PENERAPAN BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK YANG BERBADAN HUKUM PERSEORAN TERBATAS
TESIS
Oleh
RUDI DOGAR HARAHAP 067005078/HK
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
PENERAPAN BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK YANG BERBADAN HUKUM PERSEORAN TERBATAS
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Dalam Program Studi Ilmu pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
RUDI DOGAR HARAHAP 067005078/HK
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: PENERAPAN BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK YANG BERBADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS : Rudi Dogar Harahap : 0607005078 : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Prof. Dr. Nungrum N. Sirait, SH, MLL) Anggota
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)
(Dr.Unarmi, SH, M.Hum) Anggota
(Prof. Dr. T.Chairun Nisa B., MSc)
Lulus Tanggal : 04 Agustus 2008
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Telah diuji pada Tanggal 04 Agustus 2008
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota
: 1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH : 2. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI 3. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum 4. Dr.T. Keizerina Devi A, SH, CN, M. Hum 5. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
ABSTRAK Peranan perbankan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian. Namun jika dilihat kecenderungan Bank yang sengat kekat dalam menyalurkan kredit pada akhir-akhir ini sangat tidak kondusif untuk mendorong perekonomian Indonesia. Salah satu penyebab keadaan ini adalah terjadinya ketakutan di kalangan Bankir khususnya Bankir Bank-bank milik Pemerintah didalam menjalankan tugasnya. Padahal bisnis bank sangat rentan terhada resiko. Untuk mengatasi hal ini di perlukan suatu payung hukum yang dapat memberikan kelegaan kepada para Bankir terutama yang menduduki posisi Direksi. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan salah satu jalan keluar yang telah memberikan perlindungan hukum kepada para Direksi Perseroan Terbatas karena telah mengakomodasi prinsip business judgement rule. Ada tiga masalah yang dianalisis menyangkut penerapan business judgement rule yaitu : Bagaimana pengelolaan Bank dikaitkan dengan manajemen resiko dan bagaimana batasan penerapan business judgement rule dalam pengelolaan Perseroan Terbatas oleh Direksi serta bagaimana penerapan prinsip-prinsip business judgement rule dalam pertanggung jawaban Direktur Bank. Untuk menjawab permasalahan teresbut dilakukan penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan mensistematiskan hasil penelitian terhadap ketentuan-ketentuan serta best practice yang berlaku di industri perbankan, kemudian menginterpretasikannya ke dalam prinsip business judgement rule. Mengingat bahwa penulisan tesis ini bersifat yuridis normatif maka pengumpulan data akan dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan untuk mendapat bahan berupa perundang-undangan, Peraturan Bank Indonesia, karya ilmiah, putusan pengadilan, dan bahan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : pertama; Bank memiliki 8 (delapan) resiko yang harus dikelola oleh Direksi agar Bank tidak menderita kerugian yang dapat mengerus modal. Kedua, prinsip business judgement rule hanya dapat digunakan sebagai pembelaan Direksi bile melanggar standar fudiciary duty, judgement rule diterapkan di industri perbankan dengan mengacu pada peraturan yang terkait dengan bank, best practice yang berlaku di industri perbankan serta prinsip kehati-hatian. Agar pelaksanaan prinsip ini berjalan sesuai dengan maksudnya maka disarankan: pertama, agar setiap masalah yang menyangkut produk perbankan jika akan diperiksa oleh aparat hukum harus mendapat izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebagai otoritas di industri perbankan di Indonesia. Kedua, Bank Indonesia hendaknya melakukan sosialisasi kepada pihakpihak terkait seperti bankir, pengusaha, jaksa, polisi dan hakim tentang resiko bisnis bank dan kaitannya dengan prinsip-prinsip business judgement rule yang ada pada Undang-undang Perseroan Terbatas agar terjadi pemahaman yang proporsional terhadap bisnis Bank. Kata kunci : Business judgement rule, Perseroan Terbatas.
pertanggung jawaban, Direksi, Bank,
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
ABSTRACT Role of banking is seriously needed to improved the economy. But the tendency of the banks to distribute credit has made them inappropriate to enhance to the economy of Indonesia. One of the causal factors which intiate this condition is that the bankers especially those belong to the state – owned banks have fear in doing their duties even though the bank business itself is very risky. To overcome this phenomenon, a legal protection that can give the feeling of security to the bankers especially those in the position of Director is neede. Law No.40/2007 on Limited Liability Company that has accomodated the prinsiple of business judgement rule is one of the solution that provide the Directors of Limited Liability Company with legal protection. There are three problems concerning the application of business judgement rule to analyze such as how banks are managed in its relation to the risk management and to what extent a Director has applied the business judgement rule in managing a Limited Liability Company and how the principles of bui are applied under the responsibility of a Bank Director. This normative juridicial study was conducted to answer the problems mentioned above by collecting the data needed including legislation, regulations of Bank Indonesia, scientific papers/articles, court decisions, and other legal materials related to the object of study through a library research. The result of study was collected, analyzed and systemized to the stipulation and best practice existing in the banking industry and then interpreted into the principle of business judgement rule. Based on the result of this study, it is concluded that : first, bank has 8 (eight) risks to be managed by a Director in order that the bank does not suffer from the loss which can swallow the working capital; second, the principle of business judgement rule can only be used as a protection if the Director does not break the standard of fiduciary duty, the doctrine of ultra vires and the principle of good corporate governance; third, the principle of business judgement rule is applied in baking industry referring to the bank related to precaution. In order that this principle is applied accordingly, it is suggested that : first, legal apparatuses must first get a warrant from Bank Indonesia in its capacity as the authority in the Indoensian banking industry before checking any problem dealing with banking product; and second, Bank Indonesia should socialize the risk of banking business and its relation to the principles of business judgement rule stated in Law No. 40/2007 on Limited Liability Company to the related parties such as bankers, enterprenuers, prosecutors, police officers, and judges in order to establish a proportional understanding about banking business. Key word : Business judgement rule, Responsibility, Director, Bank Limited Liability Company.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Kami menyadari bahwa tesis ini bisa diselesaikan karena banyaknya bantuan dari berbagai pihak, baik yang sifatnya bantuan material maupun moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tulus kepada : 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister; 2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B., M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; 3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof.Bismar Nasution, SH, MH, atas segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada kami selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; 4. Sekretaris
Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara,
Dr.Sunarmi, SH,M.Hum, juga selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Penguji.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
5. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Prof. Dr.Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI selaku Pembimbing dan Penguji. 6. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Dr.Mahmul Siregar, SH.,MLI selaku Anggota Komisi Penguji 7. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Dr.T.Keizerina Devi Azwar,SH.,M.Hum selaku Anggota Komisi Penguji 8. Keluarga yang tercinta, Lili Syahriani (istri), anak-anakku Dian Perdana Putra Harahap, Winda Anggraini Harahap dan Khairul Rizal Harahap atas pengertiannya dan dukungannya selama saya menyelesaikan studi dan menulis tesis ini. 9. Saudari T. Lutfiza Meutia yang banyak membantu melakukan pengeditan dan pengetikan tesis ini 10. Semua pihak yang telah membantu saya selama menyelesaikan studi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Medan, Juli 2008 Penulis,
Rudi Dogar Harahap 067005078/HK
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
I.
II.
DATA DIRI Nama
: RUDI DOGAR HARAHAP
Tempat/Tgl. Lahir
: Medan, 22 Desember 1962
Alamat
: Jl. Rajawali No.52, Medan
Agama
: Islam
PENDIDIKAN FORMAL 1. SD Negeri 65 Medan, Tahun 1969-1974 2. SMP Tunas Kartika Persit KCK PD/BB Medan, Tahun 1975-1977 3. SMA Negeri 2 Medan, Tahun 1978-1981 (perpanjangan waktu 6 bulan) 4. S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Tahun 1981-1987 5. S-2 Master Business of Adminsitrasi, Institut Pengembangan Manajemen Indonesia, Jakarta, Tahun 1990 – 1991 6. S-2 Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tahun 2007-sekarang.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
III.
PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Asset & Liabilities Management, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Jakarta, Tahun 1998. 2. Toefl Course (Kursus Bahasa Inggris), USU dan Bank Sumut, Medan, Tahun 1998. 3. Project Appraisal for Small and Medium Industries Project, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Medan, Tahun 1991 4. Budgeting and Planing Course, Lembaga Pengembangan Perbankan Medan, Tahun 1995 5. Pelatihan Dale Carnegie, Bank Sumut, Medan, Tahun 1995 6. Bank Branch Manager Course, Institut Bankir Indonesia, Medan, Tahun 1995 7. Foreign Exchange (VALAS) Training, Bank EXIM, Medan, Tahun 1996 8. Sekolah Staf dan Pimpinan Bank Angkatan XXXII, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, Tahun 2002 9. Seven Havit Highly Efektif People Training, Dunamis, Jakarta, Tahun 2004 10. Sertifikasi Manajemen Risiko (Eksekutif), Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, Singapore, Tahun 2007 11. Sertifikasi Manajemen Risiko Level III (Reguler), Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, Jakarta, Tahun 2007 12. Berbagai Seminar Lainnya
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
IV.
KELUARGA Istri
: Lili Syahriani
Anak
: 1. Dian Perdana Putra Harahap 2. Winda Anggraini Harahap 3. Khairul Rizal Harahap
V.
RIWAYAT PEKERJAAN 1. Pegawai Bank Sumut, Tahun 1988 2. Kepala Biro Perencanaan Bank Sumut, Tahun 1999 3. Direktur Umum Bank Sumut, Tahun 2000-Juni 2008
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK .............................................................................................................................. i ABSTRACT ............................................................................................................................ ii KATA PENGANTAR............................................................................................................ iii RIWAYAT HIDUP ...............................................................................................................v DAFTAR ISI ..........................................................................................................................viii DAFTAR TABEL .................................................................................................................xii DAFTAR ISTILAH ..............................................................................................................xiii BAB I :
PENDAHULUAN ..............................................................................................1 A. .............................................................................................................. L atar Belakang ...................................................................................................1 B. .............................................................................................................. P ermasalahan .....................................................................................................5 C. .............................................................................................................. T ujuan Penelitian ...............................................................................................6 D. .............................................................................................................. M anfaat Penelitian ..............................................................................................6 E................................................................................................................ K easlian Penelitian .............................................................................................7 F................................................................................................................ K onsep dan Kerangka Teori ..............................................................................8 1........................................................................................................... H ukum dan Kegiatan Ekonomi ....................................................................8 2........................................................................................................... P erseroan Terbatas sebagai Badan Hukum .................................................10 3........................................................................................................... D oktrin-doktrin yang terkait dengan Direksi Perseroan Terbatas ...............13
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
a. .................................................................................................... F iduciary Duty .......................................................................................13 b. .................................................................................................... D octrine of Ultra Vires ..........................................................................19 c. .................................................................................................... D erivative Action ...................................................................................20 d. .................................................................................................... B usiness Judgement Rule ......................................................................26 4........................................................................................................... B ank sebagai Highly Regulated Industry ....................................................28 a. .................................................................................................... K ewajiban Penerapan Manajemen Risiko .............................................31 b. .................................................................................................... K ewajiban Penerapan Good Corporate Governance (GCG) .............................................................................34 c. .................................................................................................... F it and Proper Test ................................................................................37 d. .................................................................................................... P eranan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) ..........................40 G. .............................................................................................................. M etode Penelitian ...............................................................................................44 BAB II : PENGELOLAAN BANK DIKAITKAN DENGAN MANAJEMEN RISIKO .................................................................................................................46 A. ................................................................................................................ K arakteristik bisnis Bank .........................................................................................46 B. ................................................................................................................ K ewajiban mengelola risiko .....................................................................................48 C. ................................................................................................................ J enis risiko Bank dan pengelolaannya ....................................................................50
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1........................................................................................................... R isiko Kredit ................................................................................................50 2........................................................................................................... R isiko Pasar .................................................................................................53 3........................................................................................................... R isiko Likuiditas ..........................................................................................54 4........................................................................................................... R isiko Operasional .......................................................................................55 5........................................................................................................... R isiko Hukum ..............................................................................................57 6........................................................................................................... R isiko Reputasi ............................................................................................57 7........................................................................................................... R isiko Strategik ...........................................................................................58 8........................................................................................................... R isiko Kepatuhan .........................................................................................58 BAB III: PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN TERBATAS OLEH DIREKSI ..................59 A. ................................................................................................................. O rgan Perseroan Terbatas ............................................................................59 1........................................................................................................... R apat Umum Pemegang Saham (RUPS) .....................................................60 2........................................................................................................... D ewan Komisaris .........................................................................................61 3........................................................................................................... D ireksi .........................................................................................................64 a. .................................................................................................... T ugas Direksi .........................................................................................64 b. .................................................................................................... T anggungjawab Pribadi .........................................................................69
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
B. ................................................................................................................. P rinsip fiduciary dalam UUPT ...................................................................71
C. ................................................................................................................. D octrin Ultra Vires dalam UUPT ...............................................................77 1........................................................................................................... P ublic Document Rule .................................................................................79 2........................................................................................................... I ndoor Management Rule ...........................................................................80 D. ................................................................................................................. D eivative Action dalam UUPT ....................................................................82 E. ................................................................................................................. P rinsip Business Judgement Rule dalam UUPT .........................................86
BAB IV : PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI BANK PERSEROAN TERBATAS ......................................................................................................91 A. Kerugian bukan karena kesalahan atau kelalaian Direksi ............................91 1. ....................................................................................................... P engertian kesalahan dan kelalaian .........................................................91 2. ....................................................................................................... U kuran (Bench mark) dari kelalaian dan Kesalahan ................................92 B. Direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehatihatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan ......................................................................................................98 1. ....................................................................................................... M elakukan pengurusan dengan itikad baik ...............................................98
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
a................................................................................................... T ransparansi .......................................................................................99 b................................................................................................... A kuntanbilitas .....................................................................................99 c................................................................................................... R esponsibilitas ....................................................................................99 d................................................................................................... I ndependensi ......................................................................................100 e................................................................................................... F airness ...............................................................................................100 2. ....................................................................................................... M elakukan pengurusan dengan kehati-hatian ...........................................100 3. ....................................................................................................... M elakukan pengurusan sesuai kepentingan, maksud dan tujuan perusahaan...............................................................................................108 4. ....................................................................................................... D ireksi tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian ......................................................................................114 5. ....................................................................................................... D ireksi telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian .............................................................................115
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................121 A.
Kesimpulan ..................................................................................................121
B.
Saran .............................................................................................................121
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................127
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Halaman judul Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia .......................................52
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISTILAH Adverse movement
:
Auditor Balanced scorecard
: :
Bank for International Settlement
:
Batas Maksimum : Pemberian Kredit (BMPK)
Chief Risk Operation
:
Counter party Country risk
: :
Early warning system
:
Eksposur risiko
:
Enterprise risk
:
Equity financing Fraud Highly regulated Industry Inherent risk
: : : :
Investment grade
:
Komite Manajemen Risiko :
Letter of Credit Minority shareholders
: :
Pergerakan harga di pasar uang yang tidak menguntungkan Bank Pemeriksa Suatu sistem manajemen, pengukuran dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis. Standard bank yang ditentukan internasional agar dapat diterima bertransaksi dengan Bank-bank di luar negeri. Ketentuan Bank Indonesia tentang pembatasan maksimum penyaluran kredit kepada pihak-pihak tertentu dalam jumlah presentase tertentu dari modal Bank. Manager di bawah CEO yang bertanggung jawab mengenai risk manajemen Pihak yang menerima penyaluran dana Persepsi pihak internasional tentang risiko bisnis pada suatu negara tertentu Sistem yang bisa memberikan peringatan awal atas sesuatu peristiwa yang harus mendapat perhatian manajemen Tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami jika suatu peristiwa terjadi Kernagka kerja yang komprehensif dan manajemen integratif untuk mengelola risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional dan transfer risiko dalam upaya memaksimalkan nilai perusahaan. Pembiayaan untuk pembelian saham Penipuan dan/ atau tindakan kecurangan Industri yang diatur secara ketat Risiko yang melekat pada industri, aktivitas atau Produk Rating surat berharga yang diperbolehkan untuk dibeli oleh perusahaan/bank Komite yang dibentuk terdiri dari sekurangkurangnya mayoritas Direksi dan Pejabat eksekutif terkait yang tugasnya memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama tentang manajemen risiko Fasilitas kredit berdokumen Pemegang saham minoritas
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Non performing loan Past performance People risk Potential risk Rentabilitas Risk Averse Risk Control System Risk Taker Risk taking unit
: : : : : : : : :
Sensitivity to Market Risk
:
Stake holder
:
Stress testing
:
Treasury Votality
: :
Kredit bermasalah Kinerja masalah Risiko yang disebabkan faktor manusia Risiko yang dapat menimpa perusahaan Kemampuan menghasilkan laba Sikap tidak berani mengambil risiko Sistem yang dibangun untuk mengendalikan risiko Sikap yang berani mengambil risiko Unit operasional dalam perusahaan yang menjalankan transaksi berisiko Tingkat sensitivitas suatu produk terhadap pergerakan harga di pasar uang / modal Semua pihak yang terlibat atau berkepentingan kepada perusahaan Pengujian yang dilakukan dengan skenario terburuk untuk melihat kemampuan perusahaan jika kondisi terburuk itu benar-benar terjadi Pengaturan cash flow dan pengelolaan risikonya Ukuran statistik mengenai perubahan harga pasar yang terjadi pada jangka waktu tertentu
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997, sampai saat ini
masih menyisakan
dampak kepada kondisi ekonomi Indonesia. Banyaknya
perusahaan yang tutup
telah mengakibatkan tingginya angka pengangguran.
Sementara kondisi keuangan pemerintah yang sebagai
stimulator
minim juga tidak memungkinkan
pertumbuhan ekonomi. Reformasi yang bergulir menuntut
perubahan di segala bidang dengan cepat. Salah satu yang menjadi soratan utama untuk segera dilakukan perubahan adalah bidang hukum. Banyak masyarakat yang berpendapat bahwa salah satu penyebab ambruknya ekonomi Indonesia disebabkan oleh karena buruknya sistem dan penegakan hukum di Indonesia. Todung Mulya Lubis, seorang pakar dan praktisi hukum berpendapat bahwa hukum harus direformasi agar dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. Hukum bisa memainkan peran instrumental dalam membawa reformasi ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam kehidupan bisnis. Produk hukum baru yang diperlukan bukan hanya Undang-undang Anti Monopoli, Undang-undang Pengusaha Kecil, Undang-undang Perlindungan Konsumen dan yang lainnya, tetapi mutlaknya pranata-pranata hukum yang penting, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan profesi hukum lain (konsultan hukum, advokat dan notaris). Pemberdayaan haruslah diartikan sebagai penghapusan segala bentuk kolusi, red tape, mafia peradilan dan
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
sebagainya. Salah satu faktor country risk Indonesia menjadi tinggi adalah karena tidak adanya kepastian hukum. Dunia usaha apalagi penanam modal asing merasa tidak nyaman berbisnis karena sewaktu-waktu haknya bisa digugat. 1 Tidak
mengherankan jika Pemerintah menaruh perhatian yang serius di
bidang hukum. Akibat bergulir cepatnya tuntutan ini, pemerintah mau tidak mau harus merespons
tuntutan tersebut dengan melakukan penindakan kepada
penyelenggara negara yang dianggap korup, pengusaha yang terlibat pelanggaran hukum, penindakan terhadap pelaku illegal logging dan sebagainya. Tindakan yang reaktif tersebut ternyata belum cukup untuk menyelesaikan persoalan hukum di Indonesia apalagi dikaitkan dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi terutama untuk proses recovery ekonomi yang
terpuruk akibat krisis moneter.
Sebaliknya yang terjadi adalah banyak penyelanggara negara, profesional, Bankir terutama Bankir Bank milik pemerintah dan pengusaha yang merasa ragu-ragu bahkan trauma bertindak untuk menanamkan modal karena merasa tidak adanya kepastian hukum terhadap mereka. Tindakan hukum yang salah dengan menerapkan hukum pidana pada transaksi perbankan akan menimbulkan ketakutan bagi pelaku ekonomi untuk bertransaksi dengan Bank milik pemerintah yang selanjutnya akan menimbulkan kerugian bagi pemerintah. Hal ini akan menjadi ancaman semacam penyakit Bankir’s phobia. Kalangan perbankan BUMN akan takut memberikan kredit korporasi. Pengusaha juga _ 1
_ HYPERLINK "http://www.seasite.niu.edu/indonesia/reformasi/opini-analisa/default.htm" __http://www.seasite.niu.edu/indonesia/reformasi/opini-analisa/default.htm_,kompas, online, Mencari Keseimbangan Baru, Selasa 16 Juni 1998, dikunjungi pada tanggal 5 Februari 2008.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
akan menjadi jera untuk mengambil kredit di Bank BUMN. 2 Padahal peranan Bank BUMN dan BUMD milik Pemerintah masih dominan. 3 Kondisi ini malah kontraproduktif karena tidak sesuai dengan maksud dari informasi itu sendiri, dimana reformasi dibidang hukum domestik maupun asing. Seperti diketahui bahwa investasi merupakan unsur dalam pendapatan Nasional yang merupakan tolak ukur kesejahteraan suatu bangsa. Hasil bersih dari berbagai sektor ekonomi disebut Produk Domestik Bruto 4 . Selanjutnya, dapat
dijelaskan bahwa
“Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga pasar harus sama dengan Penggunaan Produk Doemstik Bruto atas dasar harga pasar. Agregat ini sama dengan jumlah konsumsi rumah tangga, ditambah pembentukan
modal (investasi),
pengeluaran pemerintah, ekspor dikurangi impor barang dan jasa”, 5 atau secara matematis dapat dituliskan ; Y = C + I + G + (X-M). Produk Domestik Bruto inilah yang dipakai sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara. Salah satu sektor yang sangat berperan di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi adalah sektor perbankan karena perannya sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan kredit kepada dunia usaha. Setelah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 yang diikuti dengan krisis perbankan, dunia perbankan sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Hal ini dapat dilihat dari tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu perbandingan antara dana yang dihimpun dengan kredit _ 2
Habiburokhman, Direktur LBH BUMN, http:/BUMNbersatunews.shoutpost.com, Kasus Kiani Politisasi BUMN, 23 Mei 2007, dikunjungi tanggal 5 Februari 2008 3 Statistik Perbankan Indonesia, November 2007, Vol.5, No. 12, Bank Indonesia, 36, terdapat data yang menggambarkan share asset Bank BUMN dan BUMD terhadap total asset perbankan nasional adalah 44,95%, BUSN 40,95% dan Bank Campuran 14, 26%. 4 M. Suparmoko, Pengantar Ekonomi Makro, edisi 4, (Yogyakarta : BPFE, 1998). hal.11 5 Ibid, hal.13
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
yang disalurkan oleh Bak yang jauh lebih kecil dari ketentuan sehat menurut Bank Indonesia yaitu 75%. 6 Hal ini semakin diperparah dengan kondisi pasca reformasi. Banyak bankir terjerat hukum yang diakibatkan oleh kredit bermasalah. Padahal Bank memiliki karakteristik yang unik dalam peranannya sebagai lembaga intermediasi sekaligus sebagai pembangunan perekonomian masyarakat. Sifat unik itu terutama terlihat pada struktur permodalannya dengan tingkat leverage yang jauh lebih tinggi dibanding dengan leverage yang terbentuk dalam perusahaan bidang industri. Leverage yang tinggi dalam perbankan itu justru terbentuk turut memanfaatkan danadana masyarakat yang mempercayakannya pada Bank. Hal ini menyebabkan Bank berada pada posisi yang sangat strategis, sekaligus rawan risiko. 7 Namun prioritas pembangunan ekonomi tentu saja tidak boleh pula mengabaikan hukum karena akan menyebabkan kekacauan yang akan mengakibatkan semakin besarnya unsur ketidakpastian dan akan mengakibatkan investor enggan menanamkan modalnya atau Bank juga akan enggan menyalurkan kredit. Oleh karena itu dibutuhkan suatu produk hukum yang mampu menampung dua kepentingan tersebut. Salah satu produk hukum di dbidang ekonomi yang telah dihasilkan adalah Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat UUPT).
