PERAN LEMBAGA LKKBH STAIN B UKITTINGGI DALAM PERBERDAYAAN P EREMPUAN (Grand Desain Lembaga Yang Sensitif Gender) Dahyul Daipon* Abstract: Women participation plays an important role in supporting family economy, even in supporting national economy in order to succeeding national development wholly. Culture which tends to be patriachal causes women as one of group which is marginalized in education, health, and economy. To raise women’s prosperity, it needs some efforts. One of them is trough non formal education, viz, life-skill training. One of LSM which cares for women empowering is Lembaga Kajian, Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKKBH) STAIN Bukittinggi, mainly work in advocating education either formal or non-formal. One of nonformal education in empowering society is women education programe which is mainly for women having problem in their family. Program of LKKBH for the future is designed base on some aspects: accompaning and advocating, educating, study, and research, serving and relieving, aswellas reinvorcing network, information and documentation. Keywords: Role, LKKBH, women empowering
LATAR BELAKANG Perempuan merupakan bagian tak terpisahkan dalam sebuah masyarakat, tak terkecuali dalam masyarakat miskin. Perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan masyarakat. Namun pada kenyataannya, perempuan masih belum diberi peranyang lebih, bahkan juga terpinggirkan. Kiprah perempuan dalam perekonomian keluarga dan nasional menjadi salah satu bagian penting dalam pembangunan secara keseluruhan. Seiring dengan bertambahnya pendapatanperempuan atau akses perempuan terhadap sumbersumber daya ekonomimelalui usaha ini, maka kemampuan dan kesempatan merekabernegosiasi dalam rumah tangga pun meningkat. Posisi tawar mereka berubah dan pendapat mereka mulai diperhitungkan dalam setiap proses pengambilan keputusan dalam rumah tangga. * Dosen STAIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
Partisipasi perempuan merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan. Upaya pengembangan usaha mikro yang dilakukan oleh perempuan ini menjadi penting, karena perempuan berhadapan dengan kendala-kendala tertentu yang dikenal dengan istilah “tripple burden of women”, yaitu ketika mereka ‘diminta’ menjalankan fungsi reproduksi, produksi, sekaligus fungsi sosial di masyarakat pada saat yang bersamaan. Hal tersebut menyebabkan kesempatan perempuan untuk memanfaatkan peluang ekonomi yang ada menjadi sangat terbatas. Sebagian besar perempuan masih berkiprah di sektor informal atau pekerjaan yang tidak memerlukan kualitas pengetahuan dan ketrampilan spesifik. Pekerjaan-pekerjaan ini biasanya kurang memberikan jaminan perlindungan secara hukum dan jaminan kesejahteraan yang memadai, disam ping kondisi kerja yang memprihatinkan serta pendapatan yang rendah. Beberapa studi mengindikasikan upah perempuan lebih rendah dari laki-laki. Salah satu studi menunjukkan bahwa upah perempuan sekitar 70% dari upah laki-laki. Dilihat dari akses terhadap kredit, pengusaha perempuan diperkirakan mempunyai akses yang lebih kecil, 11% dibandingkan laki-laki, 14%. Informasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan (Hastuti dkk, 2003). Budaya yang cenderung patriarki mengakibatkan perempuan sebagai salah satu kelompok yang termarjinalkan, baik dalam akses pendidikan,ke sehatan, dan ekonomi. Guna meningkatkan kesejahteraan perempuan salah satunya adalah melalui pendidikan non formal yaitu pelatihan life skill. Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai salah satu elemen penting dalam masyarakat yang dapat membantu terwujudnya pemberdayaan perempuan. Pada hakikatnya kemiskinan dapat berawal dari rendahnya akses pendidikan. Rendahnya akses pendidikan menyebabkan rendahnya akses ekonomi, yang pada akhir nya menyebabkan kemiskinan. Salah satu LSM yang peduli akan pemberdaya an perempuan adalah Lembaga Kajian, Konsultasi dan Bantuan Hukum STAIN Bukittinggi, terutama bergerak dalam advokasi pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal. Salah satu bentuk pendidikan non formal dalam pemberdayaan masyarakat adalah program edukasi perempuan terutama bagi perempuan yang memiliki problem dalam keluarga. Lembaga ini, sudah lahir sejak tahun 2006 dan masih eksis sampai se karang (tahun 2013). Kebanyakan program public service yang dilakukan oleh lembaga tersebut pada dua tempat (kantor) yaitu di Bukittinggi dan Tan64
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
jung Pati adalah kaum perempuan yang memiliki problem dalam keluarga mereka. Mereka perempuan 90 % berurusan dengan LKKBH dengan alasan untuk melakukan gugatan perceraian terhadap suami mereka dengan berbagai alasan dan motivasinya. Angka perempuan yang mempergunakan jasa LKKBH STAIN dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan secara kuantitatif. Mendesain program kerja kajian, konsultasi dan bantuan Hukum secara kualitatif adalah sebuah keniscayaan dimasa yang akan datang, agar keberadaan lembaga tersebut lebih berarti, terutama dalam pemberdayaan hak-hak perempuan yang secara kultur selalu terpinggirkan. Untuk mendisain dan rancang ba ngun LKKBH yang sensitif gender suatu tuntutan, dan tidak hanya sekedar menfasilitasi kaum perempuan untuk menggugat para suami mereka di depan persidangan peradilan Agama. Penelitian ini penting dilakukan karena lembaga semakin dibutuhkan oleh masyarakat dan memiliki peran yang sangat strategis dalam pemberdayaan hak-hak perempuan. Penelitian ini adalah mengenai peranan Lembaga kajian, Konsultasi dan Bantuan Hukum STAIN Bukittinggi dalam pemberdayaan Kaum Perempuan yang bertujuan untuk mengetahui bentuk pelayanan dan jasa yang diberikan LKKBH STAIN dalam pemberdayaan kaum Perempuan serta untuk mengetahui grand desain program kerja kajian, konsultasi dan bantuan hukum LKKBH STAIN yang sensitif gender pada masa datang. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat atau berguna baik secara teoritis maupun praktikal. Kegunaan teoritis adalah untuk menambah khazanah pengembangan ilmu hukum dan ilmu syari’ah, khususnya pada Jurus an Syari’ah STAIN Bukittinggi serta sebagai bahan informasi atau referensi bagi kalangan akademisi dan calon peneliti yang akan melakukan penelitian lanjutan tentang bentuk pelayanan dan jasa yang diberikan LKKBH STAIN dalam pemberdayaan kaum Perempuan. Adapun kegunaan praktis adalah sebagai bahan masukan bagi STAIN, khususnya bagi pengurus LKKBH sekarang dan masa yang akan datang dan Sebagai bahan informasi atau masuk an bagi proses pengembangan LKKBH STAIN dan STAIN Bukittinggi pada masa yang akan datang.
