BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat telah menimbulkan persaingan
ekonomi yang ketat. Persaingan mengharuskan perusahaan untuk berpikir lebih kritis dalam pemanfaatan dan pengalokasian sumber dayanya yang berarti untuk menghadapi
pesaing
bisnisnya,
perusahaan
harus
memanfaatkan
dan
mengalokasikan sumber daya secara lebih efektif dan efisien. Agar perusahaan dapat bertahan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dan kompleks, dibutuhkan pengendalian intern yang memadai, oleh karena itu manajemen perusahaan membutuhkan bantuan dari fungsi pemeriksaan intern atau audit internal. Untuk saat ini peran audit internal adalah lebih
mengutamakan peran consulting daripada watchdog (mencari-cari
kesalahan) dikarenakan paradigma lama yang sudah bergeser bahwa peran audit internal lebih mengedepankan sifat pencegahan (preventif) dan hal ini tentunya dibutuhkan keterbukaan dari manajemen agar audit internal dapat mendeteksi dan memberi saran kepada manajemen atas operasional yang ada. Pada prinsipnya audit internal merupakan pemeriksaan intern yang independen, yang ada pada suatu perusahaan dengan tujuan untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan perusahaan yang dilaksanakan. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah ada tugas dan tanggung jawab yang diberikan telah dilaksanakan sesuai dengan yang seharusnya. Untuk itu audit internal perlu melakukan pemeriksaan, penilaian dan mencari fakta atau bukti
1
guna memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen untuk ditindak lanjuti. Salah satu temuan auditor internal adalah kecurangan (fraud). Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan (pressure) untuk melakukan
penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan
(opportunity) yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Kecurangan (fraud) sering juga disebutkan dalam istilah yang lebih umum seperti pencurian, penggelapan, pemalsuan dan lainnya. Biasanya kecurangan tidak mudah ditemukan. Kecurangan biasanya ditemukan karena kebetulan maupun karena suatu hal yang disengaja. Dengan demikian manajemen harus berhati-hati terhadap kemungkinan timbulnya kecurangan yang mungkin terjadi di perusahaan yang dikelolanya. Untuk mengatasi potensi timbulnya kecurangan, audit internal diperlukan keberadaannya
di
dalam
perusahaan.
Audit
internal
bertugas
untuk
mengevaluasi suatu sistem dan prosedur yang telah disusun rapih, benar dan sistematis serta apakah telah diimplementasikan secara benar, melalui pengamatan, penelitian dan pemeriksaan atas pelaksaan tugas yang telah diberikan di setiap unit perusahaan. Pada beberapa perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam bidang pengelolaan, pendistribusian dan penyediaan jasa publik bagi masyarakat sebagai badan usaha, maka perusahaan harus menjalankan pengelolaan yang sehat, berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi. Untuk dapat memenuhi fungsi ekonominya yaitu optimalisasi laba maka perusahaan harus menyadari perlunya manajemen yang baik. Pemeriksaan intern yang dilakukan oleh satuan pengawas intern akan menghasilkan temuan-temuan, dan setiap temuan tersebut akan diberikan rekomendasi dan saran-saran yang diperlukan. Salah satu jenis pemeriksaan
2
yang dilakukan pada perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam bidang pengelolaan, pendistribusian dan penyediaan jasa publik bagi masyarakat adalah kemungkinan adanya penyimpangan, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Pada tahun 2012 pihak auditor internal PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawsan Internal Regional X Sulawesi menemukan suatu indikasi terjadinya Fraud disalah satu kantor rayon. Fraud yang ditemukan pihak auditor tersebut berkaitan dengan pembohongan publik yang dilakukan oknum perusahaan yang memberikan biaya pasang listrik baru kepada pelanggan. Pada saat mengevaluasi rekapitulasi pasang listrik baru, pihak auditor melakukan wawancara kepada pelanggan berdaya besar untuk mengetahui berapa biaya yang dikeluarkan pelanggan tersebut pada saat pasang listrik baru. Pihak auditor menemukan adanya perbedaan nilai rupiah yang seharusnya dibayarkan pihak pelanggan kepada perusahaan. Rencana anggaran biaya yang diberikan oknum perusahaan kepada pihak pelanggan tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan menteri energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia sehingga merugikan pihak pelanggan. Oknum tersebut dapat dengan mudah melakukan pembohongan publik ini dikarenakan masyarakat pelanggan tidak mengetahui betul mengenai peraturan yang dikeluarkan menteri energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia mengenai biaya pasang listrik baru. Penulis melihat adanya masalah yang perlu dikaji, yaitu peranan dari audit internal, dengan sejumlah temuan yang kemungkinan atau dapat diidentifikasi sebagai temuan kecurangan (fraud) pada dunia perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam bidang pengelolaan, pendistribusian dan penyediaan jasa publik bagi masyarakat, yang diterangkan dalam sebuah karya ilmiah dengan judul : “Peranan Audit Internal Terhadap Pencegahan
3
Kecurangan (fraud); Studi Kasus pada PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.”
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan, penulis
menyadari bahwa akan banyak masalah yang akan timbul pada saat melaksanakan pembahasan masalah yang akan diteliti. Agar masalah yang dibahas memperoleh suatu kejelasan dan pembahasannya lebih terarah, maka penulis mengambil rumusan masalah yang berkaitan dengan bagaimana perbandingan biaya pasang listrik yang dikeluarkan oleh oknum perusahaan (manajer kantor PLN Rayon) dengan list biaya resmi dari kementerian energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia pada kasus fraud yang terdeteksi oleh auditor PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.
1.3
Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan biaya pasang listrik baru yang dikeluarkan oknum perusahaan dengan list biaya resmi dari kementerian energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia pada kasus fraud yang terdeteksi oleh auditor PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.
4
1.4
Ruang Lingkup Penalitian Pada penelitian ini peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada
peranan audit internal di PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal (KPSPI) Regional X Sulawesi dalam menangani kasus pembohongan publik yang dilakukan oknum perusahaan pada pelanggan yang ingin memasang listrik baru.
1.5
Kegunaan Penelitian Penelitian ini dilakukan dan diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara langsung maupun secara tidak langsung bagi: 1. Penulis Hasil
penelitian ini
diharapkan dapat
menambah wawasan
dan
pengetahuan tentang masalah fraud yang terjadi di PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi dan cara kerja sistem pengendalian intern yang sesungguhnya. 2. Perusahaan Penelitian ini dapat menambah informasi bagi manajemen tentang pentingnya pengaruh audit internal terhadap pencegahan fraud untuk dijadikan bahan masukan dalam penyusunan kebijakan perencanaan dan pengendalian operasi yang lebih efektif. 3. Pihak Lain Hasil dari penelitian diharapakan akan memberikan ilmu pengetahuan dan dalam rangka pengembangan disiplin ilmu akuntansi, serta memberikan referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
5
1.6
Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi penjelasan mengenai landasan teori yang membahas mengenai teori-teori dan konsep-konsep umum yang akan digunakan dalam penelitian serta penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini.
BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini berisi penjelasan mengenai bagaimana penelitian ini dilakukan. Dimulai dari rancangan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, hingga tahaptahap penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN Bab ini berisi penjelasan mengenai analisa data dan informasi yang didapatkan dari hasil wawancara dan studi kepustakaan. Dengan demikian akan diperoleh suatu hasil analisa yang akan dijadikan dasar dalam pembuatan kesimpulan dan saran penelitian ini.
6
BAB V
PENUTUP Bab ini berisi penjelasan mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian ini bagi PT PLN (persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan
Internal
Regional
X Sulawesi,
masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Audit Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan utama untuk memperoleh laba
disamping beberapa tujuan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka semua tahap kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan, dianalisa dan diteliti secara seksama terlebih dahulu oleh mereka yang bertanggung jawab. Dengan makin luas dan rumitnya masalah-masalah yang ada pada perusahaan, maka ruang lingkup dan luasnya tugas yang dipikul oleh manajemen semakin bertambah besar. Oleh karena itu manajemen memerlukan alat bantu yang dapat digunakan untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya. Salah satu alat bantu dalam melaksanakan fungsi utama manajemen, fungsi pengawasan dan pengendalian adalah aktivitas audit. Arens et al. (2008:3) mendefinisikan pengertian audit “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan.
Auditing
harus
dilakukan
oleh
orang
yang
kompeten
dan
independen”. Untuk melakukan audit harus tersedia informasi dalam bentuk yang dapat diverifikasi dan beberapa standar (kriteria) yang digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi tersebut dan memiliki banyak bentuk. Para auditor secara rutin melakukan audit atas informasi yang dapat diukur termasuk laporan keungan perusahaan dan SPT pajak penghasilan federal perorangan. Auditor
juga mengaudit informasi yang lebih subjektif seperti efektifitas sistem komputer dan efisiensi operasi manufaktur.
2.1.1 Jenis-jenis Audit Beberapa jenis audit dilakukan untuk memastikan bahwa proses operasi didalam perusahaan telah berjalan sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku serta pengelolaan terhadap sumber daya dalam proses tersebut berjalan secara efektif dan efisien. Menurut Bayangkara (2011:2-3) terdapat beberapa jenis-jenis audit, yaitu: 1. Pada audit kepatuhan (compliance audit), auditor berusaha mendapatkan dan mengevaluasi informasi untuk menentukan apakah pengelolaan keuangan, operasi atau aktivitas yang lain dari suatu entitas telah sesuai denga kriteria, kebijakan atau regulasi yang mendasarinya. 2. Dalam audit internal (internal auditing) auditor melakukan penilaian secara independen dengan berbagai aktivitas dalam memberikan jasanya kepada perusahaan. Secara lengkap Institute of Internal Auditing (IIA) mendefinisikan audit internal sebagai: “an independent appraisal activity established within an organization to exemine and evaluate is activities as a service to the organization. The object of Internal Auditing is to assist members in the organization in the effective discharge of their duties”. Dari definisi di atas sudah jelas bahwa kegiatan penilai independen yang dibentuk dalam organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan sebagai pelayanan kepada organisasi. Tujuan dari audit internal adalah untuk membantu anggota dalam organisasi dalam melaksanakan tugasnya dengan efektif.
9
3. Audit operasional (operation auditing) memfokuskan penilaiannya kepada efisiensi dan efektifitas operasi suatu entitas. Lebih lanjut AICPA mendefinisikan operational auditing sebagai: “a systematic review of an organization activities...in relation to specified objective. The purpose of the engagement may be: (a) to asses performance, (b) to identify opportunities fot improvement, and (c) to develop recommendation for improvement or further action”. Dari definisi di atas sudah jelas bahwa review sistematis dari suatu kegiatan organisasi dalam kaitannya dengan tujuan tertentu. Tujuan dari keterlibatan mungkin: (a) untuk menilai kinerja, (b) untuk mengidentifikasi peluang untuk perbaikan dan (c) untuk mengembangkan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. 4. Audit keuangan (financial auditing) merupakan audit yang paling tua dan paling populer. Audit ini dilaksanakan dengan melakukan pengkajian dan penilaian terhadap sistem pelaporaan akuntansi dan keuangan. Dilihat dari prosedur ketersediaan dan teknik audit, audit jenis ini merupakan jenis audit yang memiliki prosedur dan teknik yang paling lengkap dan baku. Disamping pelaksanaan auditnya telah dipimpin dengan norma audit yang standar, karena dikeluarkan oleh asosiasi profesi dibidangnya, juga objek yang diaudit telah dipimpin oleh suatu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (general accepted accounting principle-GAAP). Dari berbagai jenis audit yang dilakukan kecuali audit keuangan, keseluruhan audit memiliki tujuan yang (hampir) sama yaitu menilai bagaimana manajemen mengoprasikan perusahaan, mengelola sumber daya yang dimiliki,
10
meningkatkan efisiensi proses dalam mencapai tujuan perusahaan secara taat asas.
