BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline membrane disease (HMD) adalah penyakit pernafasan akut yang diakibatkan oleh defisiensi surfaktan pada neonatus preterm, yaitu neonatus yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Defisiensi surfaktan pada pulmo akan menyebabkan tingginya tegangan permukaan alveolar sehingga pada saat akhir ekspirasi akan terjadi kolaps alveolar. Kolaps alveolar akan mengakibatkan buruknya oksigenasi, hiperkarbia dan asidosis (Hardy & Boynes, 2003; Bhat, 1996). A. Latar Belakang Masalah Penyakit membran hialin merupakan salah satu penyebab terbanyak angka kesakitan dan kematian pada neonatus prematur. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, angka kematian neonatus di Indonesia adalah 19/1000 kelahiran hidup, dengan penyebab utama kematian adalah asfiksia, BBLR, dan infeksi neonatal. Sedangkan menurut penelitian Anggraini et al. proporsi kematian neonatus dengan penyakit membran hialin di RSUP dr.Sardjito selama tahun 2007- Oktober 2011 adalah 52%, dengan asfiksia merupakan faktor resiko independen kematian neonatus dengan penyakit membran hialin (BAPPENAS, 2012; Anggraini et al., 2013). Diagnosis penyakit membran hialin dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis, pemeriksaan radiologis, dan analisis gas darah, sedangkan pemeriksaan uji kocok cairan lambung (gastric aspirate shake test) digunakan
1
2
untuk menilai maturitas pulmo dan memprediksi terjadinya penyakit membran hialin pada neonatus (McClure et al., 2011; Vermeulen et al., 1979). Pemeriksaan radiologis dengan foto polos toraks memiliki sensitivitas sebesar 89,1%, spesifisitas sebesar 86,9% dan akurasi diagnostik sebesar 88,7% dalam mendiagnosis penyakit membran hialin, dimana gambaran radiologis penyakit membran hialin pada foto polos toraks tergantung dari beratnya penyakit, dengan inflasi pulmo yang buruk sebagai tanda kardinalnya (Marini et al., 1997; Arthur, 2001). Uji kocok cairan lambung dilakukan untuk menilai maturitas pulmo neonatus dengan menilai keberadaan surfaktan dalam pulmo neonatus yang dilihat dari cairan lambung neonatus. Ketiadaan surfaktan dalam cairan lambung neonatus
dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya penyakit membran
hialin pada neonatus. Kebermaknaan uji kocok cairan lambung dinilai dari tidak terbentuknya gelembung udara (uji kocok cairan lambung negatif) pada sampel cairan lambung neonatus yang dicampur dengan alkohol absolut (95%) dan cairan salin fisiologis (Anonim, 2004). Sensitivitas dan spesifisitas uji kocok cairan lambung dalam menilai ada tidaknya surfaktan dan memprediksi terjadinya penyakit membran hialin menurut Chaudari et al. adalah sebesar 70% dan 100% dengan nilai prediktif positif sebesar 100%, sedangkan menurut Iranpour et al. uji kocok cairan lambung memiliki sensitivitas 100%, spesifisitas 66%, nilai prediktif positif 64,5%, dan nilai prediktif negatif 100% (Chaudhari et al., 2005; Iranpour et al., 2010).
3
Selain foto polos toraks yang telah dikenal luas, dewasa ini uji kocok cairan lambung telah menjadi salah satu bagian dari prosedur penatalaksanaan penyakit membran hialin pada neonatus, terutama di sarana pelayanan kesehatan rujukan. Dengan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif dan nilai prediktif negatif uji kocok cairan lambung yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti, tidak dapat dipungkiri bahwa hasil uji kocok cairan lambung merupakan parameter yang handal untuk memprediksi terjadinya penyakit membran hialin pada neonatus dengan sindrom gawat nafas (respiratory distress syndrome). Namun demikian, ketika hasil uji menunjukkan adanya defisiensi surfaktan pada pulmo neonatus dengan gawat nafas dan secara klinis sudah didiagnosis menderita penyakit membran hialin, belum diketahui secara pasti apakah foto polos juga sudah menggambarkan kondisi terjadinya penyakit membran hialin pada waktu yang sama atau pada selang waktu yang berdekatan. Untuk itu peneliti merasa perlu mengetahui korelasi diantara keduanya, mengingat foto polos toraks juga memegang peranan yang sangat penting dalam penegakan diagnosis dan tatalaksana penyakit membran hialin. Hal ini karena foto polos toraks mampu memvisualisasikan gambaran penyakit membran hialin dengan baik sehingga kondisi pulmo neonatus juga dapat dinilai dengan baik, dan diagnosis banding dari penyakit membran hialin dapat disingkirkan. Regulasi permintaan surfaktan, khususnya di RSUP dr.Sardjito, yang harus menyertakan hasil interpretasi foto polos toraks yang menyatakan bahwa neonatus menderita PMH, semakin menunjukkan peran foto polos dalam tatalaksana penyakit membran hialin. Penilaian kondisi paru neonatus yang akurat sedini mungkin pada foto polos
4
