Optimalisasi Distribusi Singkong di Jawa Timur Masyhuri Machfudz Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Unisma Abstraksi Tujuan penelitian ini adalah menganalisis distribusi singkong yang optimal. Data analisis digunakan adalah jumlah produksi singkong di seluruh kabupaten yang ada di Jawa Timur dan jarak antar kabupaten. Metode analisis dilakukan dengan teori transportasi. Hasil analsisi menunjukkan bahwa (1) tingkat optimal menunjukkan bahwa dominasi pengiriman barang dari kabupaten Pacitan, padahal yang kelebihan produk juga dialami oleh kabupaten Malang, Trenggalek, Ponorogo, Bondowoso dan kabupaten lainnya; (2) tingkat optimalisasi distribusi dengan jalan minimisasi ongkos terkecil (Minimization cost method, MC), menunjukkan bahwa daerah kelebihan produksi antara lain (i) kabupaten Ponorogo agar distribusinya optimal dan imbang, maka dapat dikirim ke kabupaten Madiun sebanyak 1.933 ton; (ii) kelebihan di kabupaten Tulungagung didistribusikan ke Jombang sebanyak 34.930 ton dan Kediri sebanyak 43.926 ton; (iii) kabupaten Bondowoso ke Banyuwangi sebanyak 45.367 ton; dan (iv) kelebihan di kabupaten Probolinggo ke Pasuruan dan pamekasan masing-masing sebanyak 42.777 ton dan 22.523 ton; (3) tingkat optimalisasi distribusi singkong pada ‘calon’ wilayah yang mungkin dikehendaki (possible candidate), sekaligus akan terdeteksi wilayah-wilayah yang tidak mungkin (unpossible candidate) untuk didistribusikan singkong tersebut dengan alat analisis metode batu loncatan (stepping stone method, SSM); juga menunjukkan hasil dengan variasi optimal sama dengan sebelumnya. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah distribusi singkong dapat dilakukan secara optimal dan berimbang, maka muncul suatu pertanyaan ‘apa yang harus dilakukan?’ agar keseimbangan tersebut dan singkong eksistensinya dapat diadopsi oleh masyarakat pada daerah sasaran (tujuan), jawabannya yaitu menciptakan deversifikasi produk agar konsumsi singkong dapat dinaikkan dari 8 % menjadi 16 %, 24 % dan seterusnya. Jika ini dicapai, maka dapat mendukung pada ketahanan pangan, minimal ketergantungan terhadap beras dapat ‘dihambat’ lajunya. Penelitian akan dilanjutkan tahun yang akan datang dalam rangka untuk melihaat fenomena persingkongan di Jawa Timur.
Key words : optimal, distribusi, singkong, berimbang
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
1
PENDAHULUAN Singkong merupakan komoditas yang berasal dari Eropa, memang awalnya Indonesia adalah eksport terbesar terjadi pada tahun 1993, tetapi perkembangan ekspor singkong dari tahun ke tahun cenderung makin menurun. Berbagai hal menyangkut masalah tata niaga yang berkaitan dengan peraturan eksport (diterapkannya pembagian quota) dan pola penyerapan produksi singkong petani dirasakan mempengaruhi laju eksport yang selanjutnya berdampak pada penurunan produktifitas singkong petani. Namun demikian biarpun penurunan volume eksport terjadi, tetapi jangkauan eksport singkong Indonesia telah mencapai berbagai negara di Asia dan Eropa dimana negara pengimport terbesar adalah Korea dan China. Luasnya negara tujuan eksport singkong tersebut, menunjukkan bahwa pasar komoditi ini sebenarnya cukup potensial dan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan produksi singkong masa yang akan datang. Potensi singkong ternyata tidak hanya dijual dalam bentuk kering tetapi ada strategi yang tidak kalah prospektif dalam memperluas pasar singkong sekaligus sebagai upaya peningkatan produktifitas petani yaitu dengan konsep Agroindustri. Strategi Agroindustri ini pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan Agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu: menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian pendapatan. Oleh karena itu dapat diidentifikasi masalah secara spesifik, yaitu bagaimana variasi kondisi optimal pada distribusi singkong di Jawa Timur tahun 2008. Data yang digunakan BPS tahun 2007, yaitu produksi singkong di Jawa Timur dari 29 kabupaten yang menjadi wilayah kerja
jatim antara jumlah produksi dan kebutuhan singkong masih terjadi tidak seimbang. Padahal kondisi semacam ini terjadi pada level rumah tangga (househould) – belum lagi untuk kebutuhan perusahaan yang bergerak dalam bidang makanan yang berbasis pada singkong. Pada pelaku ekonomi kreatifpun juga masih mengalami kesulitan singkong yang cukup serius, sebagaimana pada tabel berikut: No.
Kabupaten
penduduk
kebutuhan beras konv. singkong (8%) (kg)
Nilai x Rp 5750/kg beras
Produksi Nilai Beras / Rp singkong (yg tersedia) 2000/kg (ton)
1
Pacitan
549.768,00
15.833.318,00
91.041.578.500,00
45.520.789,25
561.347
2
Ponorogo
885.986,00
25.516.397,00
146.719.282.750,00
73.359.641,38
410.660
3
Trenggalek
687.786,00
19.808.237,00
113.897.362.750,00
56.948.681,38
327.186
4
Tulungagung
984.460,00
28.352.448,00
163.026.576.000,00
81.513.288,00
129.586
5
Blitar
1.140.809,00
32.855.299,00
188.917.969.250,00
94.458.984,63
49.782
6
Kediri
1.525.231,00
43.926.653,00
252.578.254.750,00
126.289.127,38
84.295
7
Malang
2.419.822,00
69.690.874,00
400.722.525.500,00
200.361.262,75
395.528
8
Lumajang
1.026.400,00
29.560.320,00
169.971.840.000,00
84.985.920,00
58.004
9
Jember
2.278.718,00
65.627.078,00
377.355.698.500,00
188.677.849,25
76.675
10
Banyuwangi
1.575.265,00
45.367.632,00
260.863.884.000,00
130.431.942,00
58.238
11
Bondowoso
725.571,00
20.896.445,00
120.154.558.750,00
60.077.279,38
143.700
12
Situbondo
626.200,00
18.034.560,00
103.698.720.000,00
51.849.360,00
5.844
13
Probolinggo
1.070.137,00
30.819.946,00
177.214.689.500,00
88.607.344,75
168.303
14
Pasuruan
1.485.342,00
42.777.850,00
245.972.637.500,00
122.986.318,75
116.255
15
Sidoarjo
1.838.666,00
52.953.581,00
304.483.090.750,00
152.241.545,38
63
16
Mojokerto
1.027.871,00
29.602.685,00
170.215.438.750,00
85.107.719,38
15.987
17
Jombang
1.212.876,00
34.930.829,00
200.852.266.750,00
100.426.133,38
25.239
18
Nganjuk
1.065.459,00
30.685.219,00
176.440.009.250,00
88.220.004,63
75.247
19
Madiun
667.709,00
19.230.019,00
110.572.609.250,00
55.286.304,63
83.404
20
Magetan
621.862,00
17.909.626,00
102.980.349.500,00
51.490.174,75
52.513
21
Ngawi
857.449,00
