e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXPLICIT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK TK KELOMPOK B Ni Kadek Purnanti1, Ni Nyoman Ganing2, Ni Wayan Suniasih3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan perkembangan motorik halus setelah diterapkannya model pembelajaran explicit instruction melalui kegiatan kolase pada anak kelompok B semester II di TK Negeri Pembina Badung tahun pelajaran 2013/2014. Rancangan penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 20 orang anak TK kelompok B yang terdiri dari 9 orang anak perempuan dan 11 orang anak laki-laki. Data penelitian tentang perkembangan motorik halus anak dikumpulkan menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan instrumen berupa lembar observasi dan lembar wawancara atau percakapan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kualitatif serta metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan perkembangan motorik halus anak dengan diterapkannya model pembelajaran explicit instruction melalui kegiatan kolase pada penelitian siklus I mencapai 64,1 % yang berada pada kategori cukup ternyata mengalami peningkatan pada penelitian siklus II menjadi 91,95 % yang berada pada kategori sangat tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran explicit instruction melalui kegiatan kolase dapat meningkatkan perkembangan motorik halus pada anak kelompok B semester II TK Negeri Pembina Badung Tahun Pelajaran 2013/2014.
Kata-kata kunci :
model pembelajaran explicit instruction, kolase, perkembangan motorik halus.
Abstract This research aims to know the increased fine motor development after implementing the learning model of explicit instruction through a collage of group B second semester of children in TK Negeri Pembina Badung academic year 2013/2014 . Lesson plan this research is research that is implemented in the class action 2 cycles. The subject of this study is 20 childrens TK group B consisting of 9 daughters and 11 boys. Research data about soft motorict development of children is collected using the methods of observation and interview method with the instrument of observation sheets and sheets of interview or conversation. This research data were analyzed with descriptive statistics analysis method used and the methods of analysis as well as qualitative descriptive method quantitative descriptive analysis. Results of the analysis of the data indicates that an increase in fine motor development of children with a learning model applied to explicit instruction through the collage on the research activities of the first cycle achieve 64,1% in the category quite turned out to be increased on the research the second cycle reached 91,95% which is very high on the category. Thus it can be concluded that
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
through the application of the model of explicit learning instruction through collage can improve fine motor development in children group B second semester TK Negeri Pembina Badung lessons year 2013/2014. Key words: explicit instruction learning models, collages, fine motor development.
PENDAHULUAN Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar menjadi manusia yang berguna dan mandiri dalam melakukan sesuatu. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang sesuai potensinya terutama dalam bidang pendidikan. Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensipotensi yang dimilikinya. Orang tua dan guru memiliki tugas untuk dapat menemukan potensi-potensi dan mengembangkan potensi anak dengan syarat adanya penerimaan yang utuh terhadap keadaan anak. Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut, Mutiah (2010:6) menyebutkan bahwa, Anak usia dini merupakan kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik kasar dan motorik halus), kecerdasan (daya pikir dan daya cipta), sosio emosional, bahasa dan komunikasi. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahuntahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulansi terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsanganrangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik
halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosial-emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Stimulasi memang sangat penting diberikan pada anak usia dini sejak baru dilahirkan. Sejalan dengan hal tersebut, Mutiah (2010:5) mengemukakan bahwa, pendidikan bagi anak usia dini sangat penting dilakukan, karena dalam pendidikan tersebut merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian manusia, sehingga peletak dasar budi pekerti luhur, kepandaian, dan keperampilan. Selama tahun-tahun pertama otak bayi berkembang sangat pesat dimana menghasilkan bertriliun-triliun sambungan antar sel. Sambungan antarsel akan semakin kuat apabila diberikan stimulasi (rangsangan) dan semakin sering digunakan. Namun sebaliknya akan melemah bahkan musnah apabila tidak pernah diberikan stimulasi dan tidak boleh digunakan dalam proses kognitif. Hasil penelitian menyebutkan apabila anak jarang disentuh, jarang diberikan rangsangan baik visual, verbal maupun kinestetik maka perkembangan otaknya 20 % sampai 30% lebih kecil dari ukuran normal anak seusianya. Perkembangan intelektual anak usia 4 tahun telah mencapai perkembangan otak sebesar 40% dan pada usia 8 tahun mencapai 50% serta pada usia sekitar 18 tahun perkembangan otaknya sudah mencapai 100 %. Jadi, untuk meningkatkan perkembangan potensi yang dimiliki anak, sentuhan atau stimulasi sangat penting untuk diberikan karena semakin sering anak diberikan stimulasi maka semakin besar anak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Pada sisi lain bahwa proses belajar pada anak usia dini dilalui dengan bermain. Karena bermain bagi anak bukan sekedar bermain, tetapi bermain merupakan sarana dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan makna dan pengalaman dalam kehidupannya. Dalam bermain anak dapat membuat dirinya senang juga akan menambah pengetahuan anak. Pengetahuan yang diperoleh anak melalui bermain yaitu dengan cara melihat, mendengar, meraba dan merasakan dalam setiap kegiatan bermain sehingga hal ini dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki dan membuat neuron-neuron otak menjadi bertambah banyak dan berkualitas sehingga berakibat pada peningkatan kecerdasan anak usia dini. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan yang cukup penting dan bahkan menjadi landasan kuat untuk mewujudkan generasi yang cerdas dan kuat, mengingat bahwa “perkembangan otak anak usia dini (0-6 tahun) mengalami percepatan hingga 80% dari keseluruhan otak orang dewasa dan menunjukan bahwa seluruh potensi dan kecerdasan serta dasar-dasar perilaku seseorang telah mulai terbentuk pada masa ini” (Suyadi, 2010:8). Para ahli menyebut usia dini sebagai usia emas atau golden age. Anak-anak Indonesia tidak hanya mengenal pendidikan saat masuk Sekolah Dasar, tetapi telah lebih dulu dibina di PAUD. Sebagaimana tertulis pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 28 (Santoso, 2007: 2.10) yang menjelaskan bahwa, pendidikan anak usia dini (PAUD) diselenggarakan melalui 3 jalur yaitu: pertama, jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat; kedua, jalur pendidikan non formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat dan ketiga, jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga
atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. PAUD berfungsi membina, menumbuhkan dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2009 bahwa tujuan pendidikan taman kanak-kanak adalah membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi lingkup perkembangan nilai agama dan moral, fisik/motorik, kognitif, bahasa , serta sosial emosional dan kemandirian. Salah satu jalur terselenggaranya PAUD adalah jalur pendidikan non formal. PAUD jalur non formal adalah pendidikan yang melaksanakan program pembelajaran secara fleksibel sebagai upaya pembinaan dan pengembangan anak sejak lahir sampai berusia enam tahun yang dilaksanakan melalui taman penitipan anak, kelompok bermain dan bentuk lain yang sederajat. Penyelenggaraan PAUD non formal memiliki manfaat yang tidak sedikit, salah satunya adalah memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani serta mengembangkan bakat-bakatnya secara optimal. Selain itu juga memberikan bimbingan yang seksama agar anak-anak memiliki sifat-sifat, nilai-nilai dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, usaha untuk mendorong bentuk PAUD non formal terus menerus jadi perhatian kita semua khususnya pemerintah. Selain itu PAUD juga mempersiapkan anak-anak untuk
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) menuju ke jenjang pendidikan yang selanjutnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pendamping kelompok B di TK Negeri Pembina Badung Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung pada hari Senin, 6 Januari 2014 diperoleh beberapa informasi yaitu : 1) jumlah anak kelompok B di TK Negeri Pembina Badung berjumlah 20 orang, 2) ketuntasan kemampuan motorik halus maksimal yaitu mendapatkan (****). Berdasarkan pencatatan dokumen diperoleh beberapa informasi yaitu, 1) jumlah anak kelompok B pada semester ganjil adalah 20 orang, 9 orang di antaranya mendapatkan nilai kurang memuaskan (*), 7 orang anak mendapatkan (**), dan 4 orang anak mendapatkan (***) dalam pengembangan kemampuan motorik halus anak. Pada saat melakukan observasi langsung, proses pembelajaran dalam mengembangkan kemampuan motorik halus anak di TK Negeri Pembina Badung Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung diperoleh beberapa informasi yaitu: 1) pada saat pembelajaran berlangsung pengkondisian kelas kurang kondusif, 2) guru tidak menggunakan media yang sederhana dalam pembelajaran, 3) metode pembelajaran yang digunakan saat pembelajaran kurang tepat sehingga dalam mengembangkan keterampilan motorik halus masih menitikberatkan kepada hasil akhir bukan proses berlangsungnya pemahaman tentang kegiatan, 4) penjelasan guru yang terlalu cepat menyebabkan anak sulit memahaminya. Dampak dari proses belajar tersebut yaitu, hasil belajar dalam mengembangkan kemampuan motorik halus anak kelompok B masih rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut, tampaknya harus ada inovasi baru dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan motorik halus anak. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah model pembelajaran explicit instruction atau pembelajaran langsung. Menurut Arends (dalam Trianto, 2009:41) menyebutkan bahwa model pembelajaran explicit instruction adalah suatu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk
menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah. Selain itu, menurut Aqib (2013:29) mengatakan bahwa, “Model pembelajaran explicit instruction merupakan model pembelajaran secara langsung agar siswa dapat memahami serta benar-benar mengetahui pengetahuan secara menyeluruh dan aktif dalam suatu pembelajaran”. Sedangkan Aunurrahman (2012:169) secara sederhana menyebutkan bahwa “explicit instruction merupakan suatu model pembelajaran dimana kegiatannya terfokus pada aktivitas-aktivitas akademik”. Sehingga dalam proses pembelajarannya kegiatan pembelajaran, guru melakukan kontrol yang ketat dalam kemajuan hasil belajar siswa. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran explicit instruction adalah suatu pembelajaran yang dilakukan secara langsung dengan prosedur yang terstruktur sehingga siswa dapat lebih memahami konsep yang sedang ditanamkan. Model pembelajaran explicit instruction tepat digunakan untuk mengembangankan kemampuan motorik halus anak karena model pembelajaran explicit instruction memiliki manfaat serta tujuan yang tepat dalam pembelajaran yang diberikan kepada anak didik. Menurut Arends (Trianto, 2009:41) menyebutkan bahwa “tujuan model pembelajaran explicit instruction agar siswa dapat memahami serta benar-benar mengetahui pengetahuan secara menyeluruh dan aktif dalam suatu pembelajaran”. Sedangkan Joyce, Well dan Calhoun, (Aunurrahman, 2012: 169) mengatakan bahwa “tujuan utama model pembelajaran explicit instruction adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa”. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan model pembelajaran explicit instruction adalah 1) siswa dapat memahami materi pembelajaran yang sedang berlangsung secara menyeluruh, 2) pembelajaran dapat berjalan secara aktif dan siswa
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) dapat terjun langsung melaksanakan kegiatan dalam pembelajaran. 3) penggunaan waktu dalam pembelajaran berlangsung lebih efesien dan maksimal. Selain tujuan, model pembelajaran explicit instruction juga memiliki manfaat yang menunjang penggunaan model pembelajaran didalam suatu proses belajar mengajar. Manfaat model pembelajaran explicit instruction yaitu untuk membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah (Trianto, 2009:41). Secara sederhana, Aunurrahman (2012: 169) menyebutkan bahwa “manfaat model pembelajaran explicit instruction yaitu tercapainya ketuntasan muatan akademik dan keterampilan, meningkatnya motivasi belajar siswa, meningkatnya kemampuan siswa, serta meningkatnya rasa percaya diri siswa”. Dari kedua pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat model pembelajaran explicit instruction sebagai berikut, 1) membantu siswa memperoleh informasi yang bertahap, 2) siswa dapat mempelajari