I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk
pangan semakin meningkat, sehingga berdampak pada peningkatan permintaan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi. Salah satu jenis bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi diperoleh dari produk ternak seperti daging. Burung puyuh merupakan salah satu ternak unggas yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif sumber bahan pangan hewani, karena
dapat
dimanfaatkan sebagai penghasil telur maupun penghasil daging, namun hingga saat ini lebih banyak digunakan untuk menghasilkan telur, sehingga pemanfaatan dagingnya kurang diperhatikan. Pemanfaatan daging puyuh, dapat digunakan dalam proses pengolahan daging.
Pengolahan daging puyuh menjadi naget
diharapkan dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap daging puyuh, selain itu sebagai cara untuk penganekaragaman pangan,. Naget adalah olahan daging yang tidak asing lagi dikonsumsi masyarakat, merupakan produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan yang diizinkan (Badan Standardisasi Nasional, 2002). Dalam proses pembuatan naget, selain daging sebagai bahan utama, juga membutuhkan bahan tambahan seperti bumbu, bahan pengisi, dan bahan pengikat.
Bahan tambahan berfungsi untuk memperbaiki
stabilitas emulsi, dan mengurangi biaya produksi. Bahan tambahan yang digunakan umumnya berupa karbohidrat, misalnya tepung tapioka, tepung terigu, atau karagenan. Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tapi mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi umumnya
2
hanya terdiri dari karbohidrat yang mampu mengikat air. Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan, sehingga adonan terbentuk dengan baik. Naget merupakan produk daging siap saji dan mudah diperoleh serta mudah dikonsumsi, karena produk ini siap masak dan hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat untuk siap dikonsumsi, selain mempunyai rasa yang enak. Umumnya naget yang banyak diproduksi dan dijual menggunakan daging ayam. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap daging ayam, dapat menggunakan daging unggas lain, misalnya daging puyuh. Usaha untuk meningkatkan sifat fisik dan organoleptik naget puyuh adalah dengan cara menggunakan bahan tambahan makanan yang aman, misalnya karagenan. Karagenan merupakan bahan tambahan pangan alami yang baik sebagai penstabil, sehingga diharapkan naget yang dihasilkan memiliki sifat-sifat fisik dan organoleptik yang baik. Permasalahan yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini adalah belum diperoleh formula yang tepat mengenai kadar karagenan yang dapat ditambahkan dalam pembuatan naget puyuh. Hal ini yang menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh tingkat penambahan karagenan terhadap sifat fisik dan organoleptik naget puyuh.
1.2 1.
Identifikasi Masalah Bagaimana pengaruh penambahan karagenan terhadap sifat fisik (daya ikat air, susut masak, keempukan) dan organoleptik (rasa, aroma, warna, keempukan dan total penerimaan) naget puyuh.
3
2.
Pada tingkat berapa persen, penambahan karagenan menghasilkan sifat fisik terbaik (daya ikat air, susut masak, keempukan) dan organoleptik (rasa, aroma, warna, keempukan dan total penerimaan) naget puyuh yang paling disukai.
1.3 1.
Maksud dan Tujuan Mengetahui pengaruh tingkat penambahan karagenan terhadap sifat fisik (daya ikat air, susut masak, keempukan) dan organoleptik (rasa, aroma, warna, keempukan, dan total penerimaan) naget puyuh.
2.
Mendapatkan berapa persen, penambahan karagenan menghasilkan sifat fisik terbaik (daya ikat air, susut masak, keempukan) dan organoleptik (rasa, aroma, warna, keempukan dan total penerimaan) naget puyuh yang paling disukai.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk para peneliti dan
memberikan tambahan informasi kepada masyarakat dan industri pengolahan pangan, khususnya industri pengolahan naget mengenai penggunaan dan manfaat karagenan sebagai bahan pengisi alternatif dalam pembuatan naget puyuh, sehingga dapat dihasilkan produk naget puyuh dengan sifat fisik terbaik dan organoleptik yang paling disukai.
4
1.5
Kerangka Pemikiran Meningkatnya jumlah penduduk, juga semakin baiknya tingkat ekonomi
masyarakat, menyebabkan daya beli masyarakat juga meningkat. Sejalan dengan itu, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi pangan dengan gizi yang seimbang, memaksa penyediaan pangan khususnya yang berupa produk peternakan harus segera dihasilkan, agar dapat mengimbangi kebutuhan masyarakat dan mengatasi masalah kekurangan gizi. Pembangunan sub-sektor peternakan pada masa ini telah diarahkan kepada pengembangan aneka ternak sebagai sumber protein daging; termasuk burung puyuh. Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) banyak diternakkan karena memiliki banyak keuntungan, pemeliharaannya tidak membutuhkan lahan yang luas dan modal yang dibutuhkan relatif kecil. Selain itu, puyuh dapat digunakan sebagai penghasil telur maupun daging yang memiliki nilai nutrisi yang tinggi. Produksi telur bisa mencapai 250300 butir/tahun dan, produksi daging dapat diambil dari burung puyuh pejantan yang digemukkan atau bisa juga diambil dari puyuh betina yang sudah afkir karena sudah menurun produktivitas telurnya. (Johan, dkk., 2014). Kandungan gizi daging puyuh tidak jauh berbeda dengan unggas lain. Berdasarkan hasil analisis komposisi kimia, daging puyuh mengandung kadar air 73,2%,
protein 22,5%,
lemak 2,5%
dan abu 0,94%.
