1 BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pada dasarnya tujuan pembangunan daerah tidak hanya untuk
mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi juga harus mampu mewujudkan distribusi pendapatan yang merata diantara golongan masyarakat. Pembangunan sering diartikan dengan peningkatan pendapatan dan pengurangan kemiskinan, namun bukan peningkatan pendapatan per orang melainkan penekanan lebih besar terhadap pelayanan sosial khusunya kesehatan dan pendidikan (Sudhir Anand and Martin Ravallion, 1993). Distribusi pendapatan yang merata berimplikasi pada terwujudnya stabilitas nasional yang sehat dan dinamis di masyarakat. Masalah klasik yang besar dan mendasar bagi sebagian daerah di Indonesia yaitu masih belum bisa dituntaskan sampai saat ini masalah pengangguran dan kemiskinan. Perkembangan kondisi kemiskinan suatu daerah, secara ekonomi merupakan salah satu indikator untuk mengetahui perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan menurunnya tingkat kemiskinan suatu daerah berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Dalam mewujudkan tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur maka pemerintah sebagai salah satu penyelenggara negara dan pengemban amanat rakyat dalam mewujudkan tujuan negara, telah melakukan program pembangunan nasional yang bertujuan untuk menciptakan perluasan kesempatan bagi terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin seperti hak atas pekerjaan, hak atas pangan, hak atas pendidikan, kesehatan dan sebagainya
2 dengan sasaran utama yang selalu mendapat perhatian yaitu kemiskinan dan pengangguran, juga target tujuan pembangunan millenium (MDGs) adalah menghapuskan kelaparan dan kemiskinan (Barnes Anger, 2010). Dampak dari pelaksanaan strategi pembangunan (pengentasan kemiskinan) yang berorientasi ekonomi menyebabkan masyarakat sebagai kelompok sasaran hanya sebagai obyek pembangunan, akibatnya dalam pemanfaatan bantuan tidak optimal sehingga banyak program bantuan (pengentasan kemiskinan) kurang memberikan hasil yang optimal karena kebijakan yang bersifat top down (Machmoed Zain, 2010) seperti berbagai program pengentasan kemiskinan yang berupaya untuk meringankan beban hidup masyarakat telah dilaksanakan seperti bantuan langsung tunai ( BLT), skema kredit usaha tani (KUT), serta beras miskin (raskin ). Walaupun berbagai program telah dilakukan oleh pemerintah namun kegagalan tetap saja terjadi, hal ini salah satunya diakibatkan tidak tepatnya uluran bantuan yang diberikan serta peluang ekonomi dan bisnis lebih cepat dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi kuat yang memiliki produktivitas tinggi dapat menikmati hasil yang lebih besar dibandingkan pelaku ekonomi lemah baik itu melalui usaha perseorangan maupun kelompok atau patungan. Bahwa struktur pemerintahan yang fokus pada peran institusi lokal dapat meningkatkan efisiensi dan kesetaraan dalam pengentasan kemiskinan (JSTOR, 1996). Dalam memecahkan masalah kemiskinan maka data dan informasi tentang kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan dan pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan baik di tingkat nasional, provinsi maupun
3 kabupaten/kota dimana upaya penanggulangan kemiskinan tersebut ditujukan untuk memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat yang kurang berdaya serta pentingnya basis data dalam setiap pembahasan tentang kemiskinan yang dimulai dari identifikasi masyarakat miskin berdasarkan ukuran standar hidup dan norma minimum (M.H. Suryanarayana, 1996). Masalah kemiskinan bukan hanya berkisar pada masalah definisi dan karakteristik masyarakat serta masalah yang berkaitan dengan konsumsi atau material, tetapi juga mengacu kepada ketidakberdayaan dalam berbagai aspek kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat (Izza Mafruhah, 2000). Ketidakberdayaan masyarakat tersebutlah yang dianggap sebagai penyebab gagalnya program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan sehingga ketimpangan pembagian pendapatan yang terjadi tercermin dari masih adanya masyarakat miskin yang perlu mendapat penanganan yang serius dari pemerintah. Pemerintah
mencanangkan program nasional, PNPM-Mandiri pada
tahun 2008 yang merupakan penggabungan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), dimana dalam PNPM terdapat dua program inti yaitu PNPM-Mandiri Perdesaan yaitu khusus bergerak di wilayah perdesaan serta PNPM-Mandiri Perkotaan yaitu Program pemberdayaan khususnya bagi wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah perkotaan. PNPM-Mandiri Perkotaan merupakan program pemberdayaan masyarakat (community empowerment) yaitu pemerintah, sektor swasta dan masyarakat memberdayakan masyarakat miskin dalam arti memandirikan dan meningkatkan kemampuan masyarakat miskin dalam memperoleh hak- hak
4 ekonomi, sosial dan politik serta mengontrol keputusan –keputusan yang menyangkut
kepentingannya
baik
dalam
hal
menyalurkan
aspirasi,
mengidentifikasi masalah maupun kebutuhan- kebutuhannya sendiri. Melalui PNPM-Mandiri Perkotaan diharapkan adanya perubahan perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat miskin serta mampu untuk berpartisipasi dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan proses pelibatan diri secara penuh pada suatu tekad yang telah menjadi kesepakatan bersama dimana tiap pihak yang berkepentingan/ terlibat (pemerintah, pemodal dan masyarakat) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses perencanaan dan pembangunan (Hery Budiyanto, 2011). PNPM-Mandiri Perkotaan memiliki target untuk menanggulangi jumlah penduduk miskin pada wilayah yang menjadi target sasaran. Dalam PNPM-Mandiri Perkotaan ada tiga kelompok program yang dikembangkan yaitu meliputi : (i) kegiatan lingkungan, (ii) kegiatan sosial dan (iii) kegiatan ekonomi. Kegiatan lingkungan diarahkan untuk pembangunan infrastruktur lingkungan sepeti drainase, sanitasi, jalan lingkungan, persampahan dan lain-lain yang bermuara pada membaiknya derajat kesehatan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial diarahkan pada pengembangan aktivitas sosial seperti pelatihan ketrampilan bagi masyarakat miskin, perawatan kesehatan lansia dan lain-lain. Sedangkan kegiatan ekonomi dilakukan melalui sistem dana bergulir dan kegiatan simpan pinjam bagi masyarakat miskin. Kabupaten Badung sebagai penghasil PAD terbesar di Provinsi Bali dan merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai banyak penduduk pendatang yang datang dengan harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
5 Terlebih para migran ini apabila tidak didukung dengan keahlian dan ketrampilan memadai menyebabkan muncul pengangguran dan penduduk miskin. Pemerintah perlu belajar untuk merencanakan dan berupaya untuk mengontrol gerakan penduduk dalam negara dimana pada sebagian besar wilayah migrasi muncul kemiskinan (Ronald Skeldon, 2002). Dari data indikator perkembangan jumlah angkatan kerja, bekerja dan menganggur yang ada di Kabupaten Badung periode 2005-2009 disajikan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Indikator Perkembangan Angkatan kerja, Bekerja dan Menganggur di Kabupaten Badung Tahun No.
Indikator
1
Angkatan Kerja
2005 (orang) 228.940
2006 (orang) 232.437
2007 (orang) 233.807
2008 (orang) 234.599
2009 (orang) 238.087
2
Bekerja
216.360
226.946
224.841
227.091
231.073
3
Menganggur
12.580
5.491
8.966
7.508
7.014
( persen)
(5.49 )
(2.36)
(3.83)
(3.83)
(2.95)
Sumber : Profil Badung Tahun 2005-2009 (data diolah)
Dari Tabel 1.1 menunjukkan bahwa angkatan kerja pada tahun 2005 berjumlah 228.940 orang, yang bekerja berjumlah 216.360 orang dan yang menganggur pada tahun yang sama berjumlah 12.580 orang dan tahun 2006 angkatan kerja menjadi 232.807 orang, yang bekerja sebanyak 226.946 orang dan yang menganggur sebanyak 5.491 orang dan angkatan kerja pada tahun 2009 berjumlah 238.087 orang dan yang bekerja berjumlah 231.073 orang dan yang menganggur berjumlah 7.014 orang. Dari data tersebut selama lima tahun dari
6 tahun 2005 s/d 2009 angkatan kerja di Kabupaten Badung terus mengalami peningkatan demikian juga yang bekerja kecendrungan juga meningkat, namun tingkat pengangguran kecendrungan menurun. Dilain pihak kondisi di Kabupaten Badung disamping tingkat pengangguran menurun, rumah tangga miskin juga mengalami penurunan yang datanya dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Jumlah dan Proporsi Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Badung ( 2006-2009 ) Tahun Rumah Tangga Rumah Tangga Miskin Prosentase (RT) (RTM) 2006 89.138 5.201 5,83 2007 90.910 4.022 4,42 2008 93.877 3.826 4,08 2009 95.553 3.266 3,42 Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2005-2010 (data diolah) Ket : KK :Kepala Keluarga
Dari Tabel 1.2 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga di Kabupaten Badung menunjukkan kecendrungan yang semakin meningkat , sedangkan jumlah rumah tangga miskin menunjukkan jumlah yang semakin menurun dengan proporsi jumlah RTM terhadap RT pada tahun 2009 sebesar 3,42 persen. Berdasarkan hasil pendataan tahun 2008 jumlah rumah tangga miskin (RTM) di masing- masing kecamatan di Kabupaten Badung terdapat jumlah rumah tangga miskin (RTM), seperti tampak pada Tabel 1.3.
7 Tabel 1.3 Jumlah dan Proporsi RTM Per Kecamatan di Kabupaten Badung Tahun 2008 Kecamatan Rumah Tangga Rumah Tangga Miskin Prosentase (RT) (RTM) Kuta Selatan 16.704 437 2,62 Kuta
9.025
115
1,27
Kuta Utara
14..420
272
1,89
Mengwi
24.853
1.043
4,20
Abiansemal
21.855
1.568
7,17
Petang
7.020
391
5,57
JUMLAH
93.877
3.826
4,07
Sumber : BPS Kabupaten Badung,2009 (data diolah)
Dari tabel 1.3 tampak bahwa proporsi jumlah RTM di Kecamatan Abiansemal yang paling tinggi sebesar 7,17 persen dan Kecamatan Kuta memiliki proporsi RTM terendah dibandingkan kecamatan lainnya yaitu sebesar 1,27 persen. Dalam upaya mempercepat pengentasan angka kemiskinan tersebut, Kabupaten Badung menerapkan program penanggulangan kemiskinan PNPMMandiri Perkotaan. Adapun sektor ekonomi yang memberikan kontribusi dominan bagi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita di Kabupaten Badung adalah sektor pariwisata terutama di wilayah Badung Selatan, dimana Kecamatan Kuta termasuk diwilayah tersebut. Wilayah Kecamatan Kuta dikenal sebagai daerah pariwisata, dimana dampak pariwisata menunjukkan kondisi wilayah Kuta lebih makmur jika dibandingkan wilayah lainnya di Kabupaten Badung, karena berbagai fasilitas sosial dan ekonomi tersedia di Kecamatan Kuta seperti perhotelan dan restoran, jasa transportasi, sarana hiburan dan lain- lain. Namun
8 dari data kemiskinan pada Tabel 1.3 masih terdapat rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta. Dalam upayanya mempercepat pengentasan kemiskinan tersebut, Kabupaten Badung menerapkan program penanggulangan kemiskinan PNPM-Mandiri Perkotaan dimana salah satu kecamatan penerima Program PNPM-Mandiri Perkotaan adalah Kecamatan Kuta. Dari Tabel 1.4 dapat dijelaskan bahwa di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung terdapat 115 rumah tangga miskin dengan proporsi jumlah RTM di Desa/Kelurahan Kuta sebesar 1,90 persen dan Kedonganan sebesar 2,60 persen.
Tabel 1.4. Jumlah dan Proporsi RTM di Kecamatan Kuta Tahun 2008 Desa/ Kelurahan
Rumah Tangga (RT) 965
Rumah Tangga Miskin (RTM) 2
Prosentase
Kuta
2.746
52
1,90
Tuban
3.269
27
0,80
815
2
0,25
Kedonganan
1.230
32
2,60
JUMLAH
9.025
115
1,27
Legian
Seminyak
0,21
Sumber : BPS Kabupaten Badung, 2009 (data diolah)
Pelaksanaan PNPM-Mandiri Perkotaan di wilayah Kuta dalam pengentasan kemiskinan nampaknya perlu diteliti secara mendalam mengingat Kecamatan Kuta merupakan pusat pengembangan pariwisata di Badung Selatan yang dikunjungi oleh para wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara namun di Kabupaten Badung masih terdapat masyarakat miskin, serta bagaimana masyarakat miskin di Kecamatan Kuta memandang kemiskinan
9 itu sendiri. Hal ini dimungkinkan akibat ketidakberdayaan masyarakat miskin dalam menyerap program- program pemerintah, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat miskin, serta akibat sikap, perilaku dan partisipasi masyarakat miskin itu sendiri yang kurang memiliki peran dalam pembangunan daerah. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan
pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Masyarakat
efektivitas Mandiri
pelaksanaan Perkotaan
Program
Nasional
Pemberdayaan
dalam
menanggulangi
(PNPM-MP)
kemiskinan di Kecamatan Kuta ? 2. Bagaimana dampak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) terhadap penghasilan rumah tangga miskin dan penciptaan peluang kerja bagi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta ? 3. Bagaimana persepsi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta terhadap kemiskinan ? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan
atas
rumusan
permasalahan
sebagaimana
yang
dikemukakan diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) di Kecamatan Kuta.
10 2. Untuk mengetahui apakah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) berdampak positif terhadap penghasilan rumah tangga miskin dan penciptaan kesempatan kerja masyarakat miskin di Kecamatan Kuta. 3. Untuk mengetahui persepsi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta terhadap kemiskinan. 1.4
Kegunaan Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis , Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah hasil penelitian tentang penanggulangan kemiskinan. 2. Manfaat praktis, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi aparatur pemerintah Kabupaten Badung dalam merumuskan kebijakan-
kebijakan
strategis
yang
berkaitan
dengan
penanggulangan kemiskinan maupun pemberdayaan masyarakat .
program
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Kemiskinan Kemiskinan mempunyai banyak dimensi dan perumusan definisi
kemiskinan merupakan sesuatu yang problematik pada tataran konsep maupun praktis tentang siapa yang dapat dianggap sebagai penduduk miskin, serta banyak hal tentang kehidupan masyarakat miskin bahwa mereka memiliki akses pasar dan kwalitas infrastruktur yang terbatas (Abhijit Banerjee, 2002) Menurut Bappenas (2005), kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan tidak mampu memenuhi hakhak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak- hak dasar tersebut antara lain : 1.
Terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup
2.
Rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan
3.
Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik
Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalankan hidup bermartabat. Hakhak dasar tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain
12 sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan hak lainnya. Kemiskinan menurut Suparlan (1995), didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin. Kemiskinan juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar kebutuhan minimum, yang dikenal sebagai garis batas kemiskinan atau garis kemiskinan yang terdiri dari dua komponen yaitu : garis
kemiskinan
makanan dan non makanan. Menurut Badan Pusat Statistik, nilai standar kebutuhan minimum makanan mengacu pada harga dan tingkat konsumsi dari 52 jenis bahan makanan dengan batas kecukupan makanan yang mampu menghasilkan energi 2.100 kalori/kapita /hari, sedangkan non makanan terdiri dari 27 paket komoditi untuk perkotaan dan 25 komoditi untuk perdesaan yang dalam hal ini mewakili pola konsumsi penduduk kelas bawah, dengan batas kecukupan non makanan ditetapkan sebesar nilai rupiah yang dikeluarkan oleh penduduk kelas bawah untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum non makanan seperti perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan dan aneka barang jasa lainnya (Badan Pusat Stastistik, 1999).
