e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TIPE EXPLICIT INSTRUCTION BERBANTUAN MEDIA FLANEL EDUKATIF UNTUK MENINGKATKAN KOGNITIF ANAK Kadek Galih Candrayani1, I Wyn. Darsana2, I Km. Ngr. Wiyasa3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kognitif anak kelompok B di TK Ganesha Denpasar dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction berbantuan media flannel edukatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 15 orang anak TK pada kelompok B semester II tahun ajaran 2013/2014. Data penelitian tentang perkembangan kognitif dikumpulkan dengan metode observasi dengan instrumen berupa lembar format observasi dan metode wawancara dengan instrumen berupa lembar format percakapan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara ditemukan permasalahan pada kognitif anak. Oleh karena itu, peneliti beserta guru yang terkait melakukan pembaharuan pada proses pembelajaran di kelas, dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction berbantuan media flanel edukatif. Setelah melakukan suatu penelitian didapatkan hasil analisis data yakni pada siklus I sebesar 55,73% yang berada pada kategori rendah ternyata mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 81,03% tergolong pada kategori tinggi. maka, terjadi peningkatan kemampuan kognitif anak sebesar 25,3%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction berbantuan media flanel edukatif dapat meningkatkan perkembangan kognitif dalam bidang pengetahuan umum dan sains anak kelompok B1 semester genap di TK Ganesha Denpasar tahun ajaran 2013/2014. Kata-kata kunci: model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction, media flanel edukatif, kognitif. Abstract This study aims to determine the cognitive enhancement in kindergarten children in group B Denpasar Ganesha by applying contextual learning model of explicit instruction type flannel aided educational media. This research is an action research conducted in two cycles. Subjects were 15 kindergarten children in group B the second semester of the academic year 2013/2014. Data collected research on cognitive development with the method of observation with the instrument in the form of sheets of format observation and interviews with the instrument in the form of a conversation format sheet. The data were analyzed using descriptive statistical analysis and quantitative descriptive analysis. Based on observations and interviews found cognitive problems in children. Therefore, researchers and teachers related to the reform process in the
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) classroom, by applying the explicit type of contextual learning model-assisted instruction flannel educational media. After doing some research on the analysis of data obtained in the first cycle of 55.73% which is at the low category was experiencing an increase in cycle II to 81.03% belong to the higher category. hence, an increase in child cognitive ability by 25.3%. Based on these results it can be concluded that the type of contextual learning model of explicit instruction flannel aided educational media can enhance cognitive development in the field of children's general knowledge and science group B1 semester Ganesha in Denpasar kindergarten school year 2013/2014. Key words: type of contextual learning models explicit instruction, media flannel educational, cognitive.
PENDAHULUAN Taman kanak-kanak adalah jenjang pendidikan formal untuk anak usia dini setelah playgroup. Pendidikan ini tidak terbatas pada taman kanak-kanak melainkan juga bagi anak usia dua sampai tiga tahun hingga usia sebelum SD. Pendidikan anak usia dini termasuk pendidikan formal dalam jajaran pendidikan dasar dan menengah. Hanya saja, dikategorikan sebagai prasekolah untuk anak usia dini, sehingga tidak ada mata pelajaran yang mengikat untuk anak, kecuali bermain (Hasan, 2009:355). Adapun pendapat Yuliani (2009:8) mengenai pendidikan anak usia dini dalam bukunya yaitu konsep dasar pendidikan anak usia dini yang menyatakan bahwa: Pendidikan anak usia dini merupakan bagian dari pencapaian tujuan pendidikan nasional, sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Berdasarkan pendapat di atas mengenai PAUD atau TK, yang mengatakan bahwa tidak adanya mata pelajaran yang mengikat pada setiap proses pembelajaran, muncul suatu tanda tanya. Bagaimanakah sebaiknya
