KORELASI SUHU DAN CURAH HUJAN TERHADAP PRODUKSI KAKAO (Theobroma cacao L) DI KEBUN BANJARSARI PT PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) JEMBER
GINANJAR PRAMUDYA SAKTI A24110160
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HOLTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Korelasi Suhu dan Curah Hujan terhadap Produksi Kakao (Theobroma cacao L) di Kebun Banjarsari PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Jember” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Ginanjar Pramudya Sakti NIMA24110160
ABSTRAK GINANJAR PRAMUDYA SAKTI. Korelasi Suhu dan Curah Hujan terhadap Produksi Kakao (Theobroma cacao L) di Kebun Banjarsari PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Jember. Dibimbing oleh EDI SANTOSA. Produksi merupakan aspek penting dalam suatu perkebunan karena aspek inilah yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan perusahaan. Kegiatan magang bertujuan untuk mempelajari dan memahami proses produksi kakao dan pengaruh suhu dan curah hujan terhadap produksi. Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun Banjarsari PTPN XII Jember, Jawa Timur, pada bulan Februari - Juni 2015. Data dianalisis menggunakan regresi linier. Hasil menunjukan adanya pengaruh nyata curah hujan dan suhu terhadap produksi. Namun demikian korelasi tersebut belum dapat digunakan sebagai peramalan produksi dikarenakan nilai regresi menunjukkan R - square di bawah 50 %. Terdapat faktor lain yang perlu dikaji lebih lanjut dalam rangka peramalan produksi kakao.
Kata kunci: cuaca, perubahan iklim, taksasi produksi, regresi
Correlation of Temperature and Precipitation on Cocoa Production in Banjarsari Estate PTPN XII Jember ABSTRACT GINANJAR PRAMUDYA SAKTI. Correlation of Temperature and Rainfall on Production of Cocoa (Theobroma cacao L) in Banjarsari Estate PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Jember. Supervised by EDI SANTOSA. The production is important aspect in a plantation because it is a key determinant of the success and sustainability of a company. Internship aimed to study and understand the process of cocoa production and the correlation between rainfall and temperature on production. Internship was conducted at PTPN XII Banjarsari Jember, East Java, in February - June 2015. Data were analyzed using linear regression. Results showed that there was significant effect of precipitation and temperature on cocoa production. However, this correlation could not be assigned as a production forecasting cocoa production due to the value of R - square regression below 50 %. Other factors that might contribute to cocoa production should be further studied.
Keywords: assessed production, climate change, regression, weather.
utomotive, furniture, fences,Hujan docks, terhadap Produksi Kakao (Theobroma Korelasi Suhu dan Curah cacao L) di Kebun Banjarsari PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Jember
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi : Korelasi Suhu dan Curah Hujan terhadap Produksi Kakao (Theobroma cacao L) di Kebun Banjarsari PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Jember Nama
: Ginanjar Pramudya Sakti
NIM
: A24110160
Disetujui oleh
Dr. Edi Santosa, SP. MSi Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sugiyanta, MSi Ketua Departemen
Tanggal lulus :
PRAKATA Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya yang melimpah, sehingga tulisan karya ilmiah saya yang berjudul “Korelasi Suhu dan Curah Hujan terhadap Produksi Kakao (Theobroma cacao L) di Kebun Banjarsari PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Jember” dapat diselesaikan dengan baik. Tulisan karya ilmiah ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga saya yang telah banyak memberikan dorongan berupa moril maupun materiil, motivasi dan harapan yang besar kepada saya. Saya juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Dr. Edi Santosa, SP. MSi. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan dalam penyelesaian tulisan saya. Saya ucapkan banyak terimakasih kepada Dr. Tatiek Kartika S. selaku dosen wali atau wakil orangtua saya di kampus IPB, yang selama ini membimbing dan selalu memberikan semangat dalam melakukan konsultasi akademik. Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Dr. Dwi Guntoro SP. MSi. dan Dr. Dewi Sukma, SP. MSi. Selaku dosen penguji. Tidak lupa juga saya ucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada pembimbing saya selama melaksanakan kegiatan magang, pak Mansyur selaku manager Kebun Banjarsari, pak Erwan selaku asisten manager dan pak Zainul selaku asisten afdeling Gerengrejo. Semoga tulisan saya dapat bermanfaat di masa yang akan datang.
Bogor, Desember 2016
Ginanjar Pramudya Sakti
DAFTAR ISI ABSTRAK
i
PRAKATA
v
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Magang
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Morfologi Kakao
2
Syarat Tumbuh Kakao
3
METODE MAGANG
6
Tempat dan Waktu
6
Metode Pelaksanaan
6
Pengamatan dan Pengumpulan Data
6
Analisis Data dan Informasi
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kondisi Umum
8
Aspek Teknis
9
Aspek Manajerial
21
Aspek Khusus
23
PEMBAHASAN
30
Model 1 Korelasi antara Suhu dan Curah Hujan terhadap Produksi
30
Model 2 Analisis Regresi Sebagai Pendugaan Produksi Kakao
32
SIMPULAN DAN SARAN
33
Simpulan
33
Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN
36
RIWAYAT HIDUP
54
DAFTAR TABEL Tabel 1. Contoh hasil perhitungan keseimbangan air dan defisit air pada Kebun Banjarsari dengan curah hujan tahun 2014. Tabel 2. Curah hujan bulanan tahun 2010 – 2015 di Kebun Banjarsari, Jember Tabel 3. Suhu bulanan tahun 2010 – 2015 di Kebun Banjarsari, Jember Tabel 4. Total produksi biji kakao kering bulanan tahun 2010 – 2015 di Kebun Banjarsari, Jember Tabel 5. Nilai P - Value dan korelasi antara curah hujan dan suhu terhadap produksi biji kakao kering (g) Tabel 6. Hasil uji analisis regresi sederhana pada peubah curah hujan dan suhu
16 24 25 26 31 32
DAFTAR GAMBAR 1. Kondisi bibit kakao pada petak deder (prenursery) di Kebun Banjarsari Jember. 3. Kegiatan pemecahan Pod dan pembersihan biji kakao di Kebun Banjarsari Jember. 4. Grafik produksi biji kering kakao bulanan dan rerata bulanan tahun 2010 – 2015 di Kebun Banjarsari, Jember 5. Grafik curah hujan dan rerata bulanan tahun 2010 – 2015 di Kebun Banjarsari, Jember 6. Grafik suhu dan rerata bulanan tahun 2010 – 2015 pada kebun kakao Banjarsari, Jember
10 20 26 28 29
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Kebun Banjarsari PTPN XII Jember Lampiran 2. Peta Kebun Banjarsari Lampiran 3. Dosis dan Waktu Aplikasi Pupuk Lampiran 4. Jurnal Magang sebagai KHL Lampiran 5. Jurnal Magang sebagai Pendamping Mandor Lampiran 6. Jurnal Magang sebagai Pendamping Asisten Lampiran 7. Analisis korelasi suhu dan curah hujan terhadap produksi kakao. Lampiran 8. Analisis regresi sebagai model pendugaan produksi kakao.
37 38 39 40 43 46 50 52
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan dan devisa negara. Komoditas kakao juga berperan penting dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Produksi kakao Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami penurunan. Puncak produksi berada pada tahun 2010 mencapai 0,8 juta ton kakao, tahun 2011 hingga tahun 2014 produksi kakao berada dikisaran 0,7 juta ton per tahun. Pada tahun 2015 produksi kakao Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai angka produksi sekitar 0,6 juta ton kakao. Dengan luas lahan atau areal kebun kakao yang mencapai total 1,7 juta hektar seharusnya Indonesia sangat berpotensi meningkatkan produksi kakao (Direktorat Jenderal Perkebunan 2016). Kakao merupakan tanaman tahunan yang mulai berbunga dan berbuah umur 3 - 4 tahun setelah ditanam dengan usia produksi dapat lebih dari 25 tahun. Keberhasilan budidaya kakao ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan, dan teknologi budidaya. Untuk itu, kesesuaian lahan dan bahan tanam yang unggul akan menghasilkan produktivitas dan mutu biji kakao yang tinggi. Masalah yang dihadapi untuk meningkatkan produksi kakao nasional saat ini adalah rendahnya produktivitas kakao. Rendahnya produktivitas kakao disebabkan oleh meluasnya serangan hama penyakit tanaman, bibit dengan kualitas rendah, teknik budidaya kakao yang tidak sesuai standar, dan faktor lingkungan yang kurang sesuai. Penurunan produktivitas kakao kaitannya dengan faktor lingkungan sangat menarik untuk dikaji lebih dalam. Peranan faktor lingkungan pada saat ini semakin penting, terutama kaitannya dengan perubahan iklim yang menyebabkan perubahan pola cuaca dan suhu pada berbagai tempat. Areal budidaya kakao, merupakan salah satu yang kemungkinan besar terdampak dari kondisi tersebut. Untuk itu, pengaruh suhu dan curah hujan kaitanya dengan produksi kakao menjadi kajian khusus pada kegiatan magang ini.
2 Tujuan Magang Tujuan dari kegiatan magang ini adalah untuk memperoleh pengalaman dan keterampilan kerja praktis dalam pengelolaan kebun kakao baik teknis maupun manajerial dan juga meningkatkan pengetahuan tentang budidaya tanaman kakao. Tujuan khusus dari kegiatan ini yaitu mempelajari dan memahami pengaruh suhu dan pengaruh curah hujan terhadap produksi.
TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) termasuk famili Sterculiaceae. Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon tinggi, curah hujan yang tingi, dan suhu serta kelembaban yang relatif tetap sepanjang tahun (Syakir et al 2010). Tanaman kakao mempunyai dua bentuk tunas vegetatif, tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop, sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop. Tempat percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya pada tanaman kakao disebut jorket (jorquette). Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga memiliki tunas ortotrop dan tunas plagiotrop. Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian (articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun. Dengan persendian ini daun mampu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari. Bunga dari tanaman kakao bersifat kauliflori, artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang (Syakir et al 2010). Buah berbentuk polong yang secara botani diklasifikasikan sebagai baccate (pod) atau buah seperti berry. Masing-masing pod atau polong buah memproduksi sekitar 35 - 50 biji yang dikelilingi oleh pulp. Pod dan pulp yang membungkus biji kakao dalam hal ini merupakan bagian buah kakao (Latif 1982).
3 Syarat Tumbuh Kakao Produktivitas tanaman kakao dipengaruhi oleh aspek lingkungan dan teknik budidaya. Teknik budidaya menentukan pertumbuhan tanaman dan produksi, termasuk kualitas biji kakao. Selain faktor budidaya, pengaruh iklim pada kualitas buah kakao juga sangat besar. Faktor iklim yang penting pengaruhnya adalah curah hujan, suhu udara dan sinar matahari, begitu pula dengan faktor geografi yang kaitannya erat dengan kesesuaian lahan bagi tanaman kakao.
Geografi Penanaman kakao tersebar luas pada daerah-daerah yang berada di 10° LU sampai dengan 10° LS, walaupun demikian sebagian besar berada diantara 7° LU sampai 18° LS. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun. Dengan demikian Indonesia yang berada pada 5° LU sampai dengan 10° LS masih sesuai untuk pertanaman kakao. Ketinggian tempat di Indonesia yang ideal untuk penanaman kakao adalah sekitar 1 - 800 m dari permukaan laut (Satriana 2010). Faktor kemiringan lahan sangat menentukan kedalaman air tanah. Semakin miring suatu areal, semakin dalam pula air tanah yang dikandungnya, sedangkan lahan yang kemiringannya lebih dari 40 % sebaiknya tidak ditanami kakao (Syakir et al 2010).
