PENDEKATAN KEPUTUSAN TAKTIS (TACTICAL DECISION) UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN PENDEKATAN EKOSISTEM DI KAWASAN TAMAN WISATA PERAIRAN GILI MATRA
MADE AYU PRATIWI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical Decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014 Made Ayu Pratiwi NIM C252130476
ii
RINGKASAN MADE AYU PRATIWI. Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical Decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan LUKY ADRIANTO. Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan kawasan konservasi yang terletak di Desa Gili Indah, Lombok Utara yang memiliki potensi jenis ekosistem dan sumberdaya ikan. Potensi ini memberikan peluang pemanfaatan sumberdaya dalam kegiatan perikanan dan wisata. Kegiatan penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab dan kegiatan wisata menyebabkan kerusakan ekosistem yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kelestarian sumberdaya ikan. Keberadaan dan kelestarian sumberdaya ikan merupakan salah satu kunci keberhasilan pengelolaan perikanan di TWP Gili Matra. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai hubungan kegiatan wisata terhadap kegiatan perikanan, kajian kebutuhan ruang ekologis, dan kajian pengelolaan perikanan melalui pendekatan ekosistem (EAFM) di kawasan TWP Gili Matra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi wisata perikanan, mengestimasi kebutuhan ruang ekologis, mengevaluasi kondisi perikanan melalui indikator EAFM, dan merumuskan strategi dan langkah taktis pengelolaan perikanan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei hingga Juni 2014 di kawasan TWP Gili Matra. Analisis korelasi dilakukan pada jumlah wisatawan terhadap jumlah nelayan, persentase tutupan karang terhadap kelimpahan ikan dan BOD terhadap persentase tutupan karang. Pengamatan ekosistem terumbu karang dilakukan dengan teknik foto kuadrat, ikan terumbu menggunakan metode visual sensus, kualitas perairan melalui pengukuran langsung (suhu, kedalaman, pH, salinitas, DO dan BOD), dan kondisi nelayan dan wisatawan melalui penelusuran data sekunder. Analisis kebutuhan ruang ekologis perikanan dilakukan dengan menggunakan data ikan tangkapan yang diperoleh dari Desa Gili Indah. Penilaian kondisi perikanan menggunakan indikator EAFM dilakukan dengan metode pengukuran langsung, wawancara, dan intepretasi data sekunder. Korelasi antara jumlah wisatawan dan jumlah nelayan sangat kuat sebesar 0.87. Nilai korelasi antara tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu sebesar 0.15 (lemah). Nilai korelasi pada BOD dan tutupan terumbu karang bernilai negatif sebesar -0.16 yang berarti jika terjadi kenaikan BOD maka akan menurunkan tutupan terumbu karang. Kebutuhan ruang (EF) untuk kegiatan perikanan sebesar 0.05 km2 dan luas perairan TWP Gili Matra (BC) sebesar 18.97 km2. Kondisi ini disebut sebagai undershoot yang artinya pemanfaatan EF perikanan masih lebih kecil dari luasan lahan yang tersedia. Hasil evaluasi indikator didapatkan nilai rata-rata indeks agregat indikator EAFM sebesar 193. Hal ini berarti bahwa kondisi kawasan TWP Gili Matra termasuk dalam kategori sedang. Strategi pengelolaan dilakukan pada indikator sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknologi penangkapan ikan, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Langkah taktis dibuat agar dapat mengimplementasikan strategi yang telah ditetapkan. Kata kunci: Perikanan, tactical decision, TWP Gili Matra, wisata
iii
SUMMARY MADE AYU PRATIWI. Tactical Decision in Ecosystem Approach to Fisheries Management in Gili Matra Aquatic Park. Supervised by YUSLI WARDIATNO and LUKY ADRIANTO. Gili Matra Aquatic Park is a conservation area located in Gili Indah Village, North Lombok. It is one of marine protected areas that has a wide range of potential resources, i.e. fish resources and ecosystems. The potency of fish resources and marine ecosystems is utilized in fisheries and tourism activities. Non responsible fisheries and tourism activities can cause ecosystem degradation and fish extinction. The existence and preservation of fish resources is the main key to successful fisheries management in Gili Matra. Therefore, it is necessary to study the relationship of tourism and fisheries, ecological footprint, and ecosystem approach to fisheries management. The study was aimed to estimated the correlation between tourism and fisheries, to estimated sustainability of fisheries, and to formulated strategy and tactic in fisheries management plan. This study was conducted from May - June 2014 in Gili Matra Aquatic Park. Correlation analysis performed by several parameters, i.e the number of tourists to the number of fisherman, the percentage of coral cover to the abundance of fish, and BOD to the percentage of coral cover. Coral reef ecosystems survey was done by photo quadratic method, coral reef fish survey by visual sensus method, water condition by direct measurement (temperature, depth, pH, salinity, DO, and BOD) and also fishermen and tourists condition by collected secondary data. Ecological footprint for fisheries analysis performed by using fish catches data from Gili Indah village. Assessment of fishery conditions using indicators EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management) conducted by a direct measurement method, interview, and secondary data interpretation. Correlation beetwen the number of tourists and the number of fishermen have a very strong correlation value of 0.87. Correlation between coral cover and coral reef fish abundance is very low at 0.09. Correlation values between BOD and coral cover is negative (-0.16). It means, if there is an increasing of BOD, there will be coral cover decreasing. Ecological footprint in the Gili Matra is equal to 0.05 km2. Compared with 18.97 km2 water area of Gili Matra, so this refer to undershoot. Using EF fishery is still smaller than the available area and the resources can reproduce and maintain its ecological functions. Evaluation indicators of fisheries show an average index of aggregate indicator value is equal to 193. It means, the condition of Gili Matra Aquatic Park included in the medium category. The management strategy in Gili Matra Aquatic Park consist of the strategy for fish, habitat and ecosystem, fishing technology, economic, social, and institutional indicator. Tactical decisions made in order to implemented the management strategies that have been set. Keywords: Fisheries, Gili Matra Aquatic Park, Tactical decision, tourism
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
v
PENDEKATAN KEPUTUSAN TAKTIS (TACTICAL DECISION) UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN PENDEKATAN EKOSISTEM DI KAWASAN TAMAN WISATA PERAIRAN GILI MATRA
MADE AYU PRATIWI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc
Judul Tesis
Nama NIM
: Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra : Made Ayu Pratiwi : C252130476
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Luky Adrianto, MSc Anggota
Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Luky Adrianto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 08 September 2014
Tanggal Lulus:
ii
PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical Decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra”. Penelitian ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing I dan Dr Ir Luky Adrianto, MSc selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis. 2. Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc selaku dosen penguji tamu serta Dr Yonvitner, SPi, MSi selaku Sekretaris Program Studi yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan tesis ini. 3. Keluarga tercinta: Bapak, Ibu, Kak Agus, Adek Yogi, Kakek, Nenek, Tuayah, Tunini dan Joka. 4. Pihak BKKPN Kupang hhusunya Pak Yesaya, Pak Lubis, Mbak Niramaya, Pak Hazmi, Pak Ayat dan seluruh Staf Satker Gili Matra. 5. Pihak DPPKKP khususnya Pak Wayan. 6. Pihak Desa Gili Indah Khususnya Kades, Sekdes, Kadus Gili Meno, Trawangan dan Ayer. 7. Pihak WCS khususnya Bang Tasrif, dan Bang Hasbi. 8. Warga Gili Indah khususnya Pak Tarpo, Mas Zaki dan Mbak Padiah. 9. Warga IP: Perdana, Bli Manu, Bli Yoga, dan Bli Giri. 10. Teman terbaik: Putri, Tamimi, Debby, Ayu, dan Dirga. 11. Teman seperjuangan: Mas Fery, Kak Aluh, Selvia, Niken, Allsay, Gilang, Tyas, Novita, Arni, Bang Rifqi, Bang Rika, Pak Anto, Mbak Ditha, Mbak Riana, dan seluruh teman MSP 46 dan SPL 2012 dan 2013 atas segala doa, kasih sayang, dan bantuanya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam mendukung pengambilan kebijakan, khususnya pada daerah TWP Gili Matra dan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat.
Bogor, Oktober 2014 Made Ayu Pratiwi
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 2. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 2.2 Jenis dan Sumber Data 2.3 Tahapan Penelitian 2.4 Teknik Pengumpulan Data 2.5 Alat dan Bahan 3. ANALISIS DATA 3.1 Partisipatory Fishing Ground Mapping 3.2 Terumbu Terumbu 3.3 Ikan Karang 3.4 Analisis Korelasi 3.5 Kebutuhn Ruang Ekologis (Ecological Footprint) 3.6 Analisis Data Indikator EAFM 3.7 Pendekatan Keputusan Taktis 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 4.3 Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan 4.4 Ekosistem Terumbu Karang 4.5 Analisis Korelasi 4.6 Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint) 4.7 Penilaian Perikanan di TWP Gili Matra Menggunakan Indikator EAFM 4.8 Analisis Flag Modeling 4.9 Keputusan Taktis (Tactical Decision) 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA
vii viii ix 1 1 3 4 5 6 6 6 7 9 11 11 11 11 12 12 13 14 18 19 19 22 24 25 29 30 33 37 37 42 42 42 42
iv vii
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9. 10.
11. 12. 13.
14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Aspek, variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Trophic level beberapa jenis ikan di perairan TWP Gili Matra Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain sumberdaya ikan, dan habitat dan ekosistem Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain Teknologi penangkapan ikan, ekonomi, dan sosial Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain kelembagaan Visualisasi model bendera untuk indikator EAFM Jenis ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Gili Ayer Jenis alat tangkap dan dugaan hasil tangkapan responden nelayan di TWP Gili Matra Kondisi fisika kimia perairan pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra Tutupan terumbu karang keras hidup, karang mati, biota lain, alga, dan abiotik pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi ikan terumbu Pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra Nilai korelasi pearson dan spearman rank pada parameter jumlah wisatawan, jumlah nelayan, terumbu karang kelimpahan ikan, dan BOD Produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Desa Gili Indah (20122013) Kebutuhan ruang ekologis sistem perikanan di Desa Gili Indah Perbandingan kebutuhan ruang ekologis perikanan dengan daerah lain Analisis komposit domain sumberdaya ikan Analisis komposit domain habitat dan ekosistem Analisis komposit domain teknologi penangkapan ikan Analisis komposit domain ekonomi Analisis komposit domain sosial Analisis komposit domain kelembagaan Indeks komposit agregat indikator EAFM pada setiap domain di TWP Gili Matra Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra (Lanjutan)
7 11 14 15 16 17 18 20 23 25 26 28
29 30 31 31 33 34 35 35 36 36 37 40 41
v viii
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
11. 12. 13. 14. 15. 16.
Persentase tutupan terumbu karang hidup di TWP Gili Matra (Husni 2001; Sirait 2007; Kartawijaya et al. 2012) Kerangka pemikiran penelitian Peta lokasi penelitian (KP3K-KKP 2013) Tahapan penelitian pada aspek Partisipatory fishing ground mapping Tahapan penelitian pada aspek tekanan wisata Tahapan penelitian pada aspek kebutuhan ruang ekologis Tahapan penelitian pada aspek penilaian indikator EAFM Metode foto kuadrat (KP3K-KKP 2013) Kunjungan wisatawan ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika 2013; Unpublished Data) Kunjungan wisatawan mancanegara, dan wisatawan nusantara ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika 2013; Unpublished data) Sebaran umur responden nelayan di TWP Gili Matra Komposisi tingkat pendidikan responden nelayan di TWP Gili Matra Peta kesesuaian daerah penangkapan ikan di TWP Gili Matra Komposisi famili ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra Kelimpahan ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra Perbandingan EF dan BC secara diagramatik
4 5 6 8 8 9 9 10
21
22 22 23 24 27 27 32
ix vi
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Ukuran rata-rata, Lm, dan panjang maksimal ikan hasil tangkapan Jenis ikan, dan status IUCN ikan hasil tangkapan di TWP Gili Matra Kepadatan jenis ikan terumbu pada stasiun pengamatan di TWP Gili Matra Nilai parameter kualitas perairan, lamun, mangrove, dan terumbu karang di TWP Gili Matra Persentase ukuran ikan target (dibawah Lm) yang didaratkan di TWP Gili Matra Nilai parameter ekonomi nelayan di TWP Gili Matra Konflik pemanfaatan sumberdaya di TWP Gili Matra Pengambilan data dan kondisi biorock di stasiun pengamatan terumbu karang Transek kuadrat pada stasiun pengamatan terumbu karang Kondisi ikan terumbu pada stasiun pengamatan terumbu karang Kuisioner rumah tangga perikanan Kuisioner indikator kelembagaan Partisipasi pemangku kepentingan dalam kegiatan pengelolaan perikanan di TWP Gili Matra Pelanggaran terhadap peraturan formal dan informal di TWP Gili Matra
48 48 49
49 50 50 50 51 51 52 53 59 65 65
1
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan kawasan konservasi yang terletak di Desa Gili Indah, Lombok Utara. TWP Gili Matra terdiri dari pulau Gili Meno, Gili Trawangan dan Gili Air. TWP Gili Matra dikelola oleh sebuah Unit Pelaksana Teknis yang dibentuk oleh Direktorat Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan nama Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) yang berkedudukan di Kupang, NTT. TWP Gili Matra memiliki potensi berbagai macam jenis ekosistem dan sumberdaya ikan. Ekosistem yang terdapat di kawasan TWP Gili Matra adalah ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang. Jenis ikan yang tertangkap di Gili Matra terdiri dari ikan karang, pelagis kecil, pelagis besar, dan moluska (cumi-cumi, sotong, dan gurita) dengan keanekaragaman jenis ikan tangkapan mencapai sekitar 48 jenis (Kartawijaya et al. 2012). Jenis ikan tersebut berupa ikan Angke, Badongan, Balang-balang, Baraksipa, Baronang, Bebideng, Bebilok, Benggulung, Bengkal, Bengkunis, Buah-buah, Cakalang, Conde, Cumi-cumi, Ekor kuning, Empak rembilok/melela, Sulir, Geranggang, Gurita, Hiu, Jenggot, Kakap, Kasap, Kerapu, Korsok, Kuning Elong, Lauro, Layang, Lelah, Lembireng, Marjung, Membilok, Membireng, Mogong/parot fish, Oras, Pari, Pasok, Penambak, Pogot, Rumak-rumak, Semadar, Sotong, Sunu, Tambak-tambak, Teri, Terinjang, Tongkol, dan Tuna (Kartawijaya et al. 2012). Keanekaragaman jenis ikan ini memberikan peluang pemanfaatan sumberdaya dalam kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan yang terdapat di kawasan TWP Gili Matra adalah kegiatan perikanan tangkap. Husni (2001), menyatakan bahwa di TWP Gili Matra saat ini dikembangkan kegiatan wisata bahari dan tempat nelayan untuk memperoleh pendapatan dari menangkap ikan sebagai mata pencaharian pokok. Keindahan ekosistem (terumbu karang, lamun dan mangrove), keanekaragaman jenis ikan, dan keindahan pantai di Gili Matra juga mendatangkan manfaat langsung dari aktivitas wisata bahari. Konsep wisata bahari mencakup berbagai kegiatan pariwisata, hiburan, dan berorientasi rekreasional yang terjadi di zona pesisir dan perairan pesisir lepas pantai (Hall 2001). Status Taman Wisata Perairan juga membuat permintaan wisata pada wilayah TWP Gili Matra meningkat. Sejak dinyatakan sebagai kawasan konservasi Tahun 1993, kegiatan pariwisata telah berkembang dengan pesat, dan disisi lain menyebabkan degradasi ekosistem (Suana dan Ahyadi 2012). Kenaikan jumlah wisatawan tersebut dapat meningkatkan devisa negara dan pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata. Kegiatan wisata di TWP Gili Matra juga mendatangkan keuntungan ekonomi masyarakat lokal, namun di sisi lain juga memunculkan dampak terhadap lingkungan (kondisi fisik, kimia, biologis), sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat. Perkembangan kegiatan wisata bahari memicu perkembangan pembangunan wilayah pesisir, seperti hotel, restoran, sarana transportasi, dan perusahan penyedia sarana wisata. Perkembangan pembangunan di wilayah pesisir ini dapat menyebabkan penurunan kualitas sumberdaya lingkungan pesisir
2