proses pembelajaran di TK? Jika dilihat pada kenyataannya, masyarakat menyadari pentingnya pendidikan prasekolah bagi anak usia dini, namun sebagian besar masyarakat menganggap kegiatan yang dilakukan di kelas hanya bernyanyi dan bermain, dikatakan bermain disini adalah suatu hal yang menyenangkan bagi anak dan tidak dilakukan seraya belajar. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan proses pembelajaran di TK. Berdasarkan observasi dan pengamatan di TK Ganesha Denpasar, proses pembelajaran yang terjadi setiap harinya mengalami hambatan. Di dalam proses pembelajaran berlangsung, guruguru harus selalu mempersiapkan segala kebutuhan anak didiknya. Tetapi, terkadang anak-anak sulit menerima instruksi/arahan dari guru, alasannya dikarenakan setiap individu di dalam satu kelas memiliki berbagai macam karakter (cara pandang) yang berbeda. Sebagian besar anak cenderung tidak aktif, terdapat anak yang mampu mengerjakan tugas tanpa perlu bertanya atau dibantu, tetapi ada beberapa anak yang benarbenar tidak mampu atau tidak mau mengerjakan tanggung jawab mereka di kelas. Keaktifan belajar siswa dipengaruhi oleh kondisi kesehatan fisik, mental, terutama minat dan motivasi, latihan dan pengulangan gagal dan sukses dalam latihan sebelumnya (Rusyan dalam Diantari, 2012:27) Permasalahan pada pemberian pengetahuan umum dan sains tentunya membuat para guru kesulitan dalam menyukseskan pembelajaran di TK. anak
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) usia dini memiliki cara berpikir yang masih terbilang sederhana, namun anakanak mampu dibimbing pola pikirnya menjadi lebih kritis, salah satunya dengan memberikan media-media yang membangun daya imajinasi anak, selain itu kemampuan guru dalam memodifikasi dan menggabungkan berbagai metode pembelajaran dengan media sangat diperlukan. Dalam penelitian ini digunakan metode kontekstual yang memungkinkan diterapkannya di pendidikan anak usia dini. Seperti dikatakan dalam buku karya Trianto yang berjudul “mendesain model pembelajaran inovatif progresif” bahwa “pengajaran kontektual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka”. Selain itu, dengan menggabungkan model pembelajaran dengan media flanel edukatif yakni salah satunya adalah kubus bergambar dan papan flanel yang dimana merupakan salah satu media yang efektif diberikan selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, media ini dapat digunakan untuk beragam tema, karena media ini dapat di desain sendiri oleh guru disesuaikan dengan tema dan kurikulum anak kelompok b semester genap. Selain membangun pola pikir anak yang kritis, guru juga harus mampu mengasah keterampilan sosial anak. Anak usia dini terkadang kesulitan dalam bergaul dengan teman-temannya di kelas, untuk itu perlu adanya penggunaan model pembelajaran secara individu maupun kelompok. Proses pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang bermakna melalui pengalaman nyata yang memungkinkan anak untuk menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu secara optimal, namun anak kelompok B1 di TK Ganesha Denpasar cenderung sebagian besar anak didiknya belum bisa mencapai bintang tiga (***) sedangkan harapan ketuntasannya memperoleh bintang 4 (****), khususnya pada aspek kognitif di bidang pengetahuan umum dan sains. Guru di
TK Ganesha Denpasar sebenarnya memiliki kreativitas yang cukup baik, untuk itu guru sebenarnya dapat membuat suatu media yang mudah dan efektif diberikan untuk anak didiknya contohnya dengan mempergunakan media edukatif terbuat dari kain flanel yang dapat disebut sebagai media flanel edukatif. Media ini adalah media pembelajaran visual yang menarik karena dapat di desain sesuai selera dan sesuai tema yang digunakan, langkah pembuatannyapun mudah serta ekonomis. Perencanaan pembelajaran untuk meningkatkan aspek perkembangan kemampuan kognitif khususnya dalam bidang pengetahuan umum dan sains memang sedikit sulit untuk diterapkan. Desain pembelajaran yang menarik, matang serta disesuaikan dengan pengalaman anak di rumah adalah hal terpenting yang perlu dipikirkan oleh seorang guru yang profesional. Selain itu, keaktifan anak-anak saat berlangsungnya suatu proses pembelajaran sangat mendukung penyerapan suatu stimulus yang diberikan untuk meningkatkan pengetahuan umum dan sains anak kelompok B1. Oleh karena hal tersebut, guru harus memperkirakan dan menetapkan desain media apa yang sesuai dengan pembelajaran agar menjadi lebih sederhana dan menarik. Sehubungan dengan hal tersebut, ditetapkan bahwa model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction adalah salah satu model pembelajaran yang sesuai karena menurut Elaine (dalam Rusman, 2013:187) metode ini adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkan dengan dunia nyata. Guru merupakan ujung tombak keberhasilan kegiatan pembelajaran di sekolah karena terlibat langsung dalam perencanaan serta proses pembelajaran
