1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sistem pengajaran di fakultas kedokteran terbagi menjadi pengajaran praklinik (perkuliahan) dan klinik (koasistensi). Untuk memperoleh gelar dokter, seseorang mahasiswa kedokteran memerlukan waktu yang panjang,dewasa ini seorang mahasiswa kedokteran diharuskan menempuh 5 sampai 6 tahun bahkan lebih
untuk menjadi seorang dokter. Selama 3,5 tahun pertama mahasiswa
kedokteran dibekali pengetahuan dasar tentang dunia kedokteran, kemudian selama 1,5 tahun mereka harus mampu menerapkan teori ilmu kedokteran di masyarakat. Dalam hal ini mahasiswa koasistensi diharuskan bersikap professional selayaknya seorang dokter. Sehingga nantinya menjadi dokter professional yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, yang arif dan kompetitif. Dalam
menjalani
pendidikan
koasistensi,
kenyataanya
mahasiswa
kedokteran yang sedang menjalankan koasistensi banyak mengalami tekanan. Tekanan yang dialami oleh mahasiswa koasistensi dapat bersumber dari dalam diri maupun dari luar. Tekanan dari dalam diri dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan maupun pengalaman. Tekanan dari luar dapat muncul dari dosen pembimbing, dokter pembimbing atau dokter senior maupun antar rekan sejawat. Akibatnya mahasiswa koasistensi cenderung mengalami kecemasan. Kecemasan sendiri merupakan suatu respon yang disebabkan oleh adanya ancaman yang sumbernya tidak diketahui, samar-samar dan bersifat internal (Kaplan dkk, 1997). Lebih lanjut dijelaskan bahwa kecemasan merupakan suatu sinyal yang
2
menyadarkan dan memperingatkan seseorang akan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan untuk menghindari ancaman tersebut. Dalam dunia medis, perasaan cemas dapat mempengaruhi kinerja dan berakibat fatal pada pasien. Dalam hal ini seorang petugas medis dituntut agar selalu bekerja tanpa kesalahan. Begitupun dengan mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani pendidikan koasistensi diaharapkan mampu mengatasi perasaan cemas yang mungkin muncul dalam menjalankan tugasnya. Sehingga mereka mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan memberikan kesembuhan bagi pasien dan melatih mereka menjadi dokter profesional yang arif. Namun pada kenyataannya mereka hanyalah manusia biasa yang penuh dengan kealpaan. Sebagai contohnya peneliti melakukan wawancara sebagai salah satu sumber untuk mendapatkan informasi dalam penelitian ini, wawancara tersebut merupakan kasus nyata dimana terdapat mahasiswa kedokteran yang sedang menjalankan koasistensi. Mahasiswa pertama bernama Nisa (nama samaran), ia merupakan mahasiswi jurusan kedokteran salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta, Nisa (nama samaran) bercerita selama menjalani koasistensinya rasa cemas selalu muncul saat berhadapan dengan pasien. Disaat berhadapan langsung dengan pasien tidak jarang Nisa merasa tidak percaya diri bahkan terkadang merasa takut kalau-kalau salah mendiagnosis penyakit yang diderita pasien. Lain lagi dengan Akbar (nama samaran) ia merupakan mahasiswa jurusan kedokteran salah satu Perguruan Tinggi Negri di Yogyakarta, perasaan cemas muncul ketika menghadapi pasienya, menurutnya perasaan cemas disaat koasistensi muncul
3
dipengaruhi banyak faktor, selain dari dalam diri tapi dari luar seperti perasaan takut pada dokter pembimbing atau dokter pengawas, dan lingkungan disekitarnya saat menjalankan tugasnya sebagai mahasiswa koasistensi. Kecemasan merupakan salah satu masalah psikologis yang banyak dijumpai dan merupakan sesuatu yang tidak asing lagi dalam masyarakat. Walaupun kecemasan merupakan fenomena yang tidak asing namun sebenarnya merupakan suatu pengalaman yang tidak menyenangkan, dan mengganggu. Karena itu kecemasan menjadi beban bagi individu yang bersangkutan dan biasanya menjadi hambatan bagi individu yang mengalami kecemasan. Berdasarkan
definisi-definisi
mengenai
kecemasan
yang
telah
dikemukakan oleh para ahli dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan merupakan pengalaman emosional yang sangat tidak menyenangkan dan bersifat subyektif. Kecemasan yang muncul saat mahasiswa kedokteran melaksanakan koasnya tidak dapat dibiarkan begitu saja, oleh karena itu peneliti ingin mencari penyebab mengapa kecemasan muncul pada mahasiswa koasistensi, bentuk kecemasan yang dialami oleh mahasiswa koasistensi serta bagaimana cara mereka mengatasinya ? Tujuan Penelitian Tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab kecemasan muncul pada mahasiswa koasistensi, bentuk kecemasan yang dialami mahasiswa serta bagaimana cara mereka mengatasi kecemasan.
