan demikian diperkirakan permintaan total beras meningkat sebesar 1,42 persen, yaitu dari 32,32 juta ton pada tahun 2002 menjadi 32,78 juta ton pada tahun 2003. Proyeksi Neraca Kebutuhan Beras Indonesia Tahun 2003 Tidak seluruh produksi padi dikonsumsi oleh manusia karena ada hasil yang digunakan untuk benih, pakan dan terjadinya losses atau kehilangan hasil selama proses panen dan penanganan pascapanen, yang secara konvensi diperkirakan sebesar tujuh persen. Dengan demikian berdasarkan empat skenario diperkirakan ketersediaan beras untuk dikonsumsi, setelah dikonversikan gabah-beras sebesar 63,2 persen, adalah meningkat sekitar 1,45 persen sampai dengan 3,76 persen pada tahun 2003 dibandingkan dengan tahun 2002. Meskipun demikian peningkatan ketersediaan beras ini tidak mampu mengimbangi peningkatan total permintaan beras, sehingga terjadi defisit kebutuhan beras nasional pada tahun 2003. Berdasarkan skenario 1, dengan asumsi pertumbuhan luas panen sebesar 1,30 persen per tahun dan pertumbuhan produktivitas sebesar 0,32 persen per tahun, maka diperkirakan defisit kebutuhan beras nasional pada tahun 2003 sebesar 1,31 juta ton (Tabel 4). Bila skenario 1 ini dapat dipenuhi, maka defisit neraca kebutuhan beras nasional tahun 2003 akan turun hingga 57,37 persen bila dibandingkan tahun 2002. Defisit kebutuhan beras nasional ini akan meningkat lebih tajam bila terjadi penurunan pertumbuhan luas panen dibandingkan dengan penurunan produktivitas. Hal ini terlihat jelas pada skenario 2, yaitu dengan pertumbuhan luas panen turun 50 persen dari skenario 1 dan pertumbuhan produktivitas sama dengan skenario 1, akan terjadi penurunan defisit kebutuhan beras yang lebih tajam sekitar 1,91 juta ton. Sedangkan bila pertumbuhan luas panen sama dengan skenario 1 namun pertumbuhan produktivitasnya turun 50 persen dari skenario 1, maka defisit kebutuhan beras nasional hanya sekitar 1,46 juta ton (skenario 3). Defisit kebutuhan beras akan semakin tajam bila terjadi penurunan pertumbuhan luas panen dibarengi dengan penurunan produktivitas sebesar 50 persen dari skenario 1, sehingga defisit kebutuhan berasnya menjadi sekitar 2,01 juta ton (skenario 4). Kekurangan persediaan beras nasional ini harus ditutupi dengan impor, dan lebih lanjut akan berdampak terhadap kebijakan perberasan yang lebih luas. Bila dibandingkan dengan perkiraan kebutuhan beras nasional yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, maka hasil penelitian ini lebih bersifat optimis (Tabel 5). Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi, seperti: pengaruh iklim dan goncangan sosial ekonomi, dalam penelitian ini diasumsikan konstan, sedangkan perhitungan proyeksi produksi oleh Deptan dilakukan dengan mempertimbangkan dampak El Nino terhadap produksi. Skenario yang digunakan adalah dengan dua pendekatan, yaitu El Nino tanpa program akselerasi (berdasarkan rata-rata dari data empiris dan hasil pendugaan model ENSO) serta El Nino dengan program akselerasi (dengan asumsi pertumbuhan produksi padi sebesar 2,7 persen per tahun). Dalam penelitian ini proyeksi produksi dilakukan melalui empat skenario, yaitu skenario 1 merupakan pencapaian produksi dengan asumsi pertumbuhan luas panen 1,03 persen/tahun dan pertumbuhan produktivitas 0,25 persen/tahun, sedangkan ketiga
9
10
skenario lainnya dilakukan bila pertumbuhan luas panen dan/atau produktivitas mengalami penurunan sebesar 50 persen dari skenario 1. Dengan demikian dapat diperkirakan langkah antisipasi apa yang dapat dilakukan bila peningkatan produksi tidak dapat dicapai secara optimal. Perbedaan asumsi lainnya yang mendasari kedua perhitungan tersebut adalah pertumbuhan penduduk hasil analisis Departemen Pertanian adalah 1,49 persen per tahun, sedangkan hasil perhitungan penelitian ini 1,45 persen per tahun. Tabel 5. Perbandingan Neraca Kebutuhan Beras Indonesia Tahun 2003 Rumusan Departemen Pertanian dengan Hasil Penelitian (Juta Ton) Skenario produksi Departemen Pertanian: El Nino, tanpa program akselerasi El Nino, dengan program akselerasi Hasil Penelitian: Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4
Ketersediaan
Permintaan
Neraca
29,60 31,15
32,4 32,4
-2,80 -1,25
31,47 30,87 31,32 30,77
32,78 32,78 32,78 32,78
-1,31 -1,91 -1,46 -2,01
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Berdasarkan skenario 1 yang paling optimis, produksi padi pada tahun 2003 diproyeksikan sekitar 53,54 juta ton atau meningkat sekitar 3,76 persen bila dibandingkan dengan produksi padi tahun 2002 yang dipengaruhi oleh kenaikan luas panen sebesar 465.633 hektar (4,00%) sedangkan produktivitas mengalami penurunan sekitar 0,10 ton/ha (0,23%), dengan asumsi sejumlah perubahan per periode waktunya adalah konstan. Setelah masa program swasembada beras hingga sekarang, terlihat bahwa peranan luas panen sangat menonjol dalam peningkatan produksi padi nasional, yaitu sebesar 70,9 persen. Dengan demikian ke depan peningkatan luas panen diperkirakan masih memegang peranan penting dalam peningkatan produksi padi nasional. Kenaikan proyeksi permintaan total beras sebesar 1,42 persen pada tahun 2003 dibandingkan tahun 2002 lebih dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk dan konsumsi antara untuk komoditas padi.