Daging puyuh juga
mengandung asam lemak omega yang lengkap, yaitu omega 3, 6, dan 9 (Anugrah, dkk., 2009). Lebih lanjut dikemukakan oleh Boni, dkk., (2010) daging puyuh muda memiliki kadar protein 18,99%, lemak 9,21%, abu 1,52% dan kadar air 68,98%. Aktivitas masyarakat yang tinggi, menyebabkan dibutuhkan tersedianya makanan cepat saji yang mempunyai nilai gizi dan aman untuk dikonsumsi, naget adalah salah satu jenis makanan yang memenuhi syarat di atas.
Untuk itu
5
dibutuhkan inovasi pengolahan pangan dengan bahan berkualitas. Naget merupakan salah satu jenis makanan yang memenuhi kebutuhan ini. Naget mulai dipopulerkan di Amerika Serikat karena cocok untuk kondisi masyarakat Amerika yang sangat sibuk. Indonesia saat ini adalah negara yang sedang menuju ke suatu kondisi dimana kaum ibu juga banyak yang bekerja, sehingga tuntutan terhadap makanan cepat saji juga mulai terasa (Ginting dan Namida, 2005). Untuk itu perlu dilakukan usaha peningkatan sifat-sifat naget misalnya dengan penambahan bumbu, bahan pengisi, dan bahan tambahan yang tepat.
Salah satu bahan
tambahan yang berasal dari bahan alami adalah karagenan. Karagenan adalah hidrokoloid hasil ekstraksi dari rumput laut merah (Rhodophyceae) yang semakin luas digunakan dalam produk pangan. Karagenan merupakan serat alami yang menunjukkan sifat hipokolesterolemik (penurun kadar kolesterol) yang bermanfaat untuk mengurangi risiko mengalami serangan jantung. Hal ini sangat sesuai dengan minat masyarakat akhir-akhir ini yang lebih memilih makanan dengan kadar kolesterol rendah (Abubakar, dkk., 2011). Penambahan karagenan dapat meningkatkan rendemen, stabilitas kontrol irisan dan juiceness (Petracci dan Bianchi, 2012). Karagenan tidak berinteraksi dengan protein daging dalam jaringan, karena secara alami tercampur dengan protein; akibatnya jaringan karagenan menjadi tidak berbeda dengan jaringan protein.
Karagenan berada pada ruang interstisial jaringan protein, dimana
mengikat air dan dapat membentuk fragmen gel setelah dingin (Verbecken, dkk., 2005). Bater, dkk., (1992) mengemukakan penggunaan karagenan akan meningkatkan rendemen, stabilitas irisan, dan tingkat kekerasan produk serta menurunkan kadar air pada sosis kalkun. Selanjutnya dikemukakan oleh Ayadi, dkk., (2009) penambahan karagenan meningkatkan daya ikat air dan tekstur serta
6
mikrostruktur sosis kalkun. Penambahan konsentrasi karagenan menyebabkan sosis lebih kompak, dan berpengaruh pada peningkatan elastisitas gel, namun penambahan karagenan yang terlalu tinggi secara signifikan akan menurunkan nilai kekenyalan. Lebih lanjut, menurut Mohamad, dkk., (2014) penambahan karagenan hingga 2,5% pada sosis ikan kurisi dan sosis ikan nila menghasilkan kenampakan, aroma, rasa dan tekstur yang lebih baik dibandingkan tanpa penambahan karagenan. Namun, menurut Abubakar, dkk., (2011) penambahan karagenan sampai konsentrasi 2% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya mengikat air, rendemen dan kekerasan naget daging itik, tetapi sangat nyata meningkatkan stabilitas emulsi.
Semakin besar penambahan
karagenan semakin baik stabilitas emulsinya.
Penambahan karagenan tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur, aroma, rasa, kekerasan dan penampakan umum, tetapi berpengaruh nyata terhadap warna. Penambahan karagenan sebesar 1,5% pada pengolahan naget ikan cucut tidak berpengaruh terhadap parameter warna, aroma, dan rasa naget ikan cucut, namun berpengaruh terhadap tekstur (kekenyalan), dan paling disukai panelis (Hidayatun, dkk., 2012). Penggunaan karagenan berpengaruh terhadap sifat fisik dan organoleptik dari produk olahan daging. Menurut Winarno (1996), penggunaan karagenan biasanya dilakukan pada konsentrasi antara 0,005 % sampai 3 %; tergantung produk yang ingin diolah. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil hipotesis bahwa penambahan karagenan 1,5 % menghasilkan sifat fisik dan organoleptik terbaik bagi naget puyuh.
7
1.6
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan
pada tanggal 8 -
11 Mei 2015 di
Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang.