BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengajaran yang banyak menggunakan verbalisme atau ceramah saja tentu akan membosankan, sebaliknya pengajaran akan lebih menarik bila siswa gembira dalam belajar atau senang karena merasa tertarik dan mengerti pelajaran yang diterimanya. Dengan demikian kegiatan belajar akan lebih efektif. Belajar yang efektif harus dimulai dari pengalaman langsung atau pengalaman konkret dan menuju kepada pengalaman yang lebih abstrak. Belajar akan lebih efektif jika dibantu dengan alat peraga dalam pengajaran dari pada tanpa dibantu dengan alat pengajaran. Agar proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik, siswa sebaiknya diajak untuk memanfaatkan semua alat inderanya. Guru berusaha untuk menampilkan rangsangan (stimulus), yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi, maka semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan. Dalam dunia sekolah kita yang serba seragam, perbedaan karakter siswa kerap menjadi masalah bagi pihak sekolah dan guru, khususnya yang langsung bersentuhan dengan siswa dalam proses pembelajaran. Adanya siswa yang "berbeda" dengan karakter siswa yang lain kerap kali dianggap nakal, gagal, bodoh, lambat, bahkan dianggap siswa yang punya 1
keterbelakangan mental. Jika kita renungkan lebih dalam, ternyata bukan mereka yang bermasalah, melainkan sebenarnya mereka mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran karena tidak mampu mencerna materi yang diberikan oleh guru. Saat ini sebagai orang tua tentunya juga merasakan beratnya tugas yang harus diemban ketika membantu anak belajar di rumah. Kadang kala kita protes terhadap materi yang “mungkin tidak sesuai dengan ukuran pola pikir anak”. Ini yang memungkinkan timbulnya “school stress” pada anak. Bobbi dePorter, Presiden Learning Forum California USA dan penulis buku Quantum Learning dan Quantum Teaching, menjelaskan bahwa proses pembelajaran dapat divisualisasikan dengan membayangkan diri kita berada dalam ruangan yang gelap gulita. Ketika sebuah senter dinyalakan, selisih waktu antara munculnya cahaya yang terpantul ke dinding dengan saat jari kita menekan tombol "on" pada senter tersebut sangat cepat, bahkan hampir bersamaan. Begitu juga dalam proses pembelajaran, seharusnya kecepatan otak siswa dalam menangkap materi dan informasi dari guru adalah 1.287 km per jam, sama dengan kecepatan cahaya yang keluar dari senter yang memantul ke dinding. Tapi kenapa banyak siswa yang bingung, lambat, bahkan gagal dalam mencerna materi belajar dari guru?
2
Ternyata, banyaknya siswa yang dianggap lambat dan gagal menerima materi dari guru disebabkan oleh ketidaksesuaian gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, jika gaya mengajar guru sesuai dengan gaya belajar siswa, semua pelajaran akan terasa sangat mudah dan menyenangkan. Guru akan merasa senang karena menganggap semua siswanya cerdas dan berpotensi untuk sukses pada jenis kecerdasan yang dimilikinya. Kita harus mulai menggunakan cara-cara belajar dan mengajar yang membuat anak tidak merasa menjadi beban. Kita mulai dari diri kita sebagai orang tua maupun sebagai guru untuk mengubah pola pikir kita dalam membelajarkan anak. Anak bukanlah gelas kosong yang bisa kita isi apapun. Setiap anak adalah istimewa. Mereka mempunyai kemampuan masing-masing
sesuai dengan gaya belajarnya. Kita tidak bisa
memaksakan gaya belajar kita kepada kita atau kepada murid kita. Handayani (2004) mengungkapkan bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan orang tua agar anaknya memiliki prestasi yang baik adalah menemukan gaya belajar anak yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Gaya belajar siswa adalah kunci untuk mengembangkan kinerja di sekolah. Ketika siswa menyadari bagaimana siswa dapat menyerap informasi, siswa dapat menjadikan belajar lebih mudah dengan gaya siswa itu sendiri (dalam DePorter dan Hernacki, 2000).
