Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
INTEGRASI SAWIT-SAPI DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VI (PERSERO) (Palm and Cattle Integration in PTPN VI) Sulaiman I, Arifin AN, Ereskayanto PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) Jl. Lingkar Barat Paal X Kota Baru Jambi, 36128 1
[email protected]
ABSTRACT The Government of Indonesia launched a program called self-sufficiency in beef supply, with expected to value dependency on imported beef. Based on the ministry of state-owned enterprise's policy, PTPN-VI has taken part in the program by rearing 2.000 cattles and in cooperation with Indoesian Beef Cattle Research Station and Faculty of Animal Husbandry University of Jambi. The collaboration was established for making feeds (for fattening and calf cow operation), as well as cattle management system. Beef cattle management was based on intensive system where animal stayed most of the time in the barn. The oil palm plantation provide abundant supply of fiber source from that palm brands. A complete feed for beef cattle was made of palm oil by product was given to the cattle. Growth rate of Bali and PO cattle during fattening is sufficient and range from 0,3-1,2 kg/head/day depend on the breed and body condition score. In the future, palm oil plantation is best suited for beef cattle rearing, however the company facing difficulties in purchasing feedstocks. Key Words: Integration, Cattle, Palm Oil Estate
ABSTRAK Untuk mengurangi ketergantungan pada impor sapi potong, Pemerintah mencanangkan “Program Swasembada Daging Sapi“. Berdasarkan arahan dari Menteri Negara BUMN, PT Perkebunan Nusantara yang mempunyai komoditi kelapa sawit ikut ambil bagian dalam program ini guna membantu Program Swasembada Daging Sapi 2014. PTPN-VI merespon hal ini dengan memelihara 2.000 ekor sapi dengan didampingi Loka Sapi Potong Grati dan Fakultas Peternakan Universitas Jambi untuk pembuatan komposisi pakan dan model pemeliharaan ternak. Perkebunan Kelapa Sawit merupakan penyedia sumber bahan pakan yang berlimpah dimana selama ini pakan merupakan titik kritis dalam pengembangan sapi. Ternyata bukan pakan yang menjadi masalah utamanya tetapi mencari sumber sapi bakalan merupakan kesulitan yang harus dicari jalan keluarnya. Kata Kunci: Integrasi, Sapi, Perkebunan Sawit
PENDAHULUAN Peningkatan permintaan masyarakat terhadap produk-produk peternakan khususnya pada daging sapi menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap pemenuhan gizi akan protein hewani semakin meningkat. Namun tingginya permintaan tersebut belum bisa diimbangi dengan peningkatan populasi sapi potong. Laju peningkatan populasi sapi potong menurut Dirjen peternakan pada tahun 2008 hanya sekitar 6%, sedangkan kebutuhan
masyarakat tehadap daging sapi meningkat dengan pesat. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya kesenjangan antara permintaan dan penawaran (Erlangga 2012). Menurut Dirjen Peternakan RI, kebutuhan sapi potong nasional pada tahun 2009 mencapai 2,1 juta ekor sapi. Sebanyak 1,1 juta ekor dari kebutuhan tersebut dipasok dari dalam negeri, sedangkan 700 ribu ekor sapi masih harus dipasok dari impor. Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia 240 juta jiwa dan konsumsi daging sapi 1,8 kg/kapita/
13
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
tahun, saat ini dibutuhkan 432 juta kilogram daging sapi atau jika dikonversikan menjadi sapi hidup setara dengan 2,5 juta ekor sapi. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian tengah gencar menyukseskan program swasembada daging sapi yang harus dicapai pada tahun 2014. Karena itu, ketersediaan daging sapi diharapkan seluruhnya berasal dari dalam negeri, tidak perlu impor lagi. Jika diasumsikan jumlah penduduk seperti pada tahun 2010 dengan peningkatan konsumsi daging sapi 10 kg/kapita/tahun, paling tidak perlu tersedia 10 juta ekor sapi setiap tahun (Fikar dan Ruhyadi 2010). Berdasarkan analisa dalam Lampiran Permentan No.19 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014 disampaikan bahwa jika tidak ada upaya maka produksi daging sapi domestik menurun menjadi 47,6% dan tentunya akan menyebabkan ketergantungan daging impor semakin tinggi. Program swasembada daging sapi 2014 menargetkan bahwa kebutuhan daging sapi pada tahun 