13 Penduduk miskin atau penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan adalah individu dengan pengeluaran lebih rendah dari garis kemiskinan. Kriteria penduduk miskin menurut BPS (2005) sebagai berikut : 1)
Luas lantai perkapita : ≤ 8 m²,
2)
Jenis lantai tempat tinggal dari tanah/bambu/kayu murahan,
3)
Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/bersama-sama dengan rumah tangga lain,
4)
Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain,
5)
Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
6)
Sumber air minum/ketersediaan air bersih : air hujan/ sumur / mata air tidak terlindung,
7)
Bahan bakar memasak sehari- hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah,
8)
Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu,
9)
Hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun,
10) Hanya sangggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari, 11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik, 12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani : dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000 per bulan, 13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD,
14 14) Tidak memiliki tabungan /barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp.500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya. Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Menurut Mubyarto (1998), kemiskinan adalah situasi serba kekurangan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan ketrampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Jadi kemiskinan yaitu suatu kondisi ketidakmampuan dan ketidakberdayaan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak. Selanjutnya Sharp, et.al (1996) dalam Kuncoro (2004) mengidentifikasi penyebab kemiskinan yaitu : Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan yang dikemukan oleh Ragnar Nurkse, ekonom pembangunan ternama
15 tahun 1953 bahwa “ a poor country is poor because it is poor”, dalam Todaro (2004) . Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, dan berimplikasi pada keterbelakangan demikian seterusnya. Adanya lingkaran kemiskinan di suatu daerah di Indonesia merupakan fenomena penyebab sekaligus akibat sehingga apabila pemerintah mampu melakukan kebijakan anti kemiskinan yang mencakup sumber daya manusia, prasarana dasar, struktur perekonomian dan penerimaan di daerah, memungkinkan adanya peluang daerah untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan Ragnar Nurkse (Jaka Sumanta, 2005). Amartya Sen, dalam Todaro (2004) memaparkan bahwa tingkat kemiskinan tidak dapat diukur dari tingkat pendapatan atau bahkan dari utilitas seperti pemahaman konvensional; yang paling penting bukanlah apa yang dimiliki seseorang ataupun kepuasan yang ditimbulkan oleh barang- barang tersebut, melainkan apakah yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan barang tersebut. Jadi pada intinya untuk dapat memahami konsep kesejahteraan secara umum dan kemiskinan secara khusus, kita harus berfikir lebih dari sekedar ketersediaan komoditi- komoditi dan kegunaannya. Kemiskinan
juga
diklasifikasikan
menjadi
lima
kelas
menurut
Sumodingrat (1999), yaitu : 1) Kemiskinan Absolut, selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang hidup layak, juga ditentukan oleh tingkat
16 pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang tidak mengacu atau tidak didasarkan pada garis kemiskinan. 2) Kemiskinan Relatif, apabila pendapatan sekelompok orang dalam masyarakat lebih rendah dibandingkan kelompok lain tanpa memperhatikan apakah mereka termasuk dalam kategori miskin absolut atau tidak. Penekanannya adalah adanya ketimpangan pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal dengan istilah adanya ketimpangan distribusi pendapatan. 3) Kemiskinan Struktural, mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. 4) Kemiskinan Kronis, dibedakan tiga berdasarkan penyebabnya yaitu : a. Kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif. b. Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian ( daerah- daerah yang kritis akan sumberdaya alam dan daerah terpencil ) c. Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar. 5) Kemiskinan Sementara, terjadi akibat adanya : perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, perubahan yang bersifat musiman, dan bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
17 Menurut Bagong Suyanto (2008), masyarakat miskin tidak memiliki surplus pendapatan untuk bisa ditabung bagi pembentukan modal dan pendapatan yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pokok seharihari. Disamping itu faktor lain yang menyebabkan berbagai program pengentasan kemiskinan menjadi kurang efektif tampaknya adalah berkaitan dengan kurangnya dibangun ruang gerak yang memadai bagi masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya. Dari beberapa pengertian kemiskinan
diatas, disimpulkan bahwa
kemiskinan adalah suatu kondisi kekurangan/ketidakmampuan memenuhi kebutuhan yang mendasar dan tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan material semata. 2.1.2
Ukuran Kemiskinan Berbagai pendekatan / konsep digunakan sebagai bahan perhitungan dan
penentuan batas- batas kemiskinan adalah sebagai berikut : 1. United Nation Development Program (UNDP,2000) meninjau kemiskinan dari dua sisi yaitu dari sisi pendapatan dan kualitas manusia. Dilihat dari sisi pendapatan, kemiskinan ekstrim (extreme poverty) atau kemiskinan absolut adalah kekurangan pendapatan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dasar atau kebutuhan minimal kalori yang diperlukan. Dari sisi kualitas manusia, kemiskinan secara umum (overall poverty), atau sering disebut sebagai kemiskinan relatif adalah kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan non pangan seperti pakaian, energi, dan tempat bernaung.
18 2. Bank Dunia menetapkan batas kemiskinan pada tahun 1992 melalui ukuran dollar yaitu sebesar $ 98 atau senilai Rp. 203.000,- dan tahun 2000 diubah menjadi $ 470. Karenanya bila seorang individu hanya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya kurang dari satu dollar per hari dapat dikatakan sebagai dibawah garis kemiskinan dan dengan menggunakan dollar sebagai mata uang kunci akan dapat diketahui jumlah masyarakat miskin atau keadaan ekonomi suatu negara.. Selanjutnya Sajogyo dalam Subagio (2000) menggunakan ukuran pengeluaran ekuivalen beras untuk mengetahui tingkat kemiskinan yaitu 360 kg beras untuk daerah perkotaan dan 240 kg beras untuk desa. Sajogyo merinci kemiskinan dalam beberapa kategori seperti Tabel 2.1 Tabel 2.1 Kategori kemiskinan dipedesaan dan perkotaan ( dalam kg beras perkapita, pertahun ) Katagori
Pedesaan
Perkotaan
180 240 320
270 360 480
Melarat Sangat miskin Miskin Sumber : Subagio ( 2000 )
2.1.3
Program Penanggulangan Kemiskinan
2.1.3.1 Latar Belakang Program PNPM- Mandiri Perkotaan dilaksanakan sebagai upaya pemerintah untuk membangun
kemandirian
masyarakat
dan
pemerintah
daerah
dalam
menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Penanganan kemiskinan membutuhkan keterlibatan semua pihak dan terkoordinasi baik pihak pemerintah, swasta dan masyarakat.
19 Berdasarkan buku pedoman PNPM- Mandiri Perkotaan tahun 2008, dijelaskan bahwa program PNPM- Mandiri Perkotaan merupakan kelanjutan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), dengan prinsip-prinsip pelaksanaan yaitu : bertumpu pada pembangunan manusia, berorientasi pada masyarakat miskin, partisipasi masyarakat dalam pembangunan, otonomi dalam mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola, desentralisasi, mempunyai kesetaraan dan keadilan gender dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan, pengambilan keputusan secara demokratis, transparansi dan akuntabel dalam pengelolaan kegiatan, prioritas kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, kolaborasi antara semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan, keberlanjutan dan sederhana dalam pelaksanaan program, maka dari itu arah program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri (P2KP) adalah untuk mendukung upaya peningkatan indek pembangunan manusia (IPM). 2.1.3.2
Tujuan Pelaksanaan PNPM-Mandiri Perkotaan Tujuan umum pelaksanaan PNPM adalah "Meningkatnya kesejahteraan
dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri". Dengan demikian secara khusus tujuan PNPM Mandiri Perkotaan dirumuskan sebagai berikut : "Masyarakat di Kelurahan peserta program menikmati perbaikan sosial-ekonomi dan tata kepemerintahan lokal". 2.1.3.3 Sasaran Program PNPM Mandiri Perkotaan Sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan secara nasional adalah :
20 a. Terbangunnya Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) yang dipercaya, aspiratif, representatif dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat. b. Tersedianya Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri dan berkelanjutan. c. Terbangunnya forum LKM tingkat kecamatan dan kota/kabupaten untuk mengawal terwujudnya harmonisasi berbagai program daerah. d. Terwujudnya kontribusi pendanaan dari Pemerintah Kota/Kabupaten dalam PNPM Mandiri Perkotaan sesuai dengan kapasitas fiskal daerah. 2.1.4. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat miskin sebagai persyaratan penting bagi solusi berkelanjutan terhadap kemiskinan dan kelaparan. Pemberdayaan didefinisikan sebagai kemampuan seseorang khususnya untuk memiliki akses terhadap sumber daya produktif yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan pendapatan, mendapatkan barang serta layanan yang dibutuhkan dan partisipasi dalam proses pengembangan dan keputusan yang mempengaruhi masyarakat miskin (IFAD, 2002-2004). Menurut Sumaryadi (2005) secara konseptual, ada 3 (tiga) prinsip dasar dari konsep pemberdayaan masyarakat antara lain : 1) Pemberdayaan sangat
21 menekankan pentingnya partisipasi masyarakat, baik pada tahap perencanaan program, pelaksanaan maupun pada tahap pengembangannya. 2) Pemberdayaan selalu tidak memisahkan antara fisik proyek dengan pelatihan ketrampilan dan 3) Sumber dana bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat umumnya berasal dari anggaran pemerintah, partisipasi pihak swasta dan dari partisipasi masyarakat sendiri. Modal sosial sebagai sebuah konsep yang didefinisikan sebagai suatu proses pembelajaran sosial yang berfungsi untuk memberdayakan orang dan melibatkan mereka sebagai warga negara dalam kegiatan kolektif yang bertujuan untuk pembangunan sosial ekonomi, pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan (Ali Asadi,dkk, 2008). Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah membantu pengembangan manusiawi dari masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil seperti petani kecil, buruh tani, masyarakat miskin perkotaan, masyarakat adat yang terbelakang, kaum muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita yang dikesampingkan. Memberdayakan kelompokkelompok masyarakat tersebut secara sosio ekonomi sehingga mereka sanggup berperan serta dalam pengembangan masyarakat, karena salah satu akibat pemberdayaan adalah meningkatnya kinerja masyarakat sehingga mereka mampu mengambil tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Dalle Daniel Sulekale (2003), bahwa percepatan penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan mengubah paradigma pemberdayaan masyarakat dari yang bersifat top- down menjadi partisipatif, dengan bertumpu
22 pada kekuatan dan sumber- sumber daya lokal. Penanggulangan kemiskinan yang tidak berbasis komunitas dan keluarga miskin itu sendiri akan sulit berhasil. Menurut Bagong Suyanto (2008) bahwa lambatnya perkembangan ekonomi rakyat disebabkan sempitnya peluang untuk berpartisipasi dalam pembangunan yang mana hal itu merupakan konsekuensi dari kurangnya penguasaan dan pemilikan asset produksi terutama tanah dan modal, disamping itu faktor lain yang menyebabkan berbagai program pengentasan kemiskinan menjadi kurang efektif berkaitan dengan kurangnya dibangun ruang gerak yang memadai bagi masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya. Menurut Rakhmat Jalaludin (1999), upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi antara lain : 1) Menciptakan suasana/ iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling) dengan kata lain, adanya pemihakan kepada masyarakat untuk maju dan berkembang karena pada dasarnya setiap manusia/ masyarakat mempunyai potensi yang dapat dikembangkan sehingga pengertian pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun daya tersebut dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta mengembangkan potensi tersebut. 2) Memperkuat potensi/ daya yang dimiliki masyarakat (empowering) dengan kata kuncinya adalah penyiapan meliputi langkah-langkah nyata yang menyangkut penyediaan berbagai masukan ( input) serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang (opportunity) yang akan membantu masyarakat lebih berdaya guna.
23 3) Memberdayakan masyarakat mengandung makna melindungi. Dalam proses pemberdayaan masyarakat harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Margono (2000), mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa hingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa adanya kesan bahwa perkembangan itu adalah hasil kekuatan eksternal. Masyarakat harus dijadikan subyek bukan obyek. Tingkat efektivitas dapat dievaluasi terkait dengan efektivitas pelaksanaan PNPM-Mandiri Perkotaan meliputi variabel input, proses dan juga output. Variabel input meliputi : ketepatan sasaran, tujuan dan tingkat sosialisasi; variabel proses meliputi : kelembagaan, ketepatan penggunaan dana dan tujuan program, prosedur, dan pengawasan sedangkan variabel output meliputi : kegiatan PNPMMandiri Perkotaan, transparan dan diumumkan; gotong royong dan tambahan pendapatan; monitoring dan evaluasi proyek. Menurut Subagyo (2000) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Tingkat efektivitas program dalam hal ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Jarak (range) realisasi program sebagai berikut : 1) 1% sampai dengan 50%
: tidak efektif
2) 51% sampai dengan 100%
: efektif
24 Tingkat kualifikasi efektivitas menurut Keputusan Menpan No Kep./25/M/M Pan/2/2004, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Tingkat Kualifikasi Efektifitas No Nilai Interval (%) 1 di bawah 40 2 40 - 59,99 3 60 - 79,99 4 diatas 79,99 Sumber : SK.Menpan No.25/M/MPan/2/2004
Tingkat Efektifitas Sangat tidak efektif Tidak efektif Cukup efektif Sangat efektif
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi respon kebijakan untuk kemiskinan di negara kaya dan negara miskin (Peter Mc.Cawley, 2001) yaitu : 1. Negara kaya : kemiskinan
relatif
kecil dari jumlah penduduk, target
intervensi anti kemiskinan terjangkau baik dari segi biaya anggaran nasional dan non anggaran, transfer perkapita untuk kelompok sasaran lebih besar, dan program anti kemiskinan umumnya cukup efektif dan dilaksankan dengan cara yang relatif efisien. 2. Di negara berkembang : kemiskinan pada beberapa kasus menunjukkan proporsi lebih dari 50 persen jumlah penduduk, pembebanan biaya baik dari segi anggaran nasional maupun non anggaran, transfer perkapita kepada kelompok sasaran umumnya kecil serta program yang dimplementasikan buruk dan membuat tujuan yang cendrung mengarah pada korupsi.
2.2
Penelitian Sebelumnya Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang Persepsi Masyarakat
Miskin Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan
25 Masyarakat –Mandiri Perkotaan dan Kemiskinan dalam Menanggulangi Kemiskinan, Studi Kasus di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung ini belum pernah ada yang melakukannya, sehingga hasil penelitian ini merupakan penelitian baru, namun tidak menutup kemungkinan bahwa hasil penelitian serupa yang berkaitan dengan penelitian di bidang kemiskinan telah banyak yang melakukannya dalam program dan lokasi yang berbeda, seperti : (i)
hasil penelitian Subagyo (2000) dengan topik ” Efektivitas Penanggulangan kemiskinan dalam Pemberdayaan Masyarakat, studi kasus di Kabupaten Jawa Timur ” dengan obyek penelitiannya adalah masyarakat penerima bantuan program IDT dan Program PKS ( program keluarga sejahtera ) dalam bentuk pembinaan kredit keluarga sejahtera. Hasil penelitiannya dapat disimpulkan dengan teknik analisa yang digunakan adalah efektivitas program dan uji statistik dengan menggunakan uji t, bahwa bantuan dana yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk program IDT dan PKS memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat. Selain itu bantuan- bantuan tersebut berdampak positif terhadap peningkatan kepedulian penduduk kaya dengan penduduk miskin terhadap ketimpangan ekonomi dan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di desa IDT sebesar 5 persen dan di desa non IDT sebesar 20 persen.
(ii)
penelitian dari I Gusti Bagus Indrajaya
(UNUD, 2003) yang meneliti
tentang Analisis Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Bali.
26 (iii) penelitian Wayan Artana Dana (UNUD, 2008) : Studi Komparatif Karakteristik RTM dan Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Kuta Selatan dengan Kecamatan Petang Kabupaten Badung. (iv) penelitian Bagus Krisno Dwipoyono I Gusti Bagus (UNUD, 2009) : Efektivitas Penyaluran dan Dampak Bantuan Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) Terhadap Pendapatan dan Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin di Kota Denpasar. (v)
penelitian dari Anak Agung Mas Bagiawati (UNUD, 2011) : Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan ( PNPM-MP ) dalam Menanggulangi Kemiskinan : Studi Kasus di Kelurahan Ubud Kabupaten Gianyar, dengan hasil penelitian : bahwa Pelaksanaan Program PNPM-MP sangat efektif dalam menanggulangi kemiskinan di Kelurahan Ubud Kabupaten Gianyar dan berdasarkan persepsi responden bahwa faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Ubud antara lain : perempuan yang kurang memperoleh hak, kemiskinan akibat kerentanan umur, pendidikan yang kurang dan kemiskinan akibat tindakan sendiri.
27 BAB III KERANGKA BERFIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
3.1
Kerangka Berfikir Penelitian Penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara bertahap, terpadu,
terukur, sinergi dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama untuk mewujudkan pemenuhan hak- hak dasar. Tanpa koordinasi dan sinergi, tidak akan diperoleh efektivitas pelaksanaan program
penanggulangan
kemiskinan
dan
efisiensi
pemanfaatan
dana
pembangunan dalam pengentasan kemiskinan. Keberhasilan PNPM- Mandiri Perkotaan dalam menanggulangi kemiskinan sangat tergantung dari cara pandang atau persepsi masyarakat terhadap kemiskinan serta efektivitas pelaksanaan program diharapkan memberikan dampak positif bagi masyarakat miskin di wilayah penerima program. Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Bila individu memandang sesuatu yang dilihatnya dan mencoba menafsirkan, penafsirannya sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pelaku persepsi dimana persepsi dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, minat dan pengalaman masa lalu.
28 Kerangka berfikir penelitian mengenai Persepsi Masyarakat Miskin terhadap Efektivitas Pelaksanaan Program PNPM-Mandiri Perkotaan (Studi kasus di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung dapat disajikan pada Gambar 3.1
PNPM - MP
Efektivitas Program
Pendapatan RTM
Kesempatan Kerja
Persepsi RTM Gambar 3.1. Kerangka Alur Penelitian
Keberhasilan pelaksanaan suatu program penanggulangan kemiskinan PNPM-MP agar sesuai tujuan yang diinginkan dapat dilihat dari efektivitas pelaksanaan program. Efektivitas program akan terwujud apabila adanya partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam program serta persepsi yang tinggi dari masyarakat miskin (RTM) terhadap PNPM-MP. Efektivitas program yang diharapkan memberikan dampak positif meliputi adanya peningkatan pendapatan RTM dan kesempatan kerja bagi RTM itu sendiri.
29 3.2
Kerangka Konsep Penelitian Pelaksaanaan program penanggulangan kemiskinan PNPM-MP sebagai
upaya
pemerintah
untuk
membangun
kemandirian
masyarakat
dalam
menanggulangi kemiskinan secara mandiri diharapkan berhasil sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Keberhasilan dan efektivitas program penanggulangan kemiskinan akan terwujud apabila adanya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pogram meliputi tahapan perencanaan, tahapan proses, dan tahapan output yang dituangkan dalam Gambar 3.2.
PNPM - MP
Perencanaan/Input
Pelaksanaan/ Proses
Hasil/Output
Efektivitas Program
Dampak Program
Penurunan Angka Kemiskinan
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Persepsi Masyarakat Miskin terhadap Efektifitas Pelaksanaan PNPM – MP dan Kemiskinan
30 Tahapan pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan PNPM-MP bagi masyarakat miskin meliputi berbagai tahapan dimana efektivitas program diukur dari masing- masing tahapan melalui variabel input pada tahap perencanaan, variabel proses pada tahap pelaksanaan dan variabel output pada tahap hasil dari pelaksanaan program. Efektivitas dari setiap tahapan program tersebut diharapkan berdampak pada penurunan angka kemiskinan. Dengan menurunnya angka kemiskinan, maka kegiatan program penanggulangan kemiskinan PNPM-MP efektif dan berdampak positif bagi masyarakat miskin. 3.3
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian mengenai dampak pelaksanaan program terhadap
peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di Kecamatan Kuta sebelum dan sesudah menerima bantuan yaitu : adanya peningkatan pendapatan dan peningkatan kesempatan kerja sesudah menerima program dibandingkan sebelum menerima program PNPM Mandiri Perkotaan.
31 BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Kemiskinan tidak hanya identik dengan kesulitan pemenuhan kebutuhan
dasar, tetapi juga ketidakmampuan dalam mengembangkan status sosialnya. Melalui program PNPM-MP yang merupakan program penanggulangan kemiskinan guna pengentasan kemiskinan secara berkelanjutan tanpa dukungan dan partisipasi dari masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya, tentunya tujuan program tidak akan berhasil sesuai dengan yang diharapkan. 4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Adapun yang menjadi lokasi penelitian yaitu Kecamatan Kuta Kabupaten
Badung yang terdiri dari lima desa/kelurahan yaitu Tuban, Kuta, Kedonganan, Legian, dan Seminyak. Penentuan lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung, didasarkan pada pemikiran bahwa wilayah Kuta merupakan pusat perdagangan dan kota pariwisata, namun masih memiliki keluarga miskin dan Kecamatan Kuta sebagai wilayah penerima PNPM-MP. Pemerintah
Kabupaten
Badung
juga
sudah
melaksanakan
program
penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan guna pengentasan kemiskinan. Waktu penelitian yaitu tahun 2011 4.3
Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah seluruh
populasi rumah tangga miskin (RTM) yang ada di Kecamatan Kuta berdasarkan
32 hasil pendataan BPS Kabupaten Badung tahun 2008 yaitu sebanyak 115 rumah tangga. 4.4.
Identifikasi Variabel Untuk
menghindari
agar
pembahasan
tidak
keluar
dari
pokok
permasalahan, maka variabel yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah : 1.)
Variabel Input / Perencanaan : a.
Sosialisasi P2KP
b.
Sasaran
c.
Tujuan bantuan
2.)
Variabel Proses/ Pelaksanaan :
.
a.
Kelembagaan
b.
Ketepatan penggunaan dana dan tujuan program
c.
Prosedur dan pengawasan
3.)
4.5.
Variabel Output/Hasil: a.
Kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan
b.
Transparan dan diumumkan
c.
Gotong royong dan tambahan pendapatan
d.
Monitoring dan evaluasi proyek
Definisi Operasional Variabel Berdasarkan hasil identifikasi variabel diatas, selanjutnya dapat diuraikan
definisi operasional variabel sebagai berikut :
33 1). Sosialisasi P2KP, dimaksudkan bahwa masyarakat memperoleh penjelasan/sosialisasi tentang program penanggulangan kemiskinan, baik dilihat dari jenis kegiatan maupun lokasi kegiatan. 2). Sasaran, bahwa sasaran penerima manfaat dari program PNPM Mandiri Perkotaan adalah masyarakat miskin sebagai pemegang peran utama dalam pelaksanaan program 3). Tujuan bantuan dimaksudkan manfaat yang diperoleh masyarakat yaitu untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya yang meliputi peningkatan kemampuan sumber daya manusia, peningkatan kesehatan dan aktifitas sosial. 4). Kelembagaan, dimaksudkan Lembaga Pengelola di tingkat masyarakat adalah lembaga yang dipercaya, aspiratif, representatif, dan akuntabel untuk mendorong timbul dan berkembangnya partisipasi dan kemandirian masyarakat. 5). Ketepatan penggunaan dana, dan tujuan program adalah kesesuaian alokasi dana dan tujuan program saat pelaksanaan program. 6). Prosedur dan pengawasan adalah kemudahan didalam pencairan dana, proses pelaksanaan administrasi kegiatan dan kemudahan bantuan dana bergulir. 7). Kegiatan
PNPM-Mandiri
Perkotaan,
dimaksudkan
bahwa
keberlanjutan dan pemeliharaan proyek PNPM- Mandiri Perkotaan baik kegiatan fisik, sosial dan ekonomi.
34 8). Transparan dan diumumkan, bahwa keterbukaan dari realisasi pelaksanaan hasil kegiatan, penerima program serta besaran dana yang digunakan. 9). Gotong royong, dan tambahan pendapatan adalah keterlibatan atau peran serta RTM, pemerintah setempat dan kelompok peduli untuk bersama-sama menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. 10). Monitoring, dan evaluasi proyek adalah pelaksanaan pengendalian program berupa pertanggungjawaban keuangan, pengawasan oleh instansi terkait dan kegiatan audit. 11) Total Pendapatan, yaitu jumlah keseluruhan pendapatan yang diperoleh anggota keluarga dan kepala rumah tangga 12) Total Kesempatan Kerja, yaitu jumlah keseluruhan peluang kerja (jam untuk bekerja) dari anggota keluarga dan kepala rumah tangga 13).Dampak Program adalah adanya perubahan dari sisi pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk miskin setelah dilaksanakannya PNPM Mandiri Perkotaan. 14).Persepsi masyarakat miskin, merupakan pandangan, pendapat, respon masyarakat miskin terhadap kemiskinan. 4.6.
Sumber dan Jenis Data
4.6.1
Jenis Data Menurut Sumbernya Jenis data menurut sumbernya meliputi data primer dan data sekunder :
35 1). Data primer adalah data yang diperoleh langsung dan diolah pertama kali oleh peneliti, misalnya data mengenai pendapat responden terhadap pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan. 2). Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua seperti misalnya instansi Pemerintah di lingkungan pemerintah Kabupaten Badung, data statistik kecamatan, profil kelurahan dan lain-lainnya. 4.6.2 Jenis Data Menurut Sifatnya Berdasarkan sifatnya, data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua : 1). Data Kuantitatif adalah data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka, seperti misalnya data jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin (RTM), penerima manfaat, besarnya bantuan yang diterima, jumlah penduduk penerima bantuan, dan lain-lain. 2). Data Kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka-angka yang diperoleh dari penelitian, misalnya data mengenai pendapat responden mengenai pelaksanaan PNPM
Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, persepsi
mengenai kemiskinan. 4.7
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data menggunakan metode sebagai berikut :
1). Wawancara terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyan (kuesioner) yang telah dipersiapkan, pertanyaan yang diajukan terkait dengan variabelvariabel yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.
36 2). Observasi yaitu dilakukan dengan cara melakukan pengamatan lapangan terhadap pelaksanan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, seperti mengamati terhadap kegiatan fisik lingkungan yang dilakukan, pengamatan kondisi sosial dan kemiskinan masyarakat di Kecamatan Kuta. 3). Wawancara mendalam (Indepth Interview) adalah wawancara yang dilakukan khusus terhadap beberapa informan dengan menyiapkan daftar pertanyaan terstruktur sehingga akan diketahui kondisi pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, serta permasalahan yang dihadapi dalam penanggulangan kemiskinan di Kuta. 4.8
Teknis Analisa Data
1). Untuk mengetahui tingkat efektivitas pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan dengan analisis deskriptif dengan terlebih dahulu melakukan pengukuran instrumen penelitian dengan menggunakan skala likert. Instrumen penelitian yang dirancang dalam kuesioner yang terdiri dari empat katagori jawaban yang mempunyai gradasi dari yang sangat positif sampai yang sangat negatif. Empat katagori jawaban tersebut adalah (a) sangat setuju, (b) setuju, (c) tidak setuju, (d) sangat tidak setuju. Untuk keperluan analisis maka jawaban atas kuesioner tersebut diberi skor. Kesimpulan terhadap efektivitas berdasarkan perhitungan terhadap frekwensi skor yang diperoleh dibandingkan dengan skor ideal, maka akan didapat nilai tingkat efektifitas, dengan menggunakan acuan dari Keputusan Menpan No Kep./25/M/M Pan/2/2004, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.2.
37 2). Untuk mengetahui dampak program terhadap peningkatan pendapatan KK miskin dan kesempatan kerja digunakan analisis dengan rumus statistik uji beda dua rata-rata. Menurut Nata Wirawan (2002) :
t=
d
sd
n
Keterangan : d
= nilai rata-rata beda n pengamatan berpasangan
Sd
=
Simpangan baku beda pengamatan berpasangan (Standar deviasi) yang dapat dihitung dengan :
Sd =
∑ ( dі - d )² n–1
d= ∑ d n df = v = ( n – 1 ) Keterangan : di
=
df =
Beda pengamatan pasangan yang ke i Degree of freedom (derajat bebas)
Tabel t yang digunakan adalah uji satu arah dengan taraf signifikansi adalah 5% dengan derajat bebas n – 1. Bila t hitung nilainya lebih kecil dari t tabel maka Ho diterima, artinya rata-rata karakteristik sebelum dan sesudah program adalah sama, atau tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah program.
38 Bila t hitung lebih besar dari t tabel, maka Ho ditolak berarti rata-rata karakteristik sesudah program lebih besar daripada sebelum program, berarti program berdampak positif terhadap pendapatan maupun kesempatan kerja. 3) Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap kemiskinan dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif melalui pengukuran terhadap instrumen penelitian dengan menggunakan skala likert. Instrumen penelitian dalam bentuk kuesioner. Jawaban terhadap instrumen penelitian tersebut dikatagorikan menjadi empat katagori yaitu (a) sangat setuju, (b) setuju, (c) tidak setuju, (d) sangat tidak setuju. Untuk keperluan analisis maka jawaban terhadap kuesioner diberi skor. Kesimpulan terhadap jawaban responden akan menentukan apakah persepsi masyarakat terhadap kemiskinan positif atau negatif. Dalam analisis terhadap jawaban responden lebih jauh juga akan dapat disimpulkan persepsi masyarakat terhadap kemiskinan apakah kemiskinan itu dapat dihapuskan atau merendahkan martabat manusia. 4) Uji Hubungan antara variabel status perkawinan, jenis kelamin, dan latar belakang pendidikan dengan total pendapatan baik sebelum maupun setelah PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta. Untuk memperkuat kesimpulan yang akan diperoleh dari analisis diatas maka digunakan analisis Chi Square ( 2) yang ditujukan untuk mengetahui hubungan antara berbagai variabel tersebut diatas. Apabila distribusi square hasil perhitungan) lebih besar dari
t
2
h
(chi
(chi square tabel) keputusan
berada di daerah penolakan terhadap hipotesis nol (Ho ditolak) dan menerima
39 Ha, sehingga kesimpulannya sesuai dengan formulasi yang terdapat pada Ha artinya terdapat hubungan antara berbagai variabel tersebut.
40 BAB V HASIL PENELITIAN
5.1
Gambaran Umum Kecamatan Kuta Kecamatan Kuta, merupakan salah satu kecamatan dari 6 kecamatan yang
terdapat di Kabupaten Badung dengan luas wilayah mencapai 17,52 Km2 berdasarkan pengukuran GPS tahun 2003. Ditinjau dari kondisi peruntukan lahan di Kecamatan Kuta dalam Tahun 2010, maka peruntukan lahan di Kecamatan Kuta didominasi lahan bukan pertanian 1.532 Ha. Jumlah penduduk di Kabupaten Badung berdasarkan data registrasi penduduk tahun 2009 (Badung dalam angka, 2010) tercatat 388.514 jiwa, dengan jumlah penduduk Kecamatan Kuta sejumlah 9.182 KK atau sekitar 39.335 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 20.202 jiwa dan perempuan sebanyak 19.133 jiwa serta kepadatan penduduk di Kecamatan Kuta sebanyak 2.245 jiwa per Km2 dan merupakan kepadatan tertinggi jika dibandingkan dengan kecamatan yang lain di Kabupaten Badung. Pada tahun 2008 Kabupaten Badung mempunyai 3.266 rumah tangga miskin dan sebanyak 115 rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta (386 jiwa), dimana dari jumlah rumah tangga miskin tersebut tersebar di beberapa lingkungan/ lokasi banjar di wilayah Kuta yang terdiri dari 5 desa/ kelurahan. 5.2
Karakteristik Responden Dalam penelitian ini responden adalah seluruh rumah tangga yang tergolong
miskin atau tidak mampu yang merupakan populasi dari penelitian ini. Lokasi responden seluruhnya di wilayah Kecamatan Kuta, yang tersebar di 5 desa/
41 kelurahan, yang tidak bermukim dalam satu lokasi kawasan penduduk miskin, namun terpencar-pencar yang menyatu dalam satu komunitas pemukiman banjar/lingkungan, serta berada di seputar kawasan perhotelan dan restaurant. Hasil penelitian mengenai karakteristik responden menurut kelompok umur di Kecamatan Kuta dapat dijelaskan yaitu proporsi responden yang paling besar berada pada umur 59 tahun keatas yang mencapai 42,61 persen, proporsi jumlah responden yang paling kecil berada pada kelompok umur dibawah 39 tahun sebesar 6,09 persen. Faktor umur masing- masing responden dalam penelitian ini, erat berkaitan dengan aspek kemiskinan, karena faktor umur umumnya berpengaruh terhadap tingkat produktivitas, kesehatan dan kemampuan fisik dalam melakukan berbagai jenis aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan seseorang.. Karakteristik responden menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kuta menunjukkan bahwa sebagian besar adalah kepala keluarga laki-laki, sedangkan perempuan hanya berkisar 10,43%, dimana umumnya merupakan Kepala Keluarga yang berstatus sebagai Janda. Dilihat dari Tingkat Pendidikan, proporsi tingkat pendidikan responden yang tertinggi adalah SD sebesar 62,61 persen dan terendah adalah SMA sebesar 6,16 persen, sedangkan karakteristik berdasarkan jumlah anggota keluarga yang dimiliki yaitu sebesar 39,13 persen memiliki jumlah anggota keluarga 3 sampai 4 orang dan sebesar 23,48 persen mempunyai jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang. Karakteristik responden di Kecamatan Kuta dapat dilihat pada Tabel 5.1.
42 Tabel 5.1. Karakteristik Responden Kecamatan Kuta Jumlah
Indikator Kelompok Umur (tahun) ≤39 40 – 49 50 – 59 >59 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah Anggota Keluarga 1-2 3-4 >4
orang
Persentase
7 25 34 49
6,09 21,74 29,56 42,61
103 12
89,57 10,43
20 72 16 7 -
17,39 62,61 13,91 6,16 -
43 45 27
37,39 39,13 23,48
Sumber : Hasil Penelitian, 2011(data diolah).
5.3
Efektivitas Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta Efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta,
berdasarkan pernyataan responden terhadap tahapan-tahapan program dimana jawaban responden akan dikelompokkan dalam katagori positif dan negatif. Untuk kelompok katagori positif berdasarkan pernyataan responden yang memilih pernyataan sangat setuju dan setuju, sedangkan untuk kelompok katagori negatif akan dipilih berdasarkan pernyataan responden yang memilih pernyataan tidak setuju dan sangat tidak setuju. 5.3.1 Variabel Input/ Perencanaan
43 Variabel input pada tahap perencanaan yang berorientasi pada masyarakat miskin terdiri dari 3 hal yaitu mengenai sosialisasi P2KP kepada masyarakat miskin sudah dilaksanakan pemerintah melalui petugas kepada penerima bantuan, dimana bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP sesuai kebutuhan masyarakat miskin dan sudah sesuai dengan sasaran yang dituju yaitu masyarakat miskin di perkotaan, serta tujuan bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP sudah secara jelas diketahui para penerima bantuan bagi masyarakat miskin perkotaan. Berdasarkan hasil penelitian dari 115 responden rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta, maka indikator sosialisasi mendapat respon jawaban terbesar dengan proporsi sebesar 99,13 persen seperti pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Persepsi Reponden Terhadap Indikator Orientasi Program Keluarga Miskin pada Tahap Input/ Perencanaan Jumlah Responden No
Indikator
1
Sosialisasi P2KP kepada masyarakat miskin sudah dilaksanakan pemerintah melalui petugas kepada penerima bantuan
2
3
Bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP berupa bantuan sesuai kebutuhan masyarakat miskin sudah mengenai sasaran masyarakat miskin di perkotaan Tujuan bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP sudah secara jelas diketahui para penerima bantuan bagi masyarakat miskin perkotaan Rata-Rata Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah).
Positif
Negatif
Orang
%
Orang
%
114
99,13
1
0,87
113
98,26
2
1,74
112
97,39
3
2,61
98,26
1,74
44 5.3.2
Variabel Proses/ Pelaksanaan Variabel proses pada tahap pelaksanaan yang memprioritaskan masyarakat
miskin (mengelola program sendiri) meliputi terdapat kelembagaan ditingkat desa/ kelurahan yang memiliki otonomi untuk mengambil keputusan pelaksanaan kegiatan bantuan P2KP, kesesuaian antara tujuan program dengan ketepatan pemanfaatan sehingga bantuan tidak menyimpang, prosedur dalam perolehan bantuan P2KP mudah dimengerti dan dipahami masyarakat, serta adanya pengawasan pemerintah dalam keterlibatan pemberian bantuan. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 115 responden di Kecamatan Kuta, diketahui respon positif responden sebesar 99,13 persen terhadap indikator tujuan program, ketepatan bantuan dan prosedur dalam perolehan bantuan serta diperoleh respon negatif sebesar 4,35 persen pada indikator kelembagaan, seperti disajikan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Persepsi Reponden Terhadap Indikator Prioritas Pada Masyarakat Miskin ( Mengelola Program Sendiri ) Jumlah Responden No 1
2
3
4
Indikator Terdapat kelembagaan ditingkat desa/ kelurahan dan memiliki otonomi untuk mengambil keputusan pelaksanaan kegiatan Bantuan P2KP, disesuaikan antara tujuan program dgn ketepatan pemanfaatan sehingga bantuan tidak menyimpang Prosedur dalam perolehan bantuan P2KP, mudah dimengerti dan dipahami masyarakat Adanya pengawasan pemerintah dalam keterlibatan pemberian bantuan Rata-Rata Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah).