24.694.531,00
141.993.553.250,00
70.996.776,63
145.715
22
Bojonegoro
1.251.051,00
36.030.269,00
207.174.046.750,00
103.587.023,38
38.801
23
Tuban
1.104.538,00
31.810.694,00
182.911.490.500,00
91.455.745,25
146.181
24
Lamongan
1.274.194,00
36.696.787,00
211.006.525.250,00
105.503.262,63
48.713
25
Gresik
1.120.541,00
32.271.581,00
185.561.590.750,00
92.780.795,38
32.042
26
Pekalongan
945.863,00
27.240.854,00
156.634.910.500,00
78.317.455,25
58.832
27
Sampang
894.046,00
25.748.525,00
148.054.018.750,00
74.027.009,38
198.589
28
Pamekasan
782.076,00
22.523.789,00
129.511.786.750,00
64.755.893,38
25.170
29
Sumenep
1.068.595,00
30.775.536,00
176.959.332.000,00
88.479.666,00
145.218
Sumber: BPS Jawa Timur, 2007 (Diolah)
Atas dasar rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini mendeteksi besarnya tingkat optimalisasi distribusi dari wilayah yang kelebihan (exes supply) menuju ke wilayah kekurangan (exes demand) dengan pendekatan teori transportasi. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Distribusi singkong dengan pendekatan teori transportasi dan lokasi, memang berperan dan berfungsi sebagai saran penghubung yang mampu meniadakan kesenjangan jarak antarlokasi, yaitu dengan cara memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat yang lain yang membutuhkannya.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
2
Atau dapat dikatakan, transportasi berfungsi sebagai “jembatan” yang menghubungkan atau mendistribusikan (a) lokasi sumber dengan lokasi produsen; (b) lokasi produsen dengan lokasi pasar; (c) lokasi produsen dan lokasi konsumen, yaitu dengan upaya meniadakan kesenjangan jarak antar kedua lokasi yang berada itu, yang disebut juga ”jarak geografis” atau ”jarak spasial”. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 15 kabupaten di Jawa Timur, 3 kabupaten dari arah timur, 3 kabupaten dari arah selatan, 3 kabupaten dari arah barat, 3 kabupaten dari arah utara, dan 3 kabupaten berada di wilayah tengah. Yang tentunya adalah kabupaten sentra penghasil singkong. Apabila semua kabupaten data yang tersedia terdapat produksi singkong, maka daerah-daerah yang produksinya paling banyak akan dibuat simulasinya. Kerangka Pengambilan Contoh Dari 15 Kabupaten yang diambil sampel lokasi dilakukan dengan banyak tahap (multistage sampling). Lokasi terpilih akan dianalisis dari produksi singkong pada periode tertentu yaitu tahun 2007, dengan rincian data adalah (i) data produksi, (ii) data lokasi pemasaran, dan (iii) data harga pengangkutan (cost of transportation). Data yang terambil diharapkan dapat mewakili (representative) dan menjawab keinginan dari optimalisasi distribusi yang berimbang (balance). Metode Analisis Analisis optimalisasi distribusi singkong yang berimbang dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan teori transportasi yang terdiri dari beberapa komponen. Formulasi umum problem transportasi untuk distribusi singkong, aj jumlah singkong yang ada pada tempat asal i dan bj jumlah singkong yang diperlukan oleh tempat j. Dapat
dianganggap bahwa jumlah singkong yang tersedia di daerah asal i sama dengan jumlah singkong yang dibutuhkan oleh daerah tujuan j, sehingga. n
m
ai =
bj
j1
i 1
Kalau kondisi ini dipenuhi, maka persoalan angkutan untuk distribusi disebut seimbang (balance). Misalkan lagi bahwa ongkos distribusi angkutan dari asal i ke tujuan j sama dengan cij untuk satu satuan. Bila xij merupakan jumlah singkong yang diangkut dari daerah asal i ke daerah tujuan j dimana xij 0, maka rumusan umum dari model persoalan distribusi dengan angkutan dapat ditulis sebagai berikut : n
m
Min. z =
ai =
i 1
cij xij
j1
dengan kendala : n
xij = ai , ai > 0 , i = 1, ………………
j1
m m
xij = bj , bj > 0 , j = 1, ….……………
i 1
n xij 0 untuk semua i dan j.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Metode Pojok Barat Laut (North West Corner Methode, NW) Distribusi singkong dilakukan dari daerah kelebihan ke daerah yang kekurangan. Daerah kelebihan yang selanjutnya dinyatakan daerah yang menawarkan (supply) dan dinotasikan dengan Si dan daerah kekurangan yang selanjutnya dinyatakan daerah yang meminta (demand) dan dinotasikan dengan Di. Sampel daerah penelitian ini diambil dari data BPS Jawa Timur tahun 2007 yang dimasukkan pada katagori daerah kelebihan adalah Kabupaten Pacitan (S1), Kabupaten Ponorogo (S2), Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
3
Kabupaten Trenggalek (S3), Kabupaten Tulungagung (S4), Kabupaten Malang (S5), Kabupaten Bondowoso (S6), dan Kabupaten Probolinggo (S7). Sedangkan daerah yang membutuhkan Kabupaten Madiun (D1), Kabupaten Jombang (D2), Kabupaten Kediri (D3), Kabupaten Pasuruan (D4), Kabupaten Bayuwangi (D5), dan Kabupaten Pamekasan (D6). Hasil analisis North West Corner Methode (NW) Atas dasar produksi tersedia (supply) sama dengan Dibutuhkan (demand). Hasil analisis Metode Pojok Barat Laut (North West Corner Methode) yang menunjukkan tingkat optimal dengan distribusinya daerah ke Kabupaten pamekasan. Distribusi dari arah yang berlebihan kearah yang kekurangan, dan menunjukkan dukungan terhadap upaya optimalisasi distribusi singkong tetapi hasil analisis tersebut ada beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan yaitu agar distribusinya berimbang, maka permintaan jumlah singkong yang semestinya didistribusikan adalah dari Kabupaten Pacitan perlu disupply dari Kabupaten Ponorogo ke dua daerah sasaran yakni Kabupaten Pamekasan. Hal ini adalah rekomendasi atas dasar model analisis Northwest Corner Method (NCM) dengan indikator optimal adalah solusi biaya pengiriman rata-rata sebesar Rp.166.020 (initial solution dibagi dengan Rp.5.000,-) Metode pojok barat-laut (norh west corner method) diperkenalkan oleh Charnes dan Cooper, kemudian dikembangkan oleh Danzig, apakah rekomendasi dengan alat analisis tersebut sudah menunjukkan optimal atau belum?. Tentunya para perencana dalam memberikan rekomendasi mencari solusi yang setepat mungkin dan alternatife sebanyak mungkin, salah satunya adalah dengan menggunakan alat analisis tarnsportasi Modified Distribution Methode (MODI) adalah sebagai alat analisis pengembangan dari NCM.
