1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur
kehidupan
manusia
sebagai
makhluk
sosial.
Melihat
perkembangan hukum dalam masyarakat, maka akan ditemukan bahwa peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat mengalami perubahan dan perbedaan dari suatu kurun waktu ke waktu lain. Masyarakat yang sederhana, hukum berfungsi untuk menciptakan dan memelihara keamanan serta ketertiban. Fungsi ini berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri yang meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat bersifat dinamis serta memerlukan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum berintikan kebenaran dan keadilan. Kehidupan masyarakat memerlukan kepastian hukum pada sektor pelayanan jasa publik. Hal ini berdampak pula pada peningkatan di bidang jasa Notaris. Lembaga Notariat telah ada sebelum Indonesia merdeka, bahkan dapat dikatakan lembaga notariat sama tuanya dengan masa penjajahan yang dialami oleh bangsa Indonesia, dimulai dari zaman Vereenigde Oostindische compagnie (VOC) hingga negeri ini merdeka seperti saat ini. Lembaga
2
notariat terus mengalami perkembangan dari segi aturan, dimana sebelumnya aturan mengenai lembaga notariat tertuang didalam Staatsblad 1860 nomor 3. Keberadaan
Notaris
dikhususkan
pada
perbuatan
hukum
perdata/privat. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang dalam hal pembuatan akta otentik, untuk menjamin kepastian hukum terhadap perbuatan hukum yang dilakukan antar individu dan korporasi. Akta Otentik yang dibuat oleh Notaris adalah alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum, guna menjamin adanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Akta Otentik sebagai alat bukti yang sempurna, mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Pembuatan suatu Akta Otentik, seorang Notaris
harus mengikuti
aturan-aturan yang telah diatur dalam undang-undang. Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau selanjutnya akan disebut UUJN, beserta perubahannya yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris selanjutnya akan disebut UUJNP. Pasal 38 UUJNP berisi tentang bagian-bagian akta, isi awal akta, isi badan akta dan isi penutup akta. Kemudian Pasal 1868 KUHPerdata merupakan dasar hukum dalam membuat Akta Otentik bahwa harus dibuat oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan ketentuan UU. Untuk membuat suatu Akta Otentik seorang Notaris harus mengikuti aturan-aturan yang telah diatur dalam undang-undang. Undang-Undang
3
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang merupakan dasar hukum Jabatan Notaris, sudah menentukan langkah demi langkah yang harus dilakukan seorang Notaris apabila ia membuat suatu Akta Otentik. Langkahlangkah itu (antara lain mendengar pihak-pihak mengutarakan kehendaknya, kemudian membacakan isi akta kepada para penghadap, menandatangani akta, dan lain-lain) memang khusus diadakan pembuat undang-undang untuk menjamin bahwa apa yang tertulis dalam akta itu memang mengandung apa yang dikehendaki para pihak. 1 Sebagai pejabat umum, seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya bukan semata-mata untuk kepentingan diri pribadi Notaris sendiri, akan tetapi untuk kepentingan masyarakat yang dilayani. Seorang Notaris bertanggung jawab atas jasa yang diberikannya. Sehubungan dengan tugasnya tersebut Notaris dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya dalam membuat akta otentik dan dalam berperilaku yang tidak sesuai dengan ketentuan
yang
berlaku
Pertanggungjawaban
atau
merupakan
dilakukan suatu
secara
sikap
melawan
atau
tindakan
hukum. untuk
menanggung segala akibat dari perbuatan yang dilakukan atau sikap untuk menanggung segala resiko ataupun kosekuensinya yang ditimbulkan dari suatu perbuatan. Pertanggungjawaban ditentukan oleh perbuatan melawan hukum yang dilakukan dan akibat
hukum yang ditimbulkannya.
Secara umum
pertanggungjawaban yang biasa dikenakan terhadap Notaris adalah 1
Tan Thong Kie 2000 , Buku II Studi Notariat Serba Serbi Praktek Notaris (b), Cet. 1, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm. 261.
4
pertanggungjawaban pidana, administrasi dan perdata. Pertanggungjawaban apabila melakukan perbuatan melawan hukum pidana dijatuhi sanksi pidana, pertanggungjawaban melakukan perbuatan melawan hukum administrasi dijatuhi sanksi administrasi, dan pertanggungjawaban melakukan pperbuatan melawan hukum perdata dijatuhi sanksi perdata. Merupakan konsekuensi dari akibat pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan oleh Notaris dalam proses pembuatan akta otentik dan dalam berperilaku dalam menjalakan tugas jabatannya. Menentukan adanya suatu pertanggungjawaban secara perdata atau pidana yang dilakukan oleh seorang Notaris harus dipenuhi tiga syarat, yaitu harus ada perbuatan Notaris yang dapat dihukum yang unsur-unsurnya secara tegas
dirumuskan
oleh
undang-undang.
