PENERAPAN TEKNIK MANAJEMEN KUALITAS TERHADAP PENGOLAHAN BIJI KAKAO KERING DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) KEDIRI Iffan Maflahah, Wahyu Ari Pradana, Muhammad Fakhry Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Korespondensi: Jl. Raya Telang, PO BOX 2 Kamal-Bangkalan
ABSTRAK Indonesia adalah penghasil kakao terbesar ke tiga di dunia (ICCO 2007), setelah pantai gading dan Ghana. Kakao curah adalah biji kakao yang diingikan pasar dengan kadar air kurang dari 7,5%, kadar benda asing 0%, kadar biji berjamur kurang dari 2%, dan kadar biji berkecambah kurang dari 2%. Oleh karena itu, tujuan suatu perusahaan secara langsung maupun tidak langsung akan mengacu pada hal tersebut. Penelitian ini dimulai dengan perumusan masalah kemudian dilanjutkan dengan penetapan tujuan penelitian setelah itu dilakukan pengumpulan data. Data kualitatif yang digunakan adalah data penyebab cacat produk dan data kuantitatif adalah data dari pengujian pH, pengujian suhu, pengujian kadar air, jumlah cacat, dan jenis cacat. Diperoleh hasil produksi rata-rata 247,42 kg diperoleh jumlah rata-rata cacat produk sebanyak 2,38 kg setiap produksi, dengan persentase jenis cacat produk dalam kakao kering adalah kotoran 36,74471%, biji pecah (Bp1) 23,5363% , kepek 23,185%, prongkol 16,5349%. Dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi mutu biji kakao adalah bahan baku yang tersedia kualitasnya jelek, tidak dilakukannya sortasi bahan baku. Alat pengukur yang kadarluarsa, alat yang rusak dan keropos. Kurangnya pelatihan terhadap karyawan tentang target mutu yang diinginkan perusahaan. Analisis keasaman (pH) pada kakao kering di peroleh pH pada kakao berada dibawah standar SNI sehingga asam akan menempel pada biji dengan kuat. Suhu pada proses fermentasi diketahui bahwa semua sampel dalam kendali. Kadar air juga semua masih dibawah dari standar yang diterapkan oleh SNI yaitu kurang dari 7,5 %, sehingga biji tidak mudah ditumbuhi jamur. Kata Kunci : Manajemen Kualitas, Cacat Produk, Kakao PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ke-3 dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Berdasarkan data ICCO produksi kakao pada tahun 2007 Pantai Gading sebanyak 1.175.000 ton, Ghana sebanyak 570.000 ton, dan Indonesia sebanyak 440.000 ton. Indonesia pada tahun 2014 menargetkan sebagai penghasil kakao curah terbesar di dunia (Anonimous, 2011). Kakao dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis makanan ataupun minuman, produk yang sering kita jumpai asalah selai coklat, susu coklat, coklat batangan, kue coklat, dan masih banyak lainnya. Coklat merupakan salah satu produk olahan dari buah kakao yang telah mengalami proses dan penambahan berbagai bahan lain sehingga rasanya menjadi manis dan nikmat. Selain coklat, kakao juga dapat sebagai bahan tambahan pembuatan roti, minuman, bahkan di era modern saat ini sebagai bahan baku aroma terapi dan lulur buat mengencangkan kulit bagi wanita. Kakao yang banyak diinginkan pasar terutama pasar internasional adalah kakao curah. Kakao curah adalah biji kakao yang kering dengan kadar air kurang dari 7,5%, kadar benda asing 0%, kadar biji berjamur kurang dari 2%, dan kadar biji berkecambah kurang dari 2%. Kakao curah pada umumnya di ekspor untuk memenuhi permintaan pasar Amerika, Belgia, Jerman, dan Swiss (Susanto, 1993). Kepuasan pelanggan adalah faktor terpenting dalam sebuah industri. Oleh karena itu, tujuan suatu perusahaan secara langsung maupun tidak langsung akan mengacu pada hal tersebut. Berbagai upaya dilakukan perusahaan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Upaya tersebut dapat berupa perbaikan terus menerus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka usaha mencapai kepuasan pelanggan mengalami perubahan. Metode