Jawab layak basis yang ditemukan di atas dengan menggunakan metode pojok barat-laut (NCM), mungkin masih jauh dari optimal karena faktor ongkos samasekali tidak diikutsertakan dalam perhitungan. Meskipun demikian, cara ini masih lebih baik dibandingkan dengan cara simpleks, karena cara pojok barat-laut telah jauh mempersingkat untuk menenutkan jawab optimal, terutama untuk persoalan yang terdiri dari jumlah asal (Ai) dan tujuan (Tj) yang besar. Di samping itu , jawab telah langsung menjadi bilangan cacah tanpa pembulatan seperti sering dilakukan pada cara simpleks. Metode pojok barat-laut ini memperlihatkan kepada kita bahwa tiap langkah yang kita lakukan akan memenuhi satu kendala. Tetapi pada langkah ke m+n1 kita berhenti, karena sampai langkah ini sudah terpenuhi m+n-1 kendala, sedangkan langkah ke (m+n) tidak perlu kita lakukan lagi karena kendala ke (m+n) dengan sendirinya sudah terpenuhi. Karena kita cukup hanya melakukan m+n-1 langkah, berarti kita hanya menemukan m+n-1 variabel xij > 0. Dan inilah, yang sesungguhnya kita cari sebagai jawab layak terhadap persoalan. Hasil Analisis North West Corner Methode (NW) Atas Dasar Produksi Tersedia (supply) setelah Dikurangi dengan Rata-Rata dari Produksi Tersedia (supply, Ā = 126.797) dan yang Dibutuhkan (demand) Data dasar pada yang dipergunakan untuk analisis keduda dalam rangka untuk mencari nilai optimal yang berimbang adalah dilakukan simulasi dengan jalan melakukan pengurangan produksi yang telah ada (tersedia) dengan nilai rata-rata dari produksi tersedia (supply), yakni sebanyak 126.797 ton dan dikurangi dengan yang dibutuhkan (demand), maka hasil distribusi berimbangnya. Hasil tersebut menunjukkan lebih optimal dibandingkan dengan model di atas. Indikasinya adalah initial solution
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
4
pengiriman rata-rata sebesar Rp.166.020,sedangkan pada poin initial solution hanya sebesar Rp.156.130,54. Distribusi pengiriman juga menunjukkan variasi yang berbeda, yaitu dari kabupaten Pacitan ke kabupaten Pamekasan telah menunjukkan optimal, namun Pamekasan alangkah baiknya (optimalnya) cukup dipenuhi dari kabupaten Ponorogo. Kondisi optimal dapat pula ditunjukkan distribusi yang berimbang pada daerah Pacitan dan Ponorogo, masing-masing dapat dilakukan distribusi ke daerah Bayuwangi. Variasi distribusi kondisi optimal dengan simulasi di atas ternyata lebih optimal dibandingakan dengan lainnya. Dimana keduaduanya menggunakan model Pojok Barat Laut (Northweest Corner Method). Dasar yang
dipakai dalam melakukan simulasi ini adalah semata-mata untuk memberdayakan singkong dengan jika produksi yang ada dilakukan pengurangan sebagaimana di muka, yang tentunya pengurangan ini akan menimbulkan pertanyaan untuk apa singkong hasil pengurangan tersebut? – jawabannya adalah untuk dipakai sebagai bahan baku makanan lain yang mempunyai nilai „prestisiun‟ yang cukup tinggi. Bagaimana jenis dan bentuknnya? Ini dapat dilakukan pada penelitian aksi (action research-nya). Namun demikian pada penelitian ini akan dibahas tentang solusi pemberdayaan singkong yang inovatif-adaptif. Hasil Analisis North West Corner Methode (NW) Atas Dasar Produksi Tersedia (supply) setelah Dikurangi dengan Kebutuhannya Sendiri Kabupaten Ybs. dan Kekurangan dari Rata-rata. Hasil analsisi atas dasar kebutuhan minimum hidup layak adalah sebanyak 360 kg beras/kapita/tahun. Konsumsi singkong menurut BPS setiap orang adalah 8 prosen sehingga dapat diestimasikan bahwa dari produksi singkong yang ada, maka terkuranginya per kabupaten sebesar 8 prosen, dan juga dikurangi kekurangan dari rata-rata. Analisis ini untuk memperkuat simulasi yang dilakukan sebelumnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi optimal telah tercapai dengan baik dari semua kabupaten, karena kekurangan singkong pada daerah yang butuh cukup dipenuhi dari satu kabupaten. Karena itulah maka solusi optimalnya dapat diandalkan dengan indikator biaya minimum sebesar Rp.107.606,7,Tabel 1: Produksi yang tersedia (supply)
setelah Dikurangi dengan Kebutuhannya sendiri dan Kekurangan dari Rata-Rata. Kabupaten
Madiun Jombang Kediri Pasuruan B.wangi Pamekasan Supply (S1) 515
(S2) 1000
(S3) 665
(S4) 1485
(S5) 2465
(S6) 1980
(Si) 434550
Ponorogo (D1)
125
610
535
1095
2075
1590
283863
Trenggalek (D1)
385
640
275
975
2020
1710
200389
T.Agung (D1)
510
515
150
850
1895
1585
2789
Malang (D1)
1165
640
735
265
1310
1040
268731
Bondowso (D1)
1555
1070
1435
585
630
1930
16903
Probolinggo(D1)
1100
615
1130
130
915
1015
41506
Demand (Di)
43393 101558
42502
10542
68559
101627
Pacitan (D1)
Sumber: Data BPS 2007 (diolah)
Tabel 2 : Input Data Minimization Problem Tujuan Asal S1
D4
D5
665.0
1485.0
2465.0
VARIABEL SUPPLY SLACK 1980.0 0.0 434550.0
515.0
1000.0
S2
125.0
610.0
535.0
1095.0
S3
385.0
2075.0
1590.0
0.0 283863.0
640.0
275.0
975.0
2020.0
1710.0
S4
0.0 200389.0
510.0
515.0
150.0
850.0
1895.0
1585.0
0.0
S5
1165.0
640.0
735.0
265.0
1310.0
1040.0
0.0 268731.0
S6
1555.0
1070.0
1435.0
585.0
630.0
1930.0
0.0
16903.0
S7 1100.0 615.0 1130.0 130.0 915.0 1015.0 Demand 43393.0 101558.0 42502.0 10542.0 68559.0 101627.0
0.0 0.0
41506.0
D1
D2
D3
D6
2789.0
Tabel 3. : Program Output; Initial Solution By NCM. Tujuan Asal S1
VARIABEL SOURCES SLACK 43393.0 101558.0 42502.0 10542.0 68559.0 101627.0 0.0 66369.0 D1
D2
D3
D4
D5
D6
SUPPLY 434550.0
S2
.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
283863.0
283863.0
S3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
200389.0
200389.0
S4
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
2789.0
2789.0
S5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
268731.0
268731.0
S6
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
16903.0
16903.0
S7
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
41506.0
41506.0
Demand 43393.0 101558.0 42502.0 10542.0 68559.0 101627.0
0.0
880550.0 1248731.0
optimal Solution: 538043490.0
Metode Ongkos Terkecil (Minimization Cost Methode) Distribusi Singkong Metode ongkos terkecil untuk menjawab tujuan yang kedua. Metode ini adalah salah satu dari 3 model transportasi yang khusus (the special transportation). Metode ini tentunya sedikit berbeda
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
5
dengan metode pojok barat-laut yang samasekali tidak mempertimbangkan faktor ongkos. Ketiga cara ini, ialah : 1) Cara ongkos baris terkecil, untuk mencari ongkos terkecil pada baris ini dan misalkan terjadi pada kolom T k. Kemudian tentukan X1 K = min. {a1, bk}. 2) Cara biaya kolom terkecil, Cara ini kita mulai dari kolom T1, dengan memilih ongkos terkecil. Misalkan ini terjadi pada baris As, maka buatlah Xst = min. (as, b1). 3) Cara ongkos matriks terkecil. Cara ini memilih ongkos terkecil dari seluruh sel. Misalkan banyak ongkos terkecil terjadi pada sel (i, j), sehingga tetapkan xij = min. (aj, bj). Hasil Analisis Metode Ongkos Terkecil (Minimization Cost Methode) Atas Dasar Produksi Tersedia (supply) = Dibutuhkan (demand) Hasil analisis menunjukkan bahwa distribusi yang optimal dengan ongkos kirim sebesar Rp.50.234,88 adalah dengan melakukan pengiriman singkong dari kabupaten Ponorogo (S2) ke kabupaten Madiun (D1) dan Jombang (D2). Dari Tulungagung (S4) ke kabupaten Madiun (D2) dan Kediri (D3). Dari kabupaten Malang (S5) ke kabupaten Pamekasan (D6). Dari kabupaten Bondowoso (S6) ke kabupaten Banyuwangi (D5) dan dari kabupaten Probolinggo (S7) ke kabupaten Pasuruan (D4) dan Pamekasan (D6). Analisis matematika ini dapat dilakukan sebagai rekomendari dari perencana kepada suatu perusahaan atau pemerintah untuk dapat dilakukan dengan biaya yang paling kecil. Tentunya matematikawan akan sadar bahwa aplikasi di lapang perlu memperhatikan kondisi lingkungan, jalan, kemacetan, dan lainlainnya.