Positif
Negatif
Orang
%
Orang
%
110
95,65
5
4,35
114
99,13
1
0,87
114
99,13
1
0,87
113
98,26
2
1,74
98,04
1,96
45 5.3.3 Variabel Output/ Hasil Untuk meneliti variabel output pada tahap hasil berupa transparansi dan akuntabel, maka indikator yang dikaji meliputi seluruh kegiatan PNPM – Mandiri Perkotaan telah dapat dilaksanakan di lapangan, dilakukan pencatatan berupa pembukuan/ laporan keuangan (transparan)
dan diumumkan secara massal/
ditempel dipapan pengumuman desa, pelaksanaan proyek dapat memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin dan dilaksanakan secara gotong royong serta memberi tambahan upah bagi masyarakat miskin, juga dilakukan pengawasan berupa monitoring maupun evaluasi proyek dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten. Hasil penelitian diperoleh respon positif terhadap indikator pengawasan dan monitoring program sebesar 99,13 persen, dan respon negatif sebesar 6,96 persen pada indikator pembukuan/laporan keuangan, seperti disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Persepsi Reponden Terhadap Indikator Transparansi dan Akuntabel Jumlah Responden No
Indikator
1
Seluruh kegiatan PNPM–Mandiri Perkotaan telah dapat dilaksanakan di lapangan Pembukuan/laporan keuangan( transparan ) diumumkan secara massal/ditempel dipapan pengumuman desa Pelaksanaan proyek ( kesempatan kerja bagi masyarakat miskin ) dilaksanakan secara gotong royong dan memberi tambahan upah bagi masyarakat miskin Dilakukan pengawasan dari pusat, provinsi, dan kabupaten berupa monitoring dan evaluasi proyek.
2
3
4
Rata-Rata Sumber : Hasil Penelitian, 2011(data diolah)
Positif Orang %
Negatif Orang %
113
98,26
2
1,74
107
93.04
8
6,96
111
96,52
4
3,48
114
99,13
1
0,87
96,74
3,26
46 5.3.4 Perhitungan Efektifitas PNPM Mandiri Perkotaan. Nilai efektifitas program PNPM-MP dilihat dari variabel input/ perencanaan, variabel proses/ pelaksanaan dan variabel output/hasil selanjutnya dipetakan pada kualifikasi dengan mengikuti Pedoman Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep 25/M/M.PAN/2/2004, yang disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Perhitungan Efektivitas Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Kecamatan Kuta No
Variabel
1
INPUT/ PERENCANAAN a. Sosialisasi b. Tujuan c. Sasaran RATA-RATA PERENCANAAN PROSES/ PELAKSANAAN a. Kelembagaan di Tk. masyarakat. b.Bantuan sesuai program dan ketepatan manfaat c.Prosedur mudah dimengerti dan dipahami. d..Pengawasan pemerintah dlm pemberian bantuan.
2
3
RATA-RATA PELAKSANAAN OUTPUT/HASIL a. Transparan dan Akuntabel RATA-RATA HASIL Rata-Rata Penilaian Efektivitas
Jumlah Responden
Rata-rata (%)
Penilaian Efektivitas
115 115 115 115
98,13 98,26 97,39 98,26
Sangat Efektif Sangat Efektif Sangat Efektif Sangat Efektif
115 115
95,65 99,13
Sangat Efektif Sangat Efektif
115
99,13
Sangat Efektif
115
98,26
Sangat Efektif
115
98,04
Sangat Efektif
115 115
96,74 96,74
Sangat Efektif Sangat Efektif
115
97,68
Sangat Efektif
Sumber : Hasil Penelitian, 2011(data diolah)
5.4
Dampak Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Bagi Masyarakat Miskin di Kecamatan Kuta. Penelitian ini mengukur dampak pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di
Kecamatan Kuta yaitu berdasarkan persepsi responden terhadap indikator dampak program bagi masyarakat miskin, penggunaan bantuan oleh masyarakat miskin,
47 dampak program terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja serta persepsi masyarakat miskin terhadap kemiskinan itu sendiri. 5.4.1
Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Dampak Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Di Kecamatan Kuta
Dampak pelaksanaan Program PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, ditinjau dari persepsi masyarakat miskin maka hasil penelitiannya diperoleh respon positif terbesar yaitu 97,39 persen terhadap indikator adanya peningkatan pendapatan masyarakat setelah program dan respon negatif sebesar 17,39 persen pada indikator adanya peningkatan usaha setelah adanya program, sebagaimana Tabel 5.6 Tabel 5.6 Persepsi Reponden Terhadap Indikator Dampak Program PNPM Mandiri Perkotaan Bagi Masyarakat Miskin No
Indikator
Jumlah Jawaban Responden (orang)
Orang 1
2
3
4
Adanya peningkatan pendapatan masyarakat setelah adanya PNPM Mandiri Perkotaan Adanya peningkatan/penciptaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin setelah adanya PNPM Mandiri Perkotaan Adanya peningkatan usaha yang dapat mendatangkan penghasilan setelah adanya PNPM Mandiri Perkotaan Adanya peningkatan barang-barang yang dapat dipakai untuk berusaha setelah adanya PNPM Mandiri Perkotaan. Rata-Rata Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah)
Positif % Orang
Negatif %
112
97,39
3
2,61
105
91,31
10
8,70
95
82,61
20
17,39
100
86,96
15
13,04
89,57
10,45
48 Ditinjau berdasarkan persepsi responden terhadap penggunaan bantuan oleh masyarakat, maka berdasarkan hasil penelitian terhadap 115 responden di Kecamatan Kuta, hasilnya adalah sebagaimana Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Penggunaan Bantuan PNPM Mandiri Perkotaan Oleh Masyarakat Di Kecamatan Kuta No
Penggunaan Bantuan Oleh Masyarakat
Frekwensi
Persentase
30 89 47 28 41 32
26,09 77,39 40,87 24,35 35,65 27,83
1 Modal Usaha 2 Kebutuhan Sehari-hari 3 Biaya Sekolah 4 Kesehatan 5 Cicilan Utang 6 Lainnya Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah).
Berdasarkan jawaban responden pada Tabel 5.7 dapat dijelaskan bahwa sebanyak 77,39 persen responden menggunakan bantuan PNPM untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, 40,87 persen untuk biaya sekolah dan hanya 26,09 persen responden menggunakan bantuan untuk modal usaha. 5.5
Persepsi Masyarakat Terhadap Kemiskinan Persepsi masyarakat miskin terhadap kemiskinan dibedakan menjadi 2 hal
yaitu persepsinya terhadap program penanggulangan kemiskinan dan terhadap faktor
penyebab
kemiskinan.
Persepsi
responden
terhadap
program
penanggulangan kemiskinan mendapat respon positif dilihat dari indikator yaitu adanya kejujuran, keadilan, keikhlasan dan sifat gotong royong; sangat peduli dan tidak bersikap masa bodoh terhadap program serta mempunyai rasa percaya terhadap program, masing- masing mendapat respon positif sebesar 100 persen dan 99,13 persen, sedangkan indikator malu dan minder menerima bantuan dalam
49 program mendapat respon negatif sebesar 43,48 persen. Hasil persepsi responden di Kecamatan Kuta terhadap penanggulangan kemiskinan adalah sebagaimana Tabel 5.8.
Tabel 5.8 Persepsi Reponden Terhadap Penanggulangan Kemiskinan Jumlah Jawaban Responden No
Indikator
Positif
Negatif
Orang
%
Orang
%
115
100
-
0
114
99,13
1
0,87
114
99,13
1
0,87
65
56,52
50
43,48
108
93,92
7
6,09
93
80,87
14
12,17
102
88,69
13
11,30
112
97,4
3
2,61
105
91,31
10
8,7
Persepsi Terhadap Penanggulangan Kemiskinan 1
2
3 4 5
6 7 8
9
Kejujuran, keadilan, keikhlasan dan sifat gotong royong adalah hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Sangat Peduli dan tidak bersikap masa bodoh terhadap program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan Mempunyai rasa percaya terhadap program penanggulangan kemiskinan Malu dan minder menerima bantuan dalam program penanggulangan kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan sebaiknya dilakukan juga oleh masyarakat secara swadaya, pemerintah dan kelompok peduli. Belum merasa puas dengan pendapatan yang selama ini didapatkan Turut serta dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. Pengambilan keputusan dalam kegiatan rembug warga oleh masyarakat sebaiknya dilakukan dengan musyawarah mufakat. Masyarakat seharusnya bersikap kritis terhadap pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Sumber : Hasil Penelitian, 2011(data diolah)
Sedangkan hasil pengukuran persepsi masyarakat tentang faktor-faktor penyebab kemiskinan itu sendiri, maka dari penelitian terhadap 115 responden rumah tangga miskin yang terdapat di Kecamatan Kuta diperoleh respon positif terhadap indikator kemiskinan terkait dengan pendidikan yang kurang sebesar 93,91 persen dan kemiskinan hanya dapat dihapus oleh tindakan sendiri sebesar
50 86,09 persen, sedangkan respon negatif responden sebesar 58,26 persen terhadap indikator kemiskinan terkait dengan perempuan yang kurang memperoleh hak dan sebesar 56,52 persen kemiskinan terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana tampak pada tabel 5.9. Tabel 5.9 Persepsi Reponden Terhadap Kemiskinan Jumlah Jawaban Responden No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Indikator
Persepsi Terhadap Kemiskinan Kemiskinan ditentukan oleh nasib Kemiskinan ditentukan oleh tindakan sendiri Kemiskinan ditentukan oleh lingkungan Kemiskinan ditentukan oleh Pemerintah Kemiskinan hanya dapat dihapus oleh nasib Kemiskinan hanya dapat dihapus oleh tindakan diri sendiri Kemiskinan hanya dapat dihapus oleh lingkungan Kemiskinan hanya dapat dihapus oleh Pemerintah Kemiskinan terkait dengan perempuan yang kurang memperoleh hak Kemiskinan terkait pendidikan yang kurang Kemiskinan terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga Kemiskinan terkait dengan kerentanan karena umur Kemiskinan terkait dengan keturunan Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah)
Positif
Negatif
Orang
%
Orang
%
58 92 56 68 52
50,43 80,00 48,70 59,13 45,22
57 23 59 47 63
49,56 20,00 51,31 40,87 54,78
99
86,09
16
13,91
75
65,22
40
34,78
75
65,22
40
34,78
48
41,74
67
58,26
108
93,91
7
6,09
50
43,48
65
56,52
73
63,47
42
36,52
55
47,83
60
52,17
Dari berbagai persepsi masyarakat miskin tersebut, dilihat dari kondisi yang dialami yaitu miskin secara material sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan akan pangan, sandang, papan dan kesehatan secara layak, bukan menjadi tolok ukur bahwa orang miskin tidak bahagia bahkan kadang kala sebagian besar masyarakat miskin merasa cukup bahagia dengan kondisi yang dialaminya. Untuk mengetahui seberapa jauh faktor kemiskinan yang dialami masyarakat miskin di Kecamatan Kuta dengan Kebahagiaan yang dialaminya, hasil penelitian terhadap
51 115 responden di Kecamatan Kuta bahwa sebanyak 95 orang (82,61%) responden menyatakan bahagia dengan keadaan saat ini dan respon negatif sebanyak 20 orang (17,39%).
Untuk mengetahui persepsi masyarakat miskin terhadap urut-urutan kegiatan yang diperlukan dalam penanggulangan rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta, maka diketahui bahwa urutan tindakan yang diperlukan dalam menghapus kemiskinan adalah menunggu takdir menempati peringkat pertama pilihan responden sebesar 86,09 persen dan bantuan pemerintah menempati peringkat terakhir pilihan responden yaitu sebesar 38,26 persen. Adapun rincian pernyataan responden tersebut adalah sebagaimana Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Persepsi Reponden Terhadap Urutan-urutan Tindakan Yang Diperlukan Dalam Menghapus Kemiskinan Urutan Kegiatan
Peringkat
Menunggu Takdir Bantuan Masyarakat setempat Kerja Keras Bantuan Pengusaha Bantuan Pemerintah Sumber : Hasil Penelitian, 2011 (data diolah)
5.6
I II III IV V
Persentase Pilihan Prioritas I 86,09 69,57 65,22 52,17 38,26
Hubungan Antar Variabel
Guna lebih mempertajam analisis maka dilihat hubungan atau keterkaitan antar beberapa variabel dengan analisis Chi Square. 5.6.1. Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Umur Responden Sebelum PNPM Hasil perhitungan hubungan antara total pendapatan dengan umur responden sebelum PNPM dapat dijelaskan yaitu proporsi responden dengan kelompok umur diatas 50 tahun lebih banyak mempunyai pendapatan kurang dari
52 Rp. 759.999,- dibandingkan responden dengan kelompok umur dibawah 50 tahun. Hal ini diperjelas pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11 Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Umur di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM
Umur (tahun) ≤ 39
orang %
40-49
orang %
50-59
orang %
>= 59
orang %
Total
orang %
Pendapatan sebelum PNPM 760.0001.520.000<= 759.999 1.519.999 2.280.000 5 2 0 71.4 28.6 0.00 12 12 1 48.0 48.0 4.0 26 6 2 75.65 17.6 5.9 41 8 0 83.7 16.3 0.00 84 28 3 73.00 24.30 2.60
Total 7 100.00 25 100.00 34 100.00 49 100.00 115 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)
5.6.2
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Umur Responden Sesudah PNPM Hasil perhitungan hubungan antara total pendapatan dengan umur
responden sesudah PNPM dapat dijelaskan yaitu responden yang mempunyai pendapatan kurang dari Rp.1.026.666,- dan diatas Rp.1.026.667,- didominasi oleh kelompok umur diatas 50 tahun dengan proporsi sebesar 44,1 persen , sedangkan proporsi responden dengan kelompok umur dibawah 50 tahun yang mempunyai pendapatan diatas Rp.2.053.333,- hanya sebesar 16 persen. . Hal ini diperjelas pada Tabel 5.12.
53 Tabel 5.12 Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Umur di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM Umur (tahun) ≤ 39
orang %
40-49
orang %
50-59
orang %
>= 59
orang %
Total
orang %
Pendapatan sesudah PNPM 1.026.667<= 1.026.666 2.053.332 5 2 71.4 28.6 11 10 44.0 40.0 14 15 41.2 44.1 31 12 63.3 24.5 61 39 53.00 33.90
Total >= 2.053.333 0 0.00 4 16.0 5 14.7 6 12.2 15 13.00
7 100.00 25 100.00 34 100.00 49 100.00 115 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)
5.6.3
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Status Perkawinan Responden Sebelum PNPM
Hubungan antara variabel total pendapatan dengan status perkawinan sebelum PNPM bahwa responden dengan status kawin dan tidak kawin di Kecamatan Kuta dominan mempunyai pendapatan kurang dari Rp.759.999,-, dan hanya sebesar 2,7 persen responden dengan status kawin yang mempunyai pendapatan diatas Rp.1.520.000,-.Dari hasil perhitungan kelompok pendapatan rumah tangga miskin dan status perkawinan sebelum pelaksanaan PNPM tampak pada Tabel 5.13.
54 Tabel 5.13 Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Status Perkawinan di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM Pendapatan sebelum PNPM Status Tidak kawin
orang %
Kawin
orang %
Total
orang %
<= 759.999 3 75.00 81 73.00 84 73.00
760.000 – 1.519.999 1 25.00 27 24.30 28 24.30
Total
1.520.000 – 2.280.000 0 0.00 3 2.70 3 2.60
4 100.00 111 100.00 115 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah).
5.6.4 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Status Perkawinan Sesudah PNPM Hubungan antara total pendapatan dengan status perkawinan sesudah PNPM, dari hasil perhitungan dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan proporsi responden dengan status kawin maupun tidak kawin dalam hal peningkatan pendapatan namun tidak ada responden dengan status tidak kawin yang mempunyai pendapatan diatas Rp.2.053.333,- sedangkan
proporsi responden
dengan status kawin sebesar 13,50 persen mempunyai pendapatan diatas Rp. 2.053.333,-. Hal ini dapat diperjelas dalam Tabel 5.14.
Tabel 5.14 Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Status Perkawinan di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM Pendapatan sesudah PNPM Status Tidak kawin
orang %
Kawin
orang %
Total
<= 1.026.666
1.026.667 2.053.332
>= 2.053.333
2 50.00
2 50.00
0 0.00
4 100.00
59 53.20
37 33.30
15 13.50
111 100.00
55 Total
orang %
61 53.00
39 33.90
15 13.00
115 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)
5.6.5
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jenis Kelamin Sebelum PNPM
Berdasarkan hasil perhitungan bahwa hubungan antara variabel total pendapatan dengan jenis kelamin sebelum PNPM yaitu proporsi responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan lebih banyak mempunyai pendapatan kurang dari Rp. 759.999,-. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.15.
Tabel 5.15 Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM Pendapatan sebelum PNPM Jenis Kelamin
Laki-laki
orang %
Perempuan
orang %
Total
orang %
Total
<= 759.999
760.000 – 1.519.999
1.520.0002.280.000
73 70.90 11 91.70 84 73.00
27 26.20 1 8.30 28 24.30
3 2.90 0 0.00 3 2.60
103 100.00 12 100.00 115 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah).