4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam hal sebagai berikut: 1. Secara teoritis Penelitian tentang kecemasan ini diharapan dapat menambah khasanah psikologi khususnya psikologi klinis. 2. Secara praktis Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi pendidik dan mahasiswa koasistensi.
TINJUAN PUSTAKA
Kecemasan
Nietzel ( Bellack dan Hersen, 1988 ) mengatakan bahwa kecemasan berasal dari bahasa Latin anxius dan dari bahasa Jerman anst, artinya suatu kata yang dapat digunakan untuk menggambarkan afek negatif dan rangsangan fisiologis. Menurut Kaplan, (1997) Kecemasan adalah merupakan suatu respon yang disebabkan oleh adanya ancaman yang sumbernya tidak diketahui, samarsamar dan bersifat internal. Namun kecemasan dapat dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas baik yang disebabkan dari luar individu maupun dari dalam individu itu sendiri seperti perasaan takut terhadap perubahan ( Muslim, 2001 ). Sedangkan menurut Pengertian lain mengenai kecemasan menurut Prasetyono, (2005) adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi mana
5
kala seseorang sedang mengalami tekanan-tekanan atau ketegangan (stress) seperti perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik batin). Sedangkan menurut VandenBos (2006) kecemasan adalah sebuah karakteristik dari keadaan mood yang menakutkan dan gejala somatik dari ketegangan dimana individu mengantisipasi bahaya yang akan datang. Individu merespon kecemasan pada dirinya dengan cara yang berbeda-beda tergantung jenis kecemasan dan kemampuan individu dalam menghadapi kecemasan tersebut. Dari beberapa teori yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan pengalaman emosional yang sifatnya subyektif yang merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur-campur. Kecemasan dapat dikatakan bermanfaat saat keadaan cemas tersebut membuat individu termotivasi untuk melakukan suatu hal yang positif, namun dapat dikatakan negatif jika keadaan cemas membuat individu menjadi terpuruk. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan Menurut Daradjat, 1986 (Kustiyanti, 2003) sebab-sebab kecemasan yaitu : a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancam dirinya. Cemas ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya jelas pada pikiran b. Rasa cemas karena perasaan berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang melawan keyakinan atau hati nurani. c. Rasa cemas berupa penyakit, rasa cemas ini meliputi
6
1) Cemas yang umum dimana orang merasa cemas yang kurang jelas, tidak tentu dan tidak ada hubungan dengan apa-apa, serta mempengaruhi keseluruhan diri pribadi. 2) Cemas dalam bentuk takut akan benda-benda atau hal-hal tertentu misalnya takut melihat darah, serangga, binatang kecil, tempat tinggi, orang ramai, dll. 3) Cemas dalam bentuk ancaman yaitu kecemasan yang menyertai gejalagejala gangguan dan penyakit jiwa. Orang merasa cemas karena menyangka akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga merasa terancam oleh sesuatu itu. Secara ringkas Daradjat (dalam Kustiyanti, 2003) menyimpulkan cemas timbul karena individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan dirinya, orang lain, dan dengan lingkungan sekitar. Aspek- Aspek Kecemasan Aspek-aspek kecemasan menurut Green dan Padesky, (2004) diantaranya yaitu : a. Aspek Fisik Seperti telapak tangan berkeringat, otot menjadi tegang, jantung berdegup kencang, pipi merona, pusing-pusing b. Aspek Pemikiran Seseorang yang sedang mengalami kecemasan cenderung memikirkan bahaya yang berlebihan, menganggap diri sendiri tidak mampu menghadapi masalah,