Curah Hujan Curah hujan khususnya distribusinya sepanjang tahun berhubungan dengan pertumbuhan dan produksi kakao. Distribusi curah hujan berkaitan dengan masa pembentukan tunas muda dan produksi. Areal penanaman kakao yang ideal adalah di daerah-daerah dengan curah hujan 1.100 - 3.000 mm per tahun. Curah hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun berkaitan erat dengan serangan penyakit busuk buah (black pods) (Rahayu 2014). Daerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per tahun, proses evapotranspirasi lebih besar dari curah hujannya sehingga tanaman kakao membutuhkan tambahan pengairan agar pertumbuhannya bisa berlangsung normal. Pada kisaran hujan di atas 3000 mm per tahun biasanya banyak dijumpai
4 serangan hama dan penyakit, pencucian hara yang berlebih serta terjadinya erosi tanah (Wibawa dan Baon 2008). Ditinjau dari tipe iklimnya, kakao sangat ideal ditanam pada daerah-daerah yang tipenya iklim A (menurut Koppen) atau B (menurut Schmidt dan Fergusson). Daerah yang tipe iklimnya C menurut (Schmidt dan Fergusson) kurang baik untuk penanaman kakao karena bulan keringnya yang panjang. Dengan membandingkan curah hujan di atas dengan curah hujan tipe Asia, Ekuator dan Jawa maka secara umum areal penanaman kakao di Indonesia masih potensial untuk dikembangkan. Adanya pola penyebab curah hujan yang tetap akan mengakibatkan pola panen yang tetap pula (Satriana 2010). Buah kakao yang berkembang di musim kering cenderung menghasilkan biji kakao yang lebih kecil daripada buah kakao yang berkembang di musim hujan. Penelitian telah menunjukan bahwa curah hujan 2 - 3 bulan pertama berhubungan dengan rata-rata berat biji. Selain itu, kualitas produk kakao yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh pengolahan pasca panen (Jasman 2008). Diduga ketinggian tempat secara tidak langsung mempengaruhi kadar lemak kakao yaitu melalui intensitas curah hujan. Curah hujan secara langsung berpengaruh pada komposisi lemak kakao. Lemak kakao dari biji yang berkembang pada bulan basah mengandung lebih banyak asam lemak tidak jenuh dan cenderung menjadi lunak (Jasman 2008).
Suhu Suhu udara ideal untuk tanaman kakao sekitar 25 ℃, sehingga semakin rendah tempat penanaman kakao maka semakin tinggi tingkat kesesuaiannya. Tanaman kakao sangat rentan terhadap perubahan suhu, semakin tinggi tempat maka suhu semakin rendah. Suhu yang terlalu rendah bisa menghambat pembentukan bunga dan perkembangan tanaman kakao yang pada akhirnya berpengaruh terhadap produksi (Wibawa dan Baon 2008). Pengaruh suhu terhadap kakao erat kaitannya dengan ketersedian air, sinar matahari dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan, penataan tanaman pelindung dan irigasi.
5 Suhu sangat berpengaruh terhadap pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun. Menurut hasil penelitian, suhu ideal bagi tanaman kakao adalah 30 - 32 ℃ (maksimum) dan 18 - 21 ℃ (minimum). Kakao juga dapat tumbuh dengan baik pada suhu minimum 15 ℃. Suhu ideal lainnya dengan distribusi tahunan 16,6 ℃ masih baik untuk pertumbuhan kakao asalkan tidak didapati musim hujan yang panjang. Suhu yang lebih rendah 10 ℃ dari yang dituntut tanaman kakao akan mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya bunga, sehingga
laju
pertumbuhannya
berkurang.
Suhu
yang
tinggi
memacu
pembungaan, tetapi kemudian akan gugur. Pembungaan akan lebih baik jika berlangsung pada suhu 23 ℃. Demikian juga suhu 26 ℃ pada malam hari masih lebih baik pengaruhnya terhadap pembungaan dari pada suhu 23 - 30 ℃. Suhu tinggi selama kurun waktu yang panjang berpengaruh terhadap bobot biji. Suhu yang relatif rendah akan menyebabkan biji kakao banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dibandingkan dengan suhu tinggi. Suhu tinggi selama kurun waktu yang panjang menyebabkan matinya pucuk daun. Daun kakao masih toleran sampai suhu 50 ℃ untuk jangka waktu yang pendek. Suhu yang tinggi tersebut menyebabkan gejala necrossis pada daun (Satriana 2010).
Cahaya Matahari Penyinaran cahaya matahari secara langsung mengakibatkan lilit batang kakao kecil, daun sempit, dan batang relatif pendek, oleh karena itu cahaya matahari dikelola melalui penanaman pohon naungan agar diperoleh cahaya optimum untuk tanaman kakao. Pada tanaman kakao juga perlu dilakukan pemangkasan untuk mendapatkan intersepsi cahaya dan pencapaian indeks luas daun optimum. Kakao tergolong tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada suhu daun dan intensitas sinar matahari relatif rendah (Satriana 2010).
6
METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun Banjarsari PTPN XII (persero), Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Penelitian ini dimulai pada tanggal 11 Februari - 11 Juni 2015.
Metode Pelaksanaan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama magang diantaranya adalah bekerja aktif di lapangan, pengumpulan data, dan pengkajian data. Selama magang di lapangan, kegiatan yang dilakukan adalah bekerja sebagai karyawan harian lepas (KHL), pendamping mandor rawat, mandor panen, mandor pabrik, pendamping asisten Afdeling, dan pendamping asisten pabrik. Kegiatan KHL yang dilaksanakan meliputi kegiatan pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan, pembuangan tunas air, pemanenan, dan pengolahan hasil. Kegiatan yang dilakukan selama menjadi pendamping mandor adalah mengontrol dan mengawasi tenaga kerja di lapangan dan pencatatan prestasi kerja karyawan. Kegiatan yang dilakukan sebagai pendamping asisten kebun adalah mengawasi tenaga kerja dan mengontrol pelaksanaan semua kegiatan di kebun. Kegiatan yang dilakukan sebagai pendamping asisten pabrik adalah mengawasi tenaga kerja dan mengontrol semua proses pasca panen kakao.
Pengamatan dan Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan di lapangan, wawancara, diskusi dengan staf, dan karyawan. Data sekunder diperoleh dari manajemen, data perusahaan (laporan bulanan, semesteran, dan tahunan), dan studi pustaka. Data sekunder digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari lapangan, meliputi data sejarah, letak administratif, keadaan tanah dan iklim, luas area dan tata guna lahan, keadaan tanaman dan produksi, dan peta lokasi kebun.
7 Data harian suhu dan curah hujan diperoleh dari arsip kebun. Kondisi suhu dan curah hujan kebun juga diamati sebagai data pembanding dan data tambahan. Selain arsip kebun dan pengamatan harian, data suhu dan curah hujan selama 5 tahun terakhir juga diperoleh dari stasiun BMKG terdekat dengan lokasi kebun, berjarak sekitar 5 - 6 km yang terletak di Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember.
Analisis Data dan Informasi Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder diolah dengan menggunakan metode sederhana, yaitu penjumlahan, rataan, dan presentase kemudian dianalisis dengan membandingkan antara data primer dengan data sekunder yang ada atau pustaka lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dikaji. Data yang bersifat menyimpang (anomali) diabaikan dalam analisis. Hubungan antara curah hujan dan suhu dengan produksi kakao selama 5 tahun dianalisis menggunakan analisis korelasi dan menggunakan persamaan regresi linier sederhana. Korelasi dilakukan dengan menghubungkan produksi biji kakao kering dengan rata-rata curah hujan dan suhu pada bulan yang sama, satu bulan sebelum produksi, dua bulan sebelum produksi, tiga bulan sebelum produksi, empat bulan sebelum produksi, dan lima bulan sebelum produksi. Pengaruh curah hujan terhadap waktu yang tepat terhadap perkembangan fisiologis tanaman kakao ditentukan berdasarkan literatur. Analisis korelasi dan analisis regresi dilakukan menggunakan aplikasi Minitab. Nilai korelasi menunjukan pola hubungan yang terjadi antara variabel tetap berupa produksi dan variabel peubah berupa suhu dan curah hujan. Semakin mendekati 0 maka variabel peubah memiliki hubungan yang semakin lemah terhadap variabel tetap, jika nilai variabel peubah semakin mendekati +1 atau -1 maka korelasi atau hubungan terhadap variabel tetap semakin kuat. Simbol (+) menunjukan korelasi yang searah, dan simbol (-) menunjukan korelasi yang berlawanan antara variabel tetap yaitu produksi terhadap variabel peubah yaitu suhu dan curah hujan.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Profil Perusahaan Kebun Banjarsari merupakan salah satu unit usaha dari PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero). Sebelum tahun 1957 Kebun Banjarsari dikelola oleh CMD Culture Maatschapy Djelboek), sedangkan Kebun Bagian Klatakan dikelola oleh LMOD (Land Bouw Maatschapy on Djember). Pada tahun 1957 hingga tahun 1959 Kebun Banjarsari dan Kebun Klatakan digabung dan dikelola oleh Prae Unit Budidaya A Surabaya. Kemudian ditahun 1960 hingga tahun 1962 pengelolaan diambil alih oleh Kesatuan VIII Jember. Tahun 1963 sampai tahun 1968 Kebun Banjarsari dikelola oleh PPN Antan XII Surabaya, sedangkan Kebun bagian Klatakan dikelola oleh PNP Karet XV Jember. Tahun 1969 hingga tahun 1970 Kebun Banjarsari dan Kebun bagian Klatakan dikelola oleh PTP XXIII Surabaya. Kebun Banjarsari dan Kebun bagian Klatakan digabung menjadi satu Administratur (manager) dan tetap dikelola oleh PTP XXIII pada tahun 1971 sampai dengan tahun 1994. Pada tahun 1994 hingga tahun 1996 Kebun Banjarsari dikelola oleh PTP Jatim, dan mulai tahun 1996 sampai sekarang dikelola oleh PTPN XII Surabaya. Struktur organisasi kebun disajikan pada Lampiran 1.
Letak Geografis dan Topografi Kebun Banjarsari terdiri dari lima afdeling dengan empat afdeling yang berlokasi sama di Kecamatan Bangsalsari, yaitu afdeling Banjarsari dengan luas areal konsesi sebesar 393,6 ha, afdeling Karangnangka dengan luas areal konsesi sebesar 486,2 ha, afdeling Antokan dengan luas areal konsesi sebesar 386,9 ha, dan afdeling Gerengrejo dengan luas areal konsesi sebesar 493,8 ha, selain keempat afdeling tersebut ada satu afdeling lagi yang terletak di Kecamatan Tanggul, yaitu afdeling Klatakan dengan luas areal konsesi sebesar 627,5 ha. Dengan demikian total areal Kebun Banjarsari milik PTPN XII adalah sebesar 2.388,2 ha.
9 Kebun Banjarsari mengelola tanaman kakao dan tanaman lain, komposisi tanaman yang ada di kebun disajikan pada Lampiran 2. Areal terluas yang dikelola kebun adalah komoditi karet sebesar 50 % dari total luas areal kebun, diikuti oleh tebu sebesar 29 % dan kakao 17 %. Selain itu terdapat tanaman kayu dan buah-buahan yang masing-masing sebesar 2 % dari total luas areal kebun. Letak Kebun Banjarsari milik PTPN XII berada di Kecamatan Bangsalsari dengan jarak tempuh dari kota Jember kurang lebih 15 km ke arah barat melalui jalan raya Jember - Lumajang, dan jarak tempuh dari kebun Banjarsari ke kantor Kecamatan Bangsalsari kurang lebih 10 km ke arah barat. Kebun Banjarsari memiliki satu afdeling yang terpisah sejauh kurang lebih 20 km kea rah barat berlokasi di wilayah Kecamatan Tanggul. Kantor kebun utama berlokasi di tengah-tengah Kebun Banjarsari dengan jarak menuju jalan raya Jember Lumajang sejauh 4 km ke arah selatan. Topografi Kebun Banjarsari adalah datar sebagian bergelombang dengan ketinggian 45 - 350 m di atas permukaan laut.
Iklim dan Jenis Tanah Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson Kebun Banjarsari termasuk tipe iklim C, dengan curah hujan berkisar diantara 1.500 – 2.500 mm per tahun, ratarata suhu minimal 20 ℃ dan rata-rata suhu maksimal 32 ℃ per tahun, kelembaban udara minimal sekitar 65 % dan maksimal sekitar 95 % per tahun, dan jenis tanah berupa lapisan latosol dan regosol.