65
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian desain. Desain adalah proses perancangan/ perancangan yang melibatkan kreatifitas manusia yang bertujuan membuat (to create something) sesuatu benda, sistim, dan sejenisnya dan memiliki manfaat bagi umat manusia. Desain merupakan manifestasi umat manusia dalam berkebudayaan yang menjadi ciri bagi peradabannya. Me rupakan bidang keilmuan yang terintegrasi dengan seluruh induk bidang keilmuan. Desain merupakan ilmu meramu/merakit/ memodifikasi sesuatu dari dasar-dasar kecabangan ilmu pengetahuan. Desain merupakan ilmu dasar untuk memecahkan masalah (problem solving). Tujuan dari metode desain adalah kunci untuk mendapatkan wawasan atau kebenaran esensial yang unik menghasilkan lebih banyak solusi holistik untuk mencapai pengalaman yang lebih baik untuk pengguna dengan produk, jasa, lingkungan dan mengandalkan sistem mereka. Mempelajari landasan teoritis tentang desain serta bagaimana mencapai sasaran tersebut secara metodologis. Pengenalan cara dan urutan mendesain serta memba ngun metode berpikir yang sesuai dengan proses permasalahan desain, yakni dengan metode pemecahan masalah. Pengembangan kemampuan menganalisa dan membaca gejala secara kritis setiap pergerakan dengan yang terjadi di sekeliling.“ Alasan mengapa desain memerlukan metodologi ialah sebagai berikut: 1. Untuk menggali (Divergensi) kemungkinan dan batasan-batasan berbagai situasi dengan menerapkan warisan pemikiran kritis melalui metodepenelitian kualitatif dan kuantitatif untuk menciptakan pemahaman baru(ruang masalah) ke arah solusi desain yang lebih baik. 2. Untuk melakukan redefining spesifikasi solusi desain yang dapat jadikan pedoman yang lebih baik secara tradisional dan kontemporer berbagai kegiatan desain (arsitektur, grafis, industri, informasi, interaksi, dan sebagainya) dan / atau membutuhkan respons multidisiplin. Hal ini dikenal dengan transformasi. 3. Untuk konvergensi yaitu prototyping berbagai kemungkinan skena rio sebagai solusi desain yang lebih baik secara bertahap atau secara signifikan dalam memperbaiki warisan situasi awalnya. 4. Untuk keberlanjutan yaitu mengelola proses, mengeksplorasi, redefining dan prototipe dari solusi desain secara terus menerus.
66
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
5.
Untuk Artikulasi. Visual hubungan antara bagian dan keseluruhan mengurai benang merah dari sebuah metoda yang digunakan dalam desain dengan berdasarkan penalaran struktur analisa dan penelitian empiris, beserta identifikasi hal yang mendukung metoda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, di mana peneliti menekankan pada manusia serta melihat secara langsung keadaan yang ada tanpa mengubah peristiwa yang terjadi di lapangan, dan setelah di rumah peneliti membuat catatan lapangan, seperti yang dikatakan Lincoln dan Guba(1985:40) bahwa penelitian kualitatif digunakan untuk dapat menjelaskan atau mengungkapkan secara langsung atau alamiah apa yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu peneliti dapat secara langsung menginventaris asi data dari pengelola dan pengurus LKKBH STAIN Bukittinggi. Dalam penelitian ini, ada beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan, diantaranya adalah: Pertama; wawancara, yaitu dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai (intererviewee) (Moleong, 2004: 135). Wawancara dimaksudkan untuk mengumpulkan data dengan berdialog langsung dengan informan. Penelitimelakukan wa wancara sehingga terjadi hubungan yang akrab antara penelitidengan yang diwawancarai. Dengan keadaan yang demikian peneliti dapat mengembangkan pertanyaan agar dapat memperoleh informasi yang rinci, jujur dan mendalam. Wawancara seperti ini dalam penelitian kualitatif dikenal dengan wawancara mendalam (in-depth interview). Peneliti menggunakan wawancara informal. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatanwawancara informal dan pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara (Patton, 1982: 197). Pada pendekatan wawancara informal pertanyaan yang diajukan sangat tergantung pada pewawancara sendiri (Moleong, 2004: 136). Sementara pendekatan dengan petunjukumum wawancara digunakan atas anggapan bahwa ada jawaban yang secara umum akan sama diberikan oleh para responden, tetapi yang jelas tidak ada perangkat pertanyaan baku yang disiapkan terlebih dahulu (Moleong, 2004: 136). Dalam penelitian kualitatif peneliti adalah alat pengumpul data yang utama. Oleh karena itu agar informasi yang diberikan oleh informasi bisa dicatat dengan baik akan digunakan catatan lapangan dan tape recorder. Kedua, adalah pengamatan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati objek penelitian secara langsung. Dalam penelitian kualitatif, 67
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
pengamatan dimanfaatkan untuk (1) pengamatan didasarkan atas pengalam an secara langsung; (2) pengamatan memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian dalam keadaan yang sebenamya; (3) pengamatan memungkinkan mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional; (4) ada keraguan jangan-jangan data yang dijaring melenceng atau bias, dan perlu dicek dengan pengamatan; (5) memungkinkan peneliti mampu memahami situasi yang sulit; (6) dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik lain tidak memungkinkan, maka dapat digunakan pengamatan (Lincoln dan Guba, 1985: 125-126). Ketiga, adalah dokumentasi. Menurut Lincoln dan Guba (1985 : 228) dokumentasi adalah setiap bahan tertulis ataupun film. Sedangkan record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Teknik dokumentasi dimanfaatkan untuk mengadakan verifikasi dan tri angulasi data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara. Teknik analisis data adalah salah satu aspek yang dilakukan untuk mendapatkan makna dari kumpulan data. Dalam penelitian kualitatif ada tiga langkah dalam menganalisis data, yaitu (1) reduksi data; (2) sajian data; dan (3) penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles dan Huberman, 1994: 10-12). Ketiga komponen dalam analisis data tersebut selalu berkaitan antara satu dengan yang lain. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis selama pengumpulan data, yaitu uji keabsahan data. Peneliti dalam memeriksa keabsahan data menggunakan teknik trianggulasi data. Adapun triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Trianggulasi Sumber. Trianggulasi sumber atau data adalah membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kulaitatif. Menurut Moleong (2004: 178) hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamat an dengan data hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi peneliti an dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandang68
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
an orang sebagai rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan, (5) membandingkan hasil wa wancara dengan isi suatu dokumen. 2. Triangulasi metode. Menurut Patton (1982: 329), terdapat dua strategi yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. KERANGKA TEORI A. Pengertian Gender Kata gender (jender-Indo) berarti jenis kelamin. Di dalam Webster’s New World Dictionary gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di dalam women’s studies encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kulturalyang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, prilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.1 Menurut H.T Wilson dalam sex and gender dipaparkan bahwa yang dikatakan dengan gender adalah suatu dasar untuk menentukan perbeda an sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektifyang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Sedangkan menurut Elaine Showalter mengartikan gender lebih dari sekedar perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari kontruksi sosial-budaya 2. Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya. Dengan demikian dapat dibedakan apa yang dimaksud dengan gender dengan apa yang dimaksud dengan sex. Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial-budaya. Sedangkan sex, secara umum digpergunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi anatomi biologi. B.