keterampilan dari awal proses pembelajaran, 3) meningkatnya motovasi belajar serta kemampuan akademik siswa, 4) meningkatkan rasa percaya diri siswa. Kesuksesan penerapan suatu model pembelajaran harus didasarkan oleh langkah-langkah penerapannya. Menurut Aqib (2013:29) mengatakan bahwa, langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran explicit instruction yaitu: (1) menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, (2) mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan (3) membimbing pelatihan (4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik (5) memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan. Dengan mengikuti langkah-langkah penerapana model pembelajaran explicit instruction tersebut diharapkan rencana pembelajaran yang telah dirancang dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Setiap model pembelajaran pastilah memiliki ciri-ciri masing-masing. Mengenai ciri-ciri model pembelajaran explicit instruction, Kardi dan Nur (Trianto, 2009:41) mengatakan bahwa, ciri-ciri model pembelajaran
explicit instruction adalah: (1) adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar, (2) sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran, (3) sistem pengelolaan dan lingkukngan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil. Selain itu, untuk mencapai perkembangan yang optimal maka diperlukan penggunaan kegiatan yang tepat dalam meningkatkan perkembangan anak. Dengan demikian guru harus mampu memberikan pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat serta kegiatan yang tepat pula. Dengan penerapan model pembelajaran explicit instruction melalui kegiatan kolase maka pembelajaran akan tercipta suasana yang aktif dan menyenangkan. Pengertian kolase menurut kamus besar Bahasa Indonesia, komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan (kain, kertas, kayu) yang ditempelkan pada permukaan gambar (Depdiknas, 2001,580) (dalam Pamadhi, dan Sukardi, .2008). Pengertian serupa juga diungkapkan oleh Sumanto (2006:95) mengungkapkan bahwa: “kolase adalah kreasi aplikasi yang dibuat dengan menggabungkan teknik melukis (lukisan tangan) dengan menempelkan bahanbahan tertentu”. Dari definisi tersebut dapat diuraikan pengertian kolase, yaitu merupakan karya seni rupa dua dimensi yang menggunakan bahan yang bermacam-macam selama bahan dasar tersebut dapat dipadukan dengan bahan dasar lain yang ditempelkan pada permukaan gambar dan akhirnya dapat menyatu menjadi karya yang utuh. Banyak bahan yang dapat digunakan dalam kegiatan kolase. Bendabenda bekas yang tidak terpakai juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kolase. Menurut Pamadhi dan Sukardi (2008:5.15) mengungkapkan bahwa: “bahan yang dapat digunakan sebagai karya kolase adalah benda apapun yang dapat dipadukan sehingga menjadi sebuah karya seni rupa kolase”. Selain itu, Sumanto (2006:94) menyatakan bahwa, bahan kolase bisa berupa bahan alam, bahan buatan, bahan setengah jadi,
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) bahan jadi, bahan sisa atau bekas dan sebagainya. Misalnya kertas koran, kertas kalender, kertas berwarna, kain perca, benang, kapas, plastik, sendok eskrim, serutan kayu, serutan pensil, kulit batang pisang kering, kerang, elemen elekronik, sedotan minuman, tutup botol dan sebagainya. Bahan kolase dapat dikelompokkan menjadi: (1) bahan-bahan alam (daun, ranting, bunga kering, kerang, batu-batuan), (2) bahan-bahan olahan (plastik, serat sintetis, logam, karet), (3) bahan-bahan bekas (majalah bekas, tutup botol, bungkus permen atau coklat). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkam bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan membuat gambar dengan teknik kolase antara lain: (a) bahan alam (kulit batang pisang kering, daun, ranting dan bunga kering, kerang, batu batuan), (b) bahan olahan (kertas berwarna, kain perca, benang, kapas, plastik sendok es krim, sedotan minuman, logam, karet), (c) bahan bekas (kertas koran, kalender bekas, majalah bekas, tutup botol, bungkus makanan). Sedangkan untuk bahanbahan yang tidak memakan biaya yang dapat dijadikan sebagai bahan membuat gambar dengan teknik kolase antara lain: kertas bekas, daun kering, kulit, kain perca, biji-bijian, bekas potongan kaca, serutan kayu, unsur kelapa, bekas potongan logam, bekas potongan keramik, dan sebagainya. Sesuainya model pembelajaran dengan kegiatan yang tepat, tujuan pembelajaran akan dapat tersampaikan dengan baik dan yang terpenting adalah anak-anak dapat memahami materi yang disampaikan dengan cara model pembelajaran explicit instruction atau pembelajaran langsung dan mempraktikkan langsung sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan yang mereka dapat. Kelebihan model pembelajaran explicit instruction ini adalah anak dapat benar-benar menguasai pengetahuannya serta anak dapat belajar aktif karena terlibat langsung saat proses pembelajaran. Dengan demikian secara perlahan perkembangan motorik halus anak akan meningkat dengan adanya rangsangan praktik kegiatan yang mereka lakukan dalam kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan teknik kolase. Kegiatan kolase dipilih karena kegiatan kolase kaya akan unsur pendidikan komplit bagi perkembangan otak anak, diantaranya bermain dan berkreasi, warna dan yang terpenting yaitu melatih kemampuan motorik halus siswa. Manfaat kolase dapat dirasakan sekali untuk membantu kemampuan motorik halus anak karena dalam kegiatan ini anak dapat melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan perkembangan motorik halus anak seperti menggunting, menempel, menggambar bebas, membuat bentuk dan memainkan warna. Suyadi (2010: 69) menyatakah “ Perkembangan motorik halus adalah meningkatnya pengoordinasian gerak tubuh yang melibatkan otot dan syaraf yang jauh lebih kecil atau detail”. Dengan demikian, keterampilan motorik halus adalah kemampuan mengkoordinasi gerakan otot kecil dari anggota tubuh. Keterampilan motorik halus terutama melibatkan jari tangan, dan biasanya dengan koordinasi mata. Berdasarkan uraian tersebut, dipandang perlu untuk membuktikan secara empirik melalui suatu penelitian tentang seberapa besar model pembelajaran explicit instruction melalui kegiatan kolase dapat berperan dalam meningkatkan perkembangan motorik halus anak. Untuk itulah pada kesempatan ini dirancang sebuah penelitian tindakan kelas yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Explicit Instruction Melalui Kegiatan Kolase Untuk Meningkatkan Perkembangan Motorik Halus Anak Kelompok B Semester II di TK Negeri Pembina Badung Tahun Pelajaran 2013/2014”. METODE Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Tempat pelaksanaan penelitian ini pada kelompok B di TK Negeri Pembina Badung, Kecamatan Mengwi, Kabupaten BadungPenelitian ini dilaksanakan sebanyak 2 siklus, yang setiap siklusnya terdiri atas (1) rencana tindakan, (2) pelaksanaan, (3) evaluasi/observasi (4) refleksi. Adapun rancangan dari penelitian tindakan kelas ini adalah:
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) dengan menggunakan analisis statistik deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Perenca -naan Refleksi
Siklus I
Pelaksa naan
Pengamatan Perenca -naan Refleksi
Siklus II
Pelaksa naan
Pengam atan Siklus ke N Gambar 1. Rancangan penelitian tidakan kelas (Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi, 2009:16). Variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu model pembelajaran explicit instruction melalui kegiatan kolase sedangkan variabel terikat adalah perkembangan motorik halus. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan metode wawancara. Menurut Agung (2012: 61) menyebutkan, “metode observasi adalah suatu cara memperoleh data dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang sesuatu objek tertentu”. Sedangkan metode wawancara menurut Agung (2012: 62), mengatakan bahwa suatu metode pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab yang sistematis, dan hasil tanya jawab ini dicatat atau direkam secara cermat”. Dalam penelitian ini digunakan instrumen pengumpulan data yaitu lembar observasi dan lembar wawancara. Setelah semua data penelitian terkumpul, kemudian dilanjutkan dengan menganalisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN Data perkembangan motorik halus anak pada penelitian siklus I disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, menghitung mean (M), median (Md), modus (Mo), membuat grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Dari perhitungan hasil data penelitian pada siklus I diperoleh Mean atau nilai rata-rata = 64,1, median = 62,34, dan modus sebesar 60,3. Untuk menentukan tingkat perkembangan motorik halus pada anak kelompok B dapat dihitung dengan membandingkan rata-rata persen (M%) dengan kriteria PAP skala lima sebesar 64,1% yang berada pada kriteria cukup atau sedang. Dari hasil perhitungan pada penelitian siklus I dapat digambarkan kedalam grafik polygon sebagai berikut.
8 7 6 5 4 3 2 1 0 57,5
61,5
65,5
69,5
73,5
x
Me =60,3
M = 64,1
Mo =62,34 Gambar 2. Grafik tentang perkembangan motorik halus anak TK Negeri Pembina Badung pada penelitian siklus I.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Berdasarkan perhitungan dan grafik polygon dapat terlihat M > Me > Mo (64,1> 62,34 > 60,3), sehingga dapat disimpulkan sebaran data-data perkembangan motorik halus anak pada penelitian siklus I merupakan kurve juling positif. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa skor perkembangan motorik halus anak kelompok B TK Negeri Pembina Badung semester II tahun pelajaran 2013/2014, masih cukup atau sedang. Sejalan dengan siklus I kemudian dilanjutkan pada penelitian siklus II yang diperoleh hasil perhitungan Mean atau nilai rata-rata = 91,95, median = 93,5, dan modus sebesar 95,1. Untuk menentukan tingkat perkembangan motorik halus pada anak kelompok B dapat dihitung dengan membandingkan rata-rata persen (M%) dengan kriteria PAP skala lima sebesar 91,95% yang berada pada kriteria sangat tinggi. Dari hasil perhitungan pada penelitian siklus I dapat digambarkan kedalam grafik polygon sebagai berikut.
f 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 82,5
86,5
90,5
94,5
98,5
x
M = 91,95
Mo = 95,1
Me = 93,5 Gambar 3. Grafik tentang perkembangan motorik halus anak TK Negeri Pembina Badung pada penelitian siklus II.
Berdasarkan perhitungan dan grafik polygon dapat terlihat M < Me < Mo (91,95 > 93,5 > 95,1), sehingga dapat disimpulkan sebaran data-data perkembangan motorik halus anak pada penelitian siklus II merupakan kurve juling negatif. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa skor perkembangan motorik halus anak kelompok B TK Negeri Pembina Badung semester II tahun pelajaran 2013/2014, cenderung tinggi. Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, memberikan gambaran bahwa dengan penerapan model pembelajaran explicit instruction melalui kegiatan kolase ternyata dapat meningkatkan perkembangan motorik halus anak. Hal ini dapat dilihat dari analisis perkembangan motorik halus anak yang diuraikan sebagai berikut. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisi kuantitatif serta kualitatif diperoleh rata-rata persentase perkembangan motorik halus anak kelompok B semester II di TK Negeri Pembina Badung pada siklus I sebesar 64,1 % dan rata-rata persentase perkembangan motorik halus anak kelompok B TK Negeri Pembina Badung pada penelitian siklus II sebesar 91,95%. Hal ini menunjukan bahwa adanya peningkatan rata-rata persentase perkembangan motorik halus anak dari siklus I ke siklus II sebesar 27,85 % dan berada pada kategori sangat tinggi. Peningkatan ini mencerminkan bahwa penerapan model pembelajaran explicit instruction perlu diterapkan kembali dalam kegiatan pembelajaran yang selanjutnya. Penerapan model pembelajaran explicit instruction dilaksanakan dalam proses kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan perkembangan motorik halus anak. Dengan melalui kegiatan kolase akan memberikan suatu pengalaman dalam anak melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dengan model explicit instruction atau pembelajaran langsung anak dapat berkreasi serta dapat mencoba langsung kegiatan yang diberikan oleh guru sehingga anak dapat menjadi kreatif dan mandiri dalam mengerjakan kegiatan tersebut. Anak
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) mendapatkan pengetahuannya secara langsung, lebih paham terhadap suatu hal yang sedang dikerjakan dan anak menjadi lebih aktif dalam melakukan kegiatan. Penerapan model pembelajaran explicit instruction dalam penelitian ini didukung dengan menggunakan kegiatan kolase yang dapat menarik minat anak dalam mengerjakan suatu kegiatan. Kegiatan kolase yang menekankan pada kegiatan merekat atau menempel dahanbahan pada suatu permukaan gambar sehingga menjadi suatu bentuk yang diinginkan. Dalam kegiatan ini, anak akan mengerjakannya secara langsung dan selangkah demi selangkah serta berurutan sesuai dengan prosedur yang diberikan oleh guru. Dengan demikian, anak akan memahami konsep yang akan ditanamkan pada kegiatan tersebut, anak akan lebih paham dengan kegiatan yang mereka sedang lakukan sehingga, anak akan menjadi lebih aktif serta kreatif dan terjadi peningkatan pada perkembangan motorik halus anak. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran explicit instruction melalui kegiatan kolase dapat meningkatkan perkembangan motorik halus anak kelompok B semester II TK Negeri Pembina Badung. Dengan demikian, model pembelajaran explicit instruction sangat perlu dilakukan secara efektif dan berkesinambungan. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran explicit instruction melalui kegiatan kolase dapat meningkatkan perkembangan motorik halus anak kelompok B semester II TK Negeri Pembina Badung Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan perkembangan motorik halus anak dari siklus I ke siklus II. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I dapat diketahui perkembangan motorik halus anak sebesar 64,1% dan menjadi sebesar 91,95% pada siklus II yang berada pada kategori sangat tinggi. Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dikemukakan
beberapa saran yaitu kepada kepala sekolah, dalam mengambil kebijakan diharapkan agar menggunakan model pembelajaran explicit instruction sebagai alternatif dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan perkembangan motorik halus anak. Kepada guru, disarankan agar dapat lebih kreatif dan aktif dalam memilih model-model pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran serta dapat menerapkan model pembelajaran explicit instruction dalam kegiatan mengajar dikelas karena model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan perkembangan motorik halus anak. Kepada peneliti lain, yang melaksanakan kegiatan PTK dan memiliki permasalahan yang sama dengan peneliti lain, hendaknya dapat menggunakan penelitian ini sebagai bahan perbandingan dalam melaksanakan penelitian yang dijalankan.
DAFTAR PUSTAKA
Agung.
2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Undiksha Singaraja.
Aqib, Zainal.2013. Model-model, Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif).Bandung: Yrama Widya. Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran.Bandung: Alfabeta. Menteri Pendidikan Nasional. 2009.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta.Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini. Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Pamadhi, Hajar dan Evad.2008. Seni Anak .Jakarta Terbuka.
Sukardi S, Keterampilan :Universitas
Santoso, Soegeng. 2007. Dasar-Dasar Pendidikan TK. Edisi -1. Cetakan Keenam. Jakarta: Universitas Terbuka Sumanto. 2006. Pengembagan Kreativitas Seni Rupa Anak TK. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. Suyadi. 2010. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta: Pedagogia. Trianto.
2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grou