Perbuatan
Notaris
tersebut
bertentangan dengan hukum, serta harus ada kesalahan dari Notaris tersebut. Kesalahan atau kelalaian dalam pengertian pidana meliputi unsur-unsur bertentangan dengan hukum dan harus ada perbuatan melawan hukum. Sehingga pada dasarnya setiap bentuk pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan Notaris selalu mengandung sifat melawan hukum dalam perbuatan itu. Istilah perbuatan melawan hukum itu memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja tetapi juga perbuatan tersebut bertentangan dengan undangundang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak
5
tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Perbedaan perbuatan melawan hukum dan perbuatan pidana menurut Rachmat Setiawan adalah : “Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara seksama dalam Undang-Undang,
sehingga sifatnya terbatas.
Sebaliknya pada perbuatan melawan hukum adalah tidak demikian. Undangundang hanya menentukan satu pasal umum, yang memberikan akibat-akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum.” 2 Perbuatan melawan hukum dapat dijumpai baik dalam ranah Hukum Pidana (publik) maupun dalam ranah Hukum Perdata (privat). Sehingga dapat ditemui istilah melawan Hukum Pidana begitupun melawan Hukum Perdata. Dalam konteks itu jika dibandingkan maka kedua konsep melawan hukum tersebut memperlihatkan adanya persamaan dan perbedaan. 3 Persamaan pokok kedua konsep melawan hukum itu adalah untuk dikatakan sifat melawan hukum keduanya mensyaratkan adanya ketentuan hukum yang dilanggar. Persamaan berikutnya adalah kedua sifat melawan hukum tersebut pada prinsipnya sama-sama melindungi kepentingan (interest) hukum. Perbedaan pokok antara kedua sifat melawan hukum tersebut, apabila
sifat
melawan Hukum Pidana
lebih memberikan
perlindungan kepada kepentingan umum (public interest), hak obyektif dan 2
Rachmat Setiawan, 1982, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung, hal. 15. 3 Rosa Agustina, 2003, Perbuatan Melawan Hukum, Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, hal 14.
6
sanksinya adalah pemidanaan. 4 Sifat melawan Hukum Perdata lebih memberikan perlindungan kepada private interest, hak subyektif dan sanksi yang diberikan adalah ganti kerugian (remedies). Dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum diperlukan syarat yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, bertentangan dengan hak subjektif orang lain, bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian. 5 Perbuatan melawan hukum dalam konteks Hukum Pidana dengan dalam konteks Hukum Perdata adalah lebih dititikberatkan pada perbedaan sifat Hukum Pidana yang bersifat publik dan Hukum Perdata yang bersifat privat. Sesuai dengan sifatnya sebagai hukum publik, maka dengan perbuatan pidana, ada kepentingan umum yang dilanggar (disamping mungkin juga kepentingan individu), sedangkan dengan perbuatan melawan hukum dalam sifat Hukum Perdata maka yang dilanggar hanya kepentingan pribadi saja. 6 Tanggung jawab yang dimiliki oleh notaris dalam membuat akta serta dan berperilaku harus mendapat pengawasan dan pembinaan agar tidak terjebak dalam perbuatan melawan hukum. Pada prinsipnya yang berwenang untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris adalah Menteri yang saat ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) yang diatur jalam UUJNP Pasal 67. Kemudian kewenangan
4
Ibid, hlm.15 Ibid, hlm.17 6 Munir Fuady, 2005, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjunya disingkat Munir Fuady I), hal. 22. 5
7
itu dimandatkan kepada Majelis Pengawas Notaris (MPN). Berdasarkan Pasal 68 UUJN disebutkan bahwa Majelis Pengawas terdiri dari Majelis Pengawas Daerah (MPD); Majelis Pengawas Wilayah (MPW); dan Majelis Pengawas Pusat (MPP). Salah satu tugas Majelis Pengawas Daerah yaitu untuk meningkatkan kualitas serta profesionalitas bagi Notaris dalam mejalankan tugas jabatannya. Oleh karena itu maka Majelis Pengawas Daerah juga ikut berperan dalam mencegah terjadinya pelanggaran atas tugas jabatan oleh Notaris. Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 menegaskan yang dimaksud dengan pengawasan adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap notaris.7 Seiring dengan perkembangan waktu notaris dapat berpotensi melakukan perbuatan yang menyimpang atau perbuatan yang melawan hukum. Karena seorang Notaris tetap seorang manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Notaris harus siap untuk menghadapi jika sewaktu-waktu dijadikan pihak yang terlibat dalam perkara bidang Hukum Perdata maupun Hukum Pidana. Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan oleh peneliti, jumlah notaris di Kabupaten Sleman yaitu berjumlah 178 Notaris. Jumlah Notaris tersebut paling banyak dari pada daerah lain di Daerah Istimewa Yogyakarta, 7
Habib Adjie, 2011, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, Refika Aditama, Bandung, hlm.17.
8
dengan rincian sebagai berikut Kota Yogyakarta sebanyak 73 Notaris, Kabupaten Bantul 95 Notaris, Kabupaten Gunung Kidul 36 Notaris, serta Kabupaten Kulon Progo 49 Notaris. Karena hal tersebut maka peneliti memilih Kabupaten Sleman sebagai lokasi penelitian, permasalahan terkait perbuatan melawan hukum di Kabupaten Sleman sangat kompleks. Banyaknya jumlah Notaris tersebut sangat berpotensi terjadinya suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris di Kabupaten Sleman. Sebagai contoh salah satu perbuatan melawan hukum yang terjadi di Kabupaten Sleman yaitu ada salah satu Notaris tidak membuat minuta akta. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris tersebut dapat mengakitbatkan tidak adanya kepastian hukum yang seharusnya diperoleh oleh para pihak. Hal ini peran Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman sangat penting dalam mencegah perbuatan melawan hukum dan memberikan pembinaan agar setiap notaris di Kabupaten Sleman menjunjung tinggi harkat martabat, serta menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
9
B. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang pemikiran di atas, permasalahan penelitian tesis ini adalah : 1. Bagaimana upaya yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman dalam mencegah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris ? 2. Faktor penghambat dan faktor pendukung bagi Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman dalam mencegah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris ?
C. Keaslian Penelitian Sebagai sebuah studi mengenai hukum kenotariatan yang mengkaji mengenai peran Majelis Pengawas Daerah, penelitian ini tentunya bukan saja suatu penelitian yang baru sama sekali, karena sudah ada beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya. Sepengetahuan penulis dan melalui penelusuran, cukup banyak penelitian yang berkaitan dengan peran Majelis Pengawas Notaris . Salah satu yang cukup relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh: 1. Erna Ristiani tahun 2010 tentang ”Peran dan Fungsi Majelis Pengawas Daerah Terhadap Pelaksanaan Tugas dan Jabatan Notaris ”. 8 Ada tiga permasalahan
dalam
penelitian
tersebut.
Pertama,
Bagaimana
pelaksanaan tugas pengawasan terhadap Notaris oleh Majelis Pengawas
8
Erna Ristiani, 2010, ”Peran dan Fungsi Majelis Pengawas Daerah Terhadap Pelaksanaan Tugas dan Jabatan Notaris”, tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
10
Notaris dan Dewan Kehormatan. Kedua, Bagaimana peranan dan fungsi Majelis Pengawas Daerah terhadap pelaksanaan tugas jabatan Notaris. Secara garis besar Penelitian tersebut membahas terkait dengan pelaksanaan tugas pengawasan secara umum dan peran serta fungsi Majekis Pengawas Daerah dalam mengawasi tugas jabatan notaris secara umum. Hal tersebut tentu berbeda dengan apa yang diteliti oleh Peneliti. Disini peneliti menitik beratkan terhadap upaya Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman dalam mencegah perbuatan melawan hukum oleh Notaris dan faktor penghambat serta faktor pendukung apa saja yang dialami Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pencegahan perbuatan melawan hukum oleh Notaris. 2. Ghessa Nashara Tasya tahun 2013 tentang “Peran Majelis Pengawas Daerah dalam Perlindungan Hukum terhadap Notaris yang Menghadapi Masalah Hukum di Jakarta Timur.