Aspek Teknis Pembibitan Dalam mengupayakan hasil yang maksimal pada usaha perkebunan, diperlukan adanya strategi dalam penghematan biaya operasional kebun. Salah satunya adalah dengan mengadakan bibit kakao secara mandiri. Pengadaan kebun bibit merupakan solusi yang paling tepat, karena dengan adanya kebun bibit maka masalah dalam pengadaan bibit yang sesuai dari segi kualitas dan kuantitas dapat
10 teratasi. Pembibitan merupakan salah satu faktor penentu dalam upaya menghasilkan produksi yang optimal. Ada dua jenis kegiatan pembibitan yang dilakukan, yaitu pembibitan secara generatif dan pembibitan secara vegetatif. Pembibitan generatif meliputi persemaian benih kakao hingga tanam di polybag. Sebelum disemai, benih diberi perlakuan fungisida (Dithane M45 berbahan aktif mancozeb) dosis 5 g/kg benih dengan jarak tanam 3 x 2 cm (1.600 benih/m2), dilakukan di bawah atap rumbia (Gambar 1) untuk mengurangi paparan cahaya matahari secara langsung. Benih ditanam dengan meletakkan bagian mata tunas menghadap ke bawah dan di tanam sedalam ¾ biji kakao, kemudian permukaannya ditutup dengan cacahan alangalang kering atau jerami. Dalam waktu 9 - 12 hari benih akan berkecambah secara keseluruhan dan siap untuk dipindah ke dalam polybag.
Gambar 1. Kondisi bibit kakao pada petak deder (prenursery) di Kebun Banjarsari Jember. Pembibitan vegetatif kakao dilakukan dengan sambung pucuk (top grafting) atau okulasi. Sambung pucuk adalah salah satu metode dalam peremajaan tanaman secara vegetative dengan menyambungkan klon yang unggul pada pucuk bibit, biasanya dilakukan pada bibit yang berumur tiga bulan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan bibit baru yang mempunyai keunggulan produksi tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit serta mudah dalam perawatan. Okulasi dilakukan dengan menempelkan mata kayu pada batang kayu bawah yang telah disayat kulit kayunya dengan ukuran tertentu, diikat, dan dipelihara sampai
11 menempel dengan sempurna. Tingkat keberhasilan dengan top grafting pada umumnya lebih baik dibanding okulasi.
Tanaman Belum Menghasilkan Tanaman belum menghasilkan atau TBM adalah kebun yang digunakan sebagai persiapan tanaman kakao menuju fase dimana pohon kakao siap untuk berproduksi sesuai dengan syarat dan kriteria yang ditentukan. Untuk memperoleh tanaman yang standar, perlu dilakukan penilaian tanaman sesuai dengan umur tanaman setiap semester atau dua kali dalam setahun (pada awal musim hujan dan akhir musim hujan). Dari hasil penilaian kebun TBM dibagi menjadi 4 kriteria, yaitu TBM I, II, III, dan IV sesuai umur tanam. Pemeliharaan tanaman pada kebun TBM meliputi : inventarisasi tanaman (penghitungan tanaman pokok keseluruhan), pengolahan tanah dan pemeliharaan teras, pemeliharaan jalan dan saluran air, pengelolaan tanaman penaung, pembentukan
kerangka
(percabangan)
tanaman,
pengairan,
pemupukan,
penyulaman, penilaian tanaman, dan konversi tanaman dari TBM menuju TM (tanaman menghasilkan). Salah satu kebun TBM yang terdapat di Kebun Banjarsari adalah kebun TBM III tahun tanam 2011 dengan luas 81,32 hektar memiliki populasi sebanyak 78.824 pohon.
Tanaman Menghasilkan Masa tanaman menghasilkan atau TM adalah masa dimana tanaman kakao mencapai umur yang sempurna untuk berproduksi secara optimal. Tanaman menghasilkan harus melalui serangkaian proses pemeliharaan untuk memperoleh hasil yang optimal dan menjamin mutu produksi pada proses pasca panen bagi kepentingan industri dan pasar. Pemeliharaan TM kakao meliputi kegiatan : inventarisasi tanaman, pemeliharaan jalan dan saluran air, pengolahan tanah, penyulaman, pengelolaan penaung, pemangkasan, pengairan, klonalisasi ulang, pengendalian gulma, pengelolaan hama dan penyakit tanaman, serta pemupukan.
12 Pengolahan Tanah Pengolahan tanah yang dilakukan selama masa pemeliharaan kebun kakao adalah pemeliharaan teras, pembalikan tanah, dan pembuatan lumbung bahan organik. Pemeliharaan teras dilakukan secara selektif menjelang awal musim hujan untuk mempertahankan fungsi dan bentuk teras, sehingga kesuburan tanah dapat dipertahankan. Pembalikan permukaan tanah dilaksanakan pada akhir musim hujan, yang bertujuan untuk memutus pipa kapiler tanah yang berguna untuk mengurangi penguapan air (evaporasi) dan mempertahankan lengas atau kelembaban tanah. Pembuatan lumbung penampung bahan organik dilaksanakan pada awal musim hujan sebanyak 25 % terhadap areal per hektar. Ukuran lumbung 2 m x 0.6 m x 0.4 m. Untuk tanah datar ditempatkan pada diagonal tanaman sedangkan untuk kontur atau teras ditempatkan membujur diantara tanaman searah teras. Setelah selesai lumbung diisi bahan organik seperti serasah daun kakao atau kulit buah kakao dan lain-lain.
Pemupukan Kebun Banjarsari merupakan kebun inti produksi kakao dari PTPN XII hingga saat ini sehingga pengadaan pupuk dan pelaksanaan pemupukan harus sesuai dengan prosedur berdasarkan pada daftar areal, inventarisasi tanaman dan rekomendasi dosis pupuk dari Pusat Penelitian Perkebunan. Kebun Banjarsari menyusun rencana pemupukan menjadi 2 semester, yang mencantumkan kebutuhan
pupuk
untuk
pembibitan
atau
persemaian,
tanaman
belum
menghasilkan dan tanaman menghasilkan. Sesuai dengan rencana pemupukan tersebut, pihak kebun wajib mengajukan permintaan pupuk kepada direksi dengan aturan yang sudah ditetapkan. Untuk semester I diajukan pada bulan Desember tahun sebelumnya, sedang semester II diajukan bulan Juni tahun berjalan, selanjutnya kebun menyusun kebutuhan alat dan tenaga kerja yang diatur pada suatu daftar.
13 Pemupukan di pembibitan Sebelum diberi pupuk, bibit kako harus bebas dari gulma. Pupuk yang diberikan berupa pupuk N atau urea, dengan cara dibenam dalam lubang sedalam 5 cm, jarak lubang dari pohon 5 - 10 cm. Pada saat pupuk diberikan tanah harus cukup basah agar tidak terjadi plasmolisis pada akar, oleh karena itu sebelum pemupukan dilakukan penyiraman lebih dulu. Dosis pupuk dibedakan menurut umur bibit, umur 1 dan 2 bulan diberikan sebanyak 5 g urea per pohon per aplikasi, umur 3 sampai 5 bulan diberikan sebanyak 10 g urea per pohon per aplikasi, dan umur 6 bulan diberikan urea sebanyak 15 g per pohon per aplikasi. Setelah pupuk dimasukkan, lubang segera ditutup dengan tanah. Pemupukan lewat daun dilakukan dengan pupuk urea (N) konsentrasi 10 g sampai 15 g per liter air. Untuk 1.000 pohon diperlukan 1 liter dengan aplikasi semprot menggunakan alat knapsack sprayer. Pengaplikasian pupuk bergantian antara pupuk lewat tanah dan lewat daun dengan interval 2 minggu. Pada bulan ke 3 dan ke 6 tidak diberi pupuk daun. Jumlah tenaga kerja untuk melaksanakan pemupukan adalah 1 HOK per 1.000 bibit untuk pemupukan lewat tanah maupun lewat daun.
Pemupukan di Kebun TBM Pelaksanaan pemupukan diawali dengan pengecekan kelengkapan alat, bahan dan kesiapan pekerja oleh asisten afdeling, kemudian dibagi menurut pos pekerjaan dan blok-blok yang telah ditentukan. Tenaga kerja setelah diabsen segera masuk ke lapangan menuju blok-blok yang telah ditetapkan, pupuk diangkut dari gudang ke kebun kemudian diecerkan kepada pos-pos pencampur pupuk yang telah ditentukan sebelumnya. Tenaga kerja pemupukan merupakan tim yang terdiri pencampur pupuk, pengecer pupuk, penabur pupuk, pengawas dan hansip. Kemudian dibuat peta sesuai dengan perencanaan dan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Afdeling mengajukan bon permintaan pupuk sesuai dengan kebutuhan ke gudang kebun induk. Jenis pupuk yang digunakan berupa pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik berupa pupuk kandang dengan cara aplikasi diberikan lewat tanah.
14 Pupuk anorganik yang digunakan diantaranya : Urea, Za, TSP, KCL, dan Kieserite, dengan cara aplikasi diberikan lewat tanah. Pupuk MgSO4, MnSO4, FeSO4, ZnSO4, dengan cara aplikasi diberikan lewat daun. Dosis dan waktu aplikasi disajikan pada Lampiran 3.
Pemupukan di Kebun TM Menentukan jenis dan dosis pupuk pada TM sebelumnya perlu diadakan analisa tanah, analisa daun dan percobaan pemupukan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Perkebunan. Dosis pupuk yang dipakai sesuai rekomendasi pupuk atas dasar
hasil
analisa
daun
yang
dilakukan
pada
tahun
berjalan
dan
mempertimbangkan rasio K : Ca : Mg tanah, untuk tanaman kakao rasionya adalah 8 : 68 : 24. Pemupukan anorganik dengan aplikasi lewat tanah, jenis pupuk yang digunakan, waktu, dan cara aplikasi pupuk sama seperti pada pemupukan TBM. Pemupukan anorganik lewat daun dilakukan pada areal tanaman yang hasil analisa daunnya menunjukkan kekurangan atau pada tanaman yang menunjukkan gejala defisiensi unsur mikro (Zn, Mg, Mn, Cu, dan Fe) dan defisiensi unsur makro (N). Jika terjadi defisiensi unsur makro pada tanaman maka dilakukan pemupukan urea dengan konsentrasi 0,5 – 1,0 % atau 5 – 10 g per liter dan disemprotkan pada daun dengan interval 2 minggu pada awal musim kemarau (April - Juni) atau awal musim hujan (September - Oktober). Jika terjadi defisiensi unsur mikro maka dilakukan pemupukan MgSO4, MnSO4, CuSO4, dan FeSO4 masing-masing pupuk diberikan 5 kali dalam setahun dengan konsentrasi 0,2 % atau 2 g per liter. Untuk aplikasi jenis pupuk ZnSO4 dapat dilakukan menjelang pembungaan atau pada pohon yang belum berbunga, pada saat pentil buah muncul atau sesudah pembungaan untuk pengisian buah. Konsentrasi yang diberikan sebanyak 0,2 % atau 2 g per liter air dengan interval 2 minggu selama 3 bulan berturut-turut. Setelah pemupukan dilakukan evaluasi hasil kerja yang telah dilakukan setiap harinya. Semua areal yang selesai dipupuk diberi tanda untuk membedakan areal yang sudah dipupuk dan yang belum dipupuk. Hasil kerja hari itu dilaporkan oleh mandor kepada asisten, data hasil kerja dipakai untuk menyusun penyesuaian
15 rencana kerja untuk hari esok, begitu seterusnya setiap hari dikerjakan sampai seluruh areal selesai dipupuk. Realisasi pelaksanaan dan penggunaan bahan pupuk serta tenaga kerja dicatat kemudian dilaporkan sebagai laporan hasil kerja pemupukan.