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) hingga penilaian tingkat kemampuan anak. Sehingga guru tidak diperbolehkan untuk membuat suatu perencanaan yang hanya sekedar jadi, namun mampu dipertanggungjawabkan. Contohnya pada kejadian di TK Ganesha Denpasar, pengembangan kemampuan anak dalam bidang pengetahuan umum dan sains masih sangat minim serta anak terlihat tidak aktif saat menyimak pembelajaran. Oleh karena itu, model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction adalah salah satu model pembelajaran yang efisien digunakan dan bukan merupakan konsep baru. Terkait dengan pendapat dari beberapa ahli, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kontekstual dapat digunakan untuk pendidikan anak usia dini karena peserta didik dapat menghubungkan antara tema yang digunakan guru dengan kehidupan keseharian anak didik. Model pembelajaran kontekstual dapat digunakan untuk pendidikan anak usia dini karena peserta didik dapat menghubungkan antara tema yang digunakan dengan keseharian anak. Menurut Trianto (2010:111) secara garis besar model pembelajaran CTL memiliki langkah-langkah penerapan yang tidak jauh berbeda yang dapat dijabarkan sebagai berikut. a) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara berpikir sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, b) laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik, c) kembangkan sikap ingin tahu anak dengan bertanya, d) ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok), e) hadirkan model sebagai contoh pembelajaran, f) lakukan refleksi di akhir pertemuan, g) lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Sejalan dengan permasalahan serta komponen model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction menurut Trianto (2010:111), dapat dipaparkan penerapan komponen model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction berbantuan media flanel edukatif yang telah disesuaikan dengan
kondisi di TK Ganesha yang dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Konstruktivisme Komponen ini pada dasarnya menekankan pengetahuan dibangun sendiri oleh anak sehingga kurangnya keaktifan anak di kelas dapat dengan mudah di nilai dengan cara mengamati kegiatan belajar anak baik di kelas maupun di luar kelas. Adapun tahapantahapan yang dilakukan saat penelitian untuk membangun keaktifan anak dalam membangun kemampuan kognitifnya dalam bidang pengetahuan umum dan sains yakni: (1) menjadikan pengetahuan anak sebagai bahan pembicaraan. Contohnya anak diberikan pertanyaan seperti benda apa saja yang termasuk dalam alat komunikasi, (2) memberikan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, contohnya seperti meniru membuat bentuk alat komunikasi, (3) memberikan kebebasan anak dalam mengemukakan pendapat baik dengan guru maupun dengan teman satu kelompok, namun dibatasi dengan tidak berbicara dengan kelompok lain, untuk meminimalisir keributan di kelas. Dalam hal ini, penerapan model pembelajaran dapat berubah-ubah mempergunakan berbagai strategi yang bertujuan untuk melancarkan proses pembelajaran agar berjalan dengan efektif dan efisien. b) Inkuiri Pengetahuan dan keterampilan anak di kelas dapat dikembangkan dengan cara melakukan kegiatan yang di desain mengajak anak mengingat suatu pengetahuan sesuai tema. Anak diberikan beberapa pertanyaan mengenai bentuk salah satu alat komunikasi dengan mendeskripsikannya secara sederhana. Kemudian anak secara berkelompok mengumpulkan benda yang termasuk ke dalam alat komunikasi, setelah terkumpul anak akan mengetahui bentuk benda yang berbeda namun memiliki nama yang sama. c) Bertanya Anak usia dini memiliki karakteristik yakni rasa ingin tahu yang tinggi, walaupun pada kenyataannya terdapat beberapa anak yang pemalu namun setelah diperhatikan baik-baik, hampir