Hukum Materil Perkawinan dan Perceraian di Pengadilan Agama Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang pokok-pokok perkawin an dan kompilasi Hukum Islam yang menjadi hukum materil di pengadilan Agama menurut penggagas hak-hak perempuan sudah seyogyanya dilaku69
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
kan perubahan. Karena menurut pandangan mereka bahwa undang-undang ini diskriminatif terhadap kaum perempuan Pembela hak-hak kaum perempuan Indonesia tak henti-hentinya memperjuangkan tuntutan persamaan hak antara pria dan wanita. Paradigma gender dan kemitrasejajaran pria-wanita baik di dalam hukum maupun dalam pergaulan kemasyarakatan tampaknya tak akan redup untuk terus diwujudnyatakan. Salah satu dari keberhasilan perjuangan itu adalah telah berhasil diberlakukannya undang-undang kekerasan dalam rumah tangga beberapa waktu lalu. Keinginan yang akan terus dikejar kini adalah diwujudkannya rekonstruksi undang-undang perkawinan yang saat ini sedang berlaku, dan akan menjadi hukum materil di Pengadilan Agama pada masa yang akan datang. Disamping itu Undang-undang dapat melindungi hak-hak perempuan secara baik dan benar. Politik hukum nasional kita, dalam persoalan sosial tertentu telah me rumuskan kesetaraan gender dalam bidang hukum. Dalam realitanya, masih ada hukum yang belum memberikan jaminan kesetaraan gender, dan tetap merugikan kaum perempuan. Salah satu dari hukum positif yang hingga kini masih diskriminatif (menurut pegiat kewanitaan itu) adalah Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, termasuk peraturan-peraturan pelaksanaannya. Diskriminasi Gender Menurut para aktivis itu, bahwa hukum perkawinan kita bersifat patriaki (Dr. Endang Sumiarni, dk. 2004). Diskriminasi gender terdapat juga dalam hukum perkawinan adat, dalam hukum perkawinan KUH Perdata, maupun dalam hukum agama, bahkan tercermin pula dalam putusan perceraian oleh pengadilan, sehingga merugikan posisi perempuan. Kondisi tersebut tidak terlepas dari ada nya ideologi familialisme dan latar belakang terbentuknya UU No.1 Tahun 1974 itu sendiri. Oleh karena itu, mereka menuntut agar dilakukan rekonstruksi hukum perkawinan yang berkeadilan gender. Secara teoretis, struktur hukum yang bersifat patriarki itu tidak dapat dilepaskan dari adanya positivisme hukum di Indonesia. Dalam hal ini sangat penting mengangkat persoalan politik hukum, karena negara dalam me rumuskan kebijakan hukum tidak lepas dari kepentingan negara itu sendiri terhadap peran gender, demikian pula dengan hukum tidak bisa lepas dari sistem hukum yang ada.Menurut kaum perempuan, ada beberapapeng aturan dalam UU No.1 Tahun 1974 yang mengandung ketidaksetaraan gen70
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
der atau belum ada persamaan hak antara suami-istri. Hal itu di antaranya adalah syarat dan sahnya perkawinan, hak dan kewajiban suami-istri, akibat melalaikan kewajiban, serta perjanjian kawin. Di sana hanya dilihat perkawinan merupakan ikatan suci berdasarkan agama masing-masing, maka suami-istri harus memenuhi pembakuan peran gender dalam agama. Perkawinan tidak dimungkinkan antara laki-laki dengan laki-laki atau antara perempuan dengan perempuan. Tidak diakuinya eksistensi manusia yang mempunyai orientasi seks berbeda karena dianggap tidak w ajar. Tujuan perkawinan pun seolah hanya untuk memperoleh ke turunan, berakibat istri tidak mempunyai kontrol terhadap dirinya sendiri, dalam hubungan seksual, begitu juga soal untuk mempunyai anak atau tidak. Hubungan seksual bagi suami adalah lambang kejantanan dan kesuburan, sedangkan bagi perempuan hanya dianggap persoalan kesuburan saja. Dalam pembagian peran pun diskriminatif, istri sebagai ibu rumah tangga.Sedangkan suami selalu diposisikan sebagai kepala rumah tangga, pelindung dan memberi nafkah, akibatnya istri amat tergantung kepada suamisecara ekonomi. Istri pun dituntut untuk dapat melakukan pelayanan secara sempurna terhadap suami. Bila istri tidak bisa melahirkan anak, makadianggap tidak layak sebagai istri. Hal ini bertentangan dengan ketentuan yang mengatakan bahwa suami-istri saling setia, dan memberi bantuan lahir batin. Masih banyak hal lain yang bisa dipermasalahkan kaitannya dengan masalah gender ini. Tetapi, hal itu telah dilegitimasi melalui pengaturan oleh negara, baik lewat perangkat ideologi, kelembagaan maupun hukum. Patriarki vs Feminist Movement yang dinilai sebagai biang dari adanya struktur hukum perkawin an yang tidak berkeadilan gender itu adalah karena hukum perkawinan kita telah mengadopsi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan bermuatan ideologi familialisme. Itulah yang disebut dengan hukum perkawinan patriarki. Di sana, wanita diposisikan secara berbeda dengan pria, yaitu menjadi kelompok yang “subordinat” dan bukan pada posisi yang “koordinat” dalam berbagai hal sering dikorbankan atau diperlakukan secara tidak adil oleh pria. Berbagai rambu “ketimuran” dibuat dan didengung-dengungkan untuk wanita. Bahkan, masih ada daerah tertentu yang kaum wanitanya tidak hanya tidak bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri, tetapi malah menjadi objek belian dan warisan dalam struktur keadatan mereka.
71
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
Pembagian peran publik privat bagi suami-istri dalam perkawinan karena penerapan struktural fungsional dalam keluarga dan pandangan positivisme yuridis, menimbulkan ketidakadilan gender, dan potensi konflik. Hal itu disebutkan bahwa setiap masyarakat selalu mengalami perubahansosial, konflikkonflik sosial, paksaan oleh sejumlah kelompok masyarakat. Latar belakang terbentuknya UU No.1 tahun 1974, maupun substansirumusannya, ternyata negara bukanlah alat yang memiliki netralitas nilai, tetapi malah terlibat secara langsung dengan konflik kepentingan dan keuntungan golongan tertentu. Proses terbentuknya UU No.1 Tahun 1974 yang bersifat patriaki dan merugikan kepentingan wanita, dipengaruhi oleh peranan yang dimainkan oleh kelompok interes tertentu. Timbulnya perjuangan konsep gender itu didasarkan pada keinginan kaum wanita untuk memperoleh hak-hak privat dan publiknya secara proporsional. Ternyata pula, teori struktural fungsional terlalu terikat dengan kenyataan masyarakat pra-industri. Padahal struktur dan fungsi dalam masyarakat sudah banyak berubah. Keluarga dan unit rumah tangga tidak lagi bersifat kolektif seperti dulu, tetapi sudah mengalami perubahan. Peran domestik sudah tidak lagi diurus secara bersama-sama dalam masyarakat kolektif, tetapi perkembangan pada keluarga inti, bahkan pada keluarga dengan orangtua tunggal. Peran secara tradisional antara suami-istri dalam masyarakat modern tidak lagi dapat dipertahankan, tetapi peran didasarkan pada keterampilan dan daya saing. Laki-laki dan perempuan sama-sama berpeluang untuk memperoleh kesempatan dalam persaingan. Ide pembaruan hukum perkawinan yang diinginkan oleh kaum perempuan adalah pembaruan hukum yang berkeadilan gender. Kini yang menjadi persoalan dalam memperjuangkan gender itu adalah kendala kultural dan struktural. Kultural menyangkut sosial budaya, sedangkan struktural berkaitan dengan politik hukum. Untuk rekonstruksi UU Perkawinan tampaknya masih membutuhkan perjuangan panjang kaum perempuan Indonesia C.
Peran LSM Pendidikan dalam Pemberdayaan masyarakat Peran LSM sebenarnya tidak terlepas dari sejarah berdirinya bangsa ini. LSM jaman penjajahan didirikan dengan motivasi membebaskan diri dari kungkungan penjajahan dengan upaya pendidikan dan usaha di bidang ekonomi. mengapa LSM saat konsen pada masalah pendidikan? Pendidikan memegang peranan yang cukup penting sebagai media penyadar an m asyarakat. Bermula dari kesadaran inilah kemudian bisa berlanjut ke 72
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
kerja-kerja pemberdayaan seperti advokasi pendidikan dan pengorganisasian masyarakat. Melihat hal tersebut masyarakat harus membangun komitmen bersama dalam menyelamatkan pendidikan yang sarat dengan kepentingan dengan melakukan advokasi dalam lingkungan pendidikan dan melakukan advokasi pendidikan di masyarakat. Asumsi yang mendasaari penggunaan strategi advokasi adala bahwa suatu perubahan social yang lebih besar dan luas dapat terjadi (atau paling tidak dapat dimulai) dengan merubah satu per satu kebijakan publikyang memang strategis atau sangat menentukan dalam kehidupan masyarakat luas. Rekonstruksi komitmen bersama dalam menyelamatkan “pendidikan”dengan melakukan advokasi adalah ada beberapa hal yang perludilakukan yakni; pertama adanya transformasi wacana advokasi pendidikan di masyarakat sebagai skill bagi masyarakat sebagai upaya penyadaran diri dan ikut memperjuangkan hak-haknya dalam pendidikan, kedua, pembentukan jaringan sebagai wadah pendukung perjuangan dalam melakukan advokasi di lingkungan pendidikan dan advokasi pendidikan di masyarakat dan ketiga, adalah pemberdayaan dan penguatan pendidikan di masyarakat sebagai upaya advokasi yang perlu dilakukan. Sehingga sebagai media penyadaran, pendidikan dapat berperan sebagai counter hegemony dari budaya dan sosial dalam masyarakat. Dengan memahami rekonstruksi unsur-unsur pemberdayaan, dapatlah kemudian disusun program-program pengembangan yang merupakan peran LSM untuk mendorong keberhasilan penyelenggaraan kelompok swadaya. Bambang Ismawan (2003) mengemukakan ada 5 (lima) program pengembangan yang dapat disusun untuk mendorong keberhasilan kelompok swadaya yang disalurkan melalui tenaga-tenaga pendamping kelompok, yaitu: 1. Program Pengembangan sumber daya manusia, meliputi berbagai kegiatan pendidikan dan latihan baik pendidikan dan latihan untuk anggota maupun untuk pengurus yang mencakup pendidikan dan latihan tentang ketrampilan mengelola kelembagaan kelompok, ketrampilan teknik produksi, maupun ketrampilan mengelola usaha. 2. Program pengembangan kelembagaan kelompok, dengan membantu menyusun peraturan rumah tangga, mekanisme organisasi, kepengurusan, administrasi dan lain sebagainya.
73
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
3.
Program pemupukan modal swadaya, dengan membangun sosial tabungan dan kredit anggota serta menghubungkan kelompok swadaya tersebut dengan lembaga-lembaga keuangan setempat untuk mendapatkan manfaat bagi pemupukan modal lebih lanjut. 4. Program pengembangan usaha, baik produksi maupun pemasaran, dengan berbagai kegiatan studi kelayakan, informasi pasar, organisasi produksi dan pemasaran dan lain-lain. 5. Program penyediaan informasi tepat guna, sesuai dengan kebutuhan kelompok swadaya dengan berbagai tingkat perkembangannya. Informasi ini dapat berupa eksposure program, penerbitan buku-buku maupun majalah-majalah yang dapat memberikan masukan-masukan yang mendorong inspirasi ke arah inovasi usaha lebih lanjut. Membawakan peran nyata dalam pembangunan pendidikan, dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas, keberadaan LSM akan berdampak positif seperti diuraikan dibawah ini: Dampak dalam aspek sosial diketahui melalui proses pendidikan yang diberikan kepada kelompok swadaya diharapkan wawasan pemikiran mereka pun semakin meningkat; sehingga mempunyai kemampuan untuk memikirkan banyak alternatif dalam usaha mencukupi kebutuhan hidup. Peningkatan pendidikan yang terjadi pada kelompok swadaya dapat melalui dua jalur, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Peningkatan pendidikan secara langsung terjadi apabila kelompok swadaya mendapatkan penyuluhan, pelatihan, konsultasi, dan sebagainya. Sedangkan, peningkat an pendidikan secara tidak langsung terjadi sejalan dengan terintegrasinya orang-orang desa dalam suatu kelompok swadaya. Melalui kelompok tersebut setiap anggota berinteraksi menumbuhkan kesadaran akan posisi mereka. Penyadaran diri merupakan langkah awaluntuk memulai memikirkan alternatif-alternatif baru yang mungkin dapat ditempuh dalam usaha memperbaiki tingkat kehidupan. Di samping itu, dengan adanya kesadaran akan posisi yang dimilikinya menyebabkan kelompok swadaya berani memperjuangkan hak-hak mereka dengan mengaktualkan potensi yang ada pada mereka serta mengikis kelemahankelemahan yang ada. Melalui aktifitas yang dilakukan, intervensi pembinaan membantupemecahan permasalahan-permasalahan sosial yang terdapat dalam kelompok masyarakat. Melalui sistem pendekatan terlibat langsung dengan kelompok, pola pembinaan bersama kelompok yang bersangkut 74
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
an mampu mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi secara mendalam. Akibatnya penanganan terhadap masalah yang dihadapi kelompok dapat dilakukan secara tepat sasaran dan lebih tuntas. Di Samping itu, berkat interaksi yang intens antara para pembina dengan kelompok, sementara para pembina telah dilatih secara khusus dan selalu diberikan masukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam membina kelompok dan menghubungkannya dengan berbagai pelayanan se tempat, maka terjadilah proses transformasi sosial. Adapun dampak dalam Aspek Kemasyarakatan dinyatakan bahwa proses interaksi di dalam kelompok dengan sesama anggota maupun dengan berbagai sumber pelayanan dan pembinaan semakin meningkatkan wawasan berbangsa dan bernegara. Adanya kelompok sebagai wadah mengaktualisasikan diri warga masyarakat pedesaan menyebabkan mereka merasa terlibat dalam proses pembangun an. Keterlibatan mereka dalam pembangunan tidak lagi pasif, tetapi menjadi aktif karena telah turut berusaha dalam berbagai kegiatan produktif yang memberikan andil dalam sistem perekonomian yang lebih luas. Kesadaran untuk turut berperan serta dalam kegiatan kelompok tersebut mempunyai dampak lebih lanjut, yaitu adanya kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam program-program pembangunan yang ditawarkan pemerintah. Proses pengembangan kemandirian dan kesadaran berpartisipasi telah menjembatani kesenjangan sosial di tingkat lokal. Dengan me nyempitnya kesenjangan sosial berarti stabilitas sosial politik pun dapat terus berlanjut. Sementara itu, pengalaman lapangan LSM yang merupakan hasil kajitindak (participatory action research) dapat merupakan rekomendasi bagiperbaikan dan peningkatan dari pendekatan pembangunan. Dampak dalam aspek ekonomi diketahui, intervensi pembinaan akan mampu mendorong masyarakat kecil untuk melakukan pemupukan modal. Selama ini faktor yang selalu dikemukakan tentang penyebab tidak berhasilnya masyarakat miskin dalam memperbaiki kehidupan adalah karena mereka tidak mampu untuk melakukan pemupukan modal yang dapatdipergunakan sebagai pengembangan usaha. Dengan sistem kelompok, m aka modal yang kecil dari setiap warga dapat berkembang menjadi b esar, sehingga dapat dipergunakan sebagai modal usaha. Di samping itu, dengan ada nya modal yang terkumpul dapat mengundang partisipasi dana lebih besar dari pihak ketiga. Saat ini terbuka kemungkinan Bank melayani kelompokkelompok swadaya yang berstatus non formal. Kemampuan permodalan 75
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
k elompok yang semakin bertambah memberikan peluang semakin besar untuk mengembangkan usaha produktif. D. Bantuan Hukum Di Indonesia. Istilah bantuan hukum masih merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Bantuan hukum yang berkembang di Indonesia pada hakikatnya tidak luput dari perkembangan bantuan hukum yang terdapat pada negara-negara yang telah maju. Pengertian bantuan hukum mempunyai ciri dan istilah yang berbeda, antara lain: Dari segi bahasa, dalam bahasa Inggris, istilah bantuan hukum dikenal dengan legal aid atau legal servis. Keduanya mengandung makna sebagai jasa hukum yang diberikan oleh advokat atau pengacara kepada kalangan masyarakat pencari keadilan (everyone who are looking for justice). Lebih dari itu, bantuan hukum-dengan segala bentuknya-juga merupakan representasi dari akses mendapatkan keadilan (acces to justice) dalam konteks semua orang sama kedudukannya di depan hukum (equality before the law)3. Senada dengan pengertian ini, menurut Adnan Buyung Nasution4 bantuan hukum pada dasarnya terbagi kepada legal aid, legal assitance dan legal service adalah: Legal aid, yang berarti pemberian jasa dibidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu kasus atau perkara: 1. Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan dengan cuma-cuma. 2. Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikususkan bagi yang tidak mampu dalam lapisan masyarakat miskin. Dengan demikian motifasi utama konsep legal aid adalah menegakkan hukum dengan jalan membela kepentingan hak asasi rakyat kecil yang tak punya dan buta hukum. Sedangkan Legal assistance mengandung pengerti an yang lebih luas dari legal aid. Disamping mengandung makna dan tujuan memberi jasa bantuan hukum. Lebih dekat dengan pengertian profesi advokat yang memberi bantuan: 1. Baik mereka yang mampu membayar prestasi, 2. Maupun pemberian bantuan kepada rakyat miskin secara cuma-cuma. Sementara Legal service atau pelayanan hukum yang terkandung makna atau tujuannya yaitu : 1. Memberi bantuan kepada anggota masyarakat yang operasionalnya menghapuskan kenyataan-kenyataan deskriminatif dalam penegakan dan pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan. 76
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
2.
Dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran hukum itu sen diri oleh aparat penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang diberikan hukum kepada setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan miskin. 3. Legal service dalam operasionalnya lebih cendrung menyelesaikan setiap persengketaan dengan jalan menempuh cara perdamaian. Dalam keputusan menteri kehakiman No.M.01.U.M.08.10. tahun 1981 tanggal 13 Oktober 1981 tentang petunjuk pelaksanaan proyek konsultasi dan bantuan hukum melalui fakultas hukum negeri. Pada Pasal 2 dijelaskan bahwa: “Bantuan hukum diberikan kepada klien terhadap perkara pidana maupun perkara perdata yang diajukan pada badan peradilan atau badanbadan lain yang memberikan peradilan, sejak awal sampai diperolehnya keputusan yang telah mendapatkan kekuatan hukum yang pasti dan melalui kegiatan-kegiatan mewakili klien sebagai kuasa khusus dimuka badan peradilan”. Dari beberapa pengertian tentang bantuan hukum dapat dipahami bahwa: Bantuan hukum adalah pelayanan hukum (legal sevice) yang diberikan oleh penasehat hukum dalam upaya memberikan perlindungan hukum dan pembelaan terhadap hak-hak asasi tersangka/terdakwa sejak ia ditahan sampai dengan diperolehnya putusan pengadilan sejak ia ditangkap/ditahan sampai diperolehnya putusan pengadilan yang tetap. Yang dibela dan diberi perlindugan hukum bukan kesalahan tersangka/terdakwa melainkan hak asasi tersangka/terdakwa agar terhindar dari perlakuan dan tindakan tidak terpuji atau tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum. Menurut UU No 18 tahun 2003 tentang advokat pasal 1 butir 9 di jelaskan bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh advokat secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu. Pengertian yang diberikan oleh undang undang ini senada dengan pengertian yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Menurut Soerjono Soekanto5 disamping memberikan pelayanan bantu an hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya, bantuan hukum berperan juga untuk mendidik masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dengantujuan menumbuhkan dan membina kesadaran akan hak-hak seba77
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
gai subyek hukum dan juga juga turut serta mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hukum disegala bidang. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa ruang lingkup bantuan hukum mencakup pemberian pelayanan hukum, mengadakan pendidikan hukum serta mengadakan pembaharuan dan perbaikan pelaksanaan hukum yang akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran hukum warga masyarakat agar mereka menyadarai hak-haknya sebagai manusia maupun sebagai warga negara. Oleh karena itu, mengutip pendapat K. Smith dan DJ Keenan, Santoso Poedjosoebroto sebagaimana yang dikutip oleh Soerjono Soekanto berpendapat bahwa bantuan hukum atau legal aid diartikan sebagai bantuan hukum (baik yang berbentuk pemberian nasehat hukum, maupun yang berupa menjadi kuasa dari pada seseorang yang berperkara) yang diberikan kepada orang yang tidak mampu ekonominya, sehingga ia tidak dapat membayar biaya (honorarium) kepada seorang pembela atau pengacara.6 Orang-orang yang dapat diberi bantuan/nasihat hukum hanyalah orangorang miskin (yang harus memiliki surat keterangan miskin/tidak mampu dari lurah atau pejabat lainnya yang berwenang) dan tidak diperkenankan untuk memberi bantuan/nasihat hukum kepada orang yang mampu membayar honorarium atau nasihat hukum kepada orang yang mampu membayar honorarium kepada seorang advokat/pengacara biasa. Bantuan hukum biasanya dibedakan ke dalam lima jenis yaitu : 1. Bantuan hukun preventif yang merupakan penerangan hukum dan penyuluhan hukum kepada warga masyarakat luas. 2. Bantuan hukum diagnostik yaitu pemberian nasehat hukum yang la zim disebut dengan konsultasi hukum. 3. Bantuan hukum pengendalian konflik yang merupakan bantuan hukum konkrit secara aktif. Jenis bantuan hukum seperti ini yang lazim dinamakan bantuan hukum bagi warga masyarakat yang kurang mampu atau tidak mampu secara sosial ekonomis. 4. Bantuan hukum pemebentukan hukum yang intinya adalah meman cing yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, jelas dan benar. 5. Bantuan hukum pembaharuan hukum yang mencakup usaha-usaha untuk mengadakan pembaharuan hukum melalui hakim atau pembentuk undang-undang dalam arti materil.7
78
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
Dalam perkembangannya di Indonesia pemberian bantuan hukum digagas oleh Adnan Buyung Nasution dalam kongres Persatuan Advokat Indonesia(Peradin) ke III tahun 1969, yang dinamakan dengan LBH (lembaga Bantuan Hukum) yang bertujuan : 1. Terwujudnya suatu sistem masyarakat hukum yang terbina diatas tatanan hukum sosial yang adil dan beradab/berperikemanusiaan secara demokratis. 2. Terwujudnya suatu sistem hukum dan administrasi yang mampu menyediakan tata-cara dan lembaga-lembaga melalui mana setiap pihak dapat memperoleh dan menikmati keadilan hukum. 3. Terwujudnya suatu sistem ekonomi, politik dan budaya yang membuka akses bagi setiap pihak untuk turut menentukan setiap keputusan yang berkenaan dengan kepentingan mereka dan memastikan bahwa ke seluruhan sistem itu tetap menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Dalam perkembangannya Lembaga Bantuan Hukum terbagi dalam dua kelompok yaitu: 1. Lembaga Bantuan Hukum Swasta Lembaga inilah yang telah muncul dan berkembang belakangan ini. Anggotanya pada umumnya terdiri dari kelompok yang bergerak dalam profesi hukum sebagai pengacara. Konsep dan perannya jauh lebih luas dari sekadar memberi bantuan hukum secara formal di depan sidang pengadilan terhadap rakyat kecil yang miskin dan buta hukum. Konsep dan programnya dapat dikatakan : a. Menitikberatkan bantuan dan nasihat hukum terhadap lapisan masyarakat kecil yang tidak mampu. b. Memberi nasihat hukum di luar pengadilan terhadap buruh, tani, nelayan, dan pegawai negeri yang merasa haknya “diperkosa”. c. Mendampingi atau memberi bantuan hukum secara langsung di sidang pengadilan baik yang meliputi perkara perdata dan pidana. d. Bantuan dan nasihat hukum yang mereka berikan dilakukan secara cuma-cuma. 2. Lembaga Bantuan Hukum Yang Bernaung Pada Perguruan Tinggi Lembaga ini sering dikenal dengan nama Biro Bantuan Hukum. Lembaga inipun hampir sama dengan Lembaga Bantuan Hukum swasta, tetapi lembaga ini kurang populer dan mengalami kemunduran. Ada beberapa hal yang menyebabkan biro bantuan hukum di fakultas-fakultas 79
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
hukum perguruan Tinggi negeri mengalami kemunduran, antara lain: a. Konsentrasi Advokat yang terpecah. Sebagaimana diketahui, para Advokat pada Biro Bantuan Hukum di perguruan tinggi adalah dosen-dosen yang mempunyai tugas pokok sebagai tenaga pengajar yang harus mempersiapkan diri dengan pengetahuan hukum secara komprehensif agar dapat melaksanakan kewajibannya untuk mengajar dengan baik. Hal ini tentu sangat menyita pikiran dan tenaga mereka sehingga konsentrasi merekapun terpecah, antara menjadi pengajaryang berprestasisehingga dapat berkarier dilingkungan akademik atau menjadi Advokat idealis yang menolong masyarakat miskin sekali gus membina mahasiswanya untuk menjadi praktisi hukum yang handal di masa mendatang. b. Biro Bantuan Hukum di perguruan tinggi bersifat “nonprofit oriented” Hal ini sehubungan dengan tingkat penghasilan dosen yang sangat rendah yang mana juga berstatus Advokat pada Biro BantuanHukum di perguruan tinggi. Dosen-dosen yang berstatus sebagaiAdvokat pada biro bantuan hukum di perguruan tinggi yang notabene “nonprofit oriented” semakin sulit mengejar kemaju anmereka dalam hal penghasilan dibandingkan dengan profesi lain. Khususnya dibandingkan dengan Advokat profesional yang biasanya berpenghasilan lebih besar walaupun penguasaan ter hadap materi dan praktek hukumnya biasanya sebanding, bahkan terkadang lebih rendah daripada dosen tersebut. c. Keterbatasan pendanaan. Biro-biro Bantuan Hukum di perguruan tinggi mengalami kemunduran seringkali dikarenakan jumlah dana yang dialokasikan oleh perguruan tinggi kepada Biro Bantuan Hukum tersebut tidak memadai untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan pokok seperti pengadaan perpustakaan hukum yang representative, pelatihan dan pendidikan kepada tenaga-tenaga Advokat pada Biro Bantuan Hukum tersebut tentang masalah.
80
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Sejarah Singkat LKKBH STAIN Bukittinggi. Berdirinya lembaga LKKBH STAIN di awal tahun 2000. Lahirnya lembaga ini didasari oleh semangat untuk pengembangan studi hukum di lingkungan jurusan syariah khususnya dan studi keislaman di STAIN pada umumnya. Keberadaan lembaga ini pada awalnya hanya sebagai wadah untuk berkumpul, berdiskusi dan melakukan kajian tentang problem-problem hukum yang sedang berkembang pada saat itu. Tapi belakangan, sedikit demi sedikit mulai terinspirasi untuk mengembangkan kapasitas lembaga menjadi sebuah lembaga konsultasi. Pengembangan ini di mulai dari berpikir untuk keluar dari tataran teori atau konsep menuju ke arah praktek hukum. Pergeseran ini belum di iringi oleh dukungan finansial tapi baru sebuah wacana. Lima tahun usia lembaga ini belum menghadirkan kontribusi apa-apa kecuali hanya ibarat sosok manusia yang memiliki fisik, tapi minim dengan karya yang nyata. Adanya seperti tidak ada. Keberadaannya hanya di atas kertas. Jika pun ada kegiatan yang dijalankan, hanya bersifat insidentil, tidak terencana dan tidak terprogram dengan baik. Misalnya, ada kegiatan LKKBH memberikan penyuluhan hukum dengan bekerjasama dengan unit lain di STAIN Bukittinggi. Pada kegiatan tersebut, LKKBH hanya sebagai pelaksana atau eksekutor program saja, dan tidak sebagai perencana atau perancang program. Sejak tahun 2007 sampai sekarang LKKBH STAIN Bukittinggi sudah berkantor di luar kampus. Alasan membuka kantor diluar lingkungan kampus adalah kepentingan sosial, agar lembaga ini benar-benar menjadi salah s atu lembaga yang dapat dipergunakan oleh para pencari keadilan. Diharapkan dengan tugas kajian, tugas konsultasi dapat diberikan dan diakses langsung dan mudah oleh masyarakat. Mempermudah akses dari masyarakat belum di ikuti oleh pengenalan masyarakat itu sendiri tehadap LKKBH STAIN Bukittinggi. Sehingga satu tahun buka kantor diluar belum dimanfaat dan termanfaatkan oleh masyarakat. Tidak satu masyarakat yang menjadi kliennya. Ini ketika berkantor di simpang limau/dekat Hotel Pusako Bukittinggi. Hal ini secara kelembagaan di akui karena kurangnya sosialisasi lembaga terhadap masyarakat. Kondisi yang tidak marketable ini menjadi problem lembaga. Akhir tahun 2007 mengembalikan LKKBH berkantor di Kampus. Hal ini tidak bertahan lama, sebab tahun 2009 LKKBH kembali untuk keluar dan membuka kantor diluar 81
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
kampus. Mengantor diluar kampus kondisi dan situasinya berbeda dengan yang sebelumnya. Pada tahun ini, LKKBH mencari lokasi kantor berdekatan dengan Peradilan Agama. Karena faktor lokasi kantor yang relatif dekat dengan Pengadilan Agama Bukittinggi, menjadikan LKKBH terlihat eksis sebagai sebuah lembaga yang memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Masyarakat yang datang ke Pengadilan Agama dapat dengan mudah meminta dan mengakses layanan yang disediakan oleh LKKBH itu sendiri. B.
Struktur LKKBH Sejarah struktur kepenguruan LKKBH STAIN Bukittinggi awal terbentuk langsung ditangani oleh Ketua Jurusan Syari’ah. Pada waktu itu sebagai ketua LKKBH adalah Ibu Dra.Hj.Nuraisyah,M.Ag sampai tahun 2007, juga sebagai ketua Jurusan Syari’ah. Dengan didukung oleh dosen-dosen yang berada dalam lingkungan jurusan Syari’ah, yang masing-masing diberi amanah sesuai dengan latar belakang pendidikan dan kualifikasi keahlian nya. Maka masuk dalam kepengurusan pada masa itu, diantaranya Dra. Hj.Rahmiati, M. Ag, Dra.Hasneni, M. Ag, Busyro, M.Ag, H.Edi Rosman,M. Hum, Ali Rahman,SH,MH, Gusril Basir SH, M.Hum, Fajrul Wadi, S.Ag,M.Hum, Elfiani,SH,M.Hum, Miswardi,SH.,M.Hum. Selanjutnya pada tahun 2007-2012 dilakukan pergantian kepengurus an. Pada periode ini sebagai Direktur dipercayakan kepada Miswardi,SH,M. Hum dan kawan-kawan yang memiliki kualifikasi dan latar belakang pendidikan dibidang syari’ah dan hukum. Untuk kedua kalinya Bapak Dr. Miswardi SH, M.Hum dipercaya untuk memimpin LKKBH dalam masa/periode 20122014. Masa kepengurusan ini masih berlangsung sampai sekarang. Dari struktur yang ada saat ini masih belum memiliki khusus yang menangani masalah keperempuanan. Seharusnya sesuai dengan realitas dan mainstream sosial kemasyarakatan saat ini, LKKBH harus memiliki divisi perempuan. C. 1.
