Perberdayaan Singkong Pasca Distribusi Optimal Masyhuri Machfudz Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Unisma
Abstraksi Tujuan peneliti ini adalah untuk menganalisis eksistensi singkong secara integratif. Analisis deskripsi dilakukan melalui data sekunder (BPS tahun 2007) secara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa singkong dapat diberdayakan dari aspek makanan dan non makanan. Singkong itu sendiri mengandung pati sebesar 85%, gulanya 20%, protein 1,25%, lemaknya 0,29%, abunya 1,43%, kalsium 0,12%, fosfor 0,16%, sodium 0,06%, magnesium 0,37%, bahan ekstrak tanpa nitrogen 30,84%, dari 100 gram adalah 127 kalori, 1 gram protein, 30 gram karbohidrat, 0,3 gram lemak, 10-100 gram vitamin B, 20 gram vitamin c dan 1-3 gram serat kasar, tiap 100 gram daun ketela pohon mengandung 8,3% protein yang dapat dicerna dan 45,5% berat totalnya mengandung bahan kering yang dapat dicerna (TDN). Pemanfaatan singkong untuk non makanan berupa bioetanol dan makanan cukup banyak antara lain; gaplek, tepung tapioka sering disebut tepung kanji yang digunakan untuk membuat berbagai kue dan krupuk singkong goreng, tape goreng, combro, misro, getuk, getuk lindri, kopang mata sapi, kue lapis singkong, beberapa kue-kue yang lain bahkan kue tart singkong. Ide-ide kreatif dalam kuliner berbahan dasar singkong. Selain memberikan nilai yang cukup berprestisius dan memberikan nilai jual yang cukup tinggi. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah singkong dipakai sebagai salah satu bahan subsitusi beras disamping substitusi non beras, seperti energi. Oleh karena itu upaya mempertahnakan usahatani singkong perlu mendapat dukungan baik secara pengembangan ipteks sampai pada taraf aplikasinya maupun dukungan pada pemasarannya. Key word: singkong, deversifikasi pangan, etanol. PENDAHULUAN Berawal dari penelitian tentang optimlasasi distribudi singkong yang optimal dan berimbang – muncul pertanyaan yang esensi yaitu ’pasca optimal apa yang harus dilakukan pada singkong? – jawabannya adalah deversifikasi produk karena dengan jawaban ini pada akhirnya ketahanan pangan minimal dapat teratasi bebannya. Disamping akan menolong para petani yang telah menggantungkan hidup pada singkong sejak tahun 1970-an ternyata kondisinya tidak berubah semakin baik. Malah, banyak di antara mereka yang menjual kebunnya karena tekor dan terlilit utang untuk kemudian menjadi buruh perkebunan. Di sisi lain, pabrik pengolahan singkong menikmati untung luar biasa besar dari hasil olahan
tapioka berikut dengan produknya berupa onggokan singkong yang diekspor ke Eropa dan Amerika Serikat. Sejak didatangkan pertama kali oleh pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-19 sampai sekarang singkong tetap diorientasikan untuk pasar ekspor. Dimasa lalu, umbi singkong diekspor ke Eropa untuk bahan baku wiski kelas rendahan. Selain itu, singkong juga diproses menjadi produk tapioka olahan, seperti paarl, seeds, vlokken, dan shifting. Oleh tepung tapioka impor digunakan untuk berbagai keperluan, dari industri kayu, tekstil, sampai industri bahan perekat. Jadi, sejak dulu singkong memang untuk ekspor. Singkong dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pembuatan tepung
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
12
