BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat banyak harga-harga kebutuhan rumah tangga, angkutan umum dan biaya rumah sakit semakin mahal, pendidikan yang mahal, dan tidak terjangkau untuk kalangan berekonomi rendah. Hal ini menyebabkan banyak wanitayang biasanya bertugas untuk menjadi ibu rumah tangga ikut serta dalam pemenuhan kebutuhankebutuhan rumah tangga dan pengeluaran tiap bulannya, karena itu banyak sering kali kita jumpai wanita yang bekerja di pabrik. Menurut Davis (1991) faktor yang mendorong manusia bekerja adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Teknologi yang semakin canggih dan budaya barat yang mulai berkembang diindonesia membuat nilai budaya yang ada hilang sehingga sekarang ini tidak ada lagi perbedaan antara wanita dan pria atau sering di sebut juga emansipasi wanita, dimana wanita memiliki kedudukan dan hak yang sama seperti pria. Hal ini menjadikan banyak wanita yang memutuskan untuk mencari pekerjaan untuk mendapatakan penghasilan agar dapat membantu menopang kebutuhan sehari-harinya. Salah satu alasan wanita yang telah menikah tetap bekerja adalah untuk membantu suami mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dan juga mendukung perekonomian keluarga. Keterlibatan wanita dalam bekerja membawa dampak positif dan negatif terhadap peran wanita dalam kehidupan berkeluarga tergantung bagaimana cara membagi waktu dalam mengerjakan kewajiban ditempat kerja dan kewajiban
1
2
seorang ibu rumah tangga. Fenomena yang terjadi dalam masyarakat adalah semakin banyaknya wanita membantu suami mencari tambahan penghasilan, selain karena didorong oleh kebutuhan ekonomi keluarga, wanita juga semakin dapat mengekspresikan dirinya di tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Keadaan ekonomi keluarga yang paling mempengaruhi kecenderungan wanita untuk berpartisipasi di luar rumah, agar dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga mereka. Keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi kecenderungan wanita untuk berpartisipasi di luar rumah, agar dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga (Wolfman dalam Pratama, 2010). Kebutuhan yang sangat besar dan sangat mendesak didalam sebuah keluarga, kondisi tersebut yang membuat wanita tidak punya pilihan lain dan akhirnya ikut serta dalam mencari nafkah. Selain untuk membantu suami, wanita juga bekerja karena untuk memenuhi harapan-harapan yang dating dari lingkungan terdekat seperti orang tua dan keluarga besar. Dalam diri wanita tersimpan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial dilingkungan keluarga dan lingkungan sosial yang didapat dari identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor dan pabrik, menjadi agenda yang lebih menyenangkan dari pada tinggal di rumah. Faktor psikologis seseorang serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seorang ibu untuk tetap mempertahankan pekerjaannya (Yulia, 2007). Hasil survey AC. Nelson (dalamPratama, 2010) menunjukkan adanya kebangkitan kaum wanita di Asia Tenggara dalam hal jabatan bisnis, politik, budaya, dan lain-lain. Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan kita sehari-hari
3
pun kita juga bias membuktikan bahwa jumlah kaum wanita yang keluar dari rumah untuk mengisi jabatan di organisasi tertentu semakin hari semakin meningkat dan semakin penting. Bahkan Indonesia mengangkat wanita menduduki jabatan eksekutif tertinggi seperti bupati, walikota, presiden, anggota DPR dan MPR.Banyak persoalan yang dialami oleh para wanita ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik.Ada yang bisa menikmati peran gandanya, namun ada yang merasa kesulitan hingga menimbulkan persoalan-persoalan rumit yang kemudian berkembang dalam hidup sehari-hari (Yulia, 2007). Konflik peran ganda dialami wanita yang bekerja tidak hanya berdampak pada perannya sebagai seorang ibu rumah tangga rumah tetapi juga berdampak besar pada perusahaan ditempatnya bekerja sehingga stres kerja telah menjadi salah satu masalah yang paling serius di dunia kerja, tidak hanya di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara maju (Marhaeni dalam Pratama, 2010). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rini (2006) untuk mengurangi tingkat stres kerja pada wanita yang bekerja membutuhkan lingkungan kerja yang menyenangkan dan memberi ruang bagi individu untuk melakukan berbagai permainan. Membentuk lingkungan yang kondusif seperti itu sangatlah tidak mudah bagi sebuah perusahaan/organisasi. Berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Nyoman Triaryati (2003) karyawan wanita telah terbukti menderita depresi dan mengalami stres lebih cepat dibandingkan pria, merupakan korban terbesar dalam work-family conflict . Ketika karyawan wanita tersebut
4
menghadapi situasi kerja yang kurang menyenangkan yang dialaminya karena tidak adanya adaptasi yang dibutuhkan oleh mereka, maka dengan mudahkan timbul stres yang kemudian berpengaruh pada kepuasan mereka dalam bekerja. Rice (1999) mengungkapkan wanita yang mengalami stres kerja lebih tinggi dibanding laki-laki, perbandingan stres kerja wanita dan laki-laki didapatkan hasil rata-rata sebesar 28% wanita yang mengalami stres ditempat kerja, sedangkan pada laki-laki didapatkan rata-rata sebesar 20%, hal ini disebabkan adanya diskriminasi ditempat kerja seperti peraturan yang berbeda pekerja wanita dan laki-laki, atasan yang kurang bijaksana, waktu kerja yang terlalu lama dan ketidaknyamanan psikologis. Stres yang biasa wanita alami bisa di sebabkan oleh banyaknya tekanan baik dari atasan tempatnya bekerja, sesama karyawan di tempatnya bekerja maupun tekanan tuntutan di rumah. Di tempat kerja wanita di tuntut bekerja sesuai dengan kebijakan yang ada di tempat kerja dan biasa menuntut wanita untuk bekerja lebih dari 12 jam perhari atau disebut lembur. Saat di rumah wanita di tuntut untuk mengurus semua kebutuhan yang di perlukan suami dan anak jika memang sudah memiliki anak mngurus kebutuhan anak dan kadang mengurus keperluan orang tua baik orang tua wanita ataupun orang tua pria atau suami. Menurut Rice (Pratama,2010), seseorang dapat dikategorikan mengalami stress kerja jika urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Penyebabnya tidak hanya didalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa kerumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja.
