I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang
dikonsumsi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan kualitas hidup serta pentingnya mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Hal ini berdampak pada peningkatan permintaan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi yang berasal dari ternak sebagai sumber protein. Salah satu jenis bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi dari produk ternak adalah daging. Daging merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang memiliki kandungan asam amino essensial yang lengkap dan seimbang bagi tubuh dibandingkan bahan nabati, namun memiliki sifat yang mudah rusak (perishable), sehingga diperlukan suatu penanganan dan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan. Salah satu cara pengolahan yang dapat dilakukan dan telah dikenal oleh masyarakat adalah meatloaf. Produk ini pertama kali dipopulerkan di Negara Amerika sebagai makanan tradisional dan sangat populer sehingga makanan ini selalu di sajikan pada waktu acara keluarga. Pembuatan meatloaf umumnya diperlukan bahan tambahan lain yaitu tepung. Tepung yang digunakan bisa berupa bahan pengisi maupun bahan pengikat. Fungsi penambahan bahan tersebut untuk meningkatkan daya ikat air, meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan karakteristik irisan produk, meningkatkan cita rasa dan mengurangi biaya produksi (Forrest, dkk., 1975).
1
2 Tepung berprotein tinggi biasanya ditambahkan sebagai bahan pengikat (binder). Tepung ini diperoleh dari tepung nabati diantaranya yang sering digunakan seperti tepung kedelai dan yang berasal dari tepung hewani yaitu skim, namun tidak menutup kemungkinan diperoleh dari tepung lainnya diantaranya tepung tulang. Salah satu potensi dari sektor peternakan unggas yang sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan khususnya dalam industri pangan adalah tulang rawan. Tulang rawan ayam bagian dada (sternum) memiliki nilai ekonomis yang rendah, sehingga produksi ayam yang terus meningkat akan diikuti pula dengan peningkatan tulangnya. Penggunaan tepung tulang rawan sebagai bahan pengikat (binder) pada produk hewani belum banyak digunakan, khususnya pada pembuatan meatloaf sehingga belum diketahui pada konsentrasi tepung tulang rawan berapa agar menghasilkan meatloaf yang memiliki sifat fisik dan organoleptik yang paling disukai. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap sifat fisik dan organoleptik meatloaf. 1.2
Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi tepung tulang rawan (os kartilago) ayam terhadap sifat fisik (daya ikat air, susut masak dan keempukan) dan organoleptik (rasa, warna, aroma, keempukan dan total penerimaan) meatloaf. 2. Pada tingkat berapa persen konsentrasi tepung tulang rawan (os kartilago) ayam yang menghasilkan meatloaf dengan sifat fisik terbaik (daya ikat air, susut masak dan keempukan) dan organoleptik (rasa, warna, aroma, keempukan dan total penerimaan) meatloaf yang paling disukai.
3 1.3
Maksud dan Tujuan
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi penggunaan tepung tulang rawan (os kartilago) ayam terhadap sifat fisik (daya ikat air, susut masak dan keempukan) dan organoleptik (rasa, warna, aroma, keempukan dan total penerimaan) meatloaf. 2. Mendapatkan tingkat konsentrasi tepung tulang rawan (os kartilago) ayam yang menghasilkan sifat fisik terbaik (daya ikat air, susut masak dan keempukan) dan organoleptik (rasa, warna, aroma, keempukan dan total penerimaan) meatloaf yang lebih disukai. 1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sumber informasi kepada
mereka yang berminat untuk pengolahan daging emulsi yang menggunakan bahan pengikat (binder) yang berasal dari tepung tulang rawan ayam (os kartilago), disamping itu sebagai tambahan informasi ilmiah bagi ilmu pengetahuan dan limbah tulang rawan. 1.5
Kerangka Pemikiran Makanan yang baik adalah makanan yang mengandung lebih dari satu jenis
sumber nutrisi. Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena memiliki kandungan gizi yang lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi (Soeparno, 2005). Daging dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan yang mempunyai bentuk, rasa dan cara pengolahan yang berbeda-beda. Berkembangnya teknologi pengolahan sangat dibutuhkan dalam berbagai produk olahan pangan karena saat ini masyarakat menuntut untuk disediakan
4 olahan makanan cepat saji, memiliki nilai gizi tinggi dan aman untuk dikonsumsi. Salah satu jenis makanan tersebut adalah meatloaf. Bahan pangan ini merupakan produk daging emulsi yang serupa dengan sosis, hal yang membedakannya adalah pada sosis dilakukan pengisian ke dalam casing, sementara pada meatloaf dicetak ke dalam loyang yang berbentuk persegi panjang dan di panggang pada suhu tinggi. Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Dalam suatu emulsi terdapat 3 bagian utama, yaitu bagian yang terdispersi terdiri atas butir-butir lemak. Bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai fase kontinyu yang biasa terdiri atas air dan bagian yang ketiga adalah emulsifier yang menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi didalam air. Terdapat dua macam emulsi diantaranya adalah emulsi minyak dalam air (O/W) yaitu bila emulsi tersebut lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) sehingga dapat membantu terjadinya dispersi minyak dalam air, sebaliknya emulsi air dalam minyak (W/O) bila emulsi lebih larut dalam minyak (nonpolar) maka terjadi emulsi air dalam minyak (Winarno, 2004). Formulasi bahan yang tepat sangat diperlukan agar menghasilkan kualitas produk meatloaf yang baik. Jenis bahan selain daging yang diperlukan dalam pembuatan meatloaf diantaranya bahan pengisi (filler), bahan pengikat (binder), bahan tambahan dan bumbu-bumbu. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penentuan jenis bahan selain daging yang akan digunakan dan jumlah takaran yang pas dengan tujuan untuk memperoleh meatloaf dengan kualitas fisik dan sifat organoleptik yang diharapkan.