11
Dari keempat skenario dihasilkan neraca kebutuhan beras nasional pada tahun 2003 diproyeksikan masih mengalami defisit, sehingga impor masih perlu dilakukan. Namun demikian defisit neraca kebutuhan beras tahun 2003 ini menurun jika dibandingkan dengan tahun 2002. Implikasi Kebijakan Dalam rangka mengamankan produksi padi tahun 2003 maka perlu dilakukan kebijaksanaan sebagai berikut: Mengingat variabel luas panen memegang peranan penting dalam perumusan kebijakan peningkatan produksi padi ke depan maka perlu dilakukan pengamanan luas panen sebesar 465.633 ha sesuai dengan pertumbuhan luas panen yang diharapkan, yaitu sebesar 1,03 persen. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan sasaran produksi yang ditargetkan. Dengan demikian perlu dilakukan upaya ekstensifikasi pertanian yang hendaknya diarahkan ke lahan-lahan potensial di luar Jawa karena lahan pertanian di Jawa telah sempit dan perbenturan kepentingan lahan pertanian dengan penggunaan nonpertanian sangat tinggi. Untuk itu identifikasi luas lahan yang layak untuk peningkatan produksi padi dan usaha pertanian sangat diperlukan mengingat tidak semua lahan yang ada di tanah air ini layak untuk usaha pertanian, baik untuk perkebunan tanaman keras, wanatani (agroforestry) maupun pertanian tanaman semusim (Lampiran 1). Optimalisasi pemanfaatan lahan kering, terutama pada MH, dan pemanfaatan lahan lebak dan sawah pasang surut pada MK I dan II, perlu juga untuk diupayakan. Di samping itu perlu dilakukan program pengamanan pertanaman, terutama pada MK I, antara lain dengan memfungsikan sistem peringatan dini atas serangan hama dan penyakit serta peningkatan efisiensi pascapanen melalui pengurangan kehilangan hasil, terutama dalam proses pemanenannya. Penurunan produktivitas diminimalisir dengan program penggunaan benih yang bermutu, varietas unggul, pola tanam yang serempak, pemupukan yang seimbang baik waktu maupun dosisnya, serta penerapan teknologi budidaya penanaman padi yang intensif. Kebijakan dalam aspek produktivitas ini sebaiknya lebih difokuskan pada padi sawah mengingat padi sawah masih memberikan kontribusi yang dominan terhadap produksi padi nasional dibanding dengan padi ladang. Antisipasi anomali iklim El Nino/La Nina, dilakukan dengan mengidentifikasi ketersediaan air waduk terutama di sentra-sentra produksi padi dan wilayah risiko tinggi kekeringan atau endemik hama penyakit. Pembangunan dan pemeliharaan sarana jaringan irigasi yang mendukung kebutuhan air irigasi sawah yang disertai dengan rekomendasi usahatani yang sesuai dengan daerah setempat (spesifik lokasi) sangat relevan untuk dilakukan dalam rangka mendukung peningkatan produksi padi nasional. Impor yang dilakukan untuk menutupi defisit neraca kebutuhan beras nasional sebaiknya dilakukan untuk beras yang memenuhi standar mutu yang baik, minimal dengan standar broken lima persen, yang ditujukan untuk konsumen golongan
12
menengah ke atas. Bila impor dilakukan untuk semua level kualitas beras, maka hal ini akan merusak pasar beras dalam negeri yang pada gilirannya akan membawa konsekuensi kurang intensif petani dalam meningkatkan produksi padi. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2002. Pengamanan Produksi Pokok Beras Tahun 2003 dan Jangka Menengah (5 Tahun). Departemen Pertanian. Jakarta. Anonim. 1969 – 2001. Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia. Survey Pertanian. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Anonim. 1987 - 2001. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Anonim. 