Hasil Analisis Metode Ongkos Terkecil (Minimization Cost Methode) Atas Dasar Produksi Tersedia (supply) setelah Dikurangi Rata-Rata dari Produksi Tersedia (supply, Ā = 126.797) dan yang Dibutuhkan (demand) Hasil analisis yang optimal pada metode dengan ongkos terkecil diperoleh sebesar Rp.71.251,512 dan variasi distribusinya sebagaimana pada tabel berikut: Tabel 4: Input Data Minimization Problem (II-MC) D4
D5
665.0
1485.0
2465.0
VARIABEL SUPPLY SLACK 1980.0 0.0 434550.0
535.0
1095.0
2075.0
1590.0
0.0
283863.0
640.0
275.0
975.0
2020.0
1710.0
0.0
200389.0
510.0
515.0
150.0
850.0
1895.0
1585.0
0.0
2789.0
S5
1165.0
640.0
735.0
265.0
1310.0
1040.0
0.0
268731.0
S6
1555.0
1070.0
1435.0
585.0
630.0
1930.0
0.0
16903.0
S7
1100.0
615.0
1130.0
130.0
915.0
1015.0
0.0
41506.0
Demand 55286.0 100426.0 126289.0 122986.0 130432.0 64756.0
0.0
Tujuan Asal S1
515.0
1000.0
S2
125.0
610.0
S3
385.0
S4
D1
D2
D3
D6
Tabel 5: Program Output; Initial Solution By MC Tujuan Asal S1 S2
0.0
0.0
0.0
0.0
VARIABEL SOURCES SLACK 0.0 0.0 434550.0
55286.0 100426.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
128151.0
283863.0 200389.0
D1 0.0
D2
D3
D4
D5
D6
SUPPLY 434550.0
S3
0.0
0.0 123500.0
0.0
0.0
0.0
0.0
76889.0
S4
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
2789.0
S5
0.0
0.0
0.0 81480.0 113529.0 64756.0
0.0
8966.0
268731.0
S6
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
16903.0
S7
0.0
0.0
0.0 41506.0
0.0
0.0
0.0
41506.0
2789.0
0.0 16903.0 0.0
Demand 55286.0 100426.0 126289.0 122986.0 130432.0 64756.0 1536135.0
64556.0 1248731.0
Initial Solution: 356257560.0
Hasil Analisis Metode Ongkos Terkecil (Minimization Cost Methode) Atas Dasar Produksi Tersedia (supply) setelah Dikurangi dengan Kebutuhannya Sendiri Kabupaten Ybs. dan Kekurangan dari Rata-rata. Kondisi optimal pada tabel 6-7 dengan biaya minimumnya Rp.50.372,788. Variasi distribusi optimalnya cukup beragam, yaitu dari kabupaten Ponorogo (S2) ke kabupaten Madiun (D1) dan Jombang (D2). Dari kabupaten Trenggalek (S3) ke kabupaten Kediri (D3), demikian juga dari Tulungagung (S4) ke kabupaten Kediri (D3) berarti agar terjadi optimal,
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
6
maka kabupaten kediri perlu dipenuhi dua kabupaten tersebut. Dari kabupaten Malang (S5) ke kabupaten Banyuwangi (D5) dan Pamekasan (D6). Dari kabupaten Bondowoso (S6) ke kabupaten Banyuwangi (D5) dan dari kabupaten Probolinggo (S7) ke kabupaten Pasuruan (D4) dan Banyuwangi (D5). Tabel 6: Input Data Minimization Problem (III-MC) D4
D5
665.0
1485.0
2465.0
VARIABEL SUPPLY SLACK 1980.0 0.0 434550.0
535.0
1095.0
2075.0
1590.0
0.0
283863.0
640.0
275.0
975.0
2020.0
1710.0
0.0
200389.0
510.0
515.0
150.0
850.0
1895.0
1585.0
0.0
2789.0
S5
1165.0
640.0
735.0
265.0
1310.0
1040.0
0.0
268731.0
S6
1555.0
1070.0
1435.0
585.0
630.0
1930.0
0.0
16903.0
S7
1100.0
615.0
1130.0
130.0
915.0
1015.0
0.0
41506.0
Demand 43393.0 101558.0 42502.0 10542.0 68559.0 101627.0
0.0
Tujuan Asal S1
515.0
1000.0
S2
125.0
610.0
S3
385.0
S4
D1
D2
D3
D6
Tabel 7 : Program Output; Initial Solution By NCM Tujuan Asal S1 S2
D1 0.0
D2
D3
D4
D5
D6
VARIABEL SOURCES SLACK
SUPPLY
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
434550.0
434550.0
43393.0 101558.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
138912.0
283863.0 200389.0
S3
0.0
0.0 39713.0
0.0
0.0
0.0
0.0
160676.0
S4
0.0
0.0
2789.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
2789.0
S5
0.0
0.0
0.0
0.0 20692.0 101527.0
0.0
146412.0
268731.0
S6
0.0
0.0
0.0
0.0 16903.0
0.0
0.0
0.0
16903.0
S7
0.0
0.0
0.0 10542.0 30964.0
0.0
0.0
0.0
41506.0
Demand 43393.0 101558.0 42502.0 10542.0 68559.0 101627.0
0.0
880550.0 1248731.0
optimal Solution: 251863940.0
Metode Vogel (Vogel’s Approximation Methode, VAM) Metode Vogel untuk menjawab tujuan ke-5. Metode Pendekatan Vogel ini diusulkan oleh W.R. Vogel pada tahun 1958. Metode harga ongkos terkecil, dapat menimbulkan kemungkinan terhapusnya sel yang lebih baik karena kita harus meninggalkan baris atau kolom sesuai dengan batasan. Metode Pendekatan Vogel (VAM) mencegah timbulnya kemungkinan (‘to prevent’: the region stepping) yang demikian itu dengan cara memilih harga dua ongkos terkecil pada baris terdapat Cij dan Cir. Kemudian hitung (Cij - Cir). Karena terdapat m baris maka ada m bilangan dan bilangan ini disebut bilangan
Vogel. Cara yang sama kita lakukan untuk tiap kolom hingga juga terdapat n bilangan yaitu selisih dari dua harga ongkos terkecil pada tiap kolom. Atas dasar di atas, maka dapat membuktikan bahwa terbuka kemungkinan mendapat jawab lebih dari satu atau dua bahkan banyak jawab sesuai dengan keadaan persoalan yang dihadapi. Kalau jumlah ini terbatas, maka kita dapat membandingkan satu jawab terhadap yang lain untuk memperoleh jawab optimal. Jadi, kemungkinan lolosnya sel basis yang lebih baik menjadi sangat kecil. Hasil Analisis Vogel (Vogel’s Approxi mation Methode, VAM) Atas Dasar Produksi Tersedia (supply) = Dibutuhkan (demand) Hasil analisis yang diawali data input dari produksi yang tersedia (supply) dengan kebutuhan (demand), ternyata solusi otimumnya sebesar Rp.50.234,88 per 10 ton. Penyebaran dari masing-masing kabupaten asal ke kabupaten tujuan juga cukup beragam dan daerah yng telah menunjukkan optimal adalah kabupaten Pacitan dan Treenggalek. Ada inikasi kuat bahwa analisis ini mendukung dari analisis MC.