2014 dipenuhi dari komposisi 90% berasal dari produksi domestik dan 10% dari luar negeri. Dalam Renstra Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2010-2014 menyebutkan program pemerintah ini harus mendapatkan dukungan dari instansi terkait. Pada kementerian BUMN dalam renstra tersebut diharapkan dapat berkontribusi dalam program swasembada daging sapi melalui: 1. Pemanfaatan dana CSR dari BUMN untuk bidang peternakan 2. Pengembangan sistem integrasi kelapa sawit dan sapi potong (SISKA) 3. Mendorong pengembangan sub sistem pembibitan oleh swasta/BUMN 4. Dukungan penggunaan pupuk organik asal ternak. Hal inilah yang menjadikan program integrasi sawit dan sapi harus dilaksanakan di Perkebunan Nusantara yang ada komoditas kelapa sawitnya (PPKS, 2012). Proyek ternak sapi yang dikembangkan oleh PTPN-VI merupakan bagian dari program Kementerian BUMN dalam rangka mendukung Program Swasebada Daging Nasional pada tahun 2014, dimana Kementerian BUMN mencanangkan Program
14
SaSa (Integrasi Sapi-Sawit) dengan target 100.000 ekor sapi pada tahun 2012. Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN telah menugaskan BUMN Perkebunan sebanyak 11 perusahaan yang mempunyai kebun kelapa sawit untuk beternak sapi. Dengan surat No. S240/MBU/2012 tanggal 9 Mei 2012 setiap BUMN diberikan alokasi jumlah ternak, yaitu PTPN I-VIII, XIII, XIV dan PT RNI masing sebanyak 3.000, 5.000, 15.000, 15.000, 12.000, 10.000, 10.000, 5.000, 10.000, 5.000 dan 10.000. Total seluruhnya ada 100.000 ekor sapi pada tahun 2012. Dahlan Iskan bahkan mengharapkan jumlah ini akan terus bertambah seiring waktu. Namun demikian, program SaSa harus dilaksanakan dengan mekanisme korporasi dan menjadi profit-centre di masingmasing PTPN. MATERI DAN METODE Integrasi Sapi Sawit di PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) dimulai dengan mendirikan Unit Usaha Integrasi Sapi Sawit pada bulan Februari 2012 dengan struktur organisasi pada Bagan 1. UU.ISS terletak di Desa Muaro Sebo Kecamatan Jaluko Kabupaten Muaro Jambi dengan jarak dari kota Jambi ± 45 km atau dari kota Muara Bulian ± 30 km. Lokasi untuk Unit Usaha Integrasi Sapi Sawit memanfaatkan lokasi eks.pabrik CRF yang sudah tidak beroperasi selama sekitar ± 4 tahun. Rumpun sapi bakalan Sapi yang dikelola adalah ras sapi Bali dan PO (Peranakan Ongole), serta sebagian kecil jenis Simental, FH (Fries Holstein), dan lainlain. Sapi yang dikelola berjumlah 2.000 ekor dengan komposisi 70% penggemukan (fattening) dan 30% pembiakan (breeding). Bakalan sapi tersebut dibeli dari Sentra Pembibitan Sapi di Indonesia dan telah mendapat rekomendasi dari Pemerintah (Dinas Peternakan). Bakalan sapi yang dibeli berumur minimal 12 bulan. Pemilihan bakalan sapi jenis lokal ini disebabkan karena daya adaptifnya terhadap lingkungan cukup baik serta tahan terhadap perubahan jenis pakan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Bagan 1. Struktur organisasi Unit Usaha Integrasi Sapi Sawit
Sistem perkandangan Penggemukan dan pembiakan dilakukan dengan sistem intensif yaitu sapi tetap berada di kandang, tidak digembalakan di luar kandang. Digunakan sistem kandang koloni/komunal yaitu model kandang yang menempatkan beberapa ekor ternak secara bebas tanpa diikat dengan norma 3 m2 per ekor sapi. Untuk alas kandang diberikan fiber hasil
Gambar 1. Sapi Bali
Gambar 3. Kandang koloni
by-product dari pabrik kelapa sawit. Keunggulan Sistem Kandang Koloni adalah: 1. Efisiensi penggunaan tenaga kerja, satu orang anak kandang mengelola 100-150 ekor sapi 2. Tidak membutuhkan pengamatan khusus terhadap aktivitas reproduksinya karena ternak kawin sendiri 3. Pembersihan feses 3-4 kali dalam satu tahun.
Gambar 2. Sapi PO
Gambar 4. Fiber sebagai alas kandang
15
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Pakan Daya dukung kebun kelapa sawit Perkebunan kelapa sawit adalah lumbung bahan pakan yang “tidur” yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung percepatan peningkatan populasi sapi di Indonesia. Walaupun demikian, produksi pelepah yang bisa digunakan maksimum hanya 50% dari pelepah yang berasal dari proses panen, sisanya harus tetap berada di kebun untuk mencegah erosi dan tetap mempertahankan iklim mikro tanaman. Dengan asumsi tersebut maka 1 ha kebun kelapa sawit dapat mensuplai hijauan untuk 1 ekor sapi.