akibat pencemaran dari limbah buangan. Banyak situs wisata ditandai dengan perkembangan pembangunan infrastruktur, suprasturktur dan fasilitas yang secara cepat atau lambat akan menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan, sehingga menciptakan situasi kritis (Casagrandi et al. 2002). Seiring dengan perkembangan wisata bahari juga mengakibatkan dampak terhadap pekerjaan masyarakat, seperti banyak nelayan yang beralih profesi menjadi pekerja wisata. Jumlah nelayan yang berkurang ini nantinya akan mempengaruhi jumlah produksi ikan hasil tangkapan. Hal ini nantinya akan mempengaruhi pola konsumsi ikan masyarakat di kawasan TWP Gili Matra, sehingga diperlukan kajian kebutuhan ruang ekologis (ecological footprint) perikanan untuk dapat menduga daya dukung perikanan berdasarkan pola konsumsi masyarakat di kawasan tersebut. Wackernagel dan Ress (1996) mendefinisikan ecological footprint (EF) sebagai area dari ruang produktif ekologi dalam beberapa kelas (termasuk area laut) yang akan diperlukan pada basis keberlanjutan, yaitu untuk menyediakan semua konsumsi energi dan material sumberdaya dan untuk menyerap semua limbah yang dibuang oleh populasi dengan teknologi yang digunakan. Analisis ruang ekologis (Ecological Footprint Analysis) perikanan merupakan analisis yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan kawasan untuk menerima beban akibat pemanfaatan oleh manusia. Ecological Footprint memberikan perkiraan jumlah dampak akibat produksi biofisik dan kapasitas limbah yang diakibatkan oleh gaya hidup manusia (Hunter dan Shaw 2005). Pengelolaan perikanan merupakan semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (KKP 2012). Pengelolaan perikanan berkelanjutan dapat dicapai melalui pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management). Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) merupakan sebuah konsep yang menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan) dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan, informasi dan ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan (KKP 2012). Pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dapat dilakukan melalui pendekatan indikator lingkungan. Pengelolaan berbasis ekosistem yang mengubah tujuan konservasi kedalam strategi pengelolaan dapat diukur menggunakan indikator untuk dapat mengatur kegiatan penggunaan manusia (Gavaris et al. 2005). Indikator secara sederhana didefinisikan sebagai sebagai sebuah alat atau jalan untuk mengukur, mengindikasikan, atau merujuk sesuatu hal dengan lebih atau kurang dari ukuran yang diinginkan (Gavaris 2009). Penelitian yang dilakukaan oleh Gavaris et al. (2005) menunjukan bahwa pengukuran indikator merupakan salah satu cara untuk menentukan strategi pengelolaan konservasi kegiatan perikanan di Kanada. Unal dan Franquesa (2010) juga melakukan penelitian tentang evaluasi perikanan skala kecil dengan
3
menggunakan indikator sosial-ekonomi. Strategi pengelolaan yang telah ditentukan dapat dirumuskan kedalam langkah-langkah taktis. Gavaris 2009 menyatakan bahwa pendekatan keputusan taktis (tactical decision) merupakan salah satu pendekatan yang merumuskan langkah-langkah taktis yang dapat dilakukan untuk mencapai strategi pengelolaan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penting dilakukan penelitian Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra. 1.2 Perumusan Masalah TWP Gili Matra merupakan salah satu kawasan konservasi perairan yang memiliki berbagai potensi sumberdaya, yaitu sumberdaya ikan dan ekosistem. Potensi ini mendatangkan pemanfaatan terhadap kawasan pada kegiatan wisata dan perikanan. Husni (2001), menyatakan bahwa di TWP Gili Matra saat ini dikembangkan kegiatan wisata bahari dan tempat nelayan untuk memperoleh pendapatan dari menangkap ikan sebagai mata pencaharian pokok. Terdapat 3 buah gugusan pulau yang terkenal dengan sebutan Gili Matra (Meno, Trawangan dan Air) yang saat ini merupakan daerah andalan wisata di Kabupaten Lombok Utara (DPPKKP 2011). Keindahan alam, keanekaragaman ikan dan ekosistem membuat permintaan terhadap kegiatan wisata di TWP Gili Matra meningkat. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke TWP Gili Matra telah mengalami peningkatan sebesar 4.6 kali, yaitu sebesar 83 175 orang Tahun 2000 menjadi 383 736 orang Tahun 2012 (BPS lombok Barat 2000 in Husni 2001; Dispar 2013 (Unpublished data)). Peningkatan jumlah wisatawan ini dapat mengakibatkan meningkatnya pembangunan infrastruktur wisata seperti hotel, restoran, penginapan dan perahu wisata. Solihin (2008), menyatakan bahwa dalam menunjang kegiatan pariwisata di TWP Gili Matra telah terjadi pengembangan pesat pengadaan sarana prasarana fasilitas wisata. Pickering dan Hill (2007), menyatakan bahwa rekreasi dan wisata telah mengakibatkan dampak terhadap Australian Protected Areas akibat infrastruktur dan aktivitas wisata. Pembangunan infrastruktur wisata ini akan meningkatkan jumlah limbah yang dibuang ke perairan yang akan menyebabkan penurunan kualitas perairan. Selain itu, peningkatan jumlah wisatawan juga menyebabkan peningkatan aktivitas wisata. Aktivitas wisata di TWP Gili Matra merupakan aktivitas wisata bahari, seperti diving, snorkling, dan wisata pantai yang dilakukan pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun. Aktivitas wisata bahari akan menyebabkan kerusakan terumbu karang jika dilakukan dengan tidak terkontrol. Jumlah wisatawan yang memuncak dan kegiatan snorkeling memberikan dampak terhadap terumbu karang akibat tendangan dan berdiri di atas karang (Hannak et. al 2011). (Menurut Husni (2001); Sirait (2007); Kartawijaya et al. (2012), telah terjadi penurunan persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 51.72 % selama dua belas tahun terakhir, yaitu dari 75.42 % pada Tahun 2000 menjadi 23.70 % pada Tahun 2012 (Gambar 1). Perkembangan sektor pariwisata ini juga telah memberikan dampak terhadap kondisi sosial di TWP Gili Matra. Peningkatan jumlah wisatawan telah memberikan peluang pekerjaan dan pendapatan di sektor pariwisata, sehingga
4
Tutupan Karang Hidup (%)
mengakibatkan banyak nelayan yang beralih profesi menjadi penyedia wisata. Kerusakan atau degradasi ekosistem terumbu karang dan beralihnya profesi nelayan menjadi penyedia wisata dikhawatirkan mampu menyebabkan penurunan produksi ikan hasil tangkapan dan perubahan pola konsumsi ikan masyarakat setempat. 80 60 40 20 0 2000
2006
2012
Tahun
Gambar 1. Persentase tutupan terumbu karang hidup di TWP Gili Matra Sumber: (Husni 2001; Sirait 2007; Kartawijaya et al. 2012) Berdasarkan pemaparan diatas, maka diperlukan kajian mengenai keterkaitan wisata-perikanan di kawasan TWP Gili Matra, kajian kebutuhan ruang ekologis (ecological footprint), dan perlu dilakukan upaya pengelolaan perikanan melalui pendekatan ekosistem untuk dapat menentukan strategi dan langkahlangkah taktis pengelolaan perikanan di kawasan TWP Gili Matra. Permasalahan diatas dirumuskan dengan: 1. Bagaimana hubungan kegiatan wisata dan perikanan di TWP Gili Matra ? 2. Bagaimana status kegiatan perikanan di kawasan TWP Gili Matra ? 3. Bagaimana strategi dan langkah taktis pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem di kawasan TWP Gili Matra ? Adapun kerangka pemikiran pengelolaan perikanan berkelanjutan di kawasan TWP Gili Matra tertera pada Gambar 2. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk merencanakan stategi pengelolaan perikanan yang bersinergi positif dengan kegiatan wisata di kawasan TWP Gili Matra melalui pendekatan ekosistem. Tujuan khusus penelitian ini yaitu : 1. Menduga keterkaitan beberapa variabel wisata terhadap variabel perikanan melalui analisis korelasi; 2. Mengestimasi kebutuhan ruang ekologis perikanan di kawasan TWP Gili Matra; 3. Mengevaluasi kondisi perikanan di TWP Gili Matra dengan menggunakan indikator EAFM; 4. Merumuskan strategi dan langkah-langkah taktis pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (EAFM) di kawasan TWP Gili Matra melalui pendekatan keputusan taktis (Tactical Decision).
5
1.4 Manfaat Penelitian 1. Tersedianya informasi kebutuhan ruang ekologis perikanan di kawasan TWP Gili Matra. 2. Tersedianya informasi penilaian perikanan dengan menggunakan indikator EAFM di kawasan TWP Gili Matra. 3. Sebagai salah satu acuan pengambilan kebijakan dalam pengimplementasian pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem di kawasan TWP Gili Matra.
Sistem Sosial Ekologi TWP Gili Matra
Potensi Sumberdaya dan Sosial Ekonomi TWP Gili Matra
Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem
Feedback SD Ikan
Pemanfaatan TWP Gili Matra (Wisata-Perikanan)
Habitat
Tek. Penangkapan
Ekonomi
Sosial
Decision Analysis
Perikanan Berkelanjutan
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian
Kelembagaan
6
2. METODOLOGI 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan TWP Gili Matra (Gili Meno, Gili Trawangan dan Gili Ayer) yang terletak di Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok Utara (Gambar 3). Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, dari bulan Mei hingga bulan Juni 2014. Pengamatan di TWP Gili Matra terbagi ke dalam beberapa titik pengamatan yaitu biofisik data sekunder, biofisik data primer, dan sosial yang tersebar di ketiga pulau Gili Matra. Titik pengamatan biofisik data sekunder merupakan data kondisi biofisik yang diperoleh dari BKKPN Kupang, biofisik data primer merupakan titik pengamatan biofisik yang dilakukan langsung, dan titik pengamatan sosial dilakukan pada daerah pemukiman penduduk.
Gambar 3. Peta lokasi penelitian (KP3K-KKP 2013) 2.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode observasi melalui pengamatan dan pengukuran langsung serta metode wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur (kuisioner). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data sosial ekonomi dari lembaga terkait seperti BKKPN Kupang, Dinas Pertanian Perkebunan Kehutahan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Utara, Dinas Perhubungan Pariwisata Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lombok Utara, Desa Gili Indah
7
Kabupaten Lombok Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Utara. Penelitian ini dibagi kedalam empat aspek yaitu partisipatory fishing ground mapping, tekanan wisata, kebutuhan ruang ekologis, dan indikator EAFM. Aspek, variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Aspek, variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam penelitian Aspek
Variabel
Sumber
Analisis
Partisipatory Fishing Ground Mapping
Daerah Penangkapan Ikan
Wawancara
Analisis Partisi-
Tekanan Wisata
Tutupan Terumbu Karang
Pengukuran
CPCe, Indeks
Tutupan Alga
langsung
Keseragaman,
Ikan Karang
(Foto Kuadrat,
Keanekaragaman,
Kualitas perairan (BOD)
Visual sensus)
Dominasi,
Jumlah Nelayan
Data sekunder
Mortalitas,
(BKKPN Kupang,
Kelimpahan,
Dan DPPKKP)
korelasi Analisis Ruang
patory Fishing Ground Mapping
Kebutuhan
Jumlah Tangkapan
Data Sekunder
Ruang Ekologis
Komposisi Spesies
(Desa Gili Indah)
Ekologis
Indikator EAFM
Domain Sumberdaya ikan
Pengukuran
Skor Likert ber-
Domain Habitat & Ekosistem
langsung,
basis ordinat 1,2,3
Domain Teknologi
Survey,
Analisis flag
Wawancara,
modelling
Penangkapan Ikan Domain Ekonomi
Data sekunder
Domain Sosial Domain Kelembagaan
2.3 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap empat aspek. Masing-masing aspek memiliki tahapan penelitian yang berbeda. Tahapan penelitian terhadap masingmasing aspek adalah sebagai berikut: Partisipatory fishing ground mapping Aspek partisipatory fishing ground mapping dilakukan untuk dapat memetakan daerah penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Pemetaan daerah penangkapan ini menggunakan peta dasar Kawasan TWP Gili Matra. Hasil pemetaan daerah penangkapan ikan oleh nelayan ini selanjutnya dibandingkan dengan peta zonasi yang dibuat oleh BKKPN Kupang agar dapat menentukan kesesuaian daerah penangkapan ikan.
8
Peta Dasar TWP Gili Matra
Peta Zonasi oleh BKKPN Kupang Peta Daerah Penangkapan
Wawancara Nelayan
Kesesuaian Daerah Penangkapan
Gambar 4. Tahapan penelitian pada aspek Partisipatory fishing ground mapping Tekanan Wisata Pendugaan terhadap aspek tekanan wisata bertujuan agar dapat menganalisa keterkaitan antara kegiatan wisata dan perikanan. Kegiatan wisata dapat menimbulkan dampak secara tidak langsung terhadap kegiatan wisata, baik secara ekologi maupun sosial. Dampak yang ditimbulkan secara ekologi yaitu terhadap kondisi terumbu karang, kelimpahan ikan, dan kualitas perairan. Dampak secara sosial yang ditimbulkan adalah banyak nelayan yang beralih profesi sebagai penyedia wisata. Pada penelitian ini dilakukan uji korelasi untuk melihat seberapa erat hubungan antara parameter tersebut. Nelayan
X1
Uji Korelasi Wisatawan Y1 T. Karang
X2 Y3
Ikan Terumbu
Y2
Kualitas Perairan
X3
Uji Korelasi
Keeratan Hubungan
Uji Korelasi
Gambar 5. Tahapan penelitian pada aspek tekanan wisata Kebutuhan Ruang Ekologis Kajian aspek daya dukung perikanan melalui pendekatan ruang ekologis dilakukan untuk mengetahui luasan pemanfaatan perikanan dan keberlanjutan kegiatan perikanan. Penilaian kebutuhan ruang ekologis dilakukan melalui beberapa tahap. Tahapan ini dimulai dengan mengumpulkan data produksi ikan hasil tangkapan, selanjutnya dilakukan perhitungan kebutuhan produktivitas primer dan kemudian menghitung kebutuhan ruang ekologis/EF. Keberlanjutan
9
perikanan dapat dilihat dengan membandingkan luas kebutuhan ruang ekologis dengan luas biocapacity (luas perairan produktif yang tersedia).
Biocapacity
Data Produksi
Kebutuhan Produktivitas Primer/PPR
Kebutuhan Ruang Ekologis/EF
Keberlanjutan Perikanan
Gambar 6. Tahapan penelitian pada aspek kebutuhan ruang ekologis Penilaian Indikator EAFM Penilaian indikator EAFM dilakukan untuk dapat mengetahui kondisi kawasan TWP Gili Matra terhadap enam domain yaitu sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknologi penangkapan ikan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Penentuan status pengelolaan perikanan pada TWP Gili Matra dilakukan melalui analisis komposit terhadap indikator pada setiap domain. Hasil analisis komposit ini dapat divisualisasikan dengan teknik flag modelling agar dapat mengetahui status pengelolaan perikanan di TWP Gili Matra. Flag Modelling Kriteria Indikator
Bobot Indikator
Skor Indikator
Analisis Komposit
Status Pengelolaan Perikanan
Gambar 7. Tahapan penelitian pada aspek penilaian indikator EAFM
2.4 Teknik Pengumpulan Data Ekosistem terumbu karang Pengambilan data ekosistem terumbu karang dilakukan pada tiga titik pengamatan mengunakan metode foto kuadrat. Metode ini menggunakan teknologi foto digital di sepanjang transek garis. Transek garis yang dipasang memiliki panjang 50 m, dimana posisi pulau berada disebelah kanan. Pengambilan data foto digital dilakukan menggunakan tetraport foto transek (1m x 1m) di sepanjang garis yang dimulai dari transek 1 yang berada pada sisi sebelah kiri dari transek garis, kemudian transek 2 pada sebelah kanan pada 1 m berikutnya dan demikian seterusnya hingga transek ke-50 yang berada pada sisi sebelah kanan (Gambar 8).
10
50 m
1m 1m
Gambar 8. Metode foto kuadrat (KP3K-KKP 2013) Ikan Pengamatan ikan dibagi menjadi pengamatan terhadap ikan terumbu dan ikan hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan. Pengamatan kondisi ikan terumbu, parameter yang akan diamati yaitu jenis dan jumlah ikan terumbu. Metode yang digunakan adalah teknik pencatatan visual sensus yaitu mencatat jenis dan jumlah ikan yang ditemukan sepanjang transek (Hill dan Wilkinson 2004). Metode visual sensus dilakukan di sepanjang transek garis yang digunakan untuk pengambilan data terumbu karang. Pengambilan data dilakukan dengan cara mencatat spesies ikan terumbu dengan jarak pandang 5 meter (2.5 m ke kanan dan 2.5 m ke kiri) dari transek, kemudian ke arah depan sepanjang transek garis yaitu 50 meter. Pengamatan ikan hasil tangkapan dilakukan selama satu bulan dan dilakukan identifikasi spesies ikan menggunakan Buku Indonesian Reef Fishes (Kuiter dan Takamasa 2001) dan Marine Fishes (Allen 1997). Kualitas perairan Pengambilan data kualitas perairan dilakukan untuk mengukur kualitas air pada titik pengamatan terumbu karang. Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, kedalaman, pH, salinitas, DO (Dissolved Oxygen) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand). Pengukuran suhu, kedalaman, pH, salinitas dan DO dilakukan langsung dilapangan. Pengukuran BOD dilakukan dengan menggambil sampel air di setiap titik sampling, kemudian dianalisis di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Pengukuran BOD dilakukan dengan metode APHA, ed. 22, 2012, 2510-B. Wawancara Metode wawancara dilakukan dengan bantuan daftar pertanyaan terstruktur atau kuisioner (Lampiran 12 dan 13). Wawancara dibagi menjadi dua, yaitu wawancara terhadap rumat tangga perikanan (nelayan) dan kelembagaan kepada pihak pengelola dan pemangku kepentingan di TWP Gili Matra.
11
2.5 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi alat dan bahan yang digunakan untuk mengukur data biofisik (ekologi) dan sosial ekonomi yang dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Alat dan Bahan Peta dasar wilayah Gili Matra penggaris Alat Selam Kamera bawah air Newtop (Sabak) Refraktometer pH meter Do meter Botol Sampel Kuisioner
Kegunaan Memetakan daerah penangkapan mengukur panjang ikan Penyelaman Dokumentasi Mencatat jenis ikan karang Mengukur salinitas Mengukur pH Mengukur DO dan suhu Mengukur BOD Wawancara
3. ANALISIS DATA 3.1 Partisipatory Fishing Ground Mapping Pendekatan partisipatory fishing ground mapping dilakukan melalui wawancara daerah penangkapan ikan oleh nelayan dengan menggunakan peta dasar TWP Gili Matra. Hasil dari pendekatan partisipatory ground mapping dibandingkan dengan peta tata ruang wilayah penangkapan ikan. 3.2 Terumbu Karang Analisis data terumbu karang meliputi persentase tutupan karang, persentase tutupan alga dan indeks mortalitas karang. Persentase tutupan terumbu karang dan tutupan alga dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak CPCe 4.1 (Coral Point Count With Excel Extension). CPCe dirancang khusus untuk menghitung dengan cepat dan efisien tutupan karang di daerah tertentu (Kohler dan Gill 2005). Perhitungan indeks mortalitas karang (MI) dilakukan untuk mengetahui tingkat kematian dari terumbu karang. Indeks mortalitas dihitung dengan rumus sebagai berikut (English et al. 1994): MI = 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛
𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 + 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖
Nilai indeks mortalitas berkisar antara 0-1. Semakin banyak nilai penutupan karang mati maka nilai MI semakin mendekati satu dan sebaliknya.