7
tidak menganggap penting bantuan yang ada, khawatir dan berpikir tentang hal yang buruk. c. Aspek Perilaku Diantaranya menghindari situasi saat kecemasan bisa terjadi, meninggalkan situasi ketika kecemasan mulai terjadi, mencoba melakukan banyak hal secara sempurna atau mencoba mencegah bahaya d. Aspek Suasana Hati Seseorang yang mengalami kecemasan suasana hati cenderung menjadi gugup, jengkel, cemas, dan panik. Tingkat Kecemasan Jersilad ( 1978 ) menyatakan kecemasan ada dua, yaitu : 1. Kecemasan yang “normal” Terjadi apabila individu menyadari adanya konflik-konflik dari dalam dirinya yang menyebabkan dia merasa cemas. Misalnya individu akan menghadapi ujian akhir yang tinggal beberapa hari dan ia belum mempersiapkan dirinya dengan baik dikarenakan masalah lain yang belum terselesaikan. Maka akan memunculkan konflik-konflik dari dalam dirinya yang memunculkan kecemasan. 2. Kecemasan Neurotik Terjadi apabila individu tidak menyadari adanya konflik-konflik dalam dirinya dan dia tidak menyadari pula mengapa dia merasa cemas seperti itu.
8
Koasistensi Koasistensi menurut Hamzah, 2008 adalah ko-ass atau co-ass adalah kepanjangan dari ko-asistensi atau asisten dokter/ dokter spesialis yang praktek di rumah sakit. Koasistensi atau kepaniteraan klinik ini adalah pendidikan lanjut untuk mahasiswa kedokteran yang ingin mencapai gelar dokter umum. Mahasiswa Fakultas Kedokteran akan diwisuda dan mendapat gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked), setelah mempelajari teori dan praktikum dikampus selama beberapa tahun. Teori yang sudah dipelajari dikampus akan diaplikasikan di rumah sakit. Koasistensi umumnya dijalani selama dua tahun, bisa kurang atau lebih tergantung masing-masing mahasiswa ingin cepat lulus atau tidak. Koasistensi dijalani dengan mengikuti bagian-bagian ilmu kedokteran, jadi mahasiswa yang menjalankan koassnya selalu berpindah-pindah lokasi tergantung pada rotasi atau sering disebut sirklus stase. Dalam menjalankan koasistensi di sebuah rumah sakit mahasiswa kedokteran diwajibkan untuk memakai seragam putih, tag nama, dan diwajibkan mengikuti peraturan yang sudah ditentukan masing-masing rumah sakit. Seorang koasistensi tidak saja hanya mempelajari ilmu kedokteran dan menerapkanya saja dalam masyarakat namun dalam koass mereka diharapkan juga dapat mempelajari aspek kehidupan. Bagaimana mereka dapat menerapkan dengan baik ilmu-ilmu yang sudah mereka peroleh dalam perkuliahan, bagaimana mereka mampu berkomunikasi dengan baik dengan pasien, perawat, teman sejawat yang selalu berbeda disetiap stase, dan dokter senior. Bagaimana mereka
9
mampu beradaptasi dengan lingkungan baru ketika setiap kali harus dipindahkan, sehingga secara sadar atau tidak mereka mengalami kecemasan.
Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yaitu “Apa sajakah yang menyebabkan kecemasan muncul pada mahasiswa koasistensi ?”. “Bentuk-bentuk kecemasan apa saja yang dialami mahasiswa kaoasistensi ?”. “Dan bagaimana cara mengatasi kecemasan itu ?”
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian fenomenologis dengan pendekatan kualitatif. Desain penelitian kualitatif terdiri dari tiga model yaitu deskriptif, verifikatif dan grounded research. Penelitian ini menggunakan model deskriptif.
Fokus Penelitian Menurut Prasetyono, (2005) kecemasan adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi mana kala seseorang sedang mengalami tekanan-tekanan atau ketegangan (stress) seperti perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik batin). Faktor penyebab kecemasan secara ringkas Daradjat (Kustiyanti, 2003) menyimpulkan cemas timbul karena individu tidak
10
mampu menyesuaikan diri dengan dirinya, orang lain, dan dengan lingkungan sekitar. Aspek-aspek kecemasan menurut Green dan Padesky, (2004) yaitu : e. Aspek Fisik f. Aspek Pemikiran g. Aspek Perilaku h. Aspek Suasana Hati Oleh karena itu, dalam penelitian ini kecemasan pada mahasiswa koasistensi akan dilihat dari kemunculan aspek diatas.
Responden Penelitian Responden penelitian ini adalah mahasiswa atau mahasiswi kedokteran yang sedang menjalankan study koasistensi.
Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi.
Metode Analisis Data Secara singkat analisis data kualitatif menurut Poerwandari ( 2005 ) adalah bahwa data rekam dari hasil wawancara kemudian ditulis ulang kata demi kata (verbatim), dilanjutkan membubuhkan baris, dan disusun tabel. Dari tabel tersebut kemudian
dibubuhkan
kode-kode.
Koding
dimaksudkan
untuk
dapat
mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lenkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.
11
HASIL PENELITIAN
Pembahasan
Kecemasan merupakan salah satu masalah psikologis yang sering kita jumpai dalam bermasyarakat dan merupakan sesuatu yang sering kita alami dari waktu kewaktu. Kecemasan dapat muncul pada banyak hal yang berbeda dan pada macam-macam situasi. Bentuk kecemasan dan cara mengatasi kecemasan pun setiap orang juga berbeda-beda. Kecemasan sendiri merupakan konsep yang rumit didalamnya terdapat dinamika yang bervariasi yang memiliki peranan besar dalam gangguan tertentu. Hampir semua orang pernah mengalami kecemasan, tetapi hampir semua orang pula tidak dapat melukiskan secara obyektif apa yang dirasakannya. Kecemasan menurut Prasetyono, (2005) adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi mana kala seseorang sedang mengalami tekanan-tekanan atau ketegangan (stress) seperti perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik batin). Adapun penyebab kecemasan akan berbeda-beda setiap individu. Daradjat (dalam Kustiyanti, 2003) menyimpulkan cemas timbul karena individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan dirinya, orang lain, dan dengan lingkungan sekitar. Secara praktis penyebab kecemasan yaitu dapat berupa faktor internal dan faktor eksternal. Pada hasil penelitian ini menyatakan bahwa penyebab responden mengalami kecemasan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri (internal) dan faktor yang berasal dari luar dirinya (eksternal). Faktor
12
internal responden adanya perasaan takut yang responden miliki, responden takut melakukan kesalahan selama menjalankan tugasnya sebagai koasistensi. Sehingga dengan perasaan takut yang ada dalam diri responden menjadikan responden kurang percaya diri, perasaan kurang pecaya diri membuat responden menjadi kurang persiapan dalam melakukan tugas-tugasnya. Seperti pendapat Atkinson (1964) mengatakan bahwa ketakutan akan kegagalan akan memunculkan kecemasan.