5.6.6
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jenis Kelamin Sesudah PNPM Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel
total pendapatan dengan jenis kelamin sesudah PNPM yaitu bahwa terjadi peningkatan proporsi responden dengan jenis kelamin laki- laki maupun perempuan terhadap peningkatan pendapatan, namun proporsi responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak mempunyai pendapatan diatas Rp.2.053.333,-
56 dibandingkan responden dengan jenis kelamin perempuan. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.16. Tabel 5.16 Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM Pendapatan sesudah PNPM Jenis Kelamin
Laki-laki
orang %
Perempuan
orang %
Total
orang %
Total
<= 1.026.666
1.026.667 2.053.332
>= 2.053.333
53 51.50
36 35.00
14 13.60
103 100.00
8 66.70
3 25.00
1 8.30
12 100.00
61 53.00
39 33.90
15 13.00
115 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah).
5.6.7
Hubungan Antara Variabel Pendidikan Sebelum PNPM
Total
Pendapatan
Dengan
Hasil perhitungan hubungan antara variabel total pendapatan dengan pendidikan sebelum PNPM diketahui yaitu responden yang mempunyai pendapatan kurang dari Rp. 759.999,- didominasi responden dengan pendidikan tidak tamat SD sebesar 100 persen sedangkan proporsi responden dengan pendidikan diatas SD bahkan SMA hanya sebesar 14,30 persen yang mempunyai pendapatan diatas Rp.1.520.000,-. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.17.
57
Tabel 5.17 Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM Pendapatan sebelum PNPM 760.000 – 1.520.000 – <= 759.999 1.519.999 2.280.000
Pendidikan
Tidak tamat SD
orang %
SD
orang %
SMP
orang %
SMA
orang %
Total
orang %
Total
20.00 100.00
0.00
0.00
20.00 100.00
54.00 75.00
17.00 23.60
1.00 1.40
72.00 100.00
7.00 43.80
8.00 50.00
1.00 6.30
16.00 100.00
3.00 42.90
3.00 42.90
1.00 14.30
7.00 100.00
84.00 73.00
28.00 24.30
3.00 2.60
115.00 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik(data diolah)
5.6.8. Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Tingkat Pendidikan Sesudah PNPM Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel total pendapatan dengan tingkat pendidikan sesudah PNPM yaitu proporsi responden dengan pendidikan dibawah SD mempunyai pendapatan kurang dari Rp.1.026.666,- sebesar 85 persen dan terjadi peningkatan proporsi responden dengan pendidikan diatas SD yang mempunyai pendapatan diatas Rp.1.026.667,-. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.18.
58
Tabel 5.18 Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM Pendapatan sesudah PNPM
Pendidikan
Tidak tamat SD
orang %
SD
orang %
SMP
orang %
SMA
orang %
Total
orang %
Total
<= 1.026.666
1.026.667 2.053.332
>= 2.053.333
17 85.00
3 15.00
0 0.00
20 100.00
34 47.20
28 38.90
10 13.90
72 100.00
7 43.80
6 37.50
3 18.80
16 100.00
3 42.90
2 28.60
2 28.60
7 100.00
61 53.00
39 33.90
15 13.00
115 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik(data diolah)
5.6.9
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jumlah Anggota Keluarga Sebelum PNPM Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel
total pendapatan dengan jumlah anggota keluarga sebelum PNPM yaitu proporsi responden dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 5 orang lebih banyak mempunyai pendapatan kurang dari Rp.759.999,- dibandingkan dengan responden yang mempunyai jumlah anggota keluarga diatas 5 orang lebih banyak mempunyai pendapatan diatas Rp. 1.520.000,-. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.19.
59
Tabel 5.19 Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Jumlah Anggota Keluarga di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM Pendapatan sebelum PNPM 760.000 – 1.520.000– <= 759.999 1.519.999 2.280.000 Jml Agt keluarga
<=5 orang
Total
77 75.50
24 23.50
1 1.00
102 100.00
7 53.80 Total 84 73.00 Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)
4 30.80 28 24.30
2 15.40 3 2.60
13 100.00 115 100.00
>5 orang
orang % orang % orang %
5.6.10 Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jumlah Anggota Keluarga Sesudah PNPM Hasil perhitungan hubungan antara variabel total pendapatan dengan jumlah anggota keluarga sesudah PNPM diketahui responden yang memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari 5 orang maupun yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 5 orang mempunyai mempunyai pendapatan diatas Rp.1.026.667,-, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan pendapatan yang diperoleh responden. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.20.
Tabel 5.20 Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Miskin Menurut Jumlah Anggota Keluarga di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM Pendapatan sesudah PNPM Jml Agt keluarga
<=5 orang
orang
Total
<= 1.026.666
1.026.667 2.053.332
>= 2.053.333
59
31
12
102
60
>5 orang
%
57.80
30.40
11.80
100.00
orang
2 15.40 61 53.00
8 61.50 39 33.90
3 23.10 15 13.00
13 100.00 115 100.00
%
Total
orang %
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)
5.6.11. Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Umur Sebelum PNPM Berdasarkan hasil perhitungan dapat dijelaskan hubungan antara total kesempatan kerja dengan umur responden sebelum PNPM bahwa responden yang berumur dibawah 50 tahun sebesar 57,1 persen mempunyai kesempatan kerja kurang dari 3 jam/kegiatan sedangkan proporsi responden dengan umur diatas 50 tahun lebih banyak mempunyai kesempatan kerja lebih dari 4 jam/kegiatan/bulan bahkan sebesar 29,4 persen responden lansia mempunyai kesempatan kerja diatas 8 jam/kegiatan.. Hal ini diperjelas pada Tabel 5.21.
Tabel 5.21 Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Umur di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM Kesempatan Kerja sebelum PNPM Umur (tahun) ≤ 39 40-49 50-59 >= 59 Total
orang % orang % orang % orang % orang %
<=3 jam 4 57.1 10 40.0 6 17.6 26 53.1 46 40.00
4- 8 jam 3 42.9 12 48.0 18 52.9 15 30.6 48 41.70
>=9 jam 0 0.00 3 12.0 10 29.4 8 16.3 21 18.30
Total
7 100.00% 25 100.00 34 100.00 49 100.00 115 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)
5.6.12 Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Umur Sesudah PNPM
61 Hasil perhitungan hubungan antara total kesempatan kerja dengan umur sesudah PNPM dapat dijelaskan yaitu responden dengan kelompok umur dibawah 50 tahun mempunyai kesempatan kerja berkisar 5-8 jam/kegiatan sedangkan proporsi responden dengan kelompok umur diatas 50 tahun sebesar 29,4 persen mempunyai kesempatan kerja diatas 8 jam/kegiatan/bulan, hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah kesempatan kerja, sebagaimana diperjelas pada Tabel 5.22. Tabel 5.22 Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Umur di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM Kesempatan Kerja sesudah PNPM Umur (tahun) ≤ 39 40-49 50-59 >= 65 Total
orang % orang % orang % orang % orang %
<=4 jam 2 28.6 8 32.0 2 5.9 18 36.7 30 26.10
5- 8 jam 5 71.4 13 52.0 22 64.7 21 42.9 61 53.00
>=9 jam 0 0.00 4 16.0 10 29.4 10 20.4 24 20.90
Total
7 100.00 25 100.00 34 100.00 49 100.00 115 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik(data diolah)
5.6.13 Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Tingkat Pendidikan Sebelum PNPM Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel total kesempatan kerja dengan Tingkat Pendidikan sebelum PNPM yaitu didominasi responden dengan pendidikan tidak tamat SD dengan proporsi sebesar 65 persen mempunyai kesempatan kerja kurang dari 3 jam/kegiatan dan kesempatan kerja berkisar 4-8 jam/kegiatan lebih banyak dimiliki responden dengan pendidikan diatas SD. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.23.
62
Tabel 5.23 Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM Kesempatan Kerja sebelum PNPM
Pendidikan
Tidak tamat SD
orang %
SD
orang %
SMP
orang %
SMA
orang %
Total
orang %
Total
<=3 jam
4- 8 jam
>=9 jam
13
6
1
20
65.00
30.00
5.00
100.00
27
28
17
72
37.50
38.90
23.60
100.00
4
10
2
16
25.00
62.50
12.50
100.00
2
4
1
7
28.60
57.10
14.30
100.00
46
48
21
115
40.00
41.70
18.30
100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)
5.6.14 Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Tingkat Pendidikan Sesudah PNPM Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel total kesempatan kerja dengan Tingkat Pendidikan sesudah PNPM yaitu sebesar 45 persen responden dengan pendidikan dibawah SD dan sebesar 56,30 persen responden dengan pendidikan diatas SD memperoleh kesempatan kerja diatas 5 jam/kegiatan, maka terjadi peningkatan jumlah kesempatan kerja yang diperoleh responden. Uraian tersebut dapat diperjelas dalam Tabel 5.24.
63
Tabel 5.24 Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM Kesempatan Kerja sesudah PNPM <=4 jam 5- 8 jam >=9 jam Pendidikan
Tidak tamat SD SD SMP
SMA Total
orang % orang % orang % orang % orang %
Total
10 50.00 16 22.20 3
9 45.00 38 52.80 9
1 5.00 18 25.00 4
20 100.00 72 100.00 16
18.80 1 14.30 30 26.10
56.30 5 71.40 61 53.00
25.00 1 14.30 24 20.90
100.00 7 100.00 115 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)
5.6.15 Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Jenis Kelamin Sebelum PNPM Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel total kesempatan kerja dengan jenis kelamin sebelum PNPM yaitu responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak mempunyai kesempatan kerja kurang dari 3 jam/kegiatan dibandingkan responden dengan jenis kelamin lakilaki, dan hanya sebesar 16,70 persen responden perempuan yang mempunyai kesempatan kerja diatas 4 jam/kegiatan, sebagaimana diperjelas dalam Tabel 5.25. Tabel 5.25 Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kuta, Sebelum Pelaksanaan PNPM
Jenis
Laki-laki
orang
Kesempatan Kerja sebelum PNPM <=3 jam 4- 8 jam >=9 jam 37 46 20
Total 103
64 Kelamin Perempuan Total
% orang % orang %
35.90 9 75.00 46 40.00
44.70 2 16.70 48 41.70
19.40 1 8.30 21 18.30
100.00 12 100.00 115 100.00
Sumber :Hasil Perhitungan Statistik(data diolah)
5.6.16 Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Jenis Kelamin Sesudah PNPM Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa hubungan antara variabel total kesempatan kerja dengan jenis kelamin sesudah PNPM yaitu tampak pada Tabel 5.26.
Tabel 5.26 Kesempatan Kerja Rumah Tangga Miskin Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kuta, Sesudah Pelaksanaan PNPM Kesempatan Kerja sesudah PNPM Jenis Kelamin
Total
<=4 jam
5- 8 jam
>=9 jam
Total
Laki-laki
orang %
25 24.30
56 54.40
22 21.40
103 100.00
Perempuan
orang %
5 41.70
5 41.70
2 16.70
12 100.00
orang %
30 26.10
61 53.00
24 20.90
115 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan Statistik (data diolah)
Pada Tabel 5.26 dapat dijelaskan bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan kerja diatas 4 jam/kegiatan, bahkan sebesar 41,70 persen responden perempuan mempunyai kesempatan kerja berkisar 5-8 jam/kegiatan/bulan dan sebesar 21,40 persen responden laki-laki mempunyai kesempatan kerja diatas 8 jam/kegiatan, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan memperoleh kesempatan kerja bagi responden laki-laki maupun perempuan..
65 BAB VI PEMBAHASAN 6.1
Analisis Efektvitas Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan Analisis terhadap Efektivitas Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di
Kecamatan Kuta Kabupaten Badung, dapat diketahui dari variabel input pada tahap perencanaan, variabel proses pada tahap pelaksanaan, dan variabel hasil pada tahap output. Pada variabel input/ tahap perencanaan aspek-aspek yang dianalisis meliputi indikator (i) sosialisasi P2KP kepada masyarakat miskin sudah dilaksanakan pemerintah melalui petugas kepada penerima bantuan, (ii) bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP sesuai kebutuhan masyarakat miskin dan sudah mengenai sasaran masyarakat miskin di perkotaan, (iii) serta tujuan bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui P2KP sudah secara jelas diketahui para penerima bantuan bagi masyarakat miskin perkotaan. Perencanaan PNPM Mandiri perkotaan sangat efektif dengan nilai ratarata adalah sebesar 98,26 persen. Hal ini disebabkan pada tahap perencanaan, rumah tangga miskin terlibat secara aktif dan mengetahui Program PNPM-MP melalui kegiatan sosialisasi, juga mengetahui sasaran yang dituju dan tujuan program yang akan dilaksanakan melalui petugas kepada penerima. Untuk variabel proses pada tahap pelaksanaan aspek-aspek yang dinilai meliputi : (i) terdapat kelembagaan ditingkat desa/ kelurahan yang memiliki otonomi untuk mengambil keputusan pelaksanaan kegiatan bantuan P2KP, (ii) kesesuaian antara tujuan program dengan ketepatan pemanfaatan sehingga bantuan tidak menyimpang, (iii) prosedur dalam perolehan bantuan P2KP mudah
66 dimengerti dan dipahami masyarakat, (iv) serta adanya pengawasan pemerintah dalam keterlibatan pemberian bantuan. Nilai rata-rata pada tahap ini sebesar 98,04 persen adalah sangat efektif dimana masyarakat miskin sudah memahami prosedur dan cara memperoleh bantuan tersebut. Namun terdapat persepsi negatif sebesar 4,35 persen terhadap indikator kelembagaan di desa/kelurahan dalam mengambil keputusan pelaksanaan kegiatan bantuan P2KP, hal tersebut menunjukkan masih ada rumah tangga miskin yang tidak terlibat aktif dalam kelembagaan yang dibentuk, sehingga tidak mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan. Penilaian variabel hasil pada tahap output meliputi : (i) seluruh kegiatan PNPM – Mandiri Perkotaan telah dapat dilaksanakan di lapangan, (ii) dilakukan pencatatan berupa pembukuan/ laporan keuangan (transparan) diumumkan secara massal/ ditempel dipapan pengumuman desa, (iii) pelaksanaan proyek memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin dan dilaksanakan secara gotong royong serta memberi tambahan upah bagi masyarakat miskin, (iv) juga dilakukan pengawasan dari pusat, provinsi, dan kabupaten berupa monitoring dan evaluasi proyek. Terkait dengan transparansi dan akuntabilitas dari pengelolaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta diperoleh respon positif dengan rata-rata pendapat responden sebesar 96,74 persen hal ini menunjukkan bahwa BKM di Kecamatan Kuta sudah melakukan pencatatan dan pembukuan serta membuat laporan dan menempel di papan pengumuman di banjar, sekretariat BKM dan kantor desa/kelurahan.
67 Kegiatan monitoring dan evaluasi juga dilakukan oleh pengurus BKM serta monitoring rutin oleh Pemerintah Kabupaten Badung melalui BPMD Kabupaten Badung baik menyangkut kegiatan fisik maupun admnistrasi keuangan pelaksanaan program. Untuk melakukan penilaian efektivitas terhadap pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta, dengan memetakan rata-rata variabel input pada tahap perencanaan, variabel proses pada tahap pelaksanaan dan variabel hasil pada tahap output dengan mengacu pada pedoman Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/25/M/M.Pan/2/2004. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Kuta, maka penilaian rata-rata efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta dibidang Perencanaan dinilai sudah sangat efektif didasari pada penilaian Persepsi responden sebesar 98,26 persen, dibidang Pelaksanaan sebesar 98,04 persen juga dinilai sangat efektif, sedangkan dibidang hasil/output juga dinilai sangat efektif dengan hasil rata-rata penilaian sebesar 96,74 persen. Dengan demikian berdasarkan jawaban 115 responden bahwa secara kumulatif hasil rata-rata penilaian pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta sebesar 97,68 persen berarti bahwa pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta sudah sangat efektif. Efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta tersebut sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat yang dikemukakan oleh Sumaryadi (2005), yang menekankan pentingnya partisipasi masyarakat terhadap program baik pada tahap perencanaan program, pelaksanaan maupun tahap
68 pengembangannya, sehingga
tujuan program dapat terealisasi sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan.
6.2
Dampak Program PNPM Mandiri Perkotaan terhadap Peningkatan Pendapatan Masyarakat.
Untuk mengetahui dampak pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di Kecamatan Kuta maka dilakukan pengujian dua sampel berpasangan mengenai dampak program PNPM Mandiri Perkotaan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat miskin di Kecamatan Kuta sebelum dan sesudah menerima bantuan adalah sebagai berikut : a.
Penentuan hipotesis Ho : d < 0,
artinya tidak ada peningkatan pendapatan rumah tangga miskin, sesudah adanya bantuan PNPM Mandiri Perkotaan dibandingkan sebelumnya.
Ha : d > 0,
artinya ada peningkatan pendapatan rumah tangga miskin, sesudah
adanya
program
PNPM
Mandiri
Perkotaan
dibandingkan sebelumnya. b.
Penetapan nilai α Pada penelitian ini digunakan nilai α = 0,05 dan df = 114 maka didapat nilai t sebesar = 1,671
c.
Kriteria pengambilan keputusan Kriteria pengambilan keputusan dalam ujit t adalah Ho di tolak jika nilai t hitung > t tabel.
d.
Perhitungan nilai t hitung
69 Berdasarkan uji beda rata-rata dua sampel berpasangan dengan Program SPSS pada lampiran 2, diperoleh rata-rata pendapatan sebelum menerima bantuan PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebesar Rp. 980.174,- dan pendapatan setelah menerima bantuan PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebesar Rp. 1.180.174,- Besarnya nilai t hitung didapat sebesar 9,175. e.
Kesimpulan Dengan level of significant α = 5% dan degree of freedom sebesar n-1 (df=114), maka kurve normal daerah penerimaan/penolakan Ho terlihat pada Gambar 6.1.
