Rekaracana Jurnal Online Institute Teknologi Nasional
© Jurusan Teknik Sipil Itenas | No.x | Vol xx Agustus 2014
Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta RIZAL MUHAMMAD ANSHORI1, HERMAN2 1
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional Email :
[email protected] ABSTRAK
Keberadaan pusat kegiatan pembangunan, ekonomi serta laju pertumbuhan penduduk di sekitar kabupaten-kota wilayah Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta mencerminkan kondisi variasi sosiol dan ekonomi yang beranekaragam. Nilai β diperlukan untuk memperkirakan arus sebaran pergerakan dimasa yang akan datang. Hasil data dianalisis dengan metode sintetis untuk mendapatkan gambaran pergerakan aktual. Kemudian data dibentuk model sebaran pergerakan menggunakan model Double Constraint Gravity Model (DCGR).Dengan menggunakan nilai β yang didapat secara empiris maka didapat nilai β aktual. Nilai β ini digunakan untuk menggambarkan sebaran pergerakan yang dibandingkan dengan matriks asal tujuan daerah Jawa Tengah serta D.I Yogyakarta. Kata Kunci : Pemodelan Transportasi, Pertumbuhan penduduk, Asal Tujuan Transportasi Nasional. ABSTRACT
The existence of the center for economic development, activities as well as the rate of population growth around the city-county area of Central Java province and Yogyakarta reflectdiverse in social and economic conditions. The value of β is required to estimate the current spread of the movement in the future. The data analyzed by synthetic method to get an overview of the actual movement. Then data distribution model was formed using a Double Constraint model movement of the Gravity Model (DCGR). The actual value of β is obtained by using the value of β that btained empirically. The value of β is used to describe the distribution of movement compared to the original matrix destination area of Central Java and Yogyakarta. Keywords: Transportation Modeling, Transportation Origin Destination.
population
Rekaracana – 1
growth,
the
National
Rizal Muhammad Anshori, Herman
1. PENDAHULUAN Banyak negara sedang berkembang menghadapi permasalahan transportasi. Permasalahan yang terjadi bukan saja disebabkan oleh terbatasnya sistem prasarana dan sarana transportasi yang ada, tetapi sudah ditambah lagi dengan permasalahan lainnya. Perkembangan teknologi transportasi ini dituntut agar transportasi dapat berlangsung secara aman, cepat, nyaman, lancar, serta ekonomis dari segi waktu dan biaya yang sesuai dengan lingkungan. Perkembangan transportasi dapat berubah dengan dilakukannya perubahan sistem transportasi, yang jelas akan mengubah aksesibilitas dari zona tersebut. Untuk mengetahui besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan dimasa yang akan datang, diperlukan data arus lalulintas saat ini dan koefisien hambatan. Yang dikenal dengan β. Untuk mengetahui besaran nilai β dimasa yang akan datang maka dilakukan kajian dalam sebuah tugas akhir berjudul Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah serta D.I Yogyakarta. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matriks Asal Tujuan (MAT) Total jumlah perjalanan dalam suatu area studi selama periode waktu tertentu, dapat digunakan sebagai indikator kebutuhan transportasi. Salah satunya adalah dalam bentuk matriks asal tujuan (MAT). Contoh matriks asal tujuan pada Tabel 2.1 Tabel 1. Bentuk matriks asal tujuan (MAT) Zona
O1
O2
O3
Dst
N
Oi
D1
T11
T12
T13
...
TN1
D1
D2
T21
T22
T23
...
TN2
D2
D3
T31
T32
T33
...
TN3
D3
Dst
...
...
...
...
…
...
