1
PENDAHULUAN Latar Belakang Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) Indonesia 2005 adalah kesadaran, pemahaman sekaligus kebijakan untuk menempatkan kembali arti penting pertanian, perikanan dan kehutanan secara proporsional dan kontekstual. Proporsional dalam kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat, sedangkan kontekstual adalah sesuai dengan kondisi masyarakat, globalisasi, modernisasi dan antisipasi perkembangan masa depan. RPPK dapat menjadi acuan untuk menjawab kebutuhan dunia usaha dan masyarakat pada umumnya mengenai arah pengembangan pertanian, perikanan dan kehutanan. (Kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Kehutanan, 2005). Berkaitan dengan revitalisasi di bidang pertanian, Departemen Pertanian telah menyusun strategi dan kebijakan. Dari beberapa kebijakan yang langsung terkait dengan sektor pertanian dan dalam kewenangan atau memerlukan masukan dari Departemen Pertanian salah satunya adalah kebijakan dalam meningkatkan kapasitas dan pemberdayaan sumberdaya manusia pertanian. Arah dari kebijakan tersebut adalah
untuk: (a) menyusun kebijakan revitalisasi penyuluhan,
pendampingan, pendidikan dan pelatihan pertanian, (b) peningkatan peran serta masyarakat, (c) peningkatan kompetensi dan moral aparatur pertanian, (d) penyelenggaraan pendidikan pertanian bagi petani, dan (e) pengembangan kelembagaan petani. pada
Kebijakan revitalisasi penyuluhan penekanannya adalah
koordinasi pengembangan penyuluhan, melalui identifikasi status dan
kebutuhan kelembagaan penyuluhan pertanian dan koordinasi pengembangan
2
penyuluhan tingkat pusat dan daerah. Memperhatikan kebijakan revitalisasi penyuluhan tersebut dan sesuai dengan makna revitalisasi dalam RPPK, revitalisasi penyuluhan adalah kesadaran, pemahaman sekaligus kebijakan untuk menempatkan kembali arti penting penyuluhan pertanian secara proporsional dan kontekstual. Menurut Padmowihardjo (2004:iii dan 2-7) penyuluhan pertanian adalah salah satu bentuk pengembangan sumberdaya manusia pertanian guna mendukung keberhasilan pembangunan pertanian. Adanya perubahan context dan content pembangunan
pertanian
akan
membawa
konsekuensi
penataan
kembali
penyuluhan pertanian. Perubahan context pembangunan pertanian meliputi (1) perubahan pengelolaan pembangunan, (2) kebebasan petani, (3) tuntutan pentingnya kelestarian lingkungan hidup, (4) keputusan Indonesia meratifikasi perjanjian WTO. Sedangkan perubahan content pembangunan pertanian dari yang semula bertujuan untuk meningkatkan produksi, saat ini lebih kearah peningkatan pendapatan sehingga diperlu peningkatan produktivitas dan nilai tambah.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
perlu dibangun sistem agribisnis,
meliputi sub sistem hulu, on farm, hilir dan jasa penunjang. Lebih lanjut menurut Padmowihardjo (2004:27-35),
dengan
adanya
kedua
perubahan
tersebut,
mengakibatkan sasaran penyuluhan juga berubah, dari yang semula hanya petani, sekarang adalah pelaku agribisnis. Tujuan penyuluhan yang semula mengubah perilaku petani agar dapat bertani lebih baik, berusahatani lebih menguntungkan, hidup lebih sejahtera dan bermasyarakat lebih baik, sekarang tujuannya adalah menghasilkan manusia pembelajar, penemu ilmu dan teknologi, pengusaha agribisnis, pemimpin di masya rakatnya dan bersifat mandiri. Kemandirian yang
3
meliputi kemandirian material, intelektual dan pembinaan. Citra penyuluhan pertanian yang sebelumnya sebagai proses transfer teknologi menjadi proses pemberdayaan dan pembelajaran.
Sedangkan prinsip paling menonjol dalam
pelaksanaan penyuluhan agribisnis adalah prinsip egaliter. Sesuai dengan makna otonomi daerah, yang pada intinya mengatur kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam upaya mendekatkan pelayanan pemerintah pada masyarakat, penyelenggaraan penyuluhan pertanian dilimpahkan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan surat keputusan Menteri Dala m
Negeri
Nomor
130
Tahun
2002. Menurut
Padmowihardjo (2004:45-55) saat ini 94% pemerintah kabupaten/kota memiliki kelembagaan penyuluhan pertanian dalam bentuk Badan/Kantor/Balai/SubDinas/Seksi/UPTD(Unit Pelaksana
Teknis
Daerah)/ Kelompok Penyuluh
Pertanian. Sedangkan sisanya (6%) bentuk kelembagaannya tidak jelas. Beragamnya bentuk kelembagaan penyuluhan pertanian di daerah mencerminkan beragamnya persepsi pemerintah daerah tentang penyuluhan pertanian, yang akan sangat berpengaruh terhadap efektifitas penyuluhan pertanian untuk mendukung keberhasilan program pembangunan, khususnya sektor pertanian di daerah tersebut.
Data sampai dengan Juli 2003, jumlah penyuluh pertanian yang
berstatus sebagai pegawai negeri sipil sebanyak 33.659 orang ditambah 1.700 orang yang berstatus honorer. Mereka tersebar secara tidak merata pada lembaga penyuluhan pertanian di daerah. Dibeberapa kabupaten/kota keberadaan jabatan fungsional penyuluh pertanian tidak diakui, tunjangan jabatan tidak dibayarkan seperti yang seharusnya, pola kariernya tidak jelas, kenaikan pangkat sering terlambat, kesempatan mengikuti pelatihan sangat kurang karena pemerintah
4
daerah tidak menyediakan biaya pelatihan, penyusunan program dan programa penyuluhan pertanian tidak dilakukan sehingga operasional penyelenggaraan penyuluha n pertanian menjadi tidak jelas. Kegiatan masih dilakukan secara sektoral dan dalam nuansa keproyekan, sehingga sulit menjamin keterpaduan dan keberlanjutan. Penyediaan sarana penyuluhan sangat terbatas, bahkan tidak ada sama sekali. Selain masalah tersebut, masalah inovasi yang berasal dari hasil penelitian
juga
belum
mampu
memecahkan
masalah
petani
dalam
mengembangkan sistem dan usaha agribisnis. Masalah lain adalah belum ada kerjasama yang baik antara peneliti dan penyuluh, peneliti masih menganggap penyuluh adalah inferior mereka. Kondisi tersebut menyebabkan para penyuluh pertanian frustasi dan berpenga ruh terhadap kinerja mereka. Saragih (2004:2-4) menyatakan bahwa ada empat perubahan lingkungan strategis yang mempengaruhi penyelenggaraan penyuluhan pertanian, yaitu: (1) globalisasi dan dampaknya, antara lain perkembangan teknologi yang menjadi lebih mudah diakses dan liberalisasi perdagangan yang menawarkan peluang ekonomi, (2) otonomi daerah, yang intinya mengatur kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pemerintah daerah, terutama kabupaten/kota diharapkan dapat lebih cermat dan tajam dalam mengidentifikasi harapan, asprasi, masalah, kebutuhan dan potensi masyarakat setempat, dalam kasus ini adalah petani, agar pemerintah dapat merumuskan dan melaksanakan dengan baik pelayanan yang harus diberikan, (3) kebijakan pembangunan pertanian yang menekankan pada pembangunan sistem dan usaha agribisnis, berimplikasi bila sebelumnya fokus hanya pada on-farm agribisnis, saat ini harus lebih cermat melihat interdependensi
5
antara agribisnis hulu, on-farm, agr ibisnis hilir dan penyedia jasa, (4) kondisi petani yang berbeda dengan kondisi sebelumnya, mereka saat ini sudah menguasai teknologi budidaya yang menguntungkan, sebagian dari mereka sudah menyadari pentingnya menguasai aspek ekonomi untuk pengembangan usahanya, sudah lebih mengetahui hak politik dan ekonomi. Implikasi dari keempat perubahan lingkungan strategis tersebut penyuluh pertanian: (1) harus dapat menyerap teknologi dan informasi yang dibutuhkan sebagai materi penyuluhan yang akan disampaikan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh petani, (2) harus dapat memfasilitasi proses belajar petani untuk