toraks akan memungkinkan diagnosis yang akurat pula sehingga dapat diberikan terapi yang tepat dan cepat pada neonatus. Dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat maka morbiditas dan mortalitas karena penyakit membran hialin dapat diturunkan. Disamping itu, selain sebagai modalitas diagnostik, evaluasi keberhasilan terapi juga dapat dinilai dengan menggunakan gambaran yang ditemukan pada foto polos toraks. B. Perumusan Masalah 1. Tingginya angka kematian neonatus karena penyakit membran hialin atau karena komplikasinya. B. Perumusan Masalah 2. Foto polos toraks merupakan modalitas diagnostik penyakit membran hialin dengan sensitifitas 89,1%, spesifisitas 86,9%, dan akurasi diagnostik sebesar 88,7%. 3. Uji kocok cairan lambung digunakan untuk menilai maturitas paru dan memprediksi penyakit membran hialin pada neonatus dengan sensitivitas 100%, spesifisitas 66%, nilai prediktif positif 64,5%, dan nilai prediktif negatif 100%. 4. Uji kocok cairan lambung merupakan prediktor penyakit membran hialin, sedangkan foto polos toraks merupakan modalitas diagnostik yang mampu memvisualisasikan kondisi paru neonatus dengan penyakit membran hialin secara akurat. 5. Belum diketahui secara pasti apakah ketika hasil uji menunjukkan adanya defisiensi surfaktan pada pulmo neonatus dengan gawat nafas dan didiagnosis
5
secara klinis menderita penyakit mebran hialin maka pada foto polos toraks juga akan menggambarkan kondisi yang serupa. 6. Regulasi permintaan surfaktan di rumah sakit harus menyertakan hasil interpretasi foto polos toraks yang menyatakan bahwa neonatus menderita PMH. 7. Penilaian kondisi pulmo yang akurat sedini mungkin pada foto polos toraks akan menghasilkan diagnosis yang akurat sehingga dapat diberikan terapi yang tepat dan cepat sehingga morbiditas dan mortalitas penderita penyakit membran hialin dapat diturunkan. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat korelasi antara gambaran foto polos toraks dengan hasil uji kocok cairan lambung pada neonatus dengan penyakit membran hialin? C. Pertanyaan Penelitian D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis korelasi antara gambaran foto polos toraks dengan hasil uji kocok cairan lambung pada neonatus dengan penyakit membran hialin. D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian 1.
Bermanfaat secara teoritis untuk menggambarkan korelasi antara gambaran foto polos toraks dengan uji kocok cairan lambung pada neonatus yang secara klinis didiagnosis menderita penyakit membran hialin.
6
2. Bagi pasien, hasil penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan peran foto polos toraks sebagai modalitas radiodiagnostik yang akurat dalam penegakan diagnosis penyakit membran hialin, sehingga dapat diberikan terapi yang tepat dan cepat, dan dengan demikian diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pada penderita penyakit membran hialin. 3. Bagi penyedia layanan kesehatan, hasil penelitian ini dapat menjadi satu masukan dalam penyusunan tatalaksana penyakit membran hialin. 4. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar teori atau sumber kepustakaan bagi penelitian dengan topik yang serupa, sehingga hasil penelitian ini benar-benar bermanfaat F. Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan penulis, penelitian yang meneliti korelasi antara gambaran foto polos toraks dengan hasil uji kocok cairan lambung pada neonatus dengan penyakit membran hialin di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Dwidanarti merupakan penelitian desain khusus (uji diagnostik), sedangkan penelitian ini merupakan penelitian nondesain khusus (analitis korelatif). Beberapa penelitian mengenai foto polos toraks pada penyakit membran hialin dan atau uji kocok cairan lambung pada penyakit membran hialin yang dapat digunakan sebagai acuan pustaka diantaranya dapat dilihat pada tabel1. F.Keaslian Penelitian
7
Tabel 1. Penelitian tentang foto polos toraks pada penyakit membran hialin dan atau uji kocok cairan lambung pada penyakit memban hialin Peneliti, Tahun
Topik
Hasil
47 bayi preterm
Reliabilitas rontgen toraks dibandingkan dengan uji kocok pada diagnosis penyakit membran hialin.
Sensitivitas rontgen thorax terhadap uji kocok 62,5% & 70,8%, spesifisitas 78,3%, 82,6%, & 86,9%, serta akurasi 74,4%, 74,5%, 76,6%, & 78,7%.
Dzulfikar et Bandung, al., 2003 Indonesia
41 neonatus preterm
Prevalensi PMH dan nilai dari uji kocok dan konsentrasi lamellar body untuk diagnosis PMH pada neonatus preterm.
Vermulen et al., 1979
108 bayi dengan berat badan lahir < 2,5 kg
Dwidanarti, 2001
Tempat Yogyakarta, Indonesia
Cape Town, Afrika Selatan
Subyek
PMH terjadi pada 17% neonatus preterm, uji kocok cairan lambung dan amnion menunjukkan hasil negatif atau +1, sedangkan konsentrasi lamellar body memiliki nilai ≤ 18.000/mL. Gastric aspirate PMH terjadi pada bayi foam test untuk dengan hasil gastric memprediksi aspirate foam test yang penyakit membran negatif atau intermediate, hialin sehingga gastric aspirate foam test merupakan metode yang reliable untuk menilai maturitas pulmo neonatus.