N
TN1
TN2
TN3
…
TNN
…
Sumber: Tamin, 2008
Baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga setiap sel matriks menyatakan besarnya pergerakan dari zona asal ke zona tujuan. Notasi Oi menyatakan jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i sedangkan Dd menyatakan jumlah pergerakan yang menuju ke zona d. Sel pada diagonal menunjukan pergerakan intrazona. Notasi T menyatakan total matriks sedangkang N adalah jumlah zona. Notasi Tid menyatakan besarnya arus pergerakan (kendaraan, orang, barang) yang bergerak dari zona asal i ke zona tujuan d selama periode waktu tertentu. Beberapa kondisi harus dipenuhi, diantaranya seperti: Total sel matriks untuk setiap baris i harus sama dengan jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i tersebut (Oi) Total sel matriks untuk setiap kolom d harus sama dengan jumlah pergerakan yang menuju ke zona tujuan d(Dd)
Reka Racana – 2
Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
2.2 Model Gravity (GR) Metode ini berasusmsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan juga dengan aksebilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu, atau pun biaya. Newton menyatakan bahwa (Fid) gaya tarik atau tolak antara dua kutub massa berbanding lurus dengan massanya, mi dan md, dan berbanding terbalik kuadratis dengan jarak antara kedua massa tersebut. Model UCGR Model ini sedikitnya mempunyai satu batasan, yaitu total pergerakan yang dihasilkan harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap bangkitan pergerakan. Model ini bersifat tanpa-batasan, dalam arti bahwa model tidak diharuskan menghasilkan total yang sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona yang diperkirakan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model tersebut dapat dituliskan sebagai: Tid = Oi . Dd . Ai . Bd . f(Cid) (1) Ai = 1 untuk seluruh i dan Bd = 1 untuk seluruh d.
Oi, Dd= faktor bangkitan pergerakan f(Cid)= faktor penghambat transportasi, jarak, waktu, biaya Ai, Bd= faktor penyeimbang Model PCGR Dalam model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan yang dihasilkan dengan permodelan ; begitu juga, bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan pergerakan yang diinginkan. Akan tetapi, tarikan pergerakan tidak perlu sama. Untuk jenis ini, model yng digunakan persis sama dengan persamaan dibawah, tetapi dengan syarat batas yang berbeda, yaitu
Bd = 1 untuk seluruh d dan Ai=
untuk seluruh i
Model ACGR Dalam hal ini, total pergerkan secara global harus sama dan juga tarikan pergerakan yang didapat dengan pemodelan harus sama dengan hasil tarikan pergerakan yang diinginkan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan yang didapat dengan pemodelan tidak harus sama. Untuk jenis ini, model yang digunakan persis sama dengan persamaan PCGR, tetapi dengan syarat batas yang berbeda, yaitu
Ai = 1 untuk seluruh i dan Bd=
untuk seluruh d.
Model DCGR Dalam hal ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Model yang digunakan persis sama dengan persamaan PCGR , tetapi dengan syarat atas :
Bd=
untuk semua d dan Ai =
Rekaracana – 3
untuk semua i
Rizal Muhammad Anshori, Herman
Kedua faktor penyeimbang (Ai dan Bd) menjamin bahwa total ‘baris’ dan ‘kolom’ dari matriks hasil pemodelan harus sama dengan total ‘baris’ dan ‘kolom’ dari matriks hasil bangkitan pergerakan. 2.3 Root Mean Square Error (RMSE) Indikator uji statistik RMSE adalah suatu indikator kesalahan yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antar pasangan nilai sel MAT yang dapat didefinisikan pada rumus: RMSE =√∑ ∑
̂
̅
N = Jumlah baris atau kolom matriks Tid = nilai sel matriks hasil model dan hasil observasi. 3. ISI DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah dan Menentuan Topik Studi Pustaka Pemilihan Lokasi Studi Pengumpulan Data MAT 2011 Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta dan data jarak antar kota dalam propinsi. Menentukan β Cari selisih nilai MAT model dengan MAT hasil pengamatan yang terkecil dengan merubah-rubah nilai β Membandingkan MAT model dengan MAT hasil pengamatan Buat grafik antara nilai RMSE dengan β agar terlihat mana nilai β yang paling kecil Didapat nilai β Kesimpulan dan saran Gambar 1. Diagram alir metode pelaksanaan penelitian.
Reka Racana – 4
(2)
Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
3.1 Pemilihan Lokasi Studi Kriteria yang ditetapkan untuk menentukan lokasi penelitian adalah daerah yang mempunyai sebaran pergerakan antar kota, sehingga daerah studi ini diharapkan mempunyai model perencanaan transportasi dan sebaran pergerakan yang terbaik sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan 3.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder Data-data sekunder yang diperlukan untuk penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu data jumlah Asal Tujuan Transpotasi Nasional 2011 (ATTN) untuk Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta dan data parameter sosial-ekonomi. Data jumlah Asal Tujuan Transportasi Nasional merupakan data yang didapat dari Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo). Untuk data parameter sosial-ekonomi seperti jarak antar kota dalam provinsi merupakan data yang didapat dari internet. 3.3 Indikator Uji Statistik Penaksiran MAT dari data arus lalu lintas yang dihasilkan dengan menggunakan pendekatan penaksiran model kebutuhan akan transportasi akan menghasilkan arus lalu lintas yang semirip mungkin dengan data arus lalulintas hasil pengamatan. Akan tetapi, hal yang terpenting di sini selain dari tingkat kemiripan dari arus lalu lintas yang dihasilkannya, juga tingkat kemiripan dari MAT hasil penaksiran jika dibandingkandengan MAT hasil pengamatan. Tingkat akurasi MAT hasil penaksiran sangatlah tergantung dari beberapa faktor seperti model kebutuhan akan transportasi yang digunakan, metode penaksiran, teknik pembebanan lalu lintas, data arus lalu lintas, dan beberapa faktor lainnya. 3.4 Sistem Zona Pada pemodelan jaringan jalan, zona dapat diartikan sebagai titik awal dan akhir suatu perjalanan. Dalam hal ini digunakan sitem zona batas wilayah administrasi dalam provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta. Dalam wilayah provinsi Jawa Tengah terdapat 30 kabupaten dan 7 kota besar. Tabel 2. Sistem Zona
No Zona
Kabupaten/ Kota
No Zona
Kabupaten / Kota
No Zona
Kabupaten / Kota
No Zona
Kabupaten / Kota
1
Cilacap
18
Jepara
10
Sukoharjo
27
Kota Surakarta
2
Purbalingga
19
Demak
11
Wonogiri
28
Kota Salatiga
3
Banjarnegara
20
Temanggung
12
Karanganyar
29
Kota Semarang
4
Kebumen
21
Kendal
13
Sragen
30
Kulon Progo
5
Purworejo
22
Batang
14
Blora
31
Bantul
6
Wonosobo
23
Pekalongan
15
Rembang
32
Gunung Kidul
7
Magelang
24
Pemalang
16
Pati
33
8
Boyolali
25
Tegal
17
Kudus
34
Sleman Kota Yogyakarta
9
Klaten
26
Brebes
Rekaracana – 5
Rizal Muhammad Anshori, Herman
3.5 Data Trip Generation Data Trip Generation dibagi menjadi 2 jenis. Trip Attraction dan Trip Production. Trip Attraction untuk pergerakan manusia, sedangkan Trip Production untuk pergerakan barang. Pada kasus ini digunakan jenis Trip Attraction. Tabel 3. Matriks Aksesibilitas Cid Jarak (km) No
Zona
Σ
No
Zona
Σ
1
Cilacap
7928
18
Jepara
5720
2
Purbalingga
6607
19
Demak
4414
3
Banjarnegara
5040
20
Temanggung
4243
4
Kebumen
6356
21
Kendal
4493
5
Purworejo
4977
22
Batang
5653
6
Wonosobo
5229
23
Pekalongan
5870
7
Magelang
3970
24
Pemalang
6534
8
Boyolali
4769
25
Tegal
7175
9
Klaten
4421
26
Brebes
7451
10
Sukoharjo
4982
27
Kota Surakarta
4532
11
Wonogiri
5511
28
Kota Salatiga
4361
12
Karanganyar
5022
29
Kota Semarang
3811
13
Sragen
5869
30
Kulon Progo
4434
14
Blora
7425
31
Bantul
4357
15
Rembang
6741
32
Gunung Kidul
5116
16
Pati
5533
33
Sleman
4058
17
Kudus
5028
34
Kota Yogyakarta
4091
3.6 Data Matriks Asal Tujuan (MAT) Hasil Pengumpulan data jumlah sebaran pergerakan merupakan data yang diperoleh dari informasi MAT kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah serta D.I Yogyakarta pada tahun 2011. Data jumlah pergerakan kendaraan Asal Tujuan Transportasi Nasional merupakan data yang didapat dari Departemen Perhubungan.
Reka Racana – 6
Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
Tabel 4. MAT Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta No
Zona
Σ
No
Zona
Σ
1
Cilacap
22769888,78
18
Jepara
19091109,14
2
Purbalingga
14434821,86
19
Demak
23309182,84
3
Banjarnegara
19376122,32
20
Temanggung
17262660,6
4
Kebumen
24048515,43
21
Kendal
19022948,74
5
Purworejo
20338358,77
22
Batang
13265314,86
6
Wonosobo
17555516,76
23
Pekalongan
20549997,19
7
Magelang
34207686,02
24
Pemalang
25195418,64
8
Boyolali
24827719,94
25
Tegal
37164294,71
9
Klaten
33345012,82
26
Brebes
27432892,62
10
Sukoharjo
20033185,88
27
Kota Surakarta
14282156,45
11
Wonogiri
20684691,87
28
Kota Salatiga
3951588,868
12
Karanganyar
34285150,78
29
Kota Semarang
30823361,89
13
Sragen
16494277,53
30
Kulon Progo
14529196,12
14
Blora
11144210,35
31
Bantul
30099126,62
15
Rembang
9074357,682
32
Gunung Kidul
22067087,2
16
Pati
21566214,93
33
Sleman
33985590,96
17
Kudus
17006503,88
34
Kota Yogyakarta
32879408,6
3.7 Data Jarak Antar Zona Hasil Pengumpulan data zona merupakan data statistik pada tahun 2011 yang diperoleh secara langsung dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah (dalam buku Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2011). Data Jarak antar zona di provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 4.2 serta Tabel 4.4
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Tabel 5. Data Bangkitan Pergerakan Penumpang Tahun 2011 (smp/jam) Kabupaten / Bangkitan Tarikan Kabupaten / Bangkitan No kota Pergerakan Pergerakan kota Pergerakan Cilacap 16.395.297 22.769.889 18 Jepara 21.547.327 Purbalingga 13.774.527 14.434.822 19 Demak 21.973.727 Banjarnegara 15.760.329 19.376.122 20 Temanggung 14.634.979 Kebumen 16.337.204 24.048.515 21 Kendal 15.486.551 Purworejo 13.020.520 20.338.359 22 Batang 12.048.735 Wonosobo 12.019.810 17.555.517 23 Pekalongan 19.417.840 Magelang 27.614.918 34.207.686 24 Pemalang 38.704.107 Boyolali 16.966.084 24.827.720 25 Tegal 27.054.878 Klaten 18.903.295 33.345.013 26 Brebes 20.692.763 Sukoharjo 16.913.908 20.033.186 27 Kota Surakarta 9.670.657 Wonogiri 15.306.094 20.684.692 28 Kota Salatiga 5.149.967 Karanganyar 15.782.604 34.285.151 29 Kota Semarang 34.195.707 Sragen 10.980.982 16.494.278 30 Kulon Progo 16.428.953 Blora 8.114.098 11.144.210 31 Bantul 7.787.924 Rembang 8.764.684 9.074.358 32 Gunung Kidul 14.063.123 Pati 16.835.111 21.566.215 33 Sleman 11.541.559 Kudus 17.815.922 17.006.504 34 Kota Yogyakarta 20.434.033
Rekaracana – 7
Tarikan Pergerakan 19.091.109 23.309.183 17.262.661 19.022.949 13.265.315 20.549.997 25.195.419 37.164.295 27.432.893 14.282.156 3.951.589 30.823.362 14.529.196 13.009.913 22.067.087 33.985.591 32.879.409