12
3.3 Ikan Terumbu Analisis data ikan karang dibagi menjadi kelimpahan ikan, indeks keanekaragamaan (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominasi (C). Kelimpahan ikan terumbu merupakan jumlah ikan terumbu yang ditemukan pada suatu luasan transek pengamatan. Kelimpahan ikan terumbu dapat dihitung dengan rumus (Odum 1971): D
10.000 x Ni A
Dimana, D adalah kepadatan/kelimpahan individu (ind/ha), Ni adalah jumlah individu (ind), dan A adalah luas pengambilan data (ha). Perhitungan keanekaragaman ikan karang dilakukan dengan menggunakan indeks ShannonWiener (H’) dengan rumus sebagai berikut (Krebs 1972): 𝑛 ′
H =−
𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖 𝑖=1
Dimana, H’ adalah indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, pi adalah perbandingan jumlah ikan karang spesies ke-i (ni) terhadap jumlah total (N) = ni/ N. Perhitungan indeks keseragaman ikan karang dilakukan dengan rumus : E=
𝐻′ 𝐻 ′ 𝑚𝑎𝑥
Dimana, E adalah indeks keseragaman, H′ adalah keseimbangan spesies, H ′ max adalah indeks keanekaragaman maksimum yaitu = ln S, dan S adalah jumlah total spesies. Perhitungan indeks dominasi diperlukan untuk mengetahui tingkat dominasi suatu spesies ikan di perairan. Indeks dominasi Simpson (C) diperoleh dengan rumus sebagai berikut : 𝑛
𝑝𝑖 2
𝐶= 𝑖=1
Dimana, C adalah indeks dominasi, pi adalah proporsi jumlah individu pada spesies ikan karang, N adalah jumlah individu seluruh spesies, ni adalah jumlah individu dari spesies ke-i, dan i adalah 1,2,3....n. 3.4 Analisis Korelasi Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Semakin nyata hubungan linier (garis lurus), maka semakin kuat atau tinggi derajat hubungan garis lurus antara kedua variabel atau lebih. Ukuran untuk derajat hubungan garis lurus ini dinamakan koefisien korelasi (Hasanah 2013). Analisis korelasi dilakukan pada beberapa parameter yaitu: 1. X1: jumlah wisatawan terhadap Y1: jumlah nelayan; 2. X2: persentase tutupan karang keras hidup terhadap Y2: kelimpahan ikan; 3. X3: BOD terhadap Y3: persentase tutupan karang keras hidup.
13
Pengujian korelasi yang dilakukan menggunakan gabungan data olahan primer dan data sekunder dari BKKPN Kupang. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan sotware SPSS 20 (Statistical Product and Service Solutions). DeVaus (2002) menyatakan bahwa interval kekuatan hubungan yaitu: 1. 0.00 tidak ada hubungan; 2. 0.01-0.09 hubungan kurang berarti; 3. 0.10-0.29 hubungan lemah; 4. 0.30-0.49 hubungan moderat; 5. 0,50-0.69 hubungan kuat; 6. 0.70-0.89 hubungan sangat kuat; 7. >0.90 hubungan mendekati sempurna. 3.5 Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint) Kebutuhan ruang ekologis atau ecological footprint dapat digunakan untuk menduga daya dukung perikanan. Ecological Footprint adalah konsep daya dukung lingkungan dengan memperhatikan tingkat konsumsi masyarakat. Pendekatan EF perikanan secara statis dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan produktivitas primer (primary production required/PPR) (Pauly dan Cristensen 1995). Pauly dan Christensen (1995) membagi sistem perairan menjadi enam yaitu 1. Open ocean system; 2. Upwelling system; 3. Tropical shelves; 4. Non tropical shelves; 5. Coastal/reef system; 6. Freshwater system. Produktivitas primer masing-masing sistem tersebut secara berurutan yaitu 103, 973, 310, 310, 890, 290 gC/m2/th. Penentuan kebutuhan produktivitas primer (PPR) dihitung dengan mengkonversi berat ikan ke dalam berat karbon yang dilakukan dengan Ci dibagi 9 sebagai konversi berat atom C. Kebutuhan produktivitas primer dihitung berdasarkan rumus Pauly dan Christensen (1995) yaitu : PPRi =
𝐶𝑖 9
× 10(TLi + 1)
PPRi adalah kebutuhan produksivitas primer spesies ikan ke-i, Ci adalah hasil tangkapan spesies ikan ke-i, dan TL-i adalah rata-rata jumlah transfer trophic level produktivitas primer hasil tangkapan ke-i. Penentuan nilai TL dilakukan berdasarkan nilai Trophic level pada setiap kelompok spesies dan dengan memperhatikan kode grup spesies yang dikeluarkan FAO. Pada kawasan TWP Gili Matra secara umum terdapat dua sistem perairan yaitu tropical shelves, dan coastal and coral system (Tabel 3). Jika rata-rata efisiensi transfer adalah 10% (Pauly dan Christensen 1995) maka ruang ekologis sistem perairan dapat dihitung dengan formula (Wada 1999) sebagai berikut: EFa =
𝑛 𝑖=1 𝑃𝑃𝑅𝑖𝑎
𝑃𝑃𝑎
14
EFa adalah ruang ekologis sistem perairan a, PPRia adalah kebutuhan produktivitas primer spesies i di sistem perairan a, PPa adalah produktivitas primer sistem perairan a, dan n adalah jumlah spesies ikan. Tabel 3. Trophic level beberapa jenis ikan di perairan TWP Gili Matra Sistem Perairan Tropical Shelves
Kode FAO 24, 35 31, 33, 39 34, 37 36 57 45
42-44, 47, 77 38 Coastal and 52-56, 58 Coral Systems 31, 39 35 9 34, 37 23-25 43-45, 47 42, 74-77 72
Kelompok Spesises Small Pelagics Misc. Teleosteans Jacks, Mackerels Tunas, Bonitos, Billfishes Squids, Cuttlefishes, Octopuses Shrimps, Prrawns Lobster, Crabs and Other Invetebrates Sharks, Rays, Chimaeras Bivalves and Other Molluscs Miscellaneous Marine Fishes Herrings, Sardines, Anchovies Seaweeds Jacks, Mackerels Diadromous Fishes Shrimps, Prrawns Crustaceans and Other Invertebrates Turtles
Trophic Level 2.8 3.5 3.3 4.0 3.2 2.7 2.6 3.6 2.1 2.8 3.2 1.0 3.3 2.8 2.6 2.4 2.4
Sumber: Pauly dan Christensen (1995)
3.6 Analisis Indikator EAFM Analisis EAFM merupakan salah satu pendekatan multi atribut dengan pendekatan kepada gejala atau performa indikasi kondisi ekosistem perairan secara umum (KKP 2012). Menurut FAO (2005), terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam implementasi pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (EAFM) yaitu; (1) Perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh ekosistem; (2) Interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga; (3) Perangkat pengelolaan sebaiknya compatible untuk semua distribusi sumberdaya ikan; (4) Tindakan pencegahan dalam pengambilan keputusan diperlukan karena pengetahuan terhadap ekosistem tidak lengkap/terbatas; (5) Tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia. Analisis EAFM ini dilakukan melalui pendekatan indikator. Indikator secara sederhana didefinisikan sebagai sebagai sebuah alat atau jalan untuk mengukur, mengindikasikan, atau merujuk sesuatu hal dengan lebih atau kurang dari ukuran yang diinginkan (Gavaris 2009). Pada penelitian ini dilakukan penilaian terhadap 26 indikator yang terbagi kedalam enam domain. Setiap
15
indikator memiliki kriteria dan bobot penilaian yang berbeda. Kriteria dan bobot masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 4,5, dan 6 (KKP 2012). Tabel 4. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain sumberdaya ikan, dan habitat dan ekosistem Domain Sumberdaya
Indikator Ukuran Ikan
ikan
Metode Pengukuran
Kriteria
Pengukuran
1 = ukuran semakin kecil
langsung
2 = ukuran relatif tetap
Bobot 40
3 = ukuran semakin besar Proporsi Ikan
Pengukuran
1 = banyak sekali (> 60%)
Yuwana
langsung
2 = banyak (30 - 60%)
30
3 = sedikit (<30%) Range Collapse
Wawancara
1 = semakin sulit
16
2 = relatif tetap 3 = semakin mudah Spesies ETP
Wawancara
1 = banyak (>20% proporsi) tangkapan spesies ETP
10
2 = sedikit (<20% proporsi) tangkapan spesies ETP 3 = tidak ada spesies ETP yang tertangkap Densitas Ikan
Pengukuran
1 = jumlah individu < 10 ind/m2
Karang
langsung
2 = jumlah individu = 10 ind/m2
4
3 = jumlah individu > 10 ind/m2
Habitat dan
Kualitas Perairan
Ekosistem
Pengukuran langsung dan Data sekunder
Jumlah
100
1 = untuk kekeruhan tinggi
22
2 = untuk kekeruhan sedang 3 = untuk kekeruhan rendah
Status Lamun
Data sekunder
1 = tutupan < 30%.
17
2 = tutupan lamun 30% - 50%. 3 = tutupan > 50%. Status Mangrove
Data sekunder
1 = kerapatan rendah (<1000 pohon/ha)
17
2= kerapatan sedang (1000 - 1500 pohon/ha) 3 = kerapatan tinggi (>1500 pohon/ha)
Karang
Pengukuran langsung dan Data sekunder
Habitat Unik
Wawancara
Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat
Intepretasi data sekunder
Status Terumbu
1 = tutupan terumbu karang hidup < 25% 2 = tutupan karang hidup 25 - 50% 3 = tutupan karang hidup > 50%. 1 = Belum ada upaya pengelolaan terhadap habitat unik 2 = ada upaya pengelolaan habitat unik, tapi belum berjalan secara optimal 3 = implementasi pengelolaan habitat unik sudah berjalan dengan baik 1 = jika wilayah belum memiliki kajian tentang dampak perubahan iklim
17
17
11
2 = jika diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi 3 = jika telah diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi Jumlah
Sumber: KKP 2012
100
16
Tabel 5. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain teknologi penangkapan ikan, ekonomi, dan sosial Domain Teknologi Penangkapan ikan
Indikator Metode penangkapan ikan yang
Metode Pengukuran Wawancara
bersifar destruktif dan illegal
Kriteria 1 = frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun
Bobot 43
2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun 3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun
Modifikasi alat penangkapan ikan
Wawancara
dan alat bantu penangkapan
Selektivitas tangkapan
1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm
36
2 = 25%-50% ukuran target spesies < Lm
Wawancara
3 = kurang dari 25% ukuran target spesies < Lm 1 = Nilai PS’ > 75%
21
2 = Nilai PS’ antara 50% - 75% 3 = Nilai PS’ < 50%)
Ekonomi
Kepemilikan aset
Wawancara
Jumlah
100
1 = aset produktif berkurang
50
2 = aset produktif tetap 3 = aset produktif bertambah Pendapatan rumah tangga
Wawancara
1 = pendapatan rumah tangga < dari UMR
29
2 = pendapatan rumah tangga = UMR 3 = pendapatan rumah tangga > UMR Saving rate
Wawancara
1 = untuk SR < / = tingkat bunga 2 = untuk SR > sampai = 2x tingkat bunga
21
3 = untuk SR > dari 2x sampai = 3x tingkat bunga
Sosial
Partisipasi pemangku
Wawancara
Jumlah
100
1 = untuk < 50%
40
2 = untuk 50 – 75%
kepentingan
3 = untuk > 75% Konflik perikanan
Wawancara
1 = untuk > 3 kali kejadian konflik perikanan
35
2 = untuk 2 – 3 kali kejadian 3 = untuk 1 kali kejadian Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan Sdi
Wawancara
1 = untuk ketiadaan pengetahuan lokal
25
2 = untuk ketidak efektifan penerapan pengetahuan lokal 3 = untuk penerapan pengetahuan lokal yang efektif Jumlah
Sumber: KKP 2012
100
17
Tabel 6. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain Kelembagaan Domain
Indikator
Metode Pengukuran
Kelembagaan
Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip
Wawancara
perikanan yang bertanggung jawab
Kelengkapan aturan main
Wawancara
Kriteria 1 = frekuensi pelanggaran > 5 kasus dalam satu tahun 2 = frekuensi pelanggaran antara 2-4 kasus dalam satu tahun 3 = frekuensi pelanggaran < 2 kasus dalam satu tahun 1 = ada tapi jumlahnya berkurang
Bobot 25
11
2 = ada tapi jumlahnya tetap 3 = ada dan jumlahnya bertambah 1 = tidak ada alat dan orang
11
2 = ada tapi tidak ada tindakan
Mekanisme kelembagaan
Wawancara
3 = ada dan terjadi penindakan 1 = apabila ada keputusan tetapi tidak dijalankan 2 = apabila keputusan dikeluarkan tetapi tidak dijalankan sepenuhnya
18
3 = apabila keputusan dikeluarkan dan dijalankan sepenuhnya Rencana pengelolaan perikanan
Wawancara
1 = jika belum terdapat RPP
15
2 = jika ada RPP namun belum dijalankan sepenuhnya
Tingkat sinergitas kebijakan dan
Wawancara
kelembagaan pengelolaan perikanan
Kapasitas pemangku kepentingan
Wawancara
3 = jika ada RPP dan dijalankan sepenuhnya 1 = jika terjadi konflik antar lembaga 2 = jika terjadi komunikasi tetapi tidak efektif 3 = jika sinergi antar lembaga berjalan baik 1 = jika tidak ada upaya peningkatan kapasitas 2 = jika ada upaya tetapi tidak difungsikan 3 = jika ada upaya dan berfungsi dengan baik Jumlah
11
9
100
Sumber: KKP 2012
Visualisasi hasil penilaian indikator EAFM menggunakan teknik flag modeling. Teknis Flag Modeling dilakukan dengan pendekatan multi-criteria analysis (MCA) di mana sebuah set kriteria dibangun sebagai basis bagi analisis keragaan wilayah pengelolaan perikanan dilihat dari pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan melalui pengembangan indeks komposit dengan tahapan sebagai berikut (Adrianto et al. 2005) : 1. Tentukan kriteria untuk setiap indikator masing-masing aspek EAFM (habitat, sumberdaya ikan, teknis penangkapan ikan, sosial, ekonomi dan kelembagaan) 2. Kaji keragaan masing-masing WPP untuk setiap indikator yang diuji. 3. Berikan skor untuk setiap keragaan indikator pada masing-masing WPP (skor Likert berbasis ordinal 1,2,3) 4. Tentukan bobot untuk setiap indikator
18
5. Kembangkan indeks komposit masing-masing aspek untuk setiap WPP dengan model fungsi : CAi = f (CAni….n=1,2,3…..m) 6. Kembangkan indeks komposit untuk seluruh keragaan EAFM pada masing-masing WPP dengan model fungsi sebagai berikut : C-WPPi = f (CAiy……y = 1,2,3……z; z = 11) Indikator yang dinilai kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis komposit sederhana berbasis rataan aritmetik yang kemudian ditampilkan dalam bentuk model bendera (KKP 2012) (Tabel 7). Tabel 7. Visualisasi model bendera untuk indikator EAFM Nilai Skor Komposit
Model Bendera
Deskripsi
100-125
Buruk
126-150
Kurang Baik
151-200
Sedang
201-250
Baik
251-300
Baik Sekali
Sumber: KKP 2012
3.7 Pendekatan Keputusan Taktis Pendekatan keputusan taktis merupakan suatu tindakan untuk menentukan langkah taktis yang akan dilakukan untuk mencapai rencana strategi pengelolaan. Pengambilan keputusan taktis adalah memutuskan pada tindakan (taktik) untuk mencapai strategi pengelolaan (Trophia Ltd 2011). Penilaian indikator merupakan salah satu cara pengukuran (management measure) dalam pengelolaan perikanan untuk mendapatkan suatu set data yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan taktis. Keputusan taktis merupakan langkah yang diambil untuk pengelolaan sebagai respon dari data perikanan (Trophia Ltd 2011). Langkahlangkah pendekatan keputusan taktis adalah sebagai berikut : 1. Menentukan tujuan pengelolaan (management objective) yang dapat dilakukan. 2. Menetapkan titik acuan (reference point). 3. Menetapkan strategi yang akan dilakukan. 4. Menentukan langkah-langkah taktis untuk mencapai strategi pengelolaan.
19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan salah satu kawasan konservasi laut yang terdiri dari pulau Gili Meno, Gili Trawangan, dan Gili Ayer (Matra) yang terletak di Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. TWP Gili Matra di kelola oleh sebuah Unit pelaksana teknis yang di bentuk oleh Direktorat Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan nama Balai Kawasan Konservasi perairan Nasional (BKKPN) yang berkedudukan di Kupang NTT. Luas kawasan TWP Gili Matra sebesar 2 954 Ha. Secara geografis TWP Gili Matra terletak pada 8º 20’00” - 8º 23’00” LS dan 116º00’00” - 116º 08’00” BT. Batas-batas Taman Wisata Perairan Gili Matra adalah sebagai berikut: 1. Utara : berbatasan dengan Laut Jawa. 2. Selatan : berbatasan dengan Desa Pamenang Barat dan Desa Malaka. 3. Barat : berbatasan dengan Selat Lombok. 4. Timur : berbatasan Laut Sira. Penduduk di Desa Gili Indah terdiri dari 992 kepala keluarga dengan jumlah penduduk sebesar 3 694 orang yang terdiri dari 1 870 laki-laki dan 1 824 perempuan (Desa Gili Indah 2013). Mata pencaharian pokok penduduk Gili Indah yaitu pada bidang wisata dan perikanan. Pada awalnya sebagian besar penduduk Gili Indah memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, namun seiring dengan berkembangannya kegiatan wisata, jumlah nelayan mengalami penurunan. Saat ini jumlah nelayan yang terdapat di Gili Indah yaitu sebesar 215 orang (6.74 %), sedangkan jumlah penduduk yang bekerja pada bidang wisata mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan saat ini mencapai 2 479 orang (77.67%). Gili Matra terdiri dari Gili Meno, Trawangan, dan Ayer yang masing-masing pulau memiliki profil yang berbeda. Gili Meno merupakan pulau yang berada diantara Gili Trawangan dan Gili Ayer. Salah satu potensi wisata di pulau ini adalah danau yang terdapat di tengah pulau dan dikelilingi oleh pohon mangrove. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gili Meno merupakan yang paling sedikit diantara ketiga gili. Tujuan wisata di Gili Meno umumnya untuk mencari pengetahuan (wisata study) dan ketenangan berwisata. Wisata mencari pengetahuan dilakukan pada area mangrove yang berada di sekitar danau, karena pada ekosistem mangrove tersebut terdapat komunitas burung. Wisatawan juga berwisata untuk mencari ketenangan karena diantara ketiga gili, Gili Meno merupakan yang paling sepi. Masyarakat di pulau ini masih cukup banyak yang bekerja sebagai nelayan. Nelayan Gili Meno umumnya melakukan kegiatan penangkapan secara individu. Gili Trawangan merupakan pulau terluar atau terjauh dari daratan lombok. Pulau ini memiliki jumlah kunjungan wisatawan terbanyak dibandingkan dengan Gili Meno dan Gili Ayer. Masyarakat di Pulau ini umumnya memiliki pekerjaan di bidang wisata dan hanya sekitar dua orang saja yang masih aktif sebagai nelayan. Pulau ini sudah lebih banyak dikembangkan dalam sektor wisata. Diantara ketiga gili, Gili Ayer merupakan pulau yang lebih dikembangakan dalam kegiatan perikanan. Jumlah nelayan terbanyak terdapat di
20
Gili Ayer. Pulau ini juga merupakan pulau yang memiliki aktivitas perikanan yang tinggi. Menurut pernyataan masyarakat setempat, dulunya semua penduduk di Gili Ayer merupanan nelayan, tetapi setelah mulai masuknya wisata ke Gili Ayer, banyak masyarakat yang pindah profesi dalam sektor wisata. Potensi Perikanan Kegiatan perikanan yang dilakukan di TWP Gili Matra merupakan kegiatan perikanan tangkap dan budidaya. Kegiatan budidaya dilakukan dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) sebanyak 1 unit yang terdapat di Gili Ayer dengan produksi sebesar 2 ton pada tahun 2012 dan 2013 (Desa Gili Indah 2012;2013). Kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan oleh masyarakat masih tergolong kegiatan perikanan skala kecil. Kegiatan penangkapan masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan perahu kecil atau sampan. Jenis-jenis ikan hasil tangkapan nelayan cukup beragam. Terdapat 16 jenis ikan hasil tangkapan di Gili Ayer (Tabel 8). Tabel 8. Jenis ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Gili Ayer Nama Lokal
Nama Ilmiah
Nama Umum
Membireng
Acanthurus mata
Elongate surgeonfish
Membiluk
Naso lopezi
Elongate unicornfish
Geranggang/
Pterocaesio tile, Caesio teres
Dark-banded fusilier, Double-lined fusilier
Caesio striata, Pterocaesio digramma
Striated fusilier, Yellow and blueback fusilier
Serpik
Siganus argentus
Streamlined spinefoot
Buah-Buah
Pterocaesio tile
Dark-banded fusilier
Terinjang
Stolephorus Sp.