Pemeliharaan Jalan dan Saluran Air Pemeliharaan jalan dilaksanakan untuk menunjang kelancaran angkutan produksi dan sarana produksi, meliputi : perbaikan jalan, gorong-gorong dengan menimbun batu atau kerikil pada permukaan jalan yang berlubang, licin dan terjal. Pemeliharaan saluran air pada tepi jalan bertujuan untuk menjaga kondisi jalan tetap baik sedangkan saluran air diareal tanaman bertujuan sebagai drainase pada saat musim hujan dan pada saat kemarau difungsikan sebagai saluran irigasi.
Pengairan Pengairan dilaksanakan jika tanah diperhitungkan mengalami defisit air. Tanah dengan keadaan defisit air akan terlihat kering dan apabila digenggam tanah akan terurai. Keadaan ini sering terjadi di bulan kemarau atau bulan tanpa hari hujan yang biasa disebut bulan kering, yakni antara bulan Mei sampai dengan bulan Oktober. Defisit Air adalah keadaan kekurangan air yang terjadi bila jumlah keseimbangan air lebih kecil dari keperluan atau evapotranspirasi. Berikut cara menghitung besarnya keseimbangan air dan defisit air. Rumus defisit air: KA = (CP + CH) – ET. Contoh perhitungan (Tabel 1). KA (mm) bulan lalu tidak diketahui, maka CP (mm) bulan berikutnya = 0. KA bulan lalu lebih dari 200 mm, maka CP bulan berikutnya = 200 mm. KA bulan lalu lebih besar dari 1 mm dan lebih kecil dari 200 mm, maka CP bulan berikutnya = KA. KA bulan lalu 0, maka CP bulan berikutnya = 0. HH apabila dibawah 10 hari, maka ET = 150 mm. HH lebih banyak atau sama dengan 10 hari, maka ET = 120 mm. DA berbanding terbalik dengan KA, jika keseimbangan air bernilai positif maka tidak terjadi defisit air, namun jika keseimbangan air bernilai negatif maka dapat dikatakan defisit air.
16 Tabel 1. Contoh hasil perhitungan keseimbangan air dan defisit air pada Kebun Banjarsari dengan curah hujan tahun 2014. BULAN CH (mm) HH CP (mm) ET (mm) KA (mm) DA (mm) Januari 543 22 0 120 423 Pebruari 180 15 200 120 260 Maret 337 16 200 120 417 April 425 16 200 120 505 Mei 113 11 200 120 193 Juni 122 10 193 120 195 Juli 53 3 195 150 98 52 Agustus 23 1 98 150 -29 179 September 0 150 -150 300 Oktober 18 3 0 150 -132 282 Nopember 608 22 0 120 488 Desember 1.031 27 200 120 1111 Keterangan: CH = curah hujan HH = hari hujan, CP = cadangan permulaan, ET = evapotranspirasi, KA = keseimbangan air, dan DA = defisit air Pada Tabel 1 terjadi 3 kali defisit air dimulai dari bulan Agustus hingga bulan Oktober. Untuk mempertahankan kapasitas air lapang pada saat defisit air terjadi perlu dilaksanakan penyiraman secara gravitasi atau individu dengan pompa air. Penyiraman gravitasi pada lokasi yang terdapat sumber air dan dapat dialirkan secara gravitasi dibuat saluran-saluran pengairan pada barisan tanaman dengan tujuan untuk meratakan kebutuhan air bagi tanaman, dalamsatuhektar kurang lebih memerlukan air sebanyak 45.000 liter dengan selang waktu aplikasi 2 minggu sekali. Penyiraman individu dengan pompa air dilaksanakan secara mekanis, dengan pemberian minimal 40 liter per pohon dengan interval 2 minggu.
Inventarisasi Tanaman Inventarisasi tanaman merupakan kegiatan pendataan atau penghitungan jumlah tanaman pokok maupun penaung tetap pada setiap semester sebagai dasar pertimbangan dalam penentuan produksi, kebutuhan bahan pupuk dan pestisida, sulaman dan lain-lain. Penghitungan tanaman dilakukan setiap semester terhadap tanaman pokok TBM maupun TM dan tanaman penaung. Inventarisasi tanaman pokok pada TBM dikelompokan ke dalam 2 jenis yaitu tanaman sehat dan tanaman sulaman. Tanaman pokok pada kebun TM dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu tanaman sehat
17 (berproduksi), tanaman sakit (tidak berproduksi), dan tanaman sulaman. Populasi tanaman pokok Kebun Banjarsari adalah sekitar 1.100 pohon per hektar dengan jarak tanam 3 x 3 m, dan populasi tanaman penaung tetap lamtoro sekitar 555 pohon per hektar dengan jarak tanam 6 x 3 m.
Penyulaman Penyulaman tanaman dilakukan pada tanaman yang rusak (sakit) atau mati pada lokasi kebun TM kakao, tujuannya agar dapat mempertahankan populasi tanaman dan mengoptimalkan fungsi dari petak tanaman yang kosong. Tanaman yang rusak (sakit) dan mati dapat diketahui melalui hasil inventarisasi tanaman atau sensus tanaman pokok dengan memberikan tanda ajir pada tanaman yang perlu disulam atau mati. Dalam melakukan penyulaman hal yang perlu diperhatikan adalah penyebab awal kematian tanaman dan kesesuaian lahan, agar sulaman dapat dilakukan dan tumbuh secara optimal. Sulaman tidak perlu dilakukan apabila kematian awal tanaman disebabkan oleh penyakit akar atau lahan sangat marginal. Pelaksanaan sulaman pada TM dilakukan dengan pola 2 : 1 (Mati 2 pohon maka disulamsatupohon).
Pemangkasan Pada Tanaman Menghasilkan (TM) dilaksanakan pangkas produksi, artinya pemangkasan yang tujuannya berkaitan dengan produksi. Pangkas produksi dilaksanakan pada setiap individu pohon untuk mendapatkan indeks luas daun (ILD) yang optimal bernilai 6 - 7. Ada tiga jenis pangkas produksi yaitu pemangkasan berat, pemangkasan sedang, dan pemangkasan ringan. Pemangkasan berat atau pemendekkan tajuk dilakukan hanya pada awal musim hujan antara bulan Mei hingga bulan Juni terhadap individu pohon yang dipandang perlu (percabangannya terlalu rimbun). Tujuannya adalah untuk mendapatkan produksi awal yang tinggi dan memperbaiki habitus pohon. Ketinggian tanaman pokok dipertahankan kurang lebih 4 m dengan diameter cabang minimal 2.5 cm, dengan pertimbangan potensi produksi.
18 Pemangkasan sedang dilakukan hanya terhadap individu pohon yang dianggap perlu, dilakukan pada bulan April atau bulan Mei, tujuannya adalah untuk mempersiapkan produksi dan memasukkan sinar matahari lebih merata serta aerasi lebih baik. Pemangkasan ringan termasuk dalam kategori pemeliharaan sehari – hari, biasanya dilakukan hanya terhadap individu pohon yang dipandang perlu. Tidak dibenarkan memotong cabang-cabang besar. Pemotongan diutamakan pada cabang-cabang kecil yang tumpang tindih. Tujuannya adalah untuk mengatur penyinaran dan aerasi serta mempertahankan nilai ILD yang optimal.
Taksasi produksi Taksasi produksi adalah kegiatan untuk memperkirakan hasil panen untuk waktu panen yang akan datang. Taksasi dilakukan 2 kali dalam satu tahun, yaitu pada bulan Januari atau bulan Februari untuk panen bulan Januari sampai dengan bulan Juni. Taksasi pada bulan Juli, untuk panen bulan Juli sampai dengan bulan Desember. Setiap akhir bulan (minggu keempat) diadakan evaluasi terhadap penyimpangan taksasi pada bulan yang bersangkutan. Pelaksanaan taksasi dilaksanakan per tahun tanam dengan menentukan areal contoh yang dianggap mewakili seluas 10 % dari luas pertahun tanam, dan berlaku selama satu semester (semester berikutnya dapat berubah), dengan syarat letaknya harus menyebar. Kemudian menghitung jumlah pohon berbuah di areal contoh dan menentukan pohon contoh sebanyak 20 pohon per hektar, secara berbaris (jumlah baris = 5 dan setiap baris diambil 4 pohon contoh), yang dianggap pohon berbuah adalah pohon yang buahnya > 5 buah (Gambar 2). Taksasi buah kakao dihitung berdasarkan ukuran panjang buah. Menurut Anna (2011) kriteria ukuran A adalah buah dengan panjang 2 - 5 cm memiliki presentasi peluang masak 20 %, ukuran B adalah buah dengan panjang 6 - 10 cm memiliki presentasi peluang masak 60 %, dan ukuran C adalah buah dengan panjang 11 - 22 cm memiliki presentasi peluang masak 90 %. Buah pada saat taksasi memiliki ukuran lebih dari 22 cm, dapat diperdiksi dengan presentasi peluang masak 100 %. Namun demikian, prosentase realisasi jadi buah dapat dipanen tergantung kondisi tanaman dan kondisi lingkungan.
19
Gambar 2. Keadaan pohon sampel kakao di Kebun Banjarsari yang akan dilakukan taksasi panen. Panen Sebelum melaksanakan kegiatan panen perlu dilakukan penilaian kesiapan panen dengan menggunakan daftar periksa yang sudah dibuat dan disediakan oleh kantor afdeling. Kegiatan yang dilakukan di lapangan meliputi pembagian blok petik oleh mandor panen, dibagi menjadi 6 blok. Lahan / kebun harus dibersihkan terlebih dahulu
kemudian membuat
tempat
pengumpulan hasil
(TPH)
menggunakan batu kali yang telah diatur dengan ukuran luas 10 m persegi, setiap 9 hektar cukup 1 TPH. Alat alat dan sarana yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan panen antara lain : Antel bermata dua, tajam 2 sisi, kulkasau (pemukul kakao berpisau) yang dibuat sedemikian rupa sehingga pisau tidak mengenai biji kakao, ember plastik, lembaran plastik untuk alas biji, karung plastik, tali, timbangan, magra, bendera petik, dan angkutan hasil. Pada saat panen awal, menentukan jumlah buah yang dipanen agar memperhitungkan kapasitas minimal satuan sarana pengolahan demikian juga pada panen puncak perlu memperhitungkan kapasitas maximal sarana pengolahan. Pemetik dikelompokkan 2 - 3 orang per kelompok dan diberikan instruksi dari mandor petik, buah yang dipetik hanya buah-buah masak. Tanda-tanda buah masak tergantung pada jenisnya, buah akan masak dengan alur buah berwarna
20 kekuning-kuningan pada buah yang warna kulitnya merah. Buah yang terserang penyakit juga dipetik dan hasilnya dipisahkan. Sortasi buah (Kolven) buah dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Kelompok 1 adalah buah dari klon DR 2, DR 38, DRC 16 atau buah yang berisi biji putih (biji ungu < 15 %), kemudian kelompok 2 adalah buah dari klon DR 1, zailing DR 1, dan kelompok 3 adalah buah kakao bulk. Pemecahan buah dilakukan bila sudah diperiksa oleh Mandor, terutama atas kebenaran sortasi atau pengelompokan buah. Saat memecah buah waktu ditentukan bersama sehingga dapat dilakukan secara serentak (Gambar 3). Urutan pemecahan buah berdasarkan kelompok yaitu, buah kelompok 1 dipecah terlebih dahulu kemudian kelompok 2 dan terakhir kelompok 3. Kulit dan plasenta buah dibuang ke dalam lubang pembuangan kulit. Biji masing-masing kelompok dimasukkan dalam karung yang berbeda, karung tersebut diberi tanda, kemudian hasil panen diangkut ke TPH terdekat. Hasil masing masing kelompok pemetik ditimbang dan dicatat dalam buku panen oleh mandor.
Gambar 3. Kegiatan pemecahan Pod dan pembersihan biji kakao di Kebun Banjarsari Jember. Proses Pascapanen Biji Kakao Pemisahan buah adalah proses pemisahan biji kakao dari kulitnya (biji kakao basah), biji basah yang diperoleh dikirim ke pabrik untuk ditimbang.