Distribusi yang optimal dengan ongkos kirim sebesar Rp.50.234,88 sama dengan yang di model VAM, dengan melakukan pengiriman singkong dari kabupaten Ponorogo (S2) ke kabupaten Madiun (D1) dan Jombang (D2). Dari Tulungagung (S4) ke kabupaten Madiun (D2) dan Kediri (D3). Dari kabupaten Malang (S5) ke kabupaten Pamekasan (D6). Dari kabupaten Bondowoso (S6) ke kabupaten Banyuwangi (D5) dan dari kabupaten Probolinggo (S7) ke kabupaten Pasuruan (D4) dan Pamekasan (D6). Dengan demikian cukup relevan dari dua model di atas antara MC dan VAM. Hasil Analisis Vogel (Vogel’s Approxi mation Methode, VAM) Atas Dasar Produksi Tersedia (supply) setelah Dikurangi Rata-Rata dari Produksi Tersedia (supply, Ā = 126.797) dan yang Dibutuhkan (demand) Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
7
Hasil analisis data pada tabel 8-9, tingkat optiml dapat diketahui dengan initial solution-nya sebesar Rp. 69.093,2. yang merupakan lebih rendah dibandingkan dengan analisisi MC itu sendiri. Namun optimal distribusinya pada VAM ini hanya Pacitan.
kabupaten tersebut. Dari kabupaten Malang (S5) ke Pasuruan (D4) dan ke kabupaten Banyuwangi (D5) juga ke Pamekasan (D6). Dari kabupaten Bondowoso (S6) ke Banyuwangi (D5) dan dari kabupaten Probolinggo (S7) ke Banyuwangi (D5).
Tabel 8: Input Data Minimization Problem (II-VAM)
Tabel 10: Input Data Minimization Problem (III-VAM)
Tujuan Asal
D1
D2
D3
D4
D5
D6
VARIABEL SUPPLY SLACK
Tujuan Asal
D1
D2
D3
D4
D5
D6
VARIABEL SUPPLY SLACK
S1
515.0
1000.0
665.0
1485.0
2465.0
1980.0
0.0
434550.0
S1
515.0
1000.0
665.0
1485.0
2465.0
1980.0
0.0
434550.0
S2
125.0
610.0
535.0
1095.0
2075.0
1590.0
0.0
283863.0
S2
125.0
610.0
535.0
1095.0
2075.0
1590.0
0.0
283863.0
S3
385.0
640.0
275.0
975.0
2020.0
1710.0
0.0
200389.0
S3
385.0
640.0
275.0
975.0
2020.0
1710.0
0.0
200389.0
S4
510.0
515.0
150.0
850.0
1895.0
1585.0
0.0
2789.0
S4
510.0
515.0
150.0
850.0
1895.0
1585.0
0.0
2789.0
S5
1165.0
640.0
735.0
265.0
1310.0
1040.0
0.0
268731.0
S5
1165.0
640.0
735.0
265.0
1310.0
1040.0
0.0
268731.0
S6
1555.0
1070.0
1435.0
585.0
630.0
1930.0
0.0
16903.0
S6
1555.0
1070.0
1435.0
585.0
630.0
1930.0
0.0
16903.0
S7
1100.0
615.0
1130.0
130.0
915.0
1015.0
0.0
41506.0
S7
1100.0
615.0
1130.0
130.0
915.0
1015.0
0.0
41506.0
Demand 55286.0 100426.0 126289.0 122986.0 130432.0 64756.0
0.0
Demand 43393.0 101558.0 42502.0 10542.0 68559.0 101627.0
0.0
Tabel 9: Program Output; Initial Solution By VAM Tujuan Asal S1 S2
D1 0.0
D2
D3
D4
D5
D6
Tabel 11: Program Output; Initial Solution By NCM
VARIABEL SOURCES SUPPLY SLACK
Tujuan S1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0 434550.0 434550.0
55286.0 100426.0
Asal
D1 0.0
D2
D3
D4
D5
D6
VARIABEL SOURCES SUPPLY SLACK
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0 434550.0
43393.0 101558.0
66369.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0 128151.0 283863.0
S2
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0 138912.0 283863.0
S3
0.0
0.0 123500.0
0.0
0.0
0.0
0.0
S3
0.0
0.0 39713.0
0.0
0.0
0.0
0.0 160676.0 200389.0
S4
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
2789.0
S4
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
S5
0.0
0.0
0.0 122986.0 72023.0 64756.0
0.0
8966.0 268731.0
S5
0.0
0.0
0.0 10152.0 10150.0 101627.0
0.0 146412.0 268731.0
S6
0.0
0.0
0.0
0.0 16903.0
0.0
0.0
0.0
16903.0
S6
0.0
0.0
0.0
0.0 16903.0
0.0
0.0
0.0
16903.0
S7
0.0
0.0
0.0
0.0 41506.0
0.0
0.0
0.0
41506.0
S7
0.0
0.0
0.0
0.0 41506.0
0.0
0.0
0.0
41506.0
Demand 55286.0 100426.0 126289.0 122986.0 130432.0 64756.0
0.0
2789.0
76889.0 200389.0 0.0
64556.0 1248731.0
Initial Solution: 345466000.0
Hasil Analisis Vogel (Vogel’s Approxi mation Methode, VAM) Atas Dasar Produksi Tersedia (supply) setelah Dikurangi dengan Kebutuhannya Sendiri Kabupaten Ybs. dan Kekurangan dari Rata-rata. Hasil analisisi selengkapnya sebagaimana tercantum pada 10-11 dengan biaya minimumnya Rp.49.824,604. Variasi distribusi optimalnya dari kabupaten Ponorogo (S2) ke kabupaten Madiun (D1) dan Jombang (D2) sama dengan yang ada di MC. Dari kabupaten Trenggalek (S3) ke kabupaten Kediri (D3), demikian juga dari Tulungagung (S4) ke kabupaten Kediri (D3) berarti agar terjadi optimal, maka kabupaten kediri perlu dipenuhi dua
2789.0
Demand 43393.0 101558.0 42502.0 10542.0 68559.0 101627.0
0.0
2789.0
0.0 880550.0 1248731.0
optimal Solution:249123020.0
Metode Transipment (Transshipment Methode, TM) Metode TM ini merupakan model umum (general model) dari transportasi, dan di break down menjadi 3 model khusus, yaitu NWCM, MC dan Vogel. Dengan kata lain TM adalah keseluruhan dan/atau kesimpulan dari 3 model khusus tersebut. Disamping itu TM merupakan alat analisis untuk menjawab persoalan optimalisasi keseimbangan (the balance of optimalization). Contoh-contoh yang digunakan umumnya adalah sederhana dan tidak mengandung hal-hal yang luar biasa. Akan tetapi, di dalam praktek (riset untuk distribusi singkong) persoalan tidaklah sesederhana itu. Dalam berbagai persoalan Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
8
mundul beberapa keadaan khusus yang bagaimanapun akan menyulitkan penggunaan algoritma yang sudah kita kenal seperti batu loncatan atau MODI. Beberapa keadaan khusus tersebut, ialah: (i) ketidakseimbangan antara persediaan dan permintaan; (ii) jawab optimal dapat diperoleh dengan lebih dari satu pola; (iii) terdapat dua tau lebih indeks (yang akan ditingkatkan) dengan haraga negatif terkecil yang sama; dan (iv) timbul persoalan kemerosotan (degeneracy), dan sebagaimnya. Jadi, masalah transiptmen merupakan suatu bentuk umum dari model trasportasi sedangkan model trasportasi adalah bentuk khususnya di mana terdapat pusat-pusat asal atau sumber-sumber asli, pusat-pusat tujuan yang asli, dan titik-titik transipmennya. Titik-titik transipmen tersebut bsa terdapat pada pusat asal maupun maupun pusat tujuan. Dalam model ini setiap pusat dapat nengirim dan menerima arus barang angkutan. Hal ini berari terdapat keleluasaan dalam menetapkan rute arus barang dari titik i ke titik j, selain rutenya yang langsung. Ada beberapa cara untuk merumuskan masalah trasipmen secara matematis. Pendekatan yang disajikan ini termasuk relatif lebih singkat dan tegas. Andaikan, Xij= Jumlah biaya yang diangkut dari titik i ke titik j; i ≠ j; i, j = 1, 2,..., n. Cij = Biaya angkutan dari titik i ke titik j; Cij ≥ 0 ri= Kebutuhan bersih (sisa) dititik Seberapa banyak optimalisasi distribusi singkong pada „calon‟ wilayah yang mungkin dikehendaki (possible candidate) dan yang tidak mungkin (unpossible candidate)?. Hasil Analisis Model Uji Optimal (The Analysis Post-Optimalization) Apabila pemecahan pertama terhadap persoalan perusahaan BCC telah diperoleh, langkah berikutnya, langkah berikutnya, adalah menentukan apakah pemecahan ini terbaik, atau pemecahan