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) keseluruhan anak akan merasa tidak puas jika pertanyaan yang ia kemukakan tidak dijawab dengan baik atau tidak sesuai dengan pemikirannya. Dalam tahap ini, perencanaan proses pembelajar harus sangat diperhatikan agar tidak keluar dari tema ataupun sub tema, karena anak sering membicarakan hal-hal yang tidak sesuai dengan materi pembelajaran. Kegiatan bertanya berguna untuk menggali informasi yang diketahui oleh anak, mengecek pemahaman anak akan pengetahuannya sendiri, membangkitkan keaktifan anak, saling berbagi pengetahuan antar anak, memfokuskan pemikiran anak sesuai dengan kehendak guru, membangkitkan rasa ingin tahu siswa dalam bentuk kalimat tanya, dan dapat menyegarkan pengetahuan anak menjadi lebih luas. d) Masyarakat Belajar Dalam tahap ini guru disarankan membentuk kelompok-kelompok belajar sehingga tercipta komunikasi dua arah. Saat penelitian berlangsung, guru kelas sudah membentuk 3 kelompok belajar yakni, kelompok kuning, biru dan hijau. e) Pemodelan Dalam tahap ini guru dan peneliti berfungsi menjadi model dibantu dengan media pembelajaran baik dalam bentuk gambar maupun media flanel edukatif. Pelaksanaan pembelajaran dengan berbantuan gambar, dilakukan dengan menemukan perbedaan dua buah gambar atau mencari kejanggalan pada gambar. Dengan cara itu, anak akan mengetahui ciri-ciri alat komunikasi yang benar. Selain itu, penerapannya dengan mempergunakan media flanel edukatif, dapat dikerjakan dengan metode bercerita mempergunakan papan flanel dan boneka tangan. f) Refleksi Refleksi dilakukan di akhir kegiatan yakni dengan mengingat kembali pembelajaran yang sudah diterima anak dengan cara menunjuk kelompok secara bergantian, yang dapat menjawab benar diperboleh untuk pulang paling pertama dan dibebaskan bermain di luar. g) Penilaian Autentik Penilaian dilakukan secara langsung pada saat kegiatan inti berakhir
dan sebelum beristirahat. Pada kegiatan inti, anak diberikan 3 tugas yang berbeda, kemudian anak diberikan kebebasan untuk mengomentari hasil karya teman satu kelompoknya. Dalam hal ini, anak akan merasa lebih bersemangat dalam membuat tugas karena dibantu oleh teman satu kelompokknya. Setelah itu, guru mengamati apakah penilaian itu benar atau salah. Berdasarkan penerapan ketujuh komponen di atas yang telah dilaksanakan di kelompok B1 TK Ganesha Denpasar didapatkan hasil yakni kemajuan pada perkembangan kemampuan kognitif dalam bidang pengetahuan umum dan sains yang telah meningkat sesuai dengan harapan karena adanya kesesuaian pada rencana pembelajaran, tema, dan media yang digunakan sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Adapun sintaks model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction sesuai dengan rencana kegiatan harian (RKH) kelompok B1 yang dapat dipaparkan sebagai berikut. a) Tahap pertama, setelah melakukan doa, salam, bernyanyi, dan absensi, anak melakukan percakapan dua arah dengan guru. Guru menginformasikan mengenai tema kegiatan hari ini dan memberikan penegasan pentingnya memperhatikan kegiatan sampai kegiatan pembelajaran berakhir, b) Tahap kedua, guru mendemonstrasikan tiga tugas yang akan diberikan pada anak di kegiatan inti, c) Tahap ketiga, guru memberikan tugas yang berbeda pada setiap kelompok, yang bertujuan untuk memfokuskan konsentrasi anak pada satu kelompok saja. Sebelum membagikan tugas, guru merencanakan dan memberikan bimbingan awal pada anak berupa cara membuat tugas dengan baik dan benar, seperti contohnya mewarnai sesuai dengan keadaan aslinya, d) Tahap keempat, guru memeriksa hasil karya anak yang dinilai oleh teman satu kelompoknya dan memberikan arahan untuk mengerjakan tugas sebaik teman satu kelompoknya, e) Tahap kelima, dilakukan pada kegiatan akhir yakni refleksi. Pada tahap ini, anak diberikan kebebasan untuk menyebutkan nama
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) teman yang tugasnya bagus dan kurang bagus, setelah itu anak diajak untuk mengingat tugas yang sudah dikerjakan pada hari itu dan mencobanya lagi di rumah. Dalam melancarkan penerapan suatu pembelajaran diperlukan alat bantu berupa media dan sumber belajar yang sesuai dengan tema di TK. Media dan sumber belajar merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan rencana kegiatan. Media dan sumber belajar di TK adalah peralatan yang dapat mendukung perkembangan anak secara komperhensif meliputi perkembangan nilai agama dan moral, sosial emosional dan kemandirian, bahasa, kognitif, dan fisik. Media pembelajaran di TK sebagian besar terbuat dari bahan-bahan yang umum dilihat seperti barang bekas, kertas berwarna, kertas lipat, dll. Apakah