dapat memberdayakan petani
untuk mampu berbisnis dengan efisien. Penyuluh harus menguasai kompetensi yang menyangkut aspek ekonomi usaha petani, (3) sebagai aparat pemerintah daerah, dituntut untuk memiliki kompetensi dalam melakukan identifikasi masalah, melakukan analisis masalah dan potensi serta menyusun kegiatan pelayanan yang prima dan efisien, (4) dituntut untuk dapat membangun kerjasama antara pelaku agribisnis dengan prinsip keterbukaan, saling ketergantungan dan saling menguntungkan. Apapun paradigma yang melatar belakangi penyuluhan pertanian, unsurunsur yang membangun kegiatan penyuluhan relatif sama. Unsur-unsur tersebut merupakan komponen yang selalu ada dalam proses penyuluhan, antara lain: (1) manusia, yang terdiri dari petugas penyuluh dan petani serta keluarganya; (2) materi dan metoda penyuluhan; (3) sarana dan prasarana; (4) kelembagaan penyuluhan dan (5) pembiayaan. Pada umumnya penyuluh pertanian yang ada saat ini berasal dari dari penyuluh yang dipersiapkan untuk melaksanakan pembangunan pertanian di bidang produksi, terutama produksi pangan sebagai
6
realisasi dari revolusi hijau di Indonesia, sehingga mereka hanya memiliki kompetensi di bidang budidaya pertanian atau usaha tani on farm (Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian, 2001:3-4). Dengan adanya perubahan contex dan content, termasuk perubahan lingkungan strategis yang terjadi di bidang pertanian, saat ini kegiatan bertani juga mengalami perubahan dari yang semula sebagai cara hidup menjadi suatu kegiatan usaha/bisnis. Usaha atau bisnis yang dilakukan oleh petani merupakan kegiatan ekonomi rakyat.
Sesuai dengan pernyataan Krisnamurthi (2002:2)
bahwa yang dimaksud dengan ekonomi rakyat adalah adalah kegiatan ekonomi rakyat banyak, yang jika dikaitkan dengan kegiatan pertanian adalah kegiatan ekonomi petani, peternak atau nelayan kecil, petani gurem , petani tanpa tanah dan sejenisnya . Bukan perkebunan atau peternak besar dan sejenisnya. Menurut Suparta (2004:29) sekecil apapun usaha petani, petani adalah adalah pengusaha, untuk itu petani harus memiliki kemampuan bisnis untuk mampu merencanakan dan mengelola usahanya. Berkaitan dengan hal tersebut, penyuluh pertanian saat ini dihadapkan pada petani pengusaha yang sebagian besar sudah menyadari pentingnya menguasai aspek ekonomi untuk pengembangan usahanya, dilain pihak diduga penyuluh pertanian yang ada saat ini belum memiliki kompetensi yang memadai dalam aspek tersebut. Pengembangan usaha kecil, termasuk usaha kecil di bidang pertanian, erat kaitannya dengan penyediaan modal usaha yang diperlukan untuk membiayai kegiatan usaha. Tanpa modal yang memadai akan sulit untuk mempertahankan atau mengembangkan suatu usaha. Menurut Primahendra (2001:1-2), Marbun (2002:8-14), Ismawan (2000:130-131), Soentoro dan Syukur (2002:1), salah satu
7
ciri dari usaha kecil, yang dilakukan oleh masyarakat miskin dipedesaan adalah lemahnya permodalan. Persoalan kebutuhan tambahan modal dan akses terhadap kredit seba gai sumber modal dari luar pada usaha kecil menjadi salah satu kendala saat ini. Kendala ini disebabkan oleh tidak sinkronnya pandangan dari sisi pelaku usaha kecil dengan lembaga keuanga n formal. Bagi pelaku usaha kecil, lembaga keuangan formal memiliki persyaratan dan prosedur yang hampir tidak mungkin dipenuhi. Sementara bagi lembaga keuangan formal, usaha kecil masih dianggap sebagai usaha yang penuh resiko. Hal ini membatasi ruang ge rak usaha kecil. Keterbatasan modal dan belum ekonomisnya skala usaha kecil, menyebabkan banyak usaha kecil sulit untuk mengakumulasi modal, sehingga sulit untuk meningkatkan atau mengembangkan