-
Mogong
Coris gaimard
African coris
Lajang
Monotaxis grandoculis
Humpnose big-eye bream
Tombang
Wattsia mossambica
Pogot
Melichthys niger
Mozambique large-eye bream Black triggerfish
Gobang-gobang
Chromis caudalis
Blue-axil chromis
Paso
Tylosurus gavialoides
Pennant coralfish
Kalipimping
Heniochus diphreutes
Pennant coralfish
Leto-leto
abudefduf vaigiensis
Indo-Pacific sergeant
Sulir
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Jenis ikan hasil tangkapan yang diperoleh tergolong dalam famili Achanturidae, Pomacentridae, Chaetodontidae, Haemulidae, Lethrinidae, Labridae, Balistidae, Caesionidae, Siganidae, Belonidae, Engraulidae dan Carangidae. Jumlah jenis spesies terbanyak terdapat pada famili Achanturidae dan Caesionidae. Pada kawasan TWP Gili Matra masih belum terdapat TPI (tempat pelelangan ikan), sehingga ikan yang didaratkan oleh nelayan langsung dibeli oleh pedagang pengumpul. Ikan yang telah dibeli oleh pengumpul lalu dijual keliling
21
desa kepada masyarakat setempat. Ikan Hasil tangkapan dijual pada di sekitar Desa Gili Indah, Tanjung dan Ampenan. Kegiatan perikanan di Gili Matra juga belum memiliki koperasi nelayan yang berfungsi sebagai perantara dalam memasarkan hasil tangkapan ikan. Hal ini menyebabkan nelayan mengalami kesulitan dalam menjual hasil tangkapannya kepada konsumen. Pada musim puncak, banyak ikan hasil tangkapan nelayan yang tidak terjual dan bahkan terjual dengan harga yang sangat murah. Misalkan saja pada musim paceklik harga ikan tongkol dapat mencapai Rp. 5 000/ekor, pada musim sedang berkisar antara Rp. 2 000 - 3 000/ekor, sedangkan pada musim puncak harga ikan tongkol hanya Rp. 500/ekor. Potensi Wisata
Wisatawan (Orang)
Kegiatan wisata merupakan salah satu kegiatan utama yang dilakukan di kawasan Gili Matra. Kegiatan wisata yang dilakukan berupa kegiatan wisata bahari seperti wisata pantai, diving, snorkeling, surfing, berenang, dan memancing. Perkembangan kegiatan wisata di kawasan Gili Matra memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat. Masyarakat setempat memperoleh keuntungan dengan menjual barang dan jasa di bidang wisata. Pekerjaan masyarakat di bidang wisata berupa pemilik penginapan dan bungalow, penyedia kapal, pemandu wisata, karyawan hotel dan resort, pengusaha diving, penyewaan ADS, pekerja restauran, boat man, kapten fastboat, pemilik kafe, dan art shop. Daya tarik ekosistem dan biota di kawasan TWP Gili Matra ini membuat jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gili Matra meningkat dari tahun 2009 hingga 2013 (Gambar 9). 500000 400000
Trawangan
300000
Meno
200000
Air
100000
TOTAL
0 2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Gambar 9. Kunjungan wisatawan ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika 2013; Unpublished data) Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa trend kunjungan wisatawan semakin meningkat dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Kunjungan wisatawan tertinggi yaitu pada tahun 2013 dan terendah pada Tahun 2009. Jumlah kunjungan wisata tertinggi dimulai dari Gili Trawangan, Gili Air dan yang paling rendah di Gili Meno. Wisatawan yang berkunjung ke Gili Matra terbagi menjadi wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara (Gambar 10).
Wisatawan (Orang)
22
400000
Wisatawan Mancanegara
300000 200000
Wisatawan Nusantara
100000 0 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun
Gambar 10. Kunjungan wisatawan mancanegara, dan wisatawan nusantara ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika 2013; Unpublished data) Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat bahwa trend rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara lebih tinggi daripada kunjungan wisatawan nusantara. Rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 89 035 orang dan wisatawan nusantara sebesar 21 129. Kunjungan wisatawan mancanegara tertinggi yaitu pada tahun 2013 dan terendah pada Tahun 2011. Kunjungan wisatawan nusantara tertinggi yaitu pada Tahun 2011 dan terendah pada Tahun 2009. 4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Karakteristik Responden Responden yang diwawancarai terbagi menjadi responden rumah tangga perikanan dan responden kelembagaan. Responden kelembagaan yang diwawancarai yaitu pihak BKKPN Kupang satker Gili Matra, DPPKKP, WCS, Kades dan Sekdes Gili Indah, Kadus Trawangan, Kadus Meno, Kadus Air, Gili Cares, dan Kelompok Nelayan. Responden rumah tangga perikanan pada penelitian ini terdiri dari 51 responden nelayan. Responden tersebut tersebar di tiga dusun yaitu Gili Meno, Trawangan, dan Ayer. Sebesar 94% dari responden nelayan merupakan penduduk asli, sisanya sebesar 6% merupakan penduduk dari daratan lombok yang telah tinggal dan menetap di Gili Matra. Sebanyak 80.39% responden merupakan nelayan utama, dan 19.61% merupakan nelayan sampingan. Sebaran umur responden dapat dilihat pada Gambar 11. 20
16
15
15
12
10
6
5
2
0 20-29
30-39
40-49
50-59
>59
Umur
Gambar 11. Sebaran umur responden nelayan di TWP Gili Matra
23
Responden memiliki kisaran umur dari 20 hingga 64 tahun. Rata-rata umur responden adalah 37 tahun, dimana usia termuda pada umur 20 dan usia tertua pada umur 64 tahun. Latar belakang pendidikan responden nelayan yaitu sebesar 51 % tidak bersekolah, 41 % SD, 4% SMP dan 4% SMA (Gambar 12). SMP SMA 4% 4% Tidak Sekolah 41% SD 51%
Gambar 12. Komposisi tingkat pendidikan responden nelayan di TWP Gili Matra Perikanan Tangkap Rata-rata responden telah menjadi nelayan selama 16 tahun, dengan jangka waktu terlama menjadi nelayan selama 50 tahun dan tersingkat selama 2 tahun. Responden nelayan di Gili Matra menggunakan 1-3 jenis alat tangkap. Secara umum terdapa tiga jenis alat tangkap yaitu jaring, pancing dan panah. Sebanyak 84.31% nelayan hanya menggunakan satu jenis alat tangkap saja, 11.77% yang menggunakan dua jenis alat tangkap dan 3.92% yang menggunakan tiga jenis alat tangkap. Jenis alat tangkap dan hasil tangkapan oleh responden nelayan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Jenis alat tangkap dan dugaan hasil tangkapan responden nelayan di TWP Gili Matra No
Alat Tangkap
Trip /Minggu
Jumlah Orang
Puncak
Hasil Tangkapan/trip Sedang
Paceklik
1
Muroami
6
10-15
1 500-3 000 ekor
300-1 500 ekor
150-300 ekor
2
Jaring Seret
6
8
5-60 000 ekor
1-10 000 ekor
2-1.000 ekor
3
Jaring Dengkol
6-7
6-8
900-1 500 ekor
600-1 200 ekor
150-300 ekor
4
Jaring Terinjang
6
1-2
375-500 kg
250-375 kg
5-25 kg
5
Jaring Benang
6
1
-
-
-
6
Pancing Tangan
6-7
1
27 kg
10-15 kg
3-5 kg
7
Pancing Tongkol
6-7
1
300-500 ekor
150-200 ekor
50-100 ekor
8
Pancing Tuna
6
1
20-30 ekor
5-10 ekor
1-2 ekor
9
Pancing geret
6
1
18-25 kg
10-15 kg
5-8 kg
11
Pancing Bottom
6
1
-
-
-
12
Pancing Trolling
6
1
25-40 kg
10-15 kg
5-10 kg
13
Pancing Layang
7
1
10 ekor
2-4 ekor
1-2 ekor
14
Pancing Rawai
6-7
1
250 ekor
50-100 ekor
10-50 ekor
15
Rapala Bawah
7
1
10 ekor
2-4 ekor
1-2 ekor
16
Panah
6
1-2
8-25 kg
4-6 kg
3 kg
Sumber: Data primer (diolah) 2014
24
Responden nelayan menangkap ikan secara berkelompok maupun perorangan. Responden nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan secara berkelompok adalah pada alat tangkap muroami, jaring dengkol, jaring seret, jaring terinjang dan panah. Responden nelayan yang melakukan penangkapan secara individu adalah pada alat tangkap pancing, rapala bawah dan jaring benang. Responden nelayan rata-rata menangkap ikan 1 hingga 2 kali sehari dan 6-7 kali seminggu. Alasan responden nelayan tidak pergi melaut adalah karena memperbaiki mesin kapal, istirahat, hari besar, undangan pernikahan dan cuaca buruk. Jenis kapal penangkapan yang dipakai oleh nelayan adalah berupa perahu dengan menggunakan mesin tempel (outboard). Panjang perahu yang digunakan oleh nelayan berkisar antara 2-14 meter. Mesin tempel yang digunakan berkisar antara 3.5-40 PK dengan merk mesin yamaha, ketinting dan tohatsu. Jumlah responden nelayan yang menggunakan perahu dengan kapasitas 40 PK sebesar 27.08%, kapasitas 25 PK sebesar 4.17%, kapasitas 15 PK sebesar 54.17%, kapasitas 5.5 PK sebesar 10.42%, kapasitas 5 PK sebesar 2.08% dan kapasitas 3.5 PK sebesar 2.08%. Responden nelayan terbagi menjadi nelayan pemilik sebesar 42.86%, nelayan penggarap sebesar 8.16%, nelayan buruh sebesar 46.94% dan nelayan ABK sebesar 2.04%. 4.3 Kesesuaian daerah penangkapan ikan Pemetaan lokasi penangkapan ikan dilakukan dengan cara mewawancarai nelayan tentang daerah penangkapan ikan. Kesesuaian daerah penangkapan ikan dilakukan dengan membandingkan lokasi penangkapan ikan oleh nelayan dengan peta zonasi kawasan yang didapatkan dari BKKPN Kupang (Gambar 13).
Gambar 13. Peta kesesuaian daerah penangkapan ikan di TWP Gili Matra
25
Daerah penangkapan ikan oleh nelayan Gili Matra sebagian terletak di kawasan konservasi dan sebagian lagi diluar kawasan konservasi. Nelayan Gili Air melakukan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dan zona pemanfaatan. Nelayan Gili Meno melakukan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan, zona lainnya, zona pemanfaatan dan zona inti. Penangkapan ikan oleh nelayan Gili Meno telah melanggar zonasi perikanan yang ada, karena terdapat nelayan Gili Meno yang masih melakukan penangkapan di zona inti. Nelayan Gili Trawangan tidak ada yang melakukan penangkapan di kawasan konservasi, mereka cenderung melakukan penangkapan di luar wilayah konservasi. Hal ini disebabkan oleh ikan target nelayan Gili Trawangan adalah ikan tongkol dan ikan tuna. 4.4 Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu jenis ekosistem yang terdapat pada kawasan TWP Gili Matra. Perairan terumbu karang banyak dimanfaatkan oleh organisme penghuni terumbu karang sebagai daerah penyedia makanan, daerah perkembangan, daerah asuhan, dan daerah perlindungan (Radiarta et al. 1999). Kondisi fisika dan kimia perairan Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan. Faktor fisika kimia perairan yang mempengaruhi kondisi terumbu karang seperti, kedalaman, suhu, dan salinitas. Persyaratan hidup karang batu seperti perairan yang cerah, salinitas tinggi, dan suhu (Djohar 1999). Faktor- faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang juga berpengaruh besar terhadap struktur komunitas dan bentuk hidup terumbu karang (Djohar 1999). Nilai parameter fisika dan perairan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kondisi fisika kimia perairan pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra Stasiun TK 1 TK 2 TK 3
Koordinat Kedalaman Salinitas Suhu (m) (ppm) S E 8.35616 116.04308 6 30.8 31 8.35546 116.06242 7 31.7 32 8.36220 116.08851 8 31.1 32
pH 9.1 9.5 9.5
DO BOD (mg/l) (mg/l) 6.0 5.0 5.3
0.9 1.4 1.3
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Kedalaman perairan pada tiga stasiun pengamatan berada pada kedalaman 6-8 meter. Suhu pada perairan berkisar antara 30.8-31.7 0C dan masih memungkinkan untuk pertumbuhan karang. Nybakken (1988) menyatakan bahwa untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 0C. Salinitas berkisar antara 31-32 ppm dan pH berkisar antara 9.1-9.5. Nilai DO yang didapat berkisar antara 5-6 mg/l. BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan, nilai BOD5 yang tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar
26
oleh bahan organik (Silalahi 2009). Nilai BOD yang didapat berkisar antara 0.91.4 mg/l. Umumnya nilai BOD perairan laut sebesar 20 mg/l (Kepmen LH 2004). Jika dibandingkan dengan baku mutu perairan laut, maka nilai BOD yang didapat masih jauh lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan parameter fisika seperti jarak titik dari daratan terdekat, suhu dan arus laut. Selain itu buangan hasil limbah domestik dan industri juga dapat mempengaruhi nilai BOD (Effendi 2003). Terumbu Karang Penelitian ini melakukan pengamatan terhadap ekosistem terumbu karang pada tiga titik pengamatan. Hasil pengamatan ekosistem terumbu karang dapat dilihat pada Tabel 11. Tutupan substrat dasar perairan di tiga lokasi pengamatan didominasi oleh kategori abiotik yang berupa pasir dan pecahan karang serta kategori karang mati. Hal ini diduga oleh kegiatan perikanan yang merusak pada masa lalu yaitu pengeboman ikan. Tabel 11. Tutupan terumbu karang keras hidup, karang mati, biota lain, alga, dan abiotik pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra
Kode Statisun
Kategori Biota Alga lain (%) (%)
Zona
Karang keras hidup (%)
Karang mati (%)
TK 1
Zona Pemanfaatan
9
38
4
TK 2
Zona Lainnya
5
18
TK 3
Zona Pemanfaatan
11 8
Rata-rata Sumber: Data primer (diolah) 2014
Abiotik (%)
Total (%)
MI
10
38
100
0.81
5
1
71
100
0.76
22
7
5
55
100
0.67
26
5
5
55
100
0.75
Tutupan karang keras hidup tertinggi terdapat pada stasiun TK 3 sebesar 11%, sedangkan tutupan karang keras hidup terendah terdapat pada stasiun TK 2 sebesar 5 %. Rata-rata penutupan karang keras hidup sebesar 8%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai penutupan karang termasuk kategori 0-24.9% dengan kriteria penilaian buruk (Kepmen LH no 4 2001). Nilai indeks mortalitas yang didapat berkisar antara 0.67-0.81. Rata-rata indeks mortalitas yaitu sebesar 0.75. Nilai rata-rata indeks mortalitas hampir mendekati 1 yang artinya semakin mendekati 1 menunjukkan semakin banyaknya tutupan karang mati. Menurut Sofian (2004) bahwa jika nilai indeks mortalitas mendekati 1 menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati. Karang keras hidup yang terdapat pada stasiun pengamatan terdiri dari jenis acropora branching, acropora tabular, coral branching, coral encrusting, coral foliose, coral massive, coral millepora dan coral submassive. Karang mati tertinggi terdapat pada stasiun TK 1 dan terendah pasa stasiun TK 2. Jenis karang mati yang ditemukan yaitu dead coral with algae (DCA) dan recently dead coral (RDC). Biota lainnya yang terdapat di stasiun pengamatan dari yang terbanyak hingga yang terkecil yaitu jenis sponges, ascidians dan anemones, soft coral dan
27
zoanthids. Jenis alga yang ditemukan yaitu jenis halimeda, coraline algae, macro algae, dan turf algae. Ikan Terumbu Hasil pengamatan pada tiga stasiun pengamatan menunjukkan terdapat 77 jenis ikan terumbu yang berasal dari 10 famili. Jumlah jenis ikan terumbu tertinggi yaitu pada famili pomacanthidae sebesar 27 %. Jumlah jenis ikan terumbu terendah yaitu pada famili serranidae, kyphosidae, zanclidae, centriscidae, ostraciidae dan tetraodontidae sebesar 1 %. Berikut komposisi famili ikan terumbu disajikan pada Gambar 14.