terpikir untuk membuat media dari kain? Pada kenyataannya, kreativitas manusia sungguh tanpa batas, tak terkecuali dalam kerajinan berbahan dasar kain. Bila kemampuan mata memiliki batasan, tidak demikian dengan kemampuan otak. Manusia dilahirkan memiliki karakter serta keterampilan dalam bidang yang berbeda, namun walaupun terkadang orang sulit memunculkan ide kreatifnya namun seperti yang dikemukakan Aristoteles (dalam Kartika, 2013:4) yaitu “keunggulan adalah suatu kebiasaan yang dikerjakan berulang-ulang” maka terus saja kerjakan berulang kali dan kita akan memiliki keahlian dan keunggulan pada bidang yang kita tekuni. Begitu juga dalam membuat media dari kain. Dalam pembuatan media pembelajaran, guru yang tidak memiliki keahlian dalam menjahit tidak perlu khawatir dalam membuat media, karena saat ini terdapat salah satu jenis kain yang sangat mudah untuk di sulap menjadi media pendidikan yang menarik dan tentunya ekonomis yaitu kain flanel atau bisa juga disebut kain felt. Beberapa orang masih asing mendengar jenis kain satu ini. terlebih orang-orang yang tidak begitu menguasai dunia kerajinan tangan. Sebenarnya kain felt ini lebih akrab dikenal dengan
sebutan kain flanel. Felt adalah jenis kain yang dibuat dari bahan dasar serat wol, tanpa ditenun. Kain ini digunakan untuk membuat aneka bentuk kreasi menarik. Kain flanel dipandang sebagai jenis kain tertua dalam sejarah manusia. Di asia tengah, kaum nomaden yang hidupnya berpindah-pindah menggunakan kain felt untuk permadani, tenda atau pakaian. Di negara-negara eropa, kain felt digunakan untuk beragam karya tekstil dan kerajinan. Berdasarkan bukti tersebut, dapat dikatakan kain flanel adalah salah satu bahan dasar yang memiliki banyak keunggulan. Menurut pendapat di atas, kain flanel adalah salah satu kerajinan tangan yang jelas aman untuk dijadikan bahan dasar pembuatan media karena terbuat dari serat wol tanpa di tenun. “Kerajinan adalah salah satu karya seni yang dihasilkan manusia. Manusia bisa menikmati nilai keindahan dalam karya kerajinan dengan melihat dari aspek bentuk, warna, ragam hias dan fungsinya”. (Kartika. 2013:1) Manusia menyukai kerajinan karena mengandung nilai keindahan yang menjadi perwakilan pengungkapan kepuasan bathin yang terkadang tidak dapat diekspresikan melalui kata-kata. Ada empat hal yang bisa diikuti untuk memilih mainan edukatif agar pemanfaatannya efektif bagi perkembangan anak yakni sesuai usia, minat dan kebutuhan, dapat merangsang perkembangan anak dan aman. Beberapa macam media flanel edukatif yang mudah dibuat sendiri dan sesuai dengan tema pembelajaran di TK, yakni: media kubus bergambar, bola pelangi, buku, boneka jari, boneka tangan dan papan flanel. Kognisi mencakup aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu (Singgih dalam Dewi, 2005:11) Dengan demikian, kognisi adalah fungsi mental yang meliputi persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah. Perwujudan fungsi kognitif dapat di lihat dari kemampuan anak dalam menggunakan bahasa dan menyelesaikan soal angka-angka (Vieman dalam Dewi, 2005). Departemen Pendidikan Nasional (dalam Dewi, 2005) menjelaskan kemampuan kognitif adalah
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) kemampuan berpikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat. Dalam penerapan di dalam sebuah skema, perkembangan bahasa dikatakan berkaitan dengan cara berpikir seseorang. Seperti dikatakan oleh Piaget (dalam Huda, 2013:42) yang berfokus pada bagaimana perkembangan bahasa berpengaruh terhadap proses berpkir. Teorinya menekankan pada kedewasaan dan perkembangan kognitif berdasarkan tahapan usia. Prinsip dasar pada teorinya adalah bahwa anak-anak mengkonstruksi pemahamannya sendiri. Pengetahuan bukanlah salinan dan realitas. Untuk itulah seorang anak melalui asimilasi dan akomodasi mengembangkan struktur pengetahuannya agar bernilai-guna. Hal ini terjadi ketika anak memiliki pengalaman sendiri dan menafsirkannya berdasarkan struktur pengetahuan yang sudah terbangun sebelumnya, yang dengan demikian berkaitan dengan perspektif Dewey dan Korb. Akan tetapi perspektif Piaget berbeda dalam hal bahwa yang ia sebut pengetahuan adalah sesuatu yang ada sebelumnya, yakni pengetahuan yang diperoleh pada tahap pertama perkembangan sebelum pindah pada tahap selanjutnya. Menurut Piaget (dalam Huda, 2013:42), seorang anak akan mencari keseimbangan antara struktur pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan pengetahuan baru yang diperoleh melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi muncul ketika ada kesan baru yang ternyata sesuai dengan skema kognitif yang telah dimiliki seorang anak. Sementara itu akomodasi muncul ketika anak mengubah skema kognitif yang dimilikinya, sehingga pembelajaran meningkat ke level yang lebih tinggi. Dengan demikian, pembelajaran baru mucul ketika seorang bisa mengembangkan pola pikirnya dengan mengadaptasi sesuatu yang baru dan menyesuaikan sesuatu yang lama. Guru yang mengikuti model ini akan membuat rencana pembelajaran yang dianggap sesuai dengan usia. Hal ini dilakukan dengan cara memastikan bahwa tugas-tugas dan materi pelajaran sudah sesuai dengan level kognitif sesuai umur anak. Guru memberikan tugas
dengan asumsi bahwa siswa harus menguasai skill-skill kognitif level rendah sebelum benar-benar mengakses dan menggunakan skill-skill kognitif level tinggi. Anak usia dini belum mampu berpikir secara kompleks, untuk itulah guru harus benar-benar mengenali hasil yang mungkin dan tidak mungkin dicapai oleh siswa, tanpa perlu menguji apakah siswa memiliki skill level tinggi atau tidak. Para guru pendidikan anak usia dini haruslah fokus pada tugas-tugas seperti klasifikasi pemahaman terhadap waktu dan angka-angka. Mereka tidak boleh menugaskan eksperimentasi dan pembentukan hipotesis karena skill anak usia dini diyakini belum mencapai tingkatan semacam itu, jadi guru harus menguasai kelas, perpindahan mendadak dari tugas level rendah ke level tinggi hanya akan menyebabkan pembelajaran menjadi tidak efektif. Pada dasarnya anak belajar dengan mengeksplorasi lingkungannya dan mereka akan benar-benar belajar jika diberi kesempatan untuk memanipulasi lingkungannya tersebut. Akan tetapi proses interaksi-interaksi semacam ini bisa jadi beragam sesuai umur dan level perkembangan kognitif. Semakin mampu seseorang mengembangkan kemampuan kognitifnya, maka akan semakin kaya dan semakin kompleks pemahaman yang dimiliki. Untuk itulah, pemerolehan skillskill kognitif seharusnya direncanakan berdasarkan kelas atau level kognitif anak. Menurut Rosmala (2005:12) “Kemampuan kognitif anak TK bersifat egosentris artinya cara pandang menurut dirinya sendiri, belum mampu mengambil perspektif orang lain. Dalam hal ini guru perlu mendukung pemikiran serta hasil karya anak”. Dengan kata lain guru harus selalu membernarkan hasil karya anak. Dengan demikian, akan memberikan kesempatan setiap anak untuk bebas berkreasi dengan kemampuan imajinasinya. Pengembangan kemampuan kognitif bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) untuk mengembangakan kemampuan logika matematikanya dan pengetahuan akan ruang dan waktu, mengembangkan kemampuan memilah-milah dan mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir teliti. (Masitoh, 2007:1.19) Intelegensi termasuk ke dalam perkembangan kognitif, menurut David Wechsler (dalam Indriyani, 2008:62) intelegensi adalah kemampuan untukbertindak secara terarah, berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungan secara efektif. Secara ringkas, Yusuf (dalam Masitoh, dkk, 2007:2.14) mengemukakan perkembangan kognitif anak masa pra sekolah sebagai berikut. (a) Mampu berpikir dengan menggunakan simbol, (b) Berpikirnya masih dibatasi oleh persepsi. Mereka meyakini apa yang dilihatnya dan hanya berfokus pada satu dimensi terhadap satu objek dalam waktu yang sama. Cara berpikirnya masih memusat. (c) Cara berpikir masih kaku. Cara berpikirnya berfokus pada keadaan awal atau akhir suatu tranformasi, bukan kepada transformasi itu sendiri. (d) Anak sudah mulai mengerti dasar-dasar mengelompokkan sesuatu atas dasar satu dimensi, seperti atas kesamaan warna, bentuk dan ukuran. Adapun indikator-indikator perkembangan kemampuan kognitif pengetahuan umum dan sains yang sesuai digunakan untuk perencanaan pembelajaran dengan media flanel edukatif, yaitu: (a) menunjuk dan mencari sebanyak-banyaknya benda berdasarkan fungsi, (b) menyebutkan dan menceritakan perbedaan dua benda, (c) mengungkapkan sebab akibat. Misal: mengapa sakit gigi? Mengapa lapar, dll, (d) mengerjakan maze (mencari jejak) yang lebih kompleks (3-4 jalan), (e) menyusun kepingan puzzle menjadi bentuk utuh (lebih dari 8 kepingan), (f) menunjukkan kejanggalan suatu gambar. Berdasarkan indikator-indikator tersebut, pengembangan kemampuan kognitif dalam bidang pengetahuan umum dan sains tidak hanya diberikan pada anak tingkat SD ke atas, namun sejalan dengan pendapat Gibasa Learning Society (2012:5) bahwa “bukan
