Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
PENENTUAN LOKASI GUDANG DISTRIBUSI PADA SISTEM DISTRIBUSI PRODUK KONSUMSI PT X DI JAWA TIMUR Teguh Oktiarso Program Studi Teknik Industri, Universitas Ma Chung Jl. Villa Puncak Tidar N-01, Malang 65151 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penyaluran produk dari produsen ke konsumen membutuhkan sistem pengendalian persediaan dan distribusi yang baik sehingga produk dapat sampai ke konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen. Masalah distribusi yang sering dihadapi oleh banyak produsen adalah terjadi lost sales pada beberapa daerah distribusi yang mengakibatkan kerugian pada sisi penetrasi pasar. Model Integrasi rantai nilai tiga eselon dan penentuan jumlah dan lokasi gudang distribusi dengan metode fixed charge dikembangkan untuk menentukan jumlah gudang distribusi pada sistem distribusi produk dan mengendalikan persediaan untuk mengurangi lost sales. Mengacu pada model integrasi rantai nilai tiga eselon yang terdiri dari satu unit produksi, satu depot dan sejumlah pengecer dan model penentuan jumlah gudang distribusi, dikembangkan model yang terdiri dari n unit produksi m depot dan p retailer dengan penentuan jumlah depot yang didasarkan pada jumlah safety stock tiap depot. Pengembangan model bertujuan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang dihadapi produsen saat ini. Model pengembangan integrasi rantai nilai tiga eselon dengan penentuan jumlah dan lokasi depot diuji dengan menggunakan data lapangan yang dimiliki oleh PT X di Jawa Timur dimana terdapat 552 retailer dan 29 kandidat depot. Hasil dari pengujian model menunjukkan bahwa pengembangan model dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi PT X untuk meminimasi biaya distribusi, persediaan serta lost sales. Kata Kunci: logistik, eselon, gudang distribusi
PENDAHULUAN Sistem distribusi barang merupakan salah satu komponen penting yang mempengaruhi jalannya suatu perusahaan. Tanpa adanya sistem distribusi barang yang baik, akan sangat sulit bagi suatu produk untuk laku terjual di pasar karena dengan adanya sistem distribusi, produk akan dapat tiba di pasar dan konsumen bisa membeli barang dengan cepat. Semakin mudah konsumen membeli produk, menunujukkan keberhasilan sistem distribusi yang digunakan. Persaingan dagang yang semakin keras saat ini membuat semua perusahaan berusaha untuk dapat mendapatkan keuntungan dengan cara semakin mendekatkan diri dengan konsumen dengan memberikan produk yang sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen dengan harga yang bersaing dengan produk sejenis. Dalam hal ini peranan marketing sangat berpengaruh untuk merancang sistem distribusi yang sesuai agar dapat memenuhi keinginan konsumen (Ballou,1992) sehingga dapat diketahui keinginan konsumen akan suatu produk baik jenisnya, harganya atau waktu dimana konsumen membutuhkannya.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
Sistem distribusi yang baik pada dasarnya harus dapat memenuhi kriteria lima (5) R yaitu memberikan barang yang tepat (right products) di tempat yang membutuhkan (right place) pada waktu yang benar (right time) dan kondisi yang sesuai (right condition) dengan harga yang wajar (right price).(Lambert,1998). Berdasarkan kriteria 5R tersebut produk harus sampai ke tangan konsumen sesuai dengan keinginan konsumen agar produk tersebut laku dibeli apabila produk yang didistribusikan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen maka dapat dipastikan bahwa produk tersebut tidak akan dibeli oleh konsumen. Pendistribusian produk ke setiap daerah pemasaran oleh PT X dapat dilakukan dengan pendekatan rantai nilai tiga eselon dimana pada sistem rantai nilai tiga eselon merupakan sistem rantai nilai yang terdiri dari unit produksi, depot dan retailer sebelum produk sampai ke tangan konsumen dimana alur pendistribusian produk dapat dilakukan langsung menuju ke pengecer tanpa melalui depot. (Nur Bahagia dan Toruan, 2001) Penggunaan pendekatan rantai nilai tiga eselon bertujuan untuk menyederhanakan sistem distribusi pada PT X dan juga meningkatkan responsivitas perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen. Berdasarkan kondisi yang harus dilakukan oleh PT X dalam mendistribusikan produknya ke setiap