1
BAB I Pendahuluan
A.
Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang
bermanfaat bagi kesehatan mendorong berbagai inovasi pengolahan produk pangan, salah satunya poduksi makanan yang bersifat fungsional dengan melibatkan peran mikrobia dalam hal ini bakteri probiotik. Pangan fungsional merupakan pangan segar atau olahan yang memberikan manfaat terhadap kesehatan serta dapat memberikan manfaat pencegahan terhadap suatu penyakit, selain fungsi dasarnya sebagai penyedia zat gizi. Defenisi pangan fungsional menurut de Roos (2004) cit. Susanto dan Fahmi (2012) ialah makanan yang bermanfaat bagi kesehatan di luar nutrien dasar atau bermanfaat bagi kesehatan di luar kandungan gizi yang tersedia dalam makanan. Beberapa contoh pangan fungsional menurut Anonim (2004), yaitu (1) makanan yang mengandung bakteri yang berguna untuk tubuh, misalnya yoghurt dan yakult, (2) makanan yang mengandung serat, misalnya tempe, dan (3) makanan yang mengandung senyawa bioaktif, misalnya senyawa polifenol dalam teh yang dapat mencegah kanker dan komponen sulfur dalam bawang yang dapat menurunkan kolesterol. Bahan pangan segar seringkali mudah mengalami kerusakan. Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya oleh bakteri
walaupun tidak semua bakteri memiliki efek yang negatif. Menurut Yang (2000) ; De Vuyst dan Leroy (2007) ; Puspawati et al. (2010) ; Saidi et al. (2011) ; Abdullah dan Osman (2010) menyatakan bahwa sifat BAL sebagai agensia probiotik mendorong penggunaan BAL untuk pengembangan pangan fungsional karena tidak bersifat patogen dan dapat menghasilkan produk metabolit yang bersifat antimikrobia seperti asam organik, hidrogen peroksida, karbon dioksida, diasetil bakteriosin serta mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogenik dan mikrobia yang mengkontaminasi makanan. Sifat BAL tersebut yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet alami (biopreservatif) dalam rangka pengembangan pangan fungsional. Strain anggota genus Lactobacillus termasuk golongan BAL yang sering dijumpai pada proses pengolahan pangan, di antaranya produk olahan susu, makanan atau minuman fermentasi, produk olahan ikan, daging, dan buah-buahan (Axelsson, 2004 ; Hardiningsih et al., 2006 cit. Napitupulu et al., 1997). Keberadaan BAL tidak bersifat patogenik dan aman bagi kesehatan seiring dengan pemanfaatan dalam industri pengawetan makanan, minuman dan potensinya sebagai probiotik. Menurut Davis dan Gasson (1981) serta Muriana dan Klaenhammer (1987) cit. Hardiningsih et al. (2006) bahwa strain anggota genus Lactobacillus mempunyai potensi yang besar sebagai produk probiotik karena keunggulannya dibandingkan dengan bakteri asam laktat yang lain. Salah satu bahan pangan yang dapat diolah menjadi pangan fungsional dengan melibatkan BAL ialah susu. Selain dapat dikonsumsi langsung, susu dapat diolah menjadi beberapa produk, antara lain keju, yoghurt, susu bubuk dan susu 2
kental, dadih, kefir. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang kaya akan zat gizi (Johnson, 2001 ; Bamforth, 2005). Namun demikian, kandungan gizi yang terdapat dalam susu tidak hanya memberikan manfaat terutama bagi kesehatan tetapi juga dapat menyebabkan mikrobia patogenik mudah tumbuh dan merusak susu sehingga susu tidak layak untuk dikonsumsi. Menurut Suwito (2010) bahwa kontaminasi mikrobia pada susu yang dimulai pada saat proses pemerahan sampai konsumsi dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri patogenik dan bakteri pembusuk. Bakteri patogenik yang sering mengkontaminasi susu, di antaranya strain anggota spesies Staphylococcus aureus, Escherichia coli, serta strain anggota genus Salmonella, sedangkan untuk bakteri pembusuk antara lain strain anggota genus Micrococcus, Pseudomonas, dan Bacillus. Salah satu pemanfaatan BAL pada bahan pangan, yaitu pengolahan susu menjadi keju (Johnson, 2001 ; McSweeney, 2004 ; Bamforth, 2005 ; Yulneriwarni et al., 2009 ; Malaka & Sulmiyati, 2010 ; Spreer, 1998 cit. Yudianto & Kusnadi, 2011). Keju merupakan salah satu produk olahan susu, baik dari susu sapi, susu kambing, ataupun susu kerbau. Menurut Johnson (2001) ; Saleh et al. (2008) ; Bamforth, 2005 bahwa keju terbentuk dari proses koagulasi kasein susu yang dikenal dengan istilah curd. Proses koagulasi tersebut dikarenakan aktivitas enzim (rennet) dan juga kondisi asam, yang selanjutnya diikuti dengan proses pematangan. Selain aktivitas enzim (rennet), proses pembuatan keju saat ini juga melibatkan peran BAL. Selain berperan dalam menurunkan pH susu dan meningkatkan keasaman, BAL juga berperan dalam pembentukan flavor keju (Johnson, 2001 ; Bamforth, 2005). 3