Salah satu aspek yang diatur dalam undang undang ini adalah telah
diakomodirnya prinsip business judgement rule dsalam pelaksanaan tugas Direksi Perseroan Terbatas. Dengan keluarnya undang-undang ini tentunya diharapkan ada _ 6
Peraturan Bank Indonesia No.6/PBI/2004 Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Matriks Kriteria Penetapan Komponen Likuiditas No. 3 , tanggal 12 April 2004 7 H. Masyud Ali, Manajemen Risiko, Strategi Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 426
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
perlindungan hukum kepada Direksi yang menjalankan tugasnya yang bersifat fudiciary (fiduciary duty) telah terakomodir. Tetapi di sisi lain, para Direksi itu juga masih tetap dibebani tanggung jawab pribadi bila melanggar prinsip-prinsip yang terkandung dalam standar fiduciary duty. UUPT
telah
diatur
bahwa
anggota
Direksi
tidak
dapat
dituntut
pertanggungjawabannya secara pribadi jika memenuhi persyaratan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 97 ayat (5). Tetapi apa yang dicantumkan dalam Pasal 97 ayat (5) tersebut baru bersifat azas sehingga masih perlu diterjemahkan lebih konkrit sehingga dapat diaplikasikan dengan benar dan adil. Berdasarkan hal tersebut, ingin diteliti bagaimana menerjemahkan konsep business judgement rule dalam dunia usaha khususnya dalam pertanggungjawaban Direktur Bank.
B.
Permasalahan UUPT pada Pasal 97 ayat (5) telah mengakomodir prinsip-prinsip business
judgement tetapi masih memerlukan analisis dan penjabaran agar bisa diaplikasikan dengan tepat khususnya di perbankan. Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan masalah berikut ini : a.
Bagaimana pengelolaan Bank di kaitkan dengan manajemen risiko ?
b.
Bagaimana batasan penerapan business judgement rule dalam pengelolaan Perseroan Terbatas oleh Direksi ?
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
c.
Bagaimana
penerapan
prinsip-prinsip
business
judgement rule dalam pertanggungjawaban Direktur Bank Direktur Terbatas ?
C.
Tujuan Penelitian Penelitian ini akan mengungkapkan berbagai aspek industri berbankan yang
berbeda dari industri lainnya khususnya dari sisi risiko bisnis. Dengan tingginya risiko bisnis sektor perbankan ini tentunya membuat posisi Direksi Bank rawan terhadap masalah hukum yang bisa bersumber dari pemilik maupun nasabah debitur ataupun deposan. Oleh karena itu penerapan business judgement rule
semakin
penting untuk diterapkan di perbankan. Secara umum tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengumpulkan data, mengkualifikasi data, menganalisis data untuk memberikan arah bagaimana mengimplementasikan prinsip business judgement rule
dalam pelaksanaan tugas
Direksi Bank yang berbadan hukum Perseroan Terbatas.
D.
Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai
berikut : 1.
Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan teori-
teori yang dapat dipakai didalam pendekatan terhadap penerapan prinsip business judgement rule pada Bank Perseroan Terbatas. Dengan demikian penelitian ini akan
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
memberikan sumbangan yang berarti kepada pengembangan ilmu hukum khususnya hukm ekonomi. 2.
Manfaat Praktis Penelitian ini akan mensikronkan teori, keonsep serta kelaziman-kelaziman
yang berlaku didalam dunia perbankan dengan azas dan peraturan/ketentuan hukum khususnya m engenai penerapan prinsip business judgement rule.
Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengimplementasikan prinsip business judgement rul. Dengan adanya suatu kesamaan pandangan terhadap konsep business judgement rule
maka akan memudahkan semua pihak, yaitu penegak
hukum, praktisi perbankan, masyarakat dan stakeholder
Bank untuk melakukan
kegiatan yang berkaitan dengan Bank sesuai dengan hasil penelitian ini.
E.
Keaslian Penelitian Undang undang nomor 40 tahun 2007 diberlakukan sejak tangal 16 Agustus
2007 atau dengan perkataan lain undang undang tersebut relatif baru walaupun pada sistem common law prinsip business judgement rule sudah diterapkan lama. Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian sejenis juga dilakukan oleh 2 (dua) orang mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Suamtera Utara yaitu ; 1.
Kusmono dengan judul tanggung jawab Direksi Persero pada pengelolaan penyertaan modal Negara dalam hal terjadi kerugian pada tahun 2008.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
2.
Marganti
Panggabean,
dengan
judul
analisis
pertanggung jawaban Direksi menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada tahun 2008. Namun penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda objek penelitiannya. Penelitian ini spesifik dilakukan pada industri perbankan sehingga pendekatan yang dipakai untuk menganalisis permasalahan Indonesia, teori-teori, dan
penelitian menggunakan aturan Bank
kelaziman-kelaziman yang berlaku dalam dunia
perbankan.
F.
Konsep dan kerangka teori
1.
Hukum dan kegiatan ekonomi Hukum adalah karya manusia berupa norma-norma yang berisikan petunjuk-
petunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena itu pertama-tama, hukum itu mengandung ide-ide yang dipilih masyarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide- ide ini adalah ide mengenai keadilan. 8 Ternyata keadilan saja tidak cukup, masyarakat membutuhkan peran hukum lebih luas dari hanya sekedar penegakan keadilan, tetapi masyarakat juga menginginkan hukum dapat menjamin kepastian dalam hubungan mereka satu sama lain serta kepentingannya juga terlayani. Oleh karenanya, Satjipto dengan mengutip _ 8
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Cipta Aditya Bakti, 2000), hal. 18
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
pendapat Radbruch yang mengemukakan bahwa hukum harus memiliki tiga nilai dasar yaitu ; kepastian hukum (rechtsicerheit), kemanfaatan (zuberckmassigheit) dan keadilan (gezechtigheit). 9 Selain tiga nilai dasar tersebut, dalam penelitian ini, konsep hukum yang akan digunakan adalah hukum yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi.menurut J.D. Ny,. Hart, hukum yang dapat mendorong pertumbuhan harus memiliki unsur-unsur berikut : a.
b.
c. d.
e.
f.
g.
h.
Hukum harus dapat membuat prediksi (predictibility), yaitu apakah hukum itu dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi pelak dalam memprediksi kegiatan apa yang dilakukan untuk proyeksi pengembangan ekonomi. Hukum itu mempunyai kemampuan prosedural (procedural capability) dalam menyelesaikan sengketa. Misalnya dalam mengatur peradilan tribunal (court or administrative tribunal), penyelesaian sengekta di luar pengadilan (alternatif dispute resolution) dan penunjukan arbitrer konsiliasi (consiliation) dan lembaga-lembaga yang berfungsi salam dalam pembangunan negara. Pembuatan , pengkodifikasian hukum Hukum setelah mempunyai keabsahan hukum (codification of laws) oleh pembuat hukum bertujuan untuk pembangunan negara. Hukum itu dapat berperan menciptakan keseimbangan (balance), karena hal ini dibuat pendidikannya (education) dan selanjutnya disosialisasikan. Hukum itu berperan dalam menentukan definisi dan status yang jelas (definition and clarity of status). Dalam hal ini hukum tersebut harus memberikan definisi dan status yang jelas mengenai segala sesuatu dari orang. Hukum itu harus dapat mengakomodasi (accomodation) keseimbangan, definisi dan status yang jelas bagi kepentingan individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tidak kalah pentingnya dan harus ada dalam pendekatan hukum sebagai dasar pembangunan adalah unsur stabilitas (stability) sebagaimana diuraikan dimuka. 10
_ 9
Ibid, hal. 19
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Unsur-unsur tersebut diatas harus merupakan paradigma yang melandasi penerapan business judgement rule yang terkandung dalam UUPT.
_ 10
Bismar Nasution, Pengaruh Globalisasi Ekonomi pada Hukum Indonesia, Bahan Kuliah Pada Pasca Sarjana Hukum Ekonomi USU, hal. 9.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
2. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum Harus dipahami bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya
akan disebut
perseroan adalah Badan hukum yang didirikan untuk tujuan mendapatkan laba, di samping juga memiliki visi dan misi tertentu. Untuk mencapai laba, mewujudkan visi dan menjalankan misinya, perseroan melakukan berbagai kegiatan. Malvin Aron Eisenberg mendefinisikan perseroan sebagai berikut : “The business corporation is an instrument through which capital is assembled for the activities of producing and distributing goods and services and making investments. Accordingly, a basic premise of corporation is that a business corporation should have as its objective the conduct of such activities with a view to enhancing the corporation’s profit and the gains of the corporation’s owners, that is, the shareholders” 11 Definisi di atas menjelaskan bahwa perseroan yang
bergerak dalam bisnis
terdapat beberapa ciri yaitu, merupakan suatu instrument, ada modal, melakukan aktivitas produksi dan distribusi barang dan jasa serta bertujuan memperoleh laba. Definisi tersebut lebih menonjolkan sifat persero sebagai unit bisnis, yang tentunya secara inherent melekat risiko. Selain sifat bisnis yang telah diungkapkan tersebut, perseroan ditinjau dari sisi kedudukan hukumnya adalah badan hukum (Legal Person, Legal Entity), dianggap sebagai subjek hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak seperti manusia. Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang memiliki tanggung jawab terbatas (limited liability) yang mempunyai lima ciri khusus atau karakteristik sebagai berikut : sebagai personalitas _ 11
Melvin Aron Eisenberg, sebagaimana yang dikutip oleh Robert A. G. Monks and Nell Minow dalam buku Corporate Governance (Victoria : Blackwell publishing, 2004), hal. 8
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
hukum (legal personality), memiliki tanggung jawab terbatas (limited liability), sahamnya dapat dialihkan (transerable shares); ada pendelegasian manajemen oleh struktur Direksi: dan kepemilikan oleh investor 12 Sedangkan berdasarkan definisi yang diberikan oleh UUPT. pada Pasal 1 angka (1), Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang
ini serta peraturan pelaksanaannya. 13 Sebagai badan hukum PT.
memiliki status, kedudukan dan kewenangan yang dapat dipersamakan dengan manusia sehingga disebut sebagai artificial legal person. Oleh karenanya PT merupakan subjek hukum yang menyandang hak dan./atau kewajiban yang diakui oleh hukum. Tetapi perseroan hanyalah artificial legal person, maka ia tidak memiliki kehendak dan tidak dapat bertindak sendiri. Oleh karena itu diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak untuk perseroan sesuai tujuan pendiriannya. Orang-orang yang menjalankan, mengurus dan mengawasi perseroan inilah yang disebut dengan Organ. Sebagaimana layaknya manusia, perseroan juga memiliki organ, hanya saja organ perseroan Cuma ada tiga, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. 14 UUPT mendefinisikan Direksi sebagai organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan Perseroan, _ 12
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26, No. 3. 2007, hal. 5 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, tanggal 16 Agustus 2007 14 Ridwan Khairandy, Op. Cit, hal. 6
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 15 Definisi tersebut juga menjelaskan bahwa : a.
Perseroan bergantung kepada Direksi sebagai organ yang dipercayakan untuk melakukan pengurusan perseroan;
b.
Perseroan merupakan sebab
keberadaan Direksi atau
dengan perkataan lain tanpa perseroan, tidak ada Direksi. 16 Sedangkan untuk menjalankan tugasnya, Direksi harus diperlengkapi dengan wewenang yang cukup, di samping
tentu saja tanggung jawab atas pelaksanaan
wewenang tersebut. Pelimpahan wewenang yang cukup besar juga mencerminkan bahwa Direksi merupakan organ kepercayaan perseroan yang mewakili perseroan untuk mengambil segala macam tindakan hukum
dalam rangka mencapai tujuan dan
kepentingan perseroan. Gunawan Wijaya menjelaskan, berkaitan dengan prinsip kepercayaan tersebut, ada dua fungsi utama Direksi, yaitu : a.
Direksi adalah trustee bagi perseroan (duty of loyaltu and goodfaith)
b.
Direksi adalah agen bagi perseroan dalam mencapai tujuan dan kepentingannya (duty of care and skill).
_ 15
Pasal 1 angka (5) UUPT Gunawan Wijaya, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 24 16
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Tugas dan tanggung jawab Direksi tersebut di atasmerupakan tugas dan tanggung jawab Direksi sebagai suatu organ yang bersifat kolegial. Direksi tidak secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada perseroan. Ini berarti setiap tindakan yang diambil atau dilakukan oleh salah satu atau lebih anggota Direksi akan mengingat anggota Direksi lainnya. Namun
tidak berarti tidak diperkenankan terjadinya
pembagian tugas di antara anggota Direksi perseroan demi pengurusan perseroan yang efesien. 17
3.
Doktrin-doktrin yang terkait dengan Direksi Perseroan Terbatas
a.
Fiduciary Duty Duty of loyalty and good faith bersama-sama dengan duty of care and skill,
dalam sistem common law
dikenal dengan nama fiduciary duty. 18 Menurut
Charles.O’Kelley,Jr, dari sisi perseroan, fiduciary duty memiliki dua fungsi sebagai berikut : “In the corporate setting, fiduciary has two quite different functions. First, it instructs directors to be absolutely fiar and candid in pursuing personal interests. Thus, the duty of loyalty makes it wrongful for a directors to unfairly compete with her corporation or to unfairly divert corporate resources or opportunities to her personal use. Second, fiduciary duty describes the bounds of acceptable conduct for directors in carrying out their individual and collective duty to manage the corporation. In both of these functions, fiduciary duty raises a core issue how to optimally reduce the possibility that the directors will favour personal interest over the corporation’s interests.” 19 _ 17
Ibid., hal.25.Ketentuan mengenai Tanggung Jawab Kolegial Dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 98 ayat (2) UUPT No.40.Tahun 2007 18 Gunawan Wijaya, Op.Cit., Hal. 24 19 Charles O’Kelley,Jr., Robert B.Thompson, Corporation and Other business Associations, (Boston, Toronto, London: Little, Brown and Company, 1992), hal. 235.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Issue utama dari fiduciary duty adalah bagaimana meminimalisasi kemungkinan seorang Direktor menggunakan wewenangnya untuk kepentingan dan keuntungan pribadinya, tetapi sebaliknya direktur seharusnya menggunakannya seoptimal mungkin untuk kepentingan dan keuntungan perseroan. Selanjutnya di dalam tataran suatu penerapannya, fiduciary duty pengertiannya diperluas tidak saja mengenai tindakan mementingkan diri sendiri, tetapi juga mencakup adanya kemungkinan sikap yang ceroboh atau tidak berhati-hati. Atau dengan perkataan lain, “Fiduciary duty memeliki unsur loyalitas
(loyalty component)
dan unsur kepedulian (care component)” 20 .
Walaupun masih menjadi perdebatan mengenai ruang lingkup cakupan fiduciary duty, tetapi seorang Direktur dituntut untuk menjalankan tugasnya dengan : a.
niat baik (in good faith)
b.
kepedulian seorang yang bertindak hati-hati
c.
cara
yang
diyakininya
adalah
yang
terbaik
untuk
perseroan. 21 Philip Lipton dan Abraham Herzberg, membagi duty of loyalty and good faith ke dalam duty : a.
To act bona fide in the interest of the company
b.
To exercise power for their proper purpose
c.
To retain their discrenatory powers
d.
To avoid of conflicts of interest
_ 20
Ibid. Ibid, hal. 236 . Dikutip dari Revised Model Business Corporation Act (RMBCA) yang Dikembangkan Oleh American Bar Association On Business Law, Committee on Corporate Laws. 21
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Sedangkan duty of care and skill
dirumuskan sebagai
duty to care and
diligence. 22 1.
Duty to act bona fide in the interest of the company Duty to act bona fide in the interest of the company ini adalah tuntutan agar
Direksi mengelola perseroan untuk kepentingan dan keuntungan perseroan. Tolak ukur kepentingan perseroan tentunya harus didasarkan kepada maksud dan tujuan pendirian perseroan atau visi dan misi perseroan. 23 2.
Duty to exercise power for proper purposes Dalam melaksanakan kepengurusan, Direktur diperlengkapi dengan wewenang
yang harus digunakan dengan wajar. Untuk itu diperlukan adanya tatanan yang mengatur tentang bagaimana mengeksekusi wewenang tersebut. Tatanan itu dikenal dengan nama Good Corporate Governance (GCG) yang akan dibaha pada bagian tersendiri. 3.
Duty to retain discretion Direksi dapat melaksanakan wewenang dan berimprovisasi seluas-luasnya untuk
melaksanakan tugasnya sepanjan masih dalam koridor dan anggaran dasar perseroan. 24 Jadi tidak selayaknya jika Direksi kemudian melakukan pembatasan dini atau membuat suatu perjanjian yang akan mengekang kebebasan mereka untuk bertindak untuk tujuan
_ 22
Philip Lipton and Abraham Herzberg, Understanding Company Law, (Brisbance: The Law Book Company Ltd, 1992), hal. 297 23 Pasal 92 Ayat (1) UUPT menyebutkan Direksi menjalankan Pengurusan Perseroan untuk Kepentingan Perseroan dan Sesuai Dengan Maksud 24 Ibid, Pasal 92 ayat (2) Menyebutkan Direksi Berwenang Menjalankan Pengurusan Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Seuai Dengan Kebijakan Yang Dipandang Tepat, Dalam Batas Yang Ditentukan Dalam Undang-Undang Ini dan / Atau Anggaran Dasar.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
dan kepentingan perseroan. 25 Namun penggunaan diskresi ataupun wewenang harus memperhatikan doktrin ultra vires yang menyebutkan bahwa anggota Direksi dilarang melakukan kegiatan yang berda diluar kewenangannya. 26 4.
Duty to conflict of interest Dalam konsep fiduciary duty ini, Direksi memiliki kewajiba untuk menghindari
diadakan, dibuat, atau ditandatanganinya perjanjian atau dilakukannya perbuatan yang akan menempatkan Direksi tersebut dalam suatu keadaan yang tidak memungkinkan dirinya untuk bertindak secara wajar demi tujuan dan kepentingan perseroan. Kwajiban ini bertujuan untuk mencegah Direksi secara tidak layak memperoleh keuntungan dari perseroan, yang mengangkat dirinya menjadi Direksi. Lebih jauh lagi kewajiban ini sebenarnya melarang dengan mencegah Direksi untuk menempatkan dirinya pada suatu keadaan yang memungkinkan Direksi bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Pada saat yang bersamaan mereka harus bertindak mewakil untuk dan atas nama perseroan. 27 5) Duties of Care and Duties of Diligence Jika dalam duty of loyalty, Direksi perseroan bertindak sebagaimana layaknya seorang trust, yang dipercayakan untuk mengelola harta kekayaan perseroan, maka dalam
duty of care and skill atau diligence,
Direksi sebagai organ kepercayaan
perseroan diharapkan dapat menjalankan perseroan hingga memberikan keuntungan
_ 25
Gunawan wijaya, Op.Cit., hal 31 Sutan Remy Sjahdeni,”Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris” Dalam Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Juli 2001, hal. 102. 27 Lipton and Herzberg, Op. Cit., hal. 315. Lihat Juga Undang Undang PT Pasal (99) 26
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
bagi perseroan. Direksi diberikan fleksibilitas dalam bertindak untuk melaksanakan fungsi kegiatan manajemen dengan mengambil risiko dan peluang di masa depan. 28 Di negara-negar ayang menganut common law system acuan yang dipakai adalah standar of care atau standar kehati-hatian. Apabila Direksi telah bersikap dan bertindak melanggar standar of care, maka Direksi tersebut dianggap telah melanggar duty of care. Sebagai contoh dari standard kehati-hatian itu, antara lain, sebagai berikut: a)
Anggota Direksi tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan atas beban biaya perseroan, apabila tidak memberikan sama sekali atau sangat kecil manfaat kepada perseroan bila dibandingkan dengan manfaat pribadi yang diperoleh oleh anggota Direksi yang bersangkutan. Namun demikian, hal itu dapat dikecualikan apabila dapat dilakukan atas beban biaya representasi jabatan dari anggota Direksi yang bersangkutan berdasarkan RUPS.
b)
Anggota Direksi tidak boleh menjadi pesaing bagi perseroan yang dipimpinnya, misalnya dengan mengambil sendiri kesempatan bisnis yang seyogianya disalurkan kepada dan dilakukan oleh perseroan yang dipimpinnya tetapi kesempatan bisnis itu disalurkan kepada perseroan lain yang didalamnya terdapat kepentingan pribadi anggota Direksi itu.
c)
Anggota
Direksi harus menolak untuk mengambil
keputusan mengenai sesuatu hal yang diketahuinya atau sepatutnya diketahui akan dapat mengakibatkan perseroan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga perseroan terancam dikenai sanksi oleh otoritas yang berwenang, _ 28
Ibid, hal. 331
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
misalnya
dicabut izin usahanya atau dibekukan kegiatan usahanya, atau digugat
oleh pihak lain. d)
Anggota Direksi dngan sengaja atau karena kesalahannya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk mencegah timbulnya kerugian bagi perseroan.
e)
Anggota Direksi dengan sengaja atau karena kelalaiannya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan tugas atau tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan keuntungan perseroan. 29
Tidak semua orang yang diharapkan dan dihadapkan pada keadaan untuk memiliki suatu standar keahlian tertentu yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam beberapa hal, seorang diangkat sebagai anggota Direksi karena keahliannya dalam bidang tertentu. Misalnya seorang akuntan diangkat sebagai anggota Direksi karena keahliannya dibidang akuntansi/keuangan. Dalam hal ini, standar yang diharapkan dari anggota Direksi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan anggota Direksi lainnya yang tidak memiliki kemampuan dan keahlian yang sama. Dalam hal
demikian, maka
anggota Direksi tersebut patut diharapkan dapat bertindak dari keahliannya tersebut. Dalam beberapa kejadian, seorang anggota Direksi dapat dianggap telah melanggar duty of care jika dalam menghadapi suatu persoalan yang
_ 29
Sutan Remi Sjahdeni, Op. Cit., hal. 100
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
rumit ia tidak mencari pendapat ahli untuk memberikan masukan dalam mengambil keputusan terhadap persoalan yang dihadapinya. 30 c.