Tolak Ho
Daerah Terima Ho
0
t tabel = 1,671
t hitung = 9,175
Gambar 6.1. Kurva Normal distribusi t uji 1 sisi, Peningkatan Pendapatan Keluarga Setelah Meneriman Bantuan PNPM Mandiri Perkotaan
Karena nilai distribusi t (t hitung) sebesar 9,175 > t Tabel, maka keputusannya berada pada daerah penolakan hipotesis nol (Ho) dan menerima Ha. Dengan demikian dapat disimpulkan dengan uji beda dua rata-rata sebelum dan sesudah adanya program PNPM Mandiri Perkotaan bahwa ada peningkatan pendapatan rumah tangga miskin sesudah adanya bantuan PNPM Mandiri Perkotaan jika dibandingkan sebelumnya yaitu sebesar Rp.200.000,-.
70 Peningkatan pendapatan responden tersebut disebabkan karena pada program kegiatan lingkungan, responden terserap di berbagai kegiatan fisik seperti proyek pavingisasi gang/jalan lingkungan, pembuatan sumur resapan, bedah rumah dan kebersihan persampahan pada program kegiatan lingkungan. Program kegiatan ekonomi berupa bantuan ekonomi bergulir bagi masyarakat miskin dan simpan pinjam. Bantuan tersebut dipergunakan oleh responden sesuai kebutuhannya, diantaranya sebesar 77,39 persen responden menggunakan bantuan tersebut untuk kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah sebesar 40,87 persen, cicilan utang sebesar 35,65 persen, untuk lainnya sebesar 27,83 persen dan hanya sedikit responden yang menggunakannya untuk modal usaha. Sedangkan pada bidang sosial, kegiatan yang diikuti responden berupa pelatihan berbagai ketrampilan dan jasa. Peningkatan pendapatan rumah tangga miskin setelah adanya pelakanaan PNPM Mandiri Perkotaan tampak juga dari persepsi jawaban responden sebesar 97,39 persen yang menyatakan bahwa pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan berdampak positif terhadap peningkatan penghasilan masyarakat miskin di Kecamatan Kuta namun sebesar 2,61 persen responden memberikan jawaban negatif. Respon negatif responden tersebut disebabkan karena : (i) bantuan ekonomi bergulir yang diberikan bagi rumah tangga miskin sangat sedikit yaitu sebesar Rp. 500.000,-, serta simpan pinjam yang diberikan tidak digunakan untuk memperkuat permodalan bagi usahanya serta bantuan modal yang diberikan lebih banyak dialokasikan untuk kebutuhan sehari-hari dan
71 biaya sekolah sehingga dalam jangka pendek dan jangka panjang kegiatan di bidang
ekonomi
belum
memberikan
pengaruh
yang
nyata
dalam
menanggulangi kemiskinan responden di Kecamatan Kuta. (ii) tidak semua rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta terlibat dalam proyek fisik lingkungan di Kecamatan Kuta. (iii) kegiatan PNPM pada bidang sosial di Kecamatan Kuta lebih banyak memberikan pelatihan ketrampilan seperti kegiatan salon, massage/ pijat, serta ketrampilan yang dibutuhkan untuk jasa pariwisata namun tidak semua masyarakat miskin mempunyai minat untuk mengikuti pelatihan dimaksud. Pendekatan penelitian dengan menggunakan uji beda dua rata-rata ini memiliki kelemahan dalam hal mengetahui jumlah pendapatan mereka sebelum adanya PNPM dan sesudah PNPM, serta pelaksanaan program sudah lama terealisasi yaitu dimulai tahun 2008 sehingga perkiraan mengenai kenaikan pendapatan yang diperoleh tidak bisa ditentukan secara pasti. Persepsi responden terhadap kebahagiaan mendapat respon positif sebesar 82,61 persen, dimana pola respon jawaban responden terhadap kebahagiaan yang dirasakan menunjukkan bahwa responden di Kecamatan Kuta tidak mengukur kebahagiaan tersebut hanya berdasarkan kepemilikian material semata. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Uchida,Y,N dan Shinobu (2004) bahwa kebahagiaan merupakan sesuatu yang dirasakan seseorang dengan mempertimbangkan unsur psikologis, material dan sosio demografis dimana mereka berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. 6.3
Dampak Program PNPM Mandiri Perkotaan Terhadap Penciptaan Peluang Kerja Masyarakat Miskin di Kecamatan Kuta.
72 Berdasarkan hasil pengujian beda rata-rata dua sampel berpasangan mengenai dampak program PNPM Mandiri Perkotaan terhadap Penciptaan Peluang Kerja bagi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta sebelum dan sesudah menerima bantuan PNPM Mandiri Perkotaan dengan nilai α = 0,05 dan df = 114 maka didapat nilai t sebesar = 1,671, dengan bantuan Program SPSS
pada
lampiran 2 besarnya nilai t hitung didapat sebesar 9,249, diperoleh rata-rata jumlah kesempatan kerja bagi rumah tangga miskin sebelum menerima bantuan PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebesar 4,9 jam/kegiatan dan rata-rata jumlah kesempatan kerja bagi rumah tangga miskin setelah menerima bantuan PNPM Mandiri Perkotaan adalah meningkat sebesar 5,9 jam/kegiatan. Hasil perhitungan menunjukkan terjadi peningkatan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta sesudah adanya bantuan PNPM Mandiri Perkotaan jika dibandingkan sebelumnya yaitu sebesar 1 jam/kegiatan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan umum pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan yang ditetapkan pemerintah yaitu program dapat meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin. Adanya kesempatan kerja bagi rumah tangga miskin selama pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan terutama dibidang pekerjaan fisik dan persampahan serta diperolehnya peluang kesempatan kerja lain setelah pelaksanaan program PNPM terutama bagi masyarakat miskin yang berprofesi sebagai tenaga serabutan dengan pendidikan minimal SD. Beberapa peluang kesempatan kerja lain yang diperoleh yaitu responden dapat melakukan kegiatan usaha seperti dagang canang, membuka warung dan pekerjaan non formal lainnya diantaranya menjadi tukang
73 pijat, kepang rambut dan mengecat kuku wisatawan di pinggir pantai serta usaha jasa lainnya, sehingga dapat menambah penghasilan bagi rumah tangga miskin. Hasil penilaian dari persepsi responden terhadap adanya penciptaan kesempatan kerja bagi rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta, juga menunjukkan respon positif sebesar 91,31 persen, tetapi masih ada jawaban negatif sebesar 8,70 persen. Pernyataan negatif tersebut menunjukan bahwa tidak semua rumah tangga miskin terserap dalam kegiatan program PNPM, hanya kegiatan fisik lingkungan saja yang dapat menyerap rumah tangga miskin yang berprofesi sebagai buruh, sedangkan yang lainnya mengakui kalau mereka belum menikmati dari kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan. Untuk hal tersebut agar kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan tidak selalu untuk kegiatan fisik lingkungan tetapi juga dapat diarahkan pada bidang lainnya dengan proporsi yang seimbang antara bidang ekonomi, bidang sosial dan bidang lingkungan, sehingga kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dapat memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi rumah tangga miskin untuk memperoleh peluang pekerjaan dan tambahan penghasilan.
6.4
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Responden Sebelum PNPM
Umur
Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test (Pearson Chi-Square) dari kedua variabel ini pada lampiran 3 adalah
2
h
= 27,787, df = 14 dengan nilai
Sig. 0,015 ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara total pendapatan dengan umur sebelum PNPM artinya bahwa total pendapatan yang dimiliki oleh responden di Kecamatan Kuta berhubungan
74 secara nyata dengan kelompok umur responden, dimana kelompok umur responden diatas 50 tahun di Kecamatan Kuta lebih banyak mempunyai total pendapatan kurang dari Rp.759.999,-, hal ini disebabkan karena rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta didominasi oleh kelompok lanjut usia 6.5
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Responden Sesudah PNPM
Umur
Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test (Pearson Chi-Square) dari kedua variabel ini pada lampiran 4 adalah
2
h
= 12,089, df = 14 dengan nilai
Sig 0,599 yaitu ≥ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara total pendapatan dengan umur sesudah PNPM, artinya bahwa program tidak memberikan dampak peningkatan total pendapatan secara nyata dengan kelompok umur responden, dimana responden dengan kelompok umur dibawah 50 tahun dan diatas 50 tahun mempunyai pendapatan kurang dari Rp.1.026.666,- dan hanya sebesar 16 persen kelompok umur dibawah 50 tahun yang mempunyai pendapatan diatas Rp.2.053.333,-., hal ini berarti terdapat persamaan pola lapangan pekerjaan yang dikerjakan oleh responden yang termasuk kelompok lanjut usia dan kelompok produktif. 6.6
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Status Perkawinan Responden Sebelum PNPM
Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test (Pearson Chi-Square) dari kedua variabel ini pada lampiran 5 adalah
2
h
= 0,111 dengan nilai Sig 0,946
≥ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara total pendapatan dengan status perkawinan sebelum PNPM, artinya bahwa status perkawinan responden tidak berhubungan secara nyata terhadap total
75 pendapatan, hal ini menunjukkan proporsi status perkawinan responden di Kecamatan Kuta yang didominasi dengan status kawin dibandingkan dengan status tidak kawin, mempunyai pekerjaan yang hampir sama yaitu tenaga serabutan dan buruh. 6.7
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Status Perkawinan Sesudah PNPM Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test (Pearson Chi-Square)
dari kedua variabel ini pada lampiran 6 adalah
2
h
= 0,864 dengan nilai Sig 0,649
≥ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara total pendapatan dengan status perkawinan sesudah PNPM, artinya status perkawinan responden tidak memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan pendapatan, hal ini menunjukkan bahwa yang bertindak sebagai kepala keluarga atau pencari nafkah di Kecamatan Kuta tidak berdasarkan status dari responden. 6.8
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jenis Kelamin Sebelum PNPM
Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test terhadap kedua variabel ini pada lampiran 7 diketahui
2
h
= 2,397,
= 5% dan df = (3-1)(2-1) = 2, Sig
0,302 ≥ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara total pendapatan dengan jenis kelamin sebelum PNPM, hal ini berarti proporsi jenis kelamin perempuan yang realtif kecil di Kecamatan Kuta mempunyai pendapatan yang tidak jauh berbeda dengan responden laki-laki sehingga pendapatan yang diperoleh responden perempuan tidak menunjukkan
76 kondisi ekonomi (pendapatan) yang rendah dibandingkan dengan responden lakilaki. 6.9
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jenis Kelamin Sesudah PNPM
Berdasarkan hasil perhitungan chi square terhadap kedua variabel ini pada lampiran 8 diketahui nilai
2
h
= 1,011,
= 5% dan df = (3-1)(2-1) = 2 , nilai Sig
0,603 ≥ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang significant antara total pendapatan dengan jenis kelamin sesudah PNPM, artinya perbedaan jenis kelamin tidak memberikan dampak secara nyata dalam meningkatkan pendapatan responden. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin laki- laki dan perempuan di Kecamatan Kuta mempunyai bidang pekerjaan dan jumlah pendapatan yang tidak jauh berbeda atau sama. 6.10
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Pendidikan Sebelum PNPM
Berdasarkan hasil perhitungan chi square terhadap kedua variabel ini pada lampiran 9 diketahui nilai
2
h
= 20,380,
= 5% dan df = (4-1)(3-1) = 6 , nilai
Sig 0,002 ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang significant antara total pendapatan dengan tingkat pendidikan sebelum PNPM, hal ini dapat dilihat pada proporsi responden yang lebih besar dengan pendidikan SD mempunyai total pendapatan kurang dari RP.759.999,- dibandingkan responden berpendidikan diatas SD, artinya proporsi tingkat pendidikan responden yang lebih tinggi berimplikasi memberikan total pendapatan yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sarwar Awan (2011), bahwa pendidikan
77 sebagai salah satu investasi yang dapat membantu menanggulangi kemiskinan serta dapat memberikan dampak dalam pengurangan kemiskinan. 6.11
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Tingkat Pendidikan Sesudah PNPM Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test pada lampiran 10
terhadap kedua variabel ini diketahui nilai
2
h
= 11,804,
= 5% dan df = (4-1)(3-
1) = 6, nilai Sig 0,066 ≥ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara total pendapatan dengan tingkat pendidikan sesudah menerima program PNPM, dan juga tampak pada proporsi pendapatan responden dengan pendidikan diatas SD hanya memperoleh total pendapatan kurang dari Rp.2.053.332,Hal tersebut menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari SD di Kecamatan Kuta tidak membantu kondisi yang lebih baik dalam hal memperoleh lapangan pekerjaan, dan juga kwalitas pendidikan sumber daya manusia keluarga miskin yang ada di Kecamatan Kuta masih dibawah standar ketentuan pemerintah yaitu wajib belajar 9 tahun serta rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki responden berkaitan dengan sulitnya untuk mengakses peluang kerja yang lebih baik. 6.12
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jumlah Anggota Keluarga Sebelum PNPM Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test pada lampiran 11
terhadap kedua variabel ini diketahui nilai
2
h
= 10,158,
= 5% dan df = (2-1)(3-
1) = 2, nilai Sig 0,066 ≥ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara total pendapatan dengan jumlah anggota keluarga sebelum
78 menerima program PNPM, artinya proporsi jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden tidak memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan pendapatan, hal ini menunjukkan bahwa responden di Kecamatan Kuta dalam satu rumah tangga yang bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga adalah pihak suami sebagai kepala keluarga yang hidup bersama dengan istri dan anak atau orang tua (lansia). 6.13
Hubungan Antara Variabel Total Pendapatan Dengan Jumlah Anggota Keluarga Sesudah PNPM Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test pada lampiran 12
terhadap kedua variabel ini diketahui nilai
2
h
= 8,348,
= 5% dan df = (2-1)(3-
1) = 2, nilai Sig 0,015 ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara total pendapatan dengan jumlah anggota keluarga. sesudah menerima program PNPM, artinya dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari, jumlah anggota keluarga yang dimiliki responden di Kecamatan Kuta turut serta bekerja untuk membantu menopang ekonomi keluarga yang berimplikasi positif terhadap peningkatan pendapatan responden. 6.14
Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Umur Sebelum PNPM Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test pada lampiran 13
terhadap kedua variabel ini diketahui nilai
2
h
= 33,628,
= 5% dan df = (8-1)(3-
1) = 14, nilai Sig 0,002 ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kesempatan kerja dengan umur responden sebelum menerima program PNPM, artinya bahwa responden di Kecamatan Kuta yang tergolong usia kerja
79 (berumur ≥ 15 tahun) dan kelompok lansia turut serta mengambil peluang kerja yang ada untuk menopang perekonomian keluarga . 6.15
Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Umur Sesudah PNPM Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test pada lampiran 14 2
terhadap kedua variabel ini diketahui nilai
h
= 26,414,
= 5% dan df = (8-
1)(3-1) = 14, nilai Sig 0,023 ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kesempatan kerja dengan umur sesudah menerima program PNPM, artinya bahwa responden di Kecamatan Kuta yang tergolong usia kerja (berumur ≥ 15 tahun) baik dikelompokkan dalam angkatan kerja (status bekerja maupun tidak bekerja/ menganggur) dan bukan angkatan kerja di Kecamatan Kuta sebagian besar sudah terserap dalam berbagai lapangan pekerjaan. 6.16
Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Tingkat Pendidikan Sebelum PNPM Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test pada lampiran 15
terhadap kedua variabel ini diketahui nilai
2
h
= 10,623,
= 5% dan df = (4-1)(3-
1) = 6, nilai Sig 0,101 ≥ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kesempatan kerja dengan tingkat pendidikan sebelum menerima program PNPM, ini menunjukkan bahwa responden dengan kwalifikasi pendidikan yang rendah maupun tinggi di Kecamatan Kuta, tidak mempergunakan jam kerja secara maksimal dalam melakukan pekerjaannya. 6.17
Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Tingkat Pendidikan Sesudah PNPM
80 Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test pada lampiran 16 terhadap kedua variabel ini diketahui nilai
2
h
= 9,500,
= 5% dan df = (4-1)(3-
1) = 6, nilai Sig 0,147 ≥ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kesempatan kerja dengan tingkat pendidikan sesudah menerima program PNPM, artinya proporsi tingkat pendidikan diatas SD yang dimiliki responden di Kecamatan Kuta tidak berimplikasi secara nyata menciptakan peluang/ kesempatan kerja baru. Hal ini menunjukkan bahwa responden di Kecamatan Kuta tidak produktif dalam mencari dan menciptakan peluang kerja baru. 6.18
Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Jenis Kelamin Sebelum PNPM Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test pada lampiran 17
terhadap kedua variabel ini diketahui nilai
2
h
= 6,844,
= 5% dan df = (2-1)(3-
1) = 2, nilai Sig 0,033 ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kesempatan kerja dengan jenis kelamin sebelum menerima program PNPM, artinya proporsi responden dengan jenis kelamin laki-laki di Kecamatan Kuta mempunyai kesempatan kerja yang lebih lama (jam kerja) dibandingkan responden perempuan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Masood Sarwar Awan di Pakistan (2001-2002) yang menyebutkan bahwa menjadi orang laki-laki memberikan keuntungan lebih baik dalam hal mempertahankan posisi tingkat kemiskinannya dari kondisi kemiskinan yang dialaminya dibandingkan menjadi perempuan, dimana umumnya pekerja laki-laki memiliki jam kerja lebih lama
81 yang berbanding lurus dengan penghasilan yang diterima artinya semakin banyak jam kerja yang digunakan untuk bekerja maka penghasilan yang diperoleh semakin besar. 6.19
Hubungan Antara Variabel Total Kesempatan Kerja Dengan Jenis Kelamin Sesudah PNPM Berdasarkan hasil perhitungan Chi - Square Test pada lampiran 18
terhadap kedua variabel ini diketahui nilai
2
h
= 1,687,
= 5% dan df = (2-1)(3-
1) = 2, nilai Sig 0,430 ≥ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kesempatan kerja dengan jenis kelamin sesudah menerima program PNPM, artinya semua pekerja baik berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan di Kecamatan Kuta lebih banyak bekerja kurang dari jam kerja normal (underemployment) yaitu kurang dari 35 jam per minggu sehingga perbedaan jenis kelamin responden di Kecamatan Kuta tidak berdampak secara nyata terhadap peningkatan kesempatan kerja. 6.20
Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Kemiskinan Persepsi masyarakat miskin terhadap kemiskinan dilakukan analisis
deskriptif, yang dibedakan terhadap dua permasalahan kemiskinan yaitu tentang (i) bantuan atau penanggulangan kemiskinan serta (ii) persepsi masyarakat miskin tentang kemiskinan itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 115 responden keluarga miskin di Kecamatan Kuta, maka dilakukan pengukuran yaitu mengenai persepsi masyarakat terhadap penanggulangan kemiskinan dengan membandingkan pernyataan responden yang bersifat positif terhadap pelaksanaan program dan Kemiskinan itu sendiri.
