I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa ekstrak tanaman maupun zat aktif di dalam tanaman telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional sebanyak 80% dari populasi dunia (Saha dkk., 2013, sit. WHO, 1993). Indonesia kaya akan berbagai tanaman yang memiliki banyak khasiat. Khasiat dari tanamantanaman tersebut banyak dimanfaatkan menjadi obat oleh masyarakat. Salah satu tanaman yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back). Di Indonesia kemangi telah dikenal oleh masyarakat, mudah didapatkan serta dapat
tumbuh
secara liar maupun
dibudidayakan (Pitojo, 1996). Daun kemangi dimanfaatkan untuk sayur mentah (lalapan), obat penurun panas, peluruh air susu ibu, memperbaiki pencernaan, encok, urat syaraf, radang telinga, panu, sariawan, mual, peluruh kentut, muntahmuntah, perut kotor, peluruh haid setelah bersalin, borok, memperbaiki fungsi lambung (Hendrawati, 2009; WHO, 2002). Berdasarkan hasil penelitian bagian daun, bunga, batang, akar, dan biji kemangi dilaporkan memiliki berbagai potensi theraupetic dan telah digunakan dalam pengobatan tradisional antara lain sebagai obat nematocidal, antibacterial, antifungal, antioxidants, antiemetic agent, anticancer (Boskabady dkk., 2005; Saha dkk., 2012). Antibakteri pada daun kemangi telah duiji dalam berbagai penelitian. Beberapa kandungan dalam daun kemangi memiliki kemampuan sifat antibakteri dan theraupetic antara lain alkaloid, eugenol, minyak atsiri, glikosid,
1
2
tanin, flavonoid, phenolic compound, triterpenoids, steroids, sterols, saponin (Mărghitaş dkk., 2011; Prasad dkk., 2012). Berbagai penelitian menyatakan bahwa ekstrak daun kemangi dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif yang diujikan, antara lain Streptococcus mutans, Streptococcus mitis, Streptococcus sanguis, Actinobacillus actinomycetemcomitans (Pathak dkk., 2012). Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermitidis, Shigella flaxinely, Enterobacter aerogenes (Patil dkk., 2011). Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Streptococcus faecalis, Shigella dysenteriae, Klebsiella pneumonia, Bacillus cereus, Bacillus subtilis, E. faecalis dan Proteus vulgaris (Issazadeh dkk., 2012). Penyakit periodontal merupakan salah satu masalah utama kesehatan gigi dan mulut karena penyakit periodontal banyak dijumpai di rongga mulut. Prevalensi penyakit periodontal di Indonesia masih tergolong cukup tinggi. Penyakit periodontal di Indonesia menduduki urutan kedua utama yang masih merupakan masalah di masyarakat. Data yang diperoleh dari penelitian tahun 2004 pada dua kecamatan di kota Medan, prevalensi penyakit periodontal adalah sebanyak 96,58% (Situmorang, 2004). Prevalensi penyakit periodontal di dunia pada tahun 2005 sebanyak 10% hingga 15% pada orang dewasa (Petersen dan Ogawa, 2005). Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi polymicrobial immune-inflammatory yang memicu kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar pendukungnya. Plak subgingiva mengandung lebih dari 700 spesies bakteri, beberapa bakteri-bakteri tersebut bertanggungjawab dalam inisiasi dan keparahan penyakit periodontal yaitu Aggregatibacter Actinomycetemcomitans
3
(yang sebelumnya dikenal pula sebagai Actinobacillus actinomycetemcomitans), Porphyromonas
Gingivalis,
Treponema
denticola,
Tannerella
Fusobacterium
nucleatum,
Prevotella
species,
Eikenella
forsythia, corrodens,
Peptostreptococcus micros dan Campylobacter (Paster dkk., 2006; Suzuki dkk., 2013).
Peradangan
jaringan
periodontal
yang disebabkan
oleh
bakteri
mengakibatkan respon inflamasi gingiva dan berlanjut ke jaringan penyangga gigi yaitu sementum, ligamentum periodontal dan tulang alveolar. Keadaan tersebut mengakibatkan hilangnya perlekatan gingiva, kerusakan tulang alveolar, pembentukan poket periodontal dan migrasi patologis yang mengakibatkan kegoyahan gigi dan gigi tanggal (Suwandi, 2010). Keparahan penyakit periodontal dipengaruhi pula oleh genetika, lingkungan, host, kebiasaan, faktor sistemik dan faktor mikroba (Jin, 2010). Penyakit periodontal merupakan infeksi kronik yang melibatkan matriks biofilm subgingiva rumit yang mengandung bakteri patogen periodontal. (Kler dan Malik, 2010). Amel dkk. (2010) mengisolasi bakteri dari plak supragingiva penderita periodontitis agresif. Bakteri yang mendominasi adalah Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Kebersihan mulut yang jelek, akumulasi plak dan adanya trauma dapat menjadi inisiator periodontitis (Dyke dan Dave, 2005). Patogenesis periodontitis diawali perubahan microbial dan host’s response. Debris dan kalkulus merupakan faktor pendukung kasus gigi tanggal. Selain interaksi patogen dan host yang kompleks pada penyakit periodontal, bakteri periodontopathogens pada biofilm host merupakan etiologi utama pula. Aggregatibacter actinomycetemcomitans sebagai patogen penting dalam perjalanan penyakit ini, terutama pada
4
periodontitis agresif lokal dan periodontitis kronis. Bakteri tersebut memiliki faktor virulensi yang berbahaya bagi host seperti leukotoxin, immunosuppressive dan kemampuan untuk menginvasi sel host (Kler dan Malik, 2010; Garlet dkk., 2005). Aggregatibacter actinomycetemcomitans merupakan organisme gram negatif, non-spora, non-motil, fakultatif anaerobik dan cocobacillus (Henderson dkk., 2002). Keberadaan biofilm akan berkurang dengan adanya perawatan yang mendukung. Skaling dan root planing merupakan perawatan mendasar untuk penyakit periodontal. Skaling dan root planing dapat menghilangkan deposit, endotoxin dan debris serta mendapatkan permukaan akar yang halus untuk mereduksi kolonisasi bakteri pada post treatment. Bagian-bagian yang agak sulit dalam perawatan ini antara lain crevices, concavities dan furkasio serta invasi bakteri pada tubulus dan jaringan lunak. Skaling dan root planing merupakan protokol yang terbukti dapat meningkatkan parameter klinis seperti menurunkan gingival index, indeks plak, indeks pendarahan saat probing dan kedalaman probing (Turchetta, 2008). Skaling dan root planing poket periodontal merupakan terapi periodontitis yang paling umum (Laosisrin, 2010). Instrumen manual, sonic scaler, ultrasonic scaler, demineralization and chemical scaling merupakan teknik yang digunakan untuk menghilangkan kalkulus dan jaringan infeksius. Popularitas penggunaan instrumen manual mulai menurun semenjak diketahui skaling supragingiva dan subgingiva lebih mudah dan lebih nyaman
menggunakan ultrasonic scaler.
Mekanisme kerja ultrasonic scaler diproduksi oleh magnetostrictive dan
5
piezoelectric. Magnetostrictiv scaler beroperasi pada 18.000 dan 45.000 cycles per second (Cps.) dengan flat metal strip atau metal rod yang ada pada scaling tip, bergerak secara eliptikal. Piezoelectric scaler bekerja pada 25.000-50.000 Cps., diaktifkan oleh perubahan dimensi pada kristal dengan adanya aliran listrik yang melalui permukaan kristal, gerakan tip ke arah linear (Yousefimanesh dkk., 2013). Agar terhindar dari kerusakan gigi karena faktor termal yang dihasilkan getaran ultrasonic scaler, coolant water diperlukan untuk mendinginkan panas yang dihasilkan scaler. Kalkulus dan komponen biofilm dihilangkan secara mekanis dengan scaler tip kemudian disiram dari poket periodontal oleh coolant. Bahan irigasi coolant pada ultrsonic scaler yang paling umum dipakai adalah air. Coolant water dapat memberikan efek antimikroba pada poket periodontal melalui mekanisme microstreaming dengan cavitation atau kemunculan gelembung gas pada ujung tip (Petersilka dan Flemmig, 2004). Sebuah Penelitian menyatakan bahwa chlorhexidine, sanguinarine dan salin sebagai water coolant pada ultrasonic scaler efektif untuk mengatasi gingivitis pada pasien orthodontik (Babay dan Bukhary, 2000). Penelitian lain menggunakan minyak esensial sebagai coolant pada ultrasonic scaler dapat digunakan dengan aman dan mereduksi bakteri P. gingivalis pada penderita periodontitis (Thongsiri, 2009). Senyawa aktif dalam ekstrak daun kemangi berperan dalam mekanisme antibakteri. Zat antibakteri tersebut berpotensi untuk menggantikan air pada coolant water ultrasonic scaler dengan bahan alami. Alkaloid mengganggu komponen penyusun dinding sel bakteri sehingga bakteri mati (Darsana dkk., 2012).
Flavonoid
menghambat
pertumbuhan
bakteri
dengan
merusak
6
permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri (Sabir, 2005). Fenol dapat mendenaturasi protein dan merusak membran sel, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari sel satu ke sel yang lain) dan menghambat sintesis asam nukleat (Bachtiar dkk., 2012). Tanin diduga mampu bereaksi dengan membran sel, menginaktifkan enzim, dan destruksi maupun menginaktifkan fungsi materi genetik (Sulandari dkk., 2010).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan: Apakah terdapat pengaruh metode pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back) terhadap jumlah koloni bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans ?
C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai daya hambat antibakteri daun kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back) terhadap bakteri patogen gigi pada manusia yaitu Streptococcus
mutans,
Streptococcus
mitis,
Streptococcus
sanguis,
Aggregatibacter actinomycetemcomitans telah dilakukan oleh Pathak dkk. (2012). Sepengetahuan penulis belum pernah ada penelitian sebelumnya mengenai pengaruh metode pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum basilicum forma citratum
Back)
terhadap
jumlah
actinomycetemcomitans (kajian in vitro).
koloni
bakteri
Aggregatibacter
7
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back) terhadap jumlah koloni bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans . E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberi sumbangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi, tentang kegunaan spesifik metode pemberian daun kemangi (Ocimum basilicum forma citratum
Back)
terhadap
jumlah
koloni
bakteri
Aggregatibacter
actinomycetemcomitans. 2. Memberikan alternatif pada klinisi untuk memanfaatkan kandungan ekstrak daun kemangi (Ocimum basilicum forma citratum Back) sebagai pengganti air pada colant water ultrasonic scaler.