usahanya. Untuk itu harus ada pihak yang mampu menjembatani kesenjangan ini, penyuluh sebagai fasilitator atau pendamping petani diharapkan mampu berperan dalam membantu mencari atau mengidentifikasi sumber-sumber permodalan alternatif selain lembaga keuangan formal atau bank, dan memandu petani untuk dapat mengakses sumber modal tersebut. Lebih jauh lagi penyuluh diharapkan mampu berperan dalam membantu memfasilitasi pembentukan lembaga keuangan tingkat desa yang paling sederhana, misalnya dalam bentuk usaha simpan pinjam kelompok dan koperasi untuk dapat memenuhi kebutuhan modal para petani. Penyuluh
pertanian
mempunyai
peran memfasilitasi
petani
dalam
mengembangkan perilaku, tindakan serta mengupayakan berjalannya proses perencanaan, pengelolaan dan pengembangan usaha petani (Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian, 2001:15). Menurut Leagans (dalam Puspadi, 2003:115) penyuluh pertanian berperan dalam memfasilitasi petani
8
dalam kegiatatan belajar, yag tidak saja dalam kegiatan pendidikan dan menjamin adopsi inovasi baru, tetapi juga mengubah pandangan petani dan mendorong inisiatif mereka untuk memperbaiki usaha taninya. Untuk itulah penyuluh sebagai pendamping petani selain perlu menguasai aspek teknis pertanian juga harus memiliki kompetensi yang memadai dalam pengembangan modal usaha tani, karena setiap usaha, apapun skalanya, selalu memerlukan modal. Menurut Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian (2001:4) kompetensi seseorang dalam melaksanakan tugas pekerjaan dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Ketiga faktor tersebut melekat dalam diri seseorang dan merupakan peubah yang dapat mempengaruhi kompetensinya dalam melaksanakan pekerjaannya. Pengetahuan yang harus dimiliki seseorang dalam melaksanakan tugasnya adalah pengetahuan yang mutlak harus dikuasai agar dapat melaksanakan pekerjaan dan pengetahuan yang erat
hubungannya
dengan
pekerjaan
tetapi
tidak
langsung
digunakan.
Penyuluh pertanian sebagai fasilitator/pemandu idealnya harus memiliki kompetensi yang memadai baik pada aspek teknis pertanian maupun aspek ekonomi usaha petani dalam memberikan pelayanan pendampingan kepada petani sebagai klien mereka . Kompetensi seseorang merupakan hasil dari proses belajar yang dialaminya, menurut Padmowihardjo (1999:22dan30) proses belajar dipengaruhi oleh faktor -faktor psikologis individu dan lingkungan.
Faktor
psikologis tersebut perlu diketahui agar dapat dipergunakan untuk menimbulkan situasi belajar yang efektif. Kompetensi penyuluh dalam pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian dijabarkan dala m (1) kompetensi umum, yang merupakan kemampuan
9
yang harus dimiliki oleh penyuluh yang berkaitan dengan jabatannya sebagai pelaksana teknis fungsional penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas pendampingan kepada petani, (2) kompetensi khusus yaitu kemampuan teknis manajerial yang harus dimiliki penyuluh yang berkaitan dengan perannya sebagai pendamping/pemandu dalam membantu mengelola dan mengembangkan modal usaha kecil di bidang pertanian. Kompetensi penyuluh dalam pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian dipengaruhi oleh karakteristik penyuluh yang merupakan faktor psikologisnya. Karakteristik penyuluh yang diduga berpengaruh adalah umur, pendidikan formal, macam institusi pendidikan formal, bidang keahlian, pendidikan non formal, pengalaman menyuluh, pengalaman usaha, konsumsi media, kekosmopolitan, pendapatan, motivasi dan dukungan organisasi. Sesuai dengan bidang ilmu peneliti yaitu penyuluhan pembangunan, penelitian ini akan dibatasi pada aspek penyuluhan atau pendampingan pada masyarka t tani, lebih khusus lagi mencoba menelaah kompetensi penyuluh dalam mengembangkan modal usaha kecil dan hubungannya dengan karakteristik mereka.