Individu
mengalami
ketakutan-ketakutan
berdasarkan
atas
ketidakmampuan memenuhi dorongan-dorongan dalam diri individu. Untuk faktor eksternal subyek merasa cemas ketika harus berhadapan dengan pasiennya yang berkenaan dengan keadaan pasien, kondisi pasien dengan bermacam-macam keluhan itu membuat responden menjadi cemas. Bahkan ketika harus menjadi seorang operator dalam menjalankan operasi pada pasien responden juga merasa cemas. Dalam lingkungan sekitar yang baru merupakan tempat dimana responden harus bersosialisasi dengan orang-orang baru mampu menyebabkan responden mengalami kecemasan. Seperti kecemasan responden dengan dokter pembimbing, residen yang tidak menyenangkan, teman satu profesi, teman dalam lingkungan baru. Kecemasan responden tidak hanya pada residen yang kurang menyenangkan saja akan tetapi kecemasan muncul ketika residen melakukan kesalahan pada pasien, sesuai hasil wawancara hal ini terjadi karena kelalaian dari residen sehingga melakukan tindakan salah pada pasien. Seperti yang dikemukakan oleh Hurlock ( 1978 ) bahwa kecemasan dapat datang dari perasaan tidak mampu menghadapi tantangan lingkungan, tidak adanya kepastian tentang apa yang akan dihadapi dan adanya perasaan kurang percaya diri menyebabkan individu merasa
13
cemas. Hal ini juga yang dialami pada responden penelitian, bahwa lingkungan baru membuat responden menjadi cemas. Kecemasan dapat mengganggu belajar seseorang karena kecemasan yang dialami individu dapat menurunkan kemampuan memusatkan perhatian seseorang. Seperti yang dialami responden penelitian ini bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai mahasiswa koasistensi, ujian, persentasi, tugas dan laporan tidak lepas dalam kegiatan responden sehari-hari. Waktu yang banyak dihabiskan untuk menangani pasien membuat responden kurang memiliki waktu untuk mengerjakan tugas, laporan, waktu mempersiapkan ujian dan persentasi. Sehingga responden cenderung merasa cemas ketika menghadapi hal tersebut. Dari faktor internal dan eksternal diatas mampu menjadikan responden mengalami kecemasan saat menjalankan tugas-tugasnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa responden mengalami bentuk-bentuk kecemasan seperti pendapat Green dan Padesky, (2004) dari fisik responden mengalami gejala seperti deg-degan, denyut nadi cepat, keringat dingin, mual, lemes, jalan tidak seimbang, ingin muntah, gemetar dan pucat. Hal itu tampak dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, selain gejala fisik diatas responden juga mengalami gejala fisik yang lain seperti mimisan. Gejala fisik yang responden alami diatas merupaka reakasi yang ditimbulkan akibat kecemasan. Hal ini sejalan dengan pendapat Crow dan crow (dalam Astiti, 2004) mengungkapkan bahwa kecemasan dapat juga mempengaruhi fisik individu yang bersangkutan. Selain itu, dalam bentuk pikiran responden cenderung memikirkan bahaya yang berlebihan, menganggap diri sendiri tidak mampu menghadapi masalah
14
yang terjadi, berpikir tentang hal yang buruk, sehingga menjadikan responden menjadi seseorang yang kurang berkonsentrasi , merasa bingung dengan apa yang harus dikerjakan baik kepada dokter pengawas maupun dengan pasien. Seseorang yang mengalami kecemasan dalam kognitifnya selalu berpikir tentang sesuatu yang tidak menyenagkan akan terjadi seperti merasakan takut akan kesalahan, kebingungan. Sesuai dengan pendapat Kaplan dan sandock, (1997) bahwa gangguan kecemasan dapat mengganggu belajar seseorang dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya ingat dan mengganggu kemampuan untuk menghubungkan satu hal dengan hal lain yaitu membuat asosiasi. Bentuk kecemasan yang responden alami dalam perilaku seperti hilang selera makan dan responden mengalami kondisi sulit tidur. Aspek suasana hati responden merasakan panik, was-was, merasa dipojokan, adanya perasaan bersalah dan