yang biasanya digunakan untuk menganalisis kualitas adalah TQM, Lean, Seven Tool, Six Sigma (Purnomo, 2004). Manajemen kualitas merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu. Kebutuhan atau persyaratan itu ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi sistem manajemen kualitas berfokus pada konsistensi dari proses kerja. Hal ini sering mencakup beberapa tingkat dokumentasi terhadap standar-standar kerja. Sistem manajemen kualitas berlandaskan pada pencegahan kesalahan sehingga bersifat proaktif, bukan pada deteksi kesalahan yang bersifat reaktif. Patut diakui pula bahwa banyak sistem manajemen kualitas tidak akan efektif sepenuhnya pada pencegahan semata, sehingga sistem manajemen kualitas juga harus berlandaskan pada tindakan korektif terhadap masalah-masalah yang ditemukan. Analisis kinerja menggunakan teknik manajemen kualitas untuk melaksanakan kendali mutu terhadap proses produksi digunakan teknik kendali mutu seperti Lembar Pemeriksaan (Check Sheet), Diagram Pareto, Histogram, Scatter Diagram, Diagram Tulang Ikan (Diagram Sebab Akibat), Grafik dan Bagan Kendali (Purnomo, 2004). PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri merupakan perusahaan perkebunan yang mengolah biji kakao dari kebun mereka sendiri dan dilakukan pengolahan menjadi biji kakao kering. Kualitas biji kakao kering yang diinginkan oleh pasar yaitu biji kakao yang sudah dilakukan proses fermentasi, biji memiliki kadar air kurang dari 7,5%, kadar benda asing 0%, kadar biji berjamur kurang dari 2%, dan kadar biji berkecambah kurang dari 2%. Untuk mempertahankan mutu yang dihasilkan perlu dilakukan pengukuran secara intensif. Penelitian ini mengkaji aspek produksi meliputi setiap proses produksi, dari proses penerimaan bahan baku, proses fermentasi, pengeringan, sortasi hingga pengemasan. Dengan membandingkan dengan proses standar yang diterapkan di PT. Perkebunan Nusantara ataupun dengan SNI (Standart Nasional Indonesia). Penelitian ini juga mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas biji kakao kering dengan menggunakan diagram sebab akibat. Tujuan 1. Mengetahui jenis cacat produk dalam proses produksi kakao kering. 2. Memperoleh penyebab cacat produk pada produksi kakao kering. 3. Memperoleh faktor-faktor yang berpengaruh pada proses produksi kakao kering METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2011. Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) yang terletak di daerah Ngrangkah Pawon, Kediri. Penelitian ini dimulai dengan perumusan masalah kemudian dilanjutkan dengan penetapan tujuan penelitian setelah itu dilakukan pengumpulan data yang diakukan pada proses produksi yang ada pada PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri. Data yang diambil ada dua jenis yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yang digunakan adalah data penyebab cacat produk yang terjadi selama proses produksi di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri. Setelah diperoleh data kualitatif dilanjutkan dengan analisis dengan diagram sebab akibat dan dilanjutkan dengan why-why analysis. Data kuantitatif adalah data dari pengujian pH, pengujian suhu, pengujian kadar air, jumlah cacat, dan jenis cacat. Pada data kuantitatif dari pengukuran jenis cacat dilakukan pengujian menggunakan diagram pareto, sedangkan dari data pengujian pH, suhu, dan kadar air dilakukan analisis menggunakan bagan kendali. Dilanjutkan dengan pengukuran dan analisis masalah, hal ini diperlukan agar dapat menemukan akar permasalahan yang ada sehingga solusi yang diterapkan tepat sasaran. Yang terakhir menetapkan kesimpulandari penelitian ini dan saran bagi perusahaan agar dapat memperbaiki proses produksi yang ada di perusahaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Jenis Cacat Pada Produk Akhir Tahapan awal analisis cacat dilakukan dengan cara mengidentifikasi jumlah cacat setiap periode hasil panen. Jumlah cacat produk pada proses produksi biji kakao kering dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Cacat Produk Pada Proses Produksi Biji Kakao Kering
