PENDAHULUAN Latar Belakang
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) telah menjadi kebijaksanaan pemerintah dalam menangani perlindungan tanaman.
Perlindungan tanaman merupakan salah
satu bagian penting dalam usaha peningkatan produksi, selain penggunaan bibit unggul, pupuk dan alat-alat pertanian modem. Perlindungan tanaman dengan menggunakan pestisida telah menimbulkan dampak negatifl antara lain pencemaran lingkungan (tanah, air, udara, tanaman dan lingkungan hidup lainnya).
Penggunaan pestisida yang mempunyai daya racun
tinggi, spektnun lebar serta persistensi yang tinggi pula menimbulkan masalah baru. Berbagai spesies makhluk yang berguna dan bukan sasaran ikut binasa, disamping itu juga terjadi pencemaran air, tanah dan udara. Terdapatnya residu pestisida di dalam hasil pertanian merupakan contoh kasus dampak negatif akibat penggunaan pestisida, kesehatan manusia terutama petani makin terancam, telah tejadi keracunan akut maupun kronis bahkan kasus kemat~an(Oka, 1995). Berdasarkan kenyataan hi, kemudian dikembangkan suatu altematif untuk mengendalikan serangan hama penyakit yang dikenal sebagai Pengendalian Hama Terpadu. Konsep ini berdasarkan pada prinsip ekologi, yaitu hubungan fimgsional timbal balik antara komponen-komponen ekosistem.
Pengendalian hama terpadu,
dalam ha1 ini merupakan salah satu jawaban untuk memberikan pemecahan permasalahan tersebut.
Pengendalian Hama terpadu (PHT) adalah usaha untuk mengoptimumkan hasil pengendalian hama secara ekonornik dan ekologik.
Hal ini dapat dicapai
dengan menggunakan berbagai taktii secara kompatibel agar tetap mempertahankan kerusakan hama dibawah aras kerusakan ekonomi, dan melindungi terhadap ancaman atau bahaya bagi manusia, binatang, tanaman dan lingkungan (Anonim dalam Kasumbogo, 1984). PHT bukan hanya sebuah konsep ataupun paket kegiatan, tetapi lebih dalam lagi, yaitu sebuah cara untuk mengelola pertumbuhan tanaman sehingga memberikan keuntungan yang maksimal (Departemen Pertanian, 1997). Ada 4 prinsip manajemen yang mendasari PI-IT, yaitu: (1) budidaya tanaman sehat yang terdiri dari: (a) pernilihan bibit yang sehat dari varietas tahan hama, yang cocok dengan kondisi setempat, (b) pengairan cukup dan pemupukan yang seimbang, (c) penyiangan gulma secara teratur; (2) melestarikan musuh alami, yaitu: (a) dengan mengenali dan mengamati musuh-musuh alami (teman petani) di lahan sawah, (b) memelihara keseimbangan lingkungan lahan sawah agar populasi m u d
alami dapat
berkembang, (c) jangan menggunakan pestisida yang membunuh musuh alami, (3) pengamatan mingguan, yaitu: (a) mengamati tanaman, air, cuaca, penyakit, tikus, hama dan musuh alami, (b) menganalisis keadaan dan membuat keputusan dengan membandingkan potensi kehilangan hasil dengan ongkos pengelolaan, petani ahli PHT, yaitu petani menguasai teknologi PHT dan mampu menerapkan prinsip PHT serta bertanggung jawab terhadap lahannya sendiri.
Salah satu pengadopsian dan pemasyarakatan konsep dan teknologi PHT adalah dengan diselenggarakannya Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).
SLPHT adalah sekolah yang berada di lapangan yang mempunyai
pesertabetani) dan pemandu lapangan dengan ciri-ciri sebagai berikut (Departemen Pertanian, 1997): (a) petani dan pemandu saling menghonnati, (b) perencanam bersama oleh kelompok tani, (c) keputusan bersama dari anggota kelompok, (d) cara belajar lewat pengalaman, (e) melakukan sendhi, mengalami sendiri dan menemukan
sendiri, (f) materi pelatihan dan praktek terpadu di lapangan, (g) sarma belajar adalah lahan pengelolaan usaha tani (agroekosistem), (i) pelatihan selama satu siklus perkembangan tanaman dan (j)kurikulum yang rinci dan terpadu. Tujuan SLPHT adalah untuk melatih petani menjadi ahli PHT dan mampu menerapkan prinsip PHT sekurang-kuranguya di lahan sendiri serta diharapkan dapat menyebarkan informasi PHT kepada petani lainnya atau tetangganya. Proses belajar dalam SLPHT mengikuti daur belajar melalui pengalaman, yaitu melakukan, mengungkapkan, menganalisa, men-rimpullcan, meuerapkan dan diharapkan dapat menyebarkannya. Pada proses ini setiap peserta berperan sebagai murid dan guru. Tujuan dan proses SLPHT dapat tercapai bila SLPHT memiliki materi-materi pelatihan yang menunjang kegiatan petani. Menurut Abdurachman (1998) bahwa keberhasilan program PJ3T bervariasi tidak hanya antar wilayah di kabupaten Sukabumi tetapi juga antar petani dalam satu wilayah.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa ada faktor-faktor tertentu yang
menentukan keberhasilan PHT disamping faktor SLPHT itu sendiri.
Pengembangan lebih lanjut SLPHT perlu lebih mempertimbangkan unsur menentukan
petani sebagai pengambil keputusan pengadopsian PHT yang akan
keberhasilan program secara keseluruhan. Penelaahan tentang faktor-faktor di dalam diri petani dan usahatani mereka sangat b e d a a t bagi upaya pengembangan program PHT. Pertanyaan-pertanyaan seperti sampai sejauhmana penerimaan petani terhadap program, faktor-faktor apa yang mendorong petani untuk menerapkan PHT pada usahatani mereka, dan pertanyaan lainnya yang sejenis perlu ditelusuri dalam rangka pengembangan program tersebut. Selama ini penelaahan dalam evaluasi SLPHT lebih banyak menekankan kepada aspek penyelenggaraan SLPHT. Evaluasi semacam ini dapat mengungkapkan keefektifan dan efisiensi SLPHT dalam mengkomunikasikan informasi PHT dm menarik partisipasi petani.
Monnasi tersebut akan lebih b e d a a t apabila
dilengkapi dengan telaahan yang mendalam terhadap faktor-faktor ekstemal dan internal petani dalam kaitannya dengan penerimaan informasi PHT.
Sesuai dengan
tujuan akhir SLPHT adalah agar petani peserta SLPHT termotivasi untuk mau d m dapat menerapkan PHT dalam malaksanakan usahataninya.
Penerapan teknologi
tersebut oleh petani dapat diiasi&asikan menjadi tiga : (1) petani mengetahui PHT, (2) petani mengetahui PHT dail menerapkan pada usahataninya, (3) petani
mengetahui, menerapkan PHT dan menyebarluaskan PHT kepada petani lainnya. PHT sebagai suatu konsepsi dan program di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1989. Tidak semua petani memperoleh kesempatan mengikuti program SLPHT dari pemeriutah.
Petani diharapkan dapat melaksanakan SLPHT secara
swadaya, sesuai dengan paradigma baru p enyuluhan yaitu pemberdayaan.
Berdasarkan informasi dari Kepala Cabang Dinas (KCD)tngkat Kecamatan ..
sebagian petani di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor telah pernah mengikuti program SLPHT, bahkan ada yang melaksanakan SLPHT secara swadaya melalui kelompoktaninya.
Akan tetapi kenyataannya saat sekarang dari sejumlah 58
kelompok tani, hanya 16 kelompok yang masih aktX Pada
rembug (pertemuan)
Kontaktani Nelayan Andalan (KTNA) se-
Kecamatan Dramaga pada tanggal 3 1 Januari 2002 diperoleh informasi bahwa petani sangat membutuhkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan pemeriutah dalam penentuan harga jual produk pertanian. Karena keterbatasan pengetahuan tersebut petani masih memerlukan penyuluhan
untuk meningkatkan hasil dan mutu
usahataninya. Melalui pertemuan dalam kelompok tani, baik petani mapun pemerintah dapat saling memberikan informasi yang dibutuhkan.
Untuk itu perlu
upaya mengaktifkan kembali kelompok tani. Perurnusan Masalah Di beberapa daerah serangan hama sudah cukup mengkhawatirkan, bahkan bersifat laten.
Ini aicm dapat mengacam kelestarian saasembada pangan, dan
p e n m a n pendapatan petani Mengatasi hzl tersebut, pemerintah sejak tahun 1989 telah mencanangkan program nasional PHT dan pemasyarakatannya dilakukan melalui penyuluhan, latihan dan kursus-kursus tani dalam kesatuan kelompoktani (SLPHT).
Namun demikian kelompok tani yang banyak dibantu pembentukannya
oleh pemerintah banyak yang tidak aktii pada ha1 melalui kelompok tani, petani lebih mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan pemerintah lebih mudah
menyampaikan informasiuya untuk petani. Kenyataan di lapangan sebagian petani sudah bergabung dalam kelompok tani, sebagian lag. belum. Sehubungan dengan ha1 diatas, permasalahan yang dimmuskan dan ingin dijawab dalam penelitian ini adalah : (1) Sejauhmana petani telah menerapkan PHT ? (2) Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat penerapan PHT
oleh petani ? (3) Apakah ada perbedaan tiugkat penerapan PHT antara anggota kelompok tani
dengan non anggota kelompok tani. (4) Apakah ada perbedaan kharakteristik petani antara anggota kelompok tani dengan non anggota kelompok tani. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengkaji tingkat penerapan PHT oleh petani. (2) Mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan PHT
oleh petani. (3) Mengkaji perbedaan tingkat penerapan PHT antara anggota kelompok tani
dengan non anggota kelompok tani. (4) Mengkaji perbedaan kharakteristik petani antara anggota kelompok tani dengan non anggota kelompok tani.
Kegunaan Penelitian Penelitian in.diharapkan akan berguna: (1) Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususuya
dalam pengembangan
konsep-konsep teoritis mengenai hubungan ciri-ciri petani
dalam
menerapkan PHT. (2) Dapat
dijadikan salah
pembangunan pertanian
satu
acuan
dalam perencanaan/pelaksanaan
dalam meningkatkan dan mengembangkan
peiaksanaan PHT dikalangan petani.