21 Fermentasi biji kakao adalah proses penyimpanan biji pada peti untuk membuang lapisan lendir (pulp) pada biji basah, agar menghasilkan aroma dan citarasa yang kuat. Pencucian biji kakao dilakukan setelah proses fermentasi, biji kakao dicuci dengan air bersih untuk membersihkan kotoran yang masih menempel pada biji akibat dari proses fermentasi. Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam mengeringkan biji kakao. Jika cuaca panas terik maka biji kakao dapat dijemur di bawah terik matahari secara langsung. Jika cuaca sedang mendung atau hujan maka biji kakao dikeringkan menggunakan alat pengering sangrai 60 ℃ (24jam). Sortasi biji dilakukan untuk mengelompokkan biji berdasarkan penampakan fisik dan ukuran bijinya. Biji-biji kakao kualitas ekspor (standar AA) dipisahkan dari biji kualitas sedang (standar A dan B) dan kualitas rendah (standar C dan S). Biji-biji ini dipisahkan karena masing-masing standar memiliki nilai jual yang berbeda. Pengemasan biji kakao menggunakan karung goni berkapasitas 60 kg. pengemasan dipisahkan menurut ukuran biji. Pada setiap kemasan atau karung diberi label produksi. Setelah dikemas biji kakao kering disimpan dalam gudang yang bersih dan berventilasi cukup.
Aspek Manajerial Aspek manajerial merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan aturan PTPN XII pada Kebun Banjarsari Jember. Kegiatan magang diawali dengan bekerja sebagai karyawan harian lepas atau KHL selama 1 bulan. Setelah itu menjadi pendamping mandor, pendamping asisten, dan administrasi kantor kebun selama 3 bulan berikutnya. Jurnal kegiatan tersebut dapat dilihat pada Lampiran jurnal kegiatan magang (Lampiran 4,5, dan 6).
Karyawan Harian Lepas (KHL) KHL merupakan tenaga kerja lapang yang menjalankan pekerjaan di kebun. KHL tidak perlu mengikuti pengarahan dari asisten afdeling, tetapi langsung bekerja di lapang berdasarkan arahan dari mandor. Jam kerja KHL Kebun
22 Banjarsari rata-rata 7 jam sampai 8 jam efektif dimulai dari jam 05.00 WIB hingga jam 12.00 atau jam 12.30 WIB. Jam 05.00 WIB seluruh KHL yang dipegang oleh satu orang mandor menyelesaikan satu jenis pekerjaan secara serentak dalam waktu singkat sebelum dilaksanakan apel dan absen pagi, disebut kegiatan “kosekan”. KHL mulai bekerja lagi jam 07.00 WIB diawali dengan absen pagi, kemudian lanjut bekerja hingga jam 10.00 WIB secara terstruktur dan dikelompokkan menurut pos pekerjaan sesuai arahan mandor. Jam 10.00 WIB istirahat selama 30 menit, dan dilanjutkan bekeraja hingga jam 12.30 WIB.
Pendamping Mandor Dalam satu afdeling pada kebun Banjarsari memiliki satu mandor kepala yang biasa disebut mandor besar atau Mabes yang berkedudukan sebagai wakil asisten afdeling. Mabes mengepalai mandor – mandor yang bekerja di afdeling tersebut. Tugas mabes adalah mengontrol secara langsung pekerjaan mandor – mandor di lapangan, sewaktu – waktu jika dibutuhkan mabes juga dapat menggantikan sementara beberapa pekerjaan asisten afdeling. Dalam satu afdeling terdapat berbagai jenis mandor diantaranya mandor pembibitan yang bertugas menangani pekerjaan pada kebun pembibitan mulai dari pembuatan kebun pembibitan hingga bibit siap disalurkan sebagai entres. Kemudian ada mandor pemeliharaan yang bertugas mengontrol pekerjaan pemeliharaan kebun TBM dan TM, selain itu ada mandor pengamat yang bertugas mengamati kesehatan tanaman dan serangan hama pada tanaman. Biasanya mandor perawat diiringi dengan pekerjaan oleh mandor pengendalian hama penyakit yang bertugas mengatasi masalah hama dan penyakit tanaman pada kebun TBM maupun kebun TM. Mandor pupuk bertugas mengawasi kegiatan pemupukan meliputi pemeriksaan terhadap kebersihan areal dari gulma, pembuatan lubang atau alur pupuk, kesesuaian jenis dan jumlah pupuk yang diangkut ke kebun dengan jenis dan jumlah kebutuhan yang akan dipupuk. Pembagian pupuk pada para KHL (pemupuk) sesuai kebutuhan. Terakhir, mandor panen bertugas menjalankan dan mengawasi kegiatan panen hingga pembuatan laporan hasil panen pada hari panen di afdeling tersebut.
23 Pendamping Asisten Afdeling Asisten merupakan pimpinan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan dalam satu afdeling. Asisten afdeling memberikan pengarahan langsung kepada mandor besar dan mandor lainnya kemudian bertugas membuat rencana kerja harian, bulanan, dan tahunan. Asisten afdeling juga mengurus administrasi serta pencapaian target yang telah ditentukan. Pemeriksaan administrasi kebun meliputi memeriksa buku laporan kerja mandor, dan mengurus kebutuhan kebun seperti alat-alat kebun, racun herbisida, insektisida, kebutuhan pupuk, dan barangbarang lain yang diperlukan di afdeling. Asisten afdeling juga melakukan pengecekan secara langsung ke seluruh blok kebun atau seluruh kegiatan baik itu pembibitan maupun perawatan yang bertujuan untuk mengetahui kinerja mandor dan KHL, sehingga dapat mencapai produktifitas pekerja dan produksi buah yang optimal.
Aspek Khusus Pengamatan Curah Hujan Curah hujan diamati pada bulan Februari hingga Mei 2015 sebagai sampel pengambilan data. Pengamatan dan pengambilan data curah hujan dilakukan menggunakan ombrometer. Data curah hujan selama lima tahun yang digunakan untuk kegiatan peramalan diperoleh dari arsip Kantor Banjarsari (Tabel 2).
24 Tabel 2. Curah hujan bulanan tahun 2010 – 2015 di Kebun Banjarsari, Jember Curah Hujan (mm) Th 2010
Th 2011
Th 2012
Th 2013
Th 2014
Th 2015
JANUARI
522
304
490
723
543
180
FEBRUARI
381
273
496
360
180
332
MARET
543
157
375
390
337
165
APRIL
292
384
127
401
425
268
MEI
264
117
75
472
113
173
JUNI
108
5
37
370
122
JULI
165
0
65
151
53
AGUSTUS
207
2
0
0
23
SEPTEMBER 335
4
0
0
0
OKTOBER
257
130
202
114
18
NOVEMBER
332
398
606
671
608
DESEMBER
308
483
872
875
1031
Sumber : arsip Kebun Banjarsari 2015
Pengamatan Suhu Perusahaan tidak mencatat suhu lokasi kebun. Data suhu diperoleh dari BMKG terdekat, yaitu pos perkampungan Kaliwining, Desa Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Jember (Tabel 3).
25 Tabel 3. Suhu bulanan tahun 2010 – 2015 di Kebun Banjarsari, Jember Suhu (°C) Th 2010
Th 2011
Th 2012
Th 2013
Th 2014
Th 2015
JANUARI
27,20
26,72
26,86
20,89
26,92
27,54
FEBRUARI
27,50
26,80
26,97
26,94
27,20
27,12
MARET
27,50
26,57
26,54
27,20
27,16
27,50
APRIL
27,30
26,36
26,62
27,51
26,65
27,64
MEI
27,40
26,53
26,44
26,60
27,25
26,74
JUNI
26,40
24,54
25,76
26,81
26,67
JULI
26,20
24,16
24,54
25,77
25,61
AGUSTUS
26,50
24,71
25,11
25,09
25,50
SEPTEMBER 26,90
26,09
26,01
25,29
26,04
OKTOBER
27,20
26,59
26,70
25,90
27,14
NOVEMBER
27,40
26,72
27,31
26,97
27,63
DESEMBER
26,90
26,75
27,31
27,08
27,74
Sumber : stasiun klimatologi BMKG Karangploso 2015
Pengamatan Produksi Pengamatan produksi dilakukan dengan mengikuti kegiatan taksasi, kegiatan panen dan penghitungan hasil panen oleh mandor di lapangan, serta data produksi diperoleh melalui kantor Kebun Banjarsari dengan mengakses database produksi di komputer. Produksi cenderung tinggi pada bulan – bulan basah, dan rendah pada bulan – bulan kering (Tabel 4).
26 Tabel 4. Total produksi biji kakao kering bulanan tahun 2010 – 2015 di Kebun Banjarsari, Jember Produksi (Kg) Th 2010
Th 2011
Th 2012
Th 2013
Th 2014
Th 2015
JANUARI
2546
1751
3966
2108
3460
2340
FEBRUARI
1376
1511
668
224
382
195
MARET
4160
2591
552
172
78
59
APRIL
6409
2193
2305
1405
1102
704
MEI
9127
1751
5538
8497
4325
4444
JUNI
10643
2668
5815
10253
6458
JULI
8413
6272
8299
6626
4194
AGUSTUS
6826
8911
15289
3854
9615
SEPTEMBER 9239
14925
19953
6649
12951
OKTOBER
7733
16942
16159
7628
9060
NOVEMBER
5897
12211
18285
14913
10180
DESEMBER
3585
7791
8711
7349
15273
Sumber : arsip Kebun Banjarsari 2015
Gambar 4. Grafik produksi biji kering kakao bulanan dan rerata bulanan tahun 2010 – 2015 di Kebun Banjarsari, Jember
27 Gambar 4, menunjukan bahwa pada tahun 2010 produksi terendah yang diperoleh ada di bulan Februari sebesar 1.376 kg. Akan tetapi produksi terus mengalami peningkatan dari bulan Maret hingga menuju puncak jumlah produksi tertinggi yang diperoleh di bulan Juni sebesar 10.643 kg. Setelah itu produksi kembali mengalami penurunan dan sedikit peningkatan hingga akhir tahun 2010. Mengawali tahun 2011, jumlah produksi kakao yang diperoleh tidak melebihi 2.700 kg dari bulan Januari hingga bulan Juni dan kembali memperoleh jumlah produksi terendah di bulan Februari sebesar 1.511 kg. Namun produksi kakao mengalami peningkatan drastis dari bulan Juli hingga memperoleh puncak produksi di bulan Oktober sebesar 16.942 kg, kemudian kembali mengalami penurunan hingga akhir tahun. Tahun 2012 adalah awal tahun yang menguntungkan bagi kebun, karena menurut grafik perolehan produksi awal tahun 2012 adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan tahun yang lainnya sebesar 39.66 kg di bulan Januari. Namun di bulan Maret mengalami penurunan produksi yang sangat drastis yaitu sebesar 558 kg. Pada bulan – bulan berikutnya produksi kakao mengalami peningkatan hingga diperoleh puncak produksi di bulan September sebesar 19.953 kg. Tahun 2013 titik terendah perolehan produksi menurut grafik ada di bulan Maret sebesar 172 kg, dan titik perolehan produksi tertinggi terjadi di bulan November sebesar 14.913 kg. Melihat dari grafik tahun 2014 mengalami perolehan jumlah produksi terendah di bulan Maret sebesar 78 kg, dan perolehan produksi tertinggi pada akhir tahun yaitu di bulan Desember sebesar 15.273 kg. Gambar 4 menunjukan bahwa selama 2010 sampai dengan 2015, pola produksi sangat mirip. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya pola garis titik terendah produksi terjadi antara bulan Februari dan bulan Maret. Tahun 2010 dan tahun 2011 produksi terendah ada di bulan Februari, sedangkan tahun 2012 hingga 2015, produksi mengalami titik terendah di bulan Maret. Titik tertinggi produksi dari tahun 2010 hingga tahun 2014 mengalami kemiripan, yaitu terjadi pada akhir tahun antara bulan September hingga bulan Desember. Tahun 2010 dan tahun 2012 mengalami titik teringgi produksi yang sama di bulan September,
28 tahun 2011 titik tertinggi produksi di bulan Oktober, tahun 2013 terjadi di bulan nvember, dan tahun 2014 terjadi titik tertinggi produksi di bulan Desember.