Sumber pelepah Unit Usaha Integrasi Sapi Sawit berasal Unit Usaha Batanghari yang jaraknya ±7,2 km. Luas efektif Unit Usaha Batanghari adalah 2.025 ha sehingga dapat mensuplai hijauan untuk 2.000 ekor sapi. Formula pakan Melalui pola Integrasi Sawit Sapi, pelepah sawit akan menjadi komponen utama sebagai pengganti hijauan rumput, ditambah dengan limbah dari pabrik kelapa sawit berupa bungkil inti sawit, onggok, dedak padi, molasses, garam, dan kapur. Pakan tersebut diberikan dua kali sehari dengan formula pakan seperti terlihat dalam Tabel 1. Sementara itu, proses pembuatan pakan (Gambar 5).
Tabel 1. Komposisi pakan Komposisi pakan Cacahan pelepah sawit Bungkil inti sawit Dedak Onggok Garam Mollases Kapur Jumlah
Batang pelepah
Bungkil inti sawit
Mixer
Persentase pakan saat ini 50 28 5 15 1 1 0,1 100,01
Daun pelepah
Jumlah (kg) 5 2,8 0,5 1,5 0,1 0,1 0,01 10,01
Pengangkutan pelepah
Cacahan pelepah
Molases
Persentase pakan ideal
Terus diuji oleh beberapa peneliti untuk mendapatkan komposisi terbaik
Chopper
Garam
Dedak
Onggok
Ransum siap makan Gambar 5. Proses pembuatan pakan
16
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Pada saat ini penyusunan formula komposisi pakan terus menerus dilakukan untuk mendapatkan formulasi yang ideal yang bekerja sama dengan Dinas Peternakan, Balai Penelitian Sapi Potong dan Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Pemeliharaan ternak Pemeliharaan ternak yang baik merupakan salah satu tahapan kegiatan penting untuk menunjang keberhasilan integrasi sapi sawit. Kegiatan pemeliharaan mencakup tahapan persiapan dan perawatan. Sapi yang baru tiba di peternakan harus diberi perlakuan khusus untuk mengembalikan kondisi yang menurun akibat stres setelah menempuh perjalanan. Pemberian vitamin dan obat cacing diberikan ketika sapi baru tiba di peternakan. Periode penggemukan adalah 120-160 hari, dan perlu penanganan khusus seperti dari persiapan kandang, penimbangan, pemotongan kuku, pemandian sampai dengan pemberian multivitamin dan suplemen makanan lainnya untuk meningkatkan vitalitas sapi yang digemukkan. Sapi perlu dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuhnya untuk mencegah persaingan agar tidak terjadi sapi yang kecil tidak mendapat jatah pakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Rumpun sapi Pengamatan pertumbuhan sapi Bali dan PO dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Sapi Bali dan PO yang ada menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kenaikan bobot badan. Hal ini akibat adanya perbedaan keseragaman bakalan sapi yang berakibat kenaikan bobot badan harian sapi tidak seragam. Bakalan sapi berasal dari kelompok tani yang beragam sehingga seleksi saat penerimaan sapi mutlak harus dilakukan. Unit Usaha Integrasi Sapi Sawit telah melakukan pengelompokkan sapi berdasarkan kelas seperti terlihat dalam Tabel 2 dan 3. Sistem perkandangan Kotoran sapi basah yang dihasilkan per hari per ekor sapi rata-rata 7 kg dan waktu pembongkaran kotoran sapi dilakukan tiga bulan sekali. Selama periode tersebut, sapi tidak dimandikan dan tidak terlihat mengalami penyakit gangguan kulit atau penyakit lainnya. Kompos eks kotoran sapi yang telah dibongkar, pada saat ini telah dimanfaatkan
Tabel 2. Kelompok sapi Bali Uraian
Kelas A
Kelas B
Kelas C
Kenaikan bobot badan (kg/hari)
0,7-0,9
0,4-0,6
0,1-0,3
Postur tubuh
Postur tubuh tegap, sorot mata cerah, punggung rata
Postur tubuh sedang, sorot mata cerah
Postur tubuh kecil, sorot mata sayu, punggung tidak rata
Jumlah sampel (ekor)
14 (30%)
16 (35%)
16 (35%)
Estimasi sapi di kandang (ekor)
300
350
350
Uraian
Kelas A
Kelas B
Kelas C
Kenaikan bobot badan (kg/hari)
0,7-1,2
0,4-0,6
0,1-0,3
Postur tubuh
Postur tubuh tegap, sorot mata cerah, gumba di punggung rata
Postur tubuh sedang, sorot mata cerah