daerah layanan, maka dikembangkan model matematika yang mendukung kebijakan sistem distribusi rantai nilai tiga eselon dengan n depot dan m retailer. Model yang dikembangkan bertujuan menentukan jumlah depot dan retailer yang optimal dengan memperhatikan permintaan di setiap daerah layanan. Adapun tujuan dari model adalah minimasi biaya distribusi ke setiap daerah layanan serta maksimasi nilai service level yang berakibat pada tingkat keberhasilan sistem distribusi yang akan dilakukan oleh PT X dalam mendistribusikan pupuk ke setiap daerah layanan. TUJUAN PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang sistem distribusi yang terintegrasi dengan menggunakan model rantai nilai tiga eselon dengan n depot dan m retailer serta mengembangkan model distribusi yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah depot dan lokasi yang mendukung sistem distribusi dengan pendekatan model integrasi rantai nilai tiga eselon. Adapun batasan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Fasilitas gudang di setiap daerah layanan telah dimiliki oleh PT X. 2. Wilayah distribusi pupuk hanya dibatasi pada daerah pulau Jawa. 3. Rute transportasi ke setiap daerah layanan merupakan rute yang tetap. 4. Alat transpotasi yang digunakan untuk mendistribusikan pupuk ke setiap daerah layanan merupakan milik PT X 5. Jenis produk yang didistribusikan hanya satu jenis produk Metode yang digunakan untuk pemecahan permasalahan sistem distribusi produk oleh PT X dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan model matematika yang berhubungan dengan sistem inventory. Metode kuantitatif digunakan untuk merancang model yang sesuai dengan sistem distribusi pupuk yang diinginkan oleh PT X. Model rantai nilai tiga eselon (Nur Bahagia, 1999) menjadi model dasar dalam pengembangan model. Dalam pengembangan model, juga melihat model rantai nilai tiga eselon dengan pasokan langsung maupun tidak langsung (Nur Bahagia dan Toruan, 2001) sehingga model sistem distribusi dan pengendalian persediaan yang baru dapat mengakomodasi kejadian pasokan secara langsung maupun
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-9-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
tidak langsung. Model pengendalian persediaan yang mengacu pada model rantai nilai tiga eselon digabungkan dengan model penentuan jumlah dan lokasi gudang distribusi (Nozick dan Turnquist, 1998) untuk mendapatkan model matematis untuk menentukan jumlah gudang distribusi yang meminimalkan biaya distribusi. PENGEMBANGAN MODEL Gambaran Umum Pengembangan Sistem Distribusi Model usulan yang akan dikembangkan untuk sistem distribusi produk PT X dibuat berdasarkan pengembangan model integrasi nilai rantai tiga eselon (Toruan dan Nur Bahagia) serta penentuan jumlah gudang distribusi (Nozick dan Turnquist) sehingga dapat digambarkan sebagai berikut : Unit Produksi
Depot / Gudang distribusi
Retailer/ Pengecer
K o n s u me n
Gambar 2. Model Usulan untuk Sistem Distribusi PT X
Gudang distribusi atau depot, yang dalam struktur sistem distribusi produk pada PT X berada langsung dibawah unit produksi, bertugas menyalurkan pupuk ke masingmasing pengecer di daerah layanan setiap gudang distribusi. Pengecer yang menerima produk dari gudang distribusi akan menjual produk secara langsung kepada konsumen. Sistem distribusi dengan struktur tingkatan sebanyak tiga tingkat akan meningkatkan kecepatan penyaluran produk ke setiap daerah layanan PT X. Deskripsi Komponen Sistem Distribusi Sistem distribusi produk yang dilakukan oleh PT X. merupakan sistem distribusi yang terdiri dari komponen sebagai berikut : Unit Produksi, Gudang Distribusi dan Pengecer. Ketiga komponen sistem tersebut terkait satu sama lain sehingga kondisi satu komponen penyusun mempengaruhi komponen lainnya. Karakteristik masing-masing komponen dijelaskan sebagai berikut: 1. Unit Produksi Unit Produksi merupakan komponen awal dari sistem produk yang dilakukan oleh PT X. Kegiatan yang dilakukan oleh Unit Produksi adalah memproduksi produk yang kemudian disalurkan kepada komponen dibawahnya. Karakteristik dari unit produksi adalah bahwa berada pada titik awal sistem distribusi, pengendali komponen yang berada dibawahnya, dan berada dilokasi dimana membutuhkan bantuan untuk memasarkan produknya.