4% 8%
4%
19%
3%
2%
4%
8% 27%
18% 3%
ACANTHURIDAE BALISTIDAE CHAETODONTIDAE LABRIDAE LUTJANIDAE POMACANTHIDAE SCARIDAE SIGANIDAE MULLIDAE NEMIPTERIDAE OTHERS
Gambar 14. Komposisi famili ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra
Kelimpahan (ind/ha)
Kelimpahan ikan terumbu merupakan jumlah ikan terumbu yang ditemukan pada suatu stasiun pengamatan persatuan luas transek pengamatan. Kelimpahan ikan terumbu dianalisis pada tiga stasiun pengamatan di kawasan TWP Gili Matra. Kelimpahan ikan terumbu pada masing-masing stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 15. 20000
15 640
15000
11 360
10000 4 480
5000 0 TK 1
TK 2 Stasiun Pengamatan
TK 3
Gambar 15. Kelimpahan ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra
28
Kelimpahan ikan terumbu tertinggi yaitu pada stasiun TK 1 sebesar 15 640 ind/ha, sedangkan kelimpahan ikan terumbu terendah terdapat pada stasiun TK 3 sebesar 4 480 ind/ha. Kelimpahan ikan yang tinggi di TK 1 dapat disebabkan oleh banyak terdapat biorock dan transplantasi karang di lokasi pengamatan TK 1. Biorock di lokasi TK 1 cukup banyak dan memiliki bentuk yang beranekaragam seperti bentuk bola/bulat, bentuk rumah dan persegi panjang. Dhahiyat (2003) menyatakan bahwa pembuatan bidang terumbu baru di daerah yang rusak dengan transplantasi karang, menunjukkan peningkatan habitat ikan karang. Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi ikan terumbu dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra
Lokasi
Indeks keanekaragaman (H')
Ikan Terumbu Indeks keseragaman (E)
Indeks dominansi (D)
TK 1
2.8060
0.7957
0.0922
TK 2
2.3588
0.7748
0.1558
TK 3
2.7042
0.8749
0.0880
Sumber: Data primer (diolah) 2014
Menurut Odum (1993) bahwa semakin besar nilai keanekaragaman (H’) menunjukkan komunitas semakin beragam dan indeks keanekaragaman tergantung dari variasi jumlah spesies yang terdapat dalam suatu habitat. Nilai indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun TK 1 sebesar 2.8060 dan terendah pada TK 2 sebesar 2.3588. Indeks keanekaragaman di tiga stasiun pengamatan tergolong dalam kategori 1
29
4.5 Analisis Korelasi Pengujian korelasi dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi pearson dan spearman rank. Pengujian korelasi pearson merupakan ukuran derajat hubungan antara dua tabel dalam statistik parametrik (Hasanah 2013). Hasil uji korelasi pearson dan spearman rank didapatkan nilai korelasi yang tidak terlalu berbeda (Tabel 13). Tabel 13. Nilai korelasi pearson dan spearman rank pada parameter jumlah wisatawan, jumlah nelayan, terumbu karang, kelimpahan ikan, dan BOD
X/Y Jumlah nelayan Kelimpahan ikan Terumbu karang
Jumlah wisatawan1
Pearson Spearman rank Terumbu Jumlah Terumbu karang2 BOD3 wisatawan1 karang2 BOD3
0.87
0.78 0.15
0.02 -0.16
-0.13
Ket: 1). P-value sebesar 0.13 dan 0.23, n=4, 2). P-value sebesar 0.72 dan 0.96, n=8, 3). P-value sebesar 0.69 dan 0.73, n=9 Sumber: Data primer (diolah) 2014
Nilai korelasi terbesar terdapat pada hubungan antara jumlah wisatawan dan jumlah nelayan yaitu sebesar 0.87 (pearson) dan 0.78 (spearman rank). Nilai tersebut berarti bahwa hubungan korelasi antara jumlah wisataan dan jumlah nelayan sangat kuat (0.70-0.89) (DeVaus 2002). Nilai korelasi terendah adalah pada hubungan antara tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu sebesar 0.15 (pearson) dan 0.02 (spearman rank). Hal ini berarti bahwa antara tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu terdapat hubungan lemah (0.10-0.29) dan kurang berarti (0.01-0.09) (DeVaus 2002). Hubungan yang lemah antara tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu ini dapat disebabkan tidak semua ikan penghuni ekosistem terumbu karang memiliki keterkaitan langsung terhadap terumbu karang. Ikan-ikan yang memiliki keterkaitan langsung terhadap terumbu karang yaitu pada famili Chaetodontidae yang bergantung kepada karang hidup sebagai makananya dengan memangsa polip karang. Pada penelitian yang dilakukan di TWP Gili Matra ini ikan karang yang ditemukan tidak hanya pada Famili Chaetodontidae tetapi terdapat 9 famili lainnya dan Famili Chaetodontidae yang ditemukan hanya sebesar 8 %. Nilai korelasi pada BOD dan tutupan terumbu karang bernilai negatif yaitu sebesar -0.16 (pearson) dan -0.13 (spearman rank). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nababan (2009), yang menyatakan bahwa nilai korelasi antara BOD dan tutupan terumbu karang bernilai negatif yaitu sebesar 0.588. Korelasi negatif ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan BOD maka akan terjadi penurunan tutupan terumbu karang. Supranto (2000), menyatakan bahwa hubungan korelasi dikatakan negatif kalau kenaikan X pada umumnya diikuti oleh penurunan Y atau sebaliknya.
30
4.6 Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint) Pendekatan ruang ekologis (ecological footprint) merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk menduga daya dukung perikanan. Pemanfaat terhadap sumberdaya harus memperhatikan daya dukung lingkungan untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut. Daya dukung lingkungan harus mempertimbangkan berbagai macam faktor seperti faktor sosial-budaya, ekonomi, psikologis, dan persepsi yang tergantung pada perhatian khusus (Simon et al. 2003). Wackernagel dan Ress (1996) mendefinisikan Ecological Footprint (EF) sebagai area dari ruang produktif ekologi dalam beberapa kelas (termasuk area laut) yang akan diperlukan pada basis keberlanjutan, yaitu untuk menyediakan semua konsumsi energi dan material sumberdaya dan untuk menyerap semua limbah yang dibuang oleh populasi dengan teknologi yang digunakan. EF menyediakan modal alami yang dapat menentukan pada setiap skala, dari global sampai ke rumah tangga, berapa banyak layanan alam yang dialokasikan untuk mendukung entitas ini (Wackernagel 2001). Kajian EF perikanan dapat dilakukan dengan menggunakan data produksi hasil tangkapan pada setiap jenis ikan (Tabel 14). Tabel 14. Produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Desa Gili Indah (2012-2013) No 1 2 3 4 5 6
Nama Ikan Baronang Bawal Cumi Gurita Ekor kuning Kerapu/sunuk TOTAL
Produksi (kg/tahun)1) 2012 2013 800 500 2 000 1 000 300 200 800 100 250 350 100 100 2 250 1 250
Sistem Perairan2)
Trophic Level3)
B B A A B B
2.8 3.3 3.2 3.2 2.8 2.8
Ket: 1) Data Hasil Tangkapan Desa Gili Indah (2012;2013) 2) (A) Tropical Shelves, (B) Coastal and Coral System 3) Pauly dan Christensen (1995)
Produksi perikanan di Desa Gili Indah didominasi oleh ikan bawal. Jumlah tangkapan ikan dari Tahun 2012 ke 2013 mengalami penurunan sebesar 1000 kg yaitu 2 250 kg (2012) dan 1 250 kg (2013). Penelitian ini menggunakan analisis EF untuk menghitung penggunaan atau pemanfaatan area maksimal agar sumberdaya tetap lestari dan berkelanjutan. Pendekatan ini dapat digunakan sebagai indikator batas biofisik dan keberlanjutan (Costanza 2000). Analisis EF di Desa Gili Indah dihitung dengan membandingkan nilai EF pada Tahun 2012 dan nilai EF Tahun 2013 (Tabel 15). Nilai produktivitas primer (PPR) pada Coastal and Coral System lebih tinggi daripada Tropical Shelves pada Tahun 2012 maupun 2013. Tingginya nilai PPR pada Coastal and Coral System ini disebabkan oleh jenis ikan hasil tangkapan di Desa Gili Indah lebih didominasi oleh ikan-ikan yang tergolong pada Coastal and Coral System. Terdapat empat jenis ikan hasil tangkapan yang
31
tergolong Coastal and Coral System, dan hanya dua jenis ikan saja yang tergolong Tropical Shelves (Desa Gili Indah 2012;2013). Tabel 15. Kebutuhan ruang ekologis sistem perikanan di Desa Gili Indah Karakteristik PPR Coastal and Coral System (kg) PPR Tropical Shelves (kg) Jumlah Penduduka Jumlah Wisatawanb Total Penduduk EF (km2/kapita) Kebutuhan Ruang (km2) Luas Zona Perikanan Berkelanjutanc (km2) Cakupan (kali)
2012 52 401.40 19 370.92 3 684 383 736 387 420 0.3 x 10-6 0.12 18.97 0.006
2013 28 829.69 5 282.98 3 694 426 050 429 744 0.1 x 10-6 0.05 18.97 0.003
Ket: a) Desa Gili Indah (2012;2013); b) Dispar 2013 Unpublished Data; c) KP3K-KKP 2013.
Nilai EF pada tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 0.2 x 10-6 km2/kapita. Pada tahun 2012 estimasi nilai EF sebesar 0.3 x 10-6 km2/kapita dengan luasan area yang dibutuhkan adalah 0.12 km2 atau sekitar 0.006 kali luas kawasan TWP Gii Matra. Nilai EF mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 0.1 x 10-6 km2/kapita dengan luasan area yang dibutuhkan sebesar 0.05 km2 atau sekitar 0.003 kali luas kawasan TWP Gii Matra. Penurunan nilai EF dari Tahun 2012 ke 2013 dapat disebabkan oleh peningkatan total penduduk Gili Indah. Total penduduk yang digunakan dalam perhitungan EF (km2/kapita) merupakan total jumlah masyarakat setempat dan jumlah wisatawan. Kebutuhan ruang ekologis mengalami penurunan dari tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar 0.07 km2. Penurunan kebutuhan ruang ekologis ini dapat disebabkan oleh penurunan produksi ikan hasil tangkapan. Dong-dong et al. (2010) menyatakan bahwa luas lahan yang dibutuhkan untuk dimanfaatkan oleh suatu populasi sangat bergantung pada sistem produksi ekologis dan pola konsumsi sumberdaya. Berikut disajikan tabel perbandingan nilai EF dan kebutuhan ruang pada daerah lain (Tabel 16). Tabel 16. Perbandingan kebutuhan ruang ekologis perikanan dengan daerah lain Lokasi
EF (km2/kapita)
Kecamatan Una-Unaa Desa Oleleb Desa Gili Indah
0.0004 0.002 0.1 x 10-6
Kebutuhan Ruang (km2) 0.055 1.96 0.05
Biocapacity (BC) (km2) 8.45 3.21 18.97
Ket: a) Sulistiawati 2012, b) Djau 2012 Sumber: Data primer (diolah) 2014
EF perikanan untuk Desa Gili Indah memiliki nilai yang cukup kecil jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh lebih kecilnya jumlah produksi ikan hasil tangkapan dan perbedaan jumlah penduduk di Desa Gili Indah. Jumlah produksi ikan hasil tangkapan ini berhubungan dengan jumlah
32
nelayan dan alat tangkap yang digunakan. Djau (2012) menyatakan bahwa besarnya kebutuhan ruang ekologis bagi perikanan sangat dipengaruhi oleh produksi perikanan dan populasi penduduk. Nilai EF perikanan ini dapat digunakan sebagai indikator keberlanjutan dengan membandingkan nilai EF terhadap luas lahan produktif yang tersedia. Haberl et al. (2001) menjelaskan bahwa EF dari populasi tertentu dapat dibandingkan dengan luas lahan yang tersedia pada tingkat global atau regional, biasanya disebut sebagai 'biocapacity' (BC). BC adalah ukuran dari kapasitas area produktif yang tersedia di dunia secara keseluruhan, di suatu negara atau di area yang lebih kecil (Lewan 2000). Nilai BC yang digunakan dalam penelitian ini adalah total luas perairan pada zona perikanan berkelanjutan yang merupakan daerah produktif bagi nelayan mencari ikan. EF menilai besarnya total area bioproduktif yang dibutuhkan agar kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat dapat dilakukan secara berkelanjutan di semua daerah di bumi (Haberl et al. 2004). Perbandingan tingkat konsumsi dengan jumlah area bioproduktif yang tersedia (darat maupun laut) digunakan untuk menunjukkan kemungkinan terlampaui atau tidaknya ambang batas keberlanjutan (Wiedmann dan Barrett 2010). Schaefer et al. (2006) menyatakan bahwa jika nilai EF > BC maka disebut overshoot dan jika nilai EF < BC maka disebut undershoot. Perbandingan nilai EF dan BC secara diagramatik dapat dilihat pada Gambar 16.
EF
BC
0,00
0,05
0,10
5,00
10,00
15,00
20,00
Luasan (km2)
Gambar 16. Perbandingan EF dan BC secara diagramatik Nilai EF pada Desa Gili Indah adalah sebesar 0.1 x 10-6 km2/kapita. Jika total penduduk Desa Gili Indah pada Tahun 2013 sebesar 429 744 jiwa maka luasan EF sebesar 0.55 km2. Jika dibandingkan dengan luas perairan TWP Gili Matra sebesar 18.97 km2, maka kondisi ini disebut sebagai undershoot. Stanley (2010) menyatakan bahwa kondisi undershoot disebut sebagai keadaan perikanan yang belum tereksploitasi (under-exploited). Hal ini berarti bahwa pemanfaatan EF perikanan masih lebih kecil dari luasan lahan yang tersedia sehingga masih terdapat ruang agar sumberdaya dapat berkembang biak dan mempertahankan fungsi ekologisnya.
33
Pendekatan EF statis ini merupakan indikator ruang ekologis dan mampu memberikan perkiraan batas penggunaan sumberdaya dalam skala ruang. Namun, pendekatan ini juga memiliki beberapa kelemahan dalam pendugaan daya dukung perikanan. Hal ini dikarenakan perhitungan EF statis hanya didasarkan pada jumlah produksi atau hasil tangkapan ikan. Moffat (2000), menyatakan bahwa terdapat beberapa keterbatasan dalam penggunaan ecological footprint, yaitu (1) hasil dari ecological footprint ini kurang dapat memberikan nasihat dalam memecahkan masalah penggunaan sumberdaya oleh manusia; (2) ecological footprint merupakan ukuran statis, sehingga diperlukan perhitungan dinamis; (3) mengabaikan perubahan teknologi penangkapan. 4.7 Penilaian Perikanan di TWP Gili Matra Menggunakan Indikator EAFM Indikator diperlukan untuk mendukung pelaksanaan EAFM dengan memberikan informasi tentang keadaan ekosistem, intensitas penangkapan dan kematian dan perkembangan pengelolaan (Jennings 2005). Pendekatan indikator untuk data yang terbatas (data-limited) merupakan salah satu cara yang paling baik dalam pengelolaan perikanan (Ye et al. 2011). Terdapat beberapa tujuan pengelolaan dari penilaian indikator untuk pengelolaan perikanan yaitu keberlanjutan pemanfaatan, keuntungan ekonomi, perlindungan sumberdaya dan pengelolaan kegiatan penangkapan (Pelletier et al. 2008). Penilaian kondisi perikanan di TWP Gili Matra dengan menggunakan indikator EAFM dilakukan terhadap enam domain yang meliputi domain sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknologi penangkapan ikan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Terdapat beberapa ukuran penilaian masing-masing indikator pada setaiap domain yaitu: 1. Warna hijau dengan skor 3, indikator dalam kondisi baik. 2. Warna kuning dengan skor 2, indikator dalam kondisi sedang. 3. Warna merah dangan skor 1, indikator dalam kondisi kurang baik. Domain sumberdaya ikan Sumberdaya ikan merupakan potensi semua jenis ikan (UU No 31 Tahun 2004). Nilai komposit indikator pada domain sumberdaya ikan sebesar 206 (Tabel 17). Penilaian terhadap masing-masing indikator didapatkan bahwa indikator spesies ETP termasuk dalam kondisi baik. Tabel 17. Analisis komposit domain sumberdaya ikan Sumberdaya Ikan Hasil Skor Bobot Nilai
1* Relatif tetap 2 40 80
2* 38.54 % 2 30 60
3* Relatif tetap 2 16 32
4* 0% 3 10 30
5*
Total
1.0493 ind/m2 1 4 4
206
Ket: *1) Ukuran ikan, 2) proporsi ikan yuwana, 3) range collapes, 4) spesies ETP, 5) densitas ikan karang Sumber: Data primer (diolah) 2014
34
Indikator ukuran ikan, proporsi ikan yuwana, dan range collapes tergolong dalam kondisi sedang, sedangkan densitas ikan karang tergolong dalam kondisi kurang baik. Hal ini dikarenakan kelimpahan ikan yang didapat lebih kecil dari 10 ind/m2 yaitu sebesar 1.0493 ind/m2. Kondisi ini dapat disebabkan oleh keadaan ekosistem karang sebagai habitat ikan sudah mengalami kerusakan. Domain habitat dan ekosistem Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain habitat yaitu sebesar 201 (Tabel 18). Penilaian pada setiap indikator didapatkan dua indikator yang tergolong dalam kondisi baik yaitu indikator kualitas perairan dan dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat. Penilaian terhadap indikator status lamun dan habitat unik masih tergolong dalam kondisi sedang. Nilai tutupan lamun hanya sebesar 49% dan pengelolaan habitat unik di Gili Matra belum dilakukan secara optimal. Penilaian indikator status mangrove dan terumbu karang tergolong dalam kondisi yang kurang baik. Hal ini dikarenakan kerapatan jenis mangrove sebesar 300 pohon/ha dan persentase tutupan terumbu karang sebesar 8 %. Kecilnya nilai persen tutupan terumbu karang ini dapat disebabkan belum pulihnya terumbu karang akibat kegiatan pemboman pada masa lampau, dan peningkatan wisata bahari dapat menyebabkan degradasi terumbu karang akibat terinjak oleh wisatawan. Berenang, snorkelling, berjalan di terumbu karang, dan alat tangkap jaring dapat memberikan dampak yang tinggi terhadap terumbu karang dangkal (Hannak et al. 2011). Tabel 18. Analisis komposit domain habitat dan ekosistem Habitat & Ekosistem
1*
2*
3*
4*
5*
Hasil
Tidak tercemar
49%
300 pohon/ha
8% dan 18 %
Ada, tapi belum optimal
Skor
3
2
1
1
2
Telah diketahui (strategi & mitigasi) 3
Bobot
22
17
17
17
17
11
Nilai
66
34
17
17
34
33
6*
Total
201
Ket: *1) Kualitas perairan, 2) status lamun, 3) status mangrove, 4) status terumbu karang, 5) habitat unik, 6) dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat Sumber: Data primer (diolah) 2014
Domain teknik penangkapan ikan Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain teknik penangkapan ikan yaitu sebesar 178 (Tabel 19). Indikator yang tergolong dalam kondisi baik adalah indikator selektivitas alat tangkap, karena jenis-jenis alat tangkap yang digunakan pada kawasan Gili Matra didominasi oleh jenis alat tangkap yang selektif. Indikator modifikasi alat penangkapan dan alat bantu penangkapan ikan tergolong dalam kondisi sedang, karena terdapat 38.54 % ukuran ikan tangkapan yang lebih kecil dari nilai Lm. Indikator metode penangkapan ikan yang destruktif memiliki tergolong dalam kondisi kurang baik.