tapioka dan tepung gaplek serta bahan pembuatan alkohol, etanol, dan gasohol. Disampaikan itu produk utama singkong yang berupa tepung tapioka, tepung gaplek, dan ampas tapioka digunakan dalam industri roti, kue, dan kerupuk. Sepanjang tahun 1990-an, ekspor berbagai produk singkong naik 10 prosen per tahun, terutama sejak Thailand meninggalkan produk ini. Sebaliknya, di dalam negeri, singkong biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak dan bahan pangan tradisional nomor tiga setelah beras dan jagung. Memang, di beberapa daerah, singkong sudah digunakan sebagai bahan baku industri yang tingkat kebutuhannya mulai bersaing dengan kebutuhan konsumsi langsung. Namun, Biro Pusat Statistik (1992) menunjukkan, hampir 62 prosen singkong masih digunakan untuk konsumsi langsung dan sekitar 35 prosen digunakan bahan baku industri pangan. Data lain menunjukkan, hingga pertengahan 1990-an sebagian besar (68 prosen) ketela pohon dan hasil olahannya dikonsumsi langsung, 11 prosen untuk ekspor dan 9 prosen untuk bahan baku industri. Ini menunjukkan bahwa singkong masih dipandang sebelah mata. Sampai sekarang, persepsi semua orang, termasuk pakar ekonomi kerakyatan Profesor Mubyarto, jika penduduk tidak makan nasi dari beras, dicap sebagai daerah miskin dan pasti hidupnya sengsara. Daerah Pacitan dan Trenggalek, Jawa Timur, misalnya, yang jika paceklik warganya makan "nasi" dari gaplek, tidak luput dari cap itu. Tanaman singkong juga dicap sebagai tanaman perusak tanah dan rakus zat hara. Kini, beras menjadi pangan pokok hampir seluruh penduduk Indonesia (95 prosen) tanpa terkecuali. Mayoritas pola pangan beras, masih ada dua pola pangan minoritas. Pertama, pola beras, jagung, dan singkong di Nusa Tenggara Timur. Kedua, pola beras, ubi, dan sagu di Maluku dan Papua. Di Banjarnegara, Wonosobo, Jawa Tengah, dan bagian timur Jawa Timur ditemukan kantong-kantong daerah jagung. Juga ada pola pangan utama sagu dan umbi-
umbian yang masih bertahan di beberapa daerah terisolir. Akan tetapi, semuanya berpeluang untuk menyusut. Tampaknya, karena ini pula sampai sekarang belum banyak pengusaha yang serius menanam dan mengusahakan jenis tanaman pangan ini. Padahal, ditilik dari nilai gizinya, nilai gizi singkong dalam bentuk gaplek atau tepung tapioka tidak kalah dengan nilai gizi beras. Salah satu kekurangan gaplek adalah kandungan protein yang hanya 1,1 gram, sementara pada beras mencapai 6,8 gram. Namun, jangan lupa, daun singkong merupakan sumber protein yang baik dengan kandungan 6,9 gram. Singkong dan berbagai produk olahannya memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dengan komposisi yang lengkap. Makanan dari ubi kayu, ketela pohon, atau singkong ini mampu menyediakan energi dalam jumlah yang cukup tinggi dan kandungan gizinya berguna bagi kesehatan tubuh. Namun, singkong juga mengandung senyawa beracun, yaitu asam sianida (HCN) dalam kadar yang bervariasi. Tapi, jangan lupa, singkong yang mengandung HCN dapat digunakan dalam pengobatan tumor dan kanker. Untuk konsumsi, harus dipilih singkong yang memiliki kadar HCN terendah agar tidak keracunan. Tepung singkong dapat digunakan dalam pembuatan tepung campuran (composite flour), yakni tepung campuran antara tepung singkong dan tepung terigu. Tepung campuran tersebut bisa digunakan dalam pembuatan roti, kue, mi, atau produkproduk makanan ringan lain. Bahkan, tepung campuran dengan tingkat substitusi rendah (10 prosen) bisa digunakan untuk bahan pembuatan roti dan kue-kue kering dengan mutu, rasa, tekstur, dan kenampakan yang setara dengan roti atau kue-kue kering dari terigu murni. Artinya, seperti tepung ubi jalar dan garut, tepung gaplek bisa diorientasikan untuk menyubstitusi tepung terigu yang semuanya kita impor, hal ini akan menghemat devisa. Singkong mampu menghasilkan 3060 ton/ha, tetapi produksi beras yang hanya 4-6 ton/ha. Disamping itu, singkong dapat