Program LKKBH Dalam rekaman Program litigasi Litigasi adalah proses hukum yang dilakukan melalui lembaga peradilan. Proses hukum melalui peradilan melibatkan banyak komponem. Diantara komponemnya adalah Hakim, Panitera, Jaksa, dan penasehat hukum atau advokat disamping para pihak yang berpekara. Bekerja nya hukum di pengadilan tidak terlepas dari keterlibatan komponemkomponem tersebut. Hanya saja dapat dimaklumi bahwa proses dan 82
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
2.
3.
produk peradilan tidak berdiri sendiri. Maka dalam konteks ini, LKKBH STAIN Bukittinggi memiliki partisipasi dalam proses hukum dan produk hukum di lingkungan Pengadilan Agama. Sejak berdiri sampai sekarang program LKKBH masih program layanan yang bersifat litigasi terbatas. Dikatakan terbatas, ialah karena layanan yang diberikan oleh dua kantor LKKBH STAIN yaitu Kantor Bukittinggi dan Tanjung Pati berbentuk bantuan hukum pembuatan surat gugatan dan permohonan perceraian. Belum ada bentuk layanan lain, jika ada yang lain dan sangat sedikit sekali. Sementara yang ber sifat nonlitigasi belum pernah memberikan layanan. Padahal seharus nyalayanan nonlitigasi harus dilakukan juga seperti layanan nonlitigasi, karena bidang nonlitigasi ini adalah bagian dari struktur kepengurusan. Program Non Litigasi Non litigasi adalah proses bantuan hukum yang dilakukan diluar peradilan. Misalnya memberikan layanan konsultasi, edukasi, advokasi, melakukan mediasi kepada pihak-pihak yang memiliki problem hukum dan lain sebagainya yang dilakukan diluar peradilan. Program non litigasi tesebut dari berbagai segi berbeda dengan program litigasi. Salah satu perbedaannya adalah bahwa program non litigasi dapat dilakukan oleh siapa saja yang memiliki kapasitas, kualifikasi dan kompetensi khusus. Tidak perlu adanya surat izin, dan kartu sebagai seorang pengacara atau advokat. Fleksibilitas dan ruang layanan konsultasi lebih terbuka dan lebar. Pada konteks ini, LKKBH memiliki sumberdaya yang dapat memberikan layanan. Namum ini belum terprogram dan tergarap secara baik. Program Penyuluhan Hukum Penyuluhan hukum adalah kegiatan yang berorientasi untuk memberikan informasi, penguatan pengetahuan dan pemahaman masyarakattentang hukum. Program ini dapat disejalankan dengan tugas dan tanggung jawab akademisi yang dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Hal ini sangat beralasan, karena pengurus LKKBH 100 % adalah para akademisi. Hanya saja secara kelembagaan, program ini belum terintegrasi dan terecana dengan baik. Tujuan penyuluhan Hukum adalah bagaimana masyarakat yang secara umum dapatkan informasi, pengayaan pengetahuan dan pengokohan pemahaman hukum sehingga diharapkan paralel dengan pem83
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
4.
bentukan kesadaran hukum dan pencapaian tujuan hukum itu sendiri. Bekerjanya hukum, baik hukum positiv Islam maupun hukum negara (Undang-undang) tidak terlepas dari kesadaran hukum masyarakat. Bentuk Pelayanan LKKBH terhadap Perempuan Bentuk pelayanan yang selama ini dilakukan oleh lembaga terhadap masyarakat yang memanfaatkan layanan LKKBH adalah sebagai berikut: a. Masyarakat yang berkunjung ke LKKBH diperlakukan sebagai tamu, dan dipersilakan duduk dan meminta menjelaskan maksud kedatangannya b. Bagi masyarakat yang datang untuk meminta bantuan untuk membuat surat gugatan, maka petugas meminta buku nikah atau d uplikat buku nikah sebagai syarat utama untuk mengajukan suratgugatan. c. Petugas menanyakan identitas para pihak, yaitu nama, umur, agama,pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal d. Para pihak diminta untuk memberikan penjelasan terutama penjelasan tentang alasan-alasan atau dalil-dalil untuk mengajukan gugatan, misalnya diminta menjelaskan tentang kapan terjadi pernikahan, tempat pernikahan, tempat tinggal setelah menikah, nama anak/isteri/suami, dan diminta menjelaskan berapa lama terjadi perpisahan antara penggugat dan tergugat e. Setelah surat gugatan selesai di tulis, maka para pihak diminta untuk membaca kembali dan mengoreksi setiap surat yang telah dibuat oleh petugas f. Petugas menggandakan surat gugatan sebanyak 9 rangkap dan satu diantaranya sebagai arsip untuk LKKBH g. Para pihak membayar biaya asministrasi kepada petugas seba nyak Rp.150.000 setiap selesai proses pembuatan surat gugatan h. Para petugas meminta para pihak untuk menyerahkan langsung surat gugatan ke meja 1 beserta bukti-bukti yang ada.
D. Grand Desain Program Kerja LKKBH STAIN yang sensitif Gender pada masa datang Istilah gender sudah mulai populer pada masa awal reformasi dan se karang ini istilah tersebut sudah membudaya. Dalam Rancangan UndangUndang (RUU) tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender, yang pembentukan 84
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
RUU-nya diprakarsai oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan, disebutkan bahwa gender adalah perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah dan diubah sesuai dengan perubahan zaman. Gender juga berhubungan dengan jenis kelamin bersifat alamiah. Jenis kelamin bersifat biologis, ia merujuk pada perbedaan yang nyata dari alat kelamin dan perbedaan terkait dengan fungsi kelahiran. Kesetaraan dan Keadilan Gender harus dimaknakan untuk mencipta kan masyarakat yang demokratis, sejahtera, dan berkeadilan dengan menghilangkan berbagai bentuk diskriminasi, subordinasi, dan marjinalisasi terhadap kedudukan dan peranan perempuan. Dengan demikian, diharapkan nantinya tercipta suatu kedudukan, posisi, dan peranan sosial perempuan yang sejajar dengan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Istilah atau frasa “bias gender” juga sering membingungkan masyarakat. Kata “bias” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan “yang menyimpang dari yang sebenarnya”. Jadi, bias gender adalah: “perbedaan perandan kesempatan antara laki-laki dan perempuan yang menyimpang dari yang sebenarnya (dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah dan diubah sesuai dengan perubahan zaman)”. Pemahaman ini justru dikhawatirkan bermakna sebaliknya, yakni justruperbedaan peran tersebut yang menyimpang. Orang awam semoga berpikir bahwa “bias gender” diartikan “persamaan peran yang disimpangi” karena setiap orang dilahirkan, secara kodrati, mempunyai peran yang sama, sejajar, setara, adil, dan tidak tersubordinasi. Semua berharap bahwa peranyang sama, sejajar, setara, adil, dan tidak tersubordinasi tersebut tidak disimpangiatau dibelokkan. Namun yang cocok untuk digandengkan dengan kata “gender” adalah kata “sensitif” yang akhir-akhir ini juga sering digunakan. Tampaknya istilah “sensitif gender” lebih mudah dipahami. Pada saat atau sedang menyusun suatu peraturan perundang-undangan, pihak yang merasa sebagai wakil dari kaum perempuan selalu berpesan kepada perancang peraturan perundang-undangan dengan mengatakan “setiap kali membuat norma, jangan sampai menimbulkan suatu ketentuan yang bias gender”. 85
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
Salahsatu isu yang dijelaskan panjang lebar tersebut, dan juga sering diperdebatkan diantara kita, adalah masalah “poligami”. Pasal 3 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan hahwa: (1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai soerang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. (2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pasal 3 di atas pada dasarnya mengandung asas monogami, tapi kemudian disamping dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suami jika berkeinginan kawin lagi. Apa pun alasannya, ketentuan di atas bias gender, kata sebagian besar orang yang berpihak kepada perempuan. Pada akhirnya, RUU tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional oleh DPR dan Pemerintah melalui Badan Legislasi DPR dan Departemen Hukum dan HAM. Dengan contoh di atas, makna “bias gender” bisa dipahami semudah memahami istilah “sensitif gender”. Masih banyak lagi ketentuan peraturan perundang-undangan yang bermakna bias gender, hal ini terkait sematamata karena pembentukannya dipengaruhi oleh struktur dan sosial budaya serta budaya hukum. Pembangunan hukum nasional merupakan bagian dari sistem pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan tujuan negara untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh tum pah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, melalui suatu sistem hukum nasional.Program pembangunan hukum perlu menjadi prioritas utama karena perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki implikasi yang luas dan mendasar dalam sistem ketatanegaraan kita yang perlu diikuti dengan perubahan-perubahan di bidang hukum. Dengan demikian, prinsip negara hukum berarti menjunjung tinggi supremasi hukum, persamaan kedudukan di hadapan hukum, terciptanya keadilan, kesejahteraan, nondiskriminasi, dan menjadikan hukum sebagai landasan operasional dalam menjalankan system penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
86
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
Melihat kompleksitas permasalahan masalah yang dihadapi oleh perempuan secara umum, dan khususnya terhadap LKKBH yang berhubungan erat dengan segmen sosial perempuan. Maka seharusnya program LKKBH di masa yang akan datang dirancang berdasarkan aspek-aspek di bawah ini: 1. Pendampingan & Advokasi 2. Pendidikan, Kajian, dan Penelitian 3. Pelayanan dan Pemulihan 4. Penguatan Jaringan, Informasi, dan Dokumentasi PENUTUP Dalam merespon bari berbagai bentuk permasalahan dan kenyataan yang ada serta berdasarkan kepada kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh LKKBH saat ini, maka program pendampingan, pendidikan, kajian, penelitian, pelayanan, pemulihan, penguatan jaringan, informasi dan dokumentasimesti diprogram untuk dimasa yang datang. Dengan demikian prosespemberdayaan perempuan betul-betul dirasakan manfa’atnya ter utama bagi orang-orang yang mempergunakan jasa-jasa LKKBH ini. Semoga...jaya ENDNOTES Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur`an, Jakarta: Paramadina, 2001, hal. 33 1
Ibid hal.34 Didi Kusnadi, Bantuan Hukum Dalam Islam, ( Bandung: Pustaka Setia, 2012), Cet, ke- 1, h. 47-48 3 Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, Jakarta : LP3S, 1988, hlm : 13 4 Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983, hlm 13-14 5 Ibid, hlm 21 6 Ibid, hlm 27. 2
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2004, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka, Yogyakarta: BPS. Buyung Nasution, Adnan, 1988, Bantuan Hukum di Indonesia, Jakarta : LP3S. Budiarto, M, Saleh K. Wantjik, 1981, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia. Edwards, 2008, Violence against Women as Sex Discrimination: Evaluating the Policy and Practice of the UN Human Rights Treaty Bodies.
87
Dahyul Daipon, Peran Lembaga LKKBH STAIN Bukittinggi ...
Hamzah, Andi, 1985, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia. Hastuti, dkk, 2003, Buku II Upaya Penguatan Usaha Mikro dalam Rangka Peningkatan Ekonomi Perempuan. Jakarta Lembaga Penelitian S meru & Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Hadiz, Liza dan Eddyono, Sri Wiyanti, 2003, Pembakuan Peran Gender dalam Kebijakan-kebijakan di Indonesia, LBH APIK Jakarta. H. A. Arto, Murti, 2005, Praktik Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. Ke-VI. Ismawan, Bambang, 2003, Partisipasi dan Dimensi Keswadayaan: Pengalaman LSM. Jaksa Agung RI, 1976, Pemberian Bantuan Hukum Oleh Fakultas Hukum Negeri dan Penegakkan Hukum dalam Pemberian Bantuan Hukum Oleh Fakultas Hukum Negeri, Jakarta: Departemen Penerangan RI. L.J, Moleong, (2004). Metodologi penelitian kualitatf Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Kapoor, Ratna, 1997, Feminist Legal Theory and Practice, Manual Training, APWLD. Kusnadi, Didi, Bantuan Hukum Dalam Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2012, Cet, ke- 1 Mertokusumo, Sudikno, 1984, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Yogyakarta: Liberty. Mujahidin, Ahmad, 2008, Pembaharuan Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama dan Mahkamah Syariah di Indinesia, Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia. M.B Miles, & A.M. Huberman, 1994. Qualitative data analysis. London: SAGE. Membangun Keswadayaan Masyarakat. Diakses, tanggal 19 Juli 2006, www. ekonomirakyat.org/edisi15. Nasaruddin Umar, 2001, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur`an, Jakarta: Paramadina. Prodjohamidjojo, Martiman, 1982, Penasihat dan Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta: Ghalis Indonesia Patton, M. Q, 1982, Qualitative evaluation methods. London: Sage Publications. Sunggono, Bambang, Harianto, Aries, 1994, Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Bandung: Mandar Maju. S. Lev, Daniel, 1990, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, LP3ES. 88
Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2014
Susanto, Hari, 2006, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan, Tinjauan Historis Era Orde Baru. Jakarta: Khanata Pustaka LP3S. Simorangkir, J.S.T. dan kawan-kawan, 1987, Kamus Hukum, Jakarta: Aksara Baru. Soekanto, Soerjono, 1983, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis. Jakarta : Ghalia Indonesia. Sejarah UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan pembakuan Peran Gender dalam Perspektif Perempuan, 2000, Laporan Penelitian, LBH APIK Jakarta. Winarta, Frens Hendra, 1995, Advokat Indonesia, Citra, Idealisme, dan Keprihatinan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Walas, Lasdian, Cakrawala Advokat Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1980, Cet. Ke-1 Wahid, Marzuki, 2009, Perempuan dalam Hukum Perkawinan Indonesia, Materi Presentasi pada Konsultasi Nasional Reformasi Hukum Keluarga, Komnas Perempuan. W. Kusumah, Mulyana (ed), 2008, Paralegal dan Akses Masyrakat terhadap Keadilan, Pustaka UI. Yusuf Amir, Ari, 2008, Strategi Bisnis Jasa Advokat, Yogyakarta: Nafila. Y.S & Guba, Lincoln, (1985), 2008, Naturalistic inquiry. London: Sage Publication LBH Malang, Tekhnik Advokasi. Zainah, Anwar, 2009, Wanted; Equality and Justice in the Muslim Family, Musawah.
89