Gambar 5. Grafik curah hujan dan rerata bulanan tahun 2010 – 2015 di Kebun Banjarsari, Jember
Gambar 5 menunjukan pola hujan bulanan selama 5 tahun, dimulai dari tahun 2010 hingga tahun 2015, berdasarkan data yang diperoleh dari arsip kantor kebun Banjarsari. Pada tahun 2010 puncak hujan tertinggi berada di bulan Maret dengan curah hujan sebesar 543 mm. Pada tahun yang sama bulan hujan terendah berada di bulan Juni dengan curah hujan sebesar 108 mm. Tahun 2011 puncak bulan hujan terjadi pada akhir tahun, tepatnya di bulan Desember dengan curah hujan sebesar 483 mm. Pada bulan Juli tidak ada hujan sama sekali dalam kurun waktu satu bulan penuh. Tahun 2012 bulan hujan tertinggi berada pada bulan Desember sebesar 872 mm, titik pada bulan Agustus dan bulan September dengan curah hujan 0 mm, dikenal dengan sebutan bulan kering. Tahun 2013 diawali dengan curah hujan yang cukup tinggi. Jika dilihat pada grafik, curah hujan awal tahun 2013 merupakan yang paling tinggi diantara curah
29 hujan awal tahun yang lain, yaitu sebesar 723 mm. Namun angka tersebut bukanlah titik tertinggi curah hujan pada tahun 2013, melainkan curah hujan tertinggi berada di bulan Desember sebesar 875 mm. Curah hujan terendah tahun 2013 pada grafik tersebut terjadi di bulan Agustus dan bulan September sebesar 0 mm, yang berarti tidak terjadi hari hujan selama kurun waktu 2 bulan pada bulan Agustus hingga bulan September. Gambar 5 menunjukan pola curah hujan Januari tahun 2010 hingga bulan Mei tahun 2015 memiliki kemiripan. Kemiripan yang pertama adalah pada titik tertinggi bulan hujan yang ditunjukan dalam grafik terjadi antara selang waktu bulan Desember hingga bulan Januari. Titik tertinggi bulan hujan tahun 2010 sebesar 522 mm di bulan Januari, kemudian tahun 2011 hingga tahun 2014 titik tertinggi bulan hujan terjadi di bulan Desember dengan curah hujan masing – masing sebesar 483 mm di tahun 2011, 872 mm di tahun 2012, 875 mm di tahun 2013, dan 1.013 mm di tahun 2014 yang merupakan bulan hujan tertinggi. Kemiripan ditunjukan pada pola titik terendah bulan hujan yang terjadi dalam selang waktu bulan Juni hingga bulan September pada masing – masing tahun.
Gambar 6. Grafik suhu dan rerata bulanan tahun 2010 – 2015 pada kebun kakao Banjarsari, Jember
30
Gambar 6 dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari stasiun klimatologi milik BMKG terdekat dari lokasi kebun Banjarsari. Data yang ditampilkan adalah data yang sudah diubah dalam bentuk rata – rata suhu bulanan oleh petugas BMKG sehingga disajikan apa adanya tanpa ada perubahan. Pada tahun 2010 tidak terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan antara rentang nilai suhu yang tersedia. Titik tertinggi atau bulan dengan suhu suhu tertinggi pada tahun 2010 terjadi selama 2 bulan, yaitu dari bulan Februari hingga bulan Maret dengan suhu 27,50 °C. Terendah di bulan Juli dengan ratarata suhu sebesar 26,20 °C. Perbedaan suhu tertinggi dengan terendah sebesar 1,30 °C. Tahun 2011, tertinggi berada di bulan Februari dengan suhu 26,80 °C, dan suhue terendah berada di bulan Juli dengan suhu 24,16 °C, dengan pembeda sebesar 2,74 °C. Tahun 2012 suhue tertinggi pada bulan November dan Desember dengan suhu 27,31 °C. Suhu terendah berada di bulan Juli yakni 24,54 °C, dengan perbedaan suhu sebesar 2,77 °C. Tahun 2013, suhu tertinggi di bulan April (27,51 °C), sedangkan suhu terendah di bulan Agustus (25,09 °C), dengan perbedaan suhu sebesar 2,42 °C. Tahun 2014, suhu maksimum tertinggi terjadi pada bulan Desember (27,63 °C), sedangkan suhu terendah pada bulan Agustus (25,50 °C), perbedaan suhu sebesar 2,13 °C.
PEMBAHASAN Model 1 Korelasi antara Suhu dan Curah Hujan terhadap Produksi Tabel 5 menunjukan bahwa p - value curah hujan dan suhu yang terjadi selama bulan panen BP tidak menunjukan adanya keterkaitan atau hubungan yang mempengaruhi produksi, karena nilai p yang diperoleh dari analisis korelasi sebsar 0,842 pada curah hujan dan 0,629 pada suhu adalah tidak nyata. Curah hujan yang terjadi padasatubulan sebelum panen (1BSP) menunjukan adanya hubungan yang mempengaruhi produksi, karena pada hasil analisis korelasi diperoleh nilai p sebesar 0,000 yang bertaraf sangat nyata. Namun hubungan suhu 1BSP terhadap produksi memperoleh nilai p dari hasil analisis korelasi sebesar 0,052 yang berarti tidak nyata atau produksi tidak dipengaruhi oleh suhu,
31 pengaruhnya sangat kecil dengan nilai p diatas 0,050 sehingga dapat diabaikan. Hasil analisis korelasi pada 2BSP, 3BSP, dan 4BSP menunjukan hubungan yang terjadi antara curah hujan terhadap produksi dan suhu terhadap produksi sangat nyata ditunjukan dari perolehan nilai p dari ketiganya dibawah 0,010 pada taraf 1 %. Hasil analisis korelasi 5BSP tidak menunjukan adanya hubungan antara suhu dan curah hujan terhadap produksi, karena nilai p menunjukan angka diatas 0,050 pada taraf 5 %. Tabel 5. Nilai P - Value dan korelasi antara curah hujan dan suhu terhadap produksi biji kakao kering P – Value Peubah
BP
1BSP
2BSP
3BSP
4BSP
5BSP
Curah Hujan
0,842
0,000**
0,000**
0,000**
0,001** 0,908
Suhu
0,629
0,052
0,002**
0,001**
0,003** 0,455
Correlation Value Curah Hujan
-0,025
-0,431
-0,671
-0,647
-0,400
0,015
Suhu
-0,061
-0,244
-0,390
-0,412
-0,371
-0,099
Keterangan: BP = bulan panen, BSP = bulan sebelum panen, (**) = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %
Nilai korelasi merupakan keeratan hubungan antara curah hujan dan suhu terhadap produksi yang ditunjukan dengan besaran angka. Semakin mendekati 1 (berbanding lurus) atau -1 (berbanding terbalik) maka hubungan antara curah hujan dan suhu semakin kuat, sebaliknya jika nilai korelasi dibawah 0,5 atau dibawah -0,5 mendekati 0 maka hubungannya akan semakin lemah. Cara perhitungan analisis korelasi disajikan pada Lampiran 5. Nilai korelasi variabel peubah curah hujan dan suhu pada bulan panen BP sangat kecil sehingga tidak dapat dipastikan apakah hubungannya berbanding lurus atau berbanding terbalik. Nilai korelasi 1BSP menunjukan adanya sedikit hubungan antara peubah suhu dan curah hujan terhadap produksi dengan nilai korelasi sebesar -0,431 oleh peubah curah hujan dan -0,244 oleh peubah suhu, namun hubungannya masih sangat kecil. 2BSP dan 3BSP menunjukan nilai korelasi yang kuat antara produksi terhadap peubah curah hujan, karena nilai yang
32 diperoleh sebesar -0,671 pada 2PSB dan -0,647 pada 3PSB. Namun hubungan dari peubah suhu sangat kecil hanya sebesar -0,390 pada 2BSP dan sebesar -0,412 pada 3BSP. 4PSB dan 5PSB memiliki nilai hubungan yang sangat kecil antara peubah curah hujan dan suhu terhadap produksi sehingga tidak dapat dipastikan apakah hubungannya berbanding lurus atau berbanding terbalik.
Model 2 Analisis Regresi Sebagai Pendugaan Produksi Kakao Analisis regresi dilakukan berdasarkan nilai korelasi tertinggi yakni pada model ke 1. Hasil analisis memperoleh hasil bahwa pendugaan produksi dapat dilakukan dengan pendekatan suhu dan curah hujan (Tabel 6).
Tabel 6. Hasil uji analisis regresi sederhana pada peubah curah hujan dan suhu P – Value Peubah
2BSP
3BSP
4BSP
Curah Hujan
0,000**
0,000**
0,014*
Suhu
0,050*
0,032*
0,032*
48,4 %
46,3 %
22,4 %
R – Square
Keterangan: BSP = bulan sebelum panen, (**) = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %, (*) = berpengaruh nyata pada taraf 5 %.
Analisis regresi sederhana melihat pengaruh antara variabel bebas atau peubah berupa curah hujan dan suhu terhadap variabel terkait berupa produksi 2BSP menghasilkan nilai p peubah curah hujan sebesar 0,000 menunjukan bahwa curah hujan berpengaruh sangat nyata terhadap produksi (Tabel 6). Nilai p peubah suhu yang ditunjukan dengan nilai 0,050 berpengaruh nyata terhadap produksi. Hasil analisis regresi 3BSP menunjukan nilai p dari peubah curah hujan sebesar 0,000, dan nilai p peubah suhu sebesar 0,032, maka peubah curah hujan berpengaruh sangat nyata terhadap produksi dan peubah suhu berpengaruh nyata terhadap produksi. Pada analisis regresi 4BSP menunjukan nilai p pada peubah curah hujan sebesar 0,014 dan nilai p pada suhu sebesar 0,032, maka keduanya
33 berpengaruh nyata terhadap produksi. Cara perhitungan analisis regresi disajikan pada Lampiran 8. Kemampuan suhu dan curah hujan dalam mempengaruhi hasil produksi kakao dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil R - square pada 2BSP sebesar 48,4 % memiliki arti bahwa pengaruh variabel bebas berupa curah hujan dan suhu tidak cukup kuat dalam menentukan produksi yang akan dating, karena hasil R - square yang diperoleh dibawah 50 %,
sedangkan sisanya sebesar 51,6 % penentu
produksi dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Nilai R - square pada 3BSP sebesar 46,3 % memiliki arti bahwa pengaruh curah hujan dan suhu tidak cukup kuat dalam menentukan produksi yang akan datang, sedangkan sisanya sebesar 53,7 % penentu produksi dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. 4BSP memiliki nilai R - square sebesar 22,4 % maka suhu dan curah hujan tidak cukup bagus dalam mempengaruhi produksi yang akan datang, dan sisanya sebesar 77,6 % pengaruh produksi dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain di luar model.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kegiatan magang di kebun kakao Banjarsari milik PTPN XII Jember menambah pengalaman dan wawasan penulis dari aspek teknis dan manajerial yang dikerjakan secara langsung di lapang. Sebagian besar kegiatan dan pekerjaan yang diikuti sudah sesuai dengan aturan kerja dan tatatertib yang berlaku di kebun Banjarsari. Lingkungan kerja yang baik mendukung penulis dalam melaksanakan studi. Dari hasil analisis korelasi yang dilakukan dapat dilihat adanya hubungan yang sangat nyata antara peubah curah hujan dan suhu terhadap produksi pada 2BSP, 3BSP, dan 4BSP. Hubungan yang terjadi antara peubah curah hujan dan suhu terhadap produksi bernilai negatif, yang berarti jika curah hujan dan suhu tinggi, maka produksi akan rendah. Hubungan yang baik didapati pada peubah curah hujan 2BSP dan 3BSP terhadap produksi dengan nilai mendekati -1, sedangkan peubah suhu nilai korelasinya kurang baik karena tidak lebih dari -0,5.