Rizal Muhammad Anshori, Herman
3.8 Fungsi Hambatan F(Cid) Dalam Fid ada hal yang harus diketahui yaitu Fid harus dianggap sebagai ukuran aksesibilitas (kemudahan) antara zona i dengan zona d. Jenis fungsi hambatan yang dapat digunakan dalam model gravity, yaitu: F(Cid) = Cid (fungsi pangkat) β= (3) Dimana Cid yang digunakan adalah matriks jarak. Total dari matriks Cid Jawa Tengah dan D.I Yogykarta adalah 157,1981 Maka β yang digunakan adalah
–
= 0,0127228
3.9 Model DCGR Dalam model DCGR, bangkitan dan tarikan pergeraan harus selalu sama dengan yang dihasilkan oleh tahapan bangkitan pergerakan. Model yang digunakan persis sama dengan persamaan (2.1). kedua faktor penyeimbang (Ai dan Bd) menjamin bahwa total ‘baris’ dan ‘kolom’ dari matriks hasil bangkitan pergerakan. Persamaan Ai dan Bd didapatkan secara berulang-ulang dan dapat dengan mudah dicek bahwa Tid sudah memenuhi batasan persamaan. Bd = 1 untuk seluruh d dan Ai = ∑ untuk seluruh i Ai =
= 22769888,78 hitung A1,A2 sampai seluruh data.
Total seluruh data = 23605157239 , kemudian dibagi 1 = 4,23636E-11 Maka didapat nilai Ai = 4,23636E-11 Setelah memasukan nilai β = 0,0127228, maka nilai Ai dan Bd harus sama dengan total pergerakan. Dalam arti nilai Ai dan Bd diulang sampai nilai nya tidak berubah lagi. Tabel 6. Nilai Ai dan Bd Peng ulang an
A1
A2
A3
A4
A5
B1
B2
B3
B4
B5
1
4,30E-11
8,20E-11
2,90E-15
6,90E-11
3,20E-11
1,00E+00
1,00E+00
1,00E+00
1,00E+00
1,00E+00
3
5,30E-10
1,00E-09
1,90E-09
9,50E-10
3,80E-10
5,10E-02
5,90E-02
5,60E-02
6,80E-02
9,60E-02
5
4,90E-10
9,30E-10
1,80E-09
9,90E-10
5,50E-10
3,20E-02
5,30E-02
8,90E-02
6,20E-02
7,90E-02
7
3,10E-10
6,40E-10
1,20E-09
6,00E-10
4,70E-10
4,60E-02
9,50E-02
1,80E-01
8,60E-02
9,00E-02
9
5,00E-10
9,50E-10
1,80E-09
1,00E-09
5,90E-10
3,30E-02
5,10E-02
8,10E-02
6,40E-02
8,40E-02
11
5,00E-10
9,50E-10
1,80E-09
1,00E-09
6,50E-10
3,10E-02
5,10E-02
8,70E-02
6,20E-02
7,60E-02
13
5,00E-10
9,50E-10
1,80E-09
1,00E-09
6,70E-10
3,10E-02
5,10E-02
8,70E-02
6,20E-02
7,40E-02
15
5,00E-10
9,50E-10
1,80E-09
1,00E-09
6,80E-10
3,10E-02
5,10E-02
8,70E-02
6,20E-02
7,30E-02
17
5,00E-10
9,50E-10
1,80E-09
1,00E-09
6,80E-10
3,10E-02
5,10E-02
8,70E-02
6,20E-02
7,30E-02
19
5,00E-10
9,50E-10
1,80E-09
1,00E-09
6,80E-10
3,10E-02
5,10E-02
8,70E-02
6,20E-02
7,30E-02
Reka Racana – 8
Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
3.10 Hubungan antara nilai β dengan RMSE Sebaran pergerakan dari data yang dihasilkan menggunakan pendeketan penaksiran model keburuhan akan transportasi akan menghasilkan sebaran pergerakan yang semirip mungkin dengan data hasil pengamatan. Setelah didapat nilai model dari β, maka RMSE dapat dihitung dengan cara: RMSE =√∑ ∑
