Modul ke:
Fakultas
Program Studi
www.mercubuana.ac.id
Pendidikan dan Kompetensi Rusmulyadi, M.Si.
Perspektif Islam tentang Pendidikan • Pendidikan meliputi keseluruhan tingkah laku manusia yang dlakukan demi memperoleh kesinambungan, pertahanan dan peningkatan hidup. Dalam bahasa agama, demi memperoleh ridla atau perkenan Allah. Sehingga keseluruhan tingkah laku tersebut membentuk keutuhan manusia berbudi luhur (akhlaqul karimah), atas dasar percaya (iman) kepada Allah dan tanggung jawab pribadi di hari akhirat. Karena itu pendidikan tidak terbatas hanya kepada pengajaran. Di sinilah peran penting orang tua dalam mendidik anak dalam kesehariannya.
• Pendidikan dalam Islam, hendaknya berkisar antara dua dimensi hidup, yaitu penanaman rasa taqwa kepada Allah SWT dan pengembangan rasa kemanusian kepada sesama. Penanaman taqwa sebagai dimensi pertama hidup ini dimulai dengan pelaksanaan kewajiban agama berupa ibadah-ibadah
• Nilai-nilai keagamaan pribadi yang amat penting dan harus ditanamkan kepada setiap anak didik dan oleh karenanya menjadi inti kegiatan pendidikan di antaranya adalah:
• Iman – Yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah. Jadi tidak cukup hanya percaya kepada adanya Allah, melainkan harus meningkat menjadi sikap mempercayai kepada adanya Allah dan menaruh kepercayaan kepadaNya.
• Islam – Sebagai kelanjutan adanya iman, maka sikap pasrah kepadaNya (yang merupakan makna asal perkataan arab “islam”, dengan meyakini bahwa apa pun yang datang dari Allah tentu mengandung hikmah kebaikan, yang tidak mungkin diketahui seluruh wujudnya oleh manusia yang dlaif.
• Ihsan – Yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimana pun kita berada. Oleh karenanya, maka kita harus berbuat, berlaku dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik mungkin dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengahsetengah dan tidak dengan sikap sekadarnya saja.
• Taqwa – Yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridlai Allah, dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridlai-Nya.
• Ikhlas – Yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh ridla Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin.
• Tawakkal – Yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah, dengan penuh harapan kepada-Nya dan keyakinan bahwa Allah akan kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena kita beriman kepada Allah, maka tawakkal adalah suatu kemestian.
• Syukur – Yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia Allah yang tak terbilang banyaknya, yang dianugerahkan Allah kepada kita.
• Sabar – Yaitu sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis mapun psikologis, karena keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Jadi sabar adalah sikap batin yang tumbuh karena kesadaran akan asal dan tujuan hidup, yaitu Allah SWT.
• Pendidikan tidak dapat dipahami sebatas pengajaran. Karena keberhasilan pendidikan tidak cukup diukur dengan hal-hal yang bersifat kognitif atau pengetahuan tentang suatu masalah semata. Justru yang lebih penting bagi umat Islam ialah seberapa jauh tertanam nilai-nilai kemanusian yang mewujud nyata dalam tingkah laku dan budi pekertinya sehari-hari. Dan perwujudan nyata nilainilai tersebut dalam tingkah laku dan budi pekerti seharihari akan melahirkan budi luhur atau akhlaqul karimah. • Nilai-nilai kemanusian yang harus ditanamkan dalam pendidikan di antaranya adalah:
• Silaturahmi (shilat al-rahm) – Yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga dan seterusnya. Di antara sifat utama Allah adalah kasih sayang (rahm, rahmah). Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya, agar Allah cinta kepadanya. “Kasihilah kepada orang di bumi, maka Allah yang ada di langit akan kasih kepadamu”
• Persaudaraan (ukhuwah) – Yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesama kaum beriman (biasa disebut ukhuwah islamiyah), seperti disebutkan, dalam Al-Qur’an (surat al-Hujurat, 49: 10-12), yang intinya ialah hendaknya kita tidak mudah merendahkan golongan yang lain, kalau-kalau mereka itu lebih baik daripada kita sendiri, tidak saling menghina, saling mengejek, banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain, dan suka mengumpat (membicarakan keburukan seseorang yang tidak ada di depan kita).
• Persamaan (al-musawah) – Yaitu pandangan bahwa semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan atau pun kesukuannya, dan lain-lain, adalah sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendah manusa hanya ada dalam pandangan Allah yang tahu kadar ketaqwaan seseorang (QS. Al-Hujurat, 49: 13)
• Adil (adl) – Yaitu wawasan yang seimbang dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang, dan seterusnya. Jadi tidak secara apriori menunjukkan sikap positif atau negatif.
• Baik sangka (husn-uzh-zhann) – Yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama manusia, berdasarkan ajaran agama bahwa manusia itu pada asal dan hakekat aslinya adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atas fithrah atau kejadian asal yang suci.
• Rendah hati (tawadlu) – Yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemulian hanya milik Allah, maka tidak sepantasnya manusia “mengklaim” kemulian itu kecuali dengan pikiran yang baik dan perbuatan yang baik, yang itu pun hanya Allah yang akan menilainya (QS. Fathir, 35: 10).
• Tepat janji (al-wafa’) – Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji (QS. Al-Baqarah, 2: 177).
• Lapang dada (insyirah) – Yaitu sikap penuh kesediaan menghargai orang lain dengan pendapat dan pandangan-pandangannya. Sikap terbuka dan toleran serta kesediaan bermusyawarah secara demokratis terkait erat sekali dengan lapang dada ini
• Dapat dipercaya (al-amanah) – Salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau kepribadian diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khianat (khiyanah) yang amat tercela.
• Perwira (‘iffah atau ta’affuf) – Yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong (jadi tetap rendah hati), dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan orang lain dan mengharapkan pertolongannya (QS. Al-Baqarah: 273)
• Hemat (qawamiyah) – Yaitu sikap tidak boros (israf) dan tidak pula kikir (qatr) dalam menggunakan harta, melainkan sedang (qawam) antara keduanya (QS. Al-Furqan, 25: 67). Orang yang boros digambarkan Al Qur’an sebagai teman setan (QS. al-Isra, 17: 26)
• Dermawan (al-munfiqun, menjalankan infak) – Yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesedian yang besar untuk menolong sesama manusia, terutama mereka yang kurang beruntung dengan mendermakan sebagian dari harta benda yang dikaruniakan dan diamanatkan Allah kepada mereka. Sebab manusia tidak akan memperoleh kebaikan sebelum mendermakan sebagian harta benda yang dicintainya itu (QS. Ali Imran, 3: 17 dan 93).
Terima Kasih Rusmulyadi, M.Si.