34 Hasil analisis regresi menunjukkan adanya pengaruh curah hujan dan suhu terhadap produksi yang ditunjukan dengan nilai p yang berpengaruh nyata dan sangat nyata pada 2BSP, 3BSP dan 4BSP. Namun pengaruh tersebut tidak dapat dijadikan model untuk menduga produksi yang akan datang, karena perolehan nilai R - square tertinggi hanya sebesar 48,4 %.
Saran Perlu diadakan beberapa alat ukur yang lebih akurat guna mendukung pengukuran suhu dan curah hujan secara intensif di kebun banjarsari, sehingga data yang diperoleh lebih akurat agar dapat dikaji model untuk pendugaan produksi dari pengaruh suhu dan curah hujan.
35
DAFTAR PUSTAKA Anna O N. 2004. Pengelolaan Panen Dan Pasca Panen Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) di Kebun PT Rumpun Sari Antan 1, Cilacap, Jawa Tengah. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (tidak dipublikasi). Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Statistik perkebunan Indonesia 2014 – 2016 Kakao. Direktorat jendral perkebunan. Jakarta (ID). Jasman P. 2008. Panduan Lengkap Kakao : Manfaat dan Kualitas Produk. Wahyudi T, T R Panggabean, & Pujianto, editor. Penebar Swadaya. Jakarta (ID). Latif S. 1982. pengaruh lama penyimpanan dan letak biji pada pod terhadap daya kecambah benih cokelat (Theobroma cacao L). Buletin BPP Medan (ID).Vol 13: 45-50. Rahayu S P. 2014. Pengaruh Iklim dan Tanah Pada Kakao. (internet). (diakses 2014
Mar
15).
Tersedia
pada
:
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/pengaruh-iklim-dan-tanah-padakakao Sabaruddin L. 2012. Agroklimatologi. Alfabeta. Bandung (ID). 100 hal. Satriana. 2010. Budidaya Tanaman Kakao.(internet). (diakses 2014 Mar 16). Tersedia pada : http://epetani.deptan.go.id/budidaya/budidaya-tanamankakao-929 Syakir M, et al. 2010. Budidaya dan pascapanen kakao. Pusat penelitian dan pengembangan perkebunan. Bogor (ID). Wibawa A, Baon J B. 2008. Panduan Lengkap Kakao : Kesesuaian Lahan. Wahyudi T, T R Panggabean, & Pujianto, editor. Penebar Swadaya. Jakarta (ID).
36
LAMPIRAN
37
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kebun Banjarsari PTPN XII Jember
Manager
Asisten akuntansi keuangan
Wakil manager ISO Sekertariat
Asisten tanaman Banjarsari
Asisten tanaman Karang Nangka
Sumber: arsip Kebun Banjarsari 2015
Asisten tanaman Antokan
Asisten tanaman Gerengrejo
Asisten tanaman Klatakan
Asisten tekpol pabrik Gerengrejo
Asisten tekpol pabrik Banjarsari
Kepala balai pengobatan
38
Lampiran 2. Peta Kebun Banjarsari
Sumber: arsip Kebun Banjarsari 2015
39
Lampiran 3. Dosis dan Waktu Aplikasi Pupuk Pemupukan untuk tanah non pasir Dosis/Gram/Pohon/Aplikasi Umur/ Tahun Aplikasi I (Jan-Peb) Tanam Urea TSP KCL Kies TBM 1 5 5 5 5 TBM 2 10 10 10 5 TBM 3 25 25 25 10 TBM 4 50 50 50 25 TBM 5 60 60 60 30 Sumber: arsip Kebun Banjarsari 2015
Dosis/Gram/Pohon/Aplikasi Aplikasi II (Apr-Mei) Urea TSP KCL Kies 3 3 3 3 15 15 15 5 25 25 25 15 50 50 50 25 60 60 60 30
Pemupukan untuk tanah ber pasir Dosis/Gram/Pohon/Aplikasi Umur/ Tahun Aplikasi I (Jan-Peb) Tanam Urea TSP KCL Kies TBM 1 15 5 5 5 TBM 2 35 10 10 5 TBM 3 60 25 25 10 TBM 4 125 50 50 25 TBM 5 150 60 60 30 Sumber: arsip Kebun Banjarsari 2015
Dosis/Gram/Pohon/Aplikasi Aplikasi II (Apr-Mei) Urea TSP KCL Kies 5 5 5 3 10 15 15 5 25 25 25 15 50 50 50 25 65 60 60 30
Dosis/Gram/Pohon/Aplikasi Aplikasi III (Okt-Nop) ZA TSP KCL Kies 10 10 10 4 15 15 15 10 30 30 30 15 60 60 60 30 80 80 80 40
Dosis/Gram/Pohon/Aplikasi Aplikasi III (Okt-Nop) ZA TSP KCL Kies 20 10 10 4 35 15 15 10 60 30 30 15 125 60 60 30 155 80 80 40
40 Lampiran 4. Jurnal Magang sebagai KHL Tanggal
Uraian Kegiatan
Penulis
Prestasi Kerja Karyawan
Standar
Lokasi
10/2/2015
konfirmasi kedatangan di jember
-
-
-
kantor perwakilan wilayah 2 PTPN XII Jember
11/2/2015
konfirmasi kedatangan di lokasi kebun Banjarsari, Jember
-
-
-
kantor kebun Banjarsari PTPN XII, Jember
12/2/2015
orientasi lokasi dan penempatan afdeling
-
-
-
afdeling Gerengrejo kebun Banjarsari, Jember
13/2/2015
pengenalan pembibitan kakao
-
-
-
bedengan pembibitan kakao
1.500 biji
2.000 biji
2.000 biji
bedengan pembibitan kakao
2 petak deder
2 petak deder
2 petak deder
bedeng pembibitan kakao
3,5 ha/hk
5,5 ha/hk
5,5 ha/hk
bedeng pembibitan kakao
100 polybag
110 polybag
1.500 kecambah
1.500 kecambah
1.500 kecambah
bedeng pembibitan kakao
1.000 kepel
1000 kepel
1.000 kepel
bedeng pembibitan kakao
7 kg biji basah
-
Sesuai ketersediaan
kebun kakao afdeling antokan
14/2/2015 16/2/2015 17/2/2015 18/2/2015 20/2/2015
persemaian benih kakao (pendederan) pemeliharaan persemaian (siram dederan) menyiangi manual (cabut gulma rumput) persiapan media pembibitan kakao (polybag) cabut kecambah / kepelan dari dederan
23/2/2015
tanam kepelan ke dalam polybag
24/2/2015
ambil biji sebagai calon bibit
110 polybag/hk bedeng pembibitan kakao
41 Lampiran 4 (lanjutan) Tanggal 25/2/2015 26/2/2015 27/2/2015 28/2/2015 2/3/2015 3/3/2015 4/3/2015
Uraian Kegiatan membuat lubang tanam naungan tetap (lamtoro) pengendalian hama penyakit bibit kakao persiapan media semai (lubang dederan) tanam biji kakao pada persemaian (dederan) pemeliharaan tanaman belum menghasilkan mencangkul membalik tanah pada piringan pohon kakao (kecroh ringan) pemeliharaan tanaman sulaman pada kebun TBM
5/3/2015
pangkas bentuk cabang sekunder
7/3/2015
pangkas tunas air / wiwilan orientasi kebun tanaman menghasilkan pangkas tunas air pada cabang produksi
9/3/2015 10/3/2015
Penulis 7 lubang
Prestasi Kerja Karyawan 10 lubang
Standar 10 lubang/hk
Lokasi sebelah bedeng pembibitan bedeng pembibitan kakao
2 bedeng
2 bedeng
2 bedeng
bedeng pembibitan kakao
800 biji
1.000 biji
1.000 biji
bedeng pembibitan kakao
5 ha/hk
8 ha/hk
8 ha/hk
kebun blok TBM 2011
1/2 ha
1 ha
1 ha/hk
kebun blok TBM 2011
5 pohon
10 pohon
4 ha/hk
5 ha/hk
sesuai kebutuhan sesuai kebutuhan
20 pohon
kebun blok TBM 2011 kebun blok TBM 2011 kebun blok TBM 2011
-
-
-
kebun blok TM 2007
5 ha/hk
6 ha/hk
6 ha/hk
kebun blok TM 2007
42
Lampiran 4 (lanjutan) Tanggal
Uraian Kegiatan
11/3/2015
menyiangi manual, mengumpulkan bahan organik ke dalam lubang galian
12/3/2015
pemeliharaan tanaman sulam
13/3/2015 14/3/2015 16/3/2015 17/3/2015
pemupukan tanaman yang tumbuh kurang subur pemupukan lewat daun (gandasil D) pengendalian hama (semprot ulat bulu) pengendalian hama (semprot ulat bulu)
23/3/2015
pemeliharaan bibit kakao
24/3/2015
pemupukan gandasil D lewat daun pada bibit kakao
Penulis
Prestasi Kerja Karyawan
Standar 7 ha/hk
Lokasi
6 ha/hk
7 ha/hk
10 pohon
17 pohon
10 pohon/hk
25 pohon/hk
4 ha/hk
7 ha/hk
7 ha/hk
kebun blok TBM 2011
5,5 ha/hk
7 ha/hk
8 ha/hk
kebun blok TM 2007
4 ha/hk
6,5 ha/hk
8 ha/hk
kebun blok TM 2008
2 ha/hk
3 ha/hk
3ha/hk
bedengan pembibitan kakao
630 bibit/hk
1.000 bibit/hk
1.000 bibit/hk
bedengan pembibitan kakao
Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan
kebun blok TM 2007
kebun blok TM 2007 kebun blok TM 2007
43 Lampiran 5. Jurnal Magang sebagai Pendamping Mandor Prestasi Kerja Tanggal
Uraian Kegiatan
Jumlah KH yang diawasi
Luas Areal
Lama Kegiatan
Lokasi
1/4/2015
pangkas pemeliharaan (ringan)
3 orang
5,5 ha
7 jam
kebun blok TBM 2011
2/4/2015
pemberian mulsa organik dalam rorak
2 orang
3 ha
6 jam
kebun blok TBM 2011
4/4/2015
menyiangi manual sekitaran pohon kakao
4 orang
5 ha
7 jam
kebun blok TBM 2011
7/4/2015
sambung samping (side grafting)
3 orang
1,5 ha
7 jam
kebun blok TM 2008
8/4/2015 9/4/2015
sambung samping (rejuvinasi) sambung samping (rejuvinasi)
4 orang 4 orang
2 ha 2 ha
7 jam 7 jam
kebun blok TM 2008 kebun blok TM 2008
10/4/2105
pangkas pemeliharaan sanitasi (membuang buah bususk, batang mati, dan bagian pada pohon kakao yang terserang penyakit)
3 orang
4 ha
7 jam
kebun blok TBM 2011
11/4/2015
pemupukan lewat daun (gandasil D)
2 orang
5 ha
7 jam
kebun blok TBM 2011
44
Lampiran 5 (lanjutan) Prestasi Kerja Tanggal
Uraian Kegiatan
Jumlah KH yang diawasi
Luas Areal
Lama Kegiatan
Lokasi
15/4/2015
pangkas bentuk (mengatur arah dan jumlah percabangan yang masih bertumbuh)
4 orang
5 ha
6 jam
kebun blok TBM 2011
16/4/2015
pengendalian hama dan penyakit
3 orang
4,5 ha
7 jam
kebun blok TBM 2011
17/4/2015
pemupukan lewat tanah
6 orang
7,2 ha
7 jam
kebun blok TBM 2011
18/4/2015
pengolahan tanah disekitaran tanaman kakao (membalik tanah)
4 orang
4 ha
7 jam
kebun blok TM 2007
20/4/2015
pangkas pemeliharaan (pembuangan cabang tersier)
3 orang
6 ha
7 jam
kebun blok TM 2007
21/4/2015
persiapan batang bawah (entres)
2 orang
3 ha
5 jam
kebun bedeng pembibitan kakao
22/4/2015
pemeliharaan batang bawah
2 orang
5 ha
7 jam
kebun bedeng pembibitan kakao
23/4/2015
pemeliharaan batang atas (entres)
2 orang
6 ha
7 jam
kebun blok TM 2008
24/4/2015
pemupukan bibit kakao
6 orang
3 ha
6 jam
kebun bedeng pembibitan kakao
45 Lampiran 5 (lanjutan) Prestasi Kerja Tanggal