Berdasarkan Tabel.1 rata-rata persentase cacat adalah 0,96 % (2,38 kg) dari 691,14 kg hasil panen. Jenis-jenis cacat pada proses produksi biji kakao kering di bedakan menjadi biji pecah (Bp1), kepek, prongkol, kotoran. Biji pecah (Bp1) adalah biji kakao yang pecah atau biji kakao yang terlepas dari kulit bijinya, sehingga berbentuk berasan biji. Kepek adalah biji yang pipih (gepeng), sehingga biji hanya ada kulit bijinya saja tetapi biji tersebut masih utuh dan tidak pecah. Prongkol adalah Biji kakao yang saling menempel satu sama lainnya, dan biji kakao tersebut tidak dapat dipisahkan. Kotoran yaitu kulit dari biji kakao yang pecah dan kotor-kotoran berupa placenta, kerikil, serta benda asing lainnya. Berdasarkan jenis cacat diketahui bahwa diketahui jumlah cacat biji pecah (Bp1) adalah 7,86 kg, kepek 7,74 kg, prongkol 5,52 kg, kotoran 12,28 kg dari total 33,43 kg total cacat. Persentase jenis cacat dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Persentase Jenis Cacat Produk Proses produksi pada bulan Januari- februari 2011 dapat diketahui bahwa kotoran dengan persentase 36,74% (kotoran meliputi plasenta, kulit, krikil, dan kulit buah kakao) masih menjadi jenis cacat produk yang tertinggi. Jenis cacat ini disebabkan tidak adanya proses sortasi bahan baku. Jenis cacat Bp1 (biji pecah) yaitu sebanyak persentase 23,53% (7,74 kg) ini sebanding dengan banyaknya kotoran berupa kulit ari dari biji kakao yang ada sehingga nilai biji pecah juga tinggi. Selain itu kotoran juga disebabkan oleh debu atau kotoran benda asing seperti daun, batang kering, bahkan jasad dari serangga, ini disebabkan ruangan dari tempat pengeringan, tempering, dan sortasi tidak tertutup dengan rapat. Biji pecah (Bp1) dapat disebabkan pada proses produksi mengalami kesalahan penanganan seperti suhu pengeringan terlalu tinggi, waktu tempering yang dilakukan kurang sehingga pada saat masih suhu masih tinggi sudah dilakukan pengemasan sehingga dapat menyebabkan biji yang rapuh tersebut akan mudah hancur. Biji kepek dengan persentase 23,18% dan prongkol sebanyak 16,52% itu disebabkan bahan baku yang terserang hama dan masih dikutkan dalam proses produksi, sehingga akan muncul pada produk akhir. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Biji Kakao Kering Proses pengolahan biji kakao kering di PT.Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri terdapat permasalahan utama cacat produk yang diakibatkan oleh berbagai sebab, seperti pada alat yang digunakan ataupun standart oprasional pengolahan produk yang tidak dilakukan pada saat proses produksi. Analisis dilakukan pada setiap proses produksi menggunakan why-why analysis kemudian dengan diagram sebab akibat.
Gambar 2. Diagram Sebab Akibat Proses Produksi Pengolahan Kakao Kering Bahan baku yang diterima di pabrik merupakan kiriman dari kebun (afdeling) yang seringkali masih banyak biji yang masih belum saatnya dilakukan pemanenan, biji rusak dikarenakan serangan hama, serta plasenta yang tidak di buang. Ini dikarenakan sistem yang terdapat pada kebun adalah sistem borongan sehingga para buruh pemetik akan melakukan beberapa kecurangan untuk mendapatkan hasil yang banyak. Proses pengujian mutu pada bahan baku dan sortasi bahan baku untuk menjaga mutu bahan baku yang digunakan. Selain itu umur tanaman yang sudah tidak produktif akibat serangan hama serta cuaca yang tidak menentu sehingga pohon kakao mengalami gangguan pada proses berbuahnya. Dan banyak kebun yang sedang memprogramkan peremajaan tanaman sehingga banyak tanaman kakao yang di tebang dan digantikan tanaman baru sehingga hasil panen pada saat ini menurun.