82 Hasil penelitian diperoleh yaitu bahwa persepsi masyarakat terhadap program penanggulangan kemiskinan dapat diterima positif, hal ini ditunjukkan dari hasil pendapat responden pada beberapa indikator menunjukan nilai > 56,52 persen, sedangkan terhadap upaya penanggulangan kemiskinan yang dianggap positif berdasarkan pilihan responden yang paling banyak adalah sebagai berikut : (i) kejujuran, keadilan, keikhlasan dan sifat gotong royong adalah hal yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan pilihan responden yang paling besar yaitu sebesar 100 persen. (ii) kepedulian dan tidak bersikap masa bodoh terhadap program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan sebesar 99,3 persen. (iii) mempunyai rasa percaya terhadap program penanggulangan kemiskinan sebesar 99,3 persen (iv) serta pengambilan keputusan dalam kegiatan rembug warga oleh masyarakat sebaiknya dilakukan dengan musyawarah mufakat sebesar 97,4 persen. Respon positif yang tinggi di Kecamatan Kuta menunjukkan bahwa program berimplikasi dapat meningkatkan kesejahteraan responden.dari rumah tangga miskin tersebut, dimana pola pikir dan penilaian masyarakat inilah yang diperlukan untuk mewujudkan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan dimana tanpa partisipasi dan keterlibatan pelaku-pelaku sosial tersebut/ masyarakat tentunya tidak akan terjadi penurunan angka kemiskinan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Dalle Daniel Sulekale (2003), bahwa pengentasan kemiskinan yang tidak berbasis komunitas dan keluarga miskin itu sendiri akan sulit berhasil sehingga hal-hal tersebut harus
83 tetap dikembangkan oleh masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kemiskinan yang terdapat di Kecamatan Kuta, maka dari hasil penelitian terhadap 115 responden rumah tangga miskin, diketahui bahwa hasil pendapat responden tersebut sebagian besar masyarakat ( >50 %) menyatakan setuju bahwa kemiskinan tersebut terkait dengan pendidikan yang kurang yaitu sebesar 93,91 persen. Peningkatan
ekonomi
sebaiknya
disertai
juga
dengan
kesadaran
pentingnya pendidikan dimana pendidikan juga merupakan hal yang mendasar untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik karena dengan pendidikan yang rendah akan menyebabkan kualitas sumber daya manusia menjadi rendah yang pada akhirnya produktivitasnya juga rendah. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Tisnawati (2010) bahwa pendidikan dan kesehatan yang baik akan mampu meningkatkan kemampuan kaum miskin untuk menghadapi perubahan dalam lingkungan mereka dan juga memungkinkan mereka berganti pekerjaan guna perlindungan terhadap penurunan ekonomi dan finansial serta Andreas Muller (2002), menyatakan bahwa status pendidikan yang rendah juga menunjukkan kurangnya sumber daya material dan keadaan hidup lainnya yang merugikan mengarah pada miskin kesehatan dan kematian yang lebih besar. Faktor penyebab kemiskinan yang lainnya di Kecamatan Kuta yaitu disebabkan oleh tindakan sendiri sebesar 80 persen, hal ini menunjukkan bahwa responden di Kecamatan Kuta menyadari bahwa apa yang terjadi pada dirinya
84 bukan karena orang lain di sekitarnya; faktor kemiskinan disebabkan karena kerentanan umur sebesar 63,47 persen, hal ini karena proporsi terbesar responden di Kecamatan Kuta berumur diatas 50 tahun. Umur merupakan karakteristik penduduk yang penting karena dapat mempengaruhi perilaku demografi maupun sosial ekonomi rumah tangga (Suandi, 2010). Faktor penyebab kemiskinan ditentukan pemerintah mendapat respon sebesar 59,13 persen. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun secara ekonomi wilayah Kecamatan Kuta menunjukkan peningkatan dan kemajuan ekonomi yang berpengaruh juga terhadap perilaku sosial (gaya hidup) masyarakatnya namun pemerintah belum dapat meningkatkan status sosial masyarakat yang memiliki keterbatasan sumber daya dengan menciptakan peluang usaha (padat karya) bagi masyarakat miskin. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian sebelumnya (A.A. Mas Bagiawati, 2011) bahwa faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kelurahan Ubud Kabupaten Gianyar antara lain yaitu kemiskinan akibat kerentanan umur, akibat pendidikan yang kurang serta akibat tindakan sendiri. Sedangkan faktor-faktor yang berperan dalam menghapus rumah tangga miskin di Kecamatan Kuta, berdasarkan jawaban 115 responden maka mayoritas persepsi responden ( > 50 %), yaitu kemiskinan hanya dapat dihapus oleh tindakan diri sendiri sebesar 86,09 persen, kemiskinan hanya dapat dihapus oleh pemerintah dan lingkungan sebesar 65,22 persen, hal ini menunjukkan bahwa responden mempunyai keinginan yang kuat dari dalam diri sendiri untuk merubah hidupnya
85 Sedangkan pernyataan kemiskinan hanya dapat dihapus oleh nasib mendapatkan respon yang negatif dari para responden sebesar 54,78 persen hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan yang dialami oleh responden di Kecamatan Kuta hanya dapat dihapus oleh usaha dari mereka sendiri dan terkait perempuan yang tidak memperoleh hak sebesar 58,26 persen, berarti sudah terdapat kesetaraan gender di Kecamatan Kuta. Respon negatif terkait hak perempuan tersebut, mendukung apa yang dikemukakan Sheldon Danziger etc (2002), bahwa dalam program kesejahteraan untuk memecahkan sebagian masalah keluarga dalam program kesejahteraan yaitu dengan memberikan rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan untuk mengatur respon kepemimpinan dan pengaruhnya terhadap kemiskinan dalam rumah tangga yaitu melibatkan perempuan untuk membantu menghapus kemiskinan keluarga. Berdasarkan pada tanggapan responden terhadap faktor-faktor penyebab kemiskinan di Kecamatan Kuta maka perlu mendapat perhatian yaitu para lansia yang kurang memperoleh hak, bila dikaitkan dengan kemiskinan yang beranjak dari pendekatan berbasis hak, yang mengakui bahwa masyarakat miskin baik lakilaki maupun perempuan mempunyai hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya termasuk dalam hal pelayanan kesehatan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa masyarakat miskin sesuai situasi dan kondisi yang dialaminya sudah merasa cukup bahagia dengan keadaannya saat ini sebesar 82,61 persen, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat miskin di Kecamatan Kuta sudah merasa kecukupan dan tidak merasa kekurangan
86 dalam
menjalani
kehidupannya
sehingga
sesuai
klasifikasi
kemiskinan
Sumodiningrat (1999), bahwa di Kecamatan Kuta menggambarkan terdapat kemiskinan relatif di lingkungan tempat tinggal masyarakat miskin yaitu adanya ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat tanpa membedakan termasuk dalam kategori miskin absolut atau tidak serta terdapat kemiskinan struktural yang mengacu pada sikap hidup dan budaya hidup. Respon positif dari responden terkait dengan kemiskinan hanya bisa dihapus oleh tindakan diri sendiri, merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan terutama usaha dan upaya mereka untuk memenuhi kebutuhannya dan terbebas dari lingkaran kemiskinan Ragnar Nurkse.
87 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan dalam penelitian Persepsi Masyarakat Miskin terhadap Efektivitas Pelaksanaan Program PNPM Mandiri Perkotaan dalam Menanggulangi Kemiskinan di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan seperti berikut: 1) Hasil penilaian terhadap masing-masing variabel yang digunakan dalam mengukur Efektivitas Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta secara keseluruhan Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta sudah sangat efektif dalam menanggulangi kemiskinan yang ada di wilayahnya dimana rata-rata penilaian responden adalah sebesar 97,68 persen menyatakan sangat efektif. Kondisi tersebut ditunjang oleh indikator pada tahap input yang menyatakan sangat efektif seperti (i) tahapan sosialisasi sebesar 98,13 persen, (ii) penetapan tujuan sebesar 98,26 persen serta (iii) penetapan sasaran sebesar 97,39 persen, dan indikator penunjang pada tahap proses/ pelaksanaan serta indikator penunjang variabel hasil pada tahap output yang meliputi aspek transparansi dan akuntabilitas dari pelaksanaan program, juga hasil penilaiannya menunjukkan kondisi yang sangat efektif. 2) Ditinjau dari dampak program PNPM Mandiri Perkotaan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di Kecamatan Kuta yang dilakukan melalui analisis statistik uji beda dua rata-rata, menunjukkan bahwa
88 pelaksanaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memberikan dampak pada peningkatan pendapatan serta peningkatan kesempatan kerja dan adanya peluang kerja baru bagi masyarakat miskin di Kecamatan Kuta. 3) Berdasarkan hasil pengukuran terhadap persepsi masyarakat miskin terhadap pelaksanaan upaya penanggulangan kemiskinan, terdapat 6 indikator yang dominan di Kecamatan Kuta dalam penanggulangan kemiskinan, yaitu (i) adanya
kejujuran, keadilan dan sifat gotong royong dalam kehidupan
bermasyarakat, (ii) kepedulian dan tidak bersikap masa bodoh, (iii) mempunyai rasa percaya terhadap program, (iv) pengambilan keputusan dilakukan secara swadaya, (vi) serta adanya sikap kritis masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan. Sedangkan persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kecamatan Kuta ada 4 faktor utama yaitu (i) kemiskinan yang disebabkan oleh pendidikan yang kurang, (ii) kemiskinan disebabkan faktor kerentanan umur, (iii) kemiskinan ditentukan oleh tindakan sendiri, dan (iv) kemiskinan ditentukan oleh pemerintah 7.2. Saran-saran Berdasarkan hasil pembahasan dan rumusan kesimpulan diatas, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut : 1) Dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Kuta masih perlu ditingkatkan keterlibatan perempuan dalam kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan, dimana hal ini sejalan juga dengan hak dasar yang sama antara
89 laki-laki dan perempuan serta para lansia yang perlu mendapat perhatian baik kebutuhan fisik maupun psikologisnya 2) Pemanfaatan bantuan supaya dipergunakan untuk menambah modal usaha dengan memberikan tambahan jumlah bantuan modal bergulir sesuai dengan skala usaha sehingga implementasi program PNPM Mandiri Perkotaan di tingkat masyarakat dapat diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang mampu mendorong minat kewirausahaan masyarakat miskin serta dapat menciptakan peluang usaha baru dan menjadikan masyarakat miskin mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. 3) Perlu adanya kesinambungan pelaksanaan program serta kesempatan bagi masyarakat miskin untuk mengikuti program- program PNPM di tahuntahun yang akan datang, sehingga dampak yang dirasakan lebih optimal baik dari sisi peningkatan pendapatan maupun peluang kerja bagi masyarakat miskin.
90
Lampiran 3 Umur * Pendapatan sebelum (sbl) PNPM Crosstab
Umur
<= 39 th
40 - 49 th
50 - 59 th
> 59 th
Total
Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total
Pendapatan sbl PNPM 760000 1520000 <= 759999 1519999 2280000 5 2 0 71.4% 28.6% .0% 7.1%
.0%
6.1%
4.3% 12 48.0%
1.7% 12 48.0%
.0% 1 4.0%
6.1% 25 100.0%
14.3%
42.9%
33.3%
21.7%
10.4% 26 76.5%
10.4% 6 17.6%
.9% 2 5.9%
21.7% 34 100.0%
31.0%
21.4%
66.7%
29.6%
22.6% 41 83.7%
5.2% 8 16.3%
1.7% 0 .0%
29.6% 49 100.0%
48.8%
28.6%
.0%
42.6%
35.7% 84 73.0%
7.0% 28 24.3%
.0% 3 2.6%
42.6% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
73.0%
24.3%
2.6%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
6.319
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .033 .030
1
.012
df
7 100.0%
6.0%
Chi-Square Tests Value 13.722a 14.006
Total
115
a. 5 cells (41.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .18.
91
Lampiran 4 Umur * Pendapatan sesudah (ssd) PNPM Crosstab
Umur
<= 39 th
40 - 49 th
50 - 59 th
> 59 th
Total
Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total
Pendapatan ssd PNPM 1.026.667 <= 1.026.666 2.053.332 >= 2.053.333 5 2 0 71.4% 28.6% .0% 5.1%
.0%
6.1%
4.3% 11 44.0%
1.7% 10 40.0%
.0% 4 16.0%
6.1% 25 100.0%
18.0%
25.6%
26.7%
21.7%
9.6% 14 41.2%
8.7% 15 44.1%
3.5% 5 14.7%
21.7% 34 100.0%
23.0%
38.5%
33.3%
29.6%
12.2% 31 63.3%
13.0% 12 24.5%
4.3% 6 12.2%
29.6% 49 100.0%
50.8%
30.8%
40.0%
42.6%
27.0% 61 53.0%
10.4% 39 33.9%
5.2% 15 13.0%
42.6% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
53.0%
33.9%
13.0%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.313
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .366 .280
1
.576
df
7 100.0%
8.2%
Chi-Square Tests Value 6.535a 7.469
Total
115
a. 5 cells (41.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .91.
92
Lampiran 13 Umur * Kesempatan Kerja sebelum (sbl) PNPM Cross tab
Umur
<= 39 th
40 - 49 th
50 - 59 th
> 59 th
Total
Kesempatan Kerja sbl PNPM <=3 jam 4- 8 jam >=9 jam 4 3 0 57.1% 42.9% .0%
Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total
6.3%
.0%
6.1%
3.5% 10 40.0%
2.6% 12 48.0%
.0% 3 12.0%
6.1% 25 100.0%
21.7%
25.0%
14.3%
21.7%
8.7% 6 17.6%
10.4% 18 52.9%
2.6% 10 29.4%
21.7% 34 100.0%
13.0%
37.5%
47.6%
29.6%
5.2% 26 53.1%
15.7% 15 30.6%
8.7% 8 16.3%
29.6% 49 100.0%
56.5%
31.3%
38.1%
42.6%
22.6% 46 40.0%
13.0% 48 41.7%
7.0% 21 18.3%
42.6% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
40.0%
41.7%
18.3%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.012
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .032 .015
1
.911
df
7 100.0%
8.7%
Chi-Square Tests Value 13.794a 15.720
Total
115
a. 4 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.28.
93
Lampiran 14 Umur * Kesempatan Kerja' sesudah (ssd) PNPM Crosstab
Umur
<= 39 th
40 - 49 th
50 - 59 th
> 59 th
Total
Kesempatan Kerja' ssd PNPM <=4 orang 5- 8 orang >=9 orang 2 5 0 28.6% 71.4% .0%
Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total
8.2%
.0%
6.1%
1.7% 8 32.0%
4.3% 13 52.0%
.0% 4 16.0%
6.1% 25 100.0%
26.7%
21.3%
16.7%
21.7%
7.0% 2 5.9%
11.3% 22 64.7%
3.5% 10 29.4%
21.7% 34 100.0%
6.7%
36.1%
41.7%
29.6%
1.7% 18 36.7%
19.1% 21 42.9%
8.7% 10 20.4%
29.6% 49 100.0%
60.0%
34.4%
41.7%
42.6%
15.7% 30 26.1%
18.3% 61 53.0%
8.7% 24 20.9%
42.6% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
26.1%
53.0%
20.9%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.006
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .043 .011
1
.940
df
7 100.0%
6.7%
Chi-Square Tests Value 13.022a 16.534
Total
115
a. 3 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.46.
94
Lampiran 3 Umur * Pendapatan sebelum (sbl) PNPM Crosstab
Umur
<= 39 th
40 - 49 th
50 - 59 th
> 59 th
Total
Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total
Pendapatan sbl PNPM 760000 1520000 <= 759999 1519999 2280000 5 2 0 71.4% 28.6% .0% 7.1%
.0%
6.1%
4.3% 12 48.0%
1.7% 12 48.0%
.0% 1 4.0%
6.1% 25 100.0%
14.3%
42.9%
33.3%
21.7%
10.4% 26 76.5%
10.4% 6 17.6%
.9% 2 5.9%
21.7% 34 100.0%
31.0%
21.4%
66.7%
29.6%
22.6% 41 83.7%
5.2% 8 16.3%
1.7% 0 .0%
29.6% 49 100.0%
48.8%
28.6%
.0%
42.6%
35.7% 84 73.0%
7.0% 28 24.3%
.0% 3 2.6%
42.6% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
73.0%
24.3%
2.6%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
6.319
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .033 .030
1
.012
df
7 100.0%
6.0%
Chi-Square Tests Value 13.722a 14.006
Total
115
a. 5 cells (41.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .18.