Doctrine of Ultra Vires Salah satu prinsip dari fiduciary duty
adalah melarang anggota Direksi
melakukan sesuatudilua kewenangannya atau disebut dengan kegiatan ultra vires, sedangkan pandangan tersebut dalam hukum perseroan disebut sebagai doctrine ultra vires. Menurut doktrin tersebut, apabila suatu kontrak dibuat oleh perseroan tidak dalam rangka maksud dan tujuan perseroan (beyond the objects of the company),
maka
kontrak tersebut disebut “ultra vires the company” dan kontrak itu void (tidak sah atau batal demi hukum). Apabila mereka melakukan kegiatan tersebut dan mengakibatkan perseroan merugi, maka perseroan dapat meminta agar anggota Direksi
yang
bersangkutan mengganti kerugian itu, karena mereka telah melalaikan kewajibannya. 31 Doktrin ini didasari oleh dua teori yang berbeda. Teori pertama, yaitu teori yang lebih tua, berpendapat bahwa suatu perseroan memiliki kewenangan untuk melakukan apapun juga sepanjang anggaran dasar perseroan tidak melarangnya. Dengan demikian, menurut teori tersebut, apabila anggaran dasar perseroan bungkam mengenai apakah perseroan dapat melakukan suatu perbuatan tertentu, maka perseroan itu bebas melakukannya. Sementara itu, teori yang kedua, yaitu teori yang saat ini dipakai, mengemukakan bahwa
perseroan hanya memiliki kewenangan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan sepanjang untuk melakukan perbuatan itu perseroan memang telah diberikan kewenangan oleh anggaran dasar perseroan. Berdasarkan teori ini, apabila _ 30 31
Gunawan Wijaya, Op. cit., hal. 34-35 Sutan Remy Sjahdeni, Op. cit., hal. 102
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
anggaran dasar tidak menentukan bahwa perseroan dapat melakukan perbuatan tersebut, maka perseroan itu tidak dapat melakukannya. 32 c. Derivative Action gugatan derivatif (derivatif action) adalah suatu gugatan yang berdasarkan atas hak utama (primary right) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham atas nama perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu kegagalan dalam perseroan, atau dengan perkataan lain, derivative action merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dan atas nama perseroan. 33 Untuk mendapat gambaran lebih detail tentang hakikat suatu gugatan derivatif dapat disimak dari kutipan berikut ini : Dapat dikatakan bahwa gugatan derivatif merupakan suatu gugatan perdata yang diajukan oleh satu atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan (jadi bukan kepentingan pribadi pemegang saham), gugatan mana diajukan terhadap pihak lain (misalnya Direksi) karena telah melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguhpun untuk kepentingan prosedural, pihak perseroan kadang-kadang menjadi pihak tergugat. Juga gugatan derivatif ini merupakan gugatan kekecualian (abnormal), sebab dalam kasus-kasus normal, maka yang bertindak sebagai pihak yang mewakili perseroan bukan pemegang saham, melainkan pihak Direksi seperti yang ditentukan dalam anggaran dasarnya. Karena itu pula, maka gugatan derivatif sebenarnya merupakan suatu pengecualian dari prinsip proper plaintiff, yakni suatu prinsip hukum yang mengajarkan bahwa gugatan untuk menuntut ganti rugi karena _ 32 33
Ibid, hal. 102 Steven H.Gifis. Law Dictionary, (New York : Barron’s Educational Series, Inc., 1984.), hal
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
adanya kerugian terhadap suatu perseroan terbatas hanya dapat dilakukan oleh perusahaan itu sendiri, yang dalam hal ini diwakili oleh Direksi. Pihak pemegang saham tidak berwenang untuk mengajukan gugatan tersebut. “Adanya derivative action disamping personal right,
tampaknya dapat dijadikan ajang perjuangan dalam
mengatasi prinsip satu saham, satu suara yang cenderung lebih menguntungkan kelompok pemegang saham mayoritas. 34 Menurut Munir ada beberapa unsur yuridis yang utama dari suatu gugatan derivatif adalah sebagai berikut : 1)
Adanya gugatan;
2)
Gugatant tersebut tentunya diajuakn ke pengadilan;
3)
Gugatan tersebut diajuakn oleh pemegang saham dari perseroan;
4)
Pemegang saham mengajukan gugatan untuk dan atas nama perseroan;
5)
Pihak yang digugat adalah Direksi maupun Komisaris dari perseroan tersebut;
6)
Sebabnya diajukan gugatan tersebut karena adanya suatu kegagalan dalam perseroan atau kejadian yang merugikan perseroan yang bersangkutan;
_ 34
Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, (Jakarta : Program Pascasarjana Fakutlas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hal. 308
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
7)
Karena diajukan untuk dan atas nama perseroan, maka segala hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, sungguhpun yang mengajukan gugatan adalah pemegang saham. 35 Salah satu persyaratan lain dari gugatan derivatif yang sebenarnya merupakan
persyaratan klasik adalah bahwa pihak pemegang saham yang menggugat haruslah pemegang saham pada saat perbuatan salah tersebut terjadi, yang disebut dengan contemporaneous ownership.
Dengan demikian pihak pemegang saham setelah
kejadian yang menyebabkan kerugian tersebut tidak berhak mengajukan gugatan derivatif, meskipun dia masih berhak untuk menikmati ganti rugi terhadap perusahaan tersebut, asalkan dia merupakan pemegang saham pada saat putusan dijatuhkan. Hal ini disebut sebagai persyaratan klasik, karena ketentuan tersebut sudah banyak ditinggalkan, misalnya seperti yang terjadi dalam praktek di USA. 36 Istilah derivative action lahir pertama kali di Amerika Serikat dalam putusan perkara Wallersteiner v. Moir (No.2) di tahun 1975 yang dijatuhkan oleh Court of Appeal. Kata tersebut mengandung arti :”the individual shareholder is enforcing a right which is not his or hers but rather is derived from the company. Deskripsi tersebut telah mengakar dan kemudian dirumuskan dalam peraturan Mahkamah Agung (Supreme _ 35
Munir Fuadi, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung : CV. Utomo, 2005), hal.
255 36
Ibid, hal. 255. American Law Institute, Principle of Corporate Governance and Structure Section 7.02 (a) (ii) (Tent. Draft No. 1, 1982) permits suit by noncontemporaneous owners as long as they purchased before disclosure of the wrong.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Court Rules) sebagai : began by write by one or more share holder of the company where the cause of action is vested in the company and relief is accordingly sought on its behalf. Ini berarti dalam derivative action, seorang atau lebih pemegang diberikan hak untuk bertindak untuk dan atas nama perseroan melakukan tindakan hukum dalam bentuk pengajuan suatu gugatan terhadap anggota. Direksi melakukan pengajuan terhadap
fiduciary duty.
gugatan perorangan yang diajukan
perseroan yang telah
Derivative action ini berbeda dari
oleh satu atau lebih pemegang saham untuk
kepentingannya sendiri sebagai pemegang saham dalam perseroan. 37 Selanjutnya Gunawan degnan mengutip Davies dalam bukunya Gower’s Principles of Modern Company Law,
menjelaskan bahwa di samping perbedaan
tersebut, ada beberapa perbedaan lainnya antara gugatan pribadi pemegang saham dengan derivative action. Derivative action dapat dilakukan oleh setiap pemegang saham tanpa memperhatikan apakah suatu tindakan yang digugat, yang dilakukan oleh anggota Direksi perseroan yang melanggar fiduciary duty, telah dilakukan sebelum ia menjadi
pemegang saham dalam
perseroan, selama dan sepanjang tindakan yang
digugat tersebut memang merugikan kepentingan perseroan. Sedangkan hak gugatan pribadi pemegang saham hanya dapat dilakukan terhadap tindakan anggota Direksi yang merugikan kepentingannya. Untuk keperluan ini, perlu diperhatikan bahwa derivative action hanya dapat dilaksanakan dan secara penuh di pengadilan jika hal tersebut disetujui oleh pengadilan. 38
_ 37 38
Gunawan Wijaya, Op. Cit., hal. 43-44 Ibid, hal. 44
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Agar dapat diakui sebagai derivative action, setiap gugatan yang diajukan oleh pemegang saham untuk dan atgas nama perseroan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu : 1)
Pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative action jika yang digugat adalah tindakan atau perbuatan anggota Direksi yang dapat disahkan oleh RUPS berdasarkan persetujuan sederhana (ordinary resolution).
2)
Walaupun tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh anggota Direksi perseroan Direksi tersebut adalah tindakan atau perbuatan yang tidak dapat disahkan oleh RUPS Perseroan (karena merupakan tindakan yang dikategorikan sebagai “fraud on the minority” ), derivative action hanya berhasil jika anggota Direksi yang melakukan tindakan atau perbuatan yang melanggar fiduciary duty
tersebut adalah anggota Direksi yang dominan dan memegang
kendali dalam perseroan dan dalam hal tertentu telah disetujui oleh sebagian besar pemegang saham independen. 39 Persyaratan pertama diberikan dengan tujuan untuk menghindari kerugian bagi perseroan itu sendiri sebagai akibat dari gugatan untuk dan atas nama perseroan oleh salah satu atau lebih pemegang saham yang tidak puas dengan tindakan salah satua tau lebih anggota Direksi perseroan yang menurut pertimbangan pemegang saham tersebut tidak sesuai dengan kepentingannya. Ada tiga hal yang secara umum dapat dikatakan _ 39
Ibid, hal. 44-45
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
sebagai pengecualian dari pengesahan tindakan atau perbuatan anggota Direksi yang melanggar fiduciary duty yang dilakukan oleh suara mayoritas biasa dalam suatu RUPS. Hal-hal tersebut adalah : 1)
Tindakan ultra vires;
2)
Tindakan lain yang memerlukan persetujuan khusus dalam suatu RUPS Tindakan yang merupakan “fraud on minority” 40
3)
Persyaratan kedua mengandung dua unsur yang perlu diperhatikan : 1) Anggota Direksi tersebut adalah anggota Direksi yang memegang kendali (control)
dalam perseroan. Dalam hal ini menekankan kedudukan anggota
Direksi sebagai pemegang saham dan kemampuannya untuk memberikan atau mempengaruhi keputusan yang akan diambil dalam RUPS 2) Adakalanya seorang pemegang saham yang menyatakanb dirinya bertindak untuk dan atas nama serta mewakili perseroan belum tentu benar-benar mewakili kepentignan perseroan. Oleh karena itu, untukk memberikan justifikasi dari ti ndakan tersebut diperlukan persetujuan dari sebagian besar pemegang saham independen dalam perseroan. Hal yang terakhir ini dianggap lebih dapat mewakili kepentingan perseroan secara utuh. 41 Selanjutnya Gunawan mengutup P.Lipton dalam “Understanding Company Law” mengatakan bahwa termasuk dalam kategori fraud on minority
_ 40 41
Ibid, hal. 45-46 Ibid, hal. 46
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
adalah keputusan RUPS yang dilakukan “Bona fide for the company as a whole”, yaitu keputusan yang : 1) Mengambil alih harta kekayaan perseroan; 2) Mengesahkan tindakan Direksi
yang melanggar fiduciary duty,
secara umum
dikatakan bahwa RUPS berhak untuk mengesahkan setiap tindakan atau perbuatan Direksi yang melanggar fiduciary duty. Namun demikian tidak semua tindakan atau perbuatan Direksi
yang melanggar fiduciary duty yang dapat disahkan RUPS
mengikat pemegang saham minoritas. Atas tindakan-tindakan Direksi
yang
mengutamakan kepentingannya sendiri diatas kepentingan perseroan dapat digugat oleh pemegang saham minoritas. 3) Mengambil alih harta kekayaan minoritas. Ini dapat terwujud melalui mekanisme dilusi secara tidak sah. 42 d. Business Judgement Rule Business judgement rule merupakan penyeimbang prinsip fiduciary duty yang menekankan pada kewajiban dan larangan kepada Direksi. Sebaliknya business judgement rule
merupakan pembelaan kepada para Direksi
karena prinsip ini
menekankan bahwa para anggota Direksi tidak dapat dibebani tanggung jawaba tas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis (business judgement) oleh anggota Direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu. Selanjutnya
business judgement rule
didefinisikan sebagai berikut : _ 42
Ibid, hal. 48
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
“a presumption that in making a business decision, the directors of corporation and on an informed basis in good faith and inthe honest belief that the action was taken in the best interest of the company” 43 Tentu saja tidak semua keputusan dan kebijakan Direksi
dapat berlindung
dengan alasan pertimbangan bisnis sehingga dapat dilindungi oleh rule ini. Di Amerika serikat, menurut Sutan Remy bahwa setelah beliau mempelajari putusan-putusan di Amerika, ternyata pengadilan-pengadilan itu tidak seragam dalam merumuskan pengecualian-pengecualian rule
tersebut.beberapa pengadilan berpendapat bahwa
pertimbangan anggota Direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apaila pertimbangan tersebut didasarkan atas suatu kecurangan (fraud),
atau menimbulkan benturan
kepentingan (conflict of interest), atau merupakan perbuatan yang melanggar hukum (illegality). Sementara beberapa pengadilan lain berpendapat bahwa, seorang Direktur yang mengambil alih pertimbangan telah menimbulkan kerugian bagi perseroan, tidak dilindungi oleh business judgement rule, jika kerugian tersebut sebagai akibat kelalaian berat (gross negligence) anggota Direksi bersangkutan. Sedangkan Undang-Undang PT telah memasukkan hal-hal yang dapat dipertimbangkan sebagai dasar dipakainya business judgement rule untuk melindungi anggota Direksi dari tuntutan tanggung jawab pribadi yang berbunyi sbb: Anggota Direksi
tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: 1) kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; _ 43
Sutan Remy Sjahdeni, Op. Cit., hal. 101
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
2) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; 3) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian dan 4) telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. 44
4. Bank sebagai Highly Regulated Industry Peranan Bank dalam aktivitas perekonomian sangat besar, karena ia berfungsii sebagai intermediari antara pihak yang surplus dana kepada pihak yang defisit. Didalam menjalankan fungsi intermediasinya, Bank menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Menurut Undang-undang tentang perbankan, jenis Bank terdiri dari : a. Bank Umum ; b. Bank Prekreditan Rakyat (BPR) Dalam tesis ini pembahasan difokuskan pada bank umum saja, karena memiliki ruang lingkup usaha yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan BPR. Ruang lingkup usaha Bank Umum meliputi :
_ 44
Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang PT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; b.
Memberikan kredit
c. Menerbitkan surat pengakuan hutang d. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya; e. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh Bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; f. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; g. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; h. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) i. Obligasi j. Surat Dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; k. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun: l. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah ; m. Menempatkan dana pada, peminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada Bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk cek atau sarana lainnya;
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
n. Menerima pembayaran dari tagihan atas ruat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; o. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; p. Melakukan kegiatan penitipan untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak; q. Melakukan penempatan dana dari suatu nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; r. Melakkan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat; s. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. t. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 45 Dari luasnya cakupan usaha perbankan tersebut tergambar bahwa hamp;ir semua kegiatan ekonomi dan transaksi keuangan akan melibatkan Bank. Oleh karena kedudukan Bank sangat penting dan menyangkut hajat hidup masyarakat luas, maka harus ada lembaga yang mengatur dan mengawasi kegiatannya. Lembaga yang mengatur perbankan biasanya disebut dengan Bank Sentral dan di Indonesia peran Bank sentral itu dilakukan oleh Bank Indonesia, sebagaimana yang ditetapkan oleh UndangUndang Bank Indonesia disebutkan bahwa tugas Bank Indonesia adalah : a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; _ 45
Pasal 3 sampai 6, Undang-Undang Republik Indonsia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; c. mengatur dan mengawasi Bank . 46 Oleh karena fungsi dan kedudukan perbankan sangat penting dan strategis, maka Bank Indonesia mengaturnya dengan sangat ketat (highly regulated),
sebab
kegagalan industri perbankan akan mengakibatkan resiko sistemik bagi perekonomian. Hal ini sudah terbukti ketika terjadinya krisis perbankan yang akhirnya mengakibatkan krisis moneter pada tahun 1998 yang lalu. Begitu banyak peraturan dan ketentuan yang sudah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, tetapi
untuk keperluan tesis ini akan
diungkapkan yang berhubungan dengan penerapan business judgement rule. a. Kewajiban Penerapan Manajamen Risiko Dunia usaha adalah dunia yang penuh dengan risiko, sehingga sebaik apapun tindakan ataupun keputusan yang diambil Direksi untuk kepentingan Perseroan, tetap saja mengandung risiko. Terutama usaha di bidang perbankan memiliki risiko yang lebih banyak jenisnya dibanding dengan jenis usaha lain. Untuk memperjelas apakah yang dimaksud dengan risiko itu Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) mendefinisikan sebagai berikut : “Risiko merupakan peluang terjadinya bencana atau kerugian. Untuk keperluan sertifikasi, risiko di definisikan sebagai peluang terjadinyahasil (outcome) yang buruk. Definisi tersebut menyatakan bahwa risiko terkait dengan situasi dimana hasil
_ 46
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
negatif dapat terjadi dan besar kecilnya kemungkinan terjadinya outcome tersebut dapat diperkirakan 47 Definisi ini mengandung pengertian bahwa risiko hanya berkaitan dengan situasi di mana suatu negative outcome dapat setiap saat terjadi dan bahwa kemungkinan atas terjadinya kejadian itu dapat diperkirakan (estimated). Banyak peristiwa yang dapat terjadi yang berimbas pada terjadinya kerugian bagi kegiatan perasional Bank. Hal itu dapat terjadi kapan saja, menimpa Bank mana saja, dan di mana saja . Peristiwa itu dapat pula berawal dari dalam diri Bank sendiri atau dari luar Bank. 48 Risiko yang harus dikelola oleh Bank mencakup: 1) Risiko Kredit; 2) Risiko Pasar; 3) Risiko Likuiditas; 4) Risiko Operasional; 5) Risiko Hukum; 6) Risiko Hukum; 7) Risiko Strategik; 8) Risiko Kepatuhan. 49
_ 47
Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, Work Book Tingkat I, Global Association of Risk Professeionals, Dialihbahasakan oleh Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, (JakartaL BSMR, 2007), hal. A-4. 48 Masyhud Ali, Po.Cit., hal. 3 49 Pasal 4 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Bank Indonesia mewajibkan setiap Bank menerapkan Manajemen Risiko secara efektif di mana Direksi wajib mengawasinya dengan aktif. Ditinjau dari perspektif Enterprise Risk Management (ERM), tanggung jawab untuk Direksi meliputi: 1) Mendefinisikan risk appetiteI organisasi dalam hal kebijakan risiko, toleransi kerugian, leverage risiko terhadap modal, dan target peringkat hutang; 2) Memastikan bahwa organisasi memiliki keterampilan manajemen risiko dan kemampuan penyerapan risiko untuk mendukung strategi bisnisnya; 3) Membuat struktur organisasi dan
mendefinisikan peran dan tanggung jawab
manajemen resiko, termasuk peran Chief Risk Operation (CRO); 4) Membentuk budaya risiko organisasi dengan “menetapkan contoh dari atas” bukan hanya melalui perkataan, tetapi melalui tindakan dan memperkuat komitmen itu melalui insentif. 5) Memberikan kesempatan yang tepat untuk pembelajaran organisatoris, termasuk pelajaran
yang
diperoleh
dari
masalah
sebelumnya
dan
pelatihan
serta
pengembangan berkelanjutan. 50 Esensi dari penerapan manajemen risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengelolaan risiko sehingga kegiatan usaha Bank tetap dapat terkendali (manageable) pada batas/limit yang dapat diterima serta menguntungkan Bank. Namun demikian mengingat perbedaan kondisi pasar dan struktur, ukuran serta kompleksitas usaha Bank, maka terdapat satu sistem manajemen risiko yang universal
untuk
_ 50
James Lame, Enterprise Risk Management, Panduan Komprehensif bagi Direksi, Komisaris dan Profesional Risiko, alih bahasa Tim BSMR, (Jakarta: PT. Ray Indonesia, 2007), hal. 53
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
seluruh Bank sehingga setiap Bank harus membangun sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada Bank masing-masing. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unaticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Untuk menerapkan proses manajemen risiko, maka pada tahap awal Bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko dengan cara menganl dan memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risks)
maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru Bank,
termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya. 51 b. Kewajiban Penerapan Good Corporate Governance (GCG) Corporate governance
atau tata kelola perusahaan adalah sistem yang
digunakan dalam mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Corporate governance
ini juga mengandung pengertian mengenai pengaturan atas
pembagian tugas dan tanggung jawab di antara para pihak atau para key players yang berpartisipasi dan memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam perusahaan. Para pihak yang berkepentingan atas pengarahan dan pengendalian perusahaan itu meliputi : Direksi , pemegang saham, Dewan Komisaris, Manager dan Stakeholder lainnya. 53 Interaksi para pihak tersebut tentunya harus diatur sedemikian rupa sehingga perlu diciptakan mekanisme pengaturan (rule of game) agar organisasi dapat berjalan dengan baik, terciptanya rasa kepercayaan, dan jelasnya tugas serta tanggung jawab masing_ 51
Lihat Juga Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Yang Merupakan Lampiran Dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP Tahun 2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. 53 Mashud Ali, Op. cit., hal., 3.34
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
masing pihak. Oleh karena itu, corporate governance juga dapat didefinisikan sebagai seperangkat hubungan antara Dewan Komisaris, Direksi atau Board of Executif Directors, dan Pemegang Saham suatu perusahaan. 53 Corporate governance
juga memuat ketentuan
dan prosedur yang wajib
diterapkan oleh Direksi dalam pengambilan keputusan yang terkait dengankegiatan operasional perusahaan. Hal itu juga berlaku bagi Bank, dimana corporate governance sekaligus juga memfasilitasi terbentuknya struktur yang membantu Bank dalam berbagai bentuk peranan manajemen, yang meliputi : 1) perumusan danpenerapan visi dan misi serta tujuan (objectives) yang ingin dicapai manajemen Bank; 2) pengendalian dan pelaksanaan kegiatan operasional Bank sehari-hari; 3) mempertimbangkan dan mengupayakan terpenuhinya kepentingan para stakeholder Bank; 4) memastikan bahwa Bank senantiasa melakukan kegiatan operasionalnya dengan cara pengelolaan yang sehat dan aman; 5) melakukanupaya demi terpenuhinya hukum dan regulasi yang relevan dengan kegiatan operasional Bank; 6) berupaya melindungi kepentingan khususnya para deposan dan para pemilik sumber pendanaan bagi Bank pada umumnya. 54
_ 53 54
Ibid. Ibid, hal. 334-335
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Begitu pentingnya penerapan Corporate Governance atau di Indonesia lebih dikenal dengan istilah
Good Corporate Governance
(selanjutnya akan disingkat
dengan GCG) pada perbankan terutama untuk membangun industri perbankan yang sehat dan kuat, sehingga Bank Indonesia mewajibkan Bank yang beroperasi di Indonesia menerapkan GCG melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/4/PBI/2006 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, serta Nomor 8/14/PBI/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Peraturan ini mendefinisikan GCG
sebagai sautu tata kelola Bank (accountability), pertanggung
jawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajiban (fairness). Bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG paling kurang harus diwujudkan dalam ; 1) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi ; 2) kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern Bank; 3) penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal; 4) penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern; 5) penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar; 6) rencana strategis Bank;
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
7) transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank. 55 Ketentuan Bank Indonesia bersifat memaksa yang tercermin pada sanksi yang akan dikenakan jika Bank atau pengurus Bank, pemegang saham dan pegawai bank melanggar aturan yang telah ditetapkan pada ketentuan penerapan GCG ini. Sanksi administratif yang dapat dikenakan antara lain : 1) teguran tertulis; 2) penurunan tingkat kesehatan berupa penurunan peringkat faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan; 3) larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring; 4) pembekuan kegiatan usaha tertentu; 5) pemberhentian pengurus Bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia; dan; 6) pengurus, pegawai, Pemegang Saham Bank dalam daftar tidak lulus melalui mekanisme uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test). 56 c. Fit And Proper Test Salah satu cara untuk mendorong terciptanya sistem perbankan yang sehat adalah dengan meningkatkan praktek-praktek good corporate governance di industri perbankan. Oleh karena itu industri perbankan perlu dikelola oleh pihak-pihak yang
_ 55
Pasal 2 PBI no. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank
56
Ibid, BAB XIII, Pasal 69.