dengan biaya terkecil (least-cost solotion). Prosedur penilaiannya menyangkut penyelidikan terhadap setip segi empat yang tidak digunakan dalam table untuk melihat apakah lebih dikehendaki untuk mengarahkan pengirman kesalah satu dari mereka (unused square). Tujuan dari pernilaian ini adalah untuk menentukan apakah dapat dikembangkan suatu cara pengiriman dari pabrik-pabrik ke proyekproyek secara lebih baik. Ada dua alternative prosedur pernilaian terhadap segi empat tak digunakan yang akan ditujukan , yaitu; stepping-stone method dan modi method. Metode stepping stone merupakan dasar dari metode MODI. Segi empat-segi empat yang digunakan yang berisi nilai-nilai yang dilingkari didalam mpemecahan ini disebut segi empat batu (stone squares). Dalam menggunakan metode stepping- stone, kita menanyakan pertanuyaan ini: apakah yang akan terjadi apabila satu muatan truk batu kerikil secara tentative/sementara dikirim atau ditempatkan pada suatu segi empat tak digunakan (unused square)?. Apabila penempatan sementara (tentative) ini menghasilkan dampak yang menguntungkan (mrngurangi biaya), maka segi empt tak digunakan yang dinilai, menjadi calon yang mungkin (possible candidate) untuk masuk pada pemecahan berikutnya. Ini analog dengan pemeriksaan baris Cj – Zj dalam metode simplex untuk menentukan peubah mana yang harus dimasukkan ke dalam bauran (mix). Mekanisme Penyelesaian Masalah Model Trasportasi (Distribusi), yaitu terdapat dua langkah yang harus dilakukan yaitu, yaitu: 1. Mencari penyelesaian layak pada variable dasarUntuk mencari menyelesaian yang layak dapat dipilih salah satu metode yang tersedia. Meode yang dapat digunakan adalah northwest Corner (sudut barat laut). Least Cost (biaya terkecil) Vogel Approximotion (VAM).
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
9
Metode NWCR; (i) pendistribusian dimulai dari pojok kiri atas dan, diakhiri pada pojok kanan bawah; (ii) setiap pendistribusian dipilih nilai sebanyak mungkin tanpa menyimpang dari sumber atau tujuan; dan (iii) apabila variabel dasar sudah terisi semua, maka dihitunh jumlah biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Metode leas cost; (i) pendistribusian dimulai dari biaya terkecil dan, apabila terdapat biaya terkecil lebih dari satu, maka dipilih salah satu; (ii) setiap pendistribusian dipilih nilai sebanyak mungkin tanpa mengabaikan jumlah/sumber tujuan. Metode VAM; (i) menghitung apportunity cost yang didasarkan pada dua biaya terkecil pada setiap baris dan kolom dan mengurangkan keduanya, hasil perhitungan disebut penalty cost; (ii) memilih nilai penalty cost terbesar diantara baris dan klom; (iii) memilih biaya terkecil dari nilai penalty cost terbesar dan mendistribusikan sejumlah nlai. Baris/kolom penalty yang sudah terplih diabaikan untuk langkah selanjutnya; (iv) menyesuaikan jumlah permintaan dan penawaran untuk menunjukkan alokasi yang sudah dilakakukan. Menghilangkan semua baris dan kolom dimana penawaran dan permintaan telah dihabiskan; dan (v) apabla jumlah penawaran dan permintaan belum sesuai, maka ulangi langkah pertamasampai terisi semua. 2. Menguji hasil penilaian. Dengan menggunakan salah satu metode yang tersedia akan didapatkan solusi awal yang layak, akan tetapi penyelesaian yang layak ini belum tentu menjadi penyelesaian yang optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian agar hasil penyelesaian model trasportasi
optimal yaitu menghasilkan biaya minimal. Pengujian optimalisasi menggunakan dua metode yaitu: (a) metode Stepping Stone, yaitu (i) memilih water square (segi empat yang masih kosong/Variable non basis) dan tiga atau lebih variabel basis (segi empat yang terisi); (ii) mengisi water square (entering variable) dengan memperhatikan variabel basis dan menyesuaikan dengan jumlah penawaran dan permintaan; (iii) memberikan tanda + (positif) pada water square yng akan diisi dan variabel basis yang nilainya bertambah; (iv) memberikan nilai – (negatif) pada variabel basis yang nilainya dipindahak pda water square; (v) menguji hasil stepping stone dengan mencari nilai perubahan biaya yang masuh negative; (vi) mengulangi langkah diatas dengan memilih nili terkecil; (b) metode MODI yang merupaka variasi dari metode stepping stone yang didasarkan pada rumusan dual. Perbedaannya dengan metode steppig stone dalah pada metode ini tidak harus menentukan semu jalur tertutup variabel nonbasis, kecuali pada saat akan melakukan perpindahan pengisian tabel. Dengan demikian MODI merupakan cara yang efisien untuk menghitung variabel nonbasis. Dalam metode modi terdapat persamaan sebagai berikut: Mi + nj = Cij Di mana : mi = Nilai setiap sel baris Nj = Nilai setiap sel kolom Cij=Biaya trasportasi per unit Adapun langkah-langkah dalam metode MODI adalah: (1) menentukan nilai mi untuk setiap baris dan nilai-nilai nj untuk setiap kolom dengan menggunakan hubungan Cij = mi + nj untuk semua variabel basis dan menentukan nilai m1=0; (2) menghitung perubahan biaya Cij untuk setiap variabel non basis dengan
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
10
menggunakan rumus Cij – mi – nj; (3) apabila hasil perhitungan terdapat nilai Cij negatif, maka solusi belum optimal. Oleh karena itu dipilih xij dengan nilai Cij negatif terbesar sebagai intering variabel dan (4) mengalokasikan sejumlah nilai ke intering variabel xij sesuai dengan proses stpping stone dan mengulangi langkah pertama. Kemerosotan (Degeneracy Methode) Distribusi Singkong Metode degeneracy ini untuk menjawab analisis optimalisasi distribusi yang diperoleh yang tidak seharusnya dituju untuk didistribusikan singkong. Secara teknis persoalan angkutan kemerosotan mendapat perhatian penting karena jawab merosot (degenerate solution) mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengatur pengembangan semua sel yang bukan basis menjadi basis. Kemerosotan muncul jika jawab layak basis awal memuat kurang dari (m+n-1) variabel basis xij > 0. Keadaan ini terjadi pada waktu menentukan jawab basis awal atau pada waktu proses iterasi untuk menentukan basis berikutnya. Kejadian pertama disebabkan karena persediaan dan kebutuhan samasama habis pada penentuan jawab awal pertama dan karena itu, kita terpaksa berhenti untuk penentuan jawab berikutnya sesuai dengan langkah-langkah dalam metode barat-laut. Kejadian kedua juga timbul karena hal yang sama yaitu karena subbagian dari persediaan sama-sama habis dengan kebutuhan atau sebaliknya. Untuk mengatasi hal ini, kita memperkenalkan bilangan berharga nol tanpa membangun satu logaritma khusus. Misalnya, kalau terdapat k < m+n-1 variabel basis xij > 0 maka tambahkanlah sejumlah m+n-1-k sel berharga nol sehingga terdapat m+n-1 sel basis. Untuk memilih sel yang demikian tentukanlah sel yang bukan basis sedemikian rupa hingga akhirnya m+n-1 sel (termasuk sel tambahan berharga nol) membentuk pohon basis.