35
Hal ini disebabkan oleh terjadi frekuensi penangkapan dengan alat tangkap ilegal (muroami) lebih dari 10 pelanggaran per tahunnya. Tabel 19. Analisis komposit domain teknologi penangkapan ikan Teknologi Penangkapan Ikan Hasil Skor Bobot Nilai
1*
2*
3*
Total
> 10 1 43 43
38.54 % 2 36 72
1% 3 21 63
178
Ket: *1) Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan ilegal, 2) modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan, 3) selektivitas tangkapan Sumber: Data primer (diolah) 2014
Domain ekonomi Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain ekonomi yaitu sebesar 208 (Tabel 20). Indikator pendapatan rumah tangga tergolong dalam kondisi baik, karena terdapat beberapa nelayan yang memiliki home stay atau penginapan, dan toko yang dikelola oleh istri mereka yang dapat menambah pendapatan rumah tangga. Indikator kepemilikan aset masih tergolong dalam kondisi sedang, karena berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan aset produktif yang dimiliki nelayan cenderung tetap jika dibangdingkan dengan tahun sebelumnya. Penilaian pada indikator saving rate masih tergolong rendah karena nilai saving rate yang didapat sebesar 0.45% yang lebih kecil dari tingkat bunga Bank Indonesia Tahun 2013 (7.5%). Hal ini dapat disebabkan oleh nelayan umumnya tidak memiliki pengetahuan tentang pentingnya menabung dan dapat juga disebabkan oleh nilai barang dan jasa di Desa Gili Indah cukup tinggi. Tabel 20. Analisis komposit domain ekonomi Ekonomi
1*
2*
3*
Hasil
Tetap
5 770 000
0.45
Skor
2
3
1
Bobot Nilai
50 100
29 87
21 21
Total
208
Ket: *1) Kepemilikan aset, 2) pendapatan rumah tangga, 3) saving rate Sumber: Data primer (diolah) 2014
Domain sosial Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain sosial yaitu sebesar 185 (Tabel 21). Penilaian terhadap indikator konflik perikanan tergolong dalam kondisi sedang. Hal ini dikarenakan terjadi tiga kali konflik dalam setahun yaitu konflik perebutan wilayah antara nelayan dan pengusaha diving. Penilaian indikator partisipasi pemangku kepentingan tergolong dalam
36
kondisi sedang. Hal ini didasarkan pada persentase partisipasi pemangku kepentingan dalam kegiatan pengelolaan perikanan sebesar 41,5%. Tabel 21. Analisis komposit domain sosial Sosial
1*
2*
3*
Total
Hasil Skor Bobot Nilai
41.1 % 1 40 40
3 konflik 2 35 70
Penerapan efektif 3 25 75
185
Ket: *1) Partisipasi pemangku kepentingan, 2) konflik perikanan, 3) pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan SDi Sumber: Data primer (diolah) 2014
Domain kelembagaan Penilaian indikator pada domain kelembagaan dilakukan terhadap enam indikator (Tabel 22). Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain kelembagaan yaitu sebesar 231. Pada domain kelambagaan hanya terdapat satu indikator saja yang tergolong dalam kondisi baik yaitu kapasitas pemangku kepentingan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kapasitas pemangku kepentingan telah dapat diterapkan dalam pengelolaan kawasan konservasi di Gili Matra. Tabel 22. Analisis komposit domain kelembagaan Kelembagaan
1*
2*
3*
4*
5*
6*
Hasil
10 pelanggaran
Ada & tetap
Tidak sepenuhnya dijalankan
Belum ada RPP
Komunikasi tidak efektif
Ada & berfungsi dengan baik
Skor
1
2.5
2
1
2
3
Bobot
25
22
18
15
11
9
Nilai
25
55
36
15
22
27
Total
231
Ket: *1) Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab, 2) kelengkapan aturan main, 3) mekanisme kelembagaan, 4) rencana pengelolaan perikanan, 5) tingkat sinergitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan, 6) kapasitas pemangku kepentingan Sumber: Data primer (diolah) 2014
Indikator yang tergolong dalam kondisi sedang yaitu pada indikator kelengkapan aturan main, mekanisme kelembagaan, dan tingkat sinergitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan. Penilaian pada indikator kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dan RPP tergolong dalam kondisi kurang baik. Kondisi ini disebabkan oleh telah terjadi pelanggran terhadap peraturan formal maupun nonformal lebih dari 5 kasus dalam satu tahun dan wilayah Gili Matra masih belum memiliki RPP.
37
4.8 Analisis Flag Modeling Teknik Flag Modeling digunakan untuk dapat melihat status atau kategori penilaian indikator yang telah dilakukan. Indeks komposit agregat indikator EAFM dilakukan dengan menjumlahkan indikator pada setiap domain (Tabel 23). Indeks komposit agregat indikator EAFM menunjukkan bahwa terdapat dua kategori indikator yaitu kategori baik dan sedang. Domain yang termasuk pada kategori baik yaitu domain sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, dan ekonomi. Domain yang termasuk pada kategori sedang yaitu domain teknologi penangkapan ikan, sosial dan kelembagaan. Rata-rata nilai agregat dari seluruh domain EAFM yaitu sebesar 193, yang berarti bahwa kegiatan perikanan di kawasan TWP Gili Matra masih termasuk dalam kategori sedang. Wilayah TWP Gili Matra termasuk kedalam WPP-573. DJPT-KKP (2011), menyatakan bahwa nilai komposit di WPP 573 tergolong dalam kategori sedang yaitu sebesar 182. Tabel 23. Indeks komposit agregat indikator EAFM pada setiap domain di TWP Gili Matra Domain
Nilai
Bendera
Keterangan
Sumberdaya Ikan
206
Baik
Habitat dan Ekosistem
201
Baik
Teknologi Penangkapan Ikan
178
Sedang
Ekonomi
208
Baik
Sosial
185
Sedang
Kelembagaan
180
Sedang
Rata-rata
193
Sedang
Sumber : Data primer (diolah) 2014
4.9 Keputusan Taktis (Tactical Decision) Perencanaan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dapat dilakukan dengan menerjemahkan tujuan pengelolaan ke dalam strategi dan menentukan langkah-langkah taktis untuk mencapai strategi. Gavaris (2009), menyatakah bahwa terdapat dua jenis keputusan bagi manajemen yaitu, strategic decisions (membangun referensi yang cocok untuk tekanan) dan tactical decisions (mengidentifikasi tingkat dari ukuran manajemen yang menjaga tekanan relatif yang dapat diterima terhadap referensi). Pendekatan keputusan taktis (tactical decision) merupakan suatu tindakan untuk menentukan langkah taktis yang akan dilakukan untuk mencapai strategi pengelolaan yang telah ditetapkan. Pengambilan keputusan taktis adalah memutuskan pada tindakan (taktik) untuk mencapai strategi pengelolaan (Trophia Ltd 2011).
38
Tujuan pengelolaan Tujuan pengelolaan secara garis besar dalam EAFM adalah untuk menjaga produksi hasil tangkapan agar tetap lestari, menjaga keanekaragaman hayati, menjaga kesesuaian fungsi habitat dan ekosistem, mensejahterahkan masyarakat secara ekonomi dan mengoptimalkan fungsi kelembagaan dalam pengelolaan perikanan. Tujuan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem adalah untuk mencapai integrasi antara perikanan dan pengelolaan habitat pada tingkat lokal atau sub-regional (Torell 2009). Tujuan pengelolaan dalam penelitian di kawasan TWP Gili Matra terbagi menjadi beberapa tujuan sebagai berikut: 1. Agar tidak menyebabkan penurunan produktivitas yang tidak dapat diterima oleh ekosistem; 2. Agar tidak menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati; 3. Agar tidak menyebabkan perubahan habitat dalam rangka untuk menjaga keseimbangan fisika dan kimia ekosistem; 4. Agar tidak menyebabkan penurunan ekonomi masyarakat nelayan; 5. Agar tidak menyebabkan kesenjangan sosial antar pemangku kepentingan; 6. Agar tidak menyebabkan kesenjangan kebijakan antar pemerintah. Strategi pengelolaan Strategi dilakukan berdasarkan dengan apa yang harus dilakukan untuk memenuhi tujuan pengelolaan. Strategic decisions harus dapat memfasilitasi perbandingan atribut yang dihasilkan dengan alternatif referensi yang dipilih (Gavaris 2009). Saran strategis tergantung pada pemahaman hubungan yang menghubungkan referensi tekanan untuk atribut dan dinamika kekuatan lain yang mempengaruhi atribut. Rumusan strategi untuk pengelolaaan perikanan dengan pendekatan ekosistem di Gili Matra yaitu sebagai berikut: 1. Sumberdaya ikan Menjaga trend ukuran ikan tangkapan agar relatif semakin besar dari tahun ke tahun. Mengontrol proporsi ikan yuwana lebih kecil dari 30%. Menjaga daerah penangkapan ikan agar semakin mudah. Mengontrol agar tidak ada ikan tangkapan yang tergolong spesies ETP. Mengontrol densitas ikan karang agar lebih besar dari 10 ind/m2. 2. Habitat Menjaga agar konsentrasi parameter pencemar berada dibawah baku mutu air laut sesuai Kepmen LH 2004. Menjaga agar tutupan lamun lebih besar dari 50%. Menjaga agar kerapatan mangrove lebih besar dari 1500 pohon/ha. Menjaga agar tutupan terumbu karang hidup lebih besar dari 50 %. Mengatur agar implementasi pengelolaan habitat unik berjalan dengan baik. Meminimalkan dampak perubahan iklim terhadap perairan dan habitat serta mengatur strategi adaptasi dan mitigasi.
39
3. Teknik penangkapan ikan Meminimalkan frekuensi pelanggaran terhadap metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan ilegal lebih kecil dari 5 kasus/tahun. Menjaga ukuran ikan tangkapan di bawah Lm (lenght of first maturity). Meminimalkan penggunaan alat tangkap yang tidak selektif dibawah 50%. 4. Ekonomi Mengontrol agar kepemilikan aset produktif bertambah dari tahun ke tahun. Menjaga agar pendapatan nelayan diatas UMR (Rp. 1.210.000). Mengontrol agar saving rate nelayan lebih besar dari 2 sampai 3 kali tingkat bunga Bank Indonesia (2-3kali > 7.5%). 5. Sosial Menjaga agar partisipasi pemangku kepentingan terhadap kegiatan perikanan berada diatas 75%. Meminimalkan agar konflik perikanan hanya terjadi 1 kali dalam setahun. Meningkatkan penerapan pengetahuan lokasl yang efektif dalam pengelolaan sumberdaya ikan. 6. Kelembagaan Meminimalkan frekuensi pelanggaran terhadap kebijakan pemerintah lebih kecil dari 2 kasus dalam setahun. Menambah jumlah kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan. Menjaga agar keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah dapat dijalankan sepenuhnya. Mengatur rencana pengelolaan perikanan (RPP) agar dapat dijalankan sepenuhnya. Menjaga agar sinergi antar lembaga berjalan dengan baik. Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan agar dapat difungsikan dengan baik dalam pengelolaan perikanan. Langkah taktis Keputusan taktis merupakan bagaimana cara yang akan dilakukan untuk mengimplementasikan strategi pengelolaan yang telah ditetapkan. Taktik adalah langkah-langkah pengaturan yang dapat memberikan umpan balik dan dapat disesuaikan untuk mencapai strategi (Gavaris 2009). Langkah taktis dilakukan terhadap indikator yang tidak sesuai dengan nilai reference point atau yang memiliki skor 1 dan 2 dalam penilaian perikanan melalui pendekatan EAFM. Langkah taktis ini dilakukan agar dapat meningkatkan skor atau kondisi perikanan dari kategori kurang baik menjadi sedang atau dari skor 1 menjadi 2, dan dari kategori sedang menjadi baik atau dari skor 2 menjadi 3. Langkah-langkah taktis yang dapat dilakukan untuk pengelolaan perikanan di kawasan TWP Gili Matra dapat dilihat pada Tabel 24 dan Tabel 25.
40
Tabel 24. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra Nilai Aktual
Reference indikator
Langkah Taktis
Atribut Skor
Kriteria
Skor
Kriteria
-Ukuran Ikan
2
Ukuran relatif tetap
3
Ukuran semakin besar
-Range Collapse
2
Relatif tetap
3
Semakin mudah
-Densitas Ikan Karang
1
∑ ind. < 10 ind/m2
2
∑ ind. =10 ind/m2
2
Tutupan 30 50%.
3
Tutupan > 50%.
1
Kerapatan rendah (<1000 pohon/ha)
2
Kerapatan sedang (1000-1500 pohon/ha)
Sumberdaya Ikan
Habitat dan Ekosistem -Status Lamun
-Status Mangrove
1
Tutupan < 25%
2
Tutupan 25 - 50%
-Habitat Unik
2
Ada upaya pengelolaan, tapi belum optimal
3
Implementasi pengelolaan sudah berjalan dengan baik
-Modifikasi alat penangkapan &alat bantu penangkapan
1
2
Replanting lamun di utara dan selatan Gili Trawangan, penentuan daerah penurunan jangkar, dan pelatihan wisatawan yang akan melakukan kegiatan diving dan snorkeling.
Penanaman mangrove terutama di Gili Ayer. Transplantasi karang di sekitar area dekat pelabuhan, penentuan daerah penurunan jangkar, dan pelatihan wisatawan untuk kegiatan diving dan snorkeling.
Sosialisasi dan mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan habitat unik.
Frek. pelanggaran > 10 kasus/tahun
2
25%-50% ukuran target spesies < Lm
3
Sumber : Data primer (diolah) 2014
Membatasi atau melarang penangkapan di area pemijahan dan pengasuhan seperti ekosistem terumbu karang & lamun. Pembuatan biorock terutama pada daerah di sekitar pelabuhan.
-Status Terumbu Karang
Teknologi Penangkapan Ikan -Metode penangkapan yang destruktif
Pengaturan ukuran mata jaring sesuai dengan Lm ikan Target, mengurangi penggunaan alat tangkap muroami dan jaring krakat.
Frek. pelanggaran 510 kasus/tahun
Kurang dari 25% ukuran target spesies < Lm
Pengawasan dan penegakan hukum terhadap muroami dan memberikan alternatif alat tangkap lain yang lebih selektif. Perizinan penggunaan alat tangkap, pelarangan muroami dan pengaturan mata jaring sesuai dengan ukuran Lm ikan target (sulir, serpik, membireng, membiluk, dan terinjang).
41
Tabel 25. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra (Lanjutan) Nilai Aktual
Reference indikator
Atribut
Langkah Taktis Skor
Kriteria
Skor
Kriteria
-Kepemilikan aset
2
Aset produktif tetap
3
Aset produktif bertambah
-Saving rate
1
SR < / = tingkat bunga
2
SR > sampai = 2x tingkat bunga
Ekonomi Peningkatan nilai tambah produk dengan pengolahan ikan, membangun koperasi nelayan. Pelatihan layanan akses keuangan dan pengadaan koperasi bagi nelayan.
Sosial -Partisipasi pemangku kepentingan
1
Partisipasi < 50%
2
Partisipasi 50 – 75%
-Konflik perikanan
2
2 – 3 kali kejadian konflik
3
1 kali kejadian konflik
1
Frekuensi pelanggaran>5 kasus dalam satu tahun
2
Frekuensi pelanggaran antara 24 kasus dalam satu tahun
Penegakan hukum terhadap alat tangkap muroami, memberikan alternatif penggunaan alat tangkap lain yang lebih selektif, sosialisasi dan pemberitahuan mengenai adanya zonasi.
-Kelengkapan aturan main
2
Ada tapi jumlahnya tetap
3
Ada dan jumlahnya bertambah
Menambah aturan penegakan hukum terhadap pelanggaran zonasi.
-Mekanisme kelembagaan
2
Apabila keputusan dikeluarkan tetapi tidak dijalankan sepenuhnya
3
Apabila keputusan dikeluarkan dan dijalankan sepenuhnya
Belum terdapat RPP
2
Kelembagaan -Kepatuhan terhadap prinsip perikanan
-Rencana pengelolaan perikanan
1
-Tingkat seinergitas
2
Terjadi komunikasi tetapi tidak efektif
3
Ada RPP namun belum dijalankan sepenuhnya Sinergi antar lembaga berjalan baik
Pendampingan (public awareness penyuluhan, dan peningkatan kapasitas) masyarakat dalam pengelolaan SDi. Membentuk pengusaha nelayan.
asoaisasi antara diving dangan
Monitoring dan pengawasan terhadap pelanggaran zonasi.
Monitoring dan pendampingan perencanaan RPP.
Meningkatakan komunikasi dan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah.
Sumber : Data primer (diolah) 2014
Langkah taktis dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dilakukan terhadap 18 indikator yaitu 3 indikator pada domain sumberdaya ikan, 4 indikator pada domain habitat dan ekosistem, 2 indikator pada domain teknologi penangkapan ikan, 2 indikator pada domain ekonomi, 2 indikator pada domian sosial, dan 5 indikator domain kelembagaan. Langkah taktis ini perlu dilakukan agar dapat meningkatkan status kawasan Gili Matra dari status sedang menjadi baik.