Umum.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
senantiasa memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi serta memenuhi persyaratan lain sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Nomor 5/25/PBI/23 Tahun 2003 tentang penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) guna mendapatkan Direksi Bank yang menuhi persyaratan ; 1) Integritas, meliputi ; a) akhlak dan moral yang baik; b) memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku c) memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat; d) tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus (DTL) 2)
Kompetensi, meliputi : a) pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan
relevan dengan
jabatannya; b) pengalaman dan keahlian dibidang perbankan dan atau bidang perbankan dan atau bidang keuangan; c) kemampuan
utnuk
melakukan
pengelolaan
strategis
dalam
pengembangan Bank yang sehat.
3) Reputasi keuangan, meliputi :
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
rangka
a) tidak terdapat dalam daftar kredit macet; b) tidak pernah dinyatakan pailit
atau menjadi Direksi
atau komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum dicalonkan. Metode yang dipakai untuk melakukan penilaian adalah meliputi penelitian administratif dan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian administratif dan atau
wawancara tersebut, hasil akhir penilaian kemampuan dan kepatutan diklasifikasikan menjadi 2 (dua) predikat yaitu : 1) Lulus 2) Tidak Lulus Sedangkan untuk Direksi yang sedang menjalankan tugas (incumbent) tetap dinilai kemampuan dan kepatutannya. Faktor-faktor
yang dinilai sama
dengan
penilaian terhadap calon Direksi , yaitu integritas, kompetensi dan reputasi keuangan. Khusus untuk faktor integritas, Direksi dilarang baik langsung maupun tidak langsung melakukan berupa ; 1) perbuatan rekayasa atau praktek-praktek perbankan yang menyimpang dari ketentuan perbankan; 2) perbuatan menolak memberikan komitmen dan atau tidak memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan Bank Indonesia dan atau Pemerintah;
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
3) perbuatan yang memberikan keuntungan secara tidak wajar kepada pemilik, pengurus, pegawai, dan atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan Bank; dan atau 4) perbuatan yang melanggar prinsip kehati-hatian di bidang perbankan d. Peranan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) Direktur Kepatuhan (yang merupakan terjemahan dari Compliance Director) adalah anggota Direksi Bank atau anggota pimpinan Kantor Cabang Bank Asing yang ditugaskan untuk menetapkan langkah-langkah yang
diperlukan guna memastikan
kepatuhan bank terhadap peraturan Bank Indonesia, peraturan perundang-undangan lain yang berlaku dan perjanjian serta komitmen dengan Bank Indonesia. 57 Direktur Kepatuhan bertugas dan bertanggung jawab sekurang-kurangnya untuk ; 1) menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan Bank telah memenuhi seluruh peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian; 2) memantau dan menjaga agar kegiatan usaha Bank tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku; 3) memantau dan menjaga kepatuhan Bank terhadap seluruh perjanjian dan komitmen yang dibuat oleh Bank Indonesia. 58 Fungsi utama Direktur Kepatuhan adalah mencegah diambilnya kebijaksanaan dan keputusan yang
didalamnya mengandung unsur penyimpangan/pelanggaran
_ 57
Pasal 1 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/6/PBI/1999 Tahun 1999 Tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum. 58 Ibid, Pasal5
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
terhadap ketentuan kehati-hatian. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, Direktur Kepatuhan menguji terlebih dahulu rencana/rancangan
kebijaksanaan atau keputusan
tersebut untuk memastikan apakah ada unsur penyimpangan/pelanggaran terhadap ketentuan kehati-hatian. Perlu dipahami bahwa pengujian terhadap ketentuan kehatihatian yang dilakukan oleh Direktur Kepatuhan juga meliputi ketaatan pada jiwa atau Direktur Kepatuhan meliputi apakah ada kemungkinan rekayasa atau accounting engineering dalam transaksi-transaksi yang akan diputus tersebut. 59 Ketentuan kehati-hatian yang secara khusus perlu dipantau oleh Direktur Kepatuhan adalah ketentuan di bidang operasional yang mempengaruhi kelangsungan usaha Bank, terutama yang menyangkut bidang perkreditan, penanaman
dana,
penyediaan fasilitas lainnya termasuk pemberian jaminan dan bidan treasury. Atas dasar pengamatan Bank Indonesia selama ini terdapat 5 (lima) ketentuan kehati-hatian yang sering dilanggar oleh perbankan dan akibat pelanggaran tersebut telah menyebabkan sejumlah Bank mengalami kesulitan cukup parah. 60 Oleh sebab itu, kelima ketentuan kehati-hatian dimaksud menjadi cakupan dari tugas Direktur Kepatuhan. Adapun 5 (lima) ketentuan kehati-hatian di maksud adalah : 1) Ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Direktur Kepatuhan harus menguji setiap rencana keputusanpemberian kredit maupun penyediaan fasilitas lainnya yang terkena batasan ketentuan BMPK, baik fasilitas baru maupun tambahan fasilitas serta baik pada debitur terkait dengan Bank _ 59
Materi Presentasi Siti Ch. Fadjrijah (Direktur Pengawasan dan Pembinaan Bank 2) Bank Indonesia Pada Lokakarya Direktur Kepatuhan Gelombang IV, Jakarta 9 – 10 Agustus 2000. 60 Ibid
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
(pemilik dan pengurus Bank) maupun debitur lainnya. Perlu diingatkan bahwa yang diuji oleh Direktur Kepatuhan bukan semata-mata perhitungan kuantitatif, tetapi kebenaran materi dalam proses pemberian kredit tersebut termasuk pengujian kebenaran debiturnya. 2) Ketentuan Menenai Larangan Pemberian Kredit untuk Kegiatan Usaha Tertentu a) Jual – beli saham atau modal kerja bagi perusahaan-perusahaan untuk jual beli saham. Perlu diingatkan bahwa larangan pemberian kredit untuk jual beli saham tersebut bersifat menyeluruh, termasuk equity financing. b) Pembelian/pembebasan tanah untuk proyek properti, terkecuali untuk proyek perumahan yang termasuk kategori RSS 3) Ketentuan Larangan Pembelian dan / atau pemberian Jaminan Surat Berharga Komersial. Pada saat ini berlaku ketentuan di atas yang mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu ; a) Larangan pembelian atau memberikan jaminan atas surat-surat berharga kmomersial yang diterbitkan oleh grup pihak yang terkait dengan Bank, baik penerbitan yang dilakukan oleh pribadi maupun perusahaan-perusahaan yang dimilikinya. Larangan ini bersifat mutlak tanpa dikaitkan apakah masih terdapat kelonggaran BMPK untuk grup terkait dan/atau apakah surat-surat berharga komersial telah mendapatkan rating dari rating company. b) Larangan pembelian atau memberikan jaminan atas surat-surat berharga komersial yang diterbitkan oleh lembaga pembiayaan (finance company)
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
c) Larangan pembelian dan/atau pemberian jaminan atas surat-surat berharga komersial yang diterbitkan oleh pihak-pihak lain yang memperoleh rating tergolong dalam investment grade dari rating company yang diakui. 61 4) Ketentuan Pemberian Kredit Yang Sehat Berdasarkan PPKPB Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan agar Bank menyalurkan kreditnya secara sehat yang diatur dalam Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Kredit Perbankan (PPKPB). PPKPB sendiri merupakan pedoman yang mempunyai penyelesaian kredit. Hal yang perlu disoroti atau dipantau secara khusus oleh Direktur Kepatuhan dalam suatu pemberian kredit yang terkait dengan PPKPB meliputi 3 aspek, yaitu ; a) Kebenaran pihak-pihak yang meminjam uang Bank; yaitu misalnya pihak yang akan menggunakan dana kredit Bank tersebut adalah grup usaha terkait, maka harus tercanum secara jelas baik dalam dokumentasi kredit maupun administrasi dan pelaporannya.
b) Mark-up Kredit, yaitu jumlah kredit Bank tidak dilebihkan jumlahnya dari yang sebenarnya dibutuhkan atau yang sewajarnya diperoleh oleh debitur. c) Kebenaran penggunaan kredit atau kebenaran klasifikasi kredit. _ 61
Ibid
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
5) Ketentuan Kehati-hatian dalam Transaksi Valuta Asing. Yaitu transaksi valas yang dapat menimbulkan risiko yang besar bagi Bank, meliputi : a) Ketentuan Posisi Devisa Netto (PDN) atau Net Open Position (NOP) b) Transaksi Forward c) Transaksi derivatif. 62
G.
Metode Penelitian Metode penelitian yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.
Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif serta kelaziman yang
berlak dalam dunia perbankan, sehingga kajian akan didasarkan kepada perundangundangan yang berkaitan dengan judul tesis, ketentuan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, serta teori-teori tentang perbankan.
2.
Sumber Data Penelitian ini menggunakan sumber data yang berasal dari :
_ 62
Ibid
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
a.
Bahan hukum primer, berupa
berbagai peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan dunia usaha yang berkaitan dengan judul tesis. b.
Bahan hukum sekunder, berupa buku, artikel,
bahan
seminar dan bahan publikasi lainnya. 3.
Teknik Pengumpulan Data Mengingat bahwa penulisan tesis ini bersifat yuridis normatif
maka
pengumpulan data akan dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapat bahan berupa perundang-undangan, Peraturan Bank Indonesia, karya ilmiah, putusan pengadilan, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian. 4.
Analisis data Data yang diperoleh akan dipilah-pilah, dikelompokkan dan disusun sedemikian
rupa sehingga menjadi suatu rangkaian yang sistematis yang akan dipergunakan untuk membedah dan menganalisis permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini. Dari hasil analisis yang dilakukan diharapkan akan diperoleh temuan-temuan dan kesimpulan yang dapat bermanfaat bagi dunia akademis dan juga dapat dipakai oleh para praktisi hukum dan bisnis. BAB II PENGELOLAAN BANK DIKAITKAN DENGAN MANAJEMEN RESIKO
A. Karakteristik bisnis Bank
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Bank merupakan bisnis yang berbeda dengan jenis bisnis lainnya karena produknya ada pada dua sisi yaitu produk penyaluran dana (sisi aktiva neraca) dan produk penghimpunan dana (sisi pasiva neraca). Di samping itu kegiatan Bank sangat bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak, bahkan krisis
perbankan dapat
meruntuhkan suatu pemerintahan sebagaimana yang terjadi pada tahun 1998 di Indonesia. Kondisi ini tergambar dalam buku “BPPN The End” oleh I Putu Gede Ary Suta yang menguraikan awal dari krisis perbankan dan moneter. 63 Sebelum krisis di tahun1997, Bank-Bank begitu gencar mengucurkan kredit. Proyek yang dibiayai tidak dikaji kelayakannya, ditambah lagi banyak Bank-Bank tersebut yang dimiliki oleh konglomerat. Tampaknya sudah tidak ada lagi yang mengindahkan kehati-hatian dalam menjalankan Bank. Bank tidak sungkan-sungkan utnuk mengucurkan kredit bagi perusahaan di grupnya sendiri. Ketidak hati-hatian ini juga dilakukan oleh Bank-Bank pemerintah di dalam mengelola portofolio kreditnya. Kealpaan dalam menerapkan prinsip kehati-hatian di dalam mengelola
Bank pada saat itu seolah-olah ditolerir oleh pemegang
saham/pemilik, manajemen, pemerintah dan Bank sentral sendiri sebagai pengawas perbankan. Hal ini tercermin pada tingginya tingkat kredit macet yang disalurkan ke grup atau pihak terkait baik di Bank umum swasta maupun Bank milik Pemerintah. Akibatnya, semua sektor usaha yang dibiaya Bank macet, Bank kesulitan karena dananya tidak kembali. Pada akhir tahun 1997, jumlah kredit macet di perbankan
_ 63
I Putu Gede Ary Suta dan Soebowo Musa, BPPN The End, (Jakarta : Yayasan Sad Satria Bhakti, 2004), hal. 11
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
mencapai sekitar Rp.234,1 triliun. 64 Sementara itu, kewajiban Bank terhadap nasabah penyimpan terus meningkat. Ketimpangan ini menyebabkan Bank semakin tergerus modalnya dan tingkat likuiditasnya, hingga menjadi negatif. Tentunya, kemampuan Bank mengembalikan uang nasabah semakin berkurang bahkan berhenti, yang akhirnya nasabah tidak percaya lagi kepada Bank. Akibat krisis ini banyak Bank yang ditutup dan diambil alih oleh Pemerintah dan Bank sentral. Bahkan Bank Central Asia (BCA), Bank swasta terbesar di Indonesia saat itu juga turut diambil alih oleh pemerintah. Inilah yang menyebabkan keterlibatan pemeritnah untuk memberikan dana talangan bagi Bank-Bank yang tidak lagi dipercaya nasabahnya, baik karena Bank-Bank ditutup maupiun berubah status menjadi Bank dalam penyehatan. 65 Oleh karena itu belajar dari pengalaman
masa lalu, Direksi dituntut untuk
mengelola Bank dengan prinsip kehati-hatian dan mampu mengelola risiko. Sesuai dengan definisinya, risiko merupakan kemungkinan terjadinya hasil negatif (kerugian), dan kerugian tersebut bisa diperkirakan, sehingga terkandung makna bahwa :
a. Risiko merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari bisnis Bank atau yang dikenal dengan inherent risk. b. Risiko bisnis Bank bisa diperkirakan, sehingga Bank wajib membangunn sistem untuk mengelola risiko (risk control sytem) agar kelangsungan usaha dapat terjaga.
_ 64 65
Ibid, hal. 11 Ibid, hal. 12
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
B. Kewajiban mengelola risiko Bank Indonesia mengatur kewajiban penerapan manajemen risiko bagi Bank umum dengan Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003. Pada Pasal 2 peraturan tersebut diuraikan ruang lingkup manajemen risiko yaitu : a. Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif. b.Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud huruf (a) sekurang-kurangnya mencakup: 1) Pengawasan aktif Dewan Komisaris bdan Direksi, 2) Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit, 3) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi, dan 4) Sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Manajemen risiko itu sendiri merupakan suatu proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Bank Indonesia juga mewajibkan pesyaratan wajib pada setiap tingkatan proses tersebut, antara lain : a. Pelaksanaan proses identifikasi risiko sekurang-kurangnya dilakukan dengan melakukan anlisis terhadap: 1) karakteristik risiko yang melekat pada Bank; dan 2) risiko dari produk dan kegiatan Bank. b. Dalam rangka melaksanakan pengukuran risiko, Bank wajib sekurang-kurangnya melakukan risiko;
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1) evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko; 2) penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi, faktor risiko, yang bersifat material. c. Dalam rangka pemantauan risiko, Bank wajib sekurang-kurangnya melakukan; 1. evaluasi terhadap eksposur risiko; 2. penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi, faktor risiko, teknologi informasi dan sistem informasi manajemen risiko yang bersifat material. d. Pelaksanaan proses pengendalian risiko wajib digunakan Bank untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank. e. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian risiko suku bunga, risiko nilai tukar, dan risiko likuiditas, Bank sekurang-kurangnya menerapkan Assets and Liabilities management (ALMA) 66
C. Jenis Risiko bank dan Pengelolaannya Selanjutnya, jenis risiko yang wajib di kelola Bank ada 8 (delapan) jenis yaitu: _ 66
Asset Liabilities Management (ALMA) adalah suatu risk management yang diterapkan oleh suatu financial institution, termasuk bank.. Di dalam financial risk management ini dicakup risk assessments dari hampir semua dimensi dalam kegiatan operasional Bank, mulai dari policy setting, pengendalian atas bank’s repricing dan maturity schedules, pengendalian atas financial hedge positions, capital budgeting dan internal profitability measuruments, termasuk pula penetapan langkah dan kebijakan darurat (contingency planning) di mana Bank harus segera melakukan analisis dan tindakan atas dampak yang mungkin timbul sebagai akibat dari peruahan-perubahan yang terjadi di luar Bank,seperti perubahan atas tingkat suku bunga, iklim persaingan antar Bank, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1. Risiko kredit Risiko kredit yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterplay memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber darii
berbagai aktivitas
fungsional Bank seperti perkreditan (penyediaan dana),
dan investasi dan
treasury
pembiayaan perdagangan. 67 Undang-undang No. 7 tentang
perbankan pada pasal 8
mengamanatkan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad
dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk
melunasi
hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Tingkat kegagalan debitur memenuhi kewajibannya tergambar dalam kualitas aktiva produktif Bank. Bank Indonesia memberikan klasifikasi kualitas kredit dalam lima kelas, yaitu : a. lancar b. dalam perhatian khusus c. kurang lancar d. diragukan; atau e. macet. 68 struktur klasifikasi kualitas kredit yang dimiliki suatu Bank sangat menentukan tingkat kesehatan Bank. Perkreditan suatu Bank dikategorikan sehat bila Bank tersebut memiliki ratio Non Performing Loan (NPL) lebih kecil dari 5 %. Rasio Non Performing _ 67
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, hal. 19 68 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, tanggal 29 Januari 2005, tentang Penilaian Kualitas Aktivita Bank Umum.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Loan adalah perbandingan antara kredit lancar dengan jumlah kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet di kali 100%. 69 Risiko kegagalan counterplay memenuhi kewajibannya juga dapat terjadi pada investasi atas surat berharga. Khusus untuk investasi pada surat berharga, Bank dapat menggunakan penilaian yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat sebagai indikator bonafiditas dan kelayakan lembaga/perusahaan yang menerbitkan surat
berharga
tersebut (issuer/emiten). Bank Indonesia menerbitkan Surat Edaran No.10/19/DNPNP, tanggal 30 April 2008, tentang Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Bank Indonesia. Di dalam surat Edaran ini Bank Indonesia mencantumkan pemeringkat dan peringkat investasi minimum (Investment grade)
lembaga
dalam rangka
menggolongkan surat berharga yang dimiliki Bank dalam kategori kualifikasi (Qualifying) atau dinilai lancar, sbb: Tabel 1. Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia Peringkat Investasi Minimum Perusahaan Pemeringkat
P-3 A-3 F3
Surat berharga Jangka Menengah dan Jangka Panjang *) Baa3 BBBBBB-
IdA4
IdBBB-
ID-3 F3(idn)
Baa3.id BBB-(idn)
Surat berharga Jangka Pendek *) Moody’s Standard and Poor’s Fitch Ratings PT.Pemeringkat efek Indonesia (Pefindo) PT.Moody’s Indonesia PT.Fitch Ratings Indonesia
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia no.10/19/DPNP, tanggal 30 April 2008, tentang Lembaga dan Peirngkat yang Diakui Bank Indonesia
_ 69
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004, tanggal 12 April 2004, tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP, tanggal 31 Mei 2004, tentang system Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
*) Keterangan : Setiap Lembaga Pemeringkat memberikan peringkat investasi yang menggambarkan tingkat risiko surat berharga dengan simbol-simbol tertentu. Bank Indonesia menyatarakan masing-masing simbol seperti y ang tertera yang artinya simbol-simbol tersebut memiliki tingkat risiko yang setara.
Tabel tersebut harus dijadikan oleh Bank untuk mempertimbangkan investasinya terhadap surat berharga. Dengan memperhatikan tabel tersebut Bank dapat memperhitungkan tingkat risiko yang melekat pada investasinya dan mempersiapkan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) yang dibuuthkan serta menyesuaikannya dengan risk tolerance Bank terhadap risiko. Kalau peringkat ini tidak menjadi ukuran dalam melakukan investasi surat berharga maka Bank akan kesulitan untuk memilih surat berharga yang layak untuk dibeli. Dengan perkataan lain bahwa sebelum melakukan investasi terhadap surat berharga, Bank wajib melakukan analisis yang mendalam terutama terhadap aspek-aspek berikut ini: a.
Peringkat surat berharga karena sangat mempengaruhi besarnya risiko yang mungkin harus ditanggung Bank dan besarnya penyisihan penghapusan aktiva yang harus dibentuk.
b.
Jangka waktu investasi,
yaitu meliputi surat berhaga ini akan di
simpan sampai tanggal jatuh temponya (hold to maturity) dan berapa lama jangka waktunya, atau akan diperdagangkan setiap saat. Hal ini penting karena akan mempengaruhi tingkat likuiditas Bank. c.
Jumlah yang akan diinvestasikan, karena akan berpengaruh kepada struktur portofolio Bank yang akan berdampak kepada pendapatan Bank.
2. Risiko pasar
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Risiko pasar yaitu risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel besar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank, yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar dari suku bunga dan nilai ukur termasuk derivasi dari kedua jenis risiko pasar tersebut yaitu perubahan harga options. 70 Risiko pasar merupakan risiko yang harus dipantau dengan cermat karena memiliki volitality yang cepat mengikuti kondisi pasar yang berubah dalam hitungan detik perdetik. Untuk perbankan di Indonesia biasanya risiko pasar ini melekat pada portofolio berupa investasi pada surat berharga atau pada aktivitas perdagangan valuta asing. 3. Risiko Likuiditas Yaitu risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu. Ditinjau dari sudut kepada siapa kewajiban tersebut harus dipenuhi, dapat dibedakan atas; a. Bank Indonesia, yaitu penyediaan sejumlah dana di rekening Bank Umum yang ada di Bank Indonesia atau yang dikenal dengan kewajiban menyediakan Giro Wajib Minimum (GMW). 71 b. Internal bank, yaitu untuk memenuhi kewajiban untuk internal baik sepert pembayaran gaji dan kewajiban intern; _ 70
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003 Lampiran I Surat Edaran bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003, Op. Cit., hal. 27 71 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/51/PBI/2004, tanggal 28 Juni 2004, tentang giro wajib minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7./29/PBI/2005, tanggal 6 September 2005, tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/2004 tentang giro wajib minimum Bank umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. Peraturan bank Indonesia Nomor : 7/49/PBI/2005, tanggal 29 November 2005, tentang perubahan kedua atas Peraturan Bank Indoensia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang giro wajib minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/54/DPNP tanggal 29 November 2005, tentang Giro Wajib minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
c. Nasabah, yaitu pemenuhan kewajiban kepada para
deposan untuk menarik dana
simpanan dan untuk keperluan pencairan kredit. Risiko likuiditas ditinjau dari sumber penyebab kegagalan memenuhi kewajiban dapat dikategorikan sebagai berikut ; a. Risiko likuiditas pasar, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar (market disruption); b. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena Bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain. 72 4. Risiko operasional Risiko operasional yaitu risiko yang antara lain
disebabkan adanya ketidak
cukupan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Karakteristik risiko operasional adalah : a. Dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan. b. Dapat melekat pada setiap aktivitas fungsional Bank, seperti kegiatan perkreditan (penyediaan dana), treasury dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan,
_ 72
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003 Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia NO.5/21/DPNP, 29 September 2003, Op. Cit., hal. 36
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen, dan pengelolaan sumber daya manusia. 73 Risiko ini memiliki cakupan yang sangat luas karena dapat terjadi dalam berbagai tingkatan kegiatan Bank.