Postur tubuh kecil, sorot mata sayu, gumba di punggung tidak rata
Jumlah sampel (ekor)
26 (60%)
12 (28%)
5 (12%)
Estimasi sapi di kandang (ekor)
600
280
120
Tabel 3. Kelompok sapi PO
17
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
sebagai pupuk organik pada areal TBM dan TM dengan dosis 50 kg/pokok. Dosis tersebut berdasarkan rekomendasi dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit, didasarkan dari hasil analisa kotoran sapi oleh laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Hasil analisa kotoran sapi dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Kompos kotoran sapi telah diaplikasikan di Unit Usaha Batanghari mulai bulan September 2012 dan berpengaruh terhadap kenaikan ratarata berat tandan seperti yang terlihat pada Tabel 6. Pada saat ini, juga sedang dilakukan penelitian untuk membuat pupuk majemuk organik asal kotoran sapi bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Formula pakan Formula pakan yang dipakai telah beberapa kali mengalami perubahan, dan berikut ini
merupakan hasil analisa komposisi pakan pada Tabel 7 yang dilakukan oleh laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi: Hasil penggunaan komposisi pakan ini berpengaruh terhadap kenaikan bobot badan harian sapi dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Komposisi pakan ini terus menerus disempurnakan bekerjasama dengan Fakultas Peternakan Universitas Jambi dan Balai Penelitian Sapi Potong Grati untuk mendapatkan komposisi pakan ideal. Peningkatan bobot (ADG) bervariasi sesuai kualitas bakalan. ADG untuk sapi Bali dapat mencapai 0,7 kg/hari sedangkan sapi PO dapat mencapai 1,2 kg/hari. Kotoran sapi dapat langsung dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan dosis 50 kg/pokok dan saat ini sedang dalam tahap penelitian pembuatan pupuk majemuk organik yang diperkirakan dapat mengurangi dosis pupuk anorganik sebesar ±10% (Tabel 5).
Tabel 4. Hasil analisa kotoran sapi Parameter Nitrogen P2O5 total K2O MgO CaO Fe2O3 S B Cu Mn Zn pH C organik Kadar air
Satuan % % % % % % % Ppm % Ppm % %
Hasil uji 1,78 0,37 0,36 0,48 1,06 0,19 Negatif 0,05 46 0,01 33 8,82 51,79 64,49
Metode uji SNI 2803.2010 SNI 2803.2010 SNI 2803.2010 AAS AAS AAS Gravimetri Spektrofotometri AAS AAS AAS Potensiometri Gravimetri SNI 02.2804.2005
Tabel 5. Asumsi penghematan Uraian
Pupuk anorganik Dosis pupuk/pokok rata-rata 9,78 kg (Rp. 44.947)
Pupuk anorganik+ Pupuk organik eks kotoran sapi 8,8 kg (Rp. 40.452)
Penghematan 0,98 kg (Rp. 4.495) setara 10%
Tabel 6. Aplikasi kotoran sapi di Unit Usaha Batanghari Jenis kecambah Socfindo PPKS
18
Afd
Blok
Tahun tanam
I I
21 29
1992 2002
Rata-rata berat tandan (RBT) kg September 2012 Januari 2013 12,69 13,16 15,48 15,84
+/1,03 0,36
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 7. Hasil analisa formula pakan Uraian
%
Berat Kering
55,04
Abu
7,25
Lemak Kasar
2,80
Serat Kasar
24,75
Protein Kasar
11,84
KESIMPULAN Pelepah sawit dapat digunakan sebagai sumber serat dalam pakan komplit sapi potong dengan menambahkan sumber protein maupun mineral. Model integrasi sapi dan kelapa sawit secara intensif menghasilkan pupuk kandang
yang sesuai diaplikasikan untuk tanaman kelapa sawit. DAFTAR PUSTAKA Amalia R, Yusuf MA. 2012. Prospek ISSE dalam mendukung kemandirian bangsa Indonesia. Sawit Media. Edisi 5/IX/2012. Erlangga E. 2012. Asyiknya panen rupiah dari beternak sapi potong. Pustaka Agro Mandiri. Pamulang-Tangerang Selatan. Fikar S, Ruhyadi D. 2010. Beternak dan bisnis sapi potong. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. Majalah Tanam. 2013. ISS jadi proyek nasional. Majalah Tanam edisi III.Tahun II JanuariFebruari 2013. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). 2012. Integrasi sawit, sapi dan energi. Edisi I. 2012.
19