3
Kata media berasal dari Bahasa Latin medium yang berarti „perantara‟ atau „pengantar‟. Banyak definisi atau pengertian media yang dikemukakan oleh para ahli. Media adalah segala bentuk dan saluran yang dapat digunakan dalam proses penyajian informasi dalam AECT Task Force (dalam Dwikurnaningsih, 2012). Rumusan ini mengandung arti bahwa media berarti segala sesuatu yang dapat mengantarkan informasi atau pesan antara pemberi pesan dan penerima pesan. Menurut Fleming (dalam Dwikurnaningsih, 2012), menyebut media sebagai mediator yaitu penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Sebagai mediator, media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar yaitu siswa dan isi pelajaran. Di samping itu, mediator dapat mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pengajaran yang melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai kepada peralatan paling canggih, dapat disebut sebagai media. Jadi guru dengan segala gaya dan perilakunya juga dikategorikan sebagai media. Menurut Socony (dalam Dwikurnaningsih, 2012), menyimpulkan hasil penelitiannya tentang kemampuan daya ingat manusia, yaitu apabila informasi disampaikan dalam bentuk audio, setelah tiga jam informasi itu dapat diingat 70% dan tiga hari kemudian tinggal 10%. Apabila informasi disampaikan dalam bentuk visual, tiga jam kemudian akan diingat 72% dan tiga hari kemudian diingat 20%. Apabila informasi yang disampaikan dalam bentuk audio visual, setelah tiga jam akan diingat sebanyak 85%
4
dan setelah tiga hari kemudian diingat 65%. Dilihat dari proporsi penggunaan alat inderanya, ada beberapa gaya pengamatan individu. Ada gaya pengamatan visual, yaitu orang yang akan lebih banyak memperoleh kesan dari pengamatannya dengan lebih banyak menggunakan indera penglihatan. Gaya auditorial yaitu gaya pendengaran yang lebih banyak menggunakan alat pendengaran karena suara merupakan rangsangan yang paling dominan. Gaya taktil yaitu gaya pengamatan melalui indera perabaan atau penciuman dengan demikian bagi orang yang bergaya taktil segala sesuatu akan mudah dan jelas diamati apabila mendapat kesempatan meraba atau menciumnya. Gaya kinestetik yaitu pengamatan melalui gerakan dengan demikian bagi orang yang bergaya kinestetik segala sesuatu akan dapat diamati dengan mudah dan jelas apabila disertai dengan gerakan-gerakan. Pemanfaatan media dalam layanan bimbingan dan konseling dapat membantu guru pembimbing untuk memberikan layanan secara maksimal. Hingga saat ini, perbandingan jumlah konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling dengan jumlah siswa yang dilayanni masih jauh dari ideal. Banyak konselor sekolah yang menangani lebih dari 200 siswa. Penggunaan media dapat membantu mengatasi terbatasnya jumlah konselor sekolah, misalnya membuat materi dalam media cetak yang mudah dimengerti siswa, penggunaan papan bimbingan, komik mini, atau bentuk lainnya untuk dibagikan kepada siswa.
5
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dan pengamatan penulis terhadap pemberian layanan bimbingan dan konseling di kelas VIIIC SMP N 9 Salatiga, banyak siswa yang tidak mempunyai semangat dalam pemberian layanan bimbingan konseling dengan metode ceramah saja. Akibatnya, mereka mungkin tidak dapat menyerap atau mencerna dan mengingat materi yang disampaikan oleh guru bimbingan dan koseling pada saat pemberian layanan karena mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda. Mereka sudah mengerti arti dari gaya belajar itu seperti apa tetapi mereka belum mengerti gaya belajar mereka masingmasing.
Sebagian
dari
mereka
dapat
menyerap
pelajaran
yang
disampaikan guru hanya dengan mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru dengan cara ceramah, tetapi sebagian lagi tidak memahami materi yang disampaikan oleh guru tersebut. Anggraeni (2011) melakukan penelitian “Pengembangan Model Bimbingan Belajar Berdasarkan Analisis Gaya Belajar Siswa Kelas VIII SMP N 2 Jatinom Tahun Ajaran 2010/2011” ditemukan bahwa belum ada media yang dikembangkan untuk mengoptimalkan gaya belajar siswa agar hasil belajar atau prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Pengembangan Media Video Audio Visual Modalitas Belajar untuk Siswa Kelas VIIIC SMPN 9 Salatiga”
6
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana mengembangkan media video audio visual modalitas belajar untuk siswa kelas VIIIC SMP N 9 Salatiga? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan
yang
ingin
dicapai
dalam
penelitian
ini
adalah
mengembangkan media video audio visual modalitas belajar untuk siswa kelas VIIIC SMPN 9 Salatiga. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat mempermudah peserta didik dalam memahami modalitas belajar dan memberikan sumbangan
bagi
perkembangan
ilmu
pengetahuan
khususnya
penggunaan media. 2. Manfaat Praktis Membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapi guru pembimbing dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling khususnya bimbingan belajar dengan menggunakan media.