Sesuai dengan definsiinya, terjadinya operasional risk
diakibatkan oleh terjadinya kegagalan operasional, yaitu ; a. People risk,
risiko operasional
yang diakibatkan oleh faktor manusia berupa
incopetency, fraud, dan lain-lain. b. Proses risk, yaitu tidak / kurang berfungsinya proses internal Bank. Risiko ini akan mengakibatkan terganggunya pelayanan Bank, banyaknya komplain, ketidakpuasan pegawai dan tingginya fraud. Oleh karena itu Bank harus senantiasa melakukan review terhadap Standar Operasional dan Prosedurnya untuk menilai apakah masih mampu mengakomodir kebutuhan intern, ekstern dan aman (secure). 74 Bank harus mengindentifikasi risiko dengan memilah-milah risiko dan menggunakan kriteria sebagai berikut; a. risiko dengan frekuensi kemungkinan terjadinya tinggi, akibat kerugiannya tinggi; b. risiko dengan frekuensi kemungkinan terjadinya tinggi, akibat kerugiannya rendah; c. risiko dengan frekuensi kemungkinan terjadinya rendah, akibat kerugiannya tinggi; d. risiko dengan frekuensi kemungkinan terjadinya rendah, akibat kerugiannya rendah; 75 Setelah mengidentifikasi kemungkinan tersebut, Bank wajib melakukan pengendalian risiko. Untuk kemungkinan”a”, Bank harus menghindari kegiatan _ 73
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003, Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003, Op. Cit., hal. 41 74 Masyhud Ali, Op.Cit. hal.273 75 Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, Op. Cit., hal. B:67
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
operasional dengan jenis risiko ini karena akan menyebabkan Bank menderita kerugian yang cukup besar. Kalaupun Bank berupaya melakukan pengendalian, akan memerlukan biaya yang cukup tinggi. Sedangkan untuk jenis risiko dengan ciri nomor “d”, sebaiknya diabaikan karena kerugiannya yang tidak material. Sehingga yang harus menjadi perhatian Bank adalah jenis risiko dengan ciri-ciri nomor “b” dan “c”. 76
5. Risiko Hukum Risiko hukum yaitu yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipebuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna. 77 6. Risiko Reputasi Yaitu risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank. 78 Risiko ini bisa disebabkan oleh dampak dari kegagalan Bank mengatasi 7 (tujuh) risiko lainnya. Sebagai contoh; Bank yang tidak menerapkan prinsip mengenal nasabah (know Your Customer Principle), akan mudah dipakai oleh para teroris dan kriminal lainnya untuk mencuci _ 76
Ibid. Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP, 29 September 2003 Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP, 29 September 2003, Op.Cit, hal 46 78 Ibid, hal 49 77
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
uang hasil kejahatannya. Rumor ini akan berkembang di masyarakat dan sebagai akibatnya citra Bank tersebut menjadi negatif. Masyarakat akan takut untuk menyimpan uangnya di Bank tersebut karena khawatir pada suatu saat pihak yang berwenang akan mencabut izin Bank tersebut. Disamping mengelola risiko yang ada agar tidak menimbulkan risiko reputasi, Bank juga wajib melakukan kegiatan-kegiatan yang memberikan dampak kepada peningkatan citranya. Apalagi Bank adalah bisnis yang sangat didasari oleh kepercayaan.
7. Risiko Strategik Antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya terhadap perubahan eksternal. 79 Sesuai dengan defininya, strategi adalah cara mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki. Sebagai contohnya adalah keputusan Bank untuk membuka kantor cabang baru di suatu daerah. Sebelum melakukan pembukaan kantor cabang, bank harus melakukan analisa kelayakan dari berbagai aspek dan mencantumkan rencana tersebut di dalam Rencana dan Anggaran Kerja Tahunan (RKAT). Kebijakan ini mengandung risiko bila kelak setelah kantor cabang di _ 79
Ibid, hal.50.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
operasionalkan, ternyata tidak mencapai target yang sudah ditetapkan dalam RKAT. Kesalahan strategik dalam skala yang lebih besar akan menggerus modal Bank. 8. Risiko Kepatuhan Risiko yang disebabkan Bank tidak memiliki atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. 80 Pengelolaan risiko kepatuhan dilakukan melalui penerapan sistem pengendalian intern secara konsisten. Kegagalan Bank didalam mengelola risiko ini akan mengakibatkan Bank terbelit masalah hukum yang tentunya memerlukan biaya besar disamping juga akan mengganggu operasional Bank.
Sedangkan
ketidak
npatuhan
kepada
ketentuan
Bank
Indonesia
bisa
mengakibatkan Bank dijatuhi denda dan penurunan tingkat kesehatan Bank atau yang paling buruk pembekuan usaha Bank dan akhirnya dilikuidasi.
_ 80
Ibid, hal.52
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
BAB III PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN TERBATAS OLEH DIREKSI
A. Organ Perseroan Terbatas Undang-undang Perbankan No.7 tahun 1992 mengatur bentuk hukum Bank umum berupa: Perseroan Terbatas, Koperasi atau Perusahaan Daerah. Khusus dalam tulisan ini akan dibahas mengenai Bank umum yang berbentuk hukum Perseroan terbatas. Bank dengan bentuk hukum Perseroan Terbatas dengan sendirinyaharus tunduk kepara Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas di samping Undang-undang tentang Perbankan. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memerlukan suatu sistem dan organ yang
melaksanakan dan mewujudkan visi, misi dan program kerjanya. Di dalam Undangundang Perseroan Terbatas (UUPT), ditentukan bahwa organ perseroan terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris dan Direksi. Dengan adanya 3 (tiga) organ Perseroan tersebut, maka perlu dipahami bagaimana hubungan dan mekanisme kerja masing-masing organ tersebut. Untuk memahaminya berikut ini akan diuraikan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing organ perseroan tersebut berdasarkan UUPT, anggaran dasar dan ketentuan serta best practice yang berlaku dalam korporasi.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Menurut definisi Undang-Undang Perseroan Terbatas, RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi
atau
Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang dan/atau anggaran dasar. Salah satu kewenangan absolut RUPS adalah mengangkat dan memberhentikan anggota Direksi karena kewenangan ini tidak dapat dilimpahkan kepada organ perseroan lainnya atau pihak lain. 81 Oleh karena prinsip pola hubungan RUPS dan Direksi adalah fiduciary, maka RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi
atau Dewan
Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan / atau anggaran dasar. 82 Beberapa wewenang RUPS yang tidak diberikan kepada Direksi berdasarkan UUPT adalah : a. mengalihkan kekayaan perseroan; atau b. menjadikan jaminan utang kekayaan perseroan; 83 c. Mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga. 84 Di samping pembatasan wewenang menurut UUPT tersebut, RUPS dapat menambah pembatasan wewenang Direksi
yang mekanisme keputusannya harus
melalui RUPS. Mengenai substansi wewenang yang akan dibatasi tersebut sangat tergantung kepada jenis usaha Perseroan, pertimbangan pemilik terhadap besarnya _ 81
Pasal 94 ayat (1) dan Pasal 105 ayat (1) UUPT serta penjelasannya Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) UUPT 83 Pasal 102 ayat (1) UUPT, juga dijelaskan bahwa kekayaan perseroan tersebut merupakan lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak. 84 Pasal 104 ayat (1) UUPT 82
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
bobot wewenang tersebut
terhadap kelangsungan usaha bila disalah gunakan dan
tingkat kepercayaan pemilik kepada pengurus. Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari Direksi dan / atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.
2. Dewan Komisaris Sama halnya dengan Direksi , dewan Komisaris diangkat oleh RUPS. 85 Keberadaan Dewan Komisaris sebagai organ perseroan adalah untuk melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasehat kepada Direksi. 86 Pengawasan dan pemberian nasehat dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. 87 Oleh karena itu Dewan Komisaris harus mengembangkan suatu instrumen dan parameter untuk menjalankan fungsinya sebagai pengawas. Beberapa instrumen yang dapat digunakan oleh Dewan Komisaris untuk menjalankan fungsinya antara lain adalah : a. Mengevaluasi, menyetujui dan mengawasi realisasi rencana kerja perseroan secara periodik.
_ 85
Pasal 111 ayat (1) UUPT Pasal 108 ayat (1) UUPT 87 Pasal 108 ayat (2) UUPT 86
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
b. Mengevaluasi laporan hasil temuan pengawas internal dan eksternal, memberikan saran-saran
penyelesaiannya,
serta
mengawasi
pelaksanaan
tindak
lanjut
penyelesaiannya. c. Mengevaluasi laporan penerapan manajemen risiko jika perseroan adalah Bank. 88 d. Meminta laporan penerapan Good Corporate Governance (GCG), mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaannya. 89 e. Membatasi wewenang Direksi sampai batas tertentu dengan mengharuskan Direksi meminta persetujuan kepada Dewan Komisaris sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT dan anggaran dasar. f. Memberhentikan sementara anggota Direksi dengan menyebutkan alasannya. 90 Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. 91 Dalam pasal 117 ayat 1 disebutkan bahwa dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Selanjutnya dalam penjelasan disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan “memberikan persetujuan” adalah memberikan persetujuan secara tertulis dari Dewan Komisaris. Sedangkan yang dimaksud dengan “bantuan” adalah tindakan Dewan Komisaris mendampingi Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. _ 88
Pasal 2 (a) Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003, tanggal 19 Mei 2003 Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006, tanggal 30 Januari 2006 90 Pasal 106 auat (1) UUPT 91 Pasal 108 ayat (4) UUPT 89
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Pemberian persetujuan atau bantuan oleh Dewan Komisaris kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu bukan merupakan tindakan pengurusan. Undang-undang ini membolehkan komisaris memiliki wewenang tertentu yang tidak diberikan kepada Direksi sepanjang hal itu diatur dalam anggaran dasarnya, tetapi wewenang eksekusinya tetap berada di tangan Direksi. Tujuannya adalah sebagai proses pengawasan pada hal-hal tertentu yang dianggap sangat krusial dan memiliki risiko tinggi. Ketentuan ini juga mewajibkan bentuk persetujuan harus tertulis, yang bisa ditafsirkan bahwa sebelum mengambil keputusan menyetujui usulan Direksi tentunya harus ada alasan dan analisa yang mendukung disetujuinya usulan tersebut. Alasan dan usulan tersebut nantinya akan berguna sebagai dasar untuk menilai apakah seorang Komisaris bersalah atau tidak jika kelak akibat keputusan tersebut perseroan menderia kerugian. Di samping memberikan persetujuan, Dewan Komisaris juga bisa memberikan bantuan yang dapat ditafsirkan hanya bersifat sukarela, di mana wewenangnya ada pada Direksi. Untuk pemberian bantuan ini, Dewan Komisaris tidak bertanggung jawab secara hukum atas akibat dari perbuatan hukum tersebut. Pasal 109 ayat 1 mengharuskan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris juga wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan nasehat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana yang diatur pada pasal 109 ayat 3.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
3. Direksi Sesuai dengan definisi yang diberikan oleh UUPT, Direksi
adalah orang
perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan, baik di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. a. Tugas Direksi Keabsahan suatu perbuatan hukum sangatlah bergantung pada kewenangan yang dimiliki oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Kewenangan ini oleh kalangan ahli hukum digolongkan kedalam kewenangan yang berdasarkan pada ; 1) Kapasitas diri sendiri sebagai individu pribadi; 2) Kapasitas sebagai pemegang kuasa yang bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa; 3) Kapasitas untuk bertindak dalam jabatan yang dalam hal ini bertindak selaku yang berwenang berdasarkan jabatannya tersebut. 92 Konsep kewenangan bertindak tersebut menjadi
penting terutama jika
dihubungkan dengan konsekuensi hukum dan tidak terpenuhinya syarat subjektif sahnya suatu perjanjian. Hukum perjanjian dan lazimnya peraturan perundang-undangan yang berlaku mengancam setiap perbuatan hukum yang tidak memenuhi syarat subjektif ini dengan ancaman batal (dapat dibatalkan) setiap saat, selama masa daluwarsa masih belum terlewati dan atau dalam hal perjanjian ini tidak diratifikasi lebih lanjut. Dalam
_ 92
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, (Jakarta : Rajawali Pers, 1999), hal. 118
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
kitab Undang-undang Hukum Perdata, hak untuk membatalkan perjanjian yang demikian diberikan kepada mereka yang syarat subjektifnya tidak terpenuhi. 93 Dalam kaitannya dengan perseroan ditentukan bahwa yang menjalankan tugas pengurusan adalah Direksi. Sehingga Direksi mewakili perseroan melakukan perbuatan hukum dalam kapasitas untuk bertindak dalam jabatan yang dalam hal ini bertindak selaku yang berwenang berdasarkan jabatannya tersebut. Untuk memnuhi legalitas melakukan tindakan hukum mewakili perseroa., Direksi harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu : 1) Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dan dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatannya tidak pernah; a) Dinyatakan pailit b) Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; c) Dihukum karena melakukan tindakan pidana yang merugikan keungana negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. 94 2) Lulus fit and proper test oleh Bank Indonesia untuk Direksi Bank. 95 3) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu. 96
_ 93
Gunawan Wijaya, Op. Cit., hal. 75., Lihat juga ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 94 Pasal 93 ayat (1) UUPT 95 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/25/PBI/2003, tanggal 10 November 2003. 96 Pasal 94 ayat (1) & ayat (3) UUPT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus Perseroan yang, antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari Perseroan. Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang dan/atau anggaran dasar. Sedangkan yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat “adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis. 97 Untuk memenuhi kewajiban tersebut di atas, maka Direksu harus : 1) Menyusun Rencana Kerja jangka pendek yang lazim di sebut sebagai Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT), Rencana Kerja jangka menengah (Rencana Bisnis berjangka waktu 3 – 5 tahun) dan Rencana Kerja jangka panjang yang berjangka waktu di atas 5 (lima) tahun. Rencana kerja ini harus disesuaikan dengan visi dan misi perusahaan yang telah ditetapkan oleh pendiri perusahaan tidak boleh hanya ditentukan oleh pengurus tetapi harus disetujui oleh RUPS; 2) Menyusun Standar Operasional dan prosedur disemur lini kegiatan perusahaan sebagai pedoman bagi setiap orang untuk menjalankan tugasnya; 3) Mengelola risiko agar Perseroan tidak mengalami kerugian yang dapat mengancam kelangsungan usaha;
_ 97
Pasal 92 ayat (1) dan ayat (2) UUPT beserta penjelasannya
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
4) Menerapkan GCG. Banyak literatur yang menjelaskan mengenai GCG tetapi khusu untuk Bank Umum telah ada peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang penerapan GCG. tetapi khusus untuk Bank Umum telah ada peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang GCG. 98 UUPT mewajibkan
Perseroan
yang kegiatan usahanya berkaitan dengan
menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi. Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan diantara anggota Direksi
ditetapkan berdasarkan
keputusan RUPS. Jika RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi
maka Direksi
harus mengatur pembagian tugas dan wewenang
berdasarkan keputusan Direksi. Direksi sebagai organ Perseroan yang melakukan pengurusan Perseroan memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan. Oleh karena itu, apabila RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi, sudah sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri. 99 Khusus
untuk Bank umum, Bank Indonesia mewajibkan adanya seorang
Direktur Kepatuhan (Compliance Director), yang bertugas dan bertanggung jawab sekurang-kurangnya untuk ; _ 98
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006, tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/2006 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Goog Corporate Governance. 99 Pasal 92 ayat (5) ayat (6) UUPT serta penjelasannya.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1) Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan Bank telah memenuhi seluruh peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian; 2) Memantau dan menjaga agar kegiatan usaha Bank tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku; 3) Memantau dan menjaga kepatuhan Bank terhadap seluruh perjanjian dan komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Direktur Kepatuhan wajib mencegah Direksi Bank agar tidak menempuh kebijakan dan/atau menetapkan keputusan yang menyimpang dari peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundangundangan lain yang berlaku. 100 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam melakukan perbuatan hukum, perseroan diwakili oleh Direksi. Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggoa Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Undang-undang ini pada dasarnya menganut sistem perwakilan kolegial, yang berarti tiap-tiap anggota Direksi berwenang mewakili perseroan. Namun, untuk kepentingan Perseroan , anggaran dasar dapat menentukan bahwa Perseroan diwakili oleh anggota Direksi tertentu. Kewenangan Direksi untuk
_ 100
Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/6/PBI/1999, tanggal 20 September 1999, tentang penugasan direktur kepatuhan (compliance director) dan penerapan standar pelaksanaan fungsi audit intern umum.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
mewakili Perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini, anggaran dasar, ataupun keputusan RUPS. 101 Agar jiwa kolegial yang dianut oleh Undang-undang ini tidak hilang, maka setiap pengambilan keputusan harus dilakukan secara kolegial agar ada process check and balance. Setelah keputusan diambil secara kolegial , maka salah seorang Direksi , biasanya Direktur Utama, akan mewakili Perseroan untuk bertindak untuk dan atas nama Perseroan. Dengan mekanisme pengambilan keputusan secara kollegial, prinsip tanggung jawab renteng dapat diterapkan. Undang-undang Perseroan
Terbatas juga mengisyaratkan bahwa tidak ada
anggota Direksi yang memiliki wewenang absolut di dalam menjalankan tugasnya. Hal ini tercermin di dalam
prinsip yang menekankan mekanisme kolegial di dalam
pengambilan keputusan dan pertanggung jawaban serta
penyebutan Direksi
yang
berkonotasi kumpulan Direksi yang mengambil keputusan secara kolegial. b. Tanggung jawab pribadi Direksi bertanggungjawab atas pengurusan Perseroan dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab. Setiap anggota Direksi
pribadi atas kerugian Perseroan
bertanggung jawab penuh secara
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan. Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggungjawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. 102
_ 101 102
Pasal 98 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUPT serta penjelasannya Pasal 97 ayat (1), ayat (2), ayat (3) UUPT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Ketentuan mengenai pertanggungjawaban Direksi
yang bersifat pribadi dan
tanggung renteng semakin menguatkan bahwa Direktur Utama bukanlah pemegang wewenang absolut atau pengambil keputusan tertinggi dalam menjalankan roda operasi Perseroan. Lalu sebagai apakah Direktur Utama dalam perseroan ? Bagaimana kalau terdapat perbedaan pendapat dalam proses pengambilan keputusan ? Bagaimana untuk mencari tim Direksi yang memiliki teamwork yang baik? Konsekuensi dari sistem kolegial ini menempatkan Direktur Utama sebagai koordinator Direksi. Oleh karena itu, kriteria untuk menjadi seorang Direktur Utama menjadi lebih berat, tidak hanya sekedar memenuhi syarat legalitas yang ditentukan oleh UUPT dan peraturan lainnya, tetapi harus mampu merefleksikan dirinya sebagai seorang pemimpin; antara l;ain; 1) Memiliki integritas moral; 2) Memiliki kemampuan managerial; 3) Menguasai pekerjaan 4) Memiliki visi; 5) Menjadi contoh (Role Mode); 6) Dan karakter lain yang dapat menaikkan kredibilitas ; Bentuk pelaksanaan prinsip kolegial, tanggung renteng dan independen didalam perbankan Indonesia juga diatur dalam ketentuan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Setiap kebijakan dan keputusan strategis wajib diputuskan melalui rapat Direksi dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dan dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat. Dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat, pengambilan
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Hasil rapat Direksi tersebut wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan secara baik. Jika terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinions) dalam rapat Direksi, maka wajib dicantumkan secara jelas dalam notulen rapat beserta alasan perbedaan pendapat tersebut. 103 Adanya dissenting opinion
juga mengisyaratkan bahwa setiap anggota Direksi
haruslah
independen baik terhadap pihak di luar Direksu maupun terhadap anggota Direksi lainnya. Sedangkan untuk mendapatkan anggota Direksi yang dapat bekerja sama atau memiliki teamwork yang harmonis, maka peran fit and proper test mutlak diperlukan sebelum seorang diangkat menjadi anggota Direksi. Untuk
menilai apakah calon
Direksi dapat bekerjasama dalam satu tim, maka dinilai melalui beberapa aspek antara lain visi, rencana kerja, cara pandang dan pemikiran oleh masing-masing kandidat Direksi. Calon-calon Direksi yang memiliki kesamaan, kesejalanan dan saling bersinergi pada hal-hal tersebut adalah mereka yang bisa bekerjasama. Dengan demikian independensi masing-masing anggota Direksi sudah terjaga sejak dini.
B. Prinsip fiduciary dalam UUPT Berdasarkan UUPT pengurusan perseroan dipercayakan kepada Direksi sebagaimana dijelaskan pada Pasal 97 ayat (1)
yang menyatakan bahwa Direksi
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. _ 103
PBI NO.8/4/PBI/2006, Pasal 35 ayat (5)
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Sedangkan di pasal 97 ayat (2) UUPT menetapkan bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab melaksanakan pengurusan tersebut. Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sendiri. 104 Di dalam penjelasan Pasal 97 ayat (2) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penuh tanggungjawab adalah memperhatikan Perseroan dengan seksama dan tekun. Namun perlu ditekankan bahwa kewajiban utama dari Direksi
adalah kepada
perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok sesuai dengan posisi seorang Direksi
sebagai trustee dalam
perseroan. 105 UUPT ini memperingatkan setiap anggota Direksi untuk tidak mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan kepadanya yang dapat dilihat pada Pasal 97 ayat (3) yang menyatakan bahwa setiap anggota bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 97 ayat (2) 106 . Proporsi tanggung jawab adalah bersifat tanggung renteng jika Direksi terdiri dari dua orang atau lebih sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 97 ayat (4) bahwa dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi
atau lebih, tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. _ 104
Pasal 97 ayat (2) UUPT Janet Dine, Company Law (London : Sweet & Maxweel, 1998), hal. 182 106 UUPT 105
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
UUPT menganut prinsip good faith (itikad baik), yang dapat dilihat pada Pasal 92 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Direksi untuk kepentingan Perseroan
menjalankan pengurusan Perseroan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. 107
Sehingga ukuran itikad baik ada tiga, yaitu keputusan dan kebijakan Direksi harus : a. memihak kepentingan Perseroan b. sesuai dengan misi didirikannya Perseroan c. mendekatkan Perseroan kepada visi dan misi yang ingin dicapai Prinsip good faith (itikad baik) ini sulti dicapai jika ada konflik kepentingan, oleh karena itu UUPT ini juga mengatur bagaimana jika terdapat benturan kepentingan yaitu pada pasal 99 ayat (1), yang mengatur bahwa anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila : a. Terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan
dengan anggota Direksi
yang
bersangkutan; atau b. Anggota Direksi
yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan; Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
yang berhak
mewakili perseroan adalah : a. anggota Direksi
lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan
perseroan;
_ 107
Ibid
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
b. Dewan komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan; dan c. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. Sehubungan dengan benturan kepentingan ini, khususnya perbankan ada aturan lain yang lebih rinci dan bersifat preventif yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan harus dipatuhi, antara lain; a. Jumlah anggota Direksi paling kurang 3 (tiga) orang, ketentuan ini dimaksudkan jika terjadi perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan maka dapat dilakukan voting sehingga roda organisasi b. Direksi dipimpin oleh Presiden Direktur atau Direktur Utama. Namun demikian, kepempimpinan Direktur Utama atau Presiden Direktur tidaklah mutlak karena ia membutuhkan persetujuan Direktur lain dalam mengambil keputusan untuk bisa mengeksekusinya. Dikatakan dia sebagai pemimpin Bank karena semua bidang pekerjaan menjadi tanggung jawab Direktur Utama dan harus mendapat persetujuannya; c. Presiden Direktur atau Direktur Utama wajib berasal dari pihak yang independen terhadap pemegang saham pengendali. Ketentuan ini untuk menghindari benturan kepentingan serta independensi Direktur Utama dalam menjalankan operasional Bank dapat terjaga;
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
d. Anggota Direksi Direksi
dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris,
atau Pejabat Eksekutif pada Bank, perusahaan dan/atau lembaga lain.