2.2
Audit Internal
2.2.1 Pengertian Audit Internal Audit internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditentukan. Perlunya konsep audit internal dikarenakan bertambah luasnya ruang lingkup perusahaan. Oleh karena itu semakin besar suatu perusahaan maka semakin luas pula rentang pengendalian yang dipikul pimpinan, sehingga manajemen harus menciptakan suatu pengendalian intern yang efektif untuk mencapai suatu pengelolaan yang optimal dengan mempertimbangkan manfaat dan biayanya. Audit internal yang dilakukan dalam suatu perusahaan merupakan kegiatan penilaian dan verifikasi atas prosedur-prosedur, data yang tercatat berdasarkan atas kebijakan dan rencana perusahaan, sebagai salah satu fungsi dalam upaya mengawasi aktivitasnya. Aktivitas audit internal menjadi pendukung utama untuk tercapainya tujuan pengendalian internal. Ketika melaksanakan kegiatannya, audit internal harus bersifat objektif dan kedudukannya dalam perusahaan adalah independen. Pengertian audit internal yang didefinisikan The Institute of Internal Auditors dalam Standards for The Proffesionals Practice of Internal Auditing yang dikutip oleh Ratliff et al. (1996) dan Moeller dan Witt (1999) : “Internal Audit is an independent appraisal function established within an organization to exemine and evaluate its activities as a service to the organization”. Pengertian tersebut menyatakan bahwa audit internal merupakan suatu fungsi penilaian yang independen yang ditetapkan dalam organisasi untuk
11
menguji dan mengevaluasi aktivitasnya sebagai suatu pelayanan terhadap organisasi. Sedangkan Valery G. Kumat (2011:35) mendefinisikan audit internal adalah: “Audit internal adalah agen yang paling ‘pas’ untuk mewujudkan internal control, risk management dan good corporate governance yang pastinya akan memberi nilai tambah bagi sumber daya dan perusahaan”. Dari definisi di atas sudah jelas bahwa audit internal merupakan jaminan, independen, obyektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi
dan
meningkatkan
efektivitas
proses
manajemen
risiko,
pengendalian, dan proses governance.
2.2.2 Tujuan Audit Internal Menurut Hery (2010:39) tujuan dari audit internal adalah : “Audit internal secara umum memiliki tujuan untuk membantu segenap anggota manajemen dalam menyelesaikan tanggung jawab mereka secara efektif, dengan memberi mereka analisis, penilaian, saran dan komentar yang objektif mengenai kegiatan atau hal-hal yang diperiksa”. Untuk mencapai keseluruhan tujuan tersebut, maka auditor harus melakukan beberapa aktivitas sebagai berikut : 1.
Memeriksa dan menilai baik buruknya pengendalian atas akuntansi keuangan dan operasi lainnya.
2. Memeriksa sampai sejauh mana hubungan para pelaksana terhadap kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan.
12
3. Memeriksa sampai sejauh mana hubungan para pelaksana terhadap kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan. 4. Memeriksa kecermatan pembukuan dan data lainnya yang dihasilkan oleh perusahaan. 5. Menilai prestasi kerja para pejabat/pelaksana dalam menyelesaikan tanggung jawab yang telah ditugaskan. Adapun aktivitas dari audit internal yang disebutkan di atas digolongkan kedalam dua macam, diantaranya : 1. Financial auditing Kegiatan ini antara lain mencakup pengecekan atas kecermatan dan kebenaran segala data keuangan, mencegah terjadinya kesalahan atau fraud dan menjaga kekayaan perusahaan. 2. Operational auditing Kegiatan pemeriksaan ini lebih ditujukan pada operasional untuk dapat memberikan rekomendasi yang berupa perbaikan dalam cara kerja, sistem pengendalian dan sebagainya.
2.2.3 Peranan Audit Internal Mengingat pentingnya peran pengawasan terhadap tindak fraud, maka audit internal menjadi satu-satunya unit kerja yang paling tepat melakoninya. Karena itu, peran audit internal yang selama ini selalu berkaitan dengan urusan physical control harus sudah bergeser dari sekedar terkesan sebagai “provoost” perusahaan menjadi unit yang mampu berperan dalam pencegahan sekaligus pendeteksian fraud. Menurut BPKP (2008:43) peran yang ideal bagi audit internal yaitu sebagai berikut:
13
1. Peran audit internal dalam pencegahan fraud 2. Peran audit internal dalm pendeteksian fraud Audit internal dituntut untuk waspada terhadap setiap hal yang menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya fraud, yang mencakup: 1. Identifikasi titik-titik kritis terhadap kemungkinan terjadinya fraud. 2. Penilaian terhadap sistem pengendalian yang ada, dimulai sejak lingkungan pengendalian hingga pemantauan terhadap penerapan sistem pengendalian. Seandainya terjadi fraud, audit internal bertanggung jawab untuk membantu manajemen mencegah fraud dengan melakukan pengujian dan evaluasi keandalan dan efektivitas dari pengendalian, seiring dengan potensi risiko terjadinya fraud dalam berbagai segmen. Tidak hanya manajemen puncak, audit internal juga harus mendapat sumber daya yang memadai dalam rangka memenuhi misinya untuk mencegah fraud. Tanggung jawab audit internal dalam rangka mendeteksi kecurangan, selama penugasan audit termasuk: 1. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang kecurangan, dalam rangka mengidentifikasi indikasi-indikasi yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh anggota organisasi. 2. Memiliki sensitivitas yang berkaitan dengan kemungkinan adanya kesempatan terjadi kecurangan. 3. Melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator yang mungkin dapat memberikan peluang terjadinya kecurangan dan menentukan apakah perlu diadakan investigasi lanjutan. 4. Menentukan prediksi awal terjadinya kecurangan.
14
5. Melakukan penilaian kembali terhadap pelaksanaan pengendalian di lingkungan dimana terjadinya tindak kecurangan dan selanjutnya menentukan upaya untuk memperkuat pengendalian di dalamnya.
2.2.4 Kompetensi Audit Internal Melihat banyak beban yang harus dipikul oleh tim audit internal, maka dapat diidentifikasi kebutuhan yang sesuai akan kompetensi dasar (basic competency) yang sama bagi para auditor. Menurut Kumaat (2011: 25-27) dijelaskan kompetensi audit internal mulai dari head of department hingga para pelaksana sebagaimana penulis uraikan berikut ini: 1.
Soft Competency – Audit Internal : Menentukan Sosok Audit yang Ideal Kepribadian atau karaktek positif yang kuat sekarang ini diakui sebagai
penentu keberhasilan seseorang dalam meniti karier, lebih dari bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Sosok audit internal yang ideal harus memiliki keunikan tersendiri, yaitu perpaduan karakter yang jarang dijumpai
pada
posisi/profesi
lain.
Karena
harus
independen
dalam
mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan akar masalah hingga mengeluarkan rekomendasi solusi, integritas menjadi hal yang tidak dapat ditawar. Secara kasat mata orang-orang seperti ini umumnya dijumpai dengan kemiripan ciri dalam hal: a. Sangat berminat dengan topik-topik meyangkut religoisitas, spriritualitas, humanitas, filsafat, atau tertarik berdiskusi tentang masalah keadilan. b. Memiliki prinsip hidup dan pendirian teguh, yaitu hasil bentukan dari pengalaman hidup yang lebih banyak gejolak ketimbang kisah sukses. c. Menampilkan gaya hidup yang cenderung sederhana dengan tingkat persistensi dan disiplin diri yang relatif tinggi dan konsisten yang sudah teruji oleh waktu.
15
Selanjutnya, karena sifat pekerjaan auditor yang harus selalu berinteraksi dengan berbagai tipe manusia, bahkan mempengaruhi orang lain, auditor mau tidak mau juga harus memiliki aura kepemimpinan yang memadai. Kumaat (2011:26) berpendapat bahwa pemimpin bisa berasal dari bakat (borned to be a leader) maupun hasil pembentukan (leader by learning experience). Secara umum orang-orang ini terlihat dari ciri-ciri: a. Minat yang tinggi atau pengalaman yang konsisten, mulai dari masa sekolah/kuliah hingga meniti karier, terlibat dalam aktivitas organisasi. b. Relatif dewasa (matured) dibanding rekan sebayanya, serta memiliki kepercayaan diri (self confidance) dan kemandirian (self-driven) yang relatif tinggi. c. Memiliki kemampuan interpersonal relation, empathy, dan teamwork yang baik, yang juga ditopang oleh lingustic intelligence yang baik, khususnya fasih secara moral (terlihat saat berdiskusi atau ketika tampil sebagai public speaker). 2.
Hard Competency – Audit Internal : Menentukan Bobot Auditor Meskipun Soft Competency memegang peranan penting, auditor juga
dituntut memiliki tingkat berpikir, pengetahuan, dan keterampilan (Hard Competency) di atas rata-rata, tepatnya sebuah kombinasi kompetensi yang terdiri dari Analytical Thinking, Multi-Dimensional Knowledge, dan Advisory Skill. Dalam menjalankan perannya, auditor tidak hanya dituntut mengenal setiap business process (sistem kerja) yang sedang berjalan maupun yang lazim berlaku, tetapi juga harus mampu: a. Mengidentifikasi
setiap
critical
point
di
dalamnya,
serta
setiap
kemungkinan logis dari praktek yang tidak memadai pada titik-titik tersebut.
16
b. Menganalisis perubahan, penyimpangan, bahkan potensi risiko yang ada. c. Membuktikan root cause yang sebenarnya dan mengukur besarnya negative impact situasi yang sudah/mungkin terjadi. Tuntutan berpikir analitis ini tidak dapat dihindarkan mengingat audit internal harus berada di garis depan dalam mengembangkan risk management perusahaan. Auditor juga dituntut memiliki kapasitas Intellectual Knowledge yang memadai agar dapat inline dengan wawasan berpikir dan pengetahuan yang dimiliki para auditee. Pengetahuan yang dikuasai setidaknya harus mampu: a. Menunjang value added bagi bisnis maupun fungsi audit b. Mengikuti perkembangan dunia bisnis dan bidang pengawasan dari waktu ke waktu (contextual). Karena itu, auditor tidak boleh hanya berbekal pengetahuan dasar auditing saja (accounting financial management, statistic, dan sebagainya), apalagi sekedar mengandalkan hasil studi/pelatihan formal (yang terkadang tidak link & match dengan dinamika kebutuhan bisnis), tetapi juga bersedia menjelajah secara self learning setiap informasi di luar serta pengalaman di dalam institusi bisnis, baik yang bersifat technical maupun managerial, terkait seluruh bidang yang ditekuni para
auditee
(IT,
supply-chain,strategy
management,
marketing,
dan
sebagainya). Secara umum ada 3 tingkatan yang diharapkan auditee dari diri auditor: a. Memiliki kecakapan teknis yang baik, paling tidak sepadan dengan yang dimiliki oleh auditee, khususnya dalam urusan administrasi/pengendalian pekerjaan atau dalam menjalankan proses sebuah sistem. Auditor harus dapat menunjukkan metode yang lebih efektif/efisien ketimbang yang dijalankan oleh auditee.
17
b. Memiliki kecakapan supervisory yang tidak hanya terkait dengan penguasaan instrumen pengawasan (standar dan peraturan kerja, sistem reward & punishment, dan sebagainya), tetapi juga pemahaman terhadap prinsip-prinsip interpersonal skill dan leadership yang baik. c. Memiliki kecakapan komunikasi yang handal, tidak hanya dalam hal meyakinkan auditee tentang urgensi persoalan atau potential risk beserta dampaknya,
tetapi
juga
dapat
menunjukkan
alasan
mengapa
saran/rekomendasi yang diberikan benar-benar applicable, bahkan sebagai best practice bagi auditee.
2.2.5 Standar Profesional Audit Internal Menurut Hery (2010:73) standar profesional audit internal terbagi atas empat macam diantaranya yaitu: 1. Independensi Audit internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa.
Auditor
internal
dianggap
mandiri
apabila
dapat
melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian audit internal sangat penting terutama dalam memberikan penilaian yang tidak memihak (netral). Hal ini hanya dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif dari para audit internal. Status organisasi audit internal harus dapat memberikan keleluasaan bagi audit internal dalam menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan secara maksimal. 2. Kemampuan Professional a. Pengetahuan dan kemapuan
18
Kemampuan profesional wajib dimiliki oleh auditor internal. Dalam setiap pemeriksaan, pimpinan audit internal haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama-sama atau keseluruhan memiliki pengetahuan dan kemampuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti akuntansi, ekonomi, keuangan, statistik, pemrosesan data elektronik, perpajakan,
dan
hukum
yang
memang
diperlukan
unutk
melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas. b. Pengawasan Pimpinan audit internal bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan terhadap segala aktivitas pemeriksaan yang dilakukan oleh
para
stafnya.
Pengawasan
yang
dilakukan
sifatnya
berkelanjutan, yang dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan penyimpulan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Pengawasan yang dimaksud mencakup: a) Memberikan instruksi kepada para staf audit internal pada awal
pemeriksaan
dan
menyetujui
program-program
pemeriksaan. b) Apakah
program
pemeriksaan
yang
telah
disetujui
dilaksanakan, kecuali bila terdapat penyimpangan yang dibenarkan atau disalahkan. 1. Menentukan apakah kertas kerja pemeriksaan telah cukup untuk mendukung temuan pemeriksaan, kesimpulankesimpulan, dan laporan hasil pemeriksaan. 2. Meyakinkan apakah laporan pemeriksaan tersebut akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif dan tepat waktu. 3. Menentukan apakah tujuan pemeriksaan telah dicapai.
19
c. Ketelitian profesional Audit internal harus dapat berkerja secara teliti dan melaksanakan pemeriksaan.
Audit
internal
harus
mewaspadai
berbagai
kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja, kesalahan, kelalaian, ketidakefektifan, pemborosan dan konflik kepentingan. 3. Lingkup pekerjaan a. Keandalan informasi Audit internal haruslah menguji sistem informasi tersebut, dan menentukan apakah berbagai catatan, laporan finansial dan laporan operasional perusahaan mengandung informasi yang akurat, dapat dibuktikan kebenarannya, tepat waktu, lengkap, dan berguna. b. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur dan ketentuan perundang-undangan Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan sistem, yang dibuat dengan tujuan memastikan pemenuhan berbagai persyaratan, seperti kebijakan, rencana, prosedur, dan peraturan perundangundangan. Audit internal bertanggung jawab untuk menentukan apakah sistem tersebut telah cukup efektif dan apakah berbagai kegiatan yang diperiksa telah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. c. Perlindungan aktiva Audit internal harus meninjau berbagai alat atau cara yang digunakan untuk melindungi aktiva perusahan terhadap berbagai jenis kerugian, seperti kerugian yang diakibatkan oleh pencurian dan kegiatan yang
20
illegal. Pada saat memverifikasi keadaan suatu aktiva, audit internal harus menggunakan prosedur pemeriksaan yang sesuai dan tepat. d. Penggunaan sumber daya Audit internal harus dapat memastikan keekonomisan dan keefisienan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Audit internal bertanggung jawab untuk: 1. Telah menetapkan suatu standar operasional untuk mengukur keekonomisan dan keefeisienan 2. Standar operasional tersebut telah dipahami dan dipenuhi 3. Berbagai
penyimpangan dari
standar operasional telah
diidentifikasi, dianalisis dan diberitahukan kepada berbagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan perbaikan 4. Tindakan perbaikan dilakukan e. Pencapaian tujuan Audit internal harus dapat memberikan kepastian bahwa semua pemeriksaan yang dilakukan sudah mengarah kepada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan a. Perencanaan kegiatan pemeriksaan Audit
internal
harus
terlebih
dahulu
melakukan
perencanaan
pemeriksaan dengan meliputi: 1. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan 2. Memperoleh informasi dasar tentang objek yang akan diperiksa 3. Penentuan
tenaga
yang
pemeriksaan
21
diperlukan
dalam
menjalankan
4. Pemberitahuan kepada pihak yang dipandang perlu 5. Melakukan survei secara tepat untuk lebih mengenali bidang atau area yang akan diperiksa 6. Penetapan program pemeriksaan 7. Menentukan
bagaimana, kapan
dan
kepada
siapa
hasil
pemeriksaan disampaikan 8. Memperoleh persetujuan atas rencana kerja pemeriksaan. b. Pengujian dan pengevaluasian Audit internal harus melakukan pengujian dan pengevaluasian terhadap semua informasi yang ada guna memastikan ketepatan dari informasi tersebut yang nantinya akan digunakan untuk pemeriksaan. c. Pelaporan hasil pemeriksaan Audit
internal
harus
melaporkan
hasil
pemeriksaan
yang
dilakukannya. Laporan yang dibuat haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu. Objektif adalah laporan yang faktual, tidak berpihak, dan terbebas dari distorsi. Laporan yang jelas adalah laporan yang mudah dimengerti dan logis. Laporan yang singkat adalah laporan yang diringkas langsung membicarakan pokok permasalahan dan menghindari berbagai perincian yang tidak diperlukan.
Laporan
yang
konstruktif
adalah
laporan
yang
berdasarkan isi dan sifatnya akan membantu pihak yang diperiksa dan
organisasi
diperlukan.
serta
Laporan
menghasilkan yang tepat
berbagai
perbaikan yang
waktu adalah laporan yang
pemberitaannya tidak ditunda dan mempercepat kemungkinan pelaksanaan berbagai tindakan yang koreksi dan efektif. Audit internal
22
juga harus langsung melaporkan hasil pemeriksaannya kepada pimpinan dan karyawan lain apabila membutuhkan. d. Tindak lanjut pemeriksaan Audit internal harus secara terus menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut untuk memastikan apakah suatu tindakan perbaikan telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut audit internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh menejemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan.
2.3
Fraud
2.3.1 Pengertian Fraud Pada umumnya dikenal dua tipe kesalahan, yaitu kekeliruan (errors) dan ketidakberesan (irregulatiries). Errors merupakan kesalahan yang timbul sebagai akibat tindakan yang tidak disengaja yang dilakukan oleh manajemen atau karyawan perusahaan yang mengakibatkan kesalahan teknis perhitungan, pemindahbukuan daln lain-lain. Sedangkan irregularities merupakan kesalahan yang sengaja dilakukan oleh manajemen atau karyawan perusahaan yang mengakibatkan kesalahan material terhadap penyajian laporan keuangan, misalnya kecurangan (fraud). Tindak fraud adalah “manusia” dengan berbagai alasan dari dalam dirinya untuk melakukan tindakan tercela (Kumaat, 2011:135). Adapun pengertian fraud menurut BPKP (2008:11) adalah sebagai berikut: “Dalam istilah sehari-hari, fraud dimaknai sebagai ketidakjujuran. Dalam terminologi awam fraud lebih ditekankan pada aktivitas penyimpangan perilaku yang berkaitan dengan konsekuensi hukum, seperti penggelapan, pencurian
23
dengan tipu muslihat, fraud pelaporan keuangan, korupsi, kolusi, nepotisme, penyuapan, penyalahgunaan wewenang, dan lain-lain”.
Sedangkan Tunggal (2012:169) mengartikan fraud adalah sebagai berikut: “Fraud is an advantage gained by unfair or wrong ful means, an infraction of the rules of fair trade; a false representation of fact made knowingly; without belief in its truth, recklessly, not caring whether it is true or false”.
Pada dasarnya fraud merupakan tindakan yang melanggar hukum dan bisa merugikan berbagai pihak. Fraud merupakan suatu hal yang sangat sulit diberantas, bahkan korupsi di Indonesia sudah dilakukan secara sistematis sehingga perlu penanganan yang sistematis. Akan tetapi kita harus optimis bahwa bisa dicegah atau paling tidak bisa dikurangi dengan menerapkan pengendalian anti fraud. Dari beberapa uraian di atas dapat diketahui bahwa fraud berarti suatu item tidak dimasukkan sehingga menyebabkan informasi tidak benar, apabila suatu kesalahan adalah disengaja maka kesalahan tersebut merupakan fraud (fraudulent). Fraud auditing hendaknya disebut dengan istilah audit atas fraud , yang dapat didefinisikan sebagai audit khusus yang dimaksudkan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya penyimpangan atau fraud atas transaksi keuangan. Fraud auditing termasuk dalam audit khusus yang berbeda dengan audit umum terutama dalam hal tujuan yaitu fraud auditing mempunyai tujuan yang lebih sempit (khusus) dan cenderung untuk mengungkap suatu fraud yang diduga terjadi dalam pengelolaan asset/aktiva.
2.3.2 Kondisi Penyebab Fraud Tunggal (2012:10) menyatakan bahwa terdapat beberapa kondisi penyebab fraud, diantaranya adalah sebagai berikut:
24
a. Insentif atau tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan fraud. b. Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan fraud c. Sikap atau rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur. Dari pernyataan di atas, jelas bahwa kondisi penyebab fraud itu diantaranya disebabkan oleh adanya intensif/tekanan, kesempatan, dan juga sikap
atau
rasionalisasi.
Insentif
yang
umum
bagi
perusahaan untuk
memanipulasi laporan keuangan adalah menurunnya prospek keuangan perusahaan.
2.3.3 Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Fraud Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan dan dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Faktor pendorong
fraud
boleh
diartikan
sebagai
pola
pemanfaatan
“kesempatan/peluang” untuk mengambil keuntungan melalui cara-cara yang merugikan. Kumaat (2011:139) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong terjadinya fraud adalah sebagai berikut: 1. Desain
pengendalian internalnya kurang tepat, sehingga meninggalkan
“celah” risiko.
25
2. Praktek yang menyimpang dari desain atau kelaziman (common business sense) yang berlaku. 3. Pemantauan pengendalian yang tidak konsisten terhadap implementasi business process. 4. Evaluasi yang berjalan terhadap business process yang berlaku. Simanjuntak (2008:4) dalam Nur Asiah (2012) menyatakan terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan fraud, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu: 1. Greed (keserakahan). 2. Opportunity (kesempatan). 3. Need (Kebutuhan). 4. Exposure (pengungkapan). Greed dan need termasuk dalam faktor individu yang merupakan hal bersifat sangat personal dan diluar kendali perusahaan sehingga sulit sekali dapat dihilangkan oleh ketentuan perundang-undangan. Dengan adanya alasan kebutuhan ditambah dengan motivasi yang mendorongnya, maka sikap serakah seseorang akan cenderung melanggar ketentuan dan aturan. Opportunity dan Exposure disebut sebagai faktor genetik karena merupakan faktor yang masih didalam kendali perusahaan sebagai korban perbuatan fraud. Pada umumnya terdapatnya kesempatan akan mendorong seseorang untuk berbuat fraud kerena pelaku cenderung berpikir bahwa kapan lagi ada kesempatan jika tidak sekarang. Sementara exposure berkaitan dengan proses pembelajaran berbuat curang karena menganggap sanksi terhadap pelaku fraud tergolong ringan sehingga para karyawan perusahaan tidak merasa takut apabila melakukan fraud. Pada umumnya faktor pendorong seseorang melakukan tindakan fraud adalah tekanan, baik itu tekanan finansial maupun non
26
finansial yang didukung dengan adanya kesempatan karena perusahaan tidak menindak tegas pelaku fraud sehingga tidak membuat efek jera bagi para pelaku fraud.
2.3.4 Pencegahan Fraud Kasus fraud yang semakin marak terjadi membuat kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka akan berakibat fatal bagi perusahaan. Untuk itu, manajemen perusahaan harus mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud. Pencegahan
fraud
menurut
BPKP
(2008:37)
merupakan
upaya
terintegrasi yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab fraud (fraud triangle) yaitu: 1. Memperkecil peluang terjadinya kesempatan untuk berbuat kecurangan. 2. Menurunkan
tekanan
pada
pegawai
agar
ia
mampu
memenuhi
kebutuhannya. 3. Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi atas tindakan fraud yang dilakukan. Dengan adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh perusahaan dapat memperkecil peluang terjadinya fraud karena setiap tindakan fraud dapat terdeteksi cepat dan diantisipasi dengan baik oleh perusahaan. Setiap karyawan tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan fraud yang dapat merugikan banyak pihak.
2.3.5 Tujuan Pencegahan Fraud Adanya penerapan Good Corporate Governance membuat sejumlah perusahaan mengeluarkan kebijakan terkait dengan upaya pencegahan fraud.
27
Salah satu cara tersebut adalah dengan memberikan kesempatan kepada audit internal untuk mendeteksi dan mencegah fraud yang mungkin terjadi dalam lingkungan organisasi. Apabila teknik pencegahan fraud berjalan baik dan efektif akan membuat citra positif bagi perusahaan karena meningkatnya kepercayaan publik. Menurut BPKP (2008:38) pencegahan fraud yang efektif memiliki lima tujuan yaitu: 1. Preventation, yaitu mencegah terjadinya fraud secara nyata pada semua lini organisasi. 2. Deterence, yaitu menangkal pelaku potensial bahkan tindakan untuk yang bersifat coba-coba. 3. Discruption, yaitu mempersulit gerak langkah pelaku fraud sejauh mungkin. 4. Identification,
yaitu
mengidentifikasi
kegiatan beresiko tinggi
dan
kelemahan pengendalian. 5. Civil action prosecution, yaitu melakukan tuntutan dan penjatuhan sanksi yang setimpal atas perbuatan fraud kepada pelakunya. Fraud merupakan suatu masalah di dalam perusahaan dan harus dicegah sedini mungkin, Tunggal (2012:59) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tata kelola untuk mencegah fraud diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Budaya Jujur dan Etika yang Tinggi Riset menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mencegah dan menghalangi
fraud
adalah
mengimplementasikan
program
serta
pengendalian anti fraud , yang didasarkan pada nilai-nilai inti yang dianut perusahaan. Nilai-nilai semacam itu menciptakan lingkungan yang mendukung perilaku dan ekspektasi yang dapat diterima, bahwa pegawai
28
dapat menggunakan nilai itu untuk mengarahkan tindakan mereka. Nilainilai itu membantu menciptakan budaya jujur dan etika yang menjadi dasar bagi tanggung jawab pekerjaan para karyawan. Menciptakan budaya jujur dan etika yang tinggi mencakup lima unsur: a. Menetapkan Tone at the Top Manajemen
dan
dewan
direksi
bertanggung
jawab
untuk
menetapkan “Tone at the Top” terhadap perilaku etis dalam perusahaan. Kejujuran dan integritas manajemen akan memperkuat kejujuran serta integritas karyawan di seluruh organisasi. Tone at the Top yang dilandasi kejujuran dan integritas akan menjadi dasar bagi kode etik perilaku yang lebih terinci, yang dapat dikembangkan untuk memberikan pedoman yang lebih khusus mengenai perilaku yang diperbolehkan dan dilarang. b. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif Dari riset yang dilakukan terlihat bahwa pelanggaran lebih jarang terjadi bila karyawan mempunyai perasaan positif tentang atasan mereka ketimbang bila mereka merasa diperalat, diancam, atau diabaikan. Tempat kerja yang positif dapat mendongkrak semangat karyawan,
yang
dapat
mengurangi
kemungkinan
karyawan
melakukan fraud terhadap perusahaan. c. Mempekerjakan dan Mempromosikan Pegawai yang Tepat Agar berhasil mencegah fraud , perusahaan yang dikelola dengan baik mengimplementasikan kebijakan penyaringan yang efektif untuk
mengurangi
kemungkinan
mempekerjakan
dan
mempromosikan orang-orang yang tingkat kejujurannya rendah, terutama yang akan menduduki jabatan yang bertanggung jawab
29
atau
penting.
Kebijakan
semacam
itu
mungkin
mencakup
pengecekan latar belakang orang-orang yang dipertimbangkan akan dipekerjakan atau dipromosikan menduduki jabatan yang bertanggung jawab atau penting. Pengecekan latar belakang memverifikasi pendidikan, riwayat pekerjaan, serta referensi pribadi calon karyawan, termasuk referensi tentang karakter dan integritas. Setelah seorang pegawai diangkat, evaluasi yang berkelanjutan atas kepatuhan pegawai itu pada nilai-nilai dan kode perilaku perusahaan juga akan mengurangi kemungkinan fraud. d. Pelatihan Semua pegawai baru harus dilatih tentang ekspektasi perusahaan menyangkut perilaku etis pegawai. Pegawai harus diberi tahu tentang tugasnya untuk menyampaikan fraud aktual atau yang dicurigai serta cara yang tepat untuk menyampaikannya. Selain itu, pelatihan kewaspadaan terhadap fraud juga harus disesuaikan dengan tanggung jawab pekerjaan khusus pegawai itu, misalnya, pelatihan yang berbeda untuk agen pembelian dan penjualan. e. Konfirmasi Sebagian perusahaan mengharuskan pegawainya untuk secara periodik mengkonfirmasikan tanggung jawabnya mematuhi kode perilaku. Pegawai diminta untuk menyatakan bahwa mereka memahami ekspektasi perusahaan serta sudah mematuhi kode perilaku, dan mereka tidak mengetahui adanya pelanggaran. Konfirmasi tersebut akan membantu mengokohkan kebijakan kode perilaku dan juga membantu menghalangi pegawai melakukan fraud atau pelanggaran etika lainnya.
30
2. Tanggung jawab Manajemen untuk Mengevaluasi Pencegahan Fraud Fraud tidak mungkin terjadi tanpa adanya kesempatan untuk melakukannya
dan
menyembunyikan
bertanggung jawab
untuk
perbuatan
mengidentifikasi
dan
itu.
Manajemen
mencegah
fraud,
mengambil langkah-langkah yang teridentifikasi untuk mencegah fraud, serta
memantau
pengendalian
internal
yang
mencegah
dan
mengidentifikasi fraud. 3. Pengawasan oleh Komite Audit Komite audit mengemban tanggung jawab utama mengawasi pelaporan keuangan serta proses pengendalian internal organisasi. Dalam memenuhi tanggung jawab ini komite audit memperhitungkan potensi diabaikannya pengendalian internal oleh manajemen serta mengawasi proses pencegahan fraud oleh manajemen, dan program serta pengendalian anti fraud. Komite audit juga membantu menciptakan “tone at the top” yang efektif tentang pentingnya kejujuran dan perilaku etis dengan mendukung toleransi nol manajemen terhadap fraud.
2.3.6 Metode Pencegahan Fraud BPKP (2008:38) menyatakan beberapa metode pencegahan yang lazim ditetapkan oleh manajemen mencakup beberapa langkah berikut: 1. Penetapan kebijakan anti fraud. 2. Prosedur pencegahan baku. 3. Organisasi. 4. Teknik pengendalian. 5. Kepekaan terhadap fraud.
31
Kebijakan unit organisasi harus memuat a high ethical tone dan harus dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk mencegah tindakantindakan fraud dan kejahatan ekonomi lainnya. Seluruh jajaran manajemen dan karyawan harus mempunyai komitmen yang sama untuk menjalankannya sehingga kebijaksanaan yang ada akan dilaksanakan dengan baik. Pada dasarnya komitmen manajemen dan kebijakan suatu instansi/organisasi merupakan kunci utama dalam mencegah dan mendeteksi fraud. Namun demikian, harus pula dilengkapi dengan prosedur penanganan pencegahan secara tertulis dan ditetapkan secara baku sebagai media pendukung. Adanya komite audit yang independen menjadi nilai plus karena unit audit internal mempunyai tanggung jawab untuk melakukan evaluasi secara berkala atas aktivitas organisasi secara berkesinambungan. Bagian ini juga berfungsi untuk menganalisis pengendalian intern dan tetap waspada terhadap fraud saat melaksanakan audit. Sistem yang dirancang dan dilaksanakan secara kurang baik akan menjadi
sumber atau
peluang
terjadinya
fraud,
yang
pada
gilirannya
menimbulkan kerugian finansial bagi organisasi sehingga diperlukan teknik-teknik pengendalian dan audit yang efektif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraud. Kerugian dan fraud dapat dicegah pula apabila organisasi atau instansi mempunyai staf yang berpengalaman sehingga mereka peka terhadap sinyalsinyal fraud. Karena fraud merupakan suatu masalah di dalam perusahaan dan harus dicegah sedini mungkin, Pickett (2001:614-618) mengemukakan beberapa metode pencegahan yang harus dilakukan adalah: 1. Good recruitment procedures 2. Independent checks over work
32
3. Regular staff meetings 4. An employee code of conduct 5. Good communication Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa beberapa teknik pencegahan fraud dapat dilakukan dengan prosedur yang tepat dalam perusahaan karena hal ini merupakan langkah awal untuk mencegah fraud. Prosedur yang tepat tidak berarti tanpa dukungan karyawan yang berkerja dalam perusahan. Oleh karena itu, dibutuhkan audit yang independen terhadap karyawan. Untuk menciptakan hubungan yang baik antara manajemen dengan karyawan, manajemen harus sering mengadakan pertemuan yang dimanfaatkan untuk menyampaikan pendapat atau keluhan-keluhan yang dihadapi. Dari pertemuan yang telah dilakukan, tingkah laku masing-masing karyawan dapat diketahui sehingga terjalin komunikasi yang baik antara kedua belah pihak.
2.4
Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan acuan yang
bersumber dari penelitian-penelitian sebelumnya, yang dijadikan pembanding untuk pengembangan penelitian ini. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Amalia (2013) yaitu “Pengaruh Audit Internal Terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Fraud (kecurangan) studi kasus pada Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Jawa Barat”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaruh audit internal terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat sudah cukup memadai. Hal ini ditandai dengan terdapat komitmen yang kuat antara pengurus, pegawai untuk melaksanakan kebijakan anti fraud sehingga pencegahan fraud di
33
unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat berjalan efektif dan audit internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat sudah melaksanakan tanggung jawab untuk melakukan evalusi berkala dan aktivitas organisasi secara berkesinambungan di GKPRI Jawa Barat. Hal ini memudahkan audit internal (pengawas) dalam melakukan pengawasan agar tidak terjadi fraud. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Wardhini (2010) yaitu “Peranan Audit Internal Dalam Pencegahan Kecurangan (Fraud) Studi Kasus pada PT.PLN (persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa peranan audit internal dalam pencegahan kecurangan (Fraud) studi kasus pada PT.PLN (persero) distribusi Jawa Barat dan Banten sudah memadai, hal ini dikarenakan kegiatan audit telah dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan tujuan audit dalam menilai keefektifan sistem pengendalian intern. Audit internal juga telah bertanggung jawab atas penyediaan informasi mengenai cukup efektifnya sistem pengendalian intern tersebut, audit internal juga sudah mampu mengidentifikasi kemungkinan terjadinya fraud melalui bukti-bukti yang cukup dan kompeten.
34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan studi deskriptif. Studi ini dilakukan untuk
mengetahui peranan audit internal terhadap pencegahan fraud di PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi. Studi deskriptif ini bertujuan untuk memberikan kepada peneliti sebuah riwayat atau untuk menggambarkan aspek-aspek yang relevan dengan fenomena perhatian dari persfektif seseorang, organisasi atau lainnya (Sekaran, 2010:159). Penelitian ini pun termasuk kedalam penelitian terapan (applied research), dimana penelitian ini dilakukan berkenaan dengan kenyataankenyataan praktis, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh penelitian dasar dalam kehidupan nyata. Penelitian ini berfungsi untuk mencari solusi tentang masalah-masalah tertentu yang hasilnya dapat secara langsung diterapkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Jenis investigasi dalam penelitian ini adalah korelasional, dimana penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan variable penting yang berkaitan dengan masalah. Studi korelasional yang dilakukan di dalam PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi ini disebut juga studi lapangan atau field study (Sekaran, 2010:170). Penelitian ini dilakukan dalam situasi tidak diatur, sama seperti studi korelasi pada umumnya. Adapun unit analisis yang digunakan untuk merujuk pada tingkat kesatuan data yang dikumpulkan selama tahap analisis data selanjutnya adalah unit analisis kelompok.
3.2
Kehadiran Peneliti Penelitian ini merupakan studi korelasional yang dilakukan dalam
lingkungan alami organisasi dengan intervensi minimum oleh peneliti dan arus kerja yang normal (Sekaran, 2010:166). Sehingga di dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti bertindak sebagai non-participant observer. Peneliti bertindak sebagai pengamat penuh. Pengamatan tersebut berbentuk penilaian terhadap hasil wawancara dan dokumentasi terhadap objek penelitian. Kehadiran peneliti sebagai pengamat penuh ini sebelumnya telah diketahui oleh objek penelitian melalui surat izin penelitian.
3.3
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini yaitu PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan
Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.
3. 4
Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan satu jenis data, yaitu data
kualitatif. Data kualitatif adalah hasil pengamatan yang berbentuk kategori dan bukan bilangan (Nuryanti, 2012). Dalam penelitian ini data kualitatifnya berupa dokumentasi dan hasil wawancara terhadap objek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan dua sumber data, yaitu: 1. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil dokumentasi dan wawancara oleh peneliti terhadap objek penelitian. 2. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil dokumentasi yang dilakukan oleh objek penelitian maupun dari pihak lain yang memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan.
36
3. 5
Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh informasi dan data yang akan dikelolah dalam
penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan 2 cara, yaitu: 1. Penelitian kepustakaan (library research) Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan topik yang dipilih. 2. Penelitian lapangan (field research) Untuk memperoleh data, maka peneliti mengadakan penelitian ke PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Wawancara (interview) Merupakan suatu tanya jawab langsung kepada informan yang dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data primer dan informasi yang diperlukan. b. Dokumentasi (documentation) Merupakan
suatu
pengumpulan
data
dengan
menggunakan
dokumentasi dari PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.
3. 6
Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisa data kualitatif.
pendekatan penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang sifatnya deskriktif. Prosedur penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku objek yang diamati. Pendekatan ini diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan dan
37
perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, atau organisasi tertentu. Penelitian sebuah fenomena berdasarkan dari data yang ada, bukan dari teori. Landasan teori hanya digunakan sebagai penopang fokus penelitian. Pendekatan ini berangkat dari suatu teori dan gagasan para ahli, kemudian
dikembangkan
menjadi
permasalahan-permasalahan
beserta
pemecahannya.
3. 7
Tahap-Tahap Penelitian Tahapan-tahapan
penelitian
ini
menguraikan proses
pelaksanaan
penelitian yang terbagi dalam empat tahapan, yaitu: 1. Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan ini dimulai dengan mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan topik yang dipilih. 2. Pengembangan desain Pengumpulan data-data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan topik yang dipilih inilah yang dijadikan landasan dalam pengembangan desain penelitian. 3. Penelitian sebenarnya Setelah tahap penelitian pendahuluan dan pengembangan desain penelitian selesai, maka tahapan selanjutnya adalah penelitian yang sebenarnya (inti). Peneliti akan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang dihasilkan dari tahapan-tahapan sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan ini akan diajukan kepada pihak objek penelitian dalam proses wawancara dan dilengkapi
38
dengan data-data dari proses dokumentasi. Tahapan inilah yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam mencapai tujuan penelitian. 4. Penulisan hasil penelitian Tahapan ini merupakan tahapan penyelesaian penelitian, dimana tahapan ini dilakukan dalam bentuk penyusunan dan penulisan hasil penelitian. Hasil penelitian ini dikomunikasikan dalam bentuk laporan yang berisi kesimpulan dan saran-saran atau masukan dari peneliti kepada objek penelitian.
39
BAB IV PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum PT PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi
4.1.1 Sejarah PLN Berawal diakhir abad ke 19, perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak dibidang pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit listrik untuk keperluan sendiri. Antara tahun 1942-1945 terjadi peralihan pengelolaan perusahaan- perusahaan Belanda tersebut oleh Jepang, setelah Belanda menyerah kepada pasukan tentara Jepang diawal Perang Dunia II. Proses peralihan kekuasaan kembali terjadi diakhir Perang Dunia II pada Agustus 1945, saat Jepang menyerah kepada sekutu. Kesempatan ini dimanfaatkan
oleh
para
pemuda
dan
buruh
listrik
melalui
delegasi
Buruh/Pegawai Listrik dan Gas yang bersama-sama dengan pimpinan KNI pusat berinisiatif menghadap Presiden Soekarno untuk menyerahkan perusahaanperusahaan tersebut kepada pemerintah Republik Indonesia. Pada 27 oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 157,5 MW. Pada tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak dibidang listrik, gas dan kokas yang dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1965. Pada saat yang sama, 2 (dua) perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik
40
Negara (PLN) sebagai pengelola tenaga listrik milik negara dan Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai pengelola gas diresmikan. Pada tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.17, status Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum. Seiring dengan kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994 status PLN beralih dari perusahaan umum menjadi perusahaan perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang.
41
4.1.2 Struktur Organisasi PLN Struktur organisasi PLN berdasarkan keputusan direksi PT PLN (Persero) Nomor 273.K/DIR/2013 tanggal 27 Maret 2013.
Gambar 4.1. Struktur Organisasi PLN berdasarkan keputusan direksi PT PLN (Persero)
4.2
Satuan Pengawasan Internal (SPI)
4.2.1 Sejarah SPI 4.2.1.1 Organisasi SPI Sampai dengan 30 Juni 2012 Sesuai surat keputusan direksi no 061.K/DIR/2010 tanggal 12 februari 2010 tentang susunan organisasi tanggung jawab dan tugas pokok pada SPI, dimana KSPI berada dibawah direktur utama dan kepala audit internal berada
42
dibawah general manager unit bisnis. Proses reorganisasi SPI mengacu pada surat direktur utama nomor 00382/402/DIRUT/2010 tanggal 12 mei 2010 tentang transformasi organisasi SPI, selanjutnya telah ditindaklanjuti dengan nota dinas KSPI nomor 087/072/KSPI/2011 tanggal 21 juni 2011 perihal tanggapan reorganisasi SPI, secara operasional pada posisi P1, yang mana secara koordinasi pekerjaan seluruh Kepala Audit Intern (KAI) dibawah kendali KSPI, sedangkan secara organisasi masih dibawah kendali general manajer unit induknya masing-masing.
4.2.1.2 Transformasi SPI Pada bulan desember 2010 sampai dengan bulan maret 2011, PT Pricewaterhouse Coopers (PwC) Indonesia, telah melakukan kajian strategi terhadap SPI PLN. Hasil pelaksanaan uji banding dan kajian strategi memberikan sebuah dasar rencana kerja, yang bila berhasil diterapkan akan membantu SPI bergerak maju menuju praktik internal audit terbaik (best practice). Kajian PwC yang dilaksanakan terhadap SPI, antara lain dengan membandingkan standar yang dikeluarkan oleh IIA dan praktik terbaik dari industri yang sejenis seluruh dunia. Rekomendasi yang diberikan oleh konsultan PwC untuk meningkatkan kinerja SPI menuju praktik internal audit terbaik adalah sebagai berikut: 1.
Strategi a. Menyusun rencana jangka panjang sesuai piagam audit b. KPI disusun dengan mempertimbangkan RJP SPI
2.
Struktur a. Menjalankan fungsi audit evaluasi (Audit Quality Assurance) untuk melaksanakan quality assurance dan memperbaharui metodologi standar atau proses audit.
43
b. Melakukan review struktur organisasi secara berkala untuk melihat apakah organisasi SPI masih selaras dengan bisnis dan risiko perusahaan. c. Mengharuskan setiap staf SPI untuk melengkapi pernyataan benturan kepentingan. d. Melaksanakan audit IT general control dan application control testing dengan mengacu kepada standar yang umumnya digunakan Control Objectives For Information And Related Technology (COBIT). 3.
Sumber Daya Manusia (SDM) a. Melaksanakan dan mendokumentasikan kompetensi gap analisi untuk mengetahui kebutuhan SDM dan pendidikan personel SPI. b. Menyusun rencana pengembangan karir dan talenta serta berkoordinasi dengan direktur SDM dan pendidikan personel SPI. c. Menfinalisasikan rencana training tahun 2011 mengenai 10 pendidikan profesi dan menyampaikan kepada PT PLN Pusdiklat. d. Mendorong staf SPI untuk memiliki sertifikat QIA, CIA dan sertifikasi profesi nasional maupun internasional lainnya. e. Menyusun
manpower
planning
dalam
melaksanakan
mandatnya dan menyampaikan planning tersebut kepada direktorat SDM. 4.
Proses a. Menetapkan prosedur untuk memperbaharui metodologi SPI dan melakukan review secara regular terkait metodologi.
44
b. Menyusun
standar
prosedur
untuk
penyusunan
RJP,
pernyataan conflict of interest dan review periodic struktur SPI. c. Mendefinisikan jasa konsultasi yang sesuai dan dapat dilakukan
oleh
SPI,
untuk
memberikan
nilai
dalam
meningkatkan operasi PLN, SPI perlu bekerjasama dengan organ
pendukung
perusahaan
lainnya,
yaitu
fungsi
manajemen risiko untuk membuat keterkaitan antara audit universe SPI dengan peta risiko yang telah disusun oleh fungsi manajemen risiko. d. Mengikutsertakan fungsi manajemen risiko dalam PKPT sebagai objek pemeriksaan untuk memverifikasi proses manajemen risiko yang telah disusun. Menyusun rolling forecast Program Kerja pengawasan Tahunan (PKPT) setiap triwulan untuk mencerminkan perubahaan keadaan di dalam perusahaan dengan berjalannya waktu. 5.
Teknologi a. SPI perlu menggunakan teknologi informasi dan teknologi pendukung lainnya seperti Audit Management System (AMS) dan knowledge management untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari proses audit. b. Menggunakan kembali Automated Audit Routine (AAR) tools dan technique dalam pengujian aplikasi data, misalnya e-buril dalam melakukan pengujian proses bisnis dan validasi data dalam sistem aplikasi data.
45
Gambaran Tranformasi SPI
Gambar 4.2. Gambaran transformasi SPI
4.2.2. Struktur Organisasi SPI Sebagai respon manajemen PLN untuk melakukan transformasi SPI, telah terbit surat keputusan direksi PLN nomor 159.K/DIR/2012 tanggal 03 april 2012 tentang susunan organisasi, tanggung jawab dan tugas pokok pada satuan pengawasan intern.
Gambar 4.3. Susunan organisasi, tanggung jawab dan tugas pokok pada SPI.
46
Terdapat 17 kepala bidang dan 5 expert yang berada langsung dibawah Kepala Satuan Pengawasan Intern. 13 kepada bidang berkedudukan di unit, dengan tugas langsung mengawasi unit bidang regionalnya.
4.2.3 Road MAP 2012 – 2015 (SPI RJP 2012 – 2015) Rencana jangka panjang SPI tahun 2012 – 2015 dapat dilihat melalui gambar berikut:
Gambar 4.4 Rencana jangka panjang SPI tahun 2012-2015
1.
Tahun 2012: Meminimalkan pemeriksaan kepatuhan, kebijakan dan mencari kesalahan (watch dog): a. Membuat landasan strategi untuk mencapai tujuan SPI dan perusahaan (RJP). b. Perubahan struktur organisasi, menyelaraskan struktur SPI sesuai dengan struktur bisnis dan risiko PLN.
47
c. Peningkatan kompetensi dan pengetahuan auditor melalui profesi yang bersertifikasi (Profesional Certified). d. Implementasi fokus audit pada risiko. e. Perubahan persepsi SPI di PLN dan melakukan kaji ulang terhadap piagam audit. f.
Menjadi wadah pengembangan jenjang karir pegawai.
g. Mengkaji ulang pedoman pengawasan / pemeriksaan internal. 2.
Tahun 2013: sebagai konsultan internal dalam peningkatan opersaional
perusahaan
dan
melakukan
peningkatan
pengawasan: a. Peningkatan effisiensi audit dengan menerapkan Electronic Working Paper (EWP). b. Memperkuat jenjang karir dan strategi staf SPI, serta memiliki sumber daya yang kompeten untuk melaksanakan mandat dalam piagam audit. c. Menetapkan dan menjalankan proses dan metodologi yang seragam guna meyakinkan kualitas jasa yang diberikan oleh SPI. 3.
Tahun 2014: Menjadi agen perubahan dalam implementasi GCG dan manajemen risiko: a. Peningkatan
berbagi
pengetahuan
(knowledge
sharing)
berbasis AIT. b. Menggunakan teknologi informasi diberbagai aspek operasi SPI untuk meningkatkan efektifias dan efisiensi. c. Peningkatan auditor memiliki sertifikat CIA, CISA, CFE, FRM. d. Meningkatakan pelaksanaan audit berbasis risiko (RBA).
48
e. Efektifitas RBA menggunakan sistem penilaian audit (audit rating system). 4.
Tahun 2015: Audit berkelanjutan dan menjadi mitra bisnis strategis:
a. Konsolidasi dan evaluasi aktifitas tahun 2012, 2013 dan 2014. b. Mencapai world class auditor sesuai standar internasional best practice. c. Menyusun RJP SPI tahun 2016 – 2020.
4.3
Prosedur Pemasangan Listrik Baru
4.3.1 Gambaran Tata Usaha Langganan Prosedur tata usaha langganan diatur dalam SK DIR No. 1336 tahun 2011. Pedoman ini merupakan sistem layanan listrik yang mengakomodir perkembangan lingkungan baik dari sisi kebutuhan dan keinginan pelanggan maupun dari kemajuan teknologi yang ada yang meliputi kegiatan pelayanan kepada pelanggan / calon elanggan dan masyarakat yang membutuhkan tenaga listrik.Pedoman proses pelayanan pelanggan ini terdiri dari 3 (tiga) jenis kegiatan utama yaitu: a.
Pelayanan pelanggan (customer service)
b.
Baca meter dan tagihan Listrik (meter reading and billing)
c.
Penagihan (collecting)
49
Gambaran ketiga aktivitas tersebut sebagai berikut :
Layanan 1
Layanan 2
Layanan 3
Pelayanan Pelanggan
Baca Meter & Tagihan Listrik
Penagihan
Penyambungan Baru (PB), Perubahan Daya (PD)
Baca Meter dan Pemeriksaan kWh Meter
Membukukan Piutang Pelanggan
Penagihan Piutang
Informasi Pelanggan Hutang Tagihan Listrik dan Tagihan Lainnya
Keluhan & Pengaduan Pelanggan
Pengawasan Piutang
PELAPORAN (REPORTING)
Gambar 4.5 Gambaran 3 fungsi utama proses pelayanan pelanggan
Fungsi Layanan Listrik 1 - yaitu Fungsi Pelayanan Pelanggan (FPL), merupakan fungsi yang melaksanakan pelayanan berupa : Pemberian informasi untuk kebutuhan petugas PLN (Internal), infromasi untuk kebutuhan pelanggan (Eksternal) antara lain : Informasi tentang tata cara, persyaratan dan informasi yang berhubungan dengan semua produk layanan PLN baik Penyambungan Baru (PB), Perubahan Daya (PD), maupun produk layanan lainnya, serta menerima keluhan dan pengaduan pelanggan yang berkaitan dengan pelayanan listrik.
50
Fungsi Layanan Listrik 2 - yaitu pembacaan meter dan perhitungan tagihan listrik adalah fungsi yang melaksanakan pelayanan berupa: Kegiatan pembacaan, pencataan dan perekaman angka kedudukan meter pada alat pengukur kWh, kVArh, kVA maksimal di setiap pelanggan serta memastikan ketepatan dari sakelar waktu dan perhitungan tagihan listrik Fungsi Layanan Listrik 3 - yaitu fungsi penagihan yang melaksanakan kegiatan pencatatan piutang pelanggan, pengurusan penagihan, pembayaran tagihan pelanggan, pemutusan sementara, bongkar rampung bagi pelanggan yang terlambat membayar tagihan, penyambungan kembali, dan penyelesaian penghapusan piutang ragu ragu. Ketiga layanan tersebut tercatat pada sistem terpusat PLN yang disebut AP2T (Aplikasi Pelayanan Pelanggan Terpusat) yang digunakan sebagai pelaporan (reporting).
4.3.2 Gambaran Prosedur Pelayanan Penyambungan Baru Pelayanan Penyambungan Baru (PB) merupakan salah satu bagian dari fungsi layanan listrik 1 pada tata usaha langganan PLN, dengan prosedur sebagai berikut :
a. Pelayanan Pendafataran
b. Surat Jawaban
c. Biaya Penyambungan dan Pembayaran Biaya
f. Perubahan Data Pelanggan
e. Pelaksanaan Penyambungan
d. Persetujuan Jual Beli Tenaga Listrik
Gambar 4.6 Proses penyambungan baru
51
Dengan Penjelasan sebagai berikut : 1.
Pelayanan pendaftaran Bagi setiap calon pelanggan yang mengajukan penyambungan baru (datang langsung, via email, website PLN, facsmail, telepon, sms, atau surat) semua informasi mengenai pelanggan dicatat pada formulir permintaan penyambungan baru (TUL I.01). Adapun data yang diperlukan pada saat pendaftaran adalah sebagai berikut : a.
Nama pemohon.
b.
Surat kuasa dari calon pelanggan yang memberikan kuasa kepada orang/badan hukum lain.
c.
Alamat lengkap lokasi yang akan disambung, kebutuhan daya, kegunaan peruntukan, nomor telepon pemohon.
2.
Surat jawaban Pada dasarnya setiap permintaan penyambungan baru dapat dilayani apabila daya mampu dari trafo dilokasi pendaftar tidak melebihi
kapasitas
(Overloud)
oleh
karena
itu
permintaan
penyambungan baru yang diterima harus segera diterbitkan persetujuan penyambungan (TUL I.03). Persetujuan penyambungan dapat berupa surat maupun kode register untuk pembayaran biaya penyambungan, walaupun survei lapangan belum dilaksanakan. Survei lapangan untuk memastikan kondisi calon pelanggan dilakukan setelah pembayaran. Bagi unit pelayanan yang sudah bergabung dengan sistem Aplikasi Pelayanan
Pelanggan
Terpusat
(AP2T),
maka
persetujuan
penyambungan berupa pemberian kode registrasi pembayaran di
52
loket online. Bagi unit pelayanan yang belum bergabung dengan sistem AP2T, maka persetujuan penyambungan diberikan dalam bentuk surat. Surat jawaban berisi antara lain : a. Besarnya Biaya yang dibebankan ke pelanggan. b. Tarif listrik. c. Rencana jadwal penyambungan. d. Surat perjanjian ditandatangani 3.
jual
beli
tenaga listrik
yang
harus
sebelum penyambungan.
Biaya penyambungan dan pembayaran Dalam hal jaringan listrik yang diperlukan untuk melayani pelanggan adalah jaringan standar PLN, maka pelanggan hanya dikenakan biaya penyambungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Apabila pelanggan menghendaki kondisi jaringan yang lebih handal dari standar layanan PLN maka pelanggan akan dikenakan biaya penyambungan sesuai dengan aturan PLN yang ada serta dibuatkan Rencana Anggaran dan Biaya (RAB) yang disetujui oleh calon pelanggan/pelanggan. Pembayaran biaya penyambungan menggunakan fasilitas perbankan atau sesuai dengan kondisi setempat.
4.
Persetujuan perjanjian jual beli tenaga listrik Perjanjian jual beli tenaga listrik harus ditandatangani oleh kedua belah
pihak,
paling
lambat
sebelum
penyambungan
listrik
dilaksanakan. 5.
Pelaksanaan penyambungan Pekerjaan pelaksanaan penyambungan meliputi kegiatan sebagai berikut:
53
a.
Pembuatan perintah kerja pemasangan sambungan listrik (SL).
b.
Penarikan jaringan, pemasangan alat pengukur dan pembatas (APP) dan pemeriksaan teganggan di APP.
c.
Penandatanganan berita acara pemasangan SL oleh PLN dan pelanggan.
Dalam hal instalasi pelanggan belum memiliki sertifikat layak operasi, maka saklar alat pembatas (MCB) dikembalikan ke posisi OFF dan disegel. Setelah instalasi milik pelanggan memiliki sertifikat Layak operasi, maka segel dilepas dan MCB dirubah ke posisi ON. 6.
Perubahan data pelanggan Berdasarkan berita acara pemasangan SL, dibuatkan perubahan data pelanggan sebagai dasar melakukan peremajaan data induk pelanggan (DIL) di komputer. Seluruh dokumen terkait dengan pelanggan disimpan di dalam Arsip Induk Pelanggan (AIL).
Hal ini memperlihatkan proses penyambungan baru tenaga listrik PLN telah memiliki standard operation prosedur yang baku.
4.4
Upaya Pencegahan Fraud Dilingkungan SPI Regional X Sulawesi
4.4.1 Pemeriksaan Operasional Pemeriksaan operasional merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor internal perusahaan untuk mengevaluasi kegiatan operasional yang dijalankan oleh manajemen. Evaluasi tersebut berguna untuk mengetahui
54
apakah kegiatan operasional yang dilakukan oleh manajemen telah sesuai dengan rencana dan regulasi yang telah ditetapkan. Dalam menjalankan proses pemeriksaan operasional di setiap unit perusahaan PLN, SPI Regional telah menyusun PKPT (Program Kerja Pemeriksaan Tahunan). PKPT ini disusun oleh setiap regional SPI berdasarkan risiko korporat dan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi setempat. PKTP inilah yang akan menjadi agenda pelaksanaan tugas pemeriksaan operasional setelah disepakati dan ditanda tangani oleh KSPI (Kepala Satuan Pengawasan Internal) . Hal-hal yang tercantum didalam PKPT adalah sebagai berikut: 1. Penetapan agenda pemeriksaan. 2. Penetapan unit yang akan diperiksa berdasarkan risk based audit. 3. Penetapan pemeriksaan berdasarkan risiko korporat. 4. Penetapan waktu pemeriksaan. 5. Pembentukan tim audit yang akan memeriksa unit-unit perusahaan. 6. Penetapan anggaran yang dibutuhkan dalam pemeriksaan. Gambaran siklus pemeriksaan operasional SPI:
55
Gambar 4.7 Siklus kegiatan pemeriksaan SPI
4.4.2 Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap indikasi kecurangan/permasalahan yang timbul setelah pemeriksaan operasional dan bisa juga berdasarkan dari laporan pengaduan masyarakat yang menurut pertimbangan bobot permasalahannya perlu dilakukan pemeriksaan lebih dalam. Dalam proses pelaksanaan pemeriksaan operasional tidak jarang auditor SPI menemukan adanya temuan yang perlu dtindak lanjuti lebih dalam, namun
56
dikarenakan terbatasnya waktu pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam PKPT maka diperlukan adanya pemeriksaan khusus. SPI regional yang menemukan temuan yang perlu dtindak lanjuti lebih dalam tersebut membuat surat kepada KSPI, dan apabila disetujui KSPI akan mendisposisikan kepada Kepala Bidang Audit Khusus untuk segera melakukan pemeriksaan. Tujuan dari pemeriksaan khusus ini adalah untuk memperoleh informasi dan kebenaran atas laporan pengaduan.
4.4.2.1 Sumber Pemeriksaan Khusus Dalam pemeriksaan khusus terdapat beberapa sumber pengaduan atau informasi yang perlu dtindak lanjuti dan dibuktikan kebenaraannya. Berdasarkan pengaduan dan informasi inilah kepala bidang audit khusus menyusun program kerja pemeriksaan dan mengutus beberapa auditor untuk melaksanakan pemeriksaan. Sumber-sumber tersebut adalah sebagai berikut: 1. Internal perusahaan a. Direksi b. Komisaris c. KSPI d. Lanjutan dari pemeriksaan operasional e. Pegawai 2. Eksternal perusahaan a. Lembaga / Departemen / Instansi b. LSM c. Masyarakat
57
4.4.2.2 Sasaran Pemeriksaan Khusus Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan khusus, tim auditor memiliki sasaran sebagai berikut: 1. Membuktikan ada tidaknya kebenaran obyek pengaduan. 2. Mencari siapa yang bertanggungjawab. 3. Mencari ada tidaknya kerugian perusahaan. 4. Mencari ada tidaknya tindakan yang melanggar hukum. 5. Mencari ada tidaknya pelanggaran disiplin pegawai. 6. Melakukan interview kepada pegawai/pejabat terkait dan dibuatkan BAP. 7. Meminta surat pernyataan kepada pegawai/pejabat terkait apabila terbukti melakukan pelanggaran. 8. Meminta surat pernyataan dari pihak ketiga bila diperlukan.
4.5
Fraud
4.5.1 Kondisi Fraud yang Terjadi Untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi fraud yang terjadi pada rayon yang berada dibawah pengawasan SPI regional X Sulawesi dalam penetapan harga pasang listrik baru, penulis mengajukan pertanyaan kepada auditor yang menangani kasus ini. Berdasarkan jawaban yang diberikan oleh auditor, penulis menyimpulkan bahwa meskipun PT.PLN (persero) telah menetapkan standar harga dalam pasang listrik baru yang diatur oleh kementerian energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia, masih ada saja tindakan fraud yang terdeteksi oleh para auditor internal perusahan yang berkaitan dengan biaya pasang listrik baru. Dalam penelitian ini, kasus fraud yang terdeteksi oleh auditor SPI Regional X Sulawesi terjadi di salah satu kantor
58
rayon yang berada dibawah Pengawasan SPI Regional X Sulawesi, adapun masalah Fraud terdeteksi berdasarkan laporan masyarakat (konsumen) yang secara kebetulan didapati oleh Auditor pada saat dilakukan sampling buril untuk pasangan baru berdaya besar. Dalam melakukan pemeriksaan tersebut auditor melihat rencana anggaran biaya (RAB) pasang listrik baru untuk salah satu pelanggan berdaya besar B2 66.000 VA terlihat janggal dan bagi para auditor SPI Regional X Sulawesi hal tersebut dapat diidentifikasikan sebagai fraud. Pihak auditor SPI Regional X Sulawesi menemukan indikiasi adanya suatu kerjasama atau kesepakatan dalam mengatur rencana anggaran biaya pasang listrik baru yang terjalin antara manajer rayon PLN yang bersangkutan dengan direktur perusahaan kontraktor listrik yang menjadi perantara pelanggan dengan pihak kantor PLN rayon tersebut. Berikut rincian anggaran dan biaya yang dikeluarkan oleh pihak kontraktor listrik setelah adanya kesepakatan dengan manajer kantor PLN rayon tersebut:
No
1 2 3 4 5 6 7 8
Uraian Pekerjaan
Biaya Penyambungan Utang Jaminan Langganan Materai Tempel Biaya Administrasi Bank Pengurusan Anggaran Wilayah Sertifikan Layak Operasi Surat Jaminan Instalasi Jasa
Satuan
Harga Satuan Rp
Volume
Jumlah Harga Rp
VA VA
775 165
66.000 66.000
51.150.000 10.890.000 6.000 5.000 13.000.000
Set Set
1 350
1.575.000
1.575.000 23.100.000 1.500.000
1.500.000
66.000 1
Mtr Set
45.000 85.000
75 2
3.375.000 170.000
Set
37.500
4
150.000
Material JTR
1 2 3
LVCT 3x35+50mm2 Large Angel Assembly for LVCT Piercying Tap Connector Double
59
Keterangan
KepDir 424.K/DIR/ 2011 31mei 2011
104.921.000
Total
Gambar 4.8 Rincian anggaran dan biaya yang dikeluarkan pihak kontraktor setelah a ndanya kesepakatan dengan manajer kantor PLN rayon yang bersangkutan
Terlihat RAB yang dikeluarkan pihak kontraktor listrik tersebut memiliki suatu unsur yang dapat dikatakan sebagai fraud, hal ini terlihat pada point 5 yaitu biaya pengurusan anggaran wilayah dengan nominal sebesar Rp 13.000.000. Dalam aturan dan prosedur yang berlaku di PLN tidak pernah ada aturan yang mengatakan atau menyebutkan bahwa dalam mengurus anggaran suatu pekerjaan ada Biaya Pengurusan yang dibebankan kepada konsumen sesuai peraturan menteri energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia Nomor: 09 tahun 2011, tanggal 13 Mei 2011, Sehingga terjadi pembengkakan biaya yang harus dibayarkan oleh pihak pelanggan yaitu dari Rp 91.921.000 menjadi Rp 104.921.000. Hal inilah yang menjadi temuan auditor SPI Regional X Sulawesi dan hal ini sudah memenuhi unsur/kriteria fraud.
4.5.2 Penyebab Terjadinya Fraud Setelah mengetahui bagaimana kondisi fraud yang terjadi, penulis kemudian mengajukan pertanyaan kepada pihak auditor mengenai penyebab terjadinya fraud tersebut, dan penulis menyimpulkan bahwa kasus fraud yang terjadi pada kantor PLN rayon ini terjadi karena kurangnya informasi yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada para calon pelanggan mengenai biaya atau tarif yang seharusnya dikeluarkan dalam pasang listrik baru, sehingga para calon pelanggan tidak mengetahui secara pasti berapa biaya yang seharusnya mereka keluarkan untuk melakukan pasang listrik baru. Berdasarkan peraturan
60
menteri energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia Nomor: 09 tahun 2011, tanggal 13 Mei 2011, pelanggan tidak harus mengeluarkan biaya pengurusan anggaran wilayah seperti yang tercantum dalam RAB yang dikeluarkan pihak kontraktor listrik setelah adanya kesepakatan dengan manajer rayon, hal seperti inilah yang tidak diketahui oleh para pelanggan sehingga menjadi kesempatan bagi oknum perusahaan memainkan atau memanipulasi biaya yang akan dibebankan kepada para pelanggan.
4.5.3 Dampak yang Ditimbulkan Oleh Fraud yang Terjadi Fraud atau kecurangan yang terjadi dalam suatu perusahaan pasti memiliki dampak yang tidak baik. Dampak dari fraud yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat berupa kerugian material maupun non material. Kerugian non material yang dimaksud seperti buruknya citra perusahaan dimata publik dan terhambatnya kegiatan operasional perusahaan. Oleh karena itu penulis mengajukan pertanyaan kepada auditor mengenai apa saja dampak yang dirasakan dari kasus fraud yang ditemukan oleh auditor tersebut. Dari jawaban yang diberikan auditor, penulis memperoleh informasi bahwa dalam kasus fraud yang terjadi di kantor PLN rayon ini, kerugian dirasakan oleh pihak perusahaan dan pelanggan yang bersangkutan. Bagi pihak PLN, dampak yang dirasakan karena kasus ini adalah citra perusahaan akan buruk dimata pelangg an, dimana saat ini PLN sedang gencar-gencarnya melakukan sosialisasi pencitraan Pelayanan yang terbaik sesuai permintaan Pemerintah (GCG). Sedangkan dampak yang dirasakan oleh pelanggan adalah kerugian material dengan nominal Rp 13.000.000,-.