Tetapi untuk menghilangkan timbul nya kemerosostan jawab layak basis, kita membuat transformasi dengan memperkenalkan suatu bilangan > 0 sedemikian hingga: a i = ai +
, i = 1, 2, . . . . . . , m
b j = bj, i = 1, 2, . . . . . . , n-1 b n = bn +
di mana > 0 tidak mempengaruhi jumlah persediaan atau kebutuhan sesungguhnya. Jadi dalam praktek, dapat dihilangkan. Dengan demikian, kita memperoleh n 1
m
(a ) b b i 1
i
j1
a i 1
n
m
n
m
atau
j
i
=
b j1
j
Sekarang kita perlihatkan bagaimana cara ini kita perlakukan yang sekaligus akan mengatasi munculnya kemerosotan dan dapat dibentuk satu pohon basis meskipun variabel basis kurang dari m+n-1. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari hasil pembahasan di muka, maka disimpulkan sebagai berikut: 1. Tingkat optimal dari wilayah singkong yang kelebihan (exes supply) menuju ke wilayah yang kekurangan (exes demand), baik menyangkut kapasitas singkong yang didistribusikan maupun biaya (cost) distribusinya dengan alat analisis yang dipakai adalah metode pojok barat laut North west corner methode (NWCM). Hasilnya menunjukkan tingkat optimal dengan dominasi pengiriman barang dari kabupaten Pacitan, padahal yang kelebihan produk juga dialami oleh kabupaten Malang, Trenggalek, Ponorogo, Bondowoso dan kabupaten lainnya. 2. Tingkat optimalisasi distribusi dengan jalan minimisasi ongkos terkecil sebagai dasar pertimbangan dalam Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
11
3.
4.
5.
pelaksanaan distribusi singkong pada suatu wilayah dengan alat analisis yang dipakai adalah Minimization cost methode (MC), menunjukkan variasi yang cukup baik, yaitu seperti kabupaten Pacitan, Trenggalik, dan kabupaten Malang telah menunjukkan optimal produksi dan kebutuhan singkong dicapai cukup imbang. Sedangkan daerah kelebihan produksi antara lain (i) kabupaten Ponorogo agar distribusinya optimal dan imbang, maka dapat dikirim ke kabupaten Madiun sebanyak 1.933 ton; (ii) kelebihan di kabupaten Tulungagung didistribusikan ke Jombang sebanyak 34.930 ton dan Kediri sebanyak 43.926 ton; (iii) kabupaten Bondowoso ke Banyuwangi sebanyak 45.367 ton; dan (iv) kelebihan di kabupaten Probolinggo ke Pasuruan dan pamekasan masing-masing sebanyak 42.777 ton dan 22.523 ton. Deskripsi optimalisasi dengan jalan „mencegah‟ („to prevent‟) timbulnya kemungkinan terlewatinya wilayah yang seharusnya sebagai daerah tujuan distribusi dengan alat analisis Vogel’s Approximation Methode (VAM) (catatana, analisis NWCM, MC dan VAM disebut dengan model analisis transportasi khusus atau The special transportation), hasilnya sama dengan jawaban nomor dua di atas. Tingkat optimalisasi dalam rangka untuk mencari solusi keseimbangan (balance) antar wilayah dengan alat analisis Transshipment Methode (TM) sebagai metode analisis yang merangkum tujuan 1-3 pun juga hasilnya sama. Dengan demikian ntuk metode TM ini merupakan model umum (general model) dari transportasi, dan di break down menjadi 3 model khusus, yaitu NWCM, MC dan Vogel. Tingkat optimalisasi distribusi singkong pada „calon‟ wilayah yang mungkin dikehendaki (possible candidate), sekaligus akan terdeteksi wilayah-wilayah yang tidak mungkin
6.
7.
(unpossible candidate) untuk didistribusikan singkong tersebut dengan alat analisis metode batu loncatan (Stepping stone method, SSM); juga menunjukkan hasil dengan variasi optimal sama dengan sebelumnya. Analisis optimalisasi dengan jalan distribusi singkong yang kelebihan menuju ke wilayah yang kekurangan, namun tidak nampak mana yang tidak seharusnya untuk didistribusikan singkong dengan alat analisis (Modified Distribution meth, MODI); (catata, MODI adalah kelanjutan dari SSM kedua analisis ini sering disebut sebagai analisis pasca optimal/postoptimalization); dan juga menunjukkan variasi optimal yang sama seperti pada nomor 6. Tingkat optimalisasi distribusi singkong pada daerah jika persediaan (stock) dan kebutuhan sama-sama habis yang dianalisis The Degeracy method (DM), juga sama.
REKOMENDASI Karena distribusi singkong dapat dilakukan secara optimal dan berimbang, maka muncul suatu pertanyaan „APA YANG HARUS DILAKUKAN?‟ agar keseimbangan tersebut dan singkong eksistensinya dapat diadopsi oleh masyarakat pada daerah sasaran (tujuan), jawabannya yaitu menciptakan DEVERSIFIKASI PRODUK agar konsumsi singkong dapat dinaikkan dari 8 % menjadi 16 %, 24 % dan seterusnya. Jika ini dicapai, maka dapat mendukung pada ketahanan pangan, minimal ketergantungan terhadap beras dapat „dihambat‟ lajunya. Untuk itulah upaya devesifikasi produk dapat diujudkan pada tahun II dalam penelitian ini. Pemberdayaan singkong ini dilakukan pda kelompok sasaran produsen makanan siap saji dalam bentuk „gorengan‟ singkong dan/atau bentuk lain yang bahan bakunya dari singkong.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
12
Dengan demikian optimal tercapai dengan keseimbangan terjamin merupakan indikasi bahwa kekurangan singkong dapat dipenuhi (supply) secara baik, namun penawaran akan tetap baik apabila ada response yang positif terhadap permintaan. Responsibilitas permintaan (demand) ini adalah melalui apa yang direkomendasikan di sini berupa deversifikasi produk („gorengan‟). Peluang lain yang dapat dipakai sebagai alternative pilihan deversifikasi produk adalah sebagaimana dibahas di muka yaitu berbagai jenis makanan siap saja yang berasal dari singkong, misalnya kue misro, Kue Combro, Getuk Lindri, Ancemon, Lapis Singkong, Kopang Mata Sapi, Tart Singkong, bahan tepung, TelaTela (prestisius), Kripik, jemblem, Biotanol Tepung Tapioka, dan sebagainya.