Disamping untuk menghindari Direksi dari benturan kepentingan, ketentuan ini juga baik untuk menjaga agar Direksi fokus untuk mengelola Bank karena mengelola Bank memang harus dilakukan dengan serius, hati-hati serta fokus, mengingat tingginya risiko yang dihadapi oleh industri perbankan. e. Anggota Direksi
baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dilarang memiliki
saham melebihi 25% (dua puluh lima perseratus) dari modal disetor pada Bank/atau pada suatu perusahaan lain. Ketentuan ini untuk menantisipasi penyaluran kredit atau pembiayaan pada perusahaan atau group sendiri; f. Mayoritas anggota Direksi dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi dan/atau dengan anggota Dewan Komisaris. Hal ini untuk menjaga independen pengurus; g. Anggota Direksi wajib mengungkapkan; 1) Kepemilikan sahamnya, baik pada Bank yang bersangkutan maupun pada Bank dan perusahaan lain, yang berkedudukan di dalam dan di luar negeri. 108 2) Hubungan keluarga dan hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris; anggota Direksi lain dan/atau pemegang saham Bank.
_ 108
Pasal 101 ayat (1) UUPT juga menyebutkan bahwa anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki oleh anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. Ayat (2) menyatakan anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menimbulkan kerugian bagi perseroan, bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian perseroan tersebut.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
h. Anggota Direksi dilarang memanfaatkan Bank untuk kepentingan sendiri, keluarga, dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan Bank; i. Anggota Direksi dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari Bank, selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS; j. Anggota Direksi
wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas
pada laporan
pelaksanaan Good Corporate Governance sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. 109 Sedangkan untuk melihat apakah suatu keputusan dan kebijakan Direksi akan mendekatkan perseroan kepada visinya dapat dilihat dari 4 (empat) perspektif dengan meminjam konsep Balanced Scorecard. Balanced Scorecard adalah seperangkat ukuran kuantifikasi yang dihasilkan dari strategi perusahaan atau organisasi. Ukuran-ukuran yang dipilih tersebut merupakan alat bagi pimpinan perusahaan untuk berkomunikasi kepada karyawan dan pihak luar dan juga mengarahkan hasil yang akan dicapai agar sesuai dengan misi serta tujuan strategisnya. 110 Empat persepsktif itu adalah pelanggan, proses internal, proses pembelajaran dan peningkatan ketrampilan karyawan serta aspek keuangan perusahaan.
_ 109
Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, tanggal 30 Januari 2006, dan Peraturan Bank Indonesia No.8/14/PBI/2006 tentang Perubahan atas Peraturan bank Indonesia Nomr 8/14/PBI/2006 110 Paul R.Niven, Balanced Scorecard step by step; Maximizing Performance and Maintaining Results, (New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2006), hal. 13
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
a. Perspektif Pelanggan, ketika kita berbicara mengenai perspektif pelanggan, maka Direksi harus menentukan siapa target pasar perseroan, value apa yang dipakai untuk melayani pelanggan, dan apa yang diharapkan pelanggan dari perseroan. Sehingga segala kebijakan dan keputusan Direksi
seharusnya diarahkan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. b. Perspektif proses internal, adalah mengidentifikasikan proses kunci yang harus diperbaiki untuk terus bisa meningkatkan value kepada pelanggan dan juga kepada pemilik. c. Perspektif proses pembelajaran dan peningkatan ketrampilan karyawan, aspek ini sangat menentukan keberhasilan pencapaian perspektif lainnya. d. Perspektif keuangan, adalah ukuran yang sangat penting dalam sistem balanced scorecard, khususnya pencapaian laba perseroan. Tujuan dan ukuran dalam perspektif ini akan mencerminkan apakah eksekusi strategi perseroan, yang telah ditetapkan pada tiga perspektif lainnya, menghasilkan peningkatan keuntungan perseroan. 111
C. Doktrin Ultra Vires dalam UUPT Doktrin Ultra Vires menyatakan bahwa Direksi dilarang melakukan kegiatan yang berada di luar kewenangannya. Sebagaimana yang telah diuraikan terdahulu bahwa ada wewenang RUPS yang tidak diberikan kepada Direksi. Ada pula wewenang RUPS yang dilimpahkan ke Dewan Komisaris. Sehingga untuk melakukan perbuatan hukum
_ 111
Ibid, hal. 14 – 16
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
diluar wewenangnya Direksi
wajib memohon persetujuan dari RUPS atau Dewan
Komisaris. Direksi juga dilarang melakukan perbuatan hukum yang tidak sejalan dengan maksud dan tujuan perseroan, di samping itu juga harus memperhatikan kelaziman praktek dalam dunia usaha yang sejenis sebagaimana yang tergambar pada Pasal 92 ayat (1) dan (2) UUPT. Dengan kata lian, apabila perseroan melakukan kegiatan di luar ruang lingkup maksud dan tujuannya atau dalam teori hukum Perseroan disebut tindakan ultra vires, maka perseroan tersebut, melalui Direksinya telah melakukan perbuatan yang ilegal. Walaupun UUPT tidak menegaskan konsekuensi hukum yang dapat timbul jika ketentuan Pasal 92 ayat (1) dan (2) dilanggar, tetapi dapat ditafsirkan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan Perseroan bertentangan dengan maksud dan tujuan Perseroan, atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, atau dengan kesusilaan, atau kelaziman dalam dunia yang sejenis, batal demi hukum atau dapat dibatalkan oleh hakim. Apabil abatal demi hukum, maka sejak semula transaksi itu tidak mempunyai kekuatan hukum atau tidak sah, sedang apabila dibatalkan oleh hakim, maka transaksi itu menjadi tidak mengikat bagi para pihak sejak putusan hakim dijatuhkan. Berikut ini diuraikan tentang dan pandangan yang berkaitan dengan doktrin ultra vires tersebut, yaitu :
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1. Public document rule Dampak doktrin ultra vires
menjadi semakin meningkat karena berlakunya
public dokument rule atau doctrine of cousntructive’s notice. Doktrin ini didasarkan atas
pendapat
bahwa
karena
seorang
yang
berhubungan
dengan
suatu
pendirian/anggaran dasar perseroan yang berdasarkan UUPT Indonesia harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan), semua mereka yang berhubungan dengan suatu perseroan dianggap sudah memeriksa dokumen-dokumen perseroan, dan oleh karena itu dianggap telah mengetahui ruang lingkup kegiatan-kegiatan perseroan yang menurut anggaran dasar boleh dilakukan, 112 rbankan, selain anggaran dasar, ketentuan yang mengatur Bank scara umum seperti yang tercantum dalam Perbankan, Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia harus juga dicermati dan dipatuhi. 113
ng-Undang Perbankan telah mengatur jenis usaha yang boleh dilakukan oleh Bank Umum. Setiap pihak yang
nis dengan Bank/Perseroan dianggap sudah mengetahui bidang usaha apa saja yang boleh dilakukan Bank. Jika
di luar bidang-bidang yang telah ditentukan Undang-Undang ini, maka Bank/Perseroan melalui Direksinya dapat
kegiatan ultra vires. Dengan demikian, pihak lain yang berhubungan dengan Bank/Perseroan tidak dapat lagi
kepada hakim, jika transaksi yang dilakukan oleh Bank dinyatakan batal demi hukum, atau dibatalkan oleh
n bahwa transaksi itu telah dilakukan oleh Bank/Perseroan dengan melanggar asas ultra vire. 2. Indoor Management Rule
_ 112
Sutan Remi sjahdeni, Op. Cit., hal. 103-104 UU Perbankan No.7 tahun 1992 dan No.10 tahun 1998, Peraturan Bank Indonesia serta surat Edaran Bank Indonesia mengatur tentang jenis usaha yang boleh dilakukan serta kegiatan –kegiatan yang dilarang dilakukan oleh Bank. 113
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Sebagaimana telah dikemukakan tertahulu, berdasarkan public documents rule, semua orang yang melakukan transaksi dengan suatu perseroan dianggap telah mengetahui isi anggaran dasar perseroan tersebut. Namun bekerjanya public documents rule, bukanlah tanpa batas. Putusan-putusan pengadilan Inggris membatasi bekerjanya asas tersebut, karena dokumen-dokumen itu tidak mengungkapkan hal-hal tertentu yang seyogianya dipenuhi bagi sahnya tindakan Direksi, atau transaksi Perseroan yang dilakukan dengan pihak luar. Hal-hal yang tidak mungkin diketahui oleh pihak luar hanya dari dokumen publik itu adalah : 1) Apakah para Direktur telah diangkat sebagaimana mestinya ? 2) Apakah mereka yang menyatakan dirinya berhak bertindak sebagai (para) Direktur memiliki kewengan untuk bertindak sebagaimana yang dilakukannya? 3) Apakah RUPS atau rapat Direksi telah diselenggarakan dengan melakukan pemberitahuan sebagaimana mestinya ? 4) Apakah RUPS atau rapat Direksi
telah diselenggarakan memenuhi kuorum yang
ditentukan ? 5) Apakah voting dalam rangka pengambilan keputusan telah dilaksanakan sebagaimana mestinya ?
6) Apakah keputusan Direksi yang diambil telah diteruskan oleh Direksi kepada pihakpihak yang perlu mengetahui dan atau terhadapnya berlaku keputusan itu? 114
_ 114
Sutan Remy Sjahdeni, Op. Cit., hal. 104
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
adalah putusan pengadilan Inggris dalam perkara Royal British Bank vs Turquand (1856), pihak luar dapat
rak yang dibuatnya dengan suatu perseroan adalah sah dan mengikat, sekalipun terdapat kekurangan yang
n anggota Direksi yang bersangkutan. Asas yang ditetapkan dalam putusan pengadilan Turquand’s Case itu
ungi seseorang yang beritikad baik melakukan transaksi dengan suatu perseroan, dan yang tidak mengetahui
-syarat intern perseroan yang diperlukan bagi manajemen untuk melakukan transaksi dengan pihak luar tidak
u berhak untuk menganggap bahwa semua hal yang menyangkut pengurusan internal dan prosedur yang
garan dasar perusahaan telah dipenuhi. Asas yang diterapkan dalam Turquand’s Case itu disebut the indoor
_ 115
Ibid. Berdasarkan putusan pengadilan Inggris dalam Perkara Royal British Bank vs Turquand (1856), pihak luar dapat mengklaim bahwa kontrak yang dibuatnya dengan suatu perseroan adalah sah dan mengikat, sekalipun terdapat kekurangan yang menyangkut kewenangan anggota Direksi yang bersangkutan. Asas yang ditetapkan dalam putusan pengadilan dalam Turquand’s case itu bertujuan untuk melindungi seorang yang beritikad baik melakukan transaksi dengan suatu perseroan, dan yang tidak mengetahui kenyataan bahwa syarat-syarat intern perseroan yang diperlukan bagi manajemen untuk melakukan transaksi dengan pihak luar tidak dipenuhi. Pihak ketiga itu tidak disyaratkan meneliti untuk memastikan bahwa seluruh ketntuan intern perseroan telah dipenuhi. Pihak luar itu berhak untuk menganggap bahwa semua hal yang menyangkut pengurusan internal dan prosedur yang diharuskan menurut Anggaran Dasar perusahaan telah dipenuhi. Asas yang ditetapkan dalam Turquand’s case itu disebut the indoor management rule.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Penulis sependapat bahwa asas the indoor management rule dapat dilakukan, dengan ketentuan bahwa hal-hal yang umum yang seharusnya di periksa dan patut diketahui, seperti anggaran dasar perseroan, keputusan RUPS, Undang-undang dan Peraturan yang berlak harus dipelajari dan dipatuhi oleh pihak sebelum melakukan transaksi atau perbuatan hukum lainnya dengan perseroan. Jika pihak lain tidak melakukan pemeriksaan dan memastikan bahwa transaksi dan tindakan hukum yang akan dilakukan dengan Perseroan bukan tergolong kegiatan ultra vires, dan kemudian hari ternyata tidak sesuai dengan anggaran dasarnya misalnya, maka tindakan Direksi dapat digolongkan ilegal atau melakukan kegiatan ultra vires. Konsekuensinya adalah perbuatan Direksi itu batal demi hukum atau dapat dibatalkan oleh hakim.
D. Derivative Action dalam UUPT Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi jika melanggar azas fiduciary duty dan/atau ultra vires
yang menyebabkan kerugian perusahaan. UUPT memberikan jalan untuk
melakukan pemeriksaan terhadap perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa : 1. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
2. Anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga. 116 Selanjutnya UUPT juga mengatur tenang siapayang
dapat mengajukan
permohonan untuk dilakukannya pemeriksaan terhadap perseroan, yaitu : 1. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/ 10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara; 2. Pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasarn perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; ata 3. Kejaksaan untuk kepentingan umum. 117
ng saham minoritas atas nama pemegang saham memiliki hak untuk mengajukan gugatan derivatif kepada
aris. Tentu saja tidak semua pemegang saham minoritas berhak melakukan gugatan derivatif. Memang masing-
peraturan yang berbeda mengenai hal ini. UUPT yang berlaku di Indonesia hanya mengatur bahwa pemegang
erhak mengajukan gugatan derivatif atas nama perseroan adalah pemegang saham yang mewakili paling sedikit agian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara melalui pengadilan negari terhadap anggota Direksi dan
esalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. 118
UUPT No.40 tahun 2007 tidak menyinggung masalah apakah gugatan dari existing share holder (pemegang saham saat ini) atau pemegang saham saat kesalahan di berbagai negara lain, menurut penulis, hati nurani dan rasa keadilannya.jika _ 116
Pasal 138 ayat (1) UUPT Pasal 138 ayat (3) UUPT 118 Pasal 97 ayat (6) dan Pasal 114 ayat (6) UUPT 117
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
pengadilan mengikuti aliran contemporaneous owenership, maka ia akan menolak jika yang mengajukan gugatan adalah existing share holder yang belum menjadi pemegang saham pada saat kesalahan tersebut terjadi. Sebaliknya jika hakim tidak menganut pemahaman contemporer ownership,
maka ia akan meloloskan gugatan ini utnuk
disidangkan. Pemahaman yang terakhir ini dilandasi pemikiran bahwa pihak yang tidak lagi pemegang saham tidak akan maksimum lagi memperjuangkan hak-hak perusahaan. Permohonan gugatan tersebut tidak serta merta langsung diajukan pengadilan tetapi diajukan setelah permohonan terlebih dahulu meminta
data atau keterangan
kepada Perseroan dalam RUPS dan perseroan tidak memberikan data atau keterangan tersebut. 119 Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan tentang perseroan atau permohonan pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus didasarkan atas alasan yang wajar dan itikad baik. 120 Mengingat bahwa gugatan derivatif pemegang saham penggugat tidak mewakili dirinya sendiri, tetapi atas nama perseroan, maka terdapat beberapa karateristik khusus dari suatu gugatan derivatif, yaitu sebagai berikut :
_ 119 120
Pasal 138 ayat (4) UUPT Pasal 138 ayat (5) UUPT
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1. Sebelum melakukan gugatan, sejauh mungkin dimintakan yang berwenang (dalam hal ini Direksi), untuk melakukan gugatan untuk dan atas nama perseroan sesuai ketentuan dalam anggaran dasarnya. 121 2. Pihak pemegang saham yang lain sejauh mungkin dimintakan juga partisipasinya dalam derivative suit, mengingat gugatan tersebut juga untuk kepentingannya. 3. Harus diperhatikan juga kepentingan stake holder yang lain, seperti pemegang saham yang lain, pihak pekerja dan kreditur. Karena itu, bukan hanya pemegang saham penggugat yang harus didengar oleh Pengadilan. Misalnya, dalam adanya settlement di pengadilan, apabila settlement tersebut, meskipun katakanlah pihak pemegang saham penggugat menolaknya. 4. Tindakan penolakan gugatan derivatif berdasarkan alasan ne bis in idem 122 tidak boleh merugikan kepentingan pihak stake holder yang lain. 5. Harus dibatasi bahkan dilarang penerimaan manfaat oleh pemegang saham yang ikut terlibat dalam tindakan yang merugikan Perseroan terhadap mana gugatan derivatif diajukan, yakni manfaat dari ganti rugi yang diberikan terhadap gugatan derivatif tersebut.
_ 121
Pasa pasal 97 ayat (7) UUPT disebutkan bahwa ketentuan pada pasal 97 ayat (5) UUPT tidak mengurangi hak anggota direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajikan gugatan atas nama perseroan. 122 Istilah Ne Bis In Idem berasal dari bahasa latin yang menurut Saochid Kartanegara berarti seseorang tidak boleh dituntut terhadap suatu delict (tindak pidana), apabila terhadap delict yang dilakukannya itu diberi keputusan hakim dan keputusan mana mempunyai kekuatan terakhir atau seseorang tidak dapat dituntut lagi dalam delict itu juga, karena telah ada keputusan hakim sebelumnya.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
6.
Seluruh manfaat yang diperoleh dari gugatan dari derivatif menjadi milik Perseroan
7. Sebagai konsekuensinya maka seluruh biaya yang diperlukan dalam gugatan derivatif (termasuk fee lawyer) selayaknya ditanggung oleh pihak Perseroan. 123
E. Prinsip business judgement rule dalam UUPT Kalau di dalam prinsip fiduciary duty, seorang Direksi dituntut standar prilaku tertentu dan kewajiban serta tanggung jawab yang harus dipenuhi, maka business judgement rule sebaliknya adalah suatu pembebasan tanggung jawab pribadi atas segala kerugian yang terjadi akibat keputusan, tindakan dan periaku bisnis yang dilakukan oleh Direksi. Dengan adanya business judgement rule memberikan kelegaan kepada Direksi didalam menjalankan roda kepemimpinan di perusahaan yang berbadan hukum PT. Sepintas ada pertentangan antara prinsip fiduciary duty dengan business judgement rule, tetapi sebenarnya kedua hal tersebut bersifat komplementer atau saling melengkapi. Seorang Direksi terbebas dari tanggung jawab Direksi jika ia dapat membuktikan diri bahwa telah melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam fidufiary duty, misalnya telah melakukan duty of care, goodfaith, tidak melanggar doktrin ultra vires, tidak melakukan gross neglegence dan lain sebagainya.
_ 123
Munir Fuady, Op. Cit., hal. 260-261
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Prinsip business judgement rule juga telah diakomodir dalam UUPT nomor 40 tahun 1997 pada Pasal 97 ayat (5), disebutkan bahwa seorang Direksi bebas dari tanggung jawab atas kerugian perseroan apabila dapat membuktikan : 1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; 2. Telah melakukan pengurusan dengan itikd baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; 3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian ; dan 4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Walaupun secara umum, ketentuan di atas telah mengadopsi prinsip prinsip business judgement rule, namun demikian ada sedikit perbedaan versi dengan ketentuan business judgement rule yang biasa ditemui di Negara-negara common law. Menurut Bismar Nasution ada tiga
perbedaan mendasar prinsip business
judgement rule yang diadopsi oleh UUPT Nomor 40 tahun 2007 jika dibandingkan dengan yang berlaku di Negara-negara common law. 124 Pertama, pada umumnya prinsip business judgement rule hanya berlaku pada keputusan bisnis saja. Dalam UUPT, prinsip ini berlaku pada “pengurusan perseroan” yang merupakan aspek yang lebih luas dibandingkan dengan keputusan bisnis. Hal ini berarti Direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya bukan hanya dalam hal _ 124
Bismar Nasution, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank, disampaikan pada seminar sehari yang diselenggarakan oleh Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur, tanggal 02 April 2008, hal. 13
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
keputusan bisnis yang ia ambil, tetapi juga dalam aspek manajemen perusahaan juga Direksi tersebut dapat membuktikan kelima unsur diatas. Kedua, tidak ada kejelasan definisi mengenai “kesalahan” dan “kelalaian”. Hal ini akan mengakibatkan sangat sulit untuk membuktikan bahwa tidak ada unsur kesalahan atau kelalaian dalam keputusan bisnis atau kepengurusan tanpa parameter yang jelas tentang apa yang dapt dikategorikan sebagai kesalahan atau kelalaian. Dalam struktur perusahaan yang
semakin rumit tidak jarang Direksi mendelegasikan
kewenangannya kepada bawahannya yang mungkin menyalahgunakan kewenangan tersebut. Hal yang sama terjadi dalam hal keputusan bisnis. Dalam iklim usaha yang semakin kompetitif, tidak jarang Direksi harus mengambil keputusan yang bersifat spekulatif
untuk dapat bersaing dengan
kompetitornya. Apakah apabila nantinya
keputusan tersebut mengakibatkan kerugian, Direksi dapat dianggap salah atau lalai. Hal ini sedikit berbeda dengan Negara common law yang pada umumnya tidak mencantumkan unsur ini dalam bunyi pasalnya. Standar yang dilakukan adalah standar kewajaran (reasonable) mana pengadilan akan melihat keputusan yang diambil oleh Direksi dengan melihat apa yang akan dilakukan oleh orang lain yang mempunyai posisi dan dalam kondisi yang sama. Apabila orang lain tersebut cenderung mengambil keputusan yang sama, maka keputusan bisnis tersebut dapat dikatakan merupakan keputusan bisnis yang wajar. Hal ini dilakukan untuk mendorong Direksi untuk berani mengambil keputusan-keputusan yang bersifat inovatif. Tanpa adanya keberanian untuk dikhawatirkan perkembangan ekonomi dapat terhambat apalagi dimana globalisasi dimana para par Direksi dihadapkan dengan pesaing dari berbagai negara.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Ketiga, permasalahan
ukuran “itikad baik” dan “kehati-hatian” masih juga
terdapat di UUPT. Seperti juga ketidakjelasan dalam definisi kesalahan dan kelalaian, tidak adanya unsur yang jelas dari ketentuan itikad baik dan kehati-hatian dapat mengakibatkan ketidakpastian bagi para Direksi. Oleh karena itu, para Direksi haruslah tetap berhati-hati dalam kepengurusan dan pengambilan keputusan bisnisnya agar mendapat perlindungan dari UUPT. 125 Keempat, Pasal 155 UUPT juga menagtur bahwa ketentuan tanggungjawab Direksi tidak mengurangi kesalahan dan kelalaian yang diatur oleh Undang-Undang Hukum Pidana. Artinya walaupun menurut ketentuan UUPT ini seorang Direksi dapat dibebaskan dari tanggungjawabnya, tidak menutup kemungkinan Direksi tersebut masih dapat dituntut dengan ketentuan lain dalam peraturan undang-undang lainnya. Hal ini tentunya dapat mengaburkan dari penerapan prinsip business judgement rule itu sendiri. Di satu sisi ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan safe harbour kepada para Direksi, namun di sisi lain UUPT tidak secara otomatis melindungi Direksi dari tanggungjawabnya terhadap eksposure UU Pidana lainnya. 126 Walaupun penerapan prinsip business judgement rule masih diselimuti dengan berbagai persoalan dan kendala sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi harus ada pendekatan yang dilakukan agar ketentuan pasal 97 ayat (5) UUPT dapat diimplementasikan. Khususnya untuk usaha perbankan, akan didekati dengan berbagai ketentuan dan kelaziman yang berlaku di dunia perbankan di samping ketentuan UUPT itu sendiri sebagai payung hukumnya. _ 125 126
Ibid, hal. 13-14 Ibid, hal. 15
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
BAB IV PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK PERSEROAN TERBATAS
Sebagaimana yang telah diuraikan pda bab sebelumnya, bahwa UUPT sudah mengadopsi prinsip business judgement rule dalam pasal 97 ayat (5). Berikut ini akan diuraikan bagaimana menerapkan prinsip tersebut dalam pertanggung jawaban Direksi Bank Perseroan Terbatas, dengan menguraikan satu persatu ini dari pasal 97 ayat(5) tersebut dan disesuaikan dengan karekteristik bisnis perbankan.
