PENDAHULUAN
Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras) atau ayam sayur. Penampilan ayam kampung sangat beragam, begitu pula sifat genetiknya, penyebarannya juga sangat luas karena dapat dijumpai di kota maupun di desa. Ayam kampung berkembang cukup baik dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari populasi ayam kampung pada tahun 2011 sebesar 264,34 juta ekor sehingga terjadi peningkatan 2,64% dari tahun 2010 (Anonimus, 2012). Ayam kampung sangat berarti bagi masyarakat karena kontrisbusinya dalam meningkatkan pendapatan keluarga dan memenuhi kebutuhan gizi dari daging dan telur yang dihasilkan. Populasi penduduk Indonesia yang terus meningkat ikut mendorong permintaan terhadap daging ayam. Permintaan daging ayam kampung cenderung mengalami peningkatan sehingga produksinya perlu semakin ditingkatkan. Hal ini ditandai dengan menjamurnya usaha masakan dari daging ayam kampung mulai dari rumah makan, katering, hingga restoran dan hotel yang menyediakan menu daging ayam kampung yang akhirnya menyebabkan permintaan terhadap karkas ayam kampung juga meningkat. Ayam kampung juga tidak hanya dijual di pasar tradisional tetapi juga dapat dijumpai di toko-toko besar, mini market, super market dan mal. Permintaan daging ayam kampung yang semakin meningkat khususnya di kota-kota besar di Indonesia memberi dorongan bagi kalangan peternak untuk lebih meningkatkan usaha pemeliharaan ayam kampung sebagai penghasil daging.
1
Ketergantungan terhadap ayam ras impor sudah terlalu besar dan ini akan menjadi masalah ketika nilai mata uang kita merosot atau sebab lain sehingga kita tidak bisa impor ayam lagi. Oleh karena itu sudah saatnya ketergantungan ayam ras ini dikurangi melalui peningkatan populasi ayam kampung secara intensif dan hal ini harus diimbangi dengan ketersediaan pakan yang memadai. Pengembangan ayam kampung diharapkan menjadi salah satu alternatif
dalam
mewujudkan
swasembada
daging
dan
meningkatkan
pendapatan peternak di perdesaan. Indonesia merupakan negara yang termasuk dalam wilayah dengan iklim tropis di mana temperatur udara cukup tinggi. Pada daerah tropis dengan temperatur dan kelembaban tinggi, adanya pengurangan bulu yang berfungsi sebagai isolasi tubuh menunjukkan bahwa ayam membutuhkan pembuangan panas yang lebih besar untuk kelancaran fisiologis biologis tubuh. Ini akan memberi pengaruh terhadap mekanisme thermoregulasi panas tubuh melalui perbaikan pengeluaran panas tubuh melalui kulit (Rauen, 1985 dalam Sidadolog, 1991). Ayam Leher Gundul mempunyai ciri khusus yaitu tidak tumbuhnya bulu pada bagian leher. Kondisi tidak adanya bulu pada leher pada daerah dengan temperatur tinggi menjadikan ayam Leher Gundul lebih toleran terhadap pemberian pakan dengan kandungan energi yang rendah dibandingkan dengan ayam bulu normal sehingga dengan pakan yang sama memiliki potensi pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan ayam normal. Dengan demikian ayam Leher Gundul merupakan salah satu jenis ayam kampung yang mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk dikembangkan di daerah tropis. Permasalahan utama dalam pengembangan ayam kampung adalah penampilan yang kurang optimal dan rendahnya produktivitas. Penampilan
2
ternak ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik didapatkan dari induk betina dan pejantan tetuanya, sedangkan faktor lingkungan salah satunya adalah pakan. Potensi genetik ternak akan ditampilkan apabila ditunjang dengan nutrisi pakan yang cukup. Penampilan yang kurang optimal dan produktivias yang rendah pada ayam kampung salah satunya disebabkan pemberian pakan dengan nutrien yang tidak memenuhi kebutuhan ternak karena biasanya peternak memberi makan ayam dengan sisa makan dan dedak padi sebagai tambahannya. Rendahnya produktivitas ayam Kampung disebabkan pemeliharaannya
masih
tradisional,
hampir
tidak
mengeluarkan
biaya,
mengkonsumsi sisa-sisa dapur, dan tidak pernah diberikan pengobatan (Dewi, 2010a). Secara umum, kebutuhan nutrien untuk ayam paling tinggi selama minggu awal (0-8 minggu) dari kehidupan, oleh karena itu perlu diberikan ransum yang cukup mengandung energi, protein, mineral dan vitamin dalam jumlah yang seimbang.
Faktor
lainnya
adalah
perbaikan
genetik
dan
meningkatan
manajemen pemeliharaan ayam kampung harus didukung dengan perbaikan nutrisi pakan (Setioko dan Iskandar, 2005). Zakaria (2004a) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab rendahnya produktivias ayam kampung adalah sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, jumlah pakan yang diberikan belum mencukupi dan pemberian pakan yang belum mengacu kepada kaidah ilmu nutrisi, terutama sekali pemberian pakan yang belum memperhitungkan kebutuhan zat-zat makanan untuk berbagai tingkat produksi. Keadaan tersebut disebabkan belum cukupnya informasi mengenai kebutuhan nutrisi untuk ayam kampung. Peningkatan populasi, produksi dan efisiensi usaha ayam kampung,
perlu
3
ditingkatkan dari tradisional ke arah agribisnis (Zakaria, 2004b). Tetapi perlu diperhatikan dalam biaya produksi sehingga biaya yang dikeluarkan sebanding dengan hasil yang diperoleh. Dalam usaha peternakan unggas biaya untuk pakan mencapai 65–70% dari total biaya produksi (Zuprizal, 2006), sehingga harga bahan pakan sangat menentukan biaya produksi. Oleh karena itu perlu diupayakan penghematan untuk menekan biaya produksi. Pemberian pakan pada ayam yang dipelihara secara intensif merupakan suatu keharusan karena dalam kandang tidak terdapat sumber pakan sehingga ayam tidak dapat mencari pakan sendiri. Pemberian pakan dengan nutrisi yang cukup dan tepat pada waktunya akan memberikan nilai efisiensi pakan yang tinggi. Protein merupakan nutrisi pakan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam dan didukung dengan imbangan kandungan energinya. Informasi tentang pemberian protein dengan imbangan energi pakan sangat bermanfaat untuk meningkatkan penampilan dan produktivitas ayam Legund maupun ayam normal. Penelitian tentang pemberian pakan dengan imbangan protein-energi pada ayam kampung telah banyak dilakukan. Akan tetapi pemberian tingkat protein dan energi pakan yang tepat masih perlu dilakukan penelitian sejenis pada berbagai macam jenis ayam kampung diantaranya pada ayam Legund dan dibandingkan dengan ayam normal. Sehubungan dengan uraian permasalahan di atas telah dilakukan penelitian pengaruh tingkat protein pakan dengan imbangan energi yang sama terhadap pertumbuhan ayam Legund dan ayam normal sampai umur 10 minggu.
4
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat protein dengan imbangan energi yang sama terhadap pertumbuhan ayam Legund dan ayam normal sampai umur 10 minggu serta interaksi antara pengaruh tingkat protein dengan imbangan energi yang sama dan pengaruh kondisi bulu pada konsumsi dan konversi pakan ayam Legund dan ayam normal sampai umur 10 minggu.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan pengaruh tingkat protein dengan imbangan energi yang sama untuk ayam Legund dan ayam normal sampai umur 10 minggu serta interaksi antara pengaruh tingkat protein dengan imbangan energi yang sama dan pengaruh kondisi bulu pada konsumsi dan konversi pakan ayam Legund dan ayam normal sampai umur 10 minggu.
5