BAL menyebabkan perubahan biokimiawi meliputi proteolisis dan produksi komponen volatil yang mempengaruhi citarasa dan tekstur keju (Daulay, 1991 cit. Yulneriwarni et al., 2009). Sifat BAL yang memproduksi senyawa metabolit yang bersifat antimikrobia merupakan salah satu sifat bakteri probiotik (Kailasapathy, 2010). Ngatirah et al. (2000) cit. Harmayani et al. (2001) telah melakukan screening terhadap BAL salah satunya strain anggota spesies L. plantarum Dad 13 yang berpotensi memberikan manfaat terhadap kesehatan dengan menurunkan kadar kolesterol. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Harmayani et al. (2001) dan Yogeswara (2011) menyatakan bahwa viabilitas isolat L. plantarum Dad 13 selama proses freeze drying berkisar 1010 CFU/g dan spray drying berkisar 108 CFU/g. Hal tersebut menunjukkan bahwa isolat L. plantarum Dad 13 memiliki ketahanan hidup sel yang baik sehingga dapat diaplikasikan pada pengolahan pangan sebagai pengawet alami, sehingga pada produk pangan berpontesi sebagai agensia probiotik karena dapat memberikan efek terhadap peningkatan kesehatan. Menurut Stanton (1998) cit. Prayitno (2011) bahwa dalam rangka mengembangkan jenis pangan probiotik, viabilitas bakteri probiotik harus terjaga, baik selama proses pembuatan maupun selama penyimpanan agar ketika dikonsumsi dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Proses pengolahan susu menjadi keju melibatkan banyak agensia, antara lain susu ternak baik dari susu sapi, susu kambing, maupun susu kerbau, enzim, BAL, dan juga bahan pengasam. Hal tersebut telah dilakukan pada beberapa penelitian tentang keju, di antaranya Mustakim et al. (2005) yang menggunakan enzim (rennin) Mucor pusillus amobil, BAL strain anggota spesies L. bulgaricus 4
dan Streptococcus thermophillus dengan media susu sapi, Purwadi (2007) yang menggunakan sari jeruk nipis sebagai pengasam, Hutagalung (2008) yang menggunakan enzim rennet dengan media susu kerbau, Saleh et al. (2008) yang menggunakan enzim rennet dengan media susu kerbau, Malaka dan Sulmiyati (2010) yang melibatkan BAL isolat L. lactis subsp. lactis 527, Geantaresa (2011) yang menggunakan enzim papain pada pembuatan keju cottage dengan media susu sapi, dan Prayitno (2011) yang menggunakan BAL isolat L. acidophillus FNCC-0051 dan L. casei FNCC-0090 dengan media susu kambing. Dari beberapa penelitian tersebut, proses pengolahan susu menjadi keju merupakan salah satu upaya dalam pengolahan bahan pangan menjadi pangan fungsional karena selain melibatkan BAL yang merupakan agensia probiotik serta enzim yang dapat membantu mencerna laktosa, susu yang digunakan tidak hanya berasal dari susu sapi, tetapi juga dapat menggunakan susu kambing dan susu kerbau, produk yang dihasilkan bergizi tinggi, dan memiliki daya simpan yang lama. Menurut Falade et al. (2003) bahwa Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk menggumpalkan susu karena jeruk nipis (C. aurantifolia Swingle) diketahui mengandung asam organik dan zat gizi lain, di antaranya asam sitrat, asam askorbat (vitamin C), vitamin A, dan protein
(Falade et al., 2003 ; Cakrawala IPTEK, 2002 cit.
Purwadi, 2007) sehingga jeruk nipis (C. aurantifolia Swingle) dapat diaplikasikan sebagai pengasam dalam proses pembuatan keju. Dengan demikian, perlu diupayakan pengolahan susu untuk mencegah pertumbuhan mikrobia patogenik, mencegah kerusakan susu, dan menghasilkan produk susu olahan yang 5
bermanfaat bagi peningkatan kesehatan melalui pemanfaatan BAL, enzim, dan bahan pengasam yang berasal dari jeruk nipis.
B.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, maka dirumuskanlah
rumusan masalah, yaitu 1.
Bagaimanakah viabilitas L. plantarum Dad 13 pada keju probiotik yang dihasilkan?
2.
Bagaimanakah kualitas kimiawi yang meliputi : pH, total asam, dan total-N produk keju probiotik yang dihasilkan?
3.
Bagaimanakah pengaruh penambahan sari jeruk nipis dan L. plantarum Dad 13 terhadap kualitas organoleptik keju probiotik yang dihasilkan?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui viabilitas BAL pada proses pembuatan dan penyimpanan keju probiotik.
2.
Mengetahui kualitas yang kimiawi meliputi : pH, total asam, dan total-N keju probiotik yang dihasilkan
3.
Mengetahui nilai gizi (protein) serta mutu sensori keju probiotik yang dihasilkan.
6
D.
Manfaat Penelitian
1.
Masyarakat Memberikan informasi secara ilmiah tentang aplikasi isolat lokal BAL L. plantarum Dad 13 pada proses pembuatan keju probiotik.
2.
Ilmu Pengetahuan Memberikan sumbangan ilmu melalui penelitian dan memberikan informasi serta inspirasi dalam pengolahan bahan pangan berbasis pangan probiotik melalui pemanfaatan BAL
7