95
Lampiran 4 Umur * Pendapatan sesudah (ssd) PNPM Crosstab
Umur
<= 39 th
40 - 49 th
50 - 59 th
> 59 th
Total
Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total
Pendapatan ssd PNPM 1.026.667 <= 1.026.666 2.053.332 >= 2.053.333 5 2 0 71.4% 28.6% .0% 5.1%
.0%
6.1%
4.3% 11 44.0%
1.7% 10 40.0%
.0% 4 16.0%
6.1% 25 100.0%
18.0%
25.6%
26.7%
21.7%
9.6% 14 41.2%
8.7% 15 44.1%
3.5% 5 14.7%
21.7% 34 100.0%
23.0%
38.5%
33.3%
29.6%
12.2% 31 63.3%
13.0% 12 24.5%
4.3% 6 12.2%
29.6% 49 100.0%
50.8%
30.8%
40.0%
42.6%
27.0% 61 53.0%
10.4% 39 33.9%
5.2% 15 13.0%
42.6% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
53.0%
33.9%
13.0%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.313
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .366 .280
1
.576
df
7 100.0%
8.2%
Chi-Square Tests Value 6.535a 7.469
Total
115
a. 5 cells (41.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .91.
96
Lampiran 13 Umur * Kesempatan Kerja sebelum (sbl) PNPM Cross tab
Umur
<= 39 th
40 - 49 th
50 - 59 th
> 59 th
Total
Kesempatan Kerja sbl PNPM <=3 jam 4- 8 jam >=9 jam 4 3 0 57.1% 42.9% .0%
Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total
6.3%
.0%
6.1%
3.5% 10 40.0%
2.6% 12 48.0%
.0% 3 12.0%
6.1% 25 100.0%
21.7%
25.0%
14.3%
21.7%
8.7% 6 17.6%
10.4% 18 52.9%
2.6% 10 29.4%
21.7% 34 100.0%
13.0%
37.5%
47.6%
29.6%
5.2% 26 53.1%
15.7% 15 30.6%
8.7% 8 16.3%
29.6% 49 100.0%
56.5%
31.3%
38.1%
42.6%
22.6% 46 40.0%
13.0% 48 41.7%
7.0% 21 18.3%
42.6% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
40.0%
41.7%
18.3%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.012
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .032 .015
1
.911
df
7 100.0%
8.7%
Chi-Square Tests Value 13.794a 15.720
Total
115
a. 4 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.28.
97
Lampiran 14 Umur * Kesempatan Kerja' sesudah (ssd) PNPM Crosstab
Umur
<= 39 th
40 - 49 th
50 - 59 th
> 59 th
Total
Kesempatan Kerja' ssd PNPM <=4 orang 5- 8 orang >=9 orang 2 5 0 28.6% 71.4% .0%
Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Umur % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total
8.2%
.0%
6.1%
1.7% 8 32.0%
4.3% 13 52.0%
.0% 4 16.0%
6.1% 25 100.0%
26.7%
21.3%
16.7%
21.7%
7.0% 2 5.9%
11.3% 22 64.7%
3.5% 10 29.4%
21.7% 34 100.0%
6.7%
36.1%
41.7%
29.6%
1.7% 18 36.7%
19.1% 21 42.9%
8.7% 10 20.4%
29.6% 49 100.0%
60.0%
34.4%
41.7%
42.6%
15.7% 30 26.1%
18.3% 61 53.0%
8.7% 24 20.9%
42.6% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
26.1%
53.0%
20.9%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.006
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .043 .011
1
.940
df
7 100.0%
6.7%
Chi-Square Tests Value 13.022a 16.534
Total
115
a. 3 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.46.
98
Lampiran 9 Pendidikan * Pendapatan sbl PNPM Cross tab
Pendidikan
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Total
Pendapatan sbl PNPM 760000 1520000 <= 759999 1519999 2280000 20 0 0 100.0% .0% .0%
Count % w ithin Pendidikan % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
17.515
20 100.0%
23.8%
.0%
.0%
17.4%
17.4% 54 75.0%
.0% 17 23.6%
.0% 1 1.4%
17.4% 72 100.0%
64.3%
60.7%
33.3%
62.6%
47.0% 7 43.8%
14.8% 8 50.0%
.9% 1 6.3%
62.6% 16 100.0%
8.3%
28.6%
33.3%
13.9%
6.1% 3 42.9%
7.0% 3 42.9%
.9% 1 14.3%
13.9% 7 100.0%
3.6%
10.7%
33.3%
6.1%
2.6% 84 73.0%
2.6% 28 24.3%
.9% 3 2.6%
6.1% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
73.0%
24.3%
2.6%
100.0%
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .002 .001
1
.000
Chi-Square Tests Value 20.380a 22.793
Total
df
115
a. 7 cells (58.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .18.
99
Lampiran 10 Pendidikan * Pendapatan ssd PNPM Crosstab
Pendidikan
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Total
Count % w ithin Pendidikan % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total
Pendapatan ssd PNPM 1.026.667 <= 1.026.666 2.053.332 >= 2.053.333 17 3 0 85.0% 15.0% .0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 11.804a 14.015 7.054
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .066 .029
1
.008
df
115
a. 5 cells (41.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .91.
Total
100.0
27.9%
7.7%
.0%
17.4
14.8% 34 47.2%
2.6% 28 38.9%
.0% 10 13.9%
17.4
100.0
55.7%
71.8%
66.7%
62.6
29.6% 7 43.8%
24.3% 6 37.5%
8.7% 3 18.8%
62.6
100.0
11.5%
15.4%
20.0%
13.9
6.1% 3 42.9%
5.2% 2 28.6%
2.6% 2 28.6%
13.9
100.0
4.9%
5.1%
13.3%
6.1
2.6% 61 53.0%
1.7% 39 33.9%
1.7% 15 13.0%
6.1 1 100.0
100.0%
100.0%
100.0%
100.0
53.0%
33.9%
13.0%
100.0
100
Lampiran 15 Pendidikan * Kesempatan Kerja sbl PNPM Cross tab
Pendidikan
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Total
Count % w ithin Pendidikan % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total
Kesempatan Kerja sbl PNPM <=3 jam 4- 8 jam >=9 jam 13 6 1 65.0% 30.0% 5.0% 12.5%
4.8%
17.4%
11.3% 27 37.5%
5.2% 28 38.9%
.9% 17 23.6%
17.4% 72 100.0%
58.7%
58.3%
81.0%
62.6%
23.5% 4 25.0%
24.3% 10 62.5%
14.8% 2 12.5%
62.6% 16 100.0%
8.7%
20.8%
9.5%
13.9%
3.5% 2 28.6%
8.7% 4 57.1%
1.7% 1 14.3%
13.9% 7 100.0%
4.3%
8.3%
4.8%
6.1%
1.7% 46 40.0%
3.5% 48 41.7%
.9% 21 18.3%
6.1% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
40.0%
41.7%
18.3%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
3.036
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .101 .094
1
.081
df
115
a. 5 cells (41.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.28.
20 100.0%
28.3%
Chi-Square Tests Value 10.623a 10.835
Total
101
Lampiran 16 Pendidikan * Kesempatan Kerja' ssd PNPM Cross tab
Pendidikan
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Total
Count % w ithin Pendidikan % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Pendidikan % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total
Kesempatan Kerja' ssd PNPM <=4 orang 5- 8 orang >=9 orang 10 9 1 50.0% 45.0% 5.0% 14.8%
4.2%
17.4%
8.7% 16 22.2%
7.8% 38 52.8%
.9% 18 25.0%
17.4% 72 100.0%
53.3%
62.3%
75.0%
62.6%
13.9% 3 18.8%
33.0% 9 56.3%
15.7% 4 25.0%
62.6% 16 100.0%
10.0%
14.8%
16.7%
13.9%
2.6% 1 14.3%
7.8% 5 71.4%
3.5% 1 14.3%
13.9% 7 100.0%
3.3%
8.2%
4.2%
6.1%
.9% 30 26.1%
4.3% 61 53.0%
.9% 24 20.9%
6.1% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
26.1%
53.0%
20.9%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
3.724
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) .147 .137
1
.054
df
115
a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.46.
20 100.0%
33.3%
Chi-Square Tests Value 9.500a 9.716
Total
102
Lampiran 7 Jenis Kelamin * Pendapatan sbl PNPM Cross tab
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total
Pendapatan sbl PNPM 760000 1520000 <= 759999 1519999 2280000 73 27 3 70.9% 26.2% 2.9% 86.9%
96.4%
100.0%
89.6%
63.5% 11 91.7%
23.5% 1 8.3%
2.6% 0 .0%
89.6% 12 100.0%
13.1%
3.6%
.0%
10.4%
9.6% 84 73.0%
.9% 28 24.3%
.0% 3 2.6%
10.4% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
73.0%
24.3%
2.6%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 2.397a 3.098 2.299
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .302 .212
1
.129
df
115
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .31.
Total 103 100.0%
103
Lampiran 8 Jenis Kelamin * Pendapatan ssd PNPM Cross tab
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total
Pendapatan ssd PNPM 1.026.667 <= 1.026.666 2.053.332 >= 2.053.333 53 36 14 51.5% 35.0% 13.6% 86.9%
92.3%
93.3%
89.6%
46.1% 8 66.7%
31.3% 3 25.0%
12.2% 1 8.3%
89.6% 12 100.0%
13.1%
7.7%
6.7%
10.4%
7.0% 61 53.0%
2.6% 39 33.9%
.9% 15 13.0%
10.4% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
53.0%
33.9%
13.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 1.011a 1.037 .891
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .603 .595
1
.345
df
Total 103 100.0%
115
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.57.
104
Lampiran 17 Jenis Kelamin * Kesempatan Kerja sbl PNPM Cross tab
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total
Kesempatan Kerja sbl PNPM <=3 jam 4- 8 jam >=9 jam 37 46 20 35.9% 44.7% 19.4% 80.4%
95.8%
95.2%
89.6%
32.2% 9 75.0%
40.0% 2 16.7%
17.4% 1 8.3%
89.6% 12 100.0%
19.6%
4.2%
4.8%
10.4%
7.8% 46 40.0%
1.7% 48 41.7%
.9% 21 18.3%
10.4% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
40.0%
41.7%
18.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 6.844a 6.797 5.008
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .033 .033
1
.025
df
115
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.19.
Total 103 100.0%
105
Lampiran 18 Jenis Kelamin * Kesempatan Kerja' ssd PNPM Cross tab
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Jenis Kelamin % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total
Kesempatan Kerja' ssd PNPM <=4 orang 5- 8 orang >=9 orang 25 56 22 24.3% 54.4% 21.4% 83.3%
91.8%
91.7%
89.6%
21.7% 5 41.7%
48.7% 5 41.7%
19.1% 2 16.7%
89.6% 12 100.0%
16.7%
8.2%
8.3%
10.4%
4.3% 30 26.1%
4.3% 61 53.0%
1.7% 24 20.9%
10.4% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
26.1%
53.0%
20.9%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 1.687a 1.548 1.113
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .430 .461
1
.291
df
115
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50.
Total 103 100.0%
106
Lampiran 11 Jml Agt keluarga * Pendapatan sbl PNPM Cross tab
Jml Agt keluarga
<=5 orang
>5 orang
Total
Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total
Pendapatan sbl PNPM 760000 1520000 <= 759999 1519999 2280000 77 24 1 75.5% 23.5% 1.0% 91.7%
85.7%
33.3%
88.7%
67.0% 7 53.8%
20.9% 4 30.8%
.9% 2 15.4%
88.7% 13 100.0%
8.3%
14.3%
66.7%
11.3%
6.1% 84 73.0%
3.5% 28 24.3%
1.7% 3 2.6%
11.3% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
73.0%
24.3%
2.6%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 10.158a 6.177 5.704
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .006 .046
1
.017
df
Total 102 100.0%
115
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .34.
107
Lampiran 12 Jml Agt keluarga * Pendapatan ssd PNPM Crosstab
Jml Agt keluarga
<=5 orang
>5 orang
Total
Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total
Pendapatan ssd PNPM 1.026.667 <= 1.026.666 2.053.332 >= 2.053.333 59 31 12 57.8% 30.4% 11.8% 96.7%
79.5%
80.0%
88.7%
51.3% 2 15.4%
27.0% 8 61.5%
10.4% 3 23.1%
88.7% 13 100.0%
3.3%
20.5%
20.0%
11.3%
1.7% 61 53.0%
7.0% 39 33.9%
2.6% 15 13.0%
11.3% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
53.0%
33.9%
13.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 8.348a 8.955 6.598
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .015 .011
1
.010
df
Total 102 100.0%
115
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.70.
108
Jml Agt keluarga * Kesempatan Kerja sbl PNPM Crosstab
Jml Agt keluarga
<=5 orang
>5 orang
Total
Kesempatan Kerja sbl PNPM <=3 jam 4- 8 jam >=9 jam 45 42 15 44.1% 41.2% 14.7%
Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 10.138a 10.219 9.836
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .006 .006
1
.002
df
115
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.37.
Total 102 100.0%
97.8%
87.5%
71.4%
88.7%
39.1% 1 7.7%
36.5% 6 46.2%
13.0% 6 46.2%
88.7% 13 100.0%
2.2%
12.5%
28.6%
11.3%
.9% 46 40.0%
5.2% 48 41.7%
5.2% 21 18.3%
11.3% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
40.0%
41.7%
18.3%
100.0%
109
Jml Agt keluarga * Kesempatan Kerja' ssd PNPM Cross tab
Jml Agt keluarga
<=5 orang
>5 orang
Total
Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Jml Agt keluarga % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total
Kesempatan Kerja' ssd PNPM <=4 orang 5- 8 orang >=9 orang 29 55 18 28.4% 53.9% 17.6% 96.7%
90.2%
75.0%
88.7%
25.2% 1 7.7%
47.8% 6 46.2%
15.7% 6 46.2%
88.7% 13 100.0%
3.3%
9.8%
25.0%
11.3%
.9% 30 26.1%
5.2% 61 53.0%
5.2% 24 20.9%
11.3% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
26.1%
53.0%
20.9%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 6.522a 6.172 5.938
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .038 .046
1
.015
df
Total 102 100.0%
115
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.71.
110
Lampiran 5 Status * Pendapatan sbl PNPM Cross tab
Status
Tidak kaw in
Kaw in
Total
Pendapatan sbl PNPM 760000 1520000 <= 759999 1519999 2280000 3 1 0 75.0% 25.0% .0%
Count % w ithin Status % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Status % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total Count % w ithin Status % w ithin Pendapatan sbl PNPM % of Total
3.6%
.0%
3.5%
2.6% 81 73.0%
.9% 27 24.3%
.0% 3 2.7%
3.5% 111 100.0%
96.4%
96.4%
100.0%
96.5%
70.4% 84 73.0%
23.5% 28 24.3%
2.6% 3 2.6%
96.5% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
73.0%
24.3%
2.6%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.033
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .946 .898
1
.856
df
4 100.0%
3.6%
Chi-Square Tests Value .111a .215
Total
115
a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .10.
111
Lampiran 6 Status * Pendapatan ssd PNPM Crosstab
Status
Tidak kaw in
Kaw in
Total
Pendapatan ssd PNPM 1.026.667 <= 1.026.666 2.053.332 >= 2.053.333 2 2 0 50.0% 50.0% .0%
Count % w ithin Status % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Status % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total Count % w ithin Status % w ithin Pendapatan ssd PNPM % of Total
5.1%
.0%
3.5%
1.7% 59 53.2%
1.7% 37 33.3%
.0% 15 13.5%
3.5% 111 100.0%
96.7%
94.9%
100.0%
96.5%
51.3% 61 53.0%
32.2% 39 33.9%
13.0% 15 13.0%
96.5% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
53.0%
33.9%
13.0%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.082
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .649 .510
1
.775
df
4 100.0%
3.3%
Chi-Square Tests Value .864a 1.346
Total
115
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .52.
112
Status * Kesempatan Kerja sbl PNPM Crosstab
Status
Tidak kaw in
Kaw in
Total
Count % w ithin Status % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Status % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total Count % w ithin Status % w ithin Kesempatan Kerja sbl PNPM % of Total
Kesempatan Kerja sbl PNPM <=3 jam 4- 8 jam >=9 jam 3 1 0 75.0% 25.0% .0% 2.1%
.0%
3.5%
2.6% 43 38.7%
.9% 47 42.3%
.0% 21 18.9%
3.5% 111 100.0%
93.5%
97.9%
100.0%
96.5%
37.4% 46 40.0%
40.9% 48 41.7%
18.3% 21 18.3%
96.5% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
40.0%
41.7%
18.3%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
2.177
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .316 .243
1
.140
df
4 100.0%
6.5%
Chi-Square Tests Value 2.304a 2.827
Total
115
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .73.
113
Status * Kesempatan Kerja' ssd PNPM Cross tab
Status
Tidak kaw in
Kaw in
Total
Count % w ithin Status % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Status % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total Count % w ithin Status % w ithin Kesempatan Kerja' ssd PNPM % of Total
Kesempatan Kerja' ssd PNPM <=4 orang 5- 8 orang >=9 orang 3 1 0 75.0% 25.0% .0% 1.6%
.0%
3.5%
2.6% 27 24.3%
.9% 60 54.1%
.0% 24 21.6%
3.5% 111 100.0%
90.0%
98.4%
100.0%
96.5%
23.5% 30 26.1%
52.2% 61 53.0%
20.9% 24 20.9%
96.5% 115 100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
26.1%
53.0%
20.9%
100.0%
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
4.285
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .071 .081
1
.038
df
4 100.0%
10.0%
Chi-Square Tests Value 5.280a 5.018
Total
115
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .83.