Uraian Kegiatan
Lokasi
Jumlah KH yang diawasi
Luas Areal
Lama Kegiatan
3 orang
5 ha
7 jam
-
-
4 jam
kebun bedeng pembibitan kakao kebun blok TM 2008
7 jam
kebun blok TM 2008
6 jam
kebun blok TM 2008
25/4/2015
pengendalian hama dan penyakit
27/4/2015
simulasi panen (persiapan)
28/4/2015
pengendalian hama dan penyakit
3 orang
29/4/2015
pengamatan hasil sambung samping (side grafting)
2 orang
8 ha
46 Lampiran 6. Jurnal Magang sebagai Pendamping Asisten Prestasi Kerja Tanggal
Uraian Kegiatan
Jumlah Mandor yang diawasi
Luas Areal
Lama Kegiatan
Lokasi
18/3/2015
administrasi : cek inventarisasi pohon sengon
5 karyawan
-
5 jam
kantor afdeling gerengrejo
19/3/2015
administrasi : rekap data rijstat
4 karyawan
-
6 jam
kantor afdeling gerengrejo
20/3/2015
administrasi : rekap data rijstat
4 karyawan
-
6 jam
kantor afdeling gerengrejo
25/3/2015
administrasi : rekap data rijstat
6 karyawan
-
7 jam
kantor afdeling gerengrejo
26/3/2015
administrasi : pengelompokan data rijstat berdasarkan nama mandor
6 karyawan
-
6 jam
kantor afdeling gerengrejo
27/3/2015
administrasi : pengelompokan data rijstat berdasarkan tahun tanam pohon
6 karyawan
-
7 jam
kantor afdeling gerengrejo
28/3/2015
administrasi : input data rijstat
3 karyawan
-
5 jam
kantor afdeling gerengrejo
30/3/2015
administrasi : input data rijstat
4 karyawan
-
6 jam
kantor afdeling gerengrejo
47 Lampiran 6 (lanjutan) Prestasi Kerja Tanggal
Uraian Kegiatan
Lokasi
Jumlah Mandor yang diawasi
Luas Areal
Lama Kegiatan
-
7 jam
kantor afdeling gerengrejo
31/3/2015
administrasi : penyelesaian input dan rekap data rijstat
5 karyawan
30/4/2015
meninjau kebun kakao afdeling antokan
1 mandor
5 jam
kebun blok afdeling antokan
2/5/2015
meninjau kebun kakao dan kebun karet afdeling banjarsari
1 mandor
4 jam
kebun blok afdeling banjarsari
4/5/2015
meninjau kebun karet dan kebun tebu afdeling karangnangka
1 mandor
5 jam
kebun blok afdeling karangnangka
5/5/2015
pangkas pemeliharaan
3 Mandor
6 jam
kebun blok TBM 2011
6/5/2015
meninjau pabrik dan proses pascapanen kakao
2 mandor
6 jam
pabrik pascapanen & gudang kakao banjarsari
7/5/2015 8/5/2015 9/5/2015 11/5/2015 12/5/2015 13/5/2015
persiapan pemupukan 1 persiapan pemupukan 2 Pemupukan Pemupukan Pemupukan Pemupukan
3 mandor 5 mandor 6 mandor 7 mandor 6 mandor 8 mandor
7 jam 7 jam 7 jam 7 jam 7 jam 6 jam
kebun blok TM 2008 kebun blok TM 2008 TM 2008 TM 2007 TM 2007 TM 2007
48 Lampiran 6 (lanjutan) Prestasi Kerja Tanggal
Uraian Kegiatan
Jumlah Mandor yang diawasi
Luas Areal
Lama Kegiatan
Lokasi
15/5/2015
pemupukan lewat daun
1 mandor
7 jam
bedeng pembibitan kakao
18/5/2015
okulasi (sambung pucuk)
1 mandor
6 jam
bedeng pembibitan kakao
19/5/2015
panen dan sortasi buah
1 mandor
7 jam
kebun kakao blok TM 2007
20/5/2015
menimbang biji basah kakao
1 mandor
-
3 jam
areal timbang pabrik banjarsari
21/5/2015
okulasi sambung pucuk
1 mandor
3 ha
6 jam
bedeng pembibitan kakao
22/5/2015
fermentasi dan pengeringan biji kakao
1 mandor
-
2 jam
areal timbang dan fermentasi biji pabrik kakao banjarsari
23/5/2015
Pemupukan
8 mandor
20 ha
7 jam
kebun kakao blok 2 TBM 2011
26/5/2015
okulasi sambung pucuk
1 mandor
3 ha
7 jam
bedeng pembibitan kakao
27/5/2015
panen, sortasi dan pecah buah kakao
1 mandor
18 ha
7 jam
kebun kakao blok TM 2008
28/5/2015
administrasi kantor afdeling
4 karyawan
-
7 jam
kantor afdeling gerengrejo
49 Lampiran 6 (lanjutan) Prestasi Kerja Tanggal
Uraian Kegiatan
Jumlah Mandor yang diawasi
Luas Areal
Lama Kegiatan
Lokasi
30/5/2015
pengukuran DB (dark bean) biji kakao kering
1 mandor
-
5 jam
ruang sortasi & packaging pabrik banjarsari
1/6/2015
pemeliharaan hasil okulasi
1 mandor
3 ha
6 jam
bedeng pembibitan kakao
3/6/2015
administrasi kantor kebun
3 karyawan
-
7 jam
kantor kebun banjarsari
4/6/2015
sortasi kualitas biji kakao kering (berdasarkan fisik biji)
5 jam
ruang sortasi & packaging pabrik banjarsari
5/6/2015
administrasi kantor kebun dan melengkapi data
-
-
-
kantor afdeling gerengrejo
6/6/2015
administrasi kantor kebun dan melengkapi data
-
-
-
kantor kebun banjarsari
8/6/2015
administrasi kantor kebun dan melengkapi data
-
-
-
kantor kebun banjarsari
9/6/2015
membuat laporan hasil magang untuk kantor kebun
-
-
-
kantor kebun banjarsari
10/6/2015
berpamitan untuk meninggalkan kebun
1 mandor
50
Lampiran 7. Analisis korelasi suhu dan curah hujan terhadap produksi kakao. Correlations: PRO1, CH1, SH1 CH1 SH1
PRO1 -0.025 0.842
CH1
-0.061 0.629
0.314 0.011
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Correlations: PRO2, CH2, SH2 CH2 SH2
PRO2 -0.431 0.000
CH2
-0.244 0.052
0.316 0.011
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Correlations: PRO3, CH3, SH3 CH3 SH3
PRO3 -0.671 0.000
CH3
-0.390 0.002
0.320 0.011
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Correlations: PRO4, CH4, SH4 CH4 SH4
PRO4 -0.647 0.000
CH4
-0.412 0.001
0.331 0.009
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
51 Correlations: PRO5, CH5, SH5 CH5 SH5
PRO5 -0.400 0.001
CH5
-0.371 0.003
0.330 0.009
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Correlations: PRO6, CH6, SH6 CH6 SH6
PRO6 0.015 0.908
CH6
-0.099 0.455
0.308 0.018
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
52 Lampiran 8. Analisis regresi sebagai model pendugaan produksi kakao. Regression Analysis: PRO3 versus CH3, SH3 The regression equation is PRO3 = 34345 - 12.9 CH3 - 911 SH3 Predictor Constant CH3 SH3
Coef 34345 -12.856 -911.5
S = 3728.30
SE Coef 11910 2.068 455.9
T 2.88 -6.22 -2.00
R-Sq = 48.4 %
P 0.005 0.000 0.050
VIF 1.114 1.114
R-Sq(adj) = 46.7 %
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source CH3 SH3
DF 1 1
DF 2 60 62
SS 783545941 834012044 1617557985
MS 391772970 13900201
F 28.18
P 0.000
Seq SS 727987082 55558859
Unusual Observations Obs 31 33 37 60
CH3 65 0 723 1031
PRO3 19953 18285 172 195
Fit 11141 10642 6009 -4191
SE Fit 979 731 3006 1537
Residual 8812 7643 -5837 4386
St Resid 2.45R 2.09R -2.65RX 1.29 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 1.09634
Regression Analysis: PRO4 versus CH4, SH4 The regression equation is PRO4 = 37592 - 12.1 CH4 - 1040 SH4 Predictor Constant CH4 SH4
Coef 37592 -12.132 -1040.2
S = 3830.65
SE Coef 12355 2.137 473.5
R-Sq = 46.3 %
T 3.04 -5.68 -2.20
P 0.003 0.000 0.032
VIF 1.123 1.123
R-Sq(adj) = 44.5 %
Analysis of Variance Source Regression Residual Error
DF 2 59
SS 746078589 865756830
MS 373039294 14673845
F 25.42
P 0.000
53 Total
61
Source CH4 SH4
DF 1 1
1611835419
Seq SS 675264712 70813877
Unusual Observations Obs 3 30 37 60
CH4 543 37 723 1031
PRO4 10643 19953 1405 59
Fit 2400 10344 7091 -3767
SE Fit 772 719 3118 1579
Residual 8243 9609 -5686 3826
St Resid 2.20R 2.55R -2.55RX 1.10 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 1.19790
Regression Analysis: PRO5 versus CH5, SH5 The regression equation is PRO5 = 41836 - 6.58 CH5 - 1261 SH5 Predictor Constant CH5 SH5
Coef 41836 -6.583 -1261.3
S = 4643.35
SE Coef 15012 2.591 575.5
T 2.79 -2.54 -2.19
R-Sq = 22.4 %
P 0.007 0.014 0.032
VIF 1.122 1.122
R-Sq(adj) = 19.7 %
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source CH5 SH5
DF 1 1
DF 2 58 60
SS 361287575 1250521037 1611808612
MS 180643787 21560708
F 8.38
P 0.001
Seq SS 257721381 103566194
Unusual Observations Obs 29 37 60
CH5 75 723 1031
PRO5 19953 8497 704
Fit 7999 10728 65
SE Fit 805 3782 1918
Residual 11954 -2231 639
St Resid 2.61R -0.83 X 0.15 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Durbin-Watson statistic = 0.69056
54
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Magelang pada tanggal 05 Oktober 1992 sebagai anak kedua dari dua bersaudara oleh pasangan Surwahmono (Alm) dan Retnaning Tyas. Pendidikan sekolah dasar (SD) telah ditempuh pada beberapa tempat. Pertama SD YPPK St Yusuf Wamena, Papua hingga kelas 2 kemudian pindah ke pulau jawa dan melanjutkan SD di Yayasan Pangudi Luhur Ambarawa, Jawa Tengah hingga kelas 3. Dilanjutkan SD Negeri Nggelangan 5 Ngentak, Magelang hingga kelas 4, kemudian pindah lagi. Kelas 5 SD diselesaikan di SD Kristen Bandarjo Ungaran, Kabupaten Semarang hingga tamat tahun 2004. Melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah pertama (SMP) ditempuh di SMP Negeri 3 Ungaran, Kabupaten Semarang hingga tamat di tahun 2007. Kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah menengah atas (SMA) ditempuh di SMA Negeri 1 Ungaran, Kabupaten Semarang dan tamat pada tahun 2010. Pada tahun 2011 melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi (kuliah) pendidikan sarjana melalui jalur ujian talenta mandiri (UTM) dan diterima sebagai mahasiswa Institute Pertanian Bogor tingkat persiapan bersama (TPB). Tahun 2012 menempuh program studi Aronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan lulus pada tahun 2017.