Proses pengolahan yang ada beberapa prosedur kerja tidak dilakukan oleh karyawan sehingga tidak didapatkan hasil yang akurat. Proses sortasi pada penerimaan bahan baku agar biji yang memang layak untuk dilakukan proses produksi dan tidak ada kotoran yang terbawa. Standar operasional yang tidak dikerjakan pada proses fermentasi adalah pengukuran suhu dan ketepatan proses pembalikan, selain itu karyawan pada proses pembalikan melakukannya dengan tidak tepat. Ini dikarenakan termometer yang digunakan untuk mengukur suhu berada pada kantor produksi tidak berada pada ruang fermentasi, dan tidak adanya alat tulis yang digunakan menulis waktu pembalikan pada ruang fermentasi ini juga salah satu faktor tidak dilakukan pengukuran suhu dan pembalikan secara tepat. Pembalikan tidak tepat waktu dapat mengakibatkan biji tidak terfermentasi dengan sempurna. Penjemuran para pekerja melakukan pembalikan dengan menekan dan mendorong alat pembalik dilantai yang kasar sehingga dapat mengakibatkan biji pecah dan lantai penjemuran menjadi terkelupas. Para pekerja membalik dengan mendorong dam menekan dengan alat pembalik dengan keras dikarenakan lantai jemur yang kasar sehingga biji yang di jemur pada lantai jemur menjadi lengket pada lantai. Proses pengeringan pada kakao drier pekerja melakukan pembalikan dengan masuk pada bak penampungan, yang seharusnya tidak dilakukan karena dapat menginjak biji dan mengakibatkan biji pecah. Selain itu suhu pada pengeringan ini tidak dijaga sesuai standart yang dapat mengakibatkan biji terlalu kering sehingga dapat mengakibatkan biji rapuh. Proses pengujian mutu yang ada pada produk akhir hanya sebagai formalitas dan tidak dilakukan sesuai standart pada mutu pada SNI 2323-2008. Mesin dan peralatan yang digunakan di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri pada umumnya dalam kondisi yang kurang terawat. Timbangan yang digunakan untuk menimbang bahan baku mengalami kerusakan karena karat dan perlu dilakukan pengkalibrasi ulang (ditera ulang setiap tahunnya). Kotak fermentasi terdapat banyak lubang aerasi yang tertutup oleh kotoran sisah dari proses fermentasi yang tidak dibersihkan. Kotoran pada lubang aerasi yang terdapat pada kotak fermentasi dapat berpengaruh pada proses fermentasi, dan menyebabkan fermentasi tidak berlangsung dengan sempurna. Pada lantai jemur banyak lantai yang terkikis permukaanya sehingga lantai tidak halus lagi, ini dapat mempengaruhi biji yang dijemur akan menempel pada lantai dan nti akan terikut butiran dari lantai ke proses selanjutnya. Kondisi kakao dryer yang rusak dari 4 mesin yang dimiliki perusahaan hanya satu yang dapat dioprasikan, itupun tidak berfungsi secara normal ini disebabkan cerobong asap yang keropos,termometer tidak berfungsi, blower penghantar panas yang rusak, dan pipa penyalur udara yang banyak yang berlubang. Aqua boy yang digunakan sebagai pengukur kadar air juga perlu dilakukan kalibrasi agar standart kembali dan dapat mengukur dengan tepat kembali. Manajemen yang kurang peduli terhadap alat, gedung dan sistem yang ada pada proses produksi menyebabkan para pekerja kurang bertanggung jawab terhadap semua hal yang dikerjakan. Selain itu kurangnya pengawasan pada pekerja dapat mengakibatkan sistem yang sudah dibuat tidak berjalan dengan maksimal. Para pekerja yang ada kurang dalam pengetahuan proses produksi dan perlu dilakukan pelatihan agar para pekerja dapat menyegarkan ingatan tentang proses produksi, serta manajemen harus melakukan target agar para pekerja termotivasi dalam bekerja. Lingkungan dapat diketahui pada saat ini cuaca sedang tidak menentu, sehingga mengakibatkan kelembaban tinggi, dan sering terjadi hujan yang tiba-tiba mengakibatkan proses penjemuran tidak terpenuhi atau bahkan biji akan mudah berjamur. Selain itu kondisi gedung yang banyak lubang terutama pada gudang mengakibatkan banyak hama yang masuk pada gudang, selain itu pada saat hujan menjadi bocor dan dapat membuat biji yang sudah dikemas dengan bagus menjadi rusak. Manusia atau pekerja juga sangat berperan pada proses produksi, sikap pekerja yang kurang disiplin, pekerjaan yang menumpuk (setiap pekerja melakukan lebih dari satu jenis pekerjaan) mengakibatkan karyawan tidak dapat fokus pada pekerjaannya. Kurang pahamnya pemahaman karyawan terhadap proses produksi, dan pencapaian mutu yang ditargetkan perusahaan mengakibatkan tidak terpenuhi target tersebut.