42
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Keterkaitan diantara beberapa variabel wisata dan perikanan tidak menunjukkan keeratan hubungan yang kuat, kecuali hubungan antara jumlah wisatawan terhadap jumlah nelayan. Pemanfaatan ruang ekologis untuk kegiatan perikanan di kawasan Gili Matra masih tergolong undershoot atau underfishing. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan EF perikanan masih lebih kecil dari luasan lahan yang tersedia sehingga masih terdapat ruang agar sumberdaya dapat bereproduksi dan mempertahankan fungsi ekologisnya. Penilaian perikanan melalui indikator EAFM didapatkan bahwa status atau kondisi perikanan di kawasan TWP Gili Matra termasuk dalam kategori sedang. Strategi pengelolaan perikanan di kawasan TWP Gili Matra dirumuskan terhadap semua indikator berdasarkan nilai reference point tiap indikator. Langkah taktis dirumuskan pada indikator yang memiliki penilaian sedang dan kurang baik. Rumusan langkah taktis tersebut yaitu; pengaturan ukuran mata jaring, pembatasan area penangkapan, pembuatan biorock, replanting lamun, rehabilitasi mangrove, transplantasi karang, sosialisasi, pengawasan dan penegakan hukum, perizinan alat tangkap, pelarangan muroami, peningkatan nilai tambah produk, pelatihan layanan akses keuangan, public awareness, penyuluhan dan peningkatan kapasitas, pembentukan asosiasi pengusaha diving dan nelayan, pemberian alternatif alat tangkap, penambahan aturan penegakan hukum, dan peningkatan komunikasi dan kerjasama. 5.2 Saran Kajian tentang daya dukung perikanan perlu dilakukan dengan pendekatan EF dinamis agar didapatkan pendugaan daya dukung yang lebih baik. Penilaian indikator EAFM perlu dilakukan secara berkala (tahunan), agar indikator dapat dinilai dengan lebih baik dan pengelolaan perikanan dapat direncanakan dengan lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Adrianto L, Matsuda Y, Sakuma Y. 2005. Assesing Sustainability of Fishery Systems in A Small Island Region: Flag Modeling Approach. Proceeding of IIFET. 2005 Allen G, Swainston R, Ruse J. 1997. Marine Fishes of Tropical Australia and South-East Asia: A Field Guide for Anglers and Divers. Singapore (SG): Periplus Editions (HK) Ltd. Brower JE, Zar JH, and Von Ende ZN. 1990. Field and laboratory methods for general ecology. Wim. C. Brown Co. Pub.Dubuque. Iowa. 237p. Casagrandi R, Rinaldi S. 2002. A Theoretical Approach to Tourism Sustainability. International Institute for Applied Systems Analysis Schlossplatz 1 A-2361 Laxenburg, Austria.
43
Costanza R. 2000. The dynamics of the ecological footprint concept. Ecological Economics. 32: 341–345 Desa Gili Indah. 2012. Profil Desa dan Kelurahan. Gili Indah (ID): Desa Gili Indah Desa Gili Indah. 2013. Profil Desa dan Kelurahan. Gili Indah (ID): Desa Gili Indah DeVaus DA. 2002. Surveys in Social Research Fifth Edition. Australia (AU): National Library of Australia. Dhahiyat Y, Djalinda S, Herman H. 2003. Stuktur komunitas ikan karang di daerah transplantasi karang Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Ikhtiologi Indonesia. 3(2) Djau MS. 2012. Analisis keberlajutan perikanan di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Olele dan perairan sekitarnya Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Djohar I. 1999. Kondisi karang Scleractinia pada daerah rataan dan lereng terumbu karang di Taman Wisata Alam Laut Gili Indah, Lombok, Nusa Tenggara Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [DJPT-KKP] Direktorat Jendral Perikanan Tangkap-Kementrian Kelautan dan Perikanan, [WWF-Indonesia] World Wide Foundation, [PKSPL-IPB] Pusat Kajian Sumberdaya Laut dan Pesisir, Institut Pertanian Bogor. 2011. Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Perikanan di Indonesia – Kajian Awal Keragaan Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries Management) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. Dong-dong C, Wang-sheng G, Yuan-quan C, Qiao Z. 2010. Ecological footprint analysis of food consumption of rural residents in China in the latest 30 Years. Elsevier. Agriculture and agricultural science procedia. P 106-115 Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius. English SC, Wilkinson, Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institut of Marine Science. Townville (AU). 34-80p. [FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2005. Putting Into Practice The Ecosystem Approach to Fisheries. Rome Gavaris S, Porter JM, Stephenson RL, Robert G, Pezzack DS. 2005. Review of Management Plan Conservation Strategies for Canadian Fisheries on Georges Bank: A Test of A Practical Ecosystem-Based Framework. ICES CM. BB (05) Gavaris S. 2009. Fisheries management planning and support for strategic and tactical decisions in an ecosystem approach context. Fisheries Research. 100: 6–14 Haberl H, Karl-Heinz E, Fridolin K. 2001. How to calculate and interpret ecological footprints for long periods of time: the case of Austria 1926– 1995. Ecological Economics 38: 25-45 Haberl H, Wackernagel M, Krausmann F, Erb KH, Monfreda C. 2004. Ecological footprints and human appropriation of net primary production: A comparison. Land Use Policy. 21(3): 279-288. Hall CM. 2001. Trends in ocean and coastal tourism: the end of the last frontier?. Ocean & Coastal Management. 44: 601–618
44
Hannak JS, Kompatscher S, Stachowitsch M, Herler J. 2011. Snorkelling and trampling in shallow-water fringing reefs: Risk assessment and proposed management strategy. Environmental Management. 92: 2723-2733 Hasanah K. 2013. Uji Korelasi Product Moment. [terhubung berkala] http://statistikapendidikan.com. Hill J, Wilkinson C. 2004. Methods for Ecological Monitoring of Coral Reefs: A Resource for Managers, ver 1. Townsville (AU): Australian Institute of Marine Science. Husni S. 2001. Kajian Ekonomi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang (Studi Kasus di Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hunter C, Shaw J. 2005. The ecological footprint as a key indicator of sustainable tourism. Tourism Management. 28: 46–57. Jennings S. 2005. Indicators to support an ecosystem approach to fisheries. Fish and Fisheries. 6: 212-232. Kartawijaya T, Yulianto I, Herdiana Y, Prasetia R, Anggraeni R, Hasbi KM, Hazmi H, Fain H. 2012. Aspek Sosial Ekonomi Dalam Pengelolaan Taman Wisata Perairan Gili Ayer, Meno, dan Trawangan 2012. Laporan Monitoring [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan, [WWF-Indonesia] World Wide Foundation, [PKSPL-IPB] Pusat Kajian Sumberdaya Laut dan Pesisir, Institut Pertanian Bogor. 2012. Penilaian Indikator Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries Management). Modul Training. [KP3K-KKP] Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Laporan Akhir-Pemantauan Kondisi Biofisik Di 7 (Tujuh) Kawasan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Wilayah Kerja Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional. Jakarta (ID): PT SURVINDO. [KP3K-KKP] Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Buku IV Album Peta TWP Gili Matra. Kohler KE, Gill SM. 2005. Coral Point Count with Excel Extensions (CPCe): A Visual Basic Program for The Determination of Coral and Substrate Coverage Using Random Point Count Methogology. Computers and Geosciences. 32: 1259-1269 Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 1). Australia (AU): Zoonetics Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 2). Australia (AU): Zoonetics Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 3). Australia (AU): Zoonetics Krebs CJ. 1972. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York (US): Harper & Row Publisher. Latuconsina, H, M. N. Nessa dan RA. Rappe. 2012. Komposisi Spesies Dan Struktur Komunitas Ikan Padang lamun Di Perairan Tanjung Tiram-Teluk
45
Ambon Dalam. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.4 No.1. Hal 3546. Lewan L. 2000. Ecological footprints and biocapacity: Tools in planning and monitoring of suistainable development in an international perpective. Swedish Environmental Protection Agency. Moffat I. 2000. Ecological footprint and sustainable development. Ecological Economics. 32: 359-362. Nababan TM. 2009. Persen Tutupan (Percent Cover) Terumbu Karang Hidup di Bagian Timur Perairan Pulau Rubiah Naggroe Aceh Darussalam. [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Nybakken JW. 1998. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. Dari Marine Biology: An Ecology Approach, oleh Eidman M, Koesoebiono DG, Bengen, Hutomo M, Sukardjo S. 1992. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. West Washington (US): Sounders College Publishing. Pauly D, Christensen V. 1995. Primary Production Required to Sustain Global Fisheries. Nature. 374: 255-257 Pelletier D, Claudet J, Ferraris J, Benedetti-Cecchi L, Garcia-Charton JA. 2008. J. Fish. Aquat. Sci. 65: 765-779. Pickering CM, Hill W. 2007. Impacts of recreation and tourism on plant biodiversity vegetation in protected areas in Australia. Environmental Management. 85: 791-800 Radiarta, Nyoman I, Rohmin D, Zairion. 1999. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Barat Daya Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Penelitian Perikanan Indonesia. 5 (2): 87 -95. Schaefer F, Luksch U, Steinbach N, Cabeca J, Hanauer J. 2006. Ecological footprint and biocapacity the world’s ability to regenerate resource and absorb waste in a limitedtime periode. Working paper and studies. European Communities. Luxembourg. P 5-7 Silalahi J. 2009. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Sofian A. 2004. Studi Keterkaitan Keanekaragaman Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang dengan Ikan Karang di Sekitar Kawasan Perairan Pulau Ru dan Pulau Keringan Wilayah Barat Kepulauan Belitung. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Solihin L. 2008. Analisa Biaya-Manfaat Program Konservasi Terumbu Karang di Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Simon FJG, Narangajavana Y, Marquesa DP. 2003. Carrying capacity in the tourism industry: a case study of Hengistbury Head. Tourism Management. 25: 275–283 Stanley H, Anders R, Alessandro G. 2010. Reflection on The Fishing Ground Footprint Methodology: The UAE as A Case Study. Footprint Forum 2010. Academic Conference Short Communications.
46
Suana IW, Ahyadi H. 2012. Mapping of ecosystem management problems in Gili Meno, Gili Air and Gili Trawangan (Gili Matra) through participative approach. Coastal Development. 16 (1): 94-101. Sulistiawati D. 2011. Model integrasi wisata-perikanan di gugus Pulau Batudaka Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Supranto J. 2000. Statisti Edisi Keenam- teori dan aplikasi. Jakarta (ID): Erlangga Torell M. 2009. Some institutional implications of an ecosystems approach to capture fisheries management. Aquatic Ecosystem Health & Management. 12 (4): 440-443. Trophia Ltd. 2011. Fisheries management procedures: a potential decision making tool for fisheries management in California. Quantitative Resource Assessment LLC. California Unal V, Franquesa R. 2010. A comparative study on socio-economic indicators and viability in small-scale fisheries of six districts along the Turkish coast. Applied Ichthyology. 26: 26-34. Wackernegel M, Rees WE. 1996. Our ecological footprint: reducing human impact on the erth. Canada: Gabriola Island Wackernagel, M., 2001. Using ecological footprint analysis for problem formulation, policy development and communications. Advancing sustainable resource management. USA (US): Oakland Wada Y. 1999. The Myth of "Sustainable Development": The Ecological Footprint of Japanese Consumption. [disertasi]. The University of British Columbia School of Community and Regional Planning. Weidmann T, Barret J. 2010. A Review of The Ecological Footprint IndicatorPerceptions and Methods. Suatainability. (2): 1645-1693. Ye Y, Cochrane K, Qiu Y. 2011. Using ecological indicators in the context of an ecosystem approach to fisheries for data-limites fisheries. Fisheries Research.112: 108-116.
47
LAMPIRAN
48
Lampiran 1. Ukuran rata-rata, Lm, dan panjang maksimal ikan hasil tangkapan No 1
Nama Lokal Geranggang/sulir
Ukuran rata-rata 25.48
Lm 21.3 cm
Panjang Maksimal 30 cm
Panjang < Lm 7.41 %
23.57
5.6 cm
40 cm
0.00 %
7.42
8.4 cm
9.5 cm
100.00 %
2
Serpik
3
Terinjang
4
Membireng
25.49
15.5 cm
50 cm
0.00 %
5
Membiluk
25.14
35 cm
60 cm
85.29 %
Rata-rata
38.54 %
Lampiran 2. Jenis ikan, dan status IUCN ikan hasil tangkapan di TWP Gili Matra No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 21 22
jenis ikan Naso brachycentron Abudefduf vaigiensis Heniochus diphreutes Plectorhinchus lineatus Monotaxis grandoculis Halichoeres solorensis Coris gaimard Melichthys niger Pterocaesio tile Pterocaesio digramma Caesio striata Caesio teres Siganus argentus Chromis caudalis Tylosurus gavialoides Stolephorus Sp. Wattsia mossambica Acanthurus mata Naso lopezi Siganus guttatus Carangoides fulvoguttatus
Status IUCN least concern not evaluated least concern not evaluated not evaluated least concern least concern not evaluated not evaluated not evaluated not evaluated not evaluated not evaluated not evaluated not evaluated not evaluated not evaluated least concern least concern not evaluated not evaluated
49
Lampiran 3. Kepadatan jenis ikan terumbu pada stasiun pengamatan di TWP Gili Matra Sumber Penelitian ini
Data Sekunder BKKPN
Lokasi A1 A2 A3 Rata-rata TKGM01 TKGM02 TKGM03 TKGM04 TKGM05 TKGM06 TKGM07 TKGM08 Rata-rata
Kepadatan (ind/ha) 15 640 11 360 4 480 10 493,33 4 920 15 360 17 960 7 240 8 760 13 440 29 480 14 360 13 940
Lampiran 4. Nilai parameter kualitas perairan, lamun, mangrove dan terumbu karang di TWP Gili Matra Kualitas Perairan
Nilai Primer
Baku Mutu (Kepmen LH)
BKKPN
31.2 C
-
28-30a
9.4
-
7-8.5b
*DO
5.4 mg/L
-
>5
*BOD
1.2 mg/L
3.2 mg/L
20 mg/L
-
0.1 mg/L
0.3 mg/L
-
49%
8%
17%
*Suhu *Ph
*Amonia Tutupan Lamun Tutupan Terumbu Karang
Kerapatan Mangrove - 300 pohon/ha 0 Ket: a) toleransi <2 C, b) toleransi <0.2 atuan pH
50
Lampiran 5. Persentase ukuran ikan target (dibawah Lm) yang didaratkan di TWP Gili Matra Jenis ikan
Persentase panjang ikan < Lm
Membireng
0%
Sulir
7.41 %
Membiluk
85.29 %
Terinjang
100 %
Serpik
0%
rata
38.54 %
Lampiran 6. Nilai parameter ekonomi nelayan di TWP Gili Matra Parameter Ekonomi
Nilai
Pendapatan Rata-rata
5 770 000
Pengeluaran Rata-rata
5 533 333
Nilai Tukar Nelayan (NTN)
112.88
Saving Rate UMR Lombok Utara
0.45 1 210 000
Tingkat Bunga BI
7.5 %
Lampiran 7. Konflik pemanfaatan sumberdaya di TWP Gili Matra Konflik Perebutan wilayah antara nelayan dan pengusaha diving
Frekuensi 3
51
Lampiran 8. Pengambilan data dan kondisi biorock di stasiun pengamatan terumbu karang
Lampiran 9. Transek kuadrat pada stasiun pengamatan terumbu karang
52
Lampiran 10. Kondisi ikan terumbu pada stasiun pengamatan terumbu karang
53
Lampiran 11. Kuisioner rumah tangga perikanan KUESIONER RUMAH TANGGA PERIKANAN Interviewer : ……………………. Tanggal : ……………………. 1. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Daerah asal : 5. Pekerjaan dan/atau usaha lain : 6. Anggota keluarga/tanggungan dan penghasilan : Tanggungan Istri Anak 1 Anak 2 Anak 3 Keponakan
Umur (th)
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan (Rp/bulan)
Orang Tua
7. Sejak tahun berapa bekerja di bidang perikanan tangkap : 8. Kedudukan sekarang : pemilik/penggarap/ABK/buruh 9. Kedudukan sebelumnya : pemilik/penggarap/ABK/buruh 10. Pekerjaan sebelum jadi nelayan : 2. Unit Penangkapan 1. Armada Penangkapan Jumlah Armada Bahan utama Ukuran (m) Tahun & tempat pembelian Palkah
Kayu/fiber/besi/.... p: l:
Jumlah (buah) : Dinding terbuat dari : stereofoam/fiber/kayu/.....
d: Harga :
GT:
Umur ekonomis Volume :
tahun m3/ton
2. Ada berapa lokasi tempat pembuatan kapal/perahu di daerah ini? (Sebutkan nama desa dan kecamatannya)
54
3. Karakteristik Mesin Kapal/Perahu : No 1 2
Karakteristik Mesin Kapal Jenis mesin (pilih salah satu) Mesin Utama :
Ukuran/satuan (inboard/outboard)
Merk Kekuatan/daya Bahan bakar (solar/bensin/..... Mesin bantu : Merk Kekuatan/daya 3 4
(HP/PK)
(HP/PK)
Bahan bakar (solar/bensin/..... Tempat pembelian Harga mesin Mesin Utama : Mesin tambahan
(Rp.) (Rp.)
4. Adakah tempat pembelian mesin kapal/perahu di sekitar lokasi? Sebutkan nama toko dan pemiliknya (Perum, KUD, swasta, pribadi, ……)! 5. Mesin kapal/perahu dibeli dengan cara : tunai/kredit/……….. 6. Karakteristik Alat Tangkap No
Karakteristik alat tangkap*)
1
2 3 4 5
Jenis alat tangkap Jumlah piece Ukuran mata jaring Jumlah pancing **) Tempat pembelian
6
Harga alat tangkap siap pakai
Keterangan (ukuran/satuan) P= P= P=
m m m (buah) (cm/inc) (buah) (Rp.)