5 Bahan pengikat (binder) adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat air daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengisi (filler) adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air, tetapi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi (Soeparno, 2005). Bahan pengikat mempunyai kadar protein lebih tinggi dan karbohidrat yang rendah sedangkan bahan pengisi (filler) mempunyai karbohidrat yang tinggi dan protein yang rendah. Bahan pengisi dan bahan pengikat dalam pembuatan produk pangan memiliki sifat yang memberikan karakteristik pada makanan yang diinginkan. Bahan pengikat (binder) dapat berupa bahan nabati maupun hewani. Berdasarkan sifat elastisitasnya, bahan pengikat dapat dibedakan menjadi bahan pengikat kimiawi berupa garam polifosfat dan bahan pengikat natural. Bahan natural dibedakan menjadi bahan pengikat hewani berupa tepung ikan dan protein susu (casein) . Protein susu memiliki kandungan protein yang tinggi sekitar 9095% (Bellitz, dkk. 1999) dan bahan pengikat nabati berupa tepung kedelai mempunyai kandungan protein yang tinggi pula yaitu sekitar 70%. Penggunaan tepung kedelai (soy concentrate) dalam produk olahan daging sekitar 20-25% dari daging (Aberle, dkk. 2001). Tepung tulang rawan dapat digunakan sebagai bahan-bahan dalam pembuatan bahan pengikat (binder). Penambahan tepung tulang rawan pada produk
meatloaf
dapat
meningkatkan
stabilitas
emulsi,
meningkatkan
palatabilitas, memperbaiki sifat irisan produk serta meningkatkan nilai gizi (Agustin, dkk. 2003). Bahan pengikat (binder) dari tepung tulang rawan (os kartilago) memiliki protein yang tinggi yaitu sebesar 71,93%, kadar air 8,48%, kadar lemak 13,89%, dan kadar karbohidrat 10,73% (Hardianto, dalam Agustin 2003).
6 Tulang rawan dan tepung tulang rawan telah dijadikan sebagai bahan pengikat pada produk olahan daging di antaranya chicken loaf dan chicken nugget serta produk pangan lainnya di antaranya pembuatan stik keju dan pembuatan mie kering. Penambahan tulang rawan 15% pada pembuatan chicken loaf diketahui menghasilkan chicken loaf dengan sifat fisik terbaik yaitu nilai daya ikat air 27,6 % dan susut masak 3,5% (Ulupi, dkk. 2005). Penelitian lain yaitu pada pembuatan chicken nugget menggunakan tepung mocaff (modified cassava flour) juga dengan penambahan tepung tulang rawan, menghasilkan chicken nugget dengan sifat kimia dan organoleptik terbaik pada konsentrasi 15%, dengan kadar protein paling tinggi yaitu 12%, kadar kalsium 0,19% dan uji kesukaan yang paling di sukai (Hanifa, dkk. 2013). Chicken nugget, chickenloaf dan meatloaf merupakan produk olahan daging berbentuk emulsi yaitu emulsi minyak dalam air seperti halnya produk sosis dan bakso serta mempunyai karakteristik yang sama karena komponenkomponen yang ditambahkannya tidak berbeda jauh sehingga hasil yang diperoleh akan menghasilkan yang sama dengan sifat fisik dan organoleptik meatloaf. Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat diambil hipotesis bahwa penggunaan tepung tulang rawan sebanyak 15% menghasilkan sifat fisik (daya ikat air, susut masak dan keempukan) terbaik dan uji organoleptik (rasa, warna, aroma, keempukan dan total penerimaan) meatloaf yang paling disukai. 1.6
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 di Laboratorium
Teknologi Pengolahan Produk Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.