9
Ada dua permasalahan dalam
penelitian tersebut. Pertama, Faktor apakah yang menjadi penyebab Notaris berhadapan dengan permasalahan hukum dalam menjalankan jabatannya. Kedua, Bagaimanakah peran Majelis Pengawas Daerah Jakarta Timur dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Notaris yang mendapatkan permasalahan hukum. Kesimpulan Penelitian tersebut Faktor yang menjadi penyebab Notaris berhadapan dengan masalah hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) faktor, yaitu : Pelanggaran atau ketidak patuhan Notaris untuk 9
Ghessa Nashara Tasya, 2013, “Peran Majelis Pengawas Daerah dalam Perlindungan Hukum terhadap Notaris yang Menghadapi Masalah Hukum di Jakarta Timur”, tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
11
menjalankan
ketentuan-ketentuan
dalam
Undang-Undang
Jabatan
Notaris, yaitu tidak melaksanakan kewajiban bagi Notaris, dan/atau melanggar ketentuan Larangan bagi Notaris. Pelanggaran Notaris terhadap Kode Etik Notaris sebagai batasan moral perilaku Notaris dalam menjalankan jabatannya. Peran Majelis Pengawas Daerah (MPD) Jakarta Timur dalam memberikan perlindungan hukum terhadap Notaris yang menghadapi masalah hukum adalah sebagai berikut : Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris Jakarta Timur tidak berperan sebagai lembaga advokasi yang secara langsung membela Notaris yang dilaporkan oleh masyarakat yang merasa dirugikan, tetapi berperan sebagai mediator. Hal tersebut tentu berbeda dengan apa yang diteliti oleh Peneliti. Disini peneliti menitik beratkan terhadap upaya Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman dalam mencegah perbuatan melawan hukum oleh Notaris dan faktor penghambat serta faktor pendukung apa saja yang dialami Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pencegahan perbuatan melawan hukum oleh Notaris. 3. Andre Ambrosius Abraham Paat, tahun 2013 tentang “Peran Majelis Pengawas Daerah dalam Mengawasi Notaris di Kota Manado”10 Ada tigaa permasalahan. Pertama, Bagaimanakah peran Majelis Pengawas Daerah dalam mengawasi Notaris di Kota Manado. Kedua, Apa kendala yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Daerah dalam melaksanakan pengawasan terhadap Notaris di Kabupaten Manado. Ketiga, Apa upaya 10
Andre Ambrosius Abraham Paat, 2013, “Peran Majelis Pengawas Daerah dalam Mengawasi Notaris di Kota Manado”, tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
12
yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah untuk mengatasi kendala dalam melaksanakan tugas pengawasan Notaris di Kabupaten Manado. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah Peran Majelis Pengawas Daerah dalam mengawasi Notaris di Kota Manado yaitu dalam bentuk pengawasan preventif dengan melakukan pemeriksaan secara berkala minimal 1 tahun 1 kali, Kendala-kendala yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Daerah Kota Manado dalam menjalankan tugas pengawasan, yaitu: Keterbatasan waktu untuk mengadakan pertemuan atau rapat antara anggota Majelis Pengawas Daerah, Keterbatasan dana operasional dan honor, Sumber daya manusia dari anggota Majelis Pengawas Daerah. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah untuk mengatasi hambatan dalam menjalankan tugas pengawasan adalah Mengadakan rapat atau pertemuan, sebelumnya dikomunikasikan terlebih dahulu dengan menjadwalkan dari jauh-jauh hari, Keterbatasan dana operasional yang dialami oleh Majelis Pengawas Daerah berusaha diatasi dengan menggunakan dana pribadi dari masing-masing anggota Majelis Pengawas Daerah, Mengenai keterbatasan sumber daya manusia dari anggota Majelis Pengawas Daerah dari unsur pemerintah, dilakukan bimbingan atau pengarahan oleh anggota Majelis Pengawas Daerah dari unsur Notaris agar mereka lebih memahami bagaimana pelaksanaan tugas wewenang profesi Notaris. Hal tersebut tentu berbeda dengan apa yang diteliti oleh Peneliti. Disini peneliti menitik beratkan terhadap upaya Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman dalam mencegah
13
perbuatan melawan hukum oleh Notaris dan faktor penghambat serta faktor pendukung apa saja yang dialami Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pencegahan perbuatan melawan hukum oleh Notaris.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini pada dasarnya mengkaji peran Majelis Pengawas Daerah yang diatur dalam pasal 68 di dalam UUJN untuk mencegah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan mengkaji peran Majelis Pengawas Daerah dalam mencegah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor apa saja yang menjadi pendukung serta penghambat bagi Majelis Pengawas Daerah untuk mencegah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentang “ Peran Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam mencegah Perbuatan Melawan Hukum oleh Notaris ” ini diharapkan dapat memiliki kegunaan bagi ilmu pengetahuan maupun pembangunan/masyarakat luas pada umumnya dan Notaris
pada
khususnya. Dengan kata lain, penelitian ini diharapkan dapat mempunyai kegunaan akademik maupun kegunaan praktis.
14
1. Kegunaan Akademik Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan-bahan informasi kepustakaan dan bahan ajar di bidang hukum pada umumnya dan Hukum Kenotariatan pada khususnya yang berkaitan dengan peran Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam hukum perdata di Inodnesia. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Majelis Pengawas Daerah yang idial sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku d. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dalam menetapkan dan merumuskan peran Majelis Pengawas Daerah
dalam
bertanggungjawab.
mewujudkan
Notaris
yang
profesional
dan