7. Adakah tempat pembelian bahan/alat tangkap di sekitar Lokasi studi? (Sebutkan nama tokonya) 8. Bahan/alat tangkap dibeli dengan cara : tunai/kredit/…………… 9. Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap terdiri dari : - Nahkoda : orang - Fishing master: orang - KKM : orang - ABK : orang
55
10. Apakah ABK yang ikut operasi penangkapan masih keluarga/kerabat dari pemilik/nahkoda? 11. Biaya Perawatan Kapal/Perahu, Mesin kapal dan Alat Tangkap per tahun : o Kapal : Rp. ............................ per tahun/bulan o Alat Tangkap : Rp. ............................ per tahun/bulan o Mesin Utama : Rp. ............................ per tahun/bulan o Mesin Tambahan :Rp......................... per tahun/bulan o Peralatan lain : Rp. ............................ per tahun/bulan 3. Operasi Penangkapan Ikan 1. Kebutuhan Perbekalan Melaut Tiap Trip: Jenis perbekalan Solar *) Bensin Minyak Tanah Es Garam
Jumlah *)
Harga/satuan *)
Lokasi pembelian
Air
*) Sebutkan satuannya: liter, m3, ton, balok, dst. 2. Jelaskan bagaimana nelayan menentukan fishing ground (FG) sebelum melakukan operasi penangkapan? a. Berdasarkan pengalaman b. Informasi dari nelayan yang lain c. Informasi dari pelabuhan/dinas kelautan dan perikanan (data arus, pasang surut, suhu permukaan, dll) d. Lainnya, jelaskan…………………………………… 3. Apakah dari tahun ke tahun daerah penangkapan ikan semakin sulit, tetap atau semakin mudah ? 4. Menurut anda dalam setahun ada berapa kasus penangkapan yang merusak lingkungan ? a. frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun b. frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun c. frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun 5. Berapakah jumlah ikan berukuran kecil yang tertangkap ? (banyak/sedang/sedikit) 6. Berapa banyak ikan non-target yang tertangkap ?
(%)
56
7. Sebutkan FG yang sering didatangi oleh nelayan: No 1
Jarak dari FB*) (mil;km;jam)**)
Nama FG
2 3 4 5
*) FB = fishing base; FG = fishing ground **) Bila satuannya jam, sebutkan kecepatan rata-rata mesin kapal yang digunakan. 8. Fishing ground mana yang paling sering didatangi nelayan? Mengapa? 9. Sebutkan fishing ground terjauh yang pernah dicapai oleh nelayan : 10. Pernahkah anda menjumpai nelayan luar daerah yang melakukan penangkapan ikan di lokasi FG yang sama? 11. Jika anda pernah menjumpai nelayan dari daerah lain: No
Asal nelayan
Nama FG
Jenis alat tangkap
1 2 3
12. Pernahkah terjadi konflik perebutan FG dengan sesama nelayan setempat? Kalau ya, jelaskan apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya! 13. Pernahkah terjadi konflik perebutan FG dengan nelayan yang berasal dari luar daerah? Kalau ya, jelaskan apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya! 14. Jumlah trip penangkapan : No 1 2
Alat Tangkap
Jumlah Trip/minggu
Jumlah hari libur melaut
3 4
15. Jika nelayan tidak melaut/libur, apa sebabnya? (istirahat, cuaca, hari besar agama,dll) Sebutkan! 16. Kegiatan apa yang dilakukan jika tidak melaut?
57
17. Hasil tangkapan : Kategori musim ikan Musim puncak
Bulan melaut (1,2...dst)
Rata2 produksi per trip (kg/trip)
Musim sedang
Musim paceklik
Jenis ikan dominan -
Harga per jenis ikan dominan -
4. Pendaratan & Pemasaran Hasil Tangkapan: Sebutkan dimana lokasi pendaratan/penjualan ikan dilakukan, frekuensi, dan jaraknya: No
Lokasi pendaratan atau penjualan
Frekuensi pendaratan per bulan (kali)
1 2 3 4
*) jika mendaratkan ikan di luar pelabuhan Sebutkan alasan-alasan mengapa mendaratkan/menjual ikan d daerah tersebut : (1). Harga ikan lebih tinggi (2). Dekat dengan rumah (3). Fasilitas (pendaratan, atau lainnya) lebih baik (4). Pelayanan lebih baik (5). Permintaan juragan/bos/pembeli Lainnya : ……………………………………………………………… 5. Koperasi Atau Asosiasi Nelayan : 1. Sebutkan ada atau tidak adanya koperasi nelayan atau asosiasi nelayan (nama koperasi/asosiasi): Anda menjadi anggotanya ? (Ya/Tidak) 2. - Sebutkan alasan Anda sehubungan jawaban Anda diatas. ………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………
58
3. - Jika tidak ada asosiasi/koperasi, apakah diperlukan adanya asosiasi/koperasi tsb, jelaskan? 6. Permasalahan Nelayan : Sebutkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi Responden: (1). Kesulitan modal atau biaya operasional (2). Kesulitan tempat berlabuh atau mendaratkan ikan (3). Kesulitan menjual ikan (4). Kesulitan dalam pengolahan ikan (5). Kesulitan dalam penyediaan kebutuhan melaut (BBM, air, es, garam, dll.) (7). Kesulitan dalam perbaikan kapal/perahu (8). ……………………………………………… 7. Persepsi dan Aspirasi Responden? 1. Berapa kali anda mendapatkan penyuluhan perikanan tangkap? a. < 2 kali per bulan c. 5 – 10 kali per bulan b. 2 – 4 kali per bulan d. > 10 kali per bulan 2. Apakah penyuluhan yang dilakukan bermanfaat bagi usaha perikanan tangkap anda? a. Sangat bermanfaat c. bermanfaat e. tidak bermanfaat b. agak bermanfaat d. kurang bermanfaat 3. Apakah anda bergabung dengan kelompok nelayan? a. Ya, sebutkan nama kelompoknya b. Tidak 4. Kalau Ya, sudah berapa lama anda bergabung dengan kelompok nelayan? a. kurang dari 1 tahun b. 1-5 tahun c. Lebih dari 5 tahun 5. Menurut anda, adakah manfaat bergabung dengan kelompok nelayan? a. Ada b. Tidak c. Tidak tahu 6. Dalam 2-3 tahun terakhir, bagaimana hasil tangkapan ikan yang anda peroleh? a. meningkat lebih dari 2 kali lipat b. meningkat tidak sampai 2 kali lipat c. sama saja d. berkurang tidak sampai setengahnya e. berkurang sampai setengahnya f. berkurang sampai lebih dari setengahnya
59
Lampiran 12. Kuisioner indikator kelembagaan INDIKATOR KELEMBAGAAN A. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Daerah asal : 5. Pekerjaan dan/atau usaha lain : B. Kepatuhan terhadap Prinsip-Prinsip Perikanan yang Bertanggung Jawab dalam Pengelolaan Perikanan Formal 1. Berapa kali pelanggaran dalam 1 (satu) tahun yang dilakukan oleh stakeholder ? 2. Apa jenis pelanggaran yang biasa dilakukan ? Untuk menjawab pertanyaan ini, isikan dalam kolom berikut dengan memberikan chek list (√) sesuai jawaban. No
Pelanggaran Kriteria 2) 1) a b c d
e
Penindakan 3)
Kategori 4) a b c
1 2 3 4 1) Jenis-jenis pelanggaran apa saja yang terjadi ? 2) Kriteria pelanggaran apa saja yang ditemukan a. Kesesuaian fisik dan administrasi untuk kapal b. Penggunaan alat tangkap terlarang c. Perijinan yang tidak lengkap d. Pelanggaran terhadap daerah penangkapan e. Cara/Metode penangkapan yang tidak ramah lingkungan 3) Bentuk penindakan apa yang dilakukan pada setiap pelanggaran ? 4) Kategori pelanggaran a. Berat b. Sedang c. Ringan Informal 1. Apakah ada aturan adat yang disepakati terkait dengan pengelolaan perikanan ? b. Tidak ada a. ada 2. Jika “ada”, dalam bentuk apa, aturan dan kesepakatan tersebut dibuat ? a. Adaptasi b. Kesepakatan bersama c. Peraturan desa (Perdes) dalam pemanfaatan perikanan 3. Apakah ada pelanggaran terhadap aturan tersebut sepanjang yang ada ketahui ? Sebutkan ?
60
Untuk menjawab pertanyaan ini, isikan dalam kolom berikut dengan memberikan chek list (√) sesuai jawaban. No
Pelanggaran Kriteria 2) 1) a b c d
e
Penindakan 3)
Kategori 4) a b c
1 2 3 4 1) Jenis-jenis pelanggaran apa yang ditemukan oleh masyarakat ? 2) Kriteria pelanggaran apa saja yang ditemukan a. Kesesuaian fisik dan administrasi untuk kapal b. Penggunaan alat tangkap terlarang c. Perijinan yang tidak lengkap f. Pelanggaran terhadap daerah penangkapan g. Cara/Metode penangkapan yang tidak ramah lingkungan 3) Bentuk penindakan apa yang dilakukan pada setiap pelanggaran ? 4) Kategori pelanggaran a. Berat b. Sedang c. Ringan 4. Berapa kali pelanggaran terhadap aturan adat yang dilakukan oleh pengelola perikanan yang anda diketahui dalam 1 tahun terakhir ? C. Kelengkapan Aturan Main Dalam Pengelolaan Perikanan 1. Bagaimana kelengkapan peraturan nasional yang anda gunakan dalam pengelolaan perikanan ? coba sebutkan ? Jenis peraturan Kelengkapan No Lingkup peraturan nasional A 1) A2 2) A3 3) 1 Perijinan usaha 1 penangkapan 2 3 2 Operasionalisasi 1 penangkapan 2 (kapal dan alat) 3 3 Upaya konservasi dan 1 pemilihan 2 3 Ket : 1) ada ; 2) ada tapi tidak lengkap; 3) tidak ada 2. Jika ”B (ada tapi tidak lengkap)”, maka bagaimana jumlahnya ? a. Ada tapi jumlahnya berkurang b. Ada tapi jumlahnya tetap c. Ada dan jumlahnya bertambah
61
3. Bagaimana kelengkapan peraturan daerah (yang sesuai dengan peraturan nasional) yang anda gunakan dalam pengelolaan perikanan selama ini ? coba sebutkan ?
No Lingkup peraturan 1
2
Perijinan usaha penangkapan
Jenis daerah
peraturan
Kelengkapan A B C 1) 2) 3)
1 2 3
Operasional penangkapan (kapal dan alat)
1 2 3 3 Upaya konservasi 1 dan pemulihan 2 3 Ket : 1) ada ; 2) ada tapi tidak lengkap; 3) tidak ada 4. Jika ”B (ada tapi tidak lengkap)”, bagaimana jumlahnya ? a. Ada tapi jumlahnya berkurang b. Ada tapi jumlahnya tetap c. Ada dan jumlahnya bertambah 5. Apakah ada kearifan lokal/aturan adat/peraturan kampung yang diberlakukan dalam pengelolaan perikanan di wilayah ini ? a. Ada, sebutkan : - ............................................................................. - ............................................................................. b. Tidak ada 6. Jika ”ada”, bagaimana bentuk kearifan lokal yang ada ? Jelaskan : .................................................................................................................................. .................................................................................................................................. 7. Dalam 1 tahun terakhir, apakah kearifan lokal yang ada masih tetap berjalan di daerah-derah tersebut ? a. Ya b. Tidak 8. Jika dibandingkan dengan peraturan yang lama, apakah ada peraturan yang baru dibuat ? a. ada, jika ada sebutkan : - ............................................................................. b. tidak ada 14. Jika dibandingkan dengan peraturan yang lama, apakah ada peraturan yang dihapuskan ? a. ada, jika ada sebutkan : - ............................................................................. b. tidak ada
62
D. Mekanisme Kelembagaan 1) Kebijakan apa saja yang berlaku dalam pengelolaan perikanan di wilayah ini ? a. Perijinan usaha penangkapan b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap) c. Konservasi dan pemulihan d. .......................................... 2. Lembaga apa saja yang terlibat dalam pengambilan keputusan terkait dengan hal-hal berikut terkait dengan pengelolaan perikanan di wilayah anda ? a. Perijinan usaha penangkapan 1) ........... 2) ........... b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap) 1) ........... 2) ........... c. Konservasi dan pemulihan 1) ........... 2) ........... 3. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan yang diambil dalam pengelolaan perikanan di instansi/wilayah anda yang terkait dengan hal-hal sebagai berikut : (Gambarkan dengan bagan) a. Perijinan usaha penangkapan
b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap)
c. Konservasi dan pemulihan
4. Bagaimana efektivitas pengambilan keputusannya ? (coret yang tidak perlu) a. Perijinan usaha penangkapan (efektif / tidak efektif) Jelaskan : .............................................................................................................................. b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap) (efektif / tidak efektif) Jelaskan : .............................................................................................................................. c. Konservasi dan pemulihan (efektif / tidak efektif) Jelaskan : ............................................................................................................. 5. Apakah masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan perikanan di wilayah Anda ? a. Ya b. Tidak. 6. Jika “Ya”, apakah memiliki kewenangan untuk menentukan/membuat keputusan? a. Ya b. Tidak. 7. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan perikanan ? ..............................................................................................................................
63
E. Rencana Pengelolaan Perikanan 1. Apakah anda (instansi) punya rencana pengelolaan perikanan mengenai pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem ? 2. Apakah RPP tersebut dijalankan ? b. Tidak a. Ya 3. Jika “ya”, bagaimana pelaksanaannya ? a. Belum sepenuhnya dijalankan b. Sudah dijalankan sepenuhnya 4. Apakah ada hambatan/permasalahan dalam pelaksanaannya ? .............................................................................................................................. 5. Jika “tidak”, kenapa tidak membuat RPP, apakah ada hambatan ? .............................................................................................................................. F. Tingkat Sinergisitas Kebijakan dan Kelembagaan Pengelolaan Perikanan Lembaga 1. Apakah dalam mengeluarkan perijinan mengadakan koordinasi dengan lembaga lain ? a. ya b. tidak 2. Jika “ya”, lembaga apa saja yang terlibat dalam proses perijinan tersebut ? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 3. Apakah adakah dukungan dari lembaga luar dalam penegakan aturan yang dikeluarkan oleh dinas kelautan dan perikanan ? a. ya b. tidak 4. Apakah ada aktivitas penegakan aturan yang merupakan aturan lembaga lain yang mendukung kegiatan operasional penangkapan ? a. ya b. Tidak 5. Jika “ya”, lembaga mana yang melakukan ? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 6. Apakah ada kegiatan konservasi dan pemulihan di daerah ini ? a. ya b. tidak 7. Jika “ya”, lembaga mana yang melakukan ? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 8. Apakah ada konflik antar lembaga dalam pengelolaan kawasan konservasi ? a. ya b. tidak 9. Jika “ya”, lembaga mana saja yang tidak bersinergi/konflik dalam pengelolaan kawasan konservasi ? .............................................................................................................................. 10. Konflik apa yang pernah/terjadi di daerah Anda terkait dengan pengelolaan sumberdaya perikanan ? a. Konflik perebutan wilayah penangkapan di: .................................................................................................................................... Penyebab:....................................................................................................... Frekuensi kejadian: 1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan
64
4) setiap tahun 5) tidak pernah b. Konflik antar jenis alat tangkap yaitu: ................................................................................................................................... Penyebab:....................................................................................................... Frekuensi kejadian: 1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan 4) setiap tahun 5) tidak pernah c. Konflik antar peraturan/kebijakan yang ada: ................................................................................................................................... Penyebab:....................................................................................................... Frekuensi kejadian: 1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan 4) setiap tahun 5) tidak pernah d. Konflik antar sektor yaitu antara penangkapan ikan, budidaya, pelabuhan/dermaga, kawasan konservasi, pembangunan/reklamasi, jalur pelayaran, pencemaran karena limbah industri, pariwisata, lintas batas negara, dan lain-lain .................................................................................................................................... Penyebab:....................................................................................................... Frekuensi kejadian: 1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan 4) setiap tahun 5) tidak pernah G. Kapasitas Pemangku Kepentingan 1. Apakah pernah mengikuti kegiatan pelatihan terkait dengan pengelolaan perikanan? a. ya b. Tidak 2. Program pengembangan kapasitas apa saja yang pernah diikuti ? a. Pelatihan: ..................................... b. Workshop: .................................... c. Seminar: ........................................ d. Studi Banding: ............................. e. Tugas Belajar: ............................. f. Program lain: .................................. 3. Apakah pelatihan yang ada sesuai/cocok atau tidak dengan profesi yang dikerjakan? a. ya b. tidak
√ √
√
√
√
GIRI CARES
Pemda (DKP, Desa)
Ecotrus √
√
√
√
√
MPA 101
√
√
√
√
√
Kegiatan pengelolaan perikanan Nelayan Atraktor KOMPOS KJA cumi
41,1
Rata-rata
2 1 2 1 6 2 2 4 10
Pemberitahuan Patroli gabungan Pemberitahuan, ditangkap Damai dengan ganti rugi JUMLAH Minta maaf (Damai), denda 5 juta Pemberitahuan JUMLAH TOTAL
Melanggar Zonasi Alat tangkap Muroami Penggunaan Kompressor Pencurian Ikan
Pelanggaran kesepakatan zona untuk diving dan penangkapan Parkir dan Buang jangkar sembarangan
Formal
Iinformal
Frekuensi
25,0
12,5
12,5
87,5
37,5
50,0
62,5
Persentase
2
1
1
7
3
4
5
Jumlah ikut
Penindakan
√
√
Monitoring sosial ekonomi
Pelanggaran
√
Rumpon dangkal
Jenis Peraturan
Lampiran 14. Pelanggaran terhadap peraturan formal dan informal di TWP Gili Matra
Dive guide
√
√
√
WCS
√
√
√
BKKPN
POL Air
Penegakan hukum
Rencana zonasi
Pemangku Kepentingan
Lampiran 13. Partisipasi pemangku kepentingan dalam kegiatan pengelolaan perikanan di TWP Gili Matra
1
65
66 1
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tabanan pada tanggal 25 November 1991 dari Ayah Wayan Suarya dan Ibu Sagung Gde Parwati. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2013. Penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana melalui program akselerasi (fast track) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2012. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif menjadi Asisten Mata Kuliah Biologi Laut (2012/2013), Asisten Mata Kuliah Metode Penarikan Contoh (2012/2013), dan Asisten Mata Kuliah Sumber Daya Perikanan (2012/2013). Penulis melaksanakan penelitian dengan judul Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical Decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra.