BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui secara terus-menerus tanpa diimbangi dengan pengelolaan dan inovasi, maka penurunan ekonominya tentu akan menimbulkan permasalahan sosial yang berkepanjangan. Hal ini tentunya memerlukan
strategi
dan
perencanaan
jangka
panjang
untuk
menjaga
pertumbuhan ekonomi tetap stabil. 1.1.1 Pertumbuhan Ekonomi pada Daerah yang Kaya Sektor Pertambangan dan Penggalian Pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan perkembangan ekonomi suatu negara. Keberhasilan ini dapat dilihat dari pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun pertumbuhan ekonomi yang diharapkan adalah pertumbuhan yang berkualitas yang mampu menjaga stabilitas dan kemapanan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi umumnya dilakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam secara optimal khususnya terhadap sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Groth dan Schou (2007) menjelaskan bahwa pajak dan subsidi terhadap akumulasi modal yang berasal dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Namun pertumbuhan ini hanya memiliki asumsi jika sumber daya alam
1
berproduksi secara terus-menerus. Dalam kajiannya, Groth dan Schou (2007) menjelaskan apabila dalam kasus sebenarnya dimana produksi sumber daya alam akan mengalami penurunan produksi dalam jangka panjang, maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi masalah jika tidak melibatkan modal manusia dan tenaga kerja sebagai input. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Beberapa daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam seperti Provinsi Riau, Kalimantan Timur, maupun Papua memiliki basis sektor sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yaitu dari sektor pertambangan dan penggalian. Rata-rata PDRB sektor pertambangan dan penggalian tahun 2008-2012 untuk Provinsi Riau sebesar 47,70 juta rupiah, Provinsi Kalimantan Timur sebesar 45,91 juta rupiah, dan Provinsi Papua sebesar 8,57 juta rupiah. Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ) yang diolah dari data PDRB masing-masing provinsi tersebut memberikan rata-rata kontribusi basis sektor pertambangan dan penggalian sejak tahun 2008 hingga tahun 2012 pada Provinsi Riau sebesar 6,12, Provinsi Kalimantan Timur 5,21, dan Provinsi Papua memiliki nilai LQ sebesar 4,86 terhadap sektor pertambangan dan penggalian nasional. Ketiga provinsi memiliki nilai LQ yang cukup besar yaitu lebih dari satu yang menunjukkan bahwa komoditas pertambangan dan penggalian memang menjadi sumber basis atau sumber pertumbuhan. Hal ini selaras dengan nilai PDRB dari sektor tersebut pada ketiga provinsi ini lebih besar dibandingkan dengan sektor lainnya.
2
50.00 40.00 30.00
14.00 46.88
46.89
40.52
11.61 42.44
48.79 48.95 47.59 45.97
48.35
51.68
12.00 10.00
9.51
8.00
8.68 7.19
6.00 5.84
20.00
4.00
10.00
2.00
0.00
0.00 2008
2009
2010
2011
NIlai LQ
PDRB Sektor Pertambangan dan Penggalian (Juta Rupiah)
60.00
2012
Tahun Riau LQ Riau
Kaltim LQ Kaltim
Papua LQ Papua
Gambar 1.1 Perbadingan PDRB Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Nilai LQ Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Papua, 2008-2012 Sumber: BPS Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Papua, 2012 (diolah)
Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu indikator pembangunan merupakan salah satu tujuan untuk mencapai target pembangunan daerah dan dapat digunakan untuk menilai keberhasilan suatu daerah. Berdasarkan hasil perbandingan laju pertumbuhan ekonomi nasional dan laju pertumbuhan Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Papua selama periode tahun 2006 hingga 2012, menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan yang dominan positif meskipun selalu mengalami fluktuasi. Apabila dilihat perkembangannya laju pertumbuhan ekonomi nasional lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan ketiga provinsi tersebut. Apabila dirata-rata maka pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau sebesar 4,28 persen, Provinsi Kalimantan Timur sebesar 3,58 persen, dan Provinsi Papua sebesar 0,08 persen. Rata-rata laju pertumbuhan ketiga provinsi ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,74 persen pada kurun waktu yang sama.
3
25.00
Laju Pertumbuhan (%)
20.00 15.00 10.00 Riau
5.00
Kalimantan Timur
0.00 -5.00
Papua
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Nasional
-10.00 -15.00 -20.00 Tahun
Gambar 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Papua Atas Dasar Harga Konstan (2000) dengan migas, 2006 – 2012 Sumber: BPS Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Papua, 2012
Saat ini arah pembangunan daerah berupaya membangun potensi keunggulan lokal khususnya pada sumber daya alam daerah. Namun dalam melaksanakan
pembangunan,
masih
belum
banyak
daerah
yang
mempertimbangkan keberlanjutan dalam mempertahankan potensi yang ada. Keberhasilan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah sangat berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki. Oleh karena itu, prioritas pembangunan daerah harus sesuai dengan potensi yang ada, sehingga akan terlihat peran dari sektor yang potensial terhadap perekonomian daerah. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik pertumbuhan ekonomi suatu daerah dalam menentukan prioritas pembangunan, dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan tipologi klassen yang melihat pada pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Widodo (2006: 120) menjelaskan pendekatan tipologi Klassen dapat diklasifikasikan menjadi: (1) daerah yang maju dan tumbuh cepat
4
(growth region) atau memiliki sektor prima; (2) daerah berkembang cepat (rapid growth region) atau sebagai daerah yang memiliki sektor potensial; (3) daerah maju tetapi tertekan (retarded region) atau memiliki sektor berkembang; dan (4) daerah relatif tertinggal (relatively backward region) atau memiliki sektor ekonomi terbelakang.
Tipologi Klassen Provinsi di Indonesia, Rata-rata Tahun 2004-2012
0.15 Papua Barat
I
II 0.10 Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Bengkulu Banten Sulawesi Tenggara Jambi Gorontalo Kepulauan Riau
Pertumbuhan (%)
Jawa Timur Sumatera Utara Jawa Barat
Maluku
Rata-rata
DKI Jakarta
Kalimantan Tengah
Bali
Maluku Utara
Sumatera Selatan
0.05
Jawa Tengah
Kepulauan Bangka Belitung
Kalimantan Barat Papua
Kalimantan Timur
Riau
DI.Yogyakarta Kalimantan Selatan Nusa Tenggara Barat
0.00 Aceh
IV
III
-0.05
0.00
10000.00
20000.00
30000.00
40000.00
Pendapatan per kapita (Rp)
Gambar 1.3 Analisis Tipologi Klassen Provinsi di Indonesia, 2004–2012 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004-2012 (diolah)
Berdasarkan hasil pendekatan tipologi Klassen sebagaimana yang terlihat pada Gambar 1.3, dapat diketahui perbandingan pola dan struktur pertumbuhan ekonomi tiga provinsi, yaitu Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Papua yang memiliki keunggulan utama dan kontribusi sektor sumber daya alam yang besar
5
terhadap produksi sumber daya alam nasional. Dari sisi laju pertumbuhan memiliki nilai yang hampir sama, akan tetapi dari sisi pendapatan per kapita memiliki rentang perbedaan yang cukup besar. Provinsi Riau dan Papua berada pada daerah yang relatif tertinggal (relatively backward region), dimana laju pertumbuhan rendah dan pendapatan per kapita rendah. Namun laju pertumbuhan maupun pendapatan perkapita Provinsi Riau mendekati pada nilai atau garis ratarata laju pertumbuhan dan pendapatan per kapita nasional. Untuk wilayah Kalimantan Timur berada pada wilayah maju tetapi tertekan (retarded region), di mana laju pertumbuhan rendah tetapi pendapatan per kapita tinggi. Hal ini menunjukkan daerah tersebut merupakan daerah yang telah maju namun pertumbuhannya tidak begitu cepat, meskipun pada dasarnya potensi yang dimiliki sangat besar. Berdasarkan analisis tipologi Klassen ini, Provinsi Kalimantan Timur memiliki pendapatan per kapita yang tidak searah dengan laju pertumbuhannya. Hal ini menarik untuk mengetahui bagaimana Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar namun menunjukkan pertumbuhan yang cukup lambat. Terkait dengan kajian Groth dan Schou (2007) mengenai pertumbuhan dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, pertumbuhan ekonomi akan menjadi masalah jika tidak melibatkan modal manusia dan tenaga kerja sebagai input. 1.1.2 Tenaga Kerja dan Pendidikan di Provinsi Kalimantan Timur Tenaga kerja merupakan modal dalam pembangunan ekonomi. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan mengalami perubahan seiring dengan pertumbuhan
6
penduduk. Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi yang kaya akan sumber daya alam memiliki peningkatan jumlah populasi penduduk yang cukup pesat. Pada tahun 1990 populasi penduduk Provinsi Kalimantan Timur sebesar 1.876.663 jiwa, tahun 2000 sebesar 2.443.334 jiwa, dan mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 3.553.143 jiwa. Dalam hal ini terjadi peningkatan penduduk dalam periode tahun 1990 hingga tahun 2000 tersebut sebesar 50.000 jiwa lebih setiap tahunnya. Namun pada periode tahun 2000 hingga tahun 2010, jumlah penduduk meningkat dua kali lipatnya yaitu sebesar 100.000 jiwa lebih setiap tahunnya. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan suatu daerah untuk menambah produksi. Namun di sisi lain, pertumbuhan penduduk dapat pula berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi yang masih rendah, seperti halnya Povinsi Kalimantan Timur yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang masih berada di bawah rata-rata nasional. Hal ini dapat diartikan adanya ketidakseimbangan penambahan jumlah penduduk dengan faktor produksi yang tersedia atau dapat pula diartikan penambahan penggunaan tenaga kerja tidak menimbulkan penambahan tingkat produksi. Dalam pengertian yang didefinisikan oleh BPS Provinsi Kalimantan Timur (2013) menjelaskan bahwa tenaga kerja yang aktif secara ekonomi disebut dengan angkatan kerja. Gambaran mengenai jumlah angkatan kerja di Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 1.1
7
Tabel 1.1 Jumlah Angkatan Kerja yang Bekerja dan Belum Bekerja di Provinsi Kalimantan Timur, 2000-2012 Angkatan Kerja (jiwa)
Yg Bekerja (Jiwa)
Belum Bekerja/ pengangguran (Jiwa)
Laju Bekerja
No.
Tahun
1
2000
1.053.601
1.007.555
46.046
2
2001
1.082.739
1.019.299
63.440
1,17
3
2002
1.102.664
1.008.277
94.317
-1,08
4
2003
1.155.770
1.077.379
78.391
6,85
5
2004
1.162.209
1.041.494
120.715
-3,33
6
2005
1.213.684
1.078.094
135.590
3,51
7
2006
1.324.878
1.146.881
177.997
6,38
8
2007
1.241.421
1.091.625
149.796
-4,82
9
2008
1.416.963
1.259.587
157.376
15,39
10
2009
1.460.996
1.302.772
158.224
3,43
11
2010
1.648.455
1.481.898
166.557
13,75
12
2011
1.764.696
1.591.003
173.693
7,36
13
2012
1.777.381
1.619.118
158.263
1,77
Rata-rata 1.338.881 1.209.614 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2001-2013
129.262
4,20
Pada Tabel 1.1. memperlihatkan data jumlah penduduk yang bekerja dan belum bekerja/pengangguran dari total penduduk usia produktif (angkatan kerja). Kenaikan angkatan kerja dari tahun 2000-2012 sebesar 723.780 jiwa penduduk atau 24 persen dari rata-rata jumlah penduduk Kalimantan Timur pada periode tersebut yaitu 2.998.239 jiwa penduduk. Kenaikan penduduk bekerja sebesar 611.563 jiwa atau 20 persen dari rata-rata jumlah penduduk, dan untuk kenaikan penduduk yang belum bekerja/pengangguran sebesar 112.217 jiwa atau 4 persen dari rata-rata jumlah penduduk. Namun yang menarik adalah jumlah angkatan kerja yang dapat diserap oleh pasar kerja hanya sebesar 4,20 persen dalam kurun waktu 12 tahun dengan pertambahan penduduk 100.000 jiwa lebih setiap tahunnya. Nilai 4,20 persen ini diperoleh dari rata-rata laju penduduk yang
8
bekerja pada setiap usia angkatan kerja sebagaimana terlihat dari data pada Tabel 1.1. Hal tersebut menunjukkan belum terserapnya secara maksimal angkatan kerja yang ada di Provinsi Kalimantan Timur, sehingga potensi ini kemungkinan dapat menimbulkan permasalahan sosial ekonomi yang berakibat pula pada lambatnya laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. Arsyad (2010: 374) menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola setiap sumber daya untuk membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta. Proses tersebut dilakukan dalam rangka menciptakan suatu lapangan kerja baru serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi). Perlu adanya penanaman modal, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri oleh pihak swasta, yang didukung pula oleh kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang turut serta dalam setiap proses produksi. Hal ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan yang dibangun melalui sumber daya alam daerah akan terus berkelanjutan jika didukung oleh investasi sumber daya manusia yang mampu meningkatkan proses produksi dalam mengelola perkenomian daerah. Sjafii (2009) menerangkan bahwa faktor penting dalam pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan. Kedua faktor ini sekaligus merupakan penentu
indeks
pembangunan
manusia
yang
mengukur
pengaruh
dari
kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup pembangunan terhadap modal manusia. Perhatian terhadap faktor modal manusia menjadi sentral akhir-akhir ini berkaitan dengan arah pembangunan yang semakin kompetitif. Pondasi yang
9
berperan sangat penting yaitu modal manusia, bahkan lebih penting daripada faktor teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Modal manusia tidak hanya menyangkut kuantitas, tetapi yang jauh lebih penting adalah dari segi kualitas. Kualitas angkatan kerja dapat diketahui dari mayoritas pendidikan yang diperoleh, khususnya melalui Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK) menurut tingkat pendidikan. Statistics Indonesia (2014) menerangkan perhitungan angka partisipasi angkatan kerja adalah dengan membandingkan jumlah angkatan kerja yang memiliki pendidikan pada tingkat tertentu, dengan jumlah angkatan kerja secara keseluruhan. Indikator angka partisipasi angkatan kerja ini berguna untuk melihat komposisi angkatan kerja berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Timur tahun 2010 hingga tahun 2012 berdasarkan tingkat pendidikannya masih didominasi oleh tingkat pendidikan menengah ke bawah dengan rata-rata angka partisipasi angkatan kerja 53,8 persen. Angka partsipasi angkatan kerja yang didominasi oleh tingkat pendidikan menengah ke bawah menunjukkan kualitas tenaga kerja yang masih rendah (Statistics Indonesia, 2014). Namun proporsi ini sebenarnya tidak memiliki selisih yang cukup besar dengan rata-rata angka partisipasi angkata kerja pada level pendidikan menegah ke atas yang memiliki nilai partisipasi sebesar 46,23 persen.
10
Angka Partisipasi Angkatan Kerja (%)
50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 SLTP Ke bawah SLTA dan Perguruan Tinggi
2010 54.11 45.89
2011 53.91 46.09
2012 53.29 46.71
Gambar 1.4 Angka Partisipasi Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Menurut Tingkat Pendidikan, 2010 – 2012 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2011-2013 (diolah)
Dari berbagai studi telah dibuktikan bahwa modal manusia merupakan salah satu determinan penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Pentingnya peranan modal manusia dalam pembangunan tampak pada perhatian dari berbagai pihak seperti pemerintah maupun swasta yang mengalokasi investasi maupun belanja daerahnya. Salah satu komponen dalam upaya membangun modal manusia adalah melalui pendidikan. Schweke (2004) menerangkan bahwa pendidikan tidak hanya mengembalikan nilai tambah ekonomi melalui produktifitas tenaga kerja bahkan dapat mengurangi permasalahan sosial yang memberatkan pembangunan. Selanjutnya Sylwester (2002) dalam kajiannya mengungkapkan bahwa negara yang banyak memberikan perhatian terhadap pendidikan (dilihat dari persentase GNP terhadap pendidikan) mempunyai tingkat kesenjangan yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya meningkatkan partisipasi pendidikan masyarakat dalam memberikan multiflier efect terhadap pembangunan ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013), proporsi
11
partisipasi pendidikan Provinsi Kalimantan Timur tidak berbeda jauh dengan level nasional. Pada tingkat pendidikan dasar rata-rata partisipasi pendidikan Provinsi Kalimantan Timur sebesar 93,36 persen, dan rata-rata nasional sebesar 93,49 persen. Untuk tingkat pendidikan lanjutan menengah pertama rata-rata partisipasi pendidikan Provinsi Kalimantan Timur sebesar 71,10 persen, dan rata-rata nasional sebesar 67,52 persen. Pada tingkat pendidikan menegah ke atas rata-rata partisipasi pendidikan Provinsi Kalimantan Timur sebesar 53,74 persen, dan rata-rata nasional sebesar 45,87 persen.
Angka Partisipasi (%)
100.00 90.00
SD_Kaltim
80.00
SLTP_Kaltim
70.00
SLTA_Kaltim
60.00 SD_Nasional
50.00
SLTP_Nasional
40.00 30.00
SLTA_Nasional 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun
Gambar 1.5 Perbandingan Proporsi Tingkat Partisipasi Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur dan Nasional, 2003-2013 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2003-2013
Arah pembangunan yang semakin menunjukkan kompetisi yang produktif terhadap potensi unggulan, tidak mungkin hanya mengembangkan daya saing produk ataupun komoditi tanpa diimbangi dengan daya saing sumber daya manusia. Peran pendidikan diperlukan dalam proses meningkatkan produktivitas modal manusia. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertumbuhan ekonomi akan berkembang pesat dan berkelanjutan jika didukung oleh pembangunan sumber daya manusia sebagai input dalam proses produksi roda perekonomian daerah. 12
Dalam kajian ini secara umum sumber daya manusia di Kalimantan Timur berdasarkan proporsi pendidikan berada di atas nasional. Meskipun demikian, diketahui bahwa laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur bergerak cukup lambat dibandingkan dengan provinsi lain yang sama-sama memiliki dukungan kontribusi sumber daya alam cukup besar. Begitu pula dengan daya serap angkatan kerja pada pasar kerja di provinsi Kalimantan Timur yang masih rendah. Angka partisipasi angkatan kerja menurut tingkat pendidikan juga masih didominasi oleh tenaga kerja pada tingkat pendidikan menengah ke bawah. Berdasarkan hal tersebut, maka sangat penting untuk mengetahui bagaimana dampak pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur selama ini.
1.2 Keaslian Penelitian Penelitian tentang dampak pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, baik dari Indonesia maupun dari luar negeri. Salah satu penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian Widodo dan Reza (2013) menggunakan metoda estimasi pooling data dengan uji Chow dan uji Hausman untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama periode tahun 1996-2009. Variabel yang digunakan adalah modal, tenaga kerja, dan tingkat pendidikan per pekerja yang diproksi dengan rata-rata lama sekolah. Hasil dari penelitian ini yaitu pendidikan setiap tenaga kerja memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Peningkatan satu persen rata-rata pendidikan per pekerja dapat meningkatkan 1,56 persen output. Selain itu, diketahui pula bahwa
13
Provinsi Jawa Timur memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia, dan sebaliknya Provinsi Bengkulu berada pada posisi terendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya disparitas antarprovinsi di Indonesia. Penelitian lainnya mengenai dampak pendidikan dilakukan oleh Odit, et al., (2010), dengan menggunakan variabel yang sama, yaitu modal, tenaga kerja, dan tingkat pendidikan. Akan tetapi perbedaanya, dalam penelitian ini menggunakan alat analisis Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan modal manusia memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya sebagai mesin untuk perbaikan tingkat output. Sulistyowati, et al., (2010) yang juga melakukan penelitian dampak investasi pendidikan terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, menggunakan alat analisis ekonometri Two Stage Least Square (2SLS). Penelitian dilakukan dengan menggunakan variabel-variabel penjelas seperti modal manusia yang diproksi oleh rata-rata lama sekolah, penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat dari tingkat kesehatan kemiskinan dan distribusi pendapatan, serta produktivitas tenaga kerja sektoral. Penelitian dilakukan untuk menganalisis peningkatan pendidikan terhadap produktivitas tenaga kerja pada sektor pertanian, industri dan jasa di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Selain itu dilakukan pula analisis terhadap dampak kebijakan peningkatan belanja pendidikan pada kinerja perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan dalam jangka panjang peningkatan pendidikan efektif dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja di semua sektor. Peningkatan investasi pendidikan, khususnya
14
kebijakan dalam menaikkan belanja pendidikan, menyebabkan pertumbuhan ekonomi berjalan beriringan dengan penurunan ketimpangan pendapatan. Kebijakan dalam menaikkan belanja pendidikan dapat meningkatkan kinerja perekonomian dan kesejahteraan masyarakat daerah. Penelitian lainnya mengenai dampak pendidikan khususnya yang fokus pada pengeluaran pendidikan, dilakukan oleh Mercan dan Sezer (2014). Penelitian menggunakan Autoregressive Distributed Lag (ARDL) model dengan variabel pengeluaran pendidikan, tingkat pendidikan, dan perumbuhan ekonomi. Penelitian Mercan dan Sezer (2014) menghasilkan hubungan yang positif antara pengeluaran pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi dari periode tahun 1920-2012. Selain itu, alokasi pendidikan khususnya pada pendidikan tinggi memberikan dampak positif terhadap kinerja perekonomian. Penelitian yang dilakukan oleh Sjafii (2009), mengkaji pengaruh investasi fisik dan investasi pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur periode tahun 1990-2004 dengan model regresi linier berganda data panel, serta menggunakan uji Hausman. Variabel yang digunakan adalah investasi swasta, pertumbuhan tenaga kerja, investasi modal manusia, konsumsi atau belanja pemerintah serta krisis ekonomi sebagai kondisi eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hasil diperoleh bahwa seluruh variabel bebas dalam penelitian berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel terikat yakni pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur adalah faktor eksternal yakni krisis ekonomi, disusul kemudian berturut-turut pertumbuhan
15
tenaga kerja, investasi swasta, pengeluaran/investasi pemerintah lokal untuk bidang kesehatan dan pendidikan, dan pengeluaran konsumsi pemerintah yang berpengaruh terhadap perekonomian di Jawa Timur. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Conrad (2011), mengkaji dampak pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi dari sisi tingkat pendidikan tertentu serta indeks pembangunan manusia. Analisis yang digunakan adalah analisis data panel, di mana hasil estimasi dari Conrad (2011) mengindikasikan bahwa negara-negara yang memiliki nilai IPM tinggi, modal manusia dengan pendidikan pada level tinggi berkontribusi positif pada output sektor manufaktur dan jasa. Sebaliknya pada negara-negara yang memiliki nilai IPM rendah, akumulasi modal manusia pada level pendidikan tingkat lanjut memberikan dampak yang negatif pada nilai output di setiap sektornya. Jalil dan Idrees (2012) dalam penelitiannya yang mengacu pada persamaan fungsi Cobb Douglas, menggunakan variabel modal, tenaga kerja, dan tingkat pendidikan pada pekerja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa fungsi produksi mengindikasikan adanya dampak yang positif pada setiap tingkatan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini mendukung hipotesis bahwa investasi pada sektor pendidikan kemungkinan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan menggunakan alat analisis Error Correction Model (ECM), diperoleh hasil sangat jelas bahwa pendidikan memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Outcome dalam penelitian menunjukkan kebijakan yang mendukung investasi sepanjang pelaksanaan kegiatan pendidikan
16
merupakan akumulasi dalam membangun modal manusia. Terkait dengan pembangunan modal manusia, Viswanath, et al. (2009) melakukan penelitian bagaimana kontribusi modal manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan data cross section dan alat analisis Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara investasi modal manusia dan pertumbuhan ekonomi. Modal manusia (diproksi oleh rata-rata lama sekolah) memberikan hasil signifikan mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya Kanayo (2013) yang juga melakukan kajian mengenai modal manusia menunjukkan bahwa investasi pada modal manusia dibentuk oleh pendidikan, di mana dampak pembentukan kapasitas pendidikan pada tingkat dasar dan menengah signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan mengenai pendidikan sebagaimana kajian hasil penelitian dijelaskan di atas, maka penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dari penelitian sebelumnya. Persamaannya terletak pada variabel dan alat analisis yang digunakan. Perbedaannya dalam hal lokasi, waktu, dan data.
1.3 Rumusan Masalah Tujuan pembangunan mengutamakan target pertumbuhan ekonomi diperoleh dari investasi fisik, padahal perlu pula diimbangi dengan investasi non-fisik yaitu sumber daya manusia. Pentingnya masyarakat dan pemerintah menaruh perhatian terhadap investasi sumber daya manusia (human capital) terutama untuk meningkatkan produktivitas perekonomian. Tingkat kesejahteraan
17
tidak hanya dapat ditentukan dari investasi fisik, namun investasi terhadap modal manusia juga perlu perhatian khususnya pada bidang pendidikan. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam menjaga keberlanjutan pembangunan. Pada analisis tipologi Klassen Provinsi di Indonesia tahun 2004-2012 menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Timur sebagai daerah yang maju namun tertekan. Hal ini menarik untuk mengetahui bagaimana Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki potensi sumber daya alam cukup besar namun menunjukkan pertumbuhan cukup lambat. Dalam kajian Groth dan Schou (2007) mengenai pertumbuhan dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, pertumbuhan ekonomi menjelaskan bahwa hal tersebut akan menjadi masalah jika tidak melibatkan modal manusia dan tenaga kerja sebagai input. Berdasarkan data yang bekerja dari total angkatan kerja pada 12 tahun terakhir menunjukkan bahwa daya serap angkatan kerja pada pasar kerja di Provinsi Kalimantan Timur masih sangat rendah. Hal ini didukung pula dengan kualitas tenaga kerja Provinsi Kalimantan Timur yang masih rendah dimana angka partisipasi angkatan kerja menurut tingkat pendidikan Provinsi Kalimantan Timur masih didominasi oleh tenaga kerja pada tingkat pendidikan menengah ke bawah. Secara umum sumber daya manusia di Kalimantan Timur berdasarkan proporsi pendidikan berada di atas nasional. Meskipun demikian telah diketahui sebelumnya bahwa laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur bergerak cukup lambat dibandingkan dengan provinsi lain yang memilki sumber daya alam yang cukup besar. Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut perlu dikaji bagaimana dampak pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
18
Kalimantan Timur selama ini. Banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dalam penelitian ini dibatasi pada rata-rata tingkat pendidikan per pekerja, tenaga kerja, dan belanja pendidikan. Batasan penelitian terhadap variabel yang diobservasi, diasumsikan variabel-variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dibahas di luar model.
1.4 Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana dampak pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur selama tahun 2001-2012?
1.5 Tujuan Penelitian Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur masih berada di bawah rata-rata nasional dengan pendapatan rata-rata per kapita cukup tinggi. Namun adanya daya serap atau laju bekerja dari tenaga kerja masih rendah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji dampak pendidikan dari faktor produksi terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur periode tahun 2001-2012.
1.6 Manfaat Penelitian Hasil dari studi empiris yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. memberikan gambaran bagaimana dampak pendidikan dari sisi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya pada daerah yang kaya akan sektor sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti Provinsi Kalimantan
19
Timur; 2. menjadi bahan monitor dan evaluasi bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam menentukan strategi pembangunan yang lebih terarah khususnya dalam meningkatkan pendidikan sebagai pemicu produktivitas tenaga kerja dalam mendukung pertumbuhan ekonomi; 3. memberikan
tambahan
referensi
dalam
meningkatkan
nilai
tambah
pengetahuan dan kualitas penelitian selanjutnya, khususnya tekait faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah.
1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini disajikan secara garis besar dengan menggunakan sistematika sebagai berikut. Bab I Pendahuluan, memuat tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, yang memuat mengenai teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, model penelitian, dan formulasi hipotesis. Bab III Metoda penelitian, yang menguraikan tentang desain penelitian, metoda pengumpulan data dan penyampelan, definisi operasional, instrumen penelitian, dan metoda analisis data. Bab IV Analisis, yang memaparkan deskripsi data, uji hipotesis, dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran, yang menyajikan simpulan, keterbatasan, dan saran.
20