7
1.5. Spesifik Produk yang Diharapkan 1.5.1. Jenis Produk Jenis produk yang dikembangkan berupa media video audio visual modalitas belajar untuk siswa. Produk yang dihasilkan diharapkan memiliki spesifikasi yaitu (1) mudah digunakan atau di akses (2) bisa digunakan siapa saja (3) menarik (4) berguna. 1.5.2. Desain Bentuk dan Isi 1.5.2.1. Desain Media video ini dirancang untuk memberikan pemahaman tentang modalitas belajar siswa, dengan video ini, diharapkan siswa dapat memahami modalitas belajar yang mereka miliki dan dapat menerapkan modalitas belajar yang sesuai dengan modalitas belajarnya sehingga prestasi belajar mereka menjadi lebih baik. 1.5.2.2. Isi produk Media video ini berisi tentang macam-macam modalitas belajar dan ciri-ciri dari masing-masing modalitas belajar, dengan media video ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa pada khususnya dan kalangan masyarakat pada umumnya.
8
1.6. Pentingnya Pengembangan Pengembangan media video audio visual akan membawa manfaat sebagai berikut: a. Memberikan kemudahan siswa dalam memahami modalitas belajar yang mereka miliki dan dapat menerapkan modalitas belajar yang sesuai dengan modalitas belajarnya sehingga prestasi belajar mereka menjadi lebih baik. b. Media video akan menjadi terobosan baru sebagai media yang memberikan informasi tentang modalitas belajar. 1.7. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan 1.7.1. Asumsi Asumsi-asumsi penelitian pengembangan ini sebagai berikut: 1. Video ini merupakan media penyampaian materi siswa kelas VIIIC SMP N 9 Salatiga. 2. Video ini menyajikan informasi tentang macam-macam dan ciriciri modalitas belajar. 3. Video ini membantu konselor dalam menyampaikan materi di kelas VIIIC SMP N 9 Salatiga.
9
1.7.2. Keterbatasan Pengembangan Terdapat beberapa keterbatasan dalam pengembangan media video, yaitu: 1. Pengujian yang digunakan adalah uji ahli, uji konselor sekolah, dan uji siswa. Pengujian masksimal sampai pada uji siswa, oleh karena itu diperlukan uji coba lanjutan. 2. Penelitian ini hanya sampai tahap revisi produk operasional , sehingga perlu ditindak lanjuti sampai tahap implementasi di lapangan. 1.8. Definisi Istilah Beberapa istilah teknis dalam penelitian ini yang perlu dikembangkan, antara lain: 1.8.1. Pengembangan Media Pengembangan media terdiri atas rangkaian kegiatan mendesain, menguji, merevisi rancangan model, muali dari wujudtan yang berupa rancangan kasar (draft) sampai pada wujudnya produk untuk ditetapkan dilapangan. Dalam penelitian ini pengembangan media dimaksudkan adalah pembuatan media video untuk mengoptimalkan gaya belajar siswa.
10
1.8.2. Video Media video menurut Jerrold E. Kemp (dalam Dwikurnaningsih, 2012) merupakan media yang dapat menyajikan gambar bergerak dan suara secara bersama-sama. Arsyad (dalam Dwikurnaningsih, 2012) adalah media yang dapat menggambarkan suatu obyek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai, sehingga memberikan daya tarik tersendiri. Media video dapat diklasifikasikan ke dalam media audio visual dinamis yang diproyeksikan, yang dapat memberi pengalaman tentang kenyataan atau realitas melalui rekaman audio dan gambar bergerak, videodapat menggambarkan suatu obyek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah, narasi yang sesuai, dan musik yang mendukung. Dalam video juga bisa menampilkan grafik, animasi, maupun teks. 1.9. Sistematika Penulisan Bagian ini terdiri atas 5 bab, yaitu: Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, Rumusan masalah,
tujuan
pengembangan,
Spesifik
produk
yang
diharapkan,pentingnya pengembangan, Asumsi dan keterbatasan pengembangan , definisi istilah dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teoretis, menjelaskan tentang media video dan gaya belajar siswa.
11
Bab III Metode Pengembangan, meliputi Model pengembangan, Prosedur Pengembangan, ujicoba produk: ( desain, subjek, jenis data, teknik analisis) . Bab IV Hasil Pengembangan, memaparkan media pembelajaran yang dihasilkan, kelebihan dan kekurangan, beserta pembahasannya. Bab V Penutup, berisi kesimpulan dan saran sebagai implikasi hasil penelitian untuk perbaikan program selanjutnya.
12