(̂
–̅
)
(4)
N = Jumlah baris atau kolom matriks ̂ id dan ̅
= nilai sel matriks hasil model dan hasil observasi
Dengan nilai β = 0,0127228 RMSE = √
= 1370,13 Tabel 7. Hubungan antara β dan RMSE
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
β 0,00002 0,00018 0,00112 0,0035 0,0051 0,0061 0,0071 0,0081 0,0085 0,00901 0,00918 0,01051 0,01123 0,01272 0,01111 0,01125 0,01456
RMSE 6317 5963 4923 4134 3983 3860 3706 3510 3416 3281 3231 2733 2339 1370 2413 2329 3111
No 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
β 0,01658 0,01 0,013 0,014 0,015 0,016 0,017 0,018 0,019 0,021 0,022 0,023 0,024 0,025 0,026 0,027 0,0271
Rekaracana – 9
RMSE 5267 2951 1036 2488 3577 4633 5751 6999 8449 12339 15056 18558 23134 29175 37198 47897 49234
Rizal Muhammad Anshori, Herman
RMSE
β Gambar 2. Grafik hubungan β dengan RMSE
Dari grafik hubungan β dengan RMSE diatas didapat model: Tabel 8. Persamaan Model Tahap 1 2 3
Persamaan Y = 628883x+1
0,4369
2
Y = 6E + 07 x - 524527x 3
R2 0,7862
2
Y = 1E + 10x - 6E + 08x + 8E + 06x - 30799
0,9889
Dari ketiga persamaan diatas, model ketiga yang mempunyai R2 yang paling besar, yaitu Y = 1E + 10x3 - 6E + 08x2 + 8E + 06x – 30799. Untuk mendapatkan β dengan RMSE terkecil dilakukan diferensial dari persamaan tersebut. Dengan =0 Didapat x1 = 0,031 dan x2 = 0,00845. Dari hasil x1 dan x2 tersebut, maka β yang terkecil adalah 0.00845 dengan RMSE 2245,602. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari berbagai analisis pada bab-bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a) Berdasarkan hasil Pemodelan Sebaran Pergerakan, dapat disimpulkan bahwa: Model sebaran pergerakan di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan metode Double Constraint Gravity Model (DCGR) dengan jenis fungsi hambatan Cid Jarak Tid= Oi. Dd..Ai . Bd.exp(0,0127228.Cid ). b) Persamaan model didapat R2paling besar dengan persamaan Y = 1E + 10x3 - 6E + 8x2 + 8E + 06x – 30799. c) x1 dan x2 dari persamaan model adalah 0,031 dan 0,00845 d) maka β yang terkecil adalah 0.00845 dengan RMSE 2245,602.
Reka Racana – 10
Penentuan Koefisien Hambatan β Asal Tujuan Transportasi di Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta
DAFTAR RUJUKAN _______________, 2011, Jawa Tengah Dalam Angka 2011, Badan Pusat Statistik. _______________, 2011, Matriks Asal Tujuan Penumpang 2011 Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta Yogyakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Perhubungan. Tamin, O. Z.(2000), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Bandung, Institut Teknologi Bandung.
Rekaracana – 11