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-9-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
2. Gudang Distribusi / Depot Barang yang diproduksi oleh Unit Produksi didistribusikan kepada gudang distribusi untuk kemudian didistribusikan kepada pengecer. Meskipun demikian, unit produksi bisa menyuplai produk ke pengecer apabila biaya distribusi ke pengecer di daerah tertentu lebih murah dibandingkan menyuplai ke gudang distribusi dimana pengecer tersebut merupakan bagian dari gudang distribusi. Karakteristik dari gudang distribusi adalah berada dibawah unit produksi, lokasinya ditentukan oleh unit produksi, merupakan milik dari unit produksi, membawahi beberapa pengecer dalam satu wilayah, dan mengendalikan distribusi produk pada pengecer. 3. Pengecer Merupakan komponen paling bawah pada sistem distribusi produk dimana komponen ini secara langsung menghadapi konsumen. Karakteristik dari pengecer adalah berada dibawah gudang distribusi, mempunyai hubungan langsung ke gudang distribusi maupun ke unit produksi, lokasinya sudah ditentukan oleh gudang distribusi, merupakan usaha perorangan yang mempunyai ikatan dengan gudang distribusi, dan menjual produk sesuai dengan permintaan konsumen. Formulasi Model Fungsi tujuan dari formulasi model sistem distribusi adalah minimasi ekspektasi ongkos total tahunan (TC) yang merupakan penjumlahan dari ongkos total pada unit produksi, ongkos total pada gudang distribusi, ongkos total pada pengecer dan ongkos transportasi. Ongkos total TC dapat dideskripsikan sebagai berikut: TC = TCpro + TCdw + TCret + TCtran Dimana TCpro adalah ongkos total pada unit produksi, TCdw adalah ongkos total pada gudang distribusi, TCre adalah ongkos total pada pengecer dan TCtran adalah ongkos total transportasi. Adapun notasi lain yang digunakan adalah sebagai berikut: ij i k A D
: Jumlah pengecer yang dilayani oleh gudang distribusi i : Jumlah gudang distribusi dalam sistem distribusi. : Jumlah produk yang didistribusikan pada sistem distribusi. : Ongkos sekali pemesanan. : Demand tahunan untuk produk. OP : Ongkos pesan tahunan H : Ongkos simpan per unit untuk produk
SS : Safety stock (unit) untuk produk R
: Reorder point untuk produk dalam satuan waktu tahun.
M : Demand selama leadtime. f (M ) : Fungsi distribusi permintaan selama lead time. OS
: Ongkos
kekurangan tahunan.
S
: Ongkos kekurangan per unit. L : Lead time selama yang terjadi dari pesan samapai produk tiba. Fi : Fixed cost dari gudang distribusi i. Ci : Ongkos untuk membangun gudang distribusi i. ti : Perkiraan umur gudang distribusi i.
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-9-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
K : Kapasitas produksi per tahun pada unit produksi OT : Ongkos transportasi Sedangkan variabel keputusannya adalah: Ukuran Lot sekali pemesanan dari pengecer j untuk kepada gudang distribusi atau kepada unit produksi. ( Q j )
Ukuran Lot sekali pemesanan gudang distributor i untuk kepada unit produksi. ( Qi )
Frekwensi pemesanan dari pengecer j ke gudang distibusi i. ( N ijk )
Frekwensi pemesanan dari gudang distribusi i ke unit produksi. N oik
Frekwensi pemesanan dari pengecer j ke unit produksi. N ojk
Jumlah gudang distributor i (I ). Jumlah pengecer pada setiap gudang distribusi i (mj).
Dari deskripsi diatas, maka TC dapat dijabarkan sebagai berikut: min TC
A ij
j
Dij D Dij Qij . S ij . k M ij Rij f ( M ij ).dM ij Fi Ai i Xoi SS ij H ij Rij Q Qij 2 Qi ij ij ij
Q k D 1 H ik i Xij Rijk Lij .Dijk Xoi H o Loj .Dij 1 o . SS ij Xoj ij ij 2 i ij K 2
D 1 H o Loi Lij Dij 1 o . SS ij Xoi i ij K 2
Dij
Dij
D Q ot .Q Q ot .Q Q ot .Q i ij
i
1
i
i
2
ij
ij
3
ij
ij
Dimana batasannya adalah : I
I
1. Do Di , D j Di X ji i 1
i 1
3. Qi N ij Di
Qij Dij
N oj
5. N ij , N oi , N oj 1
Qij Dij
I
2. Q j Qi X ji i 1
4. Ao , A j , Ai 0
; integer
6. Qij , Qi 0
7. H ij , H i , H o 0
Dari model matematis diatas, maka dapat ditentukan model untuk Q optimal adalah: IJ 2 A D N D N S M R fM dM A D i ij ij ij ij ij ij i i ij1 ij i ij Rijk * Qi IJ H D ij ij Hi ij 1 Di Nij
1
2
Berdasarkan model yang dikembangkan oleh Nozick dan Turnquist, maka penentuan jumlah gudang distribusi yang optimal adalah : Q Min FiXoi H i i Rij Lij .Dij Xoi i i 2
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-9-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
Pengujian Model Berdasarkan model diatas, dilakukan pengujian pada kondisi riil PT X dimana terdapat 552 pengecer dan 29 kandidat gudang distribusi di Jawa Timur dimana ibu kota kabupaten menjadi kandidat gudang distribusi serta pengecer yang ada pada setiap kecamatan. Parameter yang digunakan untuk menjalankan model ini adalah: Harga jual (Harga Eceran Tertinggi, HET) produk : Rp 1.230.000 / ton Ongkos simpan di Unit Produksi: Rp 246.000 / ton Ongkos simpan pada Gudang Distribusi. Gudang Distibusi di kabupaten Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi
Gudang Distibusi di kabupaten Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan
Biaya simpan (Rp) 369.000 369.000 270.600 270.600 246.000 246.000 270.600 270.600 319.800 319.800
Gudang Distibusi di kabupaten Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan Gresik Bangkalan Pamekasan Sampang Sumenep
Biaya simpan (Rp) 369.000 307.500 307.500 246.000 246.000 246.000 270.600 270.600 295.200
Ongkos simpan di pengecer diasumsikan sebesar Rp. 300.000/ton/tahun Ongkos kekurangan tiap pengecer diasumsikan sebesar Rp. 400.000/ton Ongkos tetap (fixed cost) untuk Gudang Distribusi : Rp 150.000.000 Umur bangunan Gudang Distribusi : 10 tahun Kapasitas produksi pada unit produksi adalah 650.000 ton/tahun Ongkos angkut dari unit produksi ke gudang distribusi atau pengecer : Rp 346 /km/ton Jarak dari unit produksi ke setiap kandidat gudang distribusi adalah
Gudang Distibusi di kabupaten Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi
Biaya simpan (Rp) 369.000 369.000 369.000 369.000 307.500 307.500 270.600 307.500 344.400 369.000
Jarak (km) 294 215 194 164 187 131 107 175 219 308
Gudang Distibusi di kabupaten Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan
Jarak (km) 208 216 116 85 46 71 96 133 185 207
Gudang Distibusi di kabupaten Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan Gresik Bangkalan Pamekasan Sampang Sumenep
Jarak (km) 215 93 87 29 0 35 125 96 174
Lead Time untuk masing-masing kandidat gudang distribusi
Gudang Distibusi di kabupaten Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar
Lead Time (tahun) 0.005 0.005 0.004 0.004 0.003
Gudang Distibusi di kabupaten Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-9-6
Lead Time (tahun) 0.005 0.005 0.003 0.003 0.0015
Gudang Distibusi di kabupaten Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan Gresik
Lead Time (tahun) 0.0045 0.0025 0.0025 0.002 0
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009 Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi
0.0035 0.002 0.003 0.0035 0.006
Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan
0.0015 0.002 0.002 0.004 0.004
Bangkalan Pamekasan Sampang Sumenep
0.001 0.0015 0.0015 0.002
Demand tahunan untuk produk
Gudang Distibusi di kabupaten Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi
Demand (ton) 773 6737 2356 7338 12338 19396 35173 14731 18070 6217
Gudang Distibusi di kabupaten Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan
Demand (ton) 7036 7734 28470 42460 6657 6913 8318 10381 8609 6554
Gudang Distibusi di kabupaten Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan Gresik Bangkalan Pamekasan Sampang Sumenep
Demand (ton) 11894 5331 3707 2850 3301 3178 1476 6590 6805
Berdasarkan parameter-parameter di atas, maka hasil akhir dari pengujian model dan
menggunakan
persamaan
Q min C Fi H i i Rij Lij .Dij i i 2 ij
,
maka
didapatkan: Jumlah Gudang Distribusi
Ongkos
Jumlah Gudang Distribusi
Ongkos
1 2 3 4 5 6 7 8
Rp. 398.646.100.000 Rp. 228.798.300.000 Rp. 231.385.600.000 Rp. 228.496.180.000 Rp. 233.147.130.000 Rp. 238.647.820.000 Rp. 235.445.400.000 Rp. 239.183.330.000
9 10 11 12 13 14 15 20
Rp. 242.097.620.000 Rp. 247.220.540.000 Rp. 251.615.050.000 Rp. 255.909.300.000 Rp. 255.568.050.000 Rp. 259.665.610.000 Rp. 263.130.350.000 Rp. 405.931.570.000
Dari tabel di atas diketahui bahwa TC yang minimal terjadi apabila jumlah gudang distribusi adalah sebanyak 4 gudang distribusi yang terletak di: 1. Pasuruan menyuplai semua pengecer di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember dan 9 pengecer di Kabupaten Lumajang. 2. Malang menyuplai semua pengecer di Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Blitar, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Sidoarjo dan 9 pengecer di Kabupaten Lumajang. 3. Ponorogo menyuplai semua pengecer di Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Tulungagung 4. Tuban menyuplai semua pengecer di Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bojonegoro. 5. Sedangkan pengecer yang ada di Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep di pasok langsung dari Unit Produksi.
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-9-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari pengujian model diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Model yang dikembangkan berdasarkan model rantai nilai tiga selon dengan pasokan suplai langsung atau tidak langsung dan model penentuan jumlah dan lokasi gudang distribusi dengan metode fixed charge dapat mewakili kondisi yang dihadapi oleh PT X meskipun terdapat beberapa paremeter yang tidak digunakan. 2. Solusi yang dihasilkan merupakan gabungan antara metode simulasi dengan metode heuristic dimana solusi merupakan hasil yang terbaik dalam meminimasi biaya distribusi.. Hasil dari solusi adalah variabel-variabel yang telah ditentukan pada penentuan variabel model. 3. Hasil dari solusi model adalah jumlah gudang distribusi yang diperlukan dalam sistem distribusi PT X di Jawa Timur. Hasil dari pengujian model dengan kondisi distribusi di Jawa Timur didapatkan empat gudang distribusi dengan total biaya distribusi paling kecil. Hasil ini dapat dikatakan cukup baik karena letak gudang distribusi terdapat pada sisi Utara, Selatan, Timur dan Barat dari Jawa Timur. DAFTAR PUSTAKA Ballou, Ronald H., Business Logistics Management, 3rd edition, Prentice Hall, Englewood Cliffs, N.J. 1992. Lambert, Douglas M.,Stock, James R., Strategic Logistics Management, 3rd Edition, McGraw Hill Companies, Inc, 1999. Nur Bahagia, Senator, Model Optimasi Integral Sistem Rantai Nilai Tiga Eselon, Proceeding Seminar Sistem Produksi IV, 1999. Nur Bahagia, Senator dan Toruan, J.L., Pengembangan Model Optimasi Sistem RantaiNilai Tiga Eselon (Satu Unit Produksi, Satu Depot dan N Pengecer Dengan Pasokan Langsung dan Tidak Langsung), Proceeding Seminar Sistem Produksi V, 2001. Nozick, Linda K. dan Turnquist, Mark K., Integrating Inventory Impacts Into a FixedCharge Model for Locating Distribution Centers, Logistics and Transportation Review (Transportation Research.-E). Vol.34, No.3, pp 173-186, 1998.
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-9-8