takut. Perasaan yang responden alami diatas merupakan bentuk dari kecemasan yang responden rasakan selama menjalankan koassnya. Responden tidak mampu mengatasi suasana hatinya. Bandura (1986) mengemukakan bahwa manusia memiliki keyakinan yang memungkinkan dirinya mengontrol pikiran, perasaan, serta perbuatanya dan bahwa pikiran, keyakinan serta perasaan seseorang mempengaruhi perilakunya. Hal tersebut yang membuat individu mampu mengatasi kecemasan, seperti yang dilakukan responden untuk mengatasi kecemasan. Hasil wawancara menyatakan bahwa responden penelitian memiliki cara untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya, diantaranya yaitu dengan cara positif seperti tidur yang cukup. Tidur
15
yang cukup membantu menjaga tubuh dan pikiran responden karena tubuh dan pikiran membutuhkan istirahat, tidur yang cukup membantu responden dari pikiran negatif. Selain dengan tidur untuk mengatasi cemas dengan makan dan minum,karena tubuh memerlukan tenaga untuk menjalankan dan berfungsi dengan baik dengan makan dan minum maka tubuh akan memperoleh gizi yang baik, sehingga responden dapat melakukan tugasnya dengan kondisi tubuh yang baik. Selain itu, untuk mengatasi kecemasan responden melakukan relaksasi, relaksasi yang dilakukan responden dengan cara bernafas dalam-dalam, berusaha menghibur diri, dan berusaha menenangkan diri sendiri misalnya dengan dudukduduk. Dalam mengatasi kecemasan yang dialaminya yaitu dengan bantuan dari orang lain yang non profesional seperti teman dan rekan kerja. Rekan kerja yang peneliti maksud disini adalah dokter pembimbing, perawat, teman satu profesi responden. Menurut responden teman yang mampu menjadi pendengar yang baik dan dengan berkonsultasi dengan dokter pembimbing, perawat mampu sedikit mengurangi perasaan cemas yang sedang dialami responden. Dukungan sosial merupakan sumber eksternal yang dapat membantu individu untuk mengatasi suatu permasalahan, apapun wujud dukungan yang diberikan. Thoit (Hevita, 2004) menyebutkan bahwa sumber dukungan sosial adalah keluarga dan teman dekat merupakan sumber dukungan yang paling kuat terhadap kehidupan individu karena adanya kedekatan emosional dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dan ini akan meningkatkan keyakinan individu untuk mengatasi masalah.
16
Cara lain yang responden lakukan untuk mengurangi kecemasan adalah dengan cara spiritual. Cara spiritual yang responden lakukan dengan cara sholat, berdzikir dan berdoa. Namun, hasil wawancara juga menyatakan bahwa responden penelitian sempat memiliki cara negatif untuk mengatasi perasaan cemasnya yaitu dengan berteriak dan menangis dan adanya keinginan untuk cuti hal ini responden ingin lakukan karena adanya perasaan cemas yang sering dialami responden terus menerus menjadikan responden merasa terbebani dan tidak mampu untuk mengatasi cemas dan tidak mampu melanjutkan koassnya, dan mengganggap bahwa koass tidak menyenangkan hal ini merupakan reaksi negatif dari responden. Individu yang memiliki kecenderungan melihat permasalahan sebagai ancaman dan lebih disikapi negatif akan mengalami hambatan dalam penyelesaian masalahnya, sehingga memunculkan kecemasan. Perasaan tidak mampu untuk mengatasi masalah sebenarnya bisa diantisipasi dengan cara berpikir positif, karena berpikir positif merupakan suatu bentuk berfikir yang biasanya berusaha mencapai hasil yang terbaik dari keadaan terburuk ( Peale, 1977). Responden dua mampu untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya hal ini merupakan reaksi positif dari kecemasan yang dialami oleh responden. Kecemasan yang dialami responden termasuk dalam tingkat kecemasan yang normal hal ini sesuai dengan pendapat Jersilad ( 1978 ) yang menyatakan kecemasan dikatakan normal terjadi apabila individu menyadari adanya konflikkonflik dari dalam dirinya yang menyebabkan dia merasa cemas.