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
13
beradaptasi secara luas di daerah yang beriklim tropis. Di Indonesia, tanaman singkong dapat tumbuh dan berproduksi di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi, dari ketinggian 10.000 sampai 1.500 meter di atas permukaan laut. Singkong sangat cocok dikembangkan di lahan- lahan marjinal, kurang subur, dan kurang sumber air. Oleh karena itu menarik untuk diteliti keberadaan singkong secara integratif. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan analisis deskripsi secara mendalam pada yang didasarkan atas pemanfaatan data sekunder tentang singkong. Data yang diutuhkan adalah jumlah produksi hasil panen, jumlah penduduk dan kebutuhan 8% singkong dari seluruh kebutuhan manusia. Lokasi penelitian di Jawa Timur dari seluruh kabupaten yang ada pada wilayah kerja Jatim. Dari masing-masing kabupaten terdapat jarak yang jelas sehingga simulasi distribusi singkong secara deskriftif dapat dilakukan secara jela. Sedangkan analisis pemberdayaan komoditas ini dilakukan deskriptif secara mendalam. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pemberdayaan Singkong Melalui Peningkatan Produksi dan ’Prestisius’. Produksi dapat diupayakan peningkatannya pada kering dan singkong pada lahan tidak akan berkompetisi dengan padi. Usaha tani singkong ini akan bisa menyerap pengangguran. Dengan penerapan teknologi, usaha tani singkong akan menambah tenaga kerja 110-125 hari kerja orang per ha per tahun. Sebuah sentra produksi singkong seluas 1.088.066 ha akan memerlukan 128 juta hari kerja orang atau 16 juta tenaga kerja setahun. Penambahan ini amat bermanfaat untuk mengurangi pengangguran di pedesaan. Untuk menjadikan singkong menjadi pangan nasional yang bergengsi dan ditanam para petani, perlu dilakukan serangkaian langkah. Perencanaan produksi secara menyeluruh sejak hulu hingga hilir. Tingkat
kebutuhan dan permintaan konsumen singkong, baik varietas, kualitas, maupun kuantitas, harus diperhatikan. Demikian juga perhitungan aspek teknis dan agroekonomis. Akan lebih baik lagi kalau tercipta kemitraan di antara pelaku utama bisnis singkong, seperti kelompok tani, koperasi tani, pedagang, dan perusahaan industri pengolahan hasil. Kemitraan harus termasuk dalam perencanaan produksi, yakni seputar perkiraan jadwal/waktu permintaan pasar, jumlah, dan mutu yang dibutuhkan. Ini akan bisa mengurangi fluktuasi harga akibat panen. Tak kalah penting adalah sosialisasi dan promosi. Lewat cara ini, citra singkong harus disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat. Kita bisa meniru sukses pengenalan mi instan menjadi makanan favorit. Lewat pencitraan visual, mi instan dikukuhkan sebagai makanan keluarga. Ditampilkannya bintang iklan yang mewakili sosok dari berbagai kalangan, dari perempuan Muslim yang saleh, perempuan berdandan modern, perempuan berkebaya, hingga perempuan dari berbagai etnis, berhasil mengukuhkan mi instan sebagai makanan yang menembus "lintas batas kelas sosial". Makanan yang tidak "memalukan" dikonsumsi kelas atas, sekaligus "terjangkau" oleh kelas bawah. Untuk itu, produk olahan singkong harus disajikan lebih modern sehingga menghasilkan bentuk produk, kemasan, aroma, daya simpan yang lebih baik, di samping harganya tentu akan lebih bersaing-karena sebetulnya singkong bukan pangan inferior. Sebagai salah satu bahan makanan di Kediri, produksi singkong banyak terserap untuk usaha pembuatan kerupuk. Selain itu limbah kupasan kulit singkong maupun limbah ampasnya dijadikan pakan ternak. Diharapkan dari studi banding ini, para ibuibu dapat mengembangkan usaha pembuatan kerupuk dari singkong sehingga bisa menyerap hasil panen singkong petani dan bisa menciptakan peluang usaha bagi masyarakat.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
14
Tingkat ’prestisius’ singkong non makanan yaitu etanol dikembangkan di Malang setelah tetes tebu, etanol sebagai campuran untuk bahan bakar alternatif biopremium akan dikembangkan dari bahan baku singkong disamping komoditas jagung, Namun, singkong lebih menarik untuk dilirik karena memiliki harga jual yang lebih murah di tingkatan petani. Etanol dari singkong ini dimungkinkan akan digenjot hingga menghasilkan volume produksi yang sama dengan etanol dari tetes, yaitu 50.000 kiloliter per tahun. Pemberdayaan Singkong pada Makanan Harga singkong di kebun lebih murah dibandingkan dengan di pasar, di pasar Rp.700-1000 per kilogram, sedangkan harga di tingkat petani berkisar Rp. 500 per kilogram. Ketergantungan pada ‘minat’ petani dalam menanam singkong cukup besar sehingga kadang muncul juga musim paceklik. Sampai saat ini ketela pohon (dan berbagai macam umbi-umbian yang lain) masih menempati posisi ketiga sebagai alternatif makanan pokok pengganti setelah beras dan jagung. Hal ini bisa diamati pada masyarakat Indonesia yang berada di luar Jawa seperti Nusa tenggara, Papua dan beberapa daerah di Indonesia. Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya telo jabut. Masyarakat Sunda Jawa Barat mengatakan sampeu’. Dalam bahasa Indonesia biasa dikenal dengan nama ubi kayu atau singkong. Singkong mengandung pati 85% bahkan lebih. Kandungan gulanya 20% dari seluruh bagiannya. Rata-rata kadar proteinnya 1,25%, lemaknya 0,29%, dan abunya 1,43%. Kadar kalsium yang dimilikinya sebesar 0,12%, fosfor 0,16%, sodium 0,06%, dan magnesium 0,37%. Kandungan air dalam singkong kurang lebih sebesar 65% dan sisanya zat kering. Di antara presentase tersebut, bahan ekstrak tanpa nitrogennya (BETN) sebesar 30,84%. Susunan zat-zat dalam singkong tiap 100 gram adalah 127 kalori, 1 gram protein, 30 gram karbohidrat, 0,3 gram lemak, 10-100
gram vitamin B, 20 gram vitamin c dan 1-3 gram serat kasar. Bukan hanya umbinya yang bergizi, tiap 100 gram daun ketela pohon mengandung 8,3% protein yang dapat dicerna dan 45,5% berat totalnya mengandung bahan kering yang dapat dicerna (TDN). Pemanfaatan singkong berbagai macam, yaitu: (1) gaplek merupakan produk pengolahan umbi ketela pohon dengan proses pengeringan di bawah terik sinar matahari; (2) tepung tapioka sering disebut tepung kanji yang digunakan untuk membuat berbagai kue dan krupuk, selain itu juga dimanfaatkan dalam industri kertas, lem, tekstil, perekat, dan glukosa; (3) bahan baku berbagai makanan olahan dalam industri rumah tangga yang bernilai komersial seperti berbagai macam kue/penganan yang dibuat dari bahan dasar singkong. Singkong dapat diolah menjadi Singkong goreng, tape goreng, combro, misro, getuk, getuk lindri, kopang mata sapi, kue lapis singkong, beberapa kue-kue yang lain bahkan kue tart singkong. Ide-ide kreatif dalam kuliner berbahan dasar singkong. Selain memberikan nilai yang cukup berprestise juga memberikan nilai jual pada singkong yang dianggap sebagai bahan makanan tradisional. Banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari pemrosesan umbi ketela pohon (singkong) mulai dari bahan baku tepung tapioka, sirup glukosa sampai pada sebagai pakan ternak yang bernutrisi. Selain itu dari berbagai percobaan yang telah banyak dilakukan, umbi ketela pohon (singkong) ternyata mampu memberikan alternatif pemanfaatan yang lebih bernilai komersil dan menjadi salah satu kekhasan suatu daerah. Berikut ini adalah beberapa penanganan berbahan dasar singkong sebagai alternatif pemanfaatan yang bernilai komersial. Pemanfaatan lainnya yang mempunyai nilai prestisius cukup tinggi adalah (1) misro dan combro. Kue misro yang berasal dari Jawa Barat. Kata misro singkatan dari amis di jero (manis di dalam) yang hampir sama dengan combro lebih digemari masyarakat Sunda dan tidak populer di Jawa Tengah ataupun Jawa Timur.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