Analisis Kualitas Keasaman (pH) pada Proses Fermentasi Analisis kualitas keasaman dilakukan dengan menggunakan bagan kendali pada proses fermentasi dengan menganalisis keasaman pada hari ke-4 pada proses fermentasi.
Gambar 3. Bagan Kendali X Keasaman Pada Proses Fermentasi Berdasarkan Gambar 3. dengan menggunakan batas 3-sigma pada nilai dari keasaman pada proses fermentasi semua berada pada dalam batas kendali. Proses ini menggambarkan bahwa proses tersebut sudah terkendali dengan baik. Sama halnya yang menggunakan batas 2-sigma semua nilai keasaman pada proses fermentasi masih dalam batas kendali. Tetapi dengan memperketat batas kendali menjadi 1-sigma terdapat 3 data yang keluar dari batas kendali yaitu pada sub grup 2, 4, dan 5. Standart yang disarankan pada SNI 2323-2008 yaitu menyatakan pengukuran kadar keasaman pH sebagai salah satu pengujian tambahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pada produk yang perlu diterapkan pada proses pengujian yang ada di PT.Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri. Standart yang disyaratkan pasa SNI yaitu pH lebih dari 4 dan kuran dari 7, sehingga dari seluruh sampel setiap subgrub berada pada di bawah dari standar yang di tentukan SNI. Kadar asam kuat pada sampel disebabkan terjadinya proses fermentasi secara tertutup dan disebabkan oleh kotoran yang menutupi lubang aerasi pada kotak fermentasi, sehingga sirkulasi udara tidak terjadi dengan lancar. Proses pembalikan yang dilakukan tidak tepat waktu juga dapat mengakibatkan biji pada bagian tengah dari kotak fermentasi cepat panas dan tidak mendapat sirkulasi udara yang lancar.
Gambar 4. Bagan Kendali R Keasaman Pada Proses Fermentasi Berdasarkan pada gambar 4. bagan kendali R keasaman pada proses fermentasi dengan 3sigma tidak terdapat titik yang menyimpang dari batas kendali atas dan batas kendali bawah, namun terdapat 2 titik yang bersinggungan dengan batas kendali bawah, yaitu pada sub grup 4 dan sub grup 5. Sedangkan dengan batas 1-sigma semua tidak keluar dari batas kendali atas dan batas kendali bawah. Berdasarkan bagan kendali -R keasaman proses fermentasi menunjukkan rata-rata keasaman (pH) tidak terkendali, hai ini menunjukkan jika terjadi penimpangan pada proses fermentasi untuk menghasilkan keasaman tersebut masih berada di dalam batas pesifikasi pH tidak lebih dari 7dan tidak kurang dari 4 (Guehi 2010). Dengan kadar keasaman lebih dari 7 maka biji kakao menjadi bersifat basah, sedangkan kadar keasaman kurang dari 4 maka asamnya termasuk asam kuat dan akan menyebabkan keasaman akan menempel pada biji sampai pada produk akhirnya Analisis Kualitas Suhu Pada Proses Fermentasi Analisis kualitas suhu dilakukan dengan menggunakan bagan kendali pada proses fermentasi dengan menganalisis suhu pada hari ke-4.