17
Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penyebab kecemasan yang dialami responden dalam menjalankan tugas dan kewajibanya sebagai mahasiswa koasistensi disebabkan oleh dua faktor, yaitu : 1. Faktor internal, meliputi adanya perasaan takut, kurang percaya diri, kurang persiapan dalam diri reponden. 2. Faktor eksternal, meliputi pasien, faktor lingkungan meliputi dokter pembimbing, residen, ujian, laporan, tugas. Selain itu bentuk kecemasan yang dialami oleh mahasiswa koasistensi merupakan kecemasan yang normal yaitu kecemasan yang terjadi apabila individu menyadari adanya konflik-konflik dari dalam dirinya yang menyebabkan dia merasa cemas. Pada penelitian ini, cara untuk mengatasi kecemasan yang dilakukan oleh responden yaitu dengan cara positif dan negatif. Reaksi positif pada kecemasan dapat menimbulkan hikmah bagi orang yang mengalaminya, Namun reaksi kecemasan yang negatif membuat seseorang merasa tidak mampu mengatasi kecemasan yang sedang dialaminya, bahkan cenderung untuk lari dari masalah.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan pada responden untuk lebih mampu mengatasi kecemasan yang dialaminya, sehingga kecemasan yang responden alami tidak sampai mengganggu aktivitasnya dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai mahasiswa koasistensi.
18
Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan untuk menggali lebih mendalam topik yang diangkat pada penelitian ini. Selain itu pada penelitian selanjutnya disarankan menambah responden agar data yang diperoleh lebih lengkap dan akurat. Kelemahan pada penelitian ini adalah pembahasan yang kurang mendalam terhadap data hasil penelitian, sehingga penelitian ini hanya sebatas memberikan gambaran , deskripsi secara umum mengenai mengetahui kecemasan pada mahasiswa koasistensi, apa saja yang menyebabkan kecemasan muncul, bentukbentuk kecemasan yang dialami dan bagaimana cara mahasiswa koasistensi mengatasi kecemasan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Astiti, N.F. 2004. Hubungan Antara Pengetahuan Sistem Reproduksi Dengan Kecemasan Menghadapi Menarche. Skripsi ( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Atkinson, J. 1964. An Introduction to Motivation. Princenton : Van Nostrand. Bandura, A. 1986. Social Foundation of Though & Action a Social Cognitive Theory. Englewood Cliffs. New Jersey : Prentince Hall. Bellack, A.S & Hersen, M. 1988. Behavioral Assesment. A Practical Hand Book. 3rd Edition. Pegamon General Psychology Series. Greene, B., Padesky, C. 2004. Manajemen Pikiran. Bandung : Kaifa. Hamzah Ferdiriva, 2008. Cado-Cado, Catatan Dodol calon Dokter. Jakarta : Bukune’. Hevita, A. 2004. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Wanita Hamil Pertama diKabupaten Temanggung. Skripsi( tidak diterbitkan ). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Hurlock, EB. 1978. Child Development ( 6th edition ). Singapore : Mc Graw Hill. Jersild, A.T. 1978. The Psychology of Adolesence. 3rd Edition. New York : Mac Milan. Kaplan, HI & Sandock, BJ. 1997. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis (Jilid 2). Jakarta : Binanifa Aksara. Kustiyanti, A. 2003. Hubungan Tingkat Reliugiusitas Dengan Kecemasan Menghadapi Menopause Pada Guru SLTP Kabupaten Banyumas. Skripsi, Tidak diterbitkan. Purwokerto, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Maslim, R. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta : PT. Nuh Jaya. Moleong, 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Peale, N.V. 1977. Cara Hidup & Berpikir Positif. Terjemahan Budiyanto, F.X. Jakarta : Gunung Jati.
20
Poerwandari, Kristi. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarjana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi ( LPSP3 ) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. VandenBos, G.R. 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington, DC : American Psychological Assosiation.