15
Combro diambil dari bahasa Sunda dan kependekan dari oncom di jero, artinya oncom di dalam. Makanan ini banyak dijumpai di kota kembang Bandung dan dijual bersama makanan goreng yang lain. Combro sangat digemari masyarakat Bandung; (2) getuk adalah makanan tradisional yang sangat digemari masyarakat Kabupaten Pati, Jawa Tengah, getuk menjadi makanan khas. Secara umum fisik Getuk runting sama dengan getuk-getuk tradisional lainnya, namun rasanya lebih memiliki khas. Itulah sebabnya getuk runting sering diburu oleh penggemar getuk, meskipun harganya jauh di atas harga getuk tradisional lainnya. Disamping itu dapat digunakan untuk berbagai macam makanan lainnya yang berbasis singkong. Produksi Singkong dan Kebutuhan 8%/Tahun dari Kebutuhan Pokok Di Jawa Timur singkong pada tahun 2007 dari dua puluh sembilan kabupaten, hanya ada 6 kabupaten yang kekurangan persediaan singkong jika dikorelasikan dengan kebutuhan penduduk atas konsumsi singkong. Enam kabupaten tersebutadalah kabupaten Situbondo membutuhkan singkong 18.034, 6 ribu ton dan persediannya hanya 5.844 ribu ton; kabupaten Sidoarjo membutuhkan 52.953,6 ribu ton dan persediaannya 63 ribu ton – tingginya kekurangan ini karena kabupaten Sidoarjo terjadi musibah menguapnya lumpur lapindo. Kabupaten Mojokerto membutuhkan 29.602,7 ribu ton dan produksinya hanya 15.987 ribu ton; Kabupaten Jombang kebutuhan singkong sebesar 34.930,8 ribu ton dan produksinya hanya 25.239 ribu ton; Kabupaten Nganjuk kebutuhan singkong sebesar 30.685,2 ribu ton, namun produksinya hanya 75.247 ribu ton dan terakhir kabupaten Gresik dengan kebutuhan singkong sebesar 32.271,6 ribu ton dan persediaan hanya 32.042 ribu ton. Berdasarkan batasan kebutuhan konsumsi singkong 8% dari kebutuhan beras. Beberapa kabupaten yang kelebihan diatas 50% adalah kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tuluagung, Kediri,
Malang, Bondowoso, Pasuruan, Probolinggo, Madiun, Magetan, Ngawi, Tuban, Pekalongan, Sampang dan kabupaten Sumenenp. Sedangkan kabupaten-kabupaten yang kelebihan singkong kurang dari 50% adalah kabupaten Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bojonegoro, Lamongan dan kabupaten Pamekasan. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pemberdayaan singkong dapat dilakukan untuk manakan dan non makanan seperti bietanol. Pada makanan, cukup banyak antara lain; gaplek, tepung tapioka sering disebut tepung kanji yang digunakan untuk membuat berbagai kue dan krupuk singkong goreng, tape goreng, combro, misro, getuk, getuk lindri, kopang mata sapi, kue lapis singkong, beberapa kue-kue yang lain bahkan kue tart singkong. Ide-ide kreatif dalam kuliner berbahan dasar singkong, selain memberikan nilai yang cukup berprestise juga memberikan nilai ekonomi yang cukup menjannjikan. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah singkong dipakai sebagai salah satu bahan subsitusi beras disamping substitusi non beras, seperti energi. Oleh karena itu upaya mempertahnakan usahatani singkong perlu mendapat dukungan baik secara pengembangan ipteks sampai pada taraf aplikasinya maupun dukungan pada pemasarannya.