61
4.5.4 Upaya Pengungkapan Fraud Oleh Pihak SPI Regional X Sulawesi Dalam proses tanya jawab ini penulis mengajukan pertanyaan terakhir kepada auditor mengenai upaya pihak SPI regional X Sulawesi dalam mengungkap kasus fraud yang terjadi pada kantor PLN rayon yang bersangkutan. Berdasarkan jawaban auditor, penulis mengetahui bahwa pihak auditor SPI Regional X Sulawesi melakukan langkah-langkah pemeriksaan operasional yang terdiri dari desk work dan field work dalam mengungkapkan kasus ini. 1. Desk Work Desk work merupakan langkah awal yang dilakukan auditor SPI dalam melaksanakan pemeriksaan operasional. Dalam kegiatan ini pihak auditor melakukan pemeriksaan buril. Pemeriksaan buril adalah data dasar/awal yang diperiksa oleh auditor untuk mengetahui gambaran umum unit perusahaan yang akan diaudit, untuk menentukan cakupan atau luas area pengujian pada saat melakukan kegiatan pemeriksaan operasional tahap selanjutnya yaitu field work. Contoh dari data-data buril yang akan diperiksa seperti laporan keuangan, struktur organisasi unit yang diaudit, daftar pasang listrik baru, termasuk juga sampling data pelanggan. Apabila data dari hasil pemeriksaan buril yang dilakukan lemah atau kurang andal maka luas area pengujian pada saat field work akan menjadi lebih besar. Sebaliknya, jika data dari hasil pemeriksaan buril yang dilakukan kuat dan dapat diandalkan maka luas area pengujian saat melakukan field work akan kecil. Melalui pemeriksaan buril inilah auditor SPI Regional X Sulawesi menemukan tindakan fraud yang dilakukan manajer kantor PLN rayon
62
tersebut. Dari hasil sampling data pelanggan berdaya besar, SPI Regional X Sulawesi mendapati rencana anggaran dan biaya (RAB) pasang listrik baru salah satu pelanggan yang tidak wajar. Ketidak wajaran tersebut disebabkan adanya biaya yang tidak seharusnya dibebankan kepada pelanggan. 2. Field Work Field work adalah kegiatan pengujian yang dilakukan dengan langsung turun ke lapangan atau unit perusahaan yang diaudit. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari tahap desk work. Pada kasus fraud yang terjadi pada kantor PLN rayon ini, auditor SPI Regional X Sulawesi melakukan penelusuran untuk memastikan kebenaran dari hasil pemeriksaan buril dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Memastikan pelanggan yang bersangkutan telah terdaftar sebagai pelanggan PLN melalui sistem niaga PT.PLN (persero). b. Meminta
klarifikasi
dari
manajer
kantor
PLN
area
yang
membawahi rayon bersangkutan apakah mengetahui kasus fraud yang
terjadi
tersebut.
Hasilnya,
manajer
area
tersebut
mengklarifikasi bahwa dia belum mengetahui perihal kasus tersebut. c. Meminta klarifikasi dari pihak pelanggan bersangkutan mengenai berapa biaya yang dikeluarkan untuk pasang listrik baru agar bisa dibandingkan dengan hasil pemeriksaan buril yang dilakukan diawal. Hasil yang didapat dari klarifikasi tersebut adalah benar bahwa pelanggan telah mengeluarkan biaya yang tercantum dalam RAB pasang listrik baru yang dikeluarkan pihak PLN dengan nominal Rp 104.921.000.
63
d. Meminta klarifikasi dari manajer kantor PLN rayon bersangkutan. Hasil yang didapat dari klarifikasi tersebut adalah manajer rayon tersebut mengakui tindakannya yang berkerjasama dengan pihak kontraktor listrik atas ketidak wajaran RAB pasang listrik baru tersebut. e. Meminta klarifikasi dari pihak kontraktor listrik. Hasil yang didapat dari klarifikasi tersebut adalah benar RAB pasang listrik baru yang tidak wajar untuk pelanggan yang bersangkutan dibuat sesuai kerjasama atau kesepakatan dengan manajer rayon yang bersangkutan. f.
Setelah auditor merasa yakin berdasarkan bukti-bukti yang terungkap
dan valid
auditor
akan
membuat
kertas kerja
pemeriksaan dan memberikan rekomendasi sesuai dengan aturan yang berlaku di PLN (disiplin pegawai / reward and punishment) kepada manajemen unit diatasnya dalam hal ini unit induk atau wilayah yang membawahi area tersebut. g. Adapun tindak lanjut dari temuan dan rekomendasi auditor menjadi tanggung jawab unit wilayah dan SPI Regional X akan memonitor hasil tindak lanjut tersebut dan apabila tindak lanjut tersebut tidak dilakukan maka SPI Regional X akan melakukan eskalasi (membuat laporan ketingkat yang lebih tinggi dalam hal ini direksi).
64
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Langkah-langkah yang dilakukan oleh SPI Regional X Sulawesi dalam
melakukan pencegahan dan pengungkapan fraud yang terjadi dalam perusahaan PLN telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh kantor pusat. Hal ini terlihat dari kasus fraud yang terdeteksi oleh auditor SPI Regional X Sulawesi di salah satu kantor PLN rayon yang berada dibawah pengawasannya. Dengan menjalankan prosedur pemeriksaan operasional yang diawali dengan desk work kemudian dilanjut dengan kegiatan field work, pihak auditor menemukan suatu kerjasama atau kesepakatan antara manajer kantor PLN rayon tersebut dengan pihak kontraktor listrik dalam pembuatan RAB pasang listrik baru yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh PT.PLN (Persero) yang diatur dalam peraturan menteri energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia Nomor: 09 tahun 2011, tanggal 13 Mei 2011 kepada pihak pelanggan. Biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh pelanggan tersebut untuk pasang listrik baru adalah Rp.91.921.000 tetapi realisasi biaya yang dikeluarkan pelanggan tersebut adalah Rp 104.921.000, hal ini menyebabkan kerugian bagi pihak pelanggan sebesar Rp 13.000.000.
5.2
Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini, peneliti memiiliki pembahasan yang terbatas.
Pembahasan hanya mengenai peranan audit internal terhadap pencegahan
65
fraud yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi. Ruang lingkup dalam penelitian ini hanya dilakukan pada satu kasus fraud saja, dimana masih terdapat kasus lain yang terjadi pada unit-unit yang berada dibawah pengawasan PT.PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi. Oleh karena itu diharapkan pada penelitian berikutnya yang akan membahas topik yang sama, agar meneliti kasus fraud lainya yang terjadi pada unit-unit yang dibawahi oleh PT.PLN (Persero) Kantor Pusat Satuan Pengawasan Internal Regional X Sulawesi.
5.3
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang bisa
diberikan oleh peneliti, yaitu: 1. PT. PLN (Persero) harus melakukan sosialisasi yang baik atau memberikan informasi kepada calon pelanggan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pasang listrik baru. Seperti, bagaimana prosedur yang harus dilakukan para calon pelanggan dalam mendaftarkan diri untuk pasang listrik baru dan menginformasikan berapa biaya yang harus dikeluarkan para calon pelanggan bila ingin melakukan pasang listrik baru yang sesuai dengan standar PT.PLN (Persero) yang diatur dalam peraturan kementerian energi dan sumber daya mineral Republik Indonesia, agar para calon pelanggan mengetahui secara pasti berapa biaya yang harus mereka keluarkan sehingga menyulitkan oknum-oknum perusahaan yang ingin memainkan harga pasang listrik baru tersebut. 2. PT. PLN (Persero) harus memberikan pengawasan yang lebih kepada kantor-kantor area maupun kantor-kantor rayon yang bertanggung jawab dalam proses pasang listrik baru yang diajukan para calon pelanggan dan
66
memberikan disiplin pegawai yang tegas sehingga memberikan efek jera kepada setiap oknum yang melakukan tindakan fraud tersebut agar kejadian seperti kasus fraud yang dibahas dalam penelitian ini tidak terulang lagi. 3. Pihak pelanggan harus jeli jika ingin menggunakan jasa perusahaan kontraktor listrik yang akan menjadi perantara mereka dengan pihak PLN dalam proses pasang listrik baru. Pelanggan harus berkerja sama dengan perusahaan kontraktor listrik yang memiliki reputasi baik dimata masyarakat agar pelanggan tersebut tidak dibodohi oleh perusahan kontraktor listrik yang menawarkan jasanya.
67
DAFTAR PUSTAKA Amalia, Ratna. 2013. Peranan Audit Internal Dalam Pencegahan Kecurangan Pendeteksian Fraud (Kecurangan) Studi Kasus Pada GKPRI Jawa Barat. Desertasi tidak diterbitkan. Bandung: Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. Arens, Alvin A, Elder, Rondal J., dan Beasly, Mark S. 2008. Auditing and Assurance Service and Integrated Approach, 13th Edition, New Jersey : Pearson Education In Upper Sadle River. Asiah, Nur. 2012. Pengaruh Penerapan Whistleblowing Sytem Terhadap Pencegahan Fraud. Tidak dipublikasikan. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. 2008. Fraud Auditing. Edisi kelima. Bogor: Pusdiklatwas BPKP. Bayangkara, IBK. 2011. Audit Manajemen. Edisi keenam. Jakarta: Salemba Empat. Hery. 2010. Potret Audit Internal. Bandung: Alfabeta. Institute of Internal Auditor’s. 1995. The Proffesional Practices Frame Work, USA: The IIA Global Practices Center. Komarudin. 1994. Ensiklopedia Manajemen. Edisi kedua. Jakarta: Bina Aksara. Kumaat, Valery G. 2011. Internal Audit. Jakarta: Erlangga. Moeller Robert dan Witt, Helbert N. 1999. Brink’s Modern Internal Auditing. 5th Edition, New York: A.Ronald Press Publication. Nuryanti, Dewi. 2012. Pengertian Data Kualitatif dan Kuantitatif, (Online),(http://www.dewinuryanti.com/2012/12/data-kualitatifpengertiandata-kualitatif-kuantitatif.html, diakses 27 Oktober 2013). Picket, K. H. Spencer. 2001. The Internal Auditing Handbook. USA: John Walley Ratliff, Richard L., Wallace, Wanda A., Loebbecke, James K. 1996. Internal Auditing Principles and Techniques 2th Edition, Altamonte Springs, Fla: The Institute of Internal Auditors. Sekaran, Uma. 2010. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Tunggal, Amin Widjaja. 2012, The Fraud Audit Mencegah dan Mendeteksi Kecurangan Akuntansi. Jakarta: Harvarindo.
68
Wardhini, Meta. 2010. Pengaruh Audit Internal Terhadap Pencegahan dan (Fraud) Studi Kasus Pada PT.PLN Persero Distribusi Jawa Barat dan Banten. Desertasi tidak Diterbitkan. Bandung: Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama.
69