Gambar 5. Bagan Kendali X Suhu Pada Proses Fermentasi
Analisis berdasarkan Gambar 5. dengan menggunakan 3-sigma dan 2-sigma semua masih dalam batas kendali atas dan batas kendali bawah, dengan artian data di terima. Asumsi semua
standart minimal 48°C dan maksimal 50°C ini masih dalam kendali yang diterapkan oleh PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kediri. Memperketat batas kendali menjadi 1-sigma terdapat 1 data yaitu titik pada sub grup 3 yang keluar dari batas kendali bawah, yang berarti data ditolak. Titik pada bagan kendali cenderung pada pola sebaran tidak acak. Proses pengujian suhu mutlak perlu dilakukan agar dapat mengetahui proses fermentasi telah selesai dengan faktor suhu 50°C dan jika melebihi 50°C itu berarti biji kakao mulai pada proses pembusukan. Proses fermentasi yang dilakukan selama 84 jam terjadi kenaikan suhu secara berkala, dalam 12 jam suhu ang dicapai antara 25˚ sampai dengan 27˚ yang disebabkan terjadinya proses peragian pada pulp yang ada pada biji kakao oleh yeasts menjadi etanol dan asam organik (Guehi, 2010). Hari kedua suhu mencapai 32˚ sampai dengan 36˚ ini pulp ang sudah menjadi etanol dan yeast yang sudah mati kemudian dirubah oleh bakteri menjadi asam. Proses perubahan menjadi asam berlanjut sampai dengan hari ketiga dengan suhu 42˚sampai dengan 48˚ , pada hari ketiga sirkulasi udara ang lancar menjadi faktor keberhasilan proses fermentasi yang dapat mengakibatkan biji kakao itu menjadi asam laktat dalam kondisi anaerob atau menjadi asam asetat dalam kondisi aerob. Sehingga pada hari keempat dengan kondisi asam asetat di peroleh suhu naik sampai 51˚pada biji kakao ang juga mempengaruhi arna dari biji kakao menjadi coklat (Guehi, 2010).
Gambar 6. Bagan Kendali R Suhu Pada Proses Fermentasi Berdasarkan pada Gambar 6. bagan kendali R suhu pada proses fermentasi dengan 3-sigma, 2-sigma, dan 1-sigma tidak terdapat titik yang menyimpang dari batas kendali atas dan batas kendali bawah, berdasarkan bagan kendali-R suhu proses fermentasi menunjukkan rata-rata pengukuran suhu terkendali. Ini menunjukkan bahwa tidak terjadi penyimpangan pada pengukuran suhu pada proses fermentasi tersebut masih berada di dalam batas spesifikasi kendali bawah 48°C dan tidak lebih dari batas kendali atas 50°C yang telah di tetapkan oleh PT.Perkebunan Nusantara (Persero) Kediri. Analisis Kualitas Kadar Air Pada Produk Akhir Analisis kualitas kadar air pada produk akhir biji kakao kering dilakukan dengan menggunakan bagan kendali pada proses fermentasi dengan menganalisis kadar air pada hari setelah dilakukan proses tempering dan sebelum dilakukan proses sortasi.
Gambar 7. Bagan Kendali X Kadar Air Analisis berdasarkan gambar 7. dengan menggunakan 3-sigma dan 2-sigma semua masih dalam batas kendali atas dan batas kendali bawah, dengan artian data diterima. Namun pada sub grup 5 terdapat pada batas kendali atas 2-sigma sehingga data tersebut diperingatkan. Memperketat batas kendali menjadi 1 sigma terdapat tiga data yang keluar dari batas kendali, yaitu subgrup 1, 3, dan 5. Standar yang diterapkan pada proses yang ada di perusahaan masih dalam batas yang di tetapkan dalam SNI 01-2323-2008 dengan kadar air kurang dari 7,5%. Kadar air kurang dari 7,5% diharapkan pada proses penyimpanan jika terjadi kenaikan maka kenaikan itu masih dalam batasan dan tidak melebihi 7,5%. Kadar air dari analisis bagan kendali semua sampel tidak melebihi dari 7,5% dan tidak kurang dari 6% dikarenakan dengan kadar air yang melebihi 7,5% dapat memicu pertumbuhan jamur yang dapat berkembang lebih cepat. Kadar air yang kurang dari 6% dapat mengakibatkan biji mudah hancur sehingga dapat menaikkan kadar biji pecah pada proses pengujian mutu.