REFRENSI Biro Pusat Statistik, (19952007). Kabupaten Malang Dala m Angka. Malang. Cochran,WG.,(1953). Sampling Techniques. 2d ed. New York: John Wiley and Sons, Inc. Gittinger, J.,Price, (1982). Economic Analysis of Agricultural Projects. Jakarta : University of Indonesia Press (UI-Press). Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, (1997). Mimbar Sosek. Journal o f Agricultural and
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
16
Resource Social-Economics. Volume 10, Number 3, August, 1997. ISSN : 0215-8434. Marsudi, Dj., (1994). Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: FE Universitas Indonesia. Masyhuri, (1996). Pola Alokasi Tenaga Ke rja Keluarga Dalam Menunjang Perekonomian Rum ah Tangga pada Daerah Pengembangan Kawasan Industri . DIKTI. No.116/P2lPT/DPPM/LITMUD/1 996. -------, (1998). Studi Kelayakan Mendirikan Cold Storage (CS) dan Milk Treatmen (MT) pada Beberapa Koperasi Unit Desa (KUD) Produsen Susu Sapi Perah di Kab. Malang. DIKTI. No.130/P2lPT/DPPM/98 LITMUD/V/1998. -------, (1998). Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan pada Industrialisasi Pedesaan sebagai Upaya Menanggulangi Kemiskinan dalam Rangka Menghadapi Era Globalisasi. Penelitian Hibah Bersaing, DIKTI. No.75/P2lPT/PHB/VII-1/V/1999. (tahun I). -------, (1999). Pemberdayaan Masyara kat Pedesaan pada Industrialisasi Pedesaan sebagai Upaya Menanggulangi Kemiskinan dalam Rangka Meng hadapi Era Globalisasi. Penelitian Hibah
Bersaing, DIKTI. No.044/P2lPT/ HB/VII-2/1999. (tahun I dan II). -------,(2000). Usaha Pembentukan "koperasi Tani" pada Masyarakat Pedesaan Guna Menuju Masyarakat Mandiri sebagai Sarana untuk Pemberdayaan Usahatani PALAGUNG (padipalawija-jagung). Penelitian Dosen Muda, DIKTI. No.089/P2lPT/D M/VI/2000. -------, (2002). Analisis Perencanaan Sumberdaya Pertanian Yang Optimal. Disertasi S-3. Surabaya: Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan PPS UNAIR Surabaya. Mendenhall,W.,Ott,L.,Scheaffer,L.R.,(1971). Elementary Survey Sampling. University of Florida. California : Duxbury Press A Division of Wad Sworth Publishing Company, Inc. Belmon. Pearson,Scot R. dan Eric,A.Monk, (1989). The Policy Analysis Matrix For Agriculture Development. New York : Cornell University Press. Sjafrial, dkk. ( 1996). Model Simulasi Kebijakan Swasembada Gula Pasir Di Indonesia Dalam Rangka Menuju Era Globalisasi. Penelitian PHB: No.20/P21PT/ 96/PHBV/1?V/1996. Tim Peneliti UB, (2008). Evaluasi dan analisis penanganan kemiskinan dengan Penganekaragaman pangan melalui komoditas singkong. Malang: Universitas Brawijaya.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
17
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
18