5
Sumber stres kerja dapat dilihat stres kerja ini sebagai interaksi dari beberapa faktor, yaitu stres di pekerjaan itu sendiri sebagai faktor eksternal dan faktor internal seperti karakter dan persepsi dari karyawan itu sendiri. Permasalahan
muncul
bekerjadituntut untuk dapat
karena wanita
yang sudah menikah
dan
mengerjakan dua peran sekaligus disaat yang
bersamaan tetapi kenyataanya wanita yang memiliki dua peran sekaligus tidak dapat membagi waktunya dengan baik antara tugasnya ditempat kerja sebagai karyawaan dan tugasnya dirumahsebagai seorang ibu dan seorang istri. Menurut kesaksian dari beberapa karyawati PT Pelita Tomangmas, peneliti menemukan fakta dari pengakuan beberapa karyawan berdasarkan aspek stres kerja yaitu fisik, psikologis, dan perilaku. Berdasarkan aspek fisik, karyawan menyatakan bahwa karyawan sering mengalami kelelahan sehingga mengalami sakit kepala karena beratnya pekerjaan yang diberikan oleh atasan karena banyak pemesanan di pabrik karyawan ini bekerja. Berdasarkan aspek psikologis, karyawan mengaku merasa tekanan yang diberikan oleh atasan sangat mebuat mereka terbebani hingga membuat para pekerja frustasi dan mudah marah, dan lingkungan yang ada di pabrik kurang menyenangkan membuat karyawan ingin cepat pulang. Kemudian terakhir berdasarkan aspek perilaku, beberapa karyawan mengaku ada beberapa rekan mereka yang bermalas-malasan saat bekerja dan terkadang meminta bantuan rekan lainnya atau bahkan meminta rekan lainnya unutk mengerjakan tugas mereka, banyak dari mereka yang jika memiliki masalah akan mudah tersinggung sehingga kinerja dan produktivitasnya di pabrik menurun. Subjek juga merasa bersalah jika harus meninggalkan dan menitipkan anak
6
mereka pada orang tua yang sudah tua atau orang-orang terdekat mereka. Tidak dapat menyiapkan makan siang untuk suami dan harus bekerja sampai sore sehingga jarang memiliki waktu untuk berkumpul dengan keluarga mereka. Rasa bersalah membuat subjek ingin berhenti bekerja, tapi jika tidak bekerja mereka tidak dapat membantu perekonomian keluarga. Rice (1992), seseorang dapat dikategorikan mengalami stress kerja jika urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebabstres kerja. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wanita yang ikut bekerja untuk membantu suaminya, memenuhi kebutuhan-kebutuhan rumah tangga akan mengalami konflik peran atau work-family conflict antara kewajibannya mengurus rumah dan kewajibannya ditempat bekerja. Ditempat kerja wanita dituntut oleh atasannya untuk dapat menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik tanpa atasannya mau mengetahui masalah yang dihadapi wanita yang telah menikah dan membuat wanita tertekan.Wanita lebih cepat mengalami stres di banding pria karena tekanan dari pekerjaan dan tekanan dari keluarganya. Wanita yang berperan ganda merupakan topik yang ingin dikaji oleh peneliti.Sehingga didapatkan rumusan masalah yang penulis ajukan adalah sebagai berikut : ”Apakah ada hubungan antara konflik peran ganda dengan stress kerja pada wanita?”
7
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis ingin mengadakan penelitian dengan judul: Hubungan antara Konflik Peran Ganda dengan Stress Kerja Pada Wanita
B. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui: 1. Hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita. 2. Tingkat konflik peran ganda pada wanita. 3. Tingkat stress kerja pada wanita. 4. Peran konflik peran ganda terhadap stres kerja. C. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memperkaya dan menambah pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu psikologi khususnya di bidang psikologi industri terutama konflik peran ganda dan stres kerja. 2. Manfaat praktis Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada perusahaan dan karyawan perusahaan dalam mengatasi konflik peran ganda dan stres kerja yang terjadi didalam pabrik.