Gambar 8. Bagan Kendali R Kadar Air
Berdasarkan pada Gambar 8. bagan kendali R keasaman pada proses fermentasi dengan 3-sigma dan 2-sigma tidak terdapat titik yang menyimpang dari batas kendali atas dan batas kendali bawah. Dengan batas 1-sigma terdapat 2 subgrup yang keluar dari batas kendali, yaitu subgrup 2 dan sub grup 4. berdasarkan bagan kendali-R pengukuran kadar air menunjukkan rata-rata kadar air masih terkendali, hal ini dapat mengetahui bahwa kadar air pada produk akhir memang dipersiapkan khusus untuk menjaga jika sewaktu-waktu terdapat kenaikan kadar air, yang bertujuan biji agar tidak berjamur. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil produksi rata-rata 247,42 kg diperoleh jumlah rata-rata cacat produk sebanyak 2,38 kg setiap produksi, dengan persentase jenis cacat produk dalam kakao kering adalah kotoran 36,74471%, biji pecah (Bp1) 23,5363% , kepek 23,185%, prongkol 16,5349%. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu biji kakao adalah bahan baku yang tersedia kualitasnya jelek, produksi pohon kakao yang menurun, tidak dilakukannya sortasi bahan baku. Alat pengukur kadar air yang kadarluarsa, cerobong asap pada kakao dryer yang rusak dan keropos. Kurangnya pelatihan terhadap karyawan tentang target mutu yang diinginkan perusahaan. Kondisi lingkungan yang sering hujan mengakibatkan kelembapan menjadi tinggi. Analisis keasaman (pH) pada kakao kering di peroleh pH pada kakao berada dibawah standar SNI yang disebabkan dengan proses fermentasi yang terjadi dalam kondisi anaerob, sehingga asam akan menempel pada biji dengan kuat. Suhu pada proses fermentasi diketahui bahwa semua sampel dalam kendali. Kadar air juga semua masih dibawah dari standar yang diterapkan oleh SNI yaitu kurang dari 7,5 %, sehingga biji tidak mudah ditumbuhi jamur. Saran Produk biji kakao kering yang dihasilkan di PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) perlu dilakukan pengujian produk akhir secara lengkap sesuai dengan SNI 01-2323-2008. Perusahaan juga dapat meningkatkan kemampuan karyawan tentang proses produksi dengan melakukan pelatihan secara berkala. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2011. Indonesia Produsen Kakao Terbesar Di Dunia Pada Tahun 2014. (http://Arsip Berita.com. Diakses Kamis, 24 Februari 2011) Departemen Pertanian, 2008. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2323-2008 (Biji Kakao, Bubuk Kakao dan Lemak Kakao). Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jakarta Guehi ST, Dabonne S, Koffi LB, Kedjebo DK, Zahouli GIB. 2010. Effect of Turning Beans and Fermentation method on The Acidity and Physical Quality of Raw Cocoa Beans. Advance Journal of Food Science and Technology 2(3): 163-171 Gunawan Janti Ir, MSc dan Nyoman Sutari, ST. 2000. Pengantar Teknik dan Sistem Industri. Surabaya. Guna Widya. HAP (Humanitarian Accountability Partnership-Internasional). 2007. Mewujudkan Aksi Kemanusiaan yang Bertanggung Jawab Terhadap Para Penerima Manfaat. Jenewa Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta. Graha Ilmu Setyaningtyas, Wuri Retno. 2005. Analisis Pengendalian Kualitas Produksi Pembekuan Udang PT. Istana Cipta Sembada dengan menggunakan Diagram Kontrol C. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Susanto, F.X. 1993. Budidaya dan Pengolahan Hasil Tanaman Kakao. Kanisius, Yogyakarta.