suatu hal yang aneh jika IPA mulai dipelajari dan diterapkan dari usia dini”. Sains atau IPA merupakan pelajaran yang erat kaitannya dengan perkembangan zaman. Seiring berjalannya waktu, pelajaran sains atau IPA menjadi titik pusat perhatian dunia Berdasakan beberapa pendapat yang berkaitan dengan perkembangan kognitif dalam bidang pengetahuan umum dan sains sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif pengetahuan umum dan sains adalah salah satu aspek perkembangan anak usia dini yang berfokus pada meningkatkan perkembangan otak anak dalam bidang atau lingkup pengetahuan umum dan sains. Terkait dengan permasalahan serta pembahasan tersebut, pada kesempatan kali ini di dapat suatu langkah untuk meminimalisir permasalahan yakni dengan menerapkan model pembelajaran kotekstual tipe explicit instruction berbantuan media flanel edukatif untuk meningkatkan aspek kognitif dalam bidang pengetahuan umum dan sains anak kelompok B1 semester genap TK Ganesha Denpasar tahun ajaran 2013/2014 yang akan membantu anakanak memahami konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan pengalaman sehari-hari. METODE Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK) karena penelitian ini bersifat praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki pelajaran di kelas. Menurut Agung (dalam Seminar, 2012:38) menyatakan PTK sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan realisasi pembelajaran di kelas secara lebih profesional. PTK merupakan penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan di dalam kelas untuk memecahkan permasalahan yang ada dengan melakukan beberapa tindakan yaitu dengan mendesain pembelajaran untuk memperbaharui proses belajar mengajar yang dulu menjadi pembelajaran yang lebih baik yang bertujuan untuk memperbaiki dan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) meningkatkan pembelajaran anak kelompok B1. Tempat pelaksanaan penelitian ini di kelompok B1 TK Ganesha, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 2014 sampai dengan tanggal 27 Maret 2014 Penelitian ini dilakukan sebanyak dua siklus dikarenakan pada siklus pertama perkembangan kognitif anak kelompok B1 terlihat masih belum cukup berkembang serta penerapan model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction berbantuan media flanel edukatif masih belum maksimal. Oleh karena itu, diputuskan untuk melanjutkan ke siklus ke-II. Pada siklus ini dilakukan beberapa variasi kegiatan yang berbeda dari rencana kegiatan siklus pertama, namun dengan mempergunakan media flanel edukatif yang sama. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dan metode observasi. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi dan pedoman wawancara. Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, maka dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis statistik deskriptif kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Data kemampuan kognitif dalam bidang pengetahuan umum dan sains yang diperoleh anak disajikan dalam bentuk tabel distribusi, menghitung mean (M), median (Md), modus (Mo), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model PAP skala lima. Nilai rata-rata yang didapat pada siklus I sebesar 55,73. Untuk menentukan tingkat kognitif anak dalam bidang pengetahuan umum dan sains dapat dihitung dengan membandingkan rata-rata persen (M%) dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima sebesar 55,73% yang berada pada kriteria sangat rendah. Selanjutnya nilai rata-rata yang didapat pada siklus II sebesar 81,3. Untuk menentukan keaktifan dan tingkat kognitif anak dapat dihitung dengan membandingkan rata-rata persen (M%) dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan
(PAP) skala lima sebesar 81,3% yang berada pada kriteria tinggi. Berdasarkan penyajian hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa “terdapat peningkatan kemampuan kognitif dalam bidang pengetahuan umum dan sains anak kelompok B semester genap TK Ganesha Denpasar setelah diterapkan model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction sebesar 25,57%. Hal ini dapat dilihat dari analisis mengenai kognitif anak dapat diuraikan sebagai berikut. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif diperoleh rata-rata persentase kemampuan kognitif anak kelompok B semester II di TK Ganesha Denpasar pada siklus I sebesar 55,73% dan ratarata persentase kemampuan kognitif pada anak kelompok B semester II di TK Ganesha Denpasar pada siklus II sebesar 81,3%, ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata persentase sebesar 25,57% dengan kategori sangat mampu. Peningkatan ini mencerminkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction dalam proses kegiatan pembelajaran perlu dilanjutkan dalam pembelajaran selanjutnya. Penerapan model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction dilakukan dalam beberapa tahap atau sintaks. Dalam penerapan model pembelajaran kontekstual ini anak akan mengenal banyak hal secara berkelompok dan dapat meningkatkan rasa solidaritas antar teman. Keberhasilan penelitian ini disesuaikan dengan kajian-kajian teori yang mendukung dalam pelaksanaan model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction berbantuan media flanel edukatif yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak kelompok B1 di TK Ganesha Denpasar. Dalam menerapkan pembelajaran kontekstual dengan berbantuan media flanel edukatif diperlukan beberapa tahap atau komponen yakni konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Ketujuh komponen tersebut dilakukan secara bertahap dan dilakukan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) secara berkelompok. Selain itu, ketujuh komponen di atas membantu observer untuk memberikan penilaian pada setiap anak. Penerapan model ini direalisasikan dengan bantuan beberapa macam media flanel edukatif, yaitu yang paling sering digunakan adalah media kubus bergambar dan papan flanel. Media ini berupa media visual dan dapat merangsang otak atau kognitif anak dalam bidang pengetahuan umum dan sains. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction berbantuan media flanel edukatif dapat meningkatkan kognitif anak kelompok B TK Ganesha Denpasar. Oleh karena itu, model pembelajaran kontekstual berbantuan media flanel edukatif sangat perlu dilakukan secara intensif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak.
pembelajaran yang disesuaikan dengan tema pembelajaran, sehingga anak lebih tertarik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan suasana pembelajaran akan menyenangkan. Mencoba hal-hal baru dengan mempergunakan bahan yang mudah didapat serta ekonomis. Kepada peneliti lain hendaknya dapat melaksanakan PTK dengan berbagai model dan media pembelajaran lain yang belum sepenuhnya dapat terjangkau dalam penelitian ini, dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembanding dalam melakukan suatu penelitian berikutnya. DAFTAR RUJUKAN Diantari, Paramitha. 2012. Penerapan Model CTL dalam Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V di SD Pemecutan Denpasar Barat. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Undiksha Hasan,
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil perbaikan pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction berbantuan media flanel edukatif dapat meningkatkan kognitif anak kelompok B TK Ganesha Denpasar. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan rata-rata persentase (M%) dalam penerapan model pembelajaran kontekstual tipe explicit instruction berbantuan media flanel edukatif yang terlihat pada rata-rata persentase siklus II Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran siklus I, dapat diketahui pencapaian kemampuan kognitif sebesar 55,73% menjadi sebesar 81,03% pada siklus II yang berada pada kategori tinggi. Berdasarkan simpulan tersebut adapun saran yang ingin peneliti sampaikan yaitu kepada kepala sekolah untuk merekomendasikan model pembelajaran ini kepada para guru untuk meningkatkan kognitif anak. Kepada guru, disarankan lebih kreatif, inovatif dan aktif dalam menyiapkan media pembelajaran dan memilih model
Maimunah. 2009. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Jogjakarta: Diva Press
Indriyani, Widian Nur. 2008. Panduan Praktis Mendidik Anak Cerdas Intelektual dan Emosional. Yogyakarta: Logung Pustaka Kartika, Domenica Roes Koen. 2013. Berkreasi dengan Kain Felt Pemula Menjadi Mahir, yang Mahir Menjadi Semakin Kreatif. Solo: Arcita Masitoh,
dkk. 2007. Pembelajaran. Universitas Terbuka
Strategi Jakarta:
Society,
Gibasa Learning. 2012. Membuat Anak Gemar dan Pintar IPA. Jakarta: Visi Media
Trianto.
2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep Landasan dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group