1995. Neraca Bahan Makanan Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Anonim. 2000. Prosiding Pemberdayaan Potensi Regional Melalui Pendekatan Zone Agroekologi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian. Bogor. Fagi, A.M., S. Partohardjono dan E. E. Ananto. 2002. Strategi Pemenuhan Kebutuhan Pangan Beras 2010. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Irawan, B., N. Syafa’at, R. Sajuti, S. Wahyuni, B. Rahmanto, A. Setiyanto, dan D. Hidayat. 2002. Perumusan Program Peningkatan Produktivitas Padi di Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian. Bogor. Montgomery, D. C., L. A. Johnson, and J. S. Gardiner. 1990. Forecasting and Time Series Analysis. Second Edition. McGraw-Hill, Inc. New York. Salvatore, D. 1996. Managerial Economics in A Global Economy. Third Edition. McGraw-Hill, Inc. New York. Syafa'at, N., M. Maulana, dan P. Simatupang. 2003. Perkiraan Dampak Kenaikan BBM Terhadap Sektor Pertanian. Makalah disampaikan dalam Seminar Rutin Puslitbang Sosek, Tanggal 31 Januari 2003. Bogor. Wahyuni, S. dan K.S. Indraningsih. 2003. Dinamika Program dan Kebijakan Peningkatan Produksi Padi. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 21 No.2, Desember 2003, hal. 143-156. Wijaya, Adhi, I.P.G., D.A. Suradikarta, M.T. Striadi, I.G.M. Subiksa, dan I.W. Suastika. 2000. Pengelolaan, Pemanfaatan, dan Pengembangan Lahan Rawa. Dalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
13
Lampiran 1. Luas Lahan yang Layak untuk Pertanian per Penduduk Agraris Lahan yang layak untuk Wilayah pertanian (%) Sumatera 42.918 47.360 68 59,9 Jawa 116.025 13.219 46 71,9 Nusa Tenggara 11.340 8.849 62 46,3 Kalimantan 10.946 53.946 66 33,8 Sulawesi 14.027 18.922 68 22,4 Maluku 2.188 7.450 68 33,8 Sumber: Amien, 1997 dalam Prosiding Pemberdayaan Potensi Regional Melalui Zone Agroekologi (2000). Penduduk (juta jiwa)
14
Luas (juta ha)
Penduduk agraris (%)
Lahan/ kapita ha 0,94 0,15 0,55 2,50 0,44 1,66 Pendekatan
Tabel 4. Tabel Proyeksi Neraca Kebutuhan Beras Nasional Tahun 2002 – 2003 Jumlah Kons per Konsumsi Konsumsi Konsumsi Produksi Tahun penduduk kapita langsung antara total (ton) padi (ton) (jiwa) (kg/kapita/th) (ton) (ton)
Benih, pakan, tercecer (ton)
Produksi bersih (ton)
Produksi terkonversi gabah-beras: 63,2% (ton)
Neraca (ton)
Skenario 1 (Pertumbuhan luas panen 1.30%/th & produktivitas: 0,32%/th)
2002 215348438
119.80
25798743
6520000
32318743 51604000
3612280
47991720
29754866
-2563876
2003 218492040
118.90
25978704
6800000
32778704 53544518
3748116
49796402
31471326
-1307378
Skenario 2 (Pertumbuhan luas panen turun 50% dari skenario 1 & pertumbuhan produktivitas sama dengan skenario 1)
2002 215348438
119.80
25798743
6520000
32318743 51604000
3612280
47991720
29754866
-2563876
2003 218492040
118.90
25978704
6800000
32778704 52514830
3676038
48838792
30866117
-1912587
Skenario 3 (Pertumbuhan luas panen sama dengan skenario 1 & pertumbuhan produktivitas turun 50% dari skenario 1)
2002 215348438
119.80
25798743
6520000
32318743 51604000
3612280
47991720
29754866
-2563876
2003 218492040
118.90
25978704
6800000
32778704 53279101
3729537
49549564
31315324
-1463379
Skenario 4 (Pertumbuhan luas panen & produktivitas turun 50% dari skenario 1)
2002 215348438
119.80
25798743
6520000
32318743 51604000
3612280
47991720
29754866
-2563876
2003 218492040
118.90
25978704
6800000
32778704 52353197
3664724
48688474
30771115
-2007588
Keterangan
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian (diolah)