Penatalaksanaan Strategi DOTS oleh Pemegang Program TB Paru dan Kejadian MDR (Multi Drugs Resisten) (Studi di Wilayah Puskesmas Kota Tasikmalaya Tahun 2015) Juniarti Sulasifah Andik Setiyono Lilik Hidayanti Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan AKK Universitas Siliwangi (
[email protected]) Dosen Pembimbing Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan UniversitasSiliwangi ABSTRAK Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis). Bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang lainnya. Tuberkulosis yang dulu disingkat menjadi TBC berasal dari kata tuberculosis saat ini lebih lazim disingkat dengan TB saja. Tuberkulosis bukanlah penyakit keturunan tetapi dapat ditularkan dari seseorang ke orang lain. Multi drug resistant TB (MDR TB) didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua agen anti-TB lini pertama yang paling poten yaitu isoniazide (INH) dan rifampisin. MDR TB berkembang selama pengobatan TB ketika mendapatkan pengobatan yang tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi karena beberapa alasan; pasien mungkin merasa lebih baik dan menghentikan pengobatan, persediaan obat habis atau langka, atau pasien lupa minum obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penatalaksanaan strategi DOTS oleh pemegang program TB Paru terhadap Kejadian MDR (Multi Drugs Resisten) di Puskesmas Kota Tasikmalaya. Desain penelitian ini menggunakan metode Cross Sectional dengan populasi 20 puskesmas. Tekhnik pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan menggunakan uji statistik Chi Square. Pengumpulan data melalui wawancara dengan responden untuk selanjutnya dilakukan analisa dengan menggunakan SPSS versi 16.0. Hasil penelitian bahwa strategi penemuan pasien TB MDR di Kota Tasikmalaya dilakukan dengan pasif case finding dengan promosi aktif, sehingga kegiatan penjaringan hanya dilakukan bila sangat dibutuhkan pada wilayah-wilayah yang diduga ada kontak pasien TB. Pengobatan standar OAT meliputi kegiatan menetapkan jenis paduan obat, memberikan obat tahap intensip dan tahap lanjutan, mencatat pemberian obat dalam kartu penderita menentukan PMO (bersama penderita), memberi penyuluhan kepada penderita, keluarga dan PMO, memantau keteraturan berobat, mengenal efek samping obat dan komplikasi serta cara penanganannya, menentukan hasil pengobatan dan mencatat di kartu penderita. Jaminan ketersediaan OAT melipti menjamin ketersediaan OAT di puskesmas, menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formulir, reagen, dan pot), jaga mutu pelaksanaan atau kualitas kemasan obat. Sistem pencatatan dan pelaporan meliputi buku paduan, formulir rujukan suspek, formulir TB 01, TB 02, TB 03, TB 05, TB 06, TB 07, TB 08, TB 09, TB 10. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, agar Sosialisasi kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan strategi DOTS tetap diinformasikan keseluruh unit pelayanan kesehatan (UPK) .
Kata kunci Kepustakaan
: Strategi DOTS, TB MDR, Tasikmalaya : 2000-2009
Management of the DOTS strategy by Holder Program pulmonary TB and MDR Genesis (Multi Drug Resistant) (Studies in Regional Health Center Tasikmalaya 2015) Juniarti Sulasifah Andik Setiyono Lili Hidayanti Students of the Faculty of Health Sciences Specialisation AKK Siliwangi University (
[email protected]) Supervisor of Administration and Health Policy UniversitasSiliwangi ABSTRACT Tuberculosis is an infectious disease directly caused by tuberculosis bacteria (Mycobacterium tuberculosis). TB bacteria attacks the lungs, but can also on other body organs. Tuberculosis formerly abbreviated as derived from Mycobacterium tuberculosis is now more commonly abbreviated as TB alone. Tuberculosis is not a hereditary disease but it can be transmitted from one person to another. Multi-drug resistant TB (MDR TB) is defined as resistance to two agents of anti-tuberculosis drugs is the most potent isoniazide (INH) and rifampicin. MDR TB develops during TB treatment when they get inadequate treatment. This can happen for several reasons; patients may feel better and stop treatment, drug supply is depleted or endangered, or patients forget to take medication. This study aims to determine the management of the DOTS strategy by the holder of the Genesis program pulmonary TB MDR (Multi Drug Resistant) in Puskesmas Tasikmalaya. Design of this study using cross sectional method with a population of 20 health centers. The sampling technique using total sampling using the statistical test Chi Square. Collecting data through interviews with respondents to further analysis using SPSS version 16.0. The result of research that discovery strategy MDR TB patients in the city of Tasikmalaya conducted by passive case finding by active promotion, so networking activities only when urgently needed in areas suspected TB patient contact. The standard treatment includes OAT specifies the type of treatment regimen, provides intensive phase drug and an advanced stage, noting the administration of drugs in a patient card determines the PMO (together with the patient), provide counseling to patients, families and the PMO, monitor the regularity of treatment, know the side effects of drugs and complications and how to handle it, determine treatment outcomes and noted in the patient card. Guarantee the availability of OAT OAT melipti ensure availability in health centers, ensure the availability of other complementary materials (forms, reagents, and pot), keeping the quality of the implementation or quality of drug packaging. Recording and reporting system covers books alloys, suspected referral form, form TB 01, TB 02, TB 03, TB 05, TB 06, TB 07, TB 08, TB 09, TB 10 suggested to the City Health Office Tasikmalaya, so socialization policy -kebijakan relating to the DOTS strategy remain informed throughout the health care unit (CGU).
Keywords: Strategy DOTS, MDR TB, Tasikmalaya Bibliography: 2000-2009
PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi terbesar nomor dua penyumbang angka mortalitas pada orang dewasa yang menyebabkan sekitar 1,7 juta kematian (WHO 2008). Tuberkulosis kasus baru didapatkan TB-MDR (multy drug resistent) 2% dan Tuberkulosis kasus yang sudah diobati didapatkan MDR TB 19 %. TB MDR berada di urutan ke 8 dari 27 negara dengan kasus TB MDR terbanyak.Program TB yang berkinerja baik memastikan rejimen yang adekuat, suplai obat yang berkualitas dan tidak terputus serta pengawasan menelan obat yang berorientasi kepada pasien akan meningkatkan case-holding. (WHO, 2008) Kasus TB-MDR merupakan bentuk spesifik dari TB resisten obat yang terjadi jika kuman resisten terhadap setidaknya isoniazid dan rifampisin, dua jenis obat anti tuberkulosis yang utama. Resistensi obat terjadi akibat penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang tidak tepat dosis pada pasien yang masih sensitif terhadap rejimen OAT.Kejadian TB-MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia (man-made phenomenon), sebagai akibat pengobatan TB yang tidak adekuat. Strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO telah diimplementasikan dan diekspansi secara bertahap keseluruh unit pelayanan kesehatan dan institusi terkait. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. DOTS dapat diterapkan dalam kasus per kasus TB yaitu dimulai dari memfokuskan perhatian (direct attention) dalam usaha menemukan/mendiagnosis penderita secara baik dan akurat, utamanya melalui pemeriksaan mikroskopik. Selanjutnya setiap penderita harus diawasi (observed) dalam meminum obatnya yaitu obat diminum didepan seorang pengawas. Tahun 2013 Kota Tasikmalaya kejadian TB paru 239 kasus. Data di atas merupakan kasus BTA positif, BTA negatif, TB ekstra paru, gagal dan kronik. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan pada trimester I tahun 2014 Kota Tasikmalaya terdapat 22 pasien dengan kasus TB MDR. Diantaranya 4 orang DO, 4 orang meninggal, 7 orang konversi, dan 7 tahun pengobatan. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ Penatalaksanaan Strategi DOTS oleh Pemegang Program TB Paru dan Kejadian MDR (Multi Drugs Resisten) (Studi di Wilayah Puskesmas Kota Tasikmalaya Tahun 2015)”
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional yaitu dimana variabel bebas dan variabel terikat diukur secara bersamaan. Populasi dalam penelitian ini adalahsemua Puskesmas yang terdaftar dalam di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya tahun 2014 sejumlah 21 Puskesmas. Setelah dilakukan total sampling terhadap populasi yang diteliti didapat sampel yaitu sebanyak 20 Puskesmas.
HASIL PENELITIAN a. Kejadian MDR Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kejadian MDR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Tahun 2014 Kejadian MDR Puskesmasdengan MDR Puskesmas non MDR Jumlah
N 13 7 20
% 65 35 100
Berdasarkan tabel 1 memperlihatkan bahwa Puskesmas dengan kejadian MDR sebanyak 13 Puskesmas (65%) dan Puskesmas yang tidak mengalami kejadian MDR sebanyak 7Puskesmas (50%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kejadian MDR pada pasien TB di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Tahun 2014 Pasien TB MDR Non MDR Jumlah
N 22 217 239
% 8,8 86,8 95,6
Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya terdapat 22 (8,8%) kejadian MDR dan 217 (86,6%) non MDR. b. Gambaran Strategi Penemuan Pasien Terhadap Kejadian MDR Tabel 3 Gambaran Strategi Penemuan Pasien Terhadap Kejadian MDR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Tahun 2014 Penemuan Pasien Kurang baik Baik Jumlah
Kejadian MDR Tidak Ada n % N % 0 0 4 100 6 37,5 10 62,5 6 30 14 70,0
Jumlah n 4 16 20
% 100,0 100,0 100,0
Dari tabel 3 menunjukan bahwa responden yang menyatakan ada kejadian MDR pada persepsi penemuan pasien lebih banyak yang menyatakan kurang baik (100%) dibandingkan dengan yang baik (62,5%). Hasil analisis menggunakan uji chi-square tidak dilakukan karena ada cells yang kosong.
c. Gambaran Pengobatan Standar OAT dengan Pengawasan PMO terhadap kejadian MDR Tabel 4 Gambaran Pengobatan Standar OAT dengan Pengawasan PMO Terhadap Kejadian MDR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Tahun 2014 Pengobatan Standar OAT dengan pengawsan PMO Kurang baik Baik Jumlah
Kejadian MDR Tidak Ada n % N % 1 33,3 2 66,7 5 29,4 12 70,6 6 30,0 14 70,0
Jumlah N 3 17 20
% 100,0 100,0 100,0
Dari tabel 4 menunjukan bahwa responden yang menyatakan ada kejadian MDR pada persepsi pengobatan standar OAT dengan pengawasan PMO lebih banyak yang menyatakan kurangbaik (66,7%) dibandingkan dengan yang baik (70,6%). Hasil analisis menggunakan uji chi-square tidak berlaku karena hasil uji analisis didapat nilai cells lebih dari 20,0 % dari jumlah cells yaitu 50,0%, sehingga p value tidak berlaku. d. Gambaran Jaminan Ketersediaan OAT Terhadap Kejadian MDR Tabel 5 Gambaran Jaminan Ketersediaan OAT Terhadap Kejadian MDR Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Tahun 2014 Jaminan Ketersediaan OAT Terhadap Kejadian MDR Kurang baik Baik Jumlah
Kejadian MDR Tidak Ada n % N % 1 25,0 3 75,0 5 31,2 11 68,8 6 30,0 14 70,0
Jumlah n 4 16 20
% 100,0 100,0 100,0
Dari tabel 5 menunjukan bahwa responden yang menyatakan ada kejadian MDR pada persepsi jaminan ketersediaan OAT lebih banyak yang menyatakan kurang baik (75,0%) dibandingkan dengan yang baik (68,8%). Hasil analisis menggunakan uji chi-square tidak berlaku karena hasil uji analisis didapat nilai cells lebih dari 20,0 % dari jumlah cells yaitu 75,0%, sehingga p value tidak berlaku. e. Gambaran Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terhadap Kejadian MDR Tabel 6 Gambaran Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terhadap Kejadian MDR di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Tahun 2014 Sistem Pencatatan Dan Pelaporan Kurang baik Baik Jumlah
Kejadian MDR Tidak Ada n % n % 0 0 3 100.0 6 35,3 11 64,7 6 30,0 14 70,0
Jumlah n 3 17 20
% 100,0 100,0 100,0
Dari tabel 6 menunjukan bahwa responden yang menyatakan ada kejadian MDR pada persepsi sistem pencatatan dan pelaporan lebih banyak yang menyatakan kurang baik (100%) dibandingkan dengan yang baik (64,7%). Hasil analisis menggunakan uji chi-square tidak dilakukan karena ada cells yang kosong. PEMBAHASAN a. Gambaran Strategi Penemuan Pasien Penemuan penderita TB paru merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB.Salah satu kegiatan untuk menemukan penderita TB yaitu dengan penjaringan suspek TB. Penjaringan dilakukan di unit pelayanan kesehatan atau dengan melakukan pemeriksaan terhadap kontak pasien TB serumah, terutama yang menunjukkan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Kegiatan penjaringan suspek TB di Puskesmas metode penemuan penderita TB dengan strategi DOTS dilakukan dengan pasif case finding dengan promosi aktif, sehingga kegiatan penjaringan hanya dilakukan bila sangat dibutuhkan pada wilayah-wilayah yang diduga ada kontak pasien TB atau di wilayah yang terdapat banyak penderita. Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang menyatakan ada kejadian MDR pada persepsi penemuan pasien lebih banyak yang menyatakan kurang baik (100%) dibandingkan dengan yang baik (62,5%). Hasil analisis menggunakan uji chi-square tidak dilakukan karena ada cells yang kosong. Penemuan kasus penderita TB paru meliputi kegiatan memberikan penyuluhan tentang TB kepada masyarakat umum, menjaring suspek (penderita tersangka) TB, mengumpulkan dahak dan mengisi buku daftar suspek Formulir Tb, mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium dengan form TB, menegakkan diagnosis TB sesuai protap, membuat klasifikasi penderita, mengisi kartu penderita (TB 01) dan kartu identitas penderita (TB 02), memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB (kontak serumah), memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TB yang ditemukan. Hasil penelitian yang berbeda dengan yang dilakukan oleh Awusi (2009) di kota Palu menunjukkan bahwa penemuan penderita TB paru dapat ditingkatkan dengan penempatan petugas sesuai kompetensinya, perlu pelatihan DOTS yang berjenjang dan berkesinambungan terhadap semua petugas penyedia pelayanan kesehatan, perlu adanya evaluasi kinerja TB, perlu adanya insentif berbasis kinerja agar memotivasi petugas TB lebih peka terhadap pasien yang berkunjung ke Puskesmas dengan gejala-gejalaTb paru. b. Pengobatan Standar OAT Dengan Pengawasan PMO Penyakit tuberkulosis adalah penyakit infeksi biasa dimana kuman penyebabnya telah diketahui dan obat-obatan untuk mengatasinya cukup efektif dan mengalami kemajuan pesat. Tetapi penanggulangannya dan pemberantasannya sampai saat ini belum memuaskan (Permatasari, 2005). Pengobatan pada penderita TB dapat dilakukan dengan beberapa kombinasi obat yang memang ditujukan untuk membasmi kuman. WHO merekomendasikan strategi pengobatan DOTS, yaitu penderita minum obat dengan diawasi pengawas minum obat. Pengawas ini bisa anggota keluarga, kader, petugas kesehatan atau relawan.Umumnya penderita minum obat selama 6 bulan untuk memastikan kesembuhannya, namun pada beberapa keadaan
dapat lebih lama. PMO yang ditunjuk dalam penelitian ini merupakan keluarga terdekat pasien yang tinggal dalam satu rumah. Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang menyatakan ada kejadian MDR pada persepsi pengobatan standar OAT dengan pengawasan PMO lebih banyak yang menyatakan kurang baik (66,7%) dibandingkan dengan yang baik (70,6%). Hasil analisis menggunakan uji chi-square tidak berlaku karena hasil uji analisis didapat nilai cells lebih dari 20,0 % dari jumlah cells yaitu 50,0%, sehingga p value tidak berlaku. Pengobatan standar OAT meliputi kegiatan menetapkan jenis paduan obat, memberikan obat tahap intensip dan tahap lanjutan, mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita (form TB 01), menentukan PMO (bersama penderita), memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO, memantau keteraturan berobat, melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan, mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara penangganannya, menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan pada kelompok yang menerapkan strategi DOTS dengan pengawasan oleh PMO, angka putus berobat cenderung lebih rendah sehingga penderita TB paru memperoleh kesembuhan total (Sukana dkk, 1999). Kesembuhan pasien TB paru dapat dicapai dengan adanya pengawas minum obat (PMO) yang memantau dan mengingatkan penderita TB paru untuk meminum obat secara teratur. PMO sangat penting untuk mendampingi penderita agar dicapai hasil yang optimal (DepKes, 2000) c. Jaminan Ketersediaan OAT Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang menyatakan ada kejadian MDR pada persepsi jaminan ketersediaan OAT lebih banyak yang menyatakan kurang baik (75,0%) dibandingkan dengan yang baik (68,8%). Hasil analisis menggunakan uji chi-square tidak berlaku karena hasil uji analisis didapat nilai cells lebih dari 20,0 % dari jumlah cells yaitu 75,0%, sehingga p value tidak berlaku. Jaminan ketersediaan OAT yang sesuai prosedur meliputi: menjamin ketersediaan OAT di puskesmas, menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formulir, reagens, pot), jaga mutu pelaksanaan/kualitas kemasan obat. Obat anti-TB (OAT) untuk pengendalian TB diberikan secara cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen logistik yang efektifdemi menjamin ketersediaannya. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia adalah Kategori 1 (2HRZE/4(HR)3) dan Kategori 2 (2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3). Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti TB (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. d. Pencatatan Dan Pelaporan Secara Baku Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang menyatakan ada kejadian MDR pada persepsi sistem pencatatan dan pelaporan lebih banyak yang menyatakan kurang baik (100%) dibandingkan dengan yang baik (64,7%). Hasil analisis menggunakan uji chi-square tidak dilakukan karena ada cells yang kosong. Faktor pencatatan dan pelaporan merupakan strategi yang penting dalam pemantauan dan evaluasi program penanggulangan tuberkulosis. Suskesnya strategi ini sangat bergantung kepada perilaku dan sikap dari petugas kesehatan yang melakukan pencatatan dan pelaporan. (Roossita, 2003) Pencatatan dan pelaporan yang harus dilakukan fasyankes harus sesuai prosedur yang ada/baku, meliputi: buku paduan, formulir rujukan suspek, formulir TB 01, TB 02, TB 03, TB 05, TB 06, TB 07, TB 08, TB 09, TB 010. Hasil penelitian lain menyimpulkan bahwa kinerja petugas pelaksana program tuberkulosis berimbang antara petugas yang berkinerja baik dan buruk. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas adalah pelatihan, motivasi dan supervisi. Faktor yang paling berhubungan dengan kinerja petugas adalah supervisi kemudian motivasi. PENUTUP a. Simpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa strategi penemuan pasien dilakukan dengan cara pasif case finding dengan promosi aktif, sehingga kegiatan penjaringan hanya dilakukan bila sangat dibutuhkan pada wilayah-wilayah yang diduga ada kontak pasien TB, Strategi penemuan pasien TB MDR di Kota Tasikmalaya dilakukan dengan pasif case finding dengan promosi aktif, sehingga kegiatan penjaringan hanya dilakukan bila sangat dibutuhkan pada wilayah-wilayah yang diduga ada kontak pasien TB, memberikan penyuluhan tentang TB kepada masyarakat umum, menjaring suspek (penderita tersangka) TB, mengumpulkan dahak , memeriksa dahak sampai terdiagnosis BTA (+). 2. Pengobatan standar OAT TB MDR di Kota Tasikmalaya meliputi kegiatan menetapkan jenis paduan obat, memberikan obat tahap intensip dan tahap lanjutan, mencatat pemberian obat dalam kartu penderita (form TB 01), menentukan PMO (bersama penderita), memberi penyuluhan kepada penderita, keluarga dan PMO, memantau keteraturan berobat, mengenal efek samping obat dan komplikasi serta cara penanganannya, menentukan hasil pengobatan dan mencatat di kartu penderita. 3. Jaminan ketersediaan OAT TB MDR di Kota Tasikmalaya melipti menjamin ketersediaan OAT di puskesmas, menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formulir, reagen, dan pot), jaga mutu pelaksanaan atau kualitas kemasan obat. 4. Sistem pencatatan dan pelaporan TB MDR di Kota Tasikmalaya meliputi buku paduan, formulir rujukan suspek, formulir TB 01, TB 02, TB 03, TB 05, TB 06, TB 07, TB 08, TB 09, TB 10.
b. Saran 1. Bagi Puskesmas Meningkatkan pembinaan, kerjasama tim dan memberikan penghargaan atas prestasi kerja kepada petugas, selain juga memperbaiki kualitas pencatatan laporan. 2. Bagi Dinas Kesehatan Sosialisasi kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan strategi DOTS tetap diinformasikan keseluruh unit pelayanan kesehatan (UPK) dan guna meningkatkan kualitas informasi suatu sistem informasi kesehatan yang dapat diakses oleh seluruh UPK agar secepatnya dapat diselesaikan. 3. Bagi Peneliti Perlu dilakukan penelitian mengenai implementasi DOTS Plus terhadap kejadian MDR. DAFTAR PUSTAKA World Health Organization. Guidelines for the programmatic management of drugresistant tuberculosis. Emergency Updated2008. Geneva, WHO; 2008 Awusi, 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penemuan Penderita Tb Paru Di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah Permatasari A. 2005. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS Bagian Paru Fakultas Kedokteran USU. Medan. Sukana, B., Heryanto, dan Supraptini .2003. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Penderita TB Paru di Kabupaten Tangerang. Jakarta. Departemen Kesehatan. 2000. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI. pp:7-41 Roossita D. 2003. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Petugas Program Tuberkulosis Dalam Pencatatan Laporan Tb-01 Di Puskesmas Wilayah Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2003