A. Kerugian bukan karena kesalahan atau kelalaian Direksi UUPT tidak menjelaskan ukuran apa yang dipakai sehingga seorang Direksi dapat digolongkan telah melakukan “kesalahan” dan “kelalaian”. Untuk dapat melakukan pendepatan yang lebih terarah, perlu dipahami arti kata “kesalahan” dan “kelalaian” dan ukuran yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai apakah kebijakan Direksi tergolong salah atau lalai. 1. Pengertian kesalahan dan kelalaian Sebagaimana diketahui bahwa pasal 136 KUH Perdata 127 mensyaratkan adanya unsur kesalahan (schuld) terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Sudah merupakan tafsiran umum dalam ilmu hukum bahwa unsur kesalahan tersebut dianggap ada jika memenuhi salah satu diantara 3 (tiga) syarat sebagai berikut :
_ 127
Pasal 1365 KUH Perdata berbunyi
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
a. ada unsur kesengajaan, atau b. ada unsur kelalaian (negligence, culpa) 128 dan c. Tidak ada alasan pemaaf (rechtvaardigings-grond), atau keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain 129 Ditinjau dari segi berat ringannya derajat kesalahan dari pelaku perbuatan melawan hukum, maka dibandingkan dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan denganunsur kelalaian, maka perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan unsur kesengajaan derajat kesalahannya lebih tinggi. Jika seseorang yang dengan sengaja merugikan orang lain (baik untuk kepentingannya sendiri atau bukan), berarti dia telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum tersebut dalam arti yang sangat serius ketimbang dilakukannya hanya sekedar kelalaian belaka. 130
2. Ukuran (bench mark) dari kelalaian dan kelalaian Dari definisi di atas bahwa dibalik kata kesalahan atau kelalaian itu terkandung pengertian bahwa ada suatu perbuatan melanggar hukum. Hukum dalam konteks industri perbankan harus ditafsirkan secara luas mengingat begitu banyak aturan yang diberlakukan pada industri perbankan. Selanjutnya akan diidentifikasi ketentuanketentuan yang harus dipatuhi oleh Direksi Bank. Ada beberapa ketentuan-ketentuan di
_ 128
Pasal 367 KUH Perdata berbunyi “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya. 129 Munir Fuady, Perbuatan melawan hokum, pendekatan kontemporer, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2005). 130 Ibid, hal. 45-46
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
atas dunia perbankan yang harus dipedomani Direksi dalam menjalankan tugasnya antara lain : a. Undang-undang yang berlaku dan ketentuan-ketentuan di bawahnya b. Seluruh ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia c. Komitmen dengan bank Indonesia. Komitmen biasanya diminta oleh Bank Indonesia setelah melakukan pemeriksaan dan pembinaan terhadap Bank, Komitmen berisi langkah-langkah perbaikan yang harus dilakukan Bank; d. Anggaran Dasar perusahaan. Di dalam anggaran dasar biasanya tercantum hak, kewajiban, wewenang Direksi , bisi dan misi perusahaan; e. Standar operasional dan prosedur (SOP) yang
mengatur langkah-langkah yang
harus ditempuh dalam memproses suatu pekerjaan sejak awal sampai pekerjaan selesai; f. Pendapat yang dikeluarkan oleh Direktur Kepatuhan atas hasil uji kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Direksi, sebagaimana yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa salah satu tugas Direktur Kepatuhan adalah mencegah Direksi Bank agar tidak menempuh kebijakan dan/atau menetapkan keputusan yang menyimpang dari peraturan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku serta tetap memperhatikan unsur kehati-hatian; g. Kesepakatan-kesepakatan yang sudah diratifikasi baik bilateral maupun multilateral. Sebagai contoh adalah : 1) Ketentuan-ketentuan harus dipenuhi oleh bank-bank yang beroperasional di Indonesia yaitu Bank for International Settlement (BIS) atau yang dikenal
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
dengan Basel Accord. Perbankan Indonesia harus tunduk kepada aturan dan metodologi penerapan manajemen risiko yang ditetapkan dalam Basel Accord karena Indonesia telah menyatakan diri
tunduk atas aturan-aturan yang
ditetapkan dalam Basel Accord tersebut; 2) Pemberian fasilits
letter of Credit (LC).
Oleh karena pelaksanaannya
melibatkan kegiatan jasa perbankan yang masing-masing berada di negara berlainan, maka sangat perlu adanya kesesuaian
cara pembayaran yang
dilakukan oleh bank-bank itu dalam bentuk peraturan yang mengandung sifat keseragaman baik dalam cara maupun mengenai pengertiannya. Upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut telah dilakukan oleh International Chamber of Commerce (ICC)
yang telah berhasil menyusun suatu peraturan bersifat
internasional dikenal dengan nama Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCPDC). h. Kelaziman dan kebiasaan yang berlaku dan sudah diakui sebagai best practice Ilmu dibidang perbankan yang sudah dipraktekkan secara luas juga dapat dikategorikan dalam golongan ini. Salah satu contoh adalah praktek dalam bidang perkreditan. Untuk menilai kelayakan calon nasabah debitur, Bank wajib menilai kelayakannya minimal melalui 5 (lima) unsur yang dikenal dengan Five Cs (5 C), yaitu ; 1) Character Aspek ini meliputi sifat, pola hidup maupun kebiasaan calon nasabah penerima kredit (debitur). Karakter sangat penting karena akan sangat menentukan kelancaran suatu kredit. Bank harus menghindari penyaluran kredit kepada pemohon
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
kredit yang memiliki pola hidup, kebiasaan dan sifat negatif seperti; pemboros, sulit membayar hutang, penjudi, pembohong, tidak tertib, dll. Gambaran mengenai calon nasabah bisa diperoleh dengan beberapa teknik, seperti dengan wawancara, meneliti daftar riwayat hidup calon debitur, mencari informasi melalui sistem informasi debitur, dan informasi lainnya dari pihak yang kredibel, dll. 131 2) Capital Capital adalah modal yang dimiliki oleh calon debitur. Calon debitur wajib memiliki modal sendiri yang merupakan partisipasinya di dalam menjalankan bisnis. Hal ini penting untuk memastikan tanggung jawab finansial calon debitur dan juga bonafiditasnya di dalam menjalankan usaha yang akan dibiayai tersebut. Menurut kelazimannya,modal sendiri (self financing) ini biasanya lebih besar dari kredit yang dimohonkan ke Bank. 132 3) Collateral Collateral adalah jaminan atau agunan yang dimiliki oleh calon debitur sebagai jaminan untuk pelunasan hutang. Manfaat collateral adalah sebagai alat pengaman apabila usaha yang dibiayai dengan kredit gagal oleh sebab apappun juga. Harus disadari bahwa jaminan tidak memperbaiki tingkat kelayakan (feasibility) suatu usaha (proyek), karena objek utama pembiayaan adalah prospek usaha yang
_ 131
Teguh Pujo Muljono, Manajemen Perkredita Bagi Bank Komersiil, (Yogyakarta : BPFE, 2001), hal. 12-13. 132 Ibid, hal. 15.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
akan dibiayai dengan kredit Bank. Namun jaminan tetap diperlukan agar proyek yang feasible tersebut menjadi Bankable artinya layak untuk dibiayai Bank 133 4) Capacity Capacity adalah kemampuan calon debitur dalam mengelola perusahaan atau proyek yang akan dibiayai sehingga nantinya hasil usaha tersebut dapat melunasi kredit. Pengukuran kapasitas
calon debitur dapat dilakukan melalaui
berbagai pendekatan antara lain : a) Pendekatan historis yaitu menilai past performance
dari nasabah yang
bersangkutan apakah usahanya banyak mengalami kegagalan atau selalu menunjukkan perkembangan yang baik dari waktu ke waktu. b) Pendekatan finansial, yaitu dengan menilai posisi neraca dan laporan Rugi/Laba dalam beberapa tahun terakhir atau menilai ratio-ratio keuangannya apakah sehat atau tidak. c) Pendekatan kualitas sumber daya manusia, yaitu menilai kemampuan sumber daya manusia yang menjalankan perusahaan tersebut, antara lain pendidikan, pelatihan dan pengalamannya d) Pendekatan yuridis, yaitu menilai apakah calon debitur mempunyai kapasitas sebagai
subjek hukum untuk mewakili dirinya ataupun badan hukum yang
diwakilinya dalam pengikatan perjanjian kredit dengan Bank. e) Pendekatan
manajerial,
yaitu
menilai
kemampuan
calon
debitur
perusahaannya memiliki sistem manajemen yang baik. 134 _ 133
Ibid, hal. 16
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
dan
5) Candidat of Economic Pengertian kondisi ekonomi adalah dalam artian luas termasuk dalam pengertian ini adalah situasi ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu kurun awktu tertentu yang kemungkinannya akan mempengaruhi kelancaran usaha dari calon debitur. 135 Setiap aspek tersebut di atas wajib dituangkan dalam pedoman perusahaan dan setiap person di perusahaan termasuk Direksi
wajib mempedomaninya. Dengan
demikian setiap keputusan atau kebijakan Direktur Bank dapat dipertanggungjawabkan dengan memakai buku pedoman atau
menerbitkan
buku pedoman yang tidak
mengakomodir 8 aspek tersebut, maka hal itu menjadi tanggung jawab Direksi dan dapat dikategorikan sebagai kesalahan atau kelalaian Direksi. Jika akibat hal tersebut bank mengalami kerugian, business judgement rule tidak berlaku. Menurit Bismar Nasution dengan mengutip Dine, menyatakan bahwa untuk menghindari unsur kesalahan dan kelalaian dan menjamin terpenuhinya unsur kehatihatian dalam keputusannya, seorang Direksi harus : a. Mendapat informasi yang cukup mengenai kebijakan kepengurusan atau keputusan yang akan diambil;
_ 134 135
Ibid, hal. 14 Ibid, hal. 17
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
b. Agenda dan dokumen pendukung mengenai aspek-aspek kepengurusan dan keputusan bisnisnya harus tersedia dalam proses pengambilan keputusan c. Mengungkapkan pertanyaan atau pernyataan dengan pikiran yang tidak memihak dalam proses pengambilan keputusan. d. Membuat catatan dan dokumen
tentang partisipasi mereka dalam proses
pengambilan keputusan e. Membentuk sebuah komite untuk menjamin hal-hal penting yang berkaitan dengan keputusan yang akan diambil telah diperiksa para ahli di bidang tersebut dalam hal yang tidak dapat ditangani atau dipahami oleh manajemen. 136
B. Direksi telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. 1. Melakukan pengurusan dengan itikad baik Seorang Debitur hanya dapat dikategorikan memiliki itikad baik di dalam mengelola perusahaan jika telah melaksanakan prinsip fiduciary duty
dan tidak
melakukan kegiatan ultra vires. Sedangkan untuk dapat melaksanakan prinsip fiduciary duty dan tidak terjebak pada kegiatan ultra vires , Bank wajib melaksanakan GCG sebagaimana yang telah diatur oleh Bank Indonesia.
_ 136
Bismar Nasution, Op. Cit., hal. 16
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Secara umum prinsip utama GCG itu terdiri dari: 137 a. Transparansi Pengungkapan informasi kinerja perusahaan baik ketepatan waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses ,decision making, control, fariness, quality, standardization, effeciency time & cost).
Transparansi adalah keterbukaan dalam
melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan. Dengan transparansi, pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana dan atas dasar apa keputusankeputusan tertentu dibuat serta bagaimana perusahaan di kelola. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa masalah-masalah strategik harus dipublikasikan sehingga akan mengurangi keunggulan bersaing perusahaan. b. Akuntabilitas Penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan antara Board of Commissioners, Board of Directors Shareholder dan auditor (Pertanggungjawaban wewenang, traceable, reasonable). Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perseroan. Dalam hal ini Direksi
bertanggungjawab atas keberhasilan pengurusan
perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah disetujui oleh pemegang saham c. Responsibilities Pertanggungjawaban perusahaan sebagai bagian dari masyarakat kepada stakeholders dan lingkungan dimana perusahaan itu berada. _ 137
Amin Widjaja Tunggal Corporate Governance (Suatu Pengantar), (Jakarta : Harvarindo, 2007), hal. 6 – 8
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
d. Independensi Independensi atau kemandirian adalah sebagai keadaan dimana dalam proses pengambilan keputusan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan yang sehat dan rasional. e. Fairness Perlindungan kepentingan minority shareholders dari penipuan, kecurangan, perdagangan dan penyalahgunaan oleh orang dalam (selfdealing atau insider trading). Keadilan adalah kesetaraan perlakuan dari perusahaan terhdap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhada perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang dalam.
2. Melakukan pengurusan dengan kehati-hatian Direksi perseroan juga dituntut untuk mengelola perusahaan dengan kahatihatian. Prinsip ini sejalan dengan prinsip pengelolaan bank yang harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian (prudential banking principle). Beberapa pengaturan oleh UU Perbankan dan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap Bank agar terhindar dari masalah dan tidak terjebak dengan kredit bermasalah (Non Performing Loan), antara lain : a. Bank umum dilarang melakukan kegiatan sebagai berikut : 1) Melakukan penyertaan modal, kecuali :
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
a) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank atau perusahaan lain dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketetentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia b) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Melakukan usaha perasuransian 3) Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan pasal. 7. 138 4) Membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang mewajibjan Bank untuk memberikan penyediaan dana yang akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPK. 5) Memberikan penyediaan dana yang mengakibatkan pelanggaran BMPK 6) Memberikan penyediaan dana kepada pihak terkait, apabila : a) Bertentangan dengan prosedur umum penyediaan dana yang berlaku b) Tanpa persetujuan Dewan Komisaris Bank c) Membeli aktiva berkualitas rendah dari pihak terkait. 139 _ 138
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 139 Peraturan Bank Indonesia nomor 7/3/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang batas maksimum pemberian kredit (BMPK) sebagaimana telah diubah dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Di samping pengaturan yang telah disebutkan di atas, Bank Indonesia juga mewajibkan setiap bank untuk mengelola risikonya dengan membangun Risk Control System agar operasional bank terhindar dari risiko kerugian yang dapat menggerus modal bank dan pada akhirnya akan membahayakan kelangsungan operasionalnya. Manajemen risiko itu meliputi serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha Bank. Sedangkan risiko yang harus dikelola meliputi Risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik dan risiko kepatuhan. Sebagai wujud dari kehati-hatian dalam mengelola setiap risiko, Bank wajib menetapkan limit risiko yang mencakup ; a. Limit secara keseluruhan b. Limit per jenis risiko c. Limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur risiko. 140 Besarnya limit risiko tentunya harus melalui perhitungan dengan metodologi yang tepat dan sesuai dengan data historis bank. Penetapan besar limit risiko juga tergantung kepada “risk appetite” dan ”risk tolerance” Bank. Risk appetite adalah jenis dan tingkat risiko yang bersedia ditanggung oleh bank atas suatu produk atau bidang usaha. Semakin besar keuntungan yang ada di balik suatu risiko, maka semakin besar daya tarik untuk mengambil risiko tersebut. Namun risk appetite untuk boleh menjadi satu-satunya pertimbangan Direksi dalam
mengambil keputusan atau
_ 140
Pasal 9 ayat (3), PBI No. 5/8/PBI2003
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
kebijakan. Harus juga dihitung seberapa besar risiko kerugian yang dapat ditanggung oleh Bank jika hal yang terburuk terjadi. Dengan metodologi dan cara perhitungan statistik, perkiraan risiko dengan
range
tertentu dapat diperkirakan dan sampai
seberapa besar bank mampu menanggung risiko kerugian bila risiko tersebut benarbenar menjadi kenyataan. Batas maksimum kemampuan Bank untuk menanggung kerugian akibat keputusan bisnis yang bisa di terima
tanpa membahayakan
kelangsungan usaha Bank disebut dengan risk tolerance. Risk tolerance sangat tergantung kepada tipikal Direksi, karena perkiraan risiko itu sendiri biasanya merupakan suatu perhitungan statistik yang memperkirakan suatu kemungkinan risiko berdasarkan data historis yang dimiliki Bank. Artinya Direksi mempunyai ruang untuk menetapkan apakah bank melalui keputusan Direksi akan mengambil risiko tersebut atau menghindarinya. Bagi Direksi yang memiliki tipikal risk taker akan lebih berani mengambil risiko. Tetapi bagi Direksi yang tergolong risk averse tentunya akan menolak setiap transaksi yang memiliki kemungkinan risiko besar, walaupun dibaliknya terdapat kemungkinan keuntungan yang besar. Jika diperhatikan karakteristik usaha Bank yang memiliki 8 (delapan) jenis risiko, maka mustahil Direksi dapat mengelola risiko tersebut tanpa ada kelengkapan yang mendukungnya. Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan proses dan sistem manajemen risiko yang efektif, Direksi wajib membentuk; a. Komite Manajemen Risiko, anggotanya sekurang-kurangnya terdiri dari, mayoritas Direksi dan pejabat eksekutif terkait. Wewenang dan tanggungjawabnya adalah
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
memberikan rekomendasi kepada Direktur Utama, yang sekurang-kurangnya meliputi : 1) Penyusunan kebijakan, strategi dan pedoman penerapan manajemen risiko 2) Perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan manajemen risiko berdasarkan hasil eveluasi pelaksanaan dimaksud; 3) Penetapan (justification) hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregularities). b.
Satuan Kerja Manajemen Risiko, yang memiliki kriteria sebagai berikut : 1) Satuan
kerja manajemen risiko harus independen terhadap satuan kerja
operasional (risk taking unit) dan terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern 2) Satuan kerja manajemen risiko bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama atau kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus Wewenang dan tanggung jawab Satuan Kerja Manajemen Risiko meliputi: a) Pemantauan pelaksanaan strategi manajemen risiko yang telah disetujui oleh Direksi ; b) Pemantauan posisi risiko secara keseluruhan (composite), perjenis risiko dan perjenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing; c) Kaji ulang secara berkala terhadap proses manajemen risiko; d) Pengkajian usulan aktivitas dan atau produk baru;
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
e) Evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk mengukur risiko, bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern (intern model); f) Memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional (risk taking unit) dan atau kepada Komite Manajemen Risiko, sesuai kewenangan yang dimiliki; g) Menyusun dan menyampaikan laporan profil/komposisi kepada Direktur yang ditugaskan secara khusus dan komite manajemen Risiko secara berkala. 141 Salah satu contoh yang lazim dilakukan dalam manajemen risiko Bank untuk menanggulangi risiko yang patut dilakukan oleh Direksi untuk melindungi Bank, antara lain: a. Mitigasi risiko Mitigasi risiko adalah suatu teknik mengatasi risiko dengan cara mengalihkan risiko tersebut kepada pihak lain. Salah satu contoh mitigasi risiko adalah dengan cara mengasuransikan. Dengan demikian risiko beralih kepada Bank penanggung risiko yaitu perusahaan asuransi. Praktek mitigasi risiko misalnya adalah mengasuransikan barang agunan, sehingga jika terjadi sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan nilai barang agunan tersebut (misalnya terbakar) maka pihak asuransi akan menggantinya kepada Bank.
_ 141
Ibid
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
b. Hedging Disamping mitigasi risiko, cara lain mengatasi risiko adalah dengan transaksi hedging. Hedging dalah teknik mengunci risiko akibat gejolak nilai tukar uang. Teknik ini bisanya digunakan dalam perdagangan Valuta Asing.
Beberapa contoh teknik
hedging adalah : 1) Inflation Rate Hedging Technique Masyarakat kita sadar atau tidak, di dalam teknik dan pelaksanaannya sehari-hari sudah biasa melakukannya. Perusahaan-perusahaan yang mendapatkan keuntungan atau pribadi-pribadi yang memiliki harta cair, sementara keuntungan atau harta cairnya belum ditanam dalam asset produktif, di belikan ke emas untuk kemudian di jual kembali saat memerlukan uang tunai, emas sejak beradab-abad yang lewat menduduki fungsi pengukur inflasi secara awam. Harga emas naik bila inflasi naik dan karenanya memiliki fungsi terbalik dengan nilai uang di dalam negeri, artinya inflasi naik sama dengan nilai tukar turun. Tindakan masyarakat, apakah perusahaan atau pribadi seperti digambarkan di atas memerlukan tindakan awam dan sederhana dari hedging inflation. 142 2) Inter Currencies Hedging Techniques Melalui pasar devisa spot, apabila perusahaan memiliki kewajiban yang harus diselesaikan pada waktu tertentu dikemudian hari, agar perusahaan tidak menghadapi beban tambahan akibat nilai tukar uang menjadi mata uang yang diperjanjikan menaik pada saat tanggal penyelesaian kewajiban jatuh tempo, perusahaan membeli mata uang _ 142
Raflus
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
yang diperjanjikan melalui pasar spot, kemudian disimpan di bank sampai tanggal jatuh temponya kewajiban yang bersangktuan. 143 3) Inter Currencies Swap Pada dasarnya merupakan teknik keuangan dalam mengendalikan Asset and Liabilities dalam denominasi mata uang asing. Di lihat dari sudut jual beli devisa, merupakan transaksi
menjual dan membeli
mata uang asing atau devisa, yang
dilakukan secara serempak sehingga tidak menimbulkan posisi terbuka, tetapi menimbulkan perbedaan penyerahan dengan nilai tukar yang telah disepakati pada saat transaksi dilakukan. 144 c. Credit Line Facilities Credit line facilities
dipakai untuk menanggulangi risiko likuiditas. Bank
melakukan kerja sama atau perjanjian dengan bank lain yang isinya berupa komitmen Bank lain untuk menyediakan jumlah dana jika Bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengambilan keputusan Direksi harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang manajemen risiko serta memperhatikan analisa dan rekomendasi dari komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko. Jika didalam pengambilan keputusan bisnis Direksi tidak mengambil tindakan yang lazim digunakan dalam dunia perbankan dan mengabaikan rekomendasi kedua kelengkapan manajemen risiko tersebut, maka Direksi dikategorikan tidak berhati-hati. _ 143 144
Ibid, hal. 1000 Ibid., hal. 102
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
dapt
3. Melakukan pengurusan sesuai kepentingan, maksud dan tujuan perusahaan Setiap pendirian suatu perseroan pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu atau yang dikenal dengan misi dan visi. Misi adalah pernyataan untuk menjawab mengapa suatu perusahaan tersebut didirikan. Sedangkan visi adalah suatu pernyataan untuk menjawab akan menjadi seperti apakah perseroan dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu setiap pengambilan keputusan Direksi harus diarahkan dan sejalan dengan visi dan misi perusahaan yang telah ditetapkan Menurut pandangan konsep balanced scorecard, ada empat perspektif yang harus menjadi sasaran perusahaan, yaitu : pelanggan, proses internal, proses pembelajaran dan peningkatan keterampilan karyawan serta aspek keuangan perusahaan. Pencapaian visi dan misi oleh Direksi
harus direalisasikan
melalui
pembenahan dari empat perspektif tersebut, yaitu : a. Keputusan dan kebijakan Direksi harus memiliki dampak meningkatkan value perusahaan dimata pelanggan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan. Ukuran atas keputusan Nasabah Bank secara umum dapat dilihat antara lain dari indikator; 1) Market share (pangsa pasar) meningkat, baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyediaan dana (perkreditan); 2) Jumlah keluhan nasabah berkurang; 3) Hasil survey kepuasan nasabah menunjukkan peningkatan kepuasan, dll.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
b. Keputusan dan kebijakan yang diambil Direksi tersebut harus memiliki dampak memperbaiki proses internal sehingga perusahaan berjalan lebih efesien dan efektif. Indikator atas perbaikan proses internal dapat dilihat antara lain dari : 1) Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan transaksi semakin cepat ; 2) Frekuensi fraud menurun; 3) Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk suatu transaksi semakin berkurang dll. c. Keputusan dan kebijakan yang diambil Direksi
tersebut harus meningkatkan
kepuasan dan ketrampilan karyawan sehingga mereka bekerja lebih produktif dan profesional. Untuk mengukur aspek ini dapat dilihat dari : 1) Biaya pendidikan dan latihan minimal harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia yaitu 5% dari total biaya tenaga kerja; 2) Tingkat pemerataan pendidikan untuk seluruh pegawai harus semakin membaik; 3) Tingkat kesalahanyang diakibatkan kurangnya skill dan pengetahuan pegawai semakin berkurang; 4) Rasio
keluar dan masuknya pegawai ke bank (Labour Turn Over Ratio)
semakin kecil; 5) Survey
kepuasan pegawai menunjukkan adanya peningkatan dikalangan
pegawai; dll. d. Tindakan atas seluruh keputusan dan kebijakan 3 (tiga) perspektif sebelumnya harus memberikan dampak kepada peningkatan laba serta penguatan keuangan perusahaan. Aspek keuangan khusus untuk perbankan dapat dinilai dengan
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
menggunakan kriteria yang diterapkan oleh Bank Indonesia dalam Surat Edaran No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 sbb : 1) Modal (Capital), penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut ; a) Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku; b) Komposisi permodalan c) Trend depan/proyeksi Kemampuan Pemenuhan Modal Minimum; d) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank; e) Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan); f) Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha ; g) Akses kepada sumber permodalan 2) Kualitas aset (Asset Quality) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif, banch marknya lebih kecil dari 3%. Sedangkan klasifikasi kualitas aktiva produktif adalah sebagai berikut ;
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
(1) Lancar (2) Dalam perhatian khusus (3) Kurang lancar (4) Diragukan; atau (5) Macet; 145 b) Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit; c) Perkembangan aktiva produktif bermasalah /non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif, tingkat non performing loan (NPL) lebih kecil dari 5% d) Tingkat kecukupan pembentukan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP), bench marknya adalah minimal 3% e) Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif; f) Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif; g) Dokumentasi aktiva produktif; dan h) Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah 3) Rentebalitas (Earnings) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a. Return on Asset (ROA), benchmarknya adalah minimal 1,25%. 146
_ 145
Peraturan Bank Indonesia Nomor 71/PBI/2005, tanggal 20 Januari 2005, tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. 146 ROA = Laba sebelum pajak x 100% rata-rata total aset
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
b. Return on Equity (ROE), benchmarknya adalah harus lebih besar dari tingkat deposito rata-rata yang berlaku. 147 c. Net Interest Margin (NIM), benchmarknya lebih besar dari 2%; 148 d. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO), saat ini benchmarknya lebih kecil dari 94%; 149 e. Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan; ] f. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; dan g. Prospek laba perusahaan 4) Likuiditas (liquidity) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lian dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a) aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan passiva likuid kurang dari 1 bulan; b) 1 month maturity mismatch ratio; 150 c) Loan to Deposit Ratio (LDR), saat ini bench marknya diatas 50% dan maksimal 75% 151 d) Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang. _ 147
ROE = Laba sebelum pajak x 100% rata-rata modal inti 148 NIM = Pendapatan Bunga Bersih x 100%, Pendapatan bunga bersih= pendapatan bunga – rata-rata aktiva produktif biaya bunga 149 BOPO = Beban Operasional x 100% pendapatan operasional 150 1 Month maturity mismatch adalah selisih antara tagihan dan kewajiban yang jatuh tempo dalam 1 bulan ke depan. 151 LDR = Kredit x 100% dana pihak ke tiga
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
e) Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti; f) Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA); g) KEMAMPUAN Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan h) Stabilitas dana pihak ketiga (DPK) 5) Sensitivitas terhadap resiko pasar (Sensitivity to Market Risk) 6) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengantisipasi fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga; 7) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengantisipasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar ; dan 8) Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar. Jika Direksi telah mengarahkan keputusan dan kebijakan sesuai denan keempat perspektif tersebut dan dampaknya dapat dinilai dari ukuran-ukuran sebagaimana yang telah diuraikan maka dapat dikatakan bahwa Direksi
sudah mengambil keputusan
sesuai dengan visi dan misi perseroan atau dengan perkataan lain Direksi melakukan pengurusan perusahaan dengan loyal dan beritikad baik.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
telah
4. Direksi
tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian. Direksi
harus menghindari terjadinya benturan kepentingan atau conflict of
interest, untuk menjamin keputusan yang diambil dari dan pengurusan perusahaan semata-mata untuk kepentinan perusahaan. Sebagai pencegahannya, UUPT telah melarang Direksi
yang terdapat benturan kepentingan dengan Perseroan
untuk
mewakili perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. 152 Sedangkan Ketentuan Bank Indonesia mengaturnya lebih ketat lagi bahkan sifatnya sangat preventif yang diatur dalam ketentuan tentang GCG, kepemilikan saham Direksi
antara lain mengatur tentang transparansi
bank, hubungan darah antara sesama Direksi dan
Komisaris, serta pelarangan rangkap jabatan bagi anggota Direksi. Semua pengaturan ini dimaksudkan untuk menghindari Direksi dari benturan kepentingan sejak dini. Untuk menghindari terjadi transaksi yang dapat mendorong terjadinya benturan kepentingan, maka paling tidak ada tiga jenis transaksi yang harus dihindari oleh para Direksi dalam mengambil keputusan bisnis, yaitu : a. Seorang direksi melakukan transaksi dengan perusahaannya sendiri; b. Dua perusahaan yang mempunyai satu orang Direksi
yang sama melakukan
perjanjian; c. Sebuah induk perusahaan melakukan transaksi Direksi
dengan cabang
perusahaannya sendiri. 153
_ 152 153
Pasal 99 ayat (1) dan (2) UUPT. Bismar Nasution Op.Cit., hal. 17
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Selain itu Direksi tidak boleh membuat apa yang disebut dengan secret profit and benefits from office dan harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya (proper purpose). Seorang Direksi dalam melaksanakan fungsinya harus pula memperhatikan kepentingan pegawai,
kepentingan pemegang saham dan
kepentingan kreditor. 154
5.
Direksi
telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian. Penjelasan mengenai hal ini pada UUPT menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanutnya kerugian
termasuk juga langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian, antara lain melalui forum rapat Direksi. Ketentuan ini secara implisit menuntut Direksi memahami dan menguasai setiap aspek operasional perusahaan. Untuk membantu Direksi memonitor perkembangan operasional perusahaan maka dibutuhkan manajemen sistem informasi (MIS) memadai agar Direksi
well informed
yang
terhadap segala perkembangan yang terjadi
didalam perusahaannya. Di samping itu peran pengawas internal (internal control) sangat penting untuk mencegah dan mengendalikan setiap penyimpangan dan mengendalikan setiap penyimpangan yang terjadi. Pengawasan dan prosedur dibentuk dengan hati-hati. Senior _ 154
Ibid
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
manajemen harus ikut dalam pengawasan dan operasi dari prosedur tersebut. Prosedur tersebut harus dibuat tertulis dan mempunyai petunjuk penggunaan serta disesuaikan dengan struktur manajemen Bank dan proses bisnisnya. 155 Adapun dokumen untuk prosedur harus mencakup hal-hal berikut ini; a. Laporan yang dibuat sesuai dengan prosedur; b. Orang yang bertanggungjawab pada tiap bagian dalam laporan; c. Unit bisnis atau departemen yang terlibat; d. Bagaimana unit dan departemen tersebut mengumpulkan informasi yang akan dibuka; e. Bagaimana informasi yang terkumpul dikomunikasikan dengan pihak yang bertanggungjawab untuk menyiapkan laporan; f. Bagaimana draft laporan ditinjau
dan direvisi, termasuk tinjauan oleh para
penasehat luar, seperti auditor, para ahli lainnya, konsultan luar dan oleh Direksi atau Komite Audit. g. Checklist dan timeline untuk tahapan-tahapan tersebut. 156 Pada industri perbankan kebijakan mengenai audit intern, yang merupakan bagian dari sistem pengendalian bank, perannya sangat penting karena diharapkan membantu semua tingkatan manajemen dalam mengamankan kegiatan operasional Bank yang melibatkan dana dari masyarakat luas. Untuk itu Bank harus membangun suatu mekanisme pengendalian umum.
_ 155 156
Ibid, hal. 18 Ibid
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Mekanisme pengendalian umum adalah kebijakan dan kegiatan yang ditentukan oleh manajemen bank di bidang pengawasan dalam rangka memperoleh keyakinan yang memadai bahwa kepentingan bank,
masyarakat menyimpan dana dan Perseroan
engguna jasa serta perekonomian nasional dapat terpelihara dengan serasi, dan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efesien. 157 Dengan sistem pengendalian yang baik dan efektif, maka Direksi akan memiliki sisem peringatan dini (early warning system)
yang memberikan aba-aba jika ada
penyimpangan ataupun kesalahan. Dengan diketahuinya adanya penyimpangan atau kesalahan sejak awal maka kerugian yang terjadi bisa diminimalisir atau bahkan dicegah. Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak intern, Bank juga diaudit oleh eksternal auditor
seperti ; Bank Indonesia, Akuntan publik dan Badan pemeriksa
keuangan (untuk Bank milik Pemerintah). Hal yang tak kalah penting dari sistem pengawasan ini adalah, temuan dari pengawas tersebut harus ditinjak lanjuti segera. Semakin cepat
temuan ditindak lanjuti, hal itu menunjukkan bahwa Direksi
bersungguh-sungguh mencegah terjadinya kerugian lebihbesar. Contoh lain tentang
tindakan Direksi
yang dapat mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian bank adalah tindakan penyelamatan kredit atau restrukturisasi kredit. Kredit bermasalah dengan kriteria tertentu harus diselamatkan, karena kalau tidak, maka kredit tersebut menjadi macet.
_ 157
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum, tanggal 25 Oktober 1999.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Ada persepsi salah yang berkembang dimasyarakat bahkan pada aparat penegak hukum sekalipun dalam memandang non performance loan (kredit non lancar), antara lain: a. Kredit non lancar adalah kredit yang tidak layak karena proses realisasinya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. Sehingga terkandung konotasi negatif bahwa ada praktek tidak sehat yang dilakukan oleh pejabat atau petugas Bank atau Debitur. b. Debitur yang kreditnya tidak lancar adalah Debitur nakal sehingga tidak perlu diberi pembinaan, kelonggaran apalagi diberi tambahan kredit dan penyelesaiannya adalah melalui proses pengadilan. Pendapat itu tidak selamanya benar karena walaupun proses realisasi kredit sudah berjalan sesuai dengan azas perkreditan yang sehat, risiko kredit tetap saja bisa terjadi. Banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan debitur (counterparty) gagal memenuhi kewajibannya kepada Bank. Oleh karena itulah, walaupun Bank telah menjalankan praktek prekreditan yang sehat, tetapi tetap diwajibkan mengelola risiko prekreditannya karena untuk level tertentu yang bisa ditolerir akan terjadi kredit non lancar. Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan prekreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui : a. Penurunan suku bunga kredit; b. Perpanjangan jangka waktu kredit ;
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
c. Pengurangan tunggakan bunga kredit; d. Penambahan fasilitas kredit; dan atau e. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. 158 Tentu saja restrukturisasi kredit harus melalui suatu analisa yang mendalam serta itikad baik Bank dan Debitur. Khusus untuk penambahan fasilitas kredit untuk debitur macet, Bank diwajibkan meneliti penyebab macetnya kredit debitur, baik debitur korporasi maupun debitur usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Apabila kredit macet disebabkan kondisi di luar kemampuan debitur tetapi debitur menunjukkan itikad untuk memenuhi kewajibannya, dan dengan pemberian kredit baru tersebut diperkirakan akan memperbesar potensi debitur untuk membayar kembali kredit macet tersebut maka kepada debitur masih dimungkinkan untuk diberikan kredit baru. Dalam hal ini Bank perlu meyakini kelayakan debitur tersebut untuk memperoleh kredit baru berdasarkan analisis secara komperehensif dan profesional, sesuai asas-asas pemberian kredit yang sehat. Namun dalam hal kredit macet lebih disebabkan karakter dan tidak ada itikad baik dari debitur u ntuk menyelesaikan kewajibannya, maka Bank harus menghindari pemberian kredit baru kepada debitur bermasalah dan atau macet, meskipun usaha yang dimintakan pembiayaan baru itu dianggap layak. 159
_ 158
Pasal 1 angka (25) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI tanggal 20 Januari 2005, tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. 159 Lihat Juga Deputy Gubernur Bank Indonesia Nomor 9/4/DpG/DPNP tanggal 29 Maret 2007 perihal Penjelasn atas Beberapa ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan Penyediaan Dana, khususnya butir C Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit; dan b. Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi Kemudian Bank Indonesia melarang bank melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari : a. Penurunan penggolongan kualitas kredit; b. Peninkatan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva ; c. Penghentian pengakuan pendapatan bunga secara aktual Hal tersebut dapat dipahami karena ketiga tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai upaya window dressing yaitu upaya mempercantik laporan keuangan bank yang memberikan informasi menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Peranan bank sangat penting bagi perekonomian suatu bangsa dan negara. Hal ini tidak terlepas dari peran utama Bank yaitu menyangkut peranannya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of trust) dan sebagai agen pembangunan (agent of development) dalam perekonomian. Setiap kegiatan yang dilakukan bank, baik dari sisi penghimpunan dan penyaluran
dana serta jasa bank lainnya,
selalu
mengandung risiko. Ada 8 (delapan) risiko yang melekat pada industri perbankan dan harus dikelola bank agar terhindar dari kerugian yang membahayakan kelangsungan usaha bank yaitu ; risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko reputasi, risiko strategik dan risiko kepatuhan. Namun dengan adanya inherent risk yang melekat pada bisnis bank tersebut, perlu payung hukum bagi para Direksi Bank agar tidak dengan mudahnya dituduh merugikan bank. Jika kondisi ini tidak dicari jalan keluarnya, maka Bank akan sangat ketat dalam menyalurkan dananya untuk membiayai sektor riel. Akibatnya pembangunan ekonomi bisa terhambat. Undang-undang Nomor 40 tentang perseroan terbatas merupakan salah satu peraturan yang melegakan para Direksi
Bank karena sudah mengadopsi prinsip
business judgement rule.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
2. Prinsip business judgement rule
sudah lama berkembang di negara-negara yang
menganut sistem common law. Didalam sistem common law,
prinsip business
judgement rule tidak berarti berdiri sendiri tetapi disandingkan dengan prinsip fiduciary duty seperti; duty of loyalty, duty of care, duty of good faith serta tidak boleh melanggar doktrin ultra vires. Sementara itu business judgement rule merupakan penyeimbang prinsip fiduciary duty
yang
menekankan pada kewajiban dan larangan kepada Direksi.
Sebaliknya business judgement rule merupakan pembelaan kepada para Direksi karena prinsip ini menekankan bahwa para anggota Direksi tidak dapat dibebani pertimbangan bisnis (business judgement) oleh anggota Direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila pertimbangan ini keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu. Prinsip fiduciary duty dan prinsip business judgement rule adalah dua prinsip yang bersifat komplementer. Penerapannya di dalam bisnis bank mengacu kepada Undang-undang yang berlaku yang terkait, serta kelaziman Undang-Undang Nomor 40 tentang perseroan terbatas pasal 97 ayat (5) telah menadopsi prinsip business judgement rule. Untuk bisa diterapkannya prinsip ini ini maka Direksi harus bisa membuktikan hal tersebut adalah:
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya ; Sebagai ukuran apakah seorang Direksi
dapat dikategorikan melakukan
kesalahan atau kelalaian dapat berupa hal-hal berikut ini: 1) Undang-Undang yang berlaku dan ketentuan-ketentuan dibawahnya; Ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia; 2) Komitmen dengan Bank Indonesia; 3) Anggaran Dasar Perusahaan; 4) Standard operasional dan prosedur (SOP) perusahaan; 5) Pendapat yang dikeluarkan oleh Direktur Kepatuhan atas hasil uji kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Direksi. 6) Kesepakatan-kesepakatan yang sudah diratifikasi baik bilateral maupun multirateral; 7) Kelaziman dan kebiasaan yang berlaku dan sudah diakui sebagai best practice; b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Untuk menilai apakah Direksi telah menjalankan tugasnya tidak melanggar ketentuan tersebut diatas, hal pertama yang harus dipenuhi adalah prinsip fiduciary duty dan tidak melakukan kegiatan ultra vires. Selanjutnya kebijakan yang diambil Direksi harus sesuai dengan vis idan misi perusahaan yang telah disetujui oleh pemegang saham. Pencapaian misi tersebut harus diwujudkan dalam 4 (empat) perspektif, yaitu :
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
1) Peningkatan kepuasan pelanggan dan stakeholder pada umumnya; 2) Perbaikan proses internal ; 3) Perbaikan kepuasan dan ketrampilan pegawai; 4) Peningkatan laba dan penguatan keuangan perusahaan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian Untuk menilai apakah seorang Direksi tidak melanggar larangan tersebut di atas dapat dinilai dengan menggunakan kriteria berikut ini : 1) Telah melaksanakan pengelolaan Bank dengan prinsip good corporate governance 2) Keputusan diambil secara rasional Untuk menilai apakah seorang Direksi telah memenuhi ketentuan tersebut diatas maka hal-hal berikut ini dapat dijadikan acuan; 1) Direksi
Bank wajib membangun
Manajemen Information System
memadai untuk tetap dalam kondisi well-informed
yang
terhadap setiap
perkembangan usaha perusahaan yang dipimpinnya. 2) Direksi Bank wajib membangun Risk Control System (RCS) yang sesuai dengan kompleksitas usaha bank agar bank dapat terlindungi dari risiko yang tidak terkendali yang dapat menggerus modal Bank.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
3) Direksi Bank wajib menindak lanjuti setiap temuan auditor agar kerugian yang ditimbulkan oleh penyimpangan tersebut segera bisa diatasi dan tidak berlanjut. 4) Direksi Bank wajib melakukan rapat-rapat berkala dan harus dituangkan secara tertulis dalam notulen rapat.
B. Saran 1. Mengingat betapa kompleksnya pengelolaan Bank dan pentingnya mendorong bank agar lebih berperan aktif dalam menyalurkan dananya untuk membantu sektor riel, perlu diterbitkan suatu ketentuan yang mengatur bahwa sebelum aparat penegak hukum memeriksa Bank khusus yang menyangkut penyediaan dana, penghimpun dana dan jasa perbankan lainnya harus mendapat izin kelegaan bagi para bankir untuk lebih berani menyalurkan dana Bank yang akan berdampak kepada bergairahnya kembali perekonomian Indonesia. 2. Bank Indonesia perlu mengadakan sosialisasi mengenai konsep prinsip fiduciary duty dan prinsip business judgement rule dikalangan pengusaha, bankir dan aparat penegak hukum, sehingga implementasi business judgement rule
yang sudah
diadopsi oleh Undang-Undang No.40 tanggal 16 Agustus Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dapat dipahami oleh pihak-pihak yang terkait sehingga implementasinya sesuai dengan maksud diterbitkannya Undang-Undang tersebut.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
3. Walaupun prinsip business judgement rule
telah diadopsi pada pasal 97 ayat 5
UUPT, tetapi pada pasal 155 menyatakan bahwa : Ketentuan mengenai tanggungjawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Pidana. Hal ini menjadi mengaburkan kembali apakah kerugian yang terjadi akibat keputusan Direksi besifat perdata atau pidana. Oleh karena itu perlu peraturan lanjutan yang bisa menarik benang merah antara dua isu tersebut.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ali, H.Masyud, Manajemen Risiko, Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006 Dine, Janet, Company Law, London : Macmillan Press Ltd, 1998 Fuady, Munir, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, Bandung, CV.Utomo, 2005 Fuady, Munir, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2005. Grifis, H.Steven, Law Dictionary, Newyork : Barron’s Educational Series, Inc, 1984 . Lame, James, Enterprise Risk management, Panduan Komprehensif bagi Direksi, Komisaris dan Profesional Risiko, alih bahasa Tim BSMR. Jakarta : PT.Ray Indonesia, 2007 Lipton, Philip dan Abraham Herzberg, Corporate Governance, Victoria: Blackweel, Publishing, 2004. Muljono, Teguh Pudjo, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersiil, Jogyakarta : BPFE, 2001. Niven, R.Paul, Balanced Scorecard Step by Step: Maximizing Performance and Maintaining Results, New Jersey : John Wiley & Sons, Inc, 2006 O’Kelley. Jr, Charles and Robert B. Thompson, Corporation and Other Business Associationes. Boston, Toronto, London : Little, Brown and Company, 1992. Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2000 Rax, Raflus, Treasury Management Foreign Exchange Transaction, Jakarta : Treasury Management Banking and Corporate, Jakarta, 1996 Suparmoko, M, Pengantar Ekonomi Makro, Yogyakarta : BPFE, 1998.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Suta, I putu Gede Ary dan Soebowo Musa, BPPN The End, Jakarta : Yayasan Said Satria Bhakti, , 2004. Tunggal, Amin Widjaja, Corporate Governance (Suatu Pengantar), Harvarindo, 2007.
Jakarta :
Wilamarta, Misahardi, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007. Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Perseroan Terbatas, Jakarta : Rajawali Pers, 1999 ------, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta : Balai Pustaka, 2001. -----, Work Book Tingkat 1, Global Association of Risk Professionals, Jakarta : Badan Sertifikasi Manajemen Risiko, 2007.
B. Majalah/Publikasi/Karya Ilmiah Fadjriah, Siti CH, Materi Lokakarya Direktur Kepatuhan Gelombang IV, Jakarta 9-10 Agustus 2000 Khairandy, Ridwan, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26, Nomor 3, 2007 Nasution, Bismar, Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank, disampaikan pada seminar sehari yang diselenggarakan oleh Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur tanggal 2 April 2008. Nasution, Bismar, Pengaruh Globalisasi Ekonomi pada Hukum Indonesia, bahan kuliah pada Pasca Sarjana Hukum Ekonomi USU Sjahdeni, Sutan Remy, Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Juli 2001.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
-------, Statistik Perbankan Indonesia, November 2007, Vol 5, No.12, Bank Indonesia.
C. Undang-Undang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004
D. Peraturan/Surat Edaran Bank Indonesia Peraturan bank Indonesia Nomor 6/PBI/2004 Tentang cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Peraturan Bank Indonesia Nomor /4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Peraturan Bank Indonesia Nomor 1./6/PBI/1999 Tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Complience Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Sebagaimana telah Diubah Dengan Peraturan bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, tanggal 20 Januari 2005, Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Rudi Dogar Harahap : Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank..., 2008 USU e-Repository © 2008