10
Rumusan Masalah Tantangan terhadap RPPK perlu ditindak lanjuti dengan kebijakan strategis di bidang pertanian, termasuk kebijakan revitalisasi penyuluhan yang pada intinya adalah kebutuhan akan kesesuaian penyuluhan dengan perkembangan petani sebagai kliennya.
Perubahan kondisi petani yang berbeda dengan kondisi
sebelumnya, mereka saat ini sudah menguasai teknologi budidaya yang menguntungkan dan sudah menyadari pentingnya menguasai aspek ekonomi untuk pengembangan usahanya. Pengembangan usaha kecil, termasuk usaha kecil di bidang pertanian telah diakui banyak pihak erat kaitannya dengan penyediaan dana sebagai modal usaha. Ismawan (2000:130-131) menyatakan salah satu ciri umum yang melekat pada perekonomian rakyat adalah lemahnya permodalan, sehingga ruang gerak perekonomian rakyat terbatas, sementara sumber dana dari luar yang diharapkan dapat mengatasi kekurangan modal tersebut tidak mudah diperoleh. Penyaluran kredit perbankan kepada rakyat kecil sering mengalami kendala, baik dari pihak perbankan maupun nasabah sendiri. Untuk menjawab kendala tersebut, saat ini baik
pemerintah
maupun
lembaga
swadaya
masyarakat
sudah mulai
mengembangkan berbagai program penguatan usaha ekonomi masyarkat, melalui penyaluran pinjaman bantuan modal baik langsung maupun bekerjasama dengan lembaga keuangan atau perbankan, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaan di lapangan, peran penyuluh sebagai tenaga pendamping masyarakat, khususnya masyarakat petani sangat diperlukan.
11
Penyuluh pertanian yang ada saat ini sebagian besar berasal dari dari penyuluh yang dipersiapkan untuk melaksanakan pembangunan pertanian di bidang produksi, khususnya pangan sebagai realisasi dari revolusi hijau di Indonesia. Kompetensi mereka terbatas hanya di bidang budidaya pertanian. Berdasarkan berbagai kemajuan serta perkembangan di bidang pertanian dan membandingkan kondisi penyuluh pertanian yang ada pada saat ini, perlu ada kesesuaian, penyuluh dituntut untuk lebih progresif/berpikiran sangat maju sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman dan menjawab tuntutan kebutuhan petani sebagai kliennya. Penyuluh dituntut memiliki kompetensi yang memadai di bidang teknis dan non teknis pertanian, termasuk dalam hal pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian. Kompetensi penyuluh dalam pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian dipengaruhi oleh beberapa karakteristik penyuluh, seperti umur, pendidikan formal, macam institusi pendidikan formal, bidang keahlian, pendidikan non formal, pengalaman menyuluh, pengalaman usaha, konsumsi media, kekosmopolitan, pendapatan, motivasi dan dukungan organisasi. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dijawab pada penelitian ini, antara lain : 1. Bagaimana distribusi karakteristik penyuluh pada sejumlah karakteristik terpilih yang diamati? 2. Apa persepsi penyuluh tentang kompetensi yang perlu mereka kuasai dalam pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian? 3. Seberapa jauh hubungan antara karakteristik penyuluh dengan kompetensinya dalam pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian?
12
Tujuan Penelitian Belum adanya standar atau acuan tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh penyuluh dalam pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian dan mengacu pada uraian masalah penelitian, bahwa kompetensi penyuluh dalam pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian berhubungan dengan karakteristik penyuluh itu sendiri, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menentukan distribusi karakteristik penyuluh pada sejumlah karakteristik terpilih yang diamati 2. Mengidentifikasi persepsi penyuluh tentang kompetensi yang perlu mereka kuasai dalam pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian 3. Menentukan derajat
hubungan
antara
karakteristik
penyuluh
dengan
kompetensi penyuluh dalam pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian
13
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya mempersiapkan penyuluh yang memiliki kompetensi memadai dalam pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian. Berbagai pihak yang diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini adalah : 1. Pemerintah atau Penentu Kebijakan baik di Pusat maupun Daerah : sebagai masukan bahwa perlu dilakukan upaya peningkatan kompetensi penyuluh baik yang berkaitan dengan jabatannya sebagai pelaksana teknis fungsional penyuluh pertanian, maupun yang berkaitan dengan perannya sebagai
pendamping/fasilitator
dalam
membantu
mengembangkan modal usaha kecil di bidang pertanian.
mengelola
dan
Untuk itu perlu
adanya kebijakan tentang arah pengembangan penyuluhan pertanian, termasuk pengembangan kelembagaan penyuluhan yang memadai sebagai wadah organisasi yang dapat mengakomodir kepentingan para penyuluh 2. Lembaga Pendidikan Penyuluhan di Bidang Pertanian: sebagai gambaran dan masukan dalam mengembangkan kur ikulum pembelajaran bagi para penyuluh, sebaiknya berorientasi pada Competency Based Training (CBT), dimana tidak hanya menekankan pada aspek teknis pertanian saja, tetapi juga pada aspek ekonomi usaha pertanian.
14
Definisi Istilah Penelitian ini diarahkan untuk menentukan derajat hubungan antara kompetensi penyuluh pertanian yang diidentifikasi se bagai variabel terikat dengan karakteristik penyuluh pertanian yang diidentifikasikan sebagai variabel bebas. Definisi istilah diperlukan untuk memberikan batasan konsep terhadap lingkup variabel yang diteliti. I. Karakteristik terpilih penyuluh pertanian adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada pada diri penyuluh dan organisasi tempat penyuluh bekerja, masingmasing karakteristik didefinisikansebagai berikut: 1. Umur yaitu umur penyuluh yang dihitung dalam satuan tahun sejak lahir sampai dengan penelitian ini dilakukan. Berdasarkan hal tersebut umur dibagi dalam tiga katagori yaitu kelompok umur muda, sedang dan tua. 2. Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan formal terakhir penyuluh yang telah diselesaikan dengan memperoleh ijazah pada saat penelitian dilaksanakan. Berdasarkan hal itu pendidikan formal dibagi berdasarkan jenjang sekolah lanjutan tingkat atas sampai dengan diploma dan sarjana sampai dengan pasca sarjana . 3. Macam institusi pendidikan formal adalah macam institusi tempat penyuluh memperoleh kelulusan dari pendidikan formal terakhirnya. Dikatagorikan dalam institusi milik pemerintah/negeri dan swasta . 4. Bidang keahlian adalah keahlian yang dimiliki oleh penyuluh di bidang pertanian dalam arti luas. Dikata gorikan dalam bidang keahlian pertanian tanaman pangan dan bidang keahlian lainnya, yaitu peternakan, perikanan dan perkebunan.
15
5. Pendidik an non-formal adalah lamanya penyuluh mengikuti berbagai pelatihan atau kursus baik yang berkaitan dengan pelatihan penjenjangan, pelatihan teknis pertanian, penyuluhan, manajemen usaha tani dan pelatihan pengembangan modal/keuangan usaha tani. Lamanya mengikuti pelatihan dibagi dalam tiga katagori yaitu jarang, cukup dan sering. 6. Pengalaman menyuluh adalah lamanya penyuluh menjadi penyuluh pertanian dalam tahun, dihitung sejak mulai diangkat sebagai tenaga fungsional penyuluh pertanian sampai dengan penelitian ini dilakukan. Berdasarkan hal tersebut pengalaman menyuluh dibagi dalam tiga kata gori yaitu sedikit, cukup dan banyak. 7. Pengalaman usaha adalah keterlibatan penyuluh dalam melakukan kegiatan atau mengelola usaha, baik dibidang pertanian maupun nonpertanian sampai dengan penelitian ini dilakukan. Berdasarkan hal tersebut pengalaman berusaha dibagi dalam tiga kata gori yaitu sedikit, cukup dan banyak. 8. Konsumsi Media
adalah
upaya
penyuluh
dalam
mencari
dan
mendapatkan informasi dari berbagai berbagai media komunikasi. Berdasarkan hal tersebut konsumsi media dibagi dalam tiga kata gori yaitu sedikit, cukup dan banyak. 9. Kekosmopolitan adalah keluasan wawasan dan keterbukaan penyuluh terhadap berbagai informasi dari luar dirinya, dihitung dari frekuensi dalam melakukan perjalanan ke luar wilayah kerja, kontak dengan individu/instutusi lain serta konsumsi terhadap sumber informasi
16
dan jejaring yang dimiliki. Berdasarkan hal tersebut kekosmopolitan dibagi dalam tiga katagori yaitu rendah, sedang dan tinggi. 10. Pendapatan adalah jumlah uang (dalam rupiah) yang diperoleh penyuluh dari berbagai sumber seperti gaji bulanan, hasil usaha sampingan atau jumlah uang (dalam rupiah) yang dikeluarkan/dibelanjakan dalam satu bulan. Berdasarkan hal tersebut pendapatan dibagi dalam tiga kata gori yaitu rendah, sedang dan tinggi. 11. Motivasi adalah motivasi dari penyuluh yaitu dorongan yang timbul dari dalam diri penyuluh pertanian untuk meningkatkan kompetensinya dalam melakukan penyuluhan dan pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian. Dalam hal ini dibagi atas tiga kata gori yaitu rendah, sedang dan tinggi. 12. Dukungan organisasi adalah penilaian dari penyuluh terhadap dukungan dalam bentuk ketersediaan dan kondisi program dan fasilitas kerja, fasiltas pendukung dan fasilitas informasi yang diberikan oleh organisasi tempat para penyuluh bekerja untuk kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian. Berdasarkan hal tersebut dukungan organisasi dibagi dalam tiga katagori yaitu rendah, cukup dan tinggi.
II. Kompetensi penyuluh dalam pengembangan usaha kecil di bidang pertanian adalah
kemampuan yang perlu dimiliki oleh seorang penyuluh pertanian
berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap agar dapat melaksanakan perannya dengan baik, Kompetensi tersebut adalah: 1. Kompetensi umum, berkaitan dengan jabatannya sebagai pelaksana teknis fungsional penyuluh pertanian. Dirumuskan berdasarkan Keputusan
17
Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19/KEP/MK.WASPAN/5/1999 tentang jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan angka Kreditnya. Kompetansi umum terdiri dari: a. Kompetensi dalam merencanakan program penyuluhan pertanian b. Kompetensi dalam melaksanakan program penyuluhan pertanian c. Kompetensi da lam mengembangan swadaya dan swakarsa petani d. Kompetensi dalam mengevaluasi program penyuluhan pertanian e. Kompetensi dalam mengembangkan profesi penyuluh pertanian 2. Kompotensi
khusus,
berkaitan
dengan
perannya
sebagai
pendamping/pemandu dalam membantu mengelola dan mengembangkan modal usaha kecil di bidang pertanian. Dirumuskan berdasarkan refleksi dari berbagai literatur dan dikelompokkan sesuai dengan teori manajemen dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan.
Kompetensi
khusus terdiri dari : a. Kompetensi dalam membantu merencanakan pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian b. Kompetensi dalam membantu mengakses dan mengembangkan modal usaha kecil di bidang pertanian c. Kompetensi dalam membantu memantau pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian d. Kompetensi dalam membantu memfasilitasi pembentukan lembaga keuangan tingkat desa.
18
III. Penyuluh Pertanian adalah penyuluh pertanian yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenag dan haksecara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi yang menangani bidang penyuluhan pertanian pada pemerintahan daerah kabupaten Bogor untuk melakukan penyuluhan pertanian. IV. Usaha Kecil di bidang pertanian adalah usaha tani/usaha agribisnis berskala kecil yang dilakukan oleh petani dan keluarganya dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1000.000.000,00 (satu milyar rupiah).