REFRENSI AullHyde, et.al., (1994). A Strateg ic Planning Model For Agricultural Production. MidAtlantic Journal of Bussiness (JBZ) ISSN: 0732-9334 Vol.:30 Iss: 1 Date: Mar 1994 p:81-96. Biro Pusat Statistik, (1995). Kabupa ten Malang Dalam Angka. Malang. Bronson, R., (1982). Theory and Problems of Operations Research. McGraw-Hill, Inc., USA. Boediono, (1995). Ekonomi Internasional. Edisi I. Yogyakarta: BPFE. Cochran,WG.,(1953). Sampling Techniques. 2d ed. New York: John Wiley and Sons, Inc. Dantzig,G.B.,(1963). Linier Programming and Extensions. New Jersey: Princeton University Press, Pricenton. Deming,W.E., (1960). Sample Design in Business Research. New York: John Wiley and, Inc.
Dwi, H.A., dan Yus Endra, R., (2004). Riset Operational KonsepKonsep Dasar. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. Faisal, K., (1979). Programming Mo del Of The Competitive Resources Allocation For Agricultural Sector Analysis in Indonesia. Lincoln, Nabraska: Department of Agricultural Economics. Gittinger, J.,Price, (1982). Economic Analysis of Agricultural Projects. Jakarta : University of Indonesia Press (UI-Press). Hamzen, A.M., (2003). Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi, Serta Keterkaitannya dengan Efektivitas Sistem Transportasi. Surabaya: Disertasi S3 Program Ilmu Ekonomi. PPS Unair. Halcoussis, Dennis, (1995). Economic Losses due to forecasting Error and the U.S. populist movement. Journal : Economic Inquiry (WEF) ISSN:0095-2583 Vol.:34 Iss:2 Date:Apr.1996 P:260-275. Ignizio,J.P., (1987). Goal Programmin g and Wxtensions. Lexington, Ames: D.c. Health and Company. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, (1997). Mimbar Sosek. Journal of Agricultural and Resource Social-Economics. Volume 10, Number 3, August, 1997. ISSN : 0215-8434. Landis, John, D., (1995). Imagining Land Use Futures: Applying The California Urban Futures Model. Journal Of The American Planning Associatio n (AIP) ISSN:0194-4363 Vol.:61 Iss: 4 Date Autumn 1995 p:438-457. Marsudi, Dj., (1994). Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
13
Jakarta: Indonesia.
FE
Universitas
Masyhuri, (1996). Pola Alokasi Tenaga Kerja Keluarga Dalam Menunjang Perekonomian Ru mah Tangga pada Daerah Pengembangan Kawasan Indus tri. DIKTI. No.116/P2lPT/DPPM/LITMUD/ 1996. -------, (1998). Studi Kelayakan Mendirikan Cold Storage (CS) dan Milk Treatmen (MT) pada Beberapa Koperasi Unit Desa (KUD) Produsen Susu Sapi Perah di Kab. Malang. DIKTI. No.130/P2lPT/DPPM/98 LITMUD/V/1998. -------, (1998). Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan pada Industrialisasi Pedesaan sebagai Upaya Menanggulangi Kemiskinan dalam Rangka Menghadapi Era Globalisasi. Penelitian Hibah Bersaing, DIKTI. No.75/P2lPT/PHB/VII1/V/1999. (tahun I). -------, (1999). Pemberdayaan Masyar akat Pedesaan pada Industrialisasi Pedesaan sebag ai Upaya Menanggulangi Kemiskinan dalam Rangka Me nghadapi Era Globalisasi. Penelitian Hibah Bersaing, DIKTI. No.044/P2lP T/HB/VII-2/1999. (tahun I dan II). -------,(2000). Usaha Pembentukan "koperasi Tani" pada Masyarakat Pedesaan Guna Menuju Masyarakat Mandiri sebagai Sarana untuk Pemberdayaan Usahatani PALAGUNG (padipalawija-jagung). Penelitian Dosen
Muda, DIKTI. No.089/P2lPT/ DM/VI/2000. -------, (2002). Analisis Perencanaan Sumberdaya Pertanian Yang Optimal. Disertasi S-3. Surabaya: Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan PPS UNAIR Surabaya. Mendenhall,W.,Ott,L.,Scheaffer,L.R.,(197 1). Elementary Survey Sampling. University of Florida. California : Duxbury Press A Division of Wad Sworth Publishing Company, Inc. Belmon. Mize,J.H. and J.G.,Cock, (1968). Essential of Simulation. New Jersey : Prentice Hall Inc., Englewood-Cliffs. Nasendi,B.D., & A. Amwar, (1985). Program Linier dan Variasinya. Jakarta: PT. Gramedia. Pangestu, S., Marwan, A., T.Hani H., (2000). Dasar-Dasar Operations Research. Yogyakarta: BPFE. Pearson,Scot R. dan Eric,A.Monk, (1989). The Policy Analysis Matrix For Agriculture Development. New York : Cornell University Press. P.Siagian, (1987). Penelitian Operasional. Jakarta: UI-PRESS. Prabowo, D., (977). Irrigation Influence and Agricultural Product Possibility DAS Bengawan Solo in Indonesia: A Linier Programming Analysis. Disertation for the Degree of PhD, Washington State University. Rhenen,van,T.,(1995). Farm Household Level Optimal Resources Allocation An Explorative Study in The Limestone Area of East Java. Malang:UNIBRA W-INRES Project. ISBN 905485-457-X. Schroeder, R.G., (1989). Operations Management, Third Edition.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
14
Decision Making in The Operation Function. McGrawHill, Inc. USA. Sjafrial, dkk. ( 1996). Model Simulasi Kebijakan Swasembada Gula Pasir Di Indonesia Dalam Rangka Menuju Era Globalisasi. Penelitian PHB: No.20/P21PT/ 96/PHBV/1?V/1996. Soekartawi, (1995). Multi Objective Goal Programming. Jakarta: Grasindo. Siskos, Y., et.al., (1994). Multiobjective Modelling For Regional Agricultura Planning: Case Study in Tunisia. Journal: Tax Adviser (TAD) ISSN:0039-9957
Vol.: 25 Iss: 6 Date Jun 1994 p:368-374. Stephen, K., dan Bambang, H., (1986). Program Linier. Semarang: Satya Wacana. Tim Peneliti UB, (2008). Evaluasi dan analisis penanganan kemiskinan dengan Penganekaragaman pangan melalui komoditas singkong. Malang: Universitas Brawijaya. T.Hani, H., (1995). Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta: BPFE. Tjutju, T.D., dan Ahmad Dimyati, (2